• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. METODOLOGI PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "III. METODOLOGI PENELITIAN"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah 5 (lima) kecamatan pesisir Pantai Utara Jakarta, Propinsi DKI Jakarta yang terletak antara 08º22'00” - 08º50'00” Lintang Selatan dan 121º55'40" - 122º41'30'' Bujur Timur. Kecamatan pesisir tersebut adalah: 1) Kecamatan Penjaringan, 2) Pademangan, 3) Koja, 4) Tanjung Priuk, dan 5) Kecamatan Cilincing. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 (enam) bulan terhitung bulan Januari – Juni 2010. Lokasi penelitian disajikan dalam Gambar 6.

Gambar 6 Lokasi penelitian di Pantai Utara Jakarta 3.2 Bahan dan Peralatan

3.2.1 Bahan

Pada penelitian ini, Bahan yang digunakan adalah :

• Citra satelit ALOS Kotamadya Jakarta Utara tahun 2006.

• Peta RBI lembar tahun 2008 dari Bakosurtanal dengan skala 1 : 50.000.

• Data yang terkait dengan komponen dimensi kerentanan pantai meliputi: karakterisitk pantai dan dinamika pesisir (tipologi, kenaikan muka laut relatif, tunggang pasang surut, tinggi gelombang rata-rata, elevasi, jenis batuan, dan perubahan garis pantai). Jenis dan sumber data disajikan pada Tabel 6.

(2)

Tabel 6 Jenis dan sumber data

No Jenis data Sumber data

Dimensi Keterpaparan

1. Kenaikan muka laut http://www. aviso.oceanobs.

com/en/news/oceanindicators/mean-sea-level/index.html.

2. Erosi Pantai Citra ALOS 2006 -2009 3. Tinggi gelombang Dinas Hidro-Oseanografi 4. Pasang Surut Dinas Hidro-Oseanografi

5. Kejadian Tsunami http : //www.ngdc.noaa.gov/hazard/tsu.shtml. 6. Pertumbuhan Penduduk BPS Jakarta Utara

7. Kepadatan Penduduk BPS Jakarta Utara Dimensi Kepekaan

1. Elevasi pantai Bakosurtanal 2. Kelerengan (slope) Bakosurtanal

3. Tipologi pantai BAPEKO Jakarta Utara dan pengamatan lapang

4. Tipologi penggunaan pantai BAPEKO Jakarta Utara dan pengamatan lapang

5. Pemukiman Penduduk BAPEKO Jakarta Utara dan pengamatan lapang

Dimensi Daya Adaptasi

1. Habitat Pesisir Bakosurtanal

2. Mangrove Pengamatan lapang dan data citra ALOS 3. Terumbu Karang Pengamatan lapang dan data citra ALOS 4. Lamun Pengamatan lapang dan data citra ALOS 5. Kawasan Konservasi mangrove Departemen Kehutanan

3.2.2 Peralatan

Pada penelitian ini, peralatan yang digunakan adalah: • GPS Garmin etrex 12 Channel

• Komputer Pentium(R) 4 CPU 2.00 GHz

• Software ArcView GIS 3.3, Ermapper 6.4 dan MS-Office 2007 • Kamera digital BenQ DC T860 Pentax Zoom Lens 8 megaPixel • Kuisioner (Lampiran 1)

(3)

3.3 Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian kerentanan pantai secara diagramatik disajikan pada Gambar 7. Penelitian diawali dengan kajian pustaka dan penyusunan proposal penelitian. Setelah usulan penelitian disetujui dilanjutkan dengan persiapan pelaksanaan penelitian. Sebelum memulai pengumpulan data terlebih dahulu dilakukan persiapan pelaksanaan penelitian. Hal-hal yang dipersiapkan antara lain penyediaan alat-alat pengukuran dan pengambilan data lapang, penyiapan daftar pertanyaan/kuesioner dan penelusuran data sekunder melalui situs internet.

Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui pengukuran dan pengamatan lapang, serta wawancara dengan masyarakat di lokasi studi. Setelah data terkumpul dilakukan pengolahan dan analisis data, termasuk analisis spasial dengan menggunakan SIG. Setelah itu dilanjutkan dengan pembahasan hasil penelitian dan penulisan tesis. Tahapan penelitian disajikan dalam Gambar 7.

Gambar 7 Tahapan pelaksanaan penelitian kerentanan pantai Penyusunan dan persetujuan Proposal Persiapan pelaksanaan penelitian Pengumpulan data Data Sekunder Pengolahan Data Analisis Data Pembahasan Hasil dan Penulisan Tesis Data Primer Kajian Pustaka Pengolahan citra dan SIG

(4)

Tahapan pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software Ermapper 6.5, ArcView 3.3 dan MS-exel 2007, analisis data kajian kerentanan pantai secara diagramatik disajikan pada Gambar 8. Pengumpulan data dilakukan melalui survei lapangan dan pengumpulan data dari instansi terkait. Adapun metode atau pendekatan yang digunakan dalam menganalis data, terdiri dari tiga jenis metode, yaitu: (1) analisis ekosistem dan sumberdaya pesisir. Melalui analisis ini diperoleh gambaran umum tentang kondisi ekosistem dan sumberdaya pesisir di lokasi penelitian; (2) analisis karakteristik fisik dan sosial masyarakat. Hasil dan analisis ini adalah gambaran umum karakteristik fisik pantai seperti kontur pantai, ketinggian pantai dari permukaan laut, kelerengan pantai, dan karakteristik sosial masyarakat termasuk persepsi masyarakat, infrastruktur yang ada di pesisir; (3) analisis kerentanan lingkungan pesisir. Hasil yang didapatkan dari analisis ini adalah informasi terkait dengan dinamika kerentanan pesisir. Nilai parameter perdimensi yang diperoleh ditransformasikan ke dalam nilai skor untuk menghitung indeks perdimensi kerentanan berdasarkan formulasi persamaan matematika yang dikembangkan oleh Tahir (2010). Setelah dilakukan overlay terhadap hasil analisis didapatkan keluaran dari penelitian berupa indeks kerentanan pantai dan proyeksi tingkat kerentanannya dimasa mendatang.

 

Gambar 8 Diagram tahapan analisis data kajian kerentanan pantai

Pengumpulan data Metode / pendekatan Analisis Hasil analisis Output penelitian Kajian Pustaka Survey Lapangan Analisis ekosistem dan sumberdaya Analisis karaktersistik fisik dan sosial pantai

Analisis kerentanan lingkungan pantai Kondisi ekosistem dan SD Pesisir Gambaran umum karakterisitik fisik dan sosial pantai

Dinamika kerentanan pantai Indeks kerentanan pantai dan proyeksi tingkat kerentanan

(5)

3.4 Diagram Cakupan Kerentanan Pantai

Analisis kerentanan pantai mengacu kepada konsep yang dikembangkan oleh Turner et al. (2003) dimana kerentanan merupakan fungsi dari keterpaparan, kepekaan dan daya adaptasi dari suatu sistem pesisir. Untuk mengidentifikasi komponen kerentanan, Polsky et al. (2007) mengembangkan model Vulnerability Scoping Diagram (Diagram Cakupan Kerentanan). Model VSD ini menempatkan keterpaparan, kepekaan dan daya adaptasi sebagai dimensi kerentanan (Gambar 9). Selanjutnya dilakukan determinasi terhadap komponen dimensi kerentanan dan pengukuran komponen dimensi kerentanan.

Gambar 9 Diagram cakupan kerentanan (vulnerability scoping diagram) pesisir (adopsi dari Polsky 2007)

(6)

3.4.1 Keterpaparan (Exposure)

Dimensi keterpaparan (exposure) terdiri dari 3 (tiga) komponen yaitu: 1) dinamika pesisir; 2) gangguan alam; dan 3) penduduk. Komponen yang diukur dan skor penilaian disajikan dalam Tabel 7 dan Tabel 8.

Tabel 7 Komponen dimensi keterpaparan (exposure) dan satuan pengukurannya Komponen Dimensi (E) Simbol Satuan pengukuran Kenaikan Muka Laut1) (SR) mm/tahun

Erosi Pantai1) (ER) m/tahun

Rara-Rata Tunggang Pasang1) (PS) m Rata-Rata Tinggi Gelombang1) (GL) m

Tsunami2) (TS) Kejadian (100 thn terakhir)

Pertumbuhan Penduduk3) (PD) % pertahun Kepadatan Penduduk3) (KP) Jiwa/ha

Keterangan :

1) Komponen dimensi dinamika pesisir 2) Komponen dimensi gangguan alam 3) Komponen dimensi penduduk

Tabel 8 Sistem penskalaan dan skoring parameter kerentanan dimensi keterpaparan (exposure) Skor E 1 2 3 4 5 Sumber SR mm/thn < 4,99 5 – 9,99 10 – 14,99 15 – 25 >25 DKP (2008)1) ER m/thn >2,0 1,0 – 2,0 -1,0 – 1,0 1,0 – (-2,0) <-2,0 Gornitz et al. (1992)2) PS m <0,50 0,51 – 1,0 1,1 – 2,0 2,1 – 4,0 >4 DKP (2008)1) GL m <0,50 0,51-1 1,1-1,5 1,51 – 2 >2 DKP (2008)1) TS *) 0 1 2 – 3 4 – 10 >10 SOPAC (2005)3) PD % /thn <0,5 0,51 – 1,0 1,1 – 1,50 1,51 – 2,0 >2,1 SOPAC (2005)3) KP jw/ha <75 76 – 150 151 – 200 201 – 400 >400 BSN (2004)3)

Keterangan: *) Kejadian tsunami sejak tahun 1900 – 2010, untuk wilayah kajian belum pernah terjadi, namun tetap dimasukkan karena skor penilaian tetap ada.

(7)

3.4.2 Kepekaan (Sensitivity)

Dimensi kepekaan (sensitivity) terdiri dari 3 (tiga) komponen yaitu: 1) karakteristik pantai; 2) penggunaan lahan; dan 3) pemukiman. Komponen yang diukur dan skor penilaian disajikan dalam Tabel 9 dan Tabel 10.

Tabel 9 Komponen dimensi kepekaan (sensitivity) dan satuan pengukurannya Komponen Dimensi (S) Simbol Satuan pengukuran Elevasi pantai1) (EL) meter (m)

Kelerengan (slope)1) (SL) persen (%)

Tipologi Pantai1) (TP) Kategori tipologi pantai

Tipologi Penggunaan Pantai2) (PL) Tipologi penggunaan

Pemukiman Penduduk3) (PP) Lokasi pemukiman

Keterangan :

1) Komponen dimensi karakteristik pantai 2) Komponen dimensi penggunaan lahan 3) Komponen dimensi pemukiman

Tabel 10 Sistem penskalaan dan skoring parameter kerentanan dimensi kepekaan (sensitivity)

Skor

Sen 1 2 3 4 5 Sumber

EL m >5 3,1 – 5 2,1 – 3 1,1 – 2 0 – 1 Tahir (2010)

SL % >40 25,1 – 40 15,1 – 25 9 – 15 0 – 8 Tahir (2010)

TP Bervegetasi Berbatu Berkerikil Pantai

Berpasir Pantai Hasil Endapan DKP (2009) PL Lahan terbuka/tidak dimanfaatkan Budidaya laut Budidaya pertanian Peternakan Pemukiman DKP (2009) PP Di lokasi ketinggian > 5 m Di ketinggian 2–5 m Dibelakang sempadan pantai Sekitar pantai Di atas perairan Modifikasi dari Malone et al. (2005)

(8)

3.4.3 Daya Adaptasi (Adaptive Capacity)

Dimensi daya adaptasi (adaptive capacity) terdiri dari dua komponen yaitu: 1) habitat pesisir (ekosistem terumbu karang, padang lamun dan mangrove); dan 2) kawasan konservasi. Komponen yang diukur dan skor penilaian disajikan dalam Tabel 11 dan Tabel 12.

Tabel 11 Komponen dimensi daya adaptasi (adaptive capacity) dan satuan pengukurannya

Komponen Dimensi (AC) Simbol Satuan pengukuran Habitat pesisir1) (HP) Proporsi habitat vs daratan (kali) Kerapatan Mangrove1) (MR) Pohon / Ha

Terumbu Karang1) (TK) (%) tutupan karang hidup Penutupan lamun1) (LM) (%) tutupan lamun Konservasi Laut2) (KL) (%) kawasan konservasi

Keterangan :

1) Komponen dimensi habitat pesisir 2) Komponen dimensi kawasan konservasi

Tabel 12 Sistem penskalaan dan skoring parameter kerentanan daya adaptasi (adaptive capacity) Skor AC 1 2 3 4 5 Sumber HP (kali) < daratan pantai 2 x > daratan pantai 3 x > daratan pantai 4 x > daratan pantai > 5 kali daratan pantai Tahir (2010) MR (pohon/ Ha) 0 – 500 501– 1.000 1.001-1.250 1.251-1.500 >1.500 Modifikasi dari KLH (2004) TK (%) 0 – 20 21 – 40 41 – 60 61 – 80 81 – 100 Modifikasi dari KLH (2001) LM (%) <10 10 – 29,9 30 – 59,9 60 – 79,9 >80 Modifikasi dari KLH (2004) KL (%) 0 1 – 10 11 – 25 26 – 40 >50 Modifikasi dari KLH (2004)

(9)

3.5 Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang secara langsung didapatkan di lokasi penelitian, baik melalui pengukuran, pengambilan contoh/sampel, pengamatan maupun wawancara dengan responden. Adapun data sekunder adalah data-data yang telah dikumpulkan dan dipublikasikan oleh pihak lain. Data-data yang dikumpulkan dapat dikategorikan sebagai berikut:

• Data geofisik, seperti data oseanografi (pasang surut, arus, batimetri, gelombang laut), elevasi dan kemiringan daratan pantai, tipologi pantai, morfologi pantai, dan panjang garis pantai.

• Data ekobiologi, seperti ekosistem terumbu karang, ekosistem mangrove, ekosistem lamun, vegetasi pantai dan sumberdaya lainnya.

• Kondisi sosial dan ekonomi, seperti; penduduk, pemanfaatan sumberdaya pesisir, mata pencaharian, pemanfaatan lahan dan konservasi ekosistem pesisir.

(10)

Tabel 13 Jenis data dan teknik pengumpulan data

No Jenis data Teknik pengumpulan data Keterangan

A. Geofisik 1. Kenaikan muka

laut

Terdapat tiga teknik pengumpulan data kenaikan muka laut, yaitu data rekaman tide gauge, data dari model SRES, dan Data AVISO

Penelitian ini menggunakan data dari AVISO yang diunduh dari http://www.

aviso.oceanobs.

com/en/news/oceanindicators/mean-sea-level/index.html. Data kecenderungan kenaikan muka laut yang tersedia dari tahun 1992-2010

2. Gelombang Data indeks tinggi gelombang

Data indeks diperoleh dari BMG 3. Pasang surut Pengukuran data pasang urut

dengan menggunakan tide gauge

Data pasang surut yang digunakan adalah data pasang surut yang diperoleh dari Dinas Hidro oseanognafi.

4. Kejadian tsunami Data kejadian tsunami diperoleh dari NGDC (National Geophysical Data Centre)

Data kejadian tsunami diunduh dari http : //www.ngdc.noaa.gov/hazard/tsu.shtml. Untuk wilayah Indonesia tercatat kejadian tsunami dari tahun 1600-2008.

5. Erosi (perubahan garis pantai)

Pengukuran pantai yang mengalami erosi

Data perubahan garis pantai dihitung dari hasil analisis digitasi citra ALOS 2006 - 2009 6. Elevasi pantai,

kemiringan, panjang garis pantai luas habitat pesisir.

Pengukuran dan pemetaan dengan menggunakan GPS, Kompas geologi dan analisis spasial dengan SIG

Data batimetri diperoleh dari Bakosurtanal. Analisis spasial dengan menggunakan Arc View.

7. Tipologi pantai Pengamatan lapangan Data tipologi penggunaan pantau diperleh dari BAPPEKO Jakarta Utara dan pengamatan secara langsung dilapangan, kemudian diplotkan ke dalam peta. B. Ekobiologi

1. Terumbu karang Pengamatan dan pengukuran lapangan

Data sekunder mengenai tutupan karang hidup di lokasi penelitian.

2. Lamun Pengamatan dan pengukuran lapangan

Menggunakan metode transek garis dan petak contoh (line transect plot)

3. Mangrove Pengamatan dan pengukuran lapangan

Menggunakan metode transek garis dan petak contoh (line transect plot)

C. Sosial ekonomi 1. Pertumbuhan dan

kepadatan penduduk

Data sekunder dari statistik kecamatan

BPS Jakarta Utara

2. Penggunaan lahan Pengamataan Diperoleh dari BAPEKO Jakarta Utara dan diamati secara langsung di lapangan 3. Pola pemukiman Pengamataan Diperoleh dari BAPEKO Jakarta Utara dan

diamati secara langsung di lapangan 4. Pemanfaatan

wilayah pesisir

Wawancara dengan masyarakat

Penelusuran praktik pemanfaatan wilayah pesisir

(11)

3.6 Analisis Data

3.6.1 Analisis Ekosistem Pesisir 3.6.1.1 Ekosistem Terumbu Karang

Data ekosistem terumbu karang yang dianalisis mencakup luasan (sebaran habitat) dan persentasi tutupan karang hidup. Analisis sebaran ekosistem terumbu karang dilakukan dengan menggunakan analisis sistem informasi geografis. Adapun kualitas tutupan karang hidup dianalisis dengan menggunakan kriteria yang dikemukan oleh KLH (2001). Kualitas tutupan karang hidup dibagi menjadi empat kategori, yaitu: kondisi buruk, sedang, baik dan sangat baik (Tabel 14).

Tabel 14 Kriteria persentase penutupan karang hidup Persentase tutupan karang hidup (%) Kondisi

0,0% - 24,9% Buruk 25,0% - 44,9% Sedang

50,0% - 74,9% Baik

75,0% - 100% Sangat Baik Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup (2001) 3.6.1.2 Ekosistem Mangrove

Seperti halnya dengan analisis terumbu karang, analisis ekosistem mangrove juga mencakup analisis spasial atau sebaran habitat dan analisis kualitas tutupan dalam bentuk kerapatan pohon mangrove. Analisis spasial dilakukan dengan menggunakan analisis sistem informasi geografis, sedangkan analisis tingkat kerapatan dilakukan dengan menghitung jumlah pohon dalam satuan hektar (pohon/ha). Untuk menilai tingkat kerapatan mangrove digunakan kriteria yang dibuat oleh Kementrian Negara Lingkungan Hidup (2004). Kriteria yang digunakan untuk menilai kerapatan mangrove terdiri dari tiga kategori, yaitu kepadatan jarang, sedang dan sangat padat (Tabel 15).

(12)

Tabel 15 Kriteria baku kerusakan mangrove

Kriteria Penutupan Kerapatan (pohon/Ha) Baik Sangat Padat > 70 > 1.500

Rusak Sedang > 50 - < 70 >1.000 - <1.500 Jarang < 50 < 1.000

Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup (2004) 3.6.1.3 Padang Lamun

Data ekosistem padang lamun juga mencakup data tentang distribusi spasial dan kualitas tutupan. Analisis spasial dilakukan dengan menggunakan analisis sistem informasi geografis, sedangkan analisis kualitas tutupan lamun menggunakan kriteria yang dikemukan oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup (2004). Kualitas tutuan lamun dibagi menjadi tiga, yaitu sangat kaya, kurang kaya dan miskin (Tabel 16).

Tabel 16 Kelas kehadiran masing-masing jenis lamun

Kondisi Penutupan

Baik Sehat / kaya > 60

Rusak Kurang sehat / Kurang kaya 30 – 59,9

Miskin 29,9

Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup (2004) 3.6.2 Analisis Karakteristik Geofisik Pesisir

Parameter geofisik pesisir yang dianalisis adalah kelerengan pantai (coastal slope), ketinggian atau elevasi pantai dari permukaan laut, dan tipologi/jenis pantai, laju erosi pantai, dan parameter oseanografi seperti gelombang dan pasang surut. Kelerengan pantai berhubungan dengan kemudahan dari suatu pantai/pesisir mengalami perendaman atau penggenangan apabila terjadi banjir atau kenaikan muka laut dan mempercepat bergesernya garis pantai. Demikian juga dengan faktor elevasi pantai, akan menentukan seberapa lama suatu pantai akan mengalami perendaman dengan adanya kenaikan muka laut dari tahun ke tahun. Tipologi secara tidak langsung juga menentukan kemudahan suatu pantai mengalami perendaman, misalnya pantai dataran rendah lebih cepat

(13)

mengalami perendaman dibandingkan pantai berbukit/terjal. Ada beberapa pendekatan yang digunakan untuk analisis kenaikan muka laut, seperti yang dikemukan oleh Hamzah et al. (in press), yaitu:

• Berdasarkan data pasang surut dan rekaman tide gauge serta proyeksi perubahan duduk tengahnya yang diasumsikan secara linear.

• Berdasarkan data satelit altimetri ADT yang diperoleh dari AVISO.

• Berdasarkan model kenaikan permukaan laut (sea level rises = SLRs) dengan skenario SRES (Special Report on Emissions Scenarios) series IPCC.

Kenaikan muka laut akan meningkatkan potensi rendaman daratan pantai. Selain kenaikan muka laut, potensi rendaman daratan pantai juga dapat disebabkan oleh faktor lain seperti pasang surut, dan subsiden dari suatu pantai. Parameter-parameter oseanografi seperti pasang surut, gelombang laut, erosi pantai juga dianalisis mengingat parameter ini memiliki kontribusi terhadap kerentanan pantai.

3.6.3 Analisis Karaktistik Sosial

Parameter sosial yang dianalisis adalah pertumbuhan dan kepadatan penduduk, pola persebaran pemukiman penduduk dan kearifan lokal terkait dengan pengelolaan lingkungan. Pertumbuhan penduduk dianalisis dengan membandingkan jumlah penduduk dari tahun ke tahun, untuk mendapatkan laju pertumbuhan penduduk per-tahun. Sementara kepadatan penduduk dianalisis dengan membandingkan jumlah penduduk dengan ketersediaan lahan daratan yang layak dihuni. Analisis deskriptif dilakukan untuk mengetahui pola-pola persebaran pemukiman dan kearifan lokal yang tumbuh dimasyarakat dalam melindungi sumberdaya pesisir.

3.6.4 Indeks Kerentanan Pantai

3.6.4.1 Penentuan Indeks Kerentanan Pantai

Konsep kerentanan yang diacu dalam penelitian ini seperti yang dikemukakan oleh Turner et al. (2003) dimana kerentanan merupakan fungsi overlay dari keterpaparan (exposure), kepekaan (sensitivity), dan kapasitas atau

(14)

daya adaptasi (adaptive capacity), yang selanjutnya diekspresikan dalam bentuk matematika oleh Metzger et al. (2006) sebagai berikut:

V = f (E,S,AC) ..…(1)

Fungsi tersebut di atas diekspresikan lebih lanjut dalam bentuk persamaan matematika dan diformulasikan oleh Tahir (2010) dan juga memiliki kesamaan yang dikembangkan oleh UNU-EHS (2006) menjadi:

V = (ExS)/AC ...(2)

Dengan menjabarkan parameter kerentanan seperti yang diadopsi dari Polsky et al. (2007), maka dimensi E, S dan AC dapat dirumuskan sebagai berikut:

E = (SRxER)+GL+PS+TS+(PDxKP) ..…(3)

Dengan menggunakan pendekatan signifikansi dari masing-masing parameter untuk menentukan bobot dari setiap parameter, maka persamaan (3) dapat ditulis lebih lanjut sebagai indeks dari keterpaparan (IE) menjadi:

IE = α1*(SR x ER)+ α2*GL+α3*PS+α4*TS+α5*(PD x KD) ..…(4)

Dengan pendekatan yang sama, maka dimensi S dapat dituliskan menjadi:

S =TP+EL+SL+PL+PP ..…(5)

Dengan memberikan bobot yang lebih besar pada parameter yang dianggap memiliki signifikansi yang lebih besar terhadap kerentanan pantai, maka persamaan (5) dapat dituliskan sebagai indeks dari kepekaan (IS) menjadi:

IS = β1EL + β2TP + β3SL + β4PL + β5PP ..…(6)

Adapun dimensi AC dapat dituliskan sebagai berikut:

AC = HP+TK+MR+LM+KL ..…(7)

Seperti halnya dengan parameter dari dimensi E dan S, parameter dimensi AC juga memiliki signifikansi yang berbeda dengan memberikan bobot pada setiap parameter, maka persamaan (7) dapat dituliskan sebagai indeks dari dimensi AC menjadi:

IAC = γ1 HP + γ2 TK + γ3 MR + γ4 LM + γ5 KL ..…(8)

Dengan mensubstitusi persamaan (4), (6), dan (8) ke dalam persamaan (2) diperoleh persamaan indeks kerentanan pantai (IKP) sebagai berikut:

(15)

dimana : α, β, dan γ, merupakan bobot dari masing-masing parameter.

Pilihan terhadap bentuk penjumlahan (additive) dan perkalian (multiplication) pada persamaan (4) di atas, didasarkan pada hasil konstruksi persamaan untuk menilai kerentanan pantai yang dikembangkan oleh Gornitz et al. (1991); Rao et al. (2008); Villa dan McLeod (2002). Perkalian antara SR, ER, GL, dan PS didasarkan atas konsep yang dikemukan oleh Villa dan McLeod, bahwa komponen yang saling berinteraksi lebih sesuai jika sub-indikator dan komponen tersebut menggunakan perkalian (multiplicative), sedangkan komponen yang tidak berinteraksi lebih sesuai menggunakan penjumlahan (additive). Dalam kaitannya dengan signifikansi suatu parameter terhadap setiap komponen (exposure, sensitivity, adaptive capacity), Rao et al. (2008) dan Doukakis (2005) memberikan bobot yang lebih tinggi terhadap parameter yang memiliki signifikansi yang lebih tinggi dibandingkan lainnya. Oleh karena itu, paramater SR dan ER pada komponen exposure (E), EL dan SL pada komponen sensitivity (S), dan HP, MR dan TK pada komponen adaptive capacity (AC) diberi signifikansi 4 (empat) kali dan 2 (dua) kali lipat dari parameter lainnya.

Berdasarkan nilai skoring dari setiap parameter yang telah diidentifikasi melalui pendekatan Vulnerability Scoping Diagram sebelumnya, yaitu skala nilai skoring setiap parameter adalah antara 1 sampai 5. Formulasi Indeks Kerentanan lingkungan yang dibuat oleh Tahir (2010) diperoleh nilai minimum IKP sebesar 0,20 dan nilai maksimum sebesar 76. Hasil perhitungan nilai indeks minimun dan maksimun disajikan pada Lampiran 2. Dengan menggunakan nilai maksimum dan minimum tersebut, skala penilaian tingkat kerentanan pantai dibagi menjadi 4 kategori (Doukakis 2005) sebagai berikut:

0,20 - 6,04 : Kerentanan rendah (low) 6,05 - 18,18 : Kerentanan sedang (moderate) 18,19 - 40,48 : Kerentanan tinggi (high)

40,49 - 76,00 : Kerentanan sangat tinggi(very high) 3.6.4.2 Proyeksi Kerentanan Pantai

Kerentanan pantai memiliki karakteristik yang dinamis, yang berarti kerentanan tersebut akan berubah-rubah sesuai dengan perubahan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Tahir (2010) mengformulasikan dinamika indeks

(16)

kerentanan dari persamaan (9) di atas yang diturunkan terhadap perubahan waktu, untuk mendapatkan laju perubahan kerentanan pantai.

Nilai kerentanan (indeks kerentanan) lingkungan setiap saat berubah, dengan laju kerentanan yang sebanding dengan besarnya indeks kerentanan pada saat itu, yang dirumuskan oleh Tahir (2010) sebagai berikut:

V = V(t), dimanaV > 0 (10)

(11) Karena laju perubahan dari indeks kerentanan setiap saat sebanding dengan

besarnya indeks kerentanan pada saat itu, maka terdapat konstanta k ≠ 0, sehingga dV/dt = kV, k ≠ 0

dimana akan terjadi: k > 0 bila V bertambah dan k < 0 bila V berkurang

Persamaan di atas dapat diselesaikan sebagai berikut:

(12) Oleh karena nilai kerentanan (IKP) yang diperoleh dan persamaan (9), memiliki nilai maksimum sebesar 76,00 maka persamaan (12) dapat dituliskan menjadi:

(13) Dengan melakukan penyelesaian secara integral dari persamaan (13), maka

diperoleh bentuk persamaan dinamik dari kerentanan pantai sebagai berikut:

(14) Keterangan:

Vt = Indeks Kerentanan pada waktu t

V0 = Indeks Kerentanan awal

e = Dasar logaritma natural k = Koefisien Kerentanan t = Waktu (tahun)

(17)

Dengan model kerentanan pantai di atas, maka dapat diketahui laju kerentanan pantai sehingga pendugaan kerentanan pantai pada waktu yang akan datang dapat dilakukan dengan lebih baik. Hasil penurunan persamaan dinamik indeks kerentanan lingkungan pantai disajikan pada Lampiran 3.

3.7 Integrasi Data Spasial dan Atribut Kerentanan Pantai

Penginderaan jauh tidak pernah lepas dari Sistem Informasi Geografi (SIG). Data-data spasial hasil penginderaan jauh merupakan salah satu data dasar yang dipergunakan dalam analisis SIG. Integrasi antara data spasial dan data atribut dalam suatu sistem terkomputerisasi yang bereferensi geografi merupakan keunggulan SIG. Pengolahan data citra ALOS dengan memanfaatkan SIG diharapkan mampu memberikan informasi secara cepat dan tepat sehingga segera dapat digunakan untuk keperluan analisis dan manipulasi.

Dalam pengintegrasian data spasial dan atribut, terlebih dahulu dilakukan pengolahan citra dengan tahapan: 1) Mengukur kualitas data dengan descriptive statistics atau dengan tampilan citra, 2) Mengoreksi kesalahan, baik radiometric (atmospheric atau sensor) maupun geometric, 3) Menajamkan citra (baik untuk analisis digital maupun visual), 4) Melakukan survey lapangan, 5) Mengambil sifat tertentu dari citra dengan proses klasifikasi dan pengukuran akurasi dari hasil klasifikasi, 6) Memasukkan hasil olahan ke dalam SIG sebagai input data, dan 7) menginterpretasikan hasil.

Hasil pengolahan citra ALOS tersebut dianalisis bersama-sama dengan data SIG lain menggunakan image analisys yang merupakan extension ArcView untuk memudahkan pengolahan citra sederhana. Analisis yang dilakukan adalah: a) Mengimpor citra (dalam bentuk data raster) untuk digunakan dalam ArcView, b) Mengklasifikasi citra menjadi beberapa kelas tipe penutupan lahan seperti vegetasi, habitat pesisir, pemukiman dan geomorfologi pantai, c) Mengkaji citra tahun 2006 dan tahun 2009 untuk menentukan area yang mengalami perubahan. Seperti garis pantai dan tutupan lahan. d) Menajamkan kenampakan citra dengan cara menyesuaikan kontras dan tingkat kecerehan (atau dengan merentangkan histogram), f) Merektifikasi dengan peta acuan agar posisi koordinat lebih akurat.

(18)

Dalam perhitungan Indeks Kerentanan Pantai dilakukan dengan memasukkan persamaan matematika indeks kerentanan perdimensi pada data atribut untuk selanjutnya di overlay. Hasil perhitungan Indeks Kerentanan Pantai (IKP) = (IExIS) / IAC; dimana IE = Indeks Exposure, IS = Indeks Sensitivitas, dan IAC = Indeks Adaptive Capacity. Hasil dari overlay ini diperoleh peta indeks kerentanan pantai. Diagram alur pengintegrasian data raster dan data atribut dalam penentuan indeks kerentanan pantai disajikan dalam Gambar 10.

Gambar 10 Diagram integrasi data raster dan data atribut dalam kajian tingkat kerentanan pantai.

7 Parameter Keterpaparan

Exposure (E)

5 Parameter Kepekaan / Sensitivitas (S)

5 Parameter Daya Adaptasi

Adaptif Capacity (AC)

Data citra Alos

Pengolahan Citra SIG Kerentanan IE = 0,41*(SRxER)+0,21*GL+ 0,14*PS + 0,14TS+0,10(PDxKP) V = f(E, S, AC) V = (ExS) / AC

Tahap Pengambilan dan Pengukuran Data

Integrasi Data Raster dan Data Atribut Kerentanan

E = (SRxER)+GL+PS+TS+(PDxKP)

S =TP+EL+SL+PL+PP

AC = HP+TK+MR+LM+KL

IKP = (IE x IS)/IAC  Fungsi matematika IKP IS = 0,43*EL+0,21*TP+0,14*SL + 0,11*PL+0,11*PP  IAC= 0,40*HP+0,20*TK+0,20*MR+ 0,10*LM+0,10*KL Indeks Kerentanan Pantai menurut Kecamatan 

Gambar

Gambar 6  Lokasi penelitian di Pantai Utara Jakarta  3.2  Bahan dan Peralatan
Tabel 6  Jenis dan sumber data
Gambar 7  Tahapan pelaksanaan penelitian kerentanan pantai Penyusunan dan persetujuan Proposal Persiapan pelaksanaan penelitianPengumpulan data Data Sekunder Pengolahan Data Analisis DataPembahasan Hasil dan Penulisan TesisData Primer Kajian Pustaka  Pengo
Gambar 8  Diagram tahapan analisis data kajian kerentanan pantai
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menjunjukan, pelaksanaan progam prodamas sudah berjalan dengan cukup baik di wilayah RT se-kota kediri karena penerapan sistem prodamas tidak serta merta

[r]

12.2.1 Anda tidak akan, langsung atau tidak langsung, menggunakan suatu Rekening atau Produk atau hasil-hasil daripadanya, atau meminjamkan, berkontribusi atau

X dapat digunakan untuk menentukan struktur kristal memiliki harga d (jarak kisi) dengan intensitas yang karakteristik. Difraktogram padatan hasil sintesis pada penelitian

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Bupati tentang Penerima Belanja Hibah kepada Lembaga

56 Rancangan Layar Laporan Transaksi Lelang Admin .... 57 Rancangan Layar Laporan Pemenang Lelang

Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya karena atribut psikologis yang diteliti adalah peran abdi dalem keraton Kasunanan Surakarta dalam melakukan sosialisasi