• Tidak ada hasil yang ditemukan

DISKRIMINASI HIBAKUSHA DALAM NOVEL KUROI AME

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DISKRIMINASI HIBAKUSHA DALAM NOVEL KUROI AME"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

DISKRIMINASI HIBAKUSHA DALAM

NOVEL KUROI AME

Nikita Amalia Darius

Universitas Bina Nusantara, Jalan K.H. Syahdan No. 9 Jakarta 11480, (021) 534-5830/(021) 530-0244, nikitadarius10192@gmail.com

Nikita Amalia Darius, Linda Unsriana, S.S., M.Si

ABSTRAK

Penelitian menjelaskan tentang diskiminasi hibakusha pada novel Kuroi Ame yang

ditulis oleh Ibuse Masuji. Metode Penelitian yang dilakukan adalah metode

kepustakaan dan pendekatan kualitatif. Sumber data adalah novel Kuroi Ame

berbahasa Jepang. Analisis dilakukan dengan mengambil kutipan kalimat dalam

novel Jepang, kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan disesuaikan

dengan teori yang digunakan. Teori yang dipakai adalah teori diskriminasi dan

konsep hibakusha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang dipanggil hibakusha

jika menunjukkan gejala atau tanda penyakit radiasi. Diskriminasi yang didapat dari

orang-orang adalah berupa perbedaan perlakuan, dihina karena pekerjaan yang

dilakukan, gagal menikah dari pihak perempuan.

(2)

ABSTRACT

The research deploys about discrimination of hibakusha on Kuroi Ame novel written

by Ibuse Masuji. Research methods applied were literature methods and qualitative

approaches. The data source is Kuroi Ame novel Japanese language. Analysis was

done by took some sentence from the novel, then translate it into Indonesian

language and adjusted to the used theories. The theory that used are discrimination

theory and hibakusha concept. The result show that people called hibakusha if they

have a radiation sickness symptoms. The discrimination they got are different

treatment, insulted because the job they did and failed in marriage for woman side.

Keywords : Japan, kuroi ame, hibakusha, hiroshima, nagasaki, radiation sickness

PENDAHULUAN

Seperti yang kita ketahui, novel merupakan salah satu karya sastra Jepang yang ditulis oleh sastrawan-sastrawan Jepang. Kesusasteraan Jepang hingga saat ini sangat beragam karena mendapat pengaruh atau banyak gagasan dari negara luar dan secara langsung memberikan banyak pengaruh. Kesusasteraan Jepang dibagi dalam beberapa zaman terutama novel Jepang yang mengalami beberapa perubahan dan aliran. Ibuse Masuji merupakan salah satu penulis muda yang muncul pada masa periode akhir dimana banyak bermunculnya pengarang-pengarang muda. Ibuse Masuji merupakan penulis Jepang yang menulis novel Kuroi Ame dengan menceritakan tentang kehidupan seorang hibakusha. Alur cerita novel adalah maju mundur yang berkisar dengan sistem penulisan jurnal harian. Latar belakang novel adalah Hiroshima dan Nagasaki, wilayah Jepang yang terkena bom atom. Di dalam novel Kuroi Ame, terdapat tindakan diskriminasi kepada hibakusha atau korban bom atom. Novel Kuroi Ame menceritakan tentang keponakan Shizuma Shigematsu, Yasuko, yang akan segera menikah namun pernikahan dia terancam gagal untuk ketiga kalinya karena dirumorkan Yasuko terkena Kuroi Ame atau hujan hitam lengket yang bercampur dengan asap ledakan bom, dan terkena penyakit radiasi. Shigematsu yang menderita bentuk ringan dari penyakit radiasi tak diizinkan bekerja hingga sore hari karena dapat membahayakan tubuhnya bila terlalu banyak bergerak. Shigematsu dan Yasuko merupakan hibakusha dan menderita penyakit radiasi, mendapat diskriminasi dari orang-orang sekitar mereka.

Penelitian tentang diskriminiasi hibakusha dan hal yang berkaitan dengan hibakusha sudah pernah dilakukan oleh Yoshihiro Yagi dari Universitas Musashi, Tokyo dengan mengangkat judul Garis Perbedaan Hibakusha dan non-Hibakusha. Jurnal dia menceritakan tentang isu-isu bom dan kehidupan sosial yang dialami hibakusha dengan melakukan dialog wawancara kepada salah satu hibakusha yang masih hidup dan membandingkannya dengan Yoshihiro yang sebagai non-hibakusha. Selain itu, diceritakan pula bagaimana kehidupan yang dialami hibakusha, penyakit, dan kehidupan sehari-hari mereka selama mereka masih hidup.

Ada pula penelitian lain mengenai hibakusha yang ditulis oleh Kusano Yusuke dari Universitas Pendidikan Nagasaki, jurusan Ilmu Politik dengan mengangkat judul Belajar dari Hibakusha, [Sebuah Kata itu Cukup]. Jurnal dia menceritakan tentang Komine-san, seorang hibakusha yang mengalami kesulitan selama ia hidup dimana dia mengalami tekanan yaitu berupa intimidasi dari orang-orang sekitar bahkan berpikir untuk melakukan bunuh diri. Tidak hanya itu, putri Komine-san juga mendapat perlakuan serupa sebab sang ibu yang merupakan hibakusha, maka putrinya juga dicurigai sebagai hibakusha.

Ketika perang dunia kedua, Jepang terkena bom atom di wilayah Hiroshima dan Nagasaki yang dilakukan oleh sekutu yang menyebabkan Jepang menyerah tanpa syarat. Masyarakat Jepang yang selamat dari bom atom atau biasa disebut korban bom atom mendapat julukan hibakusha. Hibakusha berasal dari gabungan kanji被爆 dan 者. Kanji 被爆 atau hibaku yang memiliki arti dibom, sedangkan kanji 者 atau sha memiliki arti seseorang atau orang. Hibakusha adalah korban bom atom yang selamat dari peristiwa bom atom di Hiroshima dan Nagasaki. Bila diterjemahkan secara harfiah, hibakusha adalah ‘Orang yang terkena dampak ledakan‘ yang merujuk kepada korban bom atom yang terkena dampak radiasi. Menurut Yuzaki (1990:394) hibakusha terbagi dalam dua kategori, yaitu

(3)

hibakusha secara langsung dan hibakusha tak langsung. Hibakusha tak langsung adalah penduduk dimana kotanya dibom atomkan atau penduduk yang berada di sebelah kota yang dibom atomkan. Hibakusha tak langsung adalah, pendatang baru ke kota yang terkena dampak radiasi, misalnya terjebak dalam black rain atau terlibat dalam kegiatan penyelamatan langsung atau pembuangan mayat diluar kota. Meskipun hibakusha mendapat bantuan tunjangan dari pemerintah, masyarakat hibakusha mendapat diskriminasi parah dari masyarakat Jepang karena ketidaktahuan publik tentang penyakit radiasi dan kepercayaan penyakit radiasi bisa menular dan mempengaruhi keturunan dimana akan lahir menjadi cacat. Berdasarkan penjelasan di atas, maka penulis tertarik meneliti diskriminasi hibakusha dalam novel Kuroi Ame yang ditulis oleh Ibuse Masuji. Terlihat ada perlakuan diskriminasi pada hibakusha dalam novel Kuroi Ame. Itulah sebabnya, saya tertarik untuk meneliti karakteristik dan diskriminasi hibakusha dalam novel Kuroi Ame.

Rumusan permasalahan penelitian ini adalah mengenai diskriminasi yang dialami Shizuma Shigematsu dan Takamura Yasuko dalam novel Kuroi Ame yang ditulis oleh Ibuse Masuji. Korpus data untuk penelitian ini adalah novel Kuroi Ame yang berbahasa Jepang dan novel yang sudah diterjemahkan ke bahasa Inggris dengan judul Black Rain yang diterjemahkan oleh John Bester. Tujuan penelitian ini adalah menjelaskan dan mendeskripsikan diskriminasi yang dialami Shizuma Shigematsu dan Takamura Yasuko oleh orang sekitar mereka yang tidak terkena penyakit radiasi di lingkungan sekitar dan menjelaskan bagaimana pandangan masyarakat kepada hibakusha dalam kehidupan sehari-hari dalam novel Kuroi Ame karya Ibuse Masuji

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini ada tiga, yaitu metode kepustakaan, metode pendekatan kualitatif, dan metode deskriptif analitif.

Pada tahap pertama, penulis memulai penulisan dengan permasalahan yang sudah ditetapkan, yaitu diskriminasi hibakusha yang dialami tokoh Yasuko dan Shigemasu dalam novel Kuroi Ame. Tujuan penulisan penelitian adalah untuk memahami istilah hibakusha, pengertian dan makna hibakusha, kategori dan ciri-ciri hibakusha serta diskriminasi yang terjadi dalam novel Kuroi Ame. Selanjutnya, penulis menggunakan dua metode penelitian, yaitu metode pengumpulan data berupa metode kepustakaan dengan pendekatan kualitatif. Kemudian, penulis menerapkan metode analisis data deskriptif dengan landasan teori, yaitu teori diskriminasi dan pengertian atau arti harfiah hibakusha. Pada tahap kedua, penulis menggunakan metode kepustakaan untuk pengumpulan data dan pendekatan kualitatif untuk menganalisis data. Sumber data penulis berupa novel Kuroi Ame dimana penulis mempunyai novel versi bahasa Jepang sedangkan terjemahan Inggris penulis meminjam dari perpustakaan Japan Foundation. Penulis menerjemahkan langsung ke dalam bahasa Indonesia kemudian penulis menetapkan data-data yaitu diskriminasi hibakusha yang dialami tokoh Yasuko dan Shigematsu. Output tahap kedua ini, data berupa kutipan-kutipan kalimat novel sebanyak tujuh belas buah siap untuk dianalisis.

Pada tahap ketiga, Metode analisis data yang penulis gunakan adalah metode analisis data deskriprif yaitu penulis menganalisis masalah yang diteliti kemudian mengklasifikasi diskriminasi hibakusha pada tokoh Yasuko dan Shigematsu. Penulis akan mengkaji data yang penulis temukan dimana penulis mempunyai sumber datanya, yaitu novel Kuroi Ame yang berbahasa Inggris dan berbahasa Jepang. Melalui data-data tersebut, penulis akan mencocokkan dengan teori diskriminasi dan pengertian atau arti harfiah hibakusha apakah sesuai atau tidak. Penulis membuat kesimpulan kecil dari analisis data yang sudah penulis teliti, kemudian mengulang analisis data hingga selesai dan menarik kesimpulan dimana menghasilkan kesimpulan akhir dari masalah yang penulis teliti.

(4)

HASIL DAN BAHASAN

Penulis menganalisis ciri-ciri atau karakteristik hibakusha pada tokoh Shizuma Shigematsu dan Takamura Yasuko dalam novel Kuroi Ame. Setelah mengetahui bahwa tokoh tersebut adalah hibakusha, selanjutnya akan dianalisis diskriminasi yang dialami oleh hibakusha. Analisis yang dilakukan penulis berupa kutipan-kutipan kalimat dalam novel yang menggambarkan perlakuan diskriminatif dimana penulis akan membagi dua bagian yaitu analisa karakteristik hibakusha dan analisa diskriminasi hibakusha.

1. Karakteristik Hibakusha pada Shizuma Shigematsu dan Takamura Yasuko

Bukti karakteristik hibakusha pada tokoh Shizuma Shigematsu dan Takamura Yasuko baik hibakusha secara langsung maupun tak langsung dalam novel Kuroi Ame. Di bawah ini merupakan tabel mengenai karakteristik hibakusha pada Shizuma Shigematsu dan Takamura Yasuko dalam novel Kuroi Ame

Tabel 1.1 Karakteristik Hibaksha dalam Novel Kuroi Ame

Nama Tokoh Jenis Hibakusha Penyebab Karakteristik

Shizuma Shigematsu Hibakusha secara langsung

Terjatuh dan terlempar akibat ledakan bom atom. Menderita luka bakar akibat kebakaran dari

sinar bom atom.

Lesuh mendadak, muncul blister di kulit

kepala,bila rambut ditarik, rambut rontok

tanpa rasa sakit Takamura Yasuko Hibakusha secara tak

langsung

Terjebak dalam black rain dalam perjalanan

pulang

Tak mempunyai nafsu makan, rambut rontok tanpa rasa sakit ketika disisir, gusi merah

membengkak. Shigematsu terlempar dan terkena ledakan bom atom yang jaraknya tiga kilometer dari stasiun kereta, sesuai dengan yang diungkapkan Badan Bantuan Dana Korban Bom Atom, Nagasaki 2007, (Atomic Bomb Survivors Affairs Division Health and Welfare Department, Nagasaki prefectural, 2007) dimana hibakusha didefinisikan orang yang berada dalam jarak beberapa kilometer dari hiposenter bom. Shigemtasu termasuk hibakusha secara langsung sebab ia tinggal di Hiroshima dan terkena dampak bom atom dimana ia berada di lokasi pemboman terjadi, yaitu stasiun Yokogawa, Hiroshima. Sesuai yang diungkapkan Yuzaki (1990:394) bahwa kategori hibakusha secara langsung adalah penduduk kota atau kota sebelah pada saat pemboman terjadi. Science of Council Japan (1990:117) mengatakan hibakusha berasal dari pengaruh simultan panas, ledakan, dan radiasi. Shigematsu mengalami luka pada wajahnya dimana ia tak menyadarinya setelah ledakan bom. Luka yang Shigematsu derita adalah luka bakar termal sekuder, dimana ia menderita luka bakar api dari kebakaran yang disebabkan oleh sinar bom atom. Shigematsu menunjukkan gejala penyakit radiasi dimana apabila bekerja terlalu semangat, ia lesuh mendadak yang diikuti dengan munculnya blister (cairan pada darah) di kulit kepala dan ketika menarik rambutnya, rambut tersebut rontok tanpa rasa sakit. White (1990:128) mengemukakan bahwa pada dosis 100, terjadi radiasi akut ringan (sakit di beberapa) dan terjadi sedikit penurunan jumlah sel darah putih dan kemungkinan mual dan muntah. Kelesuan mendadak yang diderita Shigematsu disebabkan penurunan sel darah putih. Selain itu, dia menderita penyakit radiasi tahap kedua sesuai yang diungkapkan Army Medical School, Provisional Tokyo First Army Hospital (1990:130) dimana tahap kedua gejala awal penyakit radiasi adalah rambut rontok dari akarnya.

Yasuko termasuk hibakusha secara tak langsung sebab Yasuko terkena hujan hitam atau black rain saat dalam perjalanan pulang dimana hujan tersebut bercampur dengan sisa-sisa radioaktif yang terlepas di atmosfer setelah bom atom dijatuhkan. Sesuai yang diungkapkan Yuzaki (1990:394) bahwa kategori hibakusha secara tak langsung adalah pendatang awal yang datang ke kota yang terkena dampak radiasi dan korban tersebut terkena dampak radioaktif pada saat atau setelah pemboman, salah satunya adalah terjebak dalam black rain.

Yasuko didiagnosis menderita penyakit radiasi, ia tidak mempunyai nafsu makan dan rambutnya semakin banyak rontok ketika menyisirnya serta terdapat bercak merah di gusinya dan membengkak. Yasuko menderita penyakit radiasi tahap kedua sesuai yang diungkapkan Army Medical School,

(5)

Provisional Tokyo First Army Hospital (1990:130) dimana tahap kedua gejala awal penyakit radiasi adalah rambut rontok dari akarnya dan gusi memerah bengkak.

2. Diskriminasi pada Shizuma Shigematsu dan Takamura Yasuko

Terdapat diskriminasi pada Shizuma Shigematsu dan Takamura Yasuko karena mengidap penyakit radiasi dalam novel Kuroi Ame. Di bawah ini merupakan tabel mengenai tindakan diskrminasi pada Shizuma Shigematsu dan Takamura Yasuko dalam novel Kuroi Ame

Tabel 2.2 Tindakan Diskriminasi dalam Novel Kuroi Ame Sasaran

Diskriminasi

Penyebab Diskriminasi

Jenis Diskriminasi Diskriminasi yang

Diterima Shizuma Shigematsu Menderita penyakit

radiasi

Diskriminasi Pekerjaan

Disindir kasar akibat pekerjaan memancing yang dilakukannya Diskriminasi dalam kehidupan masyarakat

Disindir dan diejek oleh ibu paruh baya

Aktivitas jalan-jalan yang disarankan dokter dipandang rendah karena tujuannya tak penting. Perlakuan temannya menjadi berbeda setelah tahu keponakannya dirumorkan menderita penyakit radiasi Takamura Yasuko Pernah tinggal di

Hiroshima Menderita penyakit radiasi Diskriminasi dalam kehidupan masyarakat Gagal menikah sebanyak tiga kali

Dibicarakan di belakang orang lain terutama ibu-ibu bila menyangkut masalah

perjodohan.

Suzuki (1989:233) mengemukakan bahwa kategori yang menyebabkan diskriminasi salah satunya adalah pekerjaan. Shigematsu mendapat diskriminasi oleh orang-orang sekitar terutama ibu-ibu sebab pekerjaan yang hanya bisa dia lakukan adalah memancing. Alasan utama Shigematsu hanya bisa melakukan memancing adalah karena penyakit radiasi yang dideritanya namun menurut orang sekitar, usia Shigematsu adalah usia yang cukup kuat untuk bekerja di ladang, berkebun, mengumpulkan kayu bakar dibandingkan memancing sebab memancing adalah pekerjaan yang tak membutuhkan banyak tenaga bahkan santai. Yasuko mengatakan sendiri pada Shigematsu bahwa dia prihatin meski menurut Shigematsu itu adalah pekerjaan menyenangkan, tapi di mata orang luar itu sama sekali tak terlihat menyenangakan dan pekerjaan yang aneh. Selama memancing, Shigematsu dan kedua temannya, Shokichi dan Asajiro, yang menderita penyakit radiasi mendapat sindiran dari orang yang lewat di sekitar mereka salah satunya, ibu paruh baya dari Ikemoto. Ibu tersebut menyindir dengan mengatakan mereka adalah orang yang beruntung terkena penyakit radiasi sehingga mereka tak perlu melakukan bekerja keras sementara orang lain yang tak terkena penyakit radiasi harus bekerja keras. Meski Shokichi menjelaskan alasan mereka tak bisa melakukan pekerjaan karena penyakit yang diderita tapi ibu paruh baya tersebut tetap mengejeknya, bahkan mengatakan kalau ia dan Shigematsu mengambil keuntungan dengan terperangkap dalam radiasi. Perlakuan ibu paruh baya Ikemoto terhadap Shigematsu dan Shokichi sesuai yang dikemukan Fulthoni et al (2009:9) bahwa jenis diskriminasi yang sering terjadi salah satunya adalah diskriminasi penyandang cacat.

(6)

Aktivitas harian utama yang dilakukan Shigematsu, yaitu berjalan-jalan seharian juga dipandang rendah oleh orang-orang sekitar karena tujuan yang tak penting. Orang-orang desa berpendapat dibandingkan berjalan-jalan yang hanya membuang waktu, alangkah baiknya bila Shigematsu melakukan pekerjaan yang menghasilkan sesuatu yang menguntungkan atau ada tujuan. Perlakuan Kotarou terhadap Shigematsu menjadi berbeda setelah kedatangan dokter perempuan dari desa Yamano yang menanyakan hal seputar pernikahan. Karena Yasuko adalah keponakan Shigematsu dan dirumorkan menderita penyakit radiasi, perlakuan Kotarou terhadapnya menjadi berubah. Ketika Shigematsu datang mengucapkan salam, Kotarou hanya membalas salam menunduk tanpa menatap Shigematsu. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Suzuki (1989:233) bahwa karakteristik yang menjadi alasan dasar terjadinya diskriminasi berdasarkan kategori sejarah yaitu, hubungan darah (tempat kelahiran dan latar belakang keluarga).

Yasuko termasuk hibakusha yang mendapat diskriminasi akibat cacat jasmani yang diderita. Hal ini sesuai yang dikemukakan Suzuki (1989:233) bahwa kategori yang menyebabkan diskriminasi salah satunya adalah cacat jasmani. Yasuko yang pernah tinggal di Hiroshima, membuat penduduk desa berprasangka bahwa dia menderita penyakit radiasi. Akibatnya dia mengalami gagal menikah sebanyak tiga kali karena dicurigai sebagai hibakusha. Laki-laki yang datang untuk bertanya tentang lamaran atau melamar Yasuko membatalkan niat mereka akibat mendengar rumor tersebut bahkan tak mau melanjutkan perjodohan. Orang-orang desa sekitar mempertanyakan kesehatan Yasuko dan rumor tersebut semakin parah bahkan sebuah surat dari pihak lelaki datang mempertanyakan kepindahan Yasuko dari Hiroshima ketika dibom atomkan sampai ia kembali ke Kotabake. Isi surat tersebut juga meminta untuk membatalkan perjodohan yang sebelumnya pihak lelaki sudah setuju dan ingin bertemu. Ketika seorang tamu dari desa Yamano, dokter perempuan, mengunjungi Kotarou untuk menanyakan hal seputar pernikahan, Shigematsu melihat bagaimana jendela shouji (pembatas ruangan dari kertas) itu tertutup dengan tamu yang berada di dalamnya membicarakan Yasuko seakan pembicaraan itu tak ingin didengar orang lain sesuai yang dikemukakan Fulthoni, et.al (2009:4) bahwa jenis diskriminasi yang sering terjadi di masyarakat salah satunya adalah diskriminasi terhadap penyandang cacat atau penyakit. Tidak hanya itu, pihak lelaku dari keluarga Gentaro Aono yang sudah siap untuk melamar Yasuko tiba-tiba membatalkan diri bertemu karena Yasuko sudah mulai menunjukkan gejala penyakit radiasi.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil dari analisa yang dilakukan oleh penulis, dapat disimpulkan bahwa terdapat tindakan diskriminasi dalam novel Kuroi Ame yang dialami dua tokoh, yaitu Shizuma Shigematsu dan Takamura Yasuko. Dalam novel, Shizuma Shigematsu dan Takamura Yasuko adalah hibakusha. Shigematsu termasuk hibakusha secara langsung karena dia berada dalam jarak beberapa kilometer dari hiposenter bom ketika bom atom dijatuhkan hingga ia terlempar dan terjatuh serta menderita luka bakar api di wajahnya yang disebabkan kebakaran yang berasal dari sinar bom atom. Tidak hanya itu, Shigematsu menderita penyakit radiasi dimana ia lesuh mendadak, muncul blister-blister (cairan pada darah) di kulit kepala dan ketika menarik rambutnya, rambutnya rontok dalam jumlah cukup banyak tanpa rasa sakit. Apabila ia melakukan pekerjaan berat, maka gejala penyakit radiasi tersebut muncul dan mempercebat penyebaran radiasi dalam tubuh yang mengakibatkan kematian.

Pada tokoh Takamura Yasuko, ia termasuk hibakusha secara tak langsung karena dia terjebak dalam black rain (hujan hitam) dalam perjalanan pulang bersama tuan Nakajima menuju Hiroshima yang mengandung sisa-sisa radioaktif sehingga Yasuko perlahan menderita penyakit radiasi akibat black rain. Ketika ia mulai menderita penyakit radiasi, Yasuko tak mempunyai nafsu makan, rambutnya semakin rontok tanpa rasa sakit apabila disisir serta gusinya bengkak berwarna merah.

Shigematsu mendapat perlakuan diskriminasi akibat penyakit yang diderita bahkan pekerjaan yang hanya bisa dia lakukan akibat penyakit yang diderita yaitu memancing. Shigematsu tak bisa melakukan pekerjaan berat seperti bekerja di ladang ataupun berkebun dan mengumpulkan kayu bakar. Di saat orang-orang sibuk bekerja, Shigematsu yang hanya bisa melakukan pekerjaan santai mendapat perlakuan diskriminasi terutama dari ibu-ibu sekitar yang melewatinya. Ketika ia memancing bersama temannya Shokichi, seorang ibu paruh baya dari Ikemoto menyindir mereka dengan mengatakan mereka adalah orang yang beruntung terkena penyakit radiasi sehingga mereka tak perlu melakukan pekerjaan berat meskipun Shokichi sudah menjelaskan kondisi mereka namun ibu paruh baya tersebut tetap mengejek mereka.

Seperti pamannya, Yasuko juga mendapat perlakuan diskriminasi di lingkungan sekitar dimana ia gagal menikah sebanyak tiga kali. Karena Yasuko pernah tinggal di Hiroshima, penduduk desa

(7)

berpikir bahwa Yasuko menderita penyakit radiasi dan termasuk hibakusha. Laki-laki yang datang untuk bertanya atau melamar Yasuko langsung membatalkan niat mereka untuk melamarnya bahkan tak melanjutkannya akibat mendengar rumor tentang Yasuko.

(8)

Saran

Menurut Penulis, cerita yang disampaikan dalam novel Kuroi Ame sangat menarik dengan melihat sisi dan kondisi Jepang setelah perang dunia kedua dari sudut pandang sejarah. Penulis menyarankan untuk melakukan penelitian selanjutnya, yaitu meneliti kaitan sejarah Jepang setelah perang dunia terutama setelah Hiroshima dan Nagasaki dijatuhi bom atom dengan novel Kuroi Ame.

REFERENSI

鱒二、井伏. 黒い雨. 日本:株式会社新潮社, 1970

Amnesty : Muslim Eropa Hadapi Diskriminasi. BBC Indonesia, 24 April 2012.

<http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2012/04/120424_amnestymuslim.shtml>

Aminah, Siti, Arianingtyas, Renata, Fulthoni, Sihombing, Uli Parulian. Memahami Diskriminasi : Buku Saku Kebebasan Beragama. Jakarta : The Indonesian Legal Resource Center (ILRC), 2009.

Haryani, Pitri. All About Japan. Yogyakarta : Penerbit ANDI, 2013

Horton, Paul B. Hunt, Chester L. Ram, Aminuddin. Sobari, Tita. Sosiologi Jilid Kedua Edisi Keenam. Penerbit Erlangga, 2009.

Hosoe, Eikoh. Lifton, Betty Jean. A Place Called Hiroshima. Kodansha America, 1990.

Hiroshima and Nagasaki : The Physical, Medical, and Social Effects of the Atomic Bombings. Basic Books, 1981.

Masuji, Ibuse : Black Rain.Japan : Kodansha International, 1979

Nurgiyantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada Press, 2007. Rasisme Masih Ada Di Amerika. Voice of America, 28 Juli 2005.

<http://www.voaindonesia.com/content/a-32-2005-06-28-voa11-85405307/63381.html> Reslawati. “Minoritas di Tengah Mayoritas : Interaksi sosial Katolik dan Islam di Kota

Palembang,“ Komunika Vol.10, No.2 (2007) : 1-18.

Shaefar, Richard T. Sociology, a Brief Introduction Ninth Edition. McGraw-Hill, 2011. Shunsuke, Tsurumi. An Intellectual History of Wartime Japan 1931-1945. Routledge, 2010.

Sunarto, Kamanto. Pengantar Sosiologi. Jakarta : Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2004.

Suzuki, Nirou. Encyclopedia Nipponica 2011. Tokyo, 1989.

Weiner, Michael. Japan’s Minorities : The Illusion of Homogeneity. Routledge, 2008.

RIWAYAT PENULIS

Nikita Amalia Darius lahir di Jakarta, 10 Januari 1992. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang Sastra Jepang tahun 2014.

Gambar

Tabel 1.1 Karakteristik Hibaksha dalam Novel Kuroi Ame
Tabel 2.2 Tindakan Diskriminasi dalam Novel Kuroi Ame  Sasaran

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian meliputi tiga hal: (1) mendeskripsikan dan menjelaskan tindak tutur yang muncul dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari; (2)

Penulis menjelaskan macam macam sosial diskriminasi yang dialami oleh orang kulit hitam di dalam film dan menjelaskan bagaimana film ini mencerminkan sejrah orang kulit hitam

Tujuan penelitian ini adalah untuk; (1) mendeskripsikan bentuk perubahan sosial yang terefleksi dalam novel Orang-orang Blanti karya Wisran Hadi, (2)

Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan wujud konflik batin yang dialami tokoh utama dalam novel Hujankarya Tere Liye dan mendeskripsikan implikasi hasil

Berdasar pada latar permasalahan diatas, penelitian ini mengajukan rumusan pertanyaan: bagaimana diskriminasi yang dialami oleh identitas transpria muda di

Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat 22 leksia yang mempresentasikan diskriminasi perempuan dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk..

Pokok permasalahan dalam penelitian ini terkait dengan bentuk diskriminasi, yang terjadi dan dialami oleh perempuan dalam monolog Balada Sumarah karya Tentrem

Dari analisis yang dilakukan, peneliti mampu menemukan empat bentuk diskriminasi yang dialami oleh masyarakat dalam novel tersebut, pertama, diskriminasi ras dengan adanya perbedaan