• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III POLA ASUH SINGLE PARENT DALAM MEMBENTUK KECERDASAN EMOSIONAL ANAK DI DESA JAGUNG KESESI PEKALONGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III POLA ASUH SINGLE PARENT DALAM MEMBENTUK KECERDASAN EMOSIONAL ANAK DI DESA JAGUNG KESESI PEKALONGAN"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

A. Profil Desa Jagung Kesesi Pekalongan 1. Tinjauan historis

Dahulu kala sebelum disebut Desa Jagung adalah berupa pekarangan dengan tumbuhan semak belukar dan pohon-pohon besar seperti beringin, manggan bendo dan lain-lain. Tanah yang berupa dataran rendah yang dihuni oleh sekelompok warga desa dengan mata pencaharian bercocok tanam.

Desa Jagung mempunyai makna sejane agung atau bercita-cita tinggi dan sebagai tanda kebesaran dibuat sebuah tugu dengan mahkota berbentuk buah Waluh. Dikandung maksud buah waluh besar namun pohonnya kecil yang melambangkan bahwa desa yang kecil namun memiliki tujuan atau cita-cita yang agung.1

Sebagai tanda petilasan di tempat terserbut ada bukti peninggalan di pekarangan yang mereka duduki yang sampai sekarang menjadi tempat keramat ada makam yang dinamakan Candi Suro Dipo dan disebelah kanan candi ada sungai yang dimanfaatkan menjadi pemandian dan lain-lain dan dikenal dengan nama Jamban Dalem.

1 Data Monografi Desa Jagung tahun 2014/2015.

(2)

Guna mengenang Mbah Suro Dipo setiap bulan Suro tiap tahun didadakan Khaul dengan mengadakan selamatan dan tahlilan doa bersama hingga sekarang. Pemerintah Desa Jagung mulai ada sejak babat pertama yang dipandegani mbah Suro Dipo sampai jaman penjajahan telah dipimpin oleh orang-orang cerdik pandai dan sakti bernama Salamah dan Sutojoyo. Untuk menentukan calon pemimpin selanjutnya masyarakat bermusyawarah dan setuju diadakan pemilihan dengan satu rumah dua orang dengan sodo atau lidi yang dimasudkkan ke dalam bumbung yang berada dibelakang calon dan diberi tanda dedaunan.

Dari hasil pemilihan tersebut lurah pertama adalah Castro memimpin sampai akhir hayatnya. Pemimpin berikutnya adalah Lurah Bodong diganti oleh Soekirno yang sudah memasuki jaman republik yang dalam pemerintahannya mengalami banyak kemajuan disegala bidang hingga akhir hayatnya. Selajutnya beliau digantikan oleh Karnawi sekitar tahun 1960 an sampai 1972. Dari tahun 1972 – 1974 diganti oleh Abdullah Sunaryo seorang karteker Anggota TNI. Sampai tahun 1981 dipegang oleh Harsono kemduian oleh pemerintahan Orde baru diadakan pemilihan dan dimenangkan oleh Tohani sampai tahun 1990. Pengangginya adalah Budiyono Soekirno sampai tahun 2007. Kepala Desa berikutnya adalah Eko Susilo sampai tahun 2015. 2

(3)

2. Letak Desa

Desa Jagung merupakan salah satu desa dari 23 (dua puluh tiga) Desa di Kecamatan Kesesi Kabupaten Pekalongan. Wilayah Desa Jagung berbatasan sebagai berikut:

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Bukur Kecamatan Bojong. b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Langensari Kecamatan

Kesesi.

c. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Kutorejo Kecamatan Kajen. d. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Watugajah Kecamatan Kesesi. 3

3. Visi dan Misi

Visi Desa Jagung adalah “Bersama masyarakat membangun desa menuju kehitupan masyarakat yang lebih baik dan berakhlak mulia, maju dan sejahtera”. Sedangkan misi Desa Jagung adalah:

a. Memberdayakan masyarakat melalui menumbuh kembangkan potensi swadaya dan gotong royong masyarakat.

b. Mengoptimalkan fungsi lembaga-lembaga swadaya maupun lembaga perwakilan masyarakat di tingkat pemerintahan desa.

c. Meningkatkan sumber daya manusia sebagai subjek pembangunan maupun objek pembangunan baik secara pribadi maupun kelompok. d. Menggali potensi sumber daya alam atau kekayaan desa sebagai

penopang pembangunan khususnya di pos anggaran atau pembiayaan.

(4)

e. Memfungsikan peran musyawaran dusun maupun musyawarah desa, baik yang bersifat periodik maupun bersifat kondisional.

f. Peningkatan etos kerja, profesionalisme serta peran aktif dari aparat pemerintahan desa maupun masyarakat sebagai penentu, pelaksana, pengawas terhadap arah kebijakan pembangunan.

g. Mempercepat program-program kemasyarakatan demi peningkatan kesejahteraan serta kualitas hidup masyarakat.

h. Meningkatkan penyelenggaraan kegiatan keagamaan untuk membentuk akhlak yang mulia. 4

4. Keadaan Wilayah

Desa Jagung sebagai desa di daerah dataran rendah dengan ketinggian 0 – 12 mdpl di atas permukaan air laut dengan curah hujan pada kisaran 2500 – 3250 mm per tahun. Hal ini sangat mendukung bercocok tanam pada satu pola pertanian yaitu padi. Desa Jagung termasuk desa agraris yang mengandalkan komoditas sektor pertanian. Luas wilayah Desa Jagung dengan data monografi adalah 249,442 Ha. Dengan rincian sebagai berikut: 5

a. Sawah irigasi tehnis : 188,547 Ha

b. Tegalan : 14,00 Ha

c. Pemukiman : 36,091 Ha

d. Tanah Desa : 4,580 Ha

4 Data Monografi Desa Jagung tahun 2014/2015. 5 Data Monografi Desa Jagung tahun 2014/2015.

(5)

e. Lapangan : 1,000 Ha f. Perkantoran Pemerintah : 0,189 Ha

5. Keadaan Masyarakat

a. Kondisi Pendidikan

Masyarakat Desa Jagung merupakan masyarakat yang masih kental dengan nilai-nilai khas pedesaan. Satu orang dengan orang lain saling mengenal dan menjalin hubungan bertetangga yang akrab. Selain itu masyarakat Desa Jagung mempunyai rasa persaudaraan yang kuat, hal ini diwujudkan dalam bentuk adanya saling tolong menolong dalam berbagai segi kehidupan. Berdasarkan data monografi Desa Jagung tahun 2014/2015 diketahui bahwa pendidikan masyarakat di Desa Jagung adalah sebagai berikut:

Tabel 1

Pendidikan Masyarakat Desa Jagung. 6

No. Jenis Pendidikan Jumlah

1. Lulusan PT 61 orang

2. Lulusan SLTA 517 orang

3. Lulusan SLTP 711 orang

4. Lulus SD 1358 orang

Jumlah 2.647 orang

Dengan memperhatikan tabel 1, dapat diketahui bahwa mayoritas penduduk Desa Jagung mempunyai pendidikan mayoritas adalah lulusan SD yaitu sebanyak 1.358 orang.

(6)

b. Kondisi Ekonomi

Desa Jagung merupakan desa dengan topografi dataran rendah sehingga cocok untuk bercocok tanam seperti, jagung, padi, ketela dan lain sebagainya. Maka tak khayal apabila sebagian besar masyarakat Desa Jagung bermata pencaharian sebagai petani atau buruh tani. Untuk mengetahui lebih jelas tentang mata pencaharian penduduk Desa Jagung bisa dilihat pada tabel 2 berikut ini:

Tabel 2

Mata Pencaharian Penduduk Desa Jagung. 7

No. Jenis Pekerjaan Jumlah

1. Petani 87 orang

2. Buruh Tani 377 orang

3. Buruh Swasta 258 orang

4. PNS 48 orang

5. Pedagang 158 orang

6. Pengangkutan 25 orang

7. Nelayan 4 orang

8. Montir 6 orang

9. Bidan / Mandtri 1 orang

10. Pensiunan 11 orang

Jumlah 975 orang

Dengan memperhatikan tabel 2, dapat diketahui bahwa mayoritas penduduk Desa Jagung mempunyai jenis pekerjaan atau sumber mata pencaharian sebagai buruh tani yaitu sebanyak 377 orang c. Kondisi Agama

Kebebasan untuk memilih agama dan kepercayaan adalah merupakan hak asasi manusia. Dalam hal ini tiada paksaan, karena islam sendiri mengajarkan bahwa “tak ada paksaan dalam agama,

(7)

bagimu agamamu, dan bagiku agamaku”. Hal ini menunjukkan bahwa selain agama islam masih ada agama lain, seperti yang berkembang di Indonesia, yakni agama Hindu, Budha, Kristen protestan dan Kristen Katholik dan masih ada lagi yang tidak termasuk agama akan tetapi diakui oleh pemerintah Indonesia yaitu aliran kepercayaan. Kelima agama dan aliran kepercayaan tersebut hidup berdampingan saling menghormati satu sama lainnya. Demikian juga yang terjadi di Desa Jagung, penduduknya dibebaskan untuk memeluk agama yang berbeda-beda, namun hidup rukun karena diantara mereka tidak ada yang mengganggu dalam hal menjalankan ajaran agama yang di anutnya. Adapun agama yang dianut oleh penduduk Desa Jagung tertera pada tabel 3 berikut ini :

Tabel 3

Jumlah Pemeluk Agama Penduduk Desa Jagung. 8

No. Agama Jumlah

1. Islam 3.351 orang 2. Kristen - 3. Katolik - 4. Budha - 5. Hindu - Jumlah 3.351 orang

Berdasarkan tabel 3 di atas, dapat diketahui bahwa mayoritas penduduk Desa Jagung adalah pemeluk agama Islam, yaitu sebanyak 3.351 orang.

(8)

B. Profil Subjek Penelitian

Berikut adalah profil subjek penelitian yang peneliti teliti:

Tabel 4

Profil Subjek Penelitian

No.

Nama Responden

Keterangan

1. Pak RF Pak RF berusia 45 tahun sudah bercerai dengan istrinya kira-kira 6 tahun yang lalu, karena istrinya selingkuh dengan orang lain sebab pak RF saat itu belum mempunyai penghasilan yang cukup, yang dulunya hanya tamatan SMP, akhirnya pak RF menjadi single parent, pernikahan dengan isrtrinya dikaruniai 1 putra yang bernama Rusydi kini masih kelas 3 SD, sekarang pak RF mengais rizki dengan cara berdagang batik di pasar, sehingga jarang pulang untuk merawat anaknya, dia menitipkan kepada adiknya yaitu ustad zaenal dan istrinya untuk mendidik dan mengasuh rusydi, yang kebetulan ustad Zaenal belum punya anak. 2. Ibu MY Ibu MY yang berusia 47 tahun ini menjadi single parent

sudah 3 tahun silam karena kematian suaminya, ibu MY memiliki 3 orang anak, hanya 1 yang ternmasuk kategori yatim yang bernama Atim, kini masih sekolah yaitu kelas 5 di MI Nurul Islam, kakaknya atim sudah sekolah di SMK, dan anak yang pertama sudah bekerja tapi tidak melanjutkan

(9)

sekolah atas karena keterbatasan biaya, maka langsung bekerja di Jakarta, ibu MY tinggal bersama adik dan saudara iparnya, karena ibu MY dulu sekolah SMK jurusan Tataboga maka beliau mengandalkan hidupnya dengan membuat jajan-jajan seperti martabak, agar-agar, aneka kue dan lainnya kemudian di jual di pasar banjarsari, yang bekerja sama dengan saudara ipar biasa atim panggil lek ipah, walaupun penghasilannya tidak banyak tetapi berkah bisa tercukupi semua, anak sulungnya yang sudah bekerja di sebuah pabrik di Jakarta sering mengirimi uang untuk menambah pendapatan bu MY guna memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Ibu MY berjualan di pasar dari jam 06.00 pagi sampai dagangannya habis seringnya hingga pukul 12.00, jadi bisa membagi waktu antara bekerja dengan mengasuh anak, sebelum ibu MY berangkat ke pasar sudah menyiapkan keperluan untuk anaknya seperti sarapan pagi, dan ketika anaknya pulang dari sekolah ibu MY juga sudah sampai dirumah, jadi MY dalam kesehariannya sering bersama anaknya, sambil membuat jajan di rumah.

3. Ibu TT Ibu TT yang berumur 48 tahun ini menjadi single parent ± sudah 7 tahun. Ibu TT mengalami perceraian dengan suami keduanya, dulu pernikahan dengan suami pertamanya

(10)

mempunyai anak tunggal yang di beri nama Sadam, setelah sadam berusia 9 tahun bapaknya sadam meninggal, lalu menikah lagi tetapi cerai, karena suami keduanya itu mempunyai istri simpanan, setelah ibu TT mengetahui hal tersebut akhirnya memutuskan untuk bercerai. Pasca perceraian ibu TT menjadi pembantu rumah tangga selama 2 tahun untuk memenuhi kebutuhan anak-anaknya, tetapi beliau mencoba untuk usaha yaitu berjualan buah segar dan gorengan di depan rumahnya, dengan penghasilan tidak menentu beliau tetap berusaha untuk mencukupi kebutuhan anaknya, Ibu TT memiliki 5 orang anak, namun hanya 1 yang ikut ibu TT, dan kini masih sekolah kelas 3 MI yang bernama Dewi. Yang lainnya yaitu busro dan takiyah di pesantrenkan oleh bapaknya, dini telah tiada dan yang pertama sadam sudah bekerja dagang batik di Jakarta. Ibu TT dulu hanya tamatan SD.

4. Pak MH Seoarang single parent ini berinisial MH, berstatus duda disebabkan karena istrinya meninggal ternyata mengidap diabetes militus setelah diperiksa dokter, sudah 4 tahun pak MH sudah menjalini hidupnya menjadi single parent kini berusia 51 tahun, dulu hanya sekolah sampai jenjang SMP. Pak MH memiliki 4 anak, yang sulung putra sudah bekerja di BMT dan putra ke duanya dagang batik membantu

(11)

pamannya, dan yang masih sekolah nurul sudah SMP kelas 3 sedangkan bungsunya bernama wiladan masih kelas 4 di SD Islam 03. Beliau mengais rupiah dengan usahanya yaitu menjadi seorang maklar. Memang tidak setiap hari mendapat penghasilan, namun sekali mendapat keuntunganya bisa sampai 500 ribuan lebih. Tetapi pak MH jarang berkumpul bersama anaknya, karena sering keluar rumah mencari info-info barang baik untuk di jual ataupun untuk di beli.

5. Ibu NF Ibu NF yang berusia 36 tahun menjadi subjek ke lima dalam penelitian ini. Berstatus single parent sebab suaminya 4 tahun yang lalu meninggal yang sudah sakit-sakitan karena stroke darah tinggi, ibu NF dulu hanya tamatan SMK jurusan Tataboga. Beliau mampu menyekolahkan ke 2 anaknya yang masih sekolah kelas 4 di SDN Jagung bernama Icha dan kakak Icha. Ibu NF ini menyambung hidupnya dengan meneruskan usaha dari suaminya yaitu membuka warung makan di area pabrik, yang pendapatan perbulannya tidak menentu asal dalam kesehariannya bisa untuk makan . Dulu ketika suaminya masih hidup yang berjualan di pabrik, ibu NF hanya memasak masakannya dirumah, tetapi sekarang memasaknya kadang di warung. Dan neneknya icha sering bantu untuk mengasuh anak ibu NF ketika masih berjualan di pabrik, karena masih tinggal serumah dengan ibunya.

(12)

6. Ibu AT Ibu AT masih berusia 35 tahun, beliau memilih menjadi

single parent, karena ketidak cocokan dengan suaminya

sebab suaminya seorang pengangguran tidak bersemangat dalam mencari rezeki, hanya nongkrong dan rokokan tapi suka emosinan malah yang bekerja ibu AT sendiri. Akhirnya disarankan oleh keluarga AT untuk bercerai. Memang sebelum menikah keluarga dari ibu AT kurang setuju namun ibu AT sudah lama pacaran sejak kuliah D3 di semarang. Maka Ibu At memutuskan untuk bercerai, sudah ± 2 tahun menjadi single parent, dia menyambung hidupnya dengan bekerja menjadi karyawan swasta di pabrik dengan penghasilan <1,500.000/ bulan untuk membiayai putri tunggalnya yang duduk di kelas 4 MI bernama Jihan. Selain sekolah Jihan juga di masukan TPQ.

7. Ibu AS Ibu AS menjadi single parent sudah ± 6 tahun karena suaminya meninggal, beliau bekerja sebagai pegawai di catering milik saudaranya sendiri, memang penghasilan /bulan tak seberapa, tapi karena pemilik catering itu saudaranya, jadi anak ibu Asiyah sering diberi uang untuk kebutuhan sekolah ke dua anaknya yang masih kelas 4 MI dan 1 SMP. Sedangkan ibu AS dulu hanya tamatan SD.

(13)

C. Pola Asuh Single Parent Dalam Membentuk Kecerdasan Emosional Anak di Desa Jagung Kesesi Pekalongan

Untuk mengetahui pola asuh single parent dalam membentuk kecerdasan emosional anak di Desa Jagung Kesesi Pekalongan peneliti melakukan wawancara terhadap single parent dalam mengasuh anak di Desa Jagung Kesesi Pekalongan. Hasil menunjukkan ada tiga macam pola asuh pada anak dalam keluarga single parent di Desa Jagung Kesesi Pekalongan yakni:

1. Pola Asuh Demokratis

Pola asuh demokratis dicontohkan oleh ibu MY serta ibu AS. Pernyataan ibu MY ketika diwawancara:

“Ngajar anak niku perlu ngangge kasih sayang ampun dipekso, ampun diwarahi sing keras. Anak niku perlu dielus sing apik dicontohni sing apik, lan dikandani sing apik. Kulo ngajaraken pendidikan kangge anak ngaggem prinsip demokratis. Kulo wenehi kebebasan kangge anak kulo go deneng belajar” 9

Artinya:

“Mengajar anak itu perlu menggunakan kasih sayang jangan dipaksa, jangan diajarkan hal-hal yang keras. Anak perlu disayang yang baik diberi contoh yang baik dan dinasehati yang baik-baik pula. Saya mengajarkan pendidikan untuk anak menggunakan prinsip demokratis. Saya memberikan kebebasan untuk anak saya dalam belajar.”

Hal senada juga dikatakan oleh Ibu AS:

“Cara ngasuhe kulo kangge lare mesti tak wenehi sing paling apik, ora nganggo kekerasan, sing diutamaake kasih sayang karo ketegasan. nek ngulinaake shalat sering tak nasihati, nek wayahe shalat kui kudu bali. Kulo yo seringe nyontoni shalat tepat waktu”.10

Artinya:

9 Ibu MY, Single Parent, wawancara pribadi, Desa Jagung, 10 Februari 2015. 10 Ibu AS, Single Parent, wawancara pribadi, Desa Jagung, 5 Februari 2015.

(14)

“Cara mengasuh saya untuk anak pasti saya memberikan yang terbaik pada anak, tidak boleh dengan kekerasan. Yang lebih diutamakan yaitu kasih sayang dan ketegasan. Untuk membiasakan salat, anak saya wajibkan untuk pulang. Saya juga sering mencontohkan shalat tepat waktu.”

Dari hasil wawancara di atas, maka dapat diketahui bahwa Ibu MY dan Ibu AS termasuk orang yang sabar dalam mengasuh anak-anaknya, berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan, ibu AS dan Ibu AS memang tidak pernah membentak apalagi dengan kekerasan, hanya saja beliau acuh kepada anaknya ketika melakukan kesalahan, tapi ketika anaknya patuh ibu AS dan Ibu AS terlalu memanjakan anak sampai-sampai menyuapi ketika anaknya makan.. 11

2. Pola Asuh Otoriter

Pola asuh otoriter dicontohkan oleh ibu NF dan ibu TT. Ibu NF mengungkapkan pendapatnya:

“Anak awet cilik kudu dibiasake ngibadah, koyo shalat, poso, lan ngaji. Kadang nek pas malese kumat, yo tetep tak pekso, nah ben iso nglakoni kui kabeh yo tergantung wong tuwone”. 12

Artinya:

“Anak dari kecil harus dibiasakan untuk beribadah, seperti shalat, puasa dan mengaji. Terkadang jika sedang malas tetap harus dipaksa, supaya bisa menjalankan itu semua tergantung orang tuanya”.

Berikut cara pengasuhan ibu TT sebagaimana dikatakan dalam wawancara:

“Soal agomo kulo mboten wonten toleransi pak, yen wayahe shalat yo tak kon shalat, wayahe ngaji yo tak kon ngaji, wayahe sinau yo tak kon sinau. Lare kulo mboten tak ijenken dolan yen durung

11 Hasil observasi terhadap keluarga Ibu AS pada tanggal 5 Februari 2015. 12 Ibu NF, Single Parent, wawancara pribadi, Desa Jagung, 7 Februari 2015.

(15)

ngerjake PR e utowo wes sinau disit. Ndidik anak niku kudu keras pak, supoyo anak ben dadi wong sing bener” 13

Artinya:

“Soal agama saya tidak ada toleransi pak, jika sudah waktunya shalat ya saya suruh shalat, jika sudah waktunya mengaji ya saya suruh mengaji, jika waktunya belajar ya saya suruh belajar. Anak saya tidak saya ijinkan bermain jika belum mengerjakan PR atau belajar dulu. Mendidik anak itu harus keras pak, supaya anak biar menjadi orang yang benar.”

Dari hasil wawancara di atas, maka dapat dipahami bahwa orang tua single parent di Desa Jagung juga menganut pola asuh yang otoriter khususnya seperti yang dicontohkan oleh ibu NF dan ibu TT.

3. Pola Asuh Permisif

Untuk pola asuh permisif dicontohkan oleh Ibu AT yakni dengan mengkombinasikan antara pola asuh permisif (memanjakan) dan demokratis untuk membiasakan pengamalan ibadah pada anaknya. Berikut pernyataan ibu AT ketika diwawancarai peneliti:

“Ngasuh anak kui yo ngawei kebebasan go anak ben milih opo seng menurute de e apik, juga ora nganggo kekerasan karo ngawahi opo wae seng di pinginake, ben anaku kroso koyo duwe wong tuo lengkap kayo umume”. 14

Artinya :

“Mengasuh anak itu ya memberikan kebebasan untuk anak agar memilih apa yang menurutnya baik, tidak memakai kekerasan ketika mengajarkan sesuatu dan selalu memberikan apa yang dia inginkan agar anak saya merasa seperti punya orang tua lengkap pada umumnya.”

Pola asuh permisif juga ditunjukkan oleh pak RF sebagaimana dalam pernyataannya:

“Kulo mboten saged ngawasi kegiatan putro kulo amargi kulo sibuk kerjo, pak. Dados menawi kegiatan saben dintene kulo

13 SKH, putri Ibu TT, wawancara pribadi, Desa Jagung, 2 Februari 2015. 14 Ibu AT, Single Parent, wawancara pribadi, Desa Jagung, 4 Februari 2015.

(16)

mboten patio ngematake, kulo nitipaken lare kulo kalian pak lek e seng dados ustad ten Desa Jagung mriki ngge mendidik lan ngrawat.” 15

Artinya:

“Saya tidak bisa mengawasi kegiatan anak saya karena saya sibuk kerja pak. Jadi untuk kegiatan sehari-harinya saya tidak begitu memperhatikan, saya titipkan anak saya pada pak Lek dan istrinya nya yang menjadi ustad di Desa Jagung sini untuk mendidik dan merawatnya”.

Dari hasil wawancara di atas, maka dapat diketahui bahwa ibu At dan pak RF menerapkan pola asuh permisif yakni mengabaikan, namun sebenarnya beliau tidak menginginkan hal itu, hanya saja terbentur oleh waktu untuk mendidik sendiri anaknya sangatlah minim.

Berbagai macam faktor yang mempengaruhi pola asuh yang diterapkan oleh single parent.

1. Faktor Ekonomi

Faktor ekonomi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pola asuh single parent di Desa Jagung Kesesi Pekalongan. Ibu AS mengatakan:

“Kerjoku kan ora neng umah dadine ora nyanding terus mbek anak, kui sing ndadekake angel mbiasake ngibadah.”16

Artinya:

“Kerja ku itu kan tidak di rumah, jadi tidak bisa selalu mendampingi anak, itu yang menjadikan rada susah dalam membiasakan ibadah.”

2. Faktor Lingkungan

Sedangkan pernyataan yang diutarakan ibu AT yang diajukan oleh peneliti tentang apa yang mempengaruhinya adalah:

15 Bapak RF , Single Parent, wawancara pribadi, Desa Jagung, 8 Februari 2015. 16 Ibu AS, Single Parent, wawancara pribadi, Desa Jagung, 5 Februari 2015.

(17)

“sebab saking alit kulo mpun terbiasa ten lingkungan sekitare agamis, dados naliko kulo ngajarke anak kedah biasakaken anak supoyo urep agamis koyo pesen abah (suami bu AT) saderenge pejah, kulo banget mbatesi anak kangge pergaulan, mungkin kareno urep kalihan keluarga agamis lan mesti diajarke mboten ninggalake sholat terose tiyang sepah kulo riyen, dados sampe saniki kulo ngrawat lare kados niku, disiplin banget ben mboten ninggalke shalat” 17

Artinya:

“Dari kecil saya sudah terbiasa di lingkungan agamis, jadi ketika saya mengajarkan anak supaya hidup agamis seperti pesan abah (suami ibu AT) sebelum meninggal, saya sangat membatasi anak untuk bergaul, mungkin karena hidup dengan keluarga agamis dan harus diajarkan tidak meninggalkan sholat seperti orang tua saya dulu, jadi sampai sekarang saya merawas anak seperti itu, disiplin sekali supaya tidak meninggalkan shalat”.

Dari pernyataan dari beberapa single parent yang telah diwawancarai oleh peneliti 4 dari 7 single parent menyatakan bahwa faktor ekonomilah yang berpengaruh, karena kalau materinya sudah terpenuhi pastilah para single parent mempunyai waktu penuh untuk mendidik dan mengasuh anak-anaknya. Itulah beberapa pola asuh single

parent dalam membentuk kecerdasan emosional anak di Desa Jagung

Kesesi Pekalongan. Selanjutnya akan peneliti analisis pada bab IV.

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini didukung dari hasil penelitian oleh Hidayah (2013) yang berjudul &#34;Hubungan Pola Asuh Orangtua Dengan Kecerdasan Emosional Anak Usia Prasekolah (4-6 Tahun) Di

Dengan demikian, kemandirian anak usia dini dapat diartikan anak yang berusia 0-8 tahun melakukan segala sesuatu dengan sendiri, tidak mudah bergantung dengan orang

Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua Dan Kecerdasan Emosi Dengan Konsep Diri Siswa Kelas VIII Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Melati Di Sinduadi Melati Sleman Tahun Pelajaran

Selain itu banyak kasus permasalahan perkembangan emosional disebabkan orang tua tidak menyadari bahwa pola asuh dan komunikasi keluarga sangat berkontribusi terhadap

Penelitian ini tidak terdapat hubungan pola asuh orang tua dengan kecerdasan emosional pada anak remaja yang ada di Kelurahan Soasio Kota Tidore Kepulauan bukan

khusus yakni: 1) Bagaimanakah pola asuh orang tua pada anak usia 5-6 tahun di Taman Kanak-kanak Swasta Katolik Karya Yosef Pontianak? 2) Bagaimanakah kecerdasan sosial

Hal ini didukung dari hasil penelitian oleh Hidayah (2013) yang berjudul &#34;Hubungan Pola Asuh Orangtua Dengan Kecerdasan Emosional Anak Usia Prasekolah (4-6 Tahun) Di

Berdasarkan data penelitian di sekolah TK PGRI 1 Taddan camplong kabupaten sampang peneliti menemukan implikasi pola asuhan orang tua terhadap kecerdasan emosional anak usia dini