• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEORANG WANITA USIA 54 TAHUN DENGAN CARPAL TUNNEL SYNDROME BILATERAL DISERTAI ATROFI MUSKULUS THENAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SEORANG WANITA USIA 54 TAHUN DENGAN CARPAL TUNNEL SYNDROME BILATERAL DISERTAI ATROFI MUSKULUS THENAR"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

Presentasi Kasus

REHABILITASI MEDIK

SEORANG WANITA USIA 54 TAHUN DENGAN CARPAL TUNNEL

SYNDROME BILATERAL DISERTAI ATROFI

MUSKULUS THENAR

Oleh :

Arum Alfiyah Fahmi G99141009

Pembimbing:

dr. Tri Lastiti, Sp. KFR., M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN REHABILITASI MEDIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR.MOEWARDI

SURAKARTA 2015

(2)

BAB I

STATUS PASIEN

I. ANAMNESIS A. Identitas Pasien Nama : Tn. Z Umur : 54 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam

Pekerjaan : Pedagang pakaian

Alamat : Pelem, Ngawi, Jawa Tengah Status Perkawinan : Menikah

Tanggal Periksa : 3 Februari 2015 No RM : 01288779

B. Keluhan Utama

Nyeri pada kedua pergelangan tangan

C. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien merupakan pasien konsulan dari bagian Neurologi dengan keluhan utama nyeri pada kedua pergelangan tangan. Nyeri dirasakan sejak ± 1 tahun yang lalu. Keluhan nyeri dirasakan menjalar dari pergelangan tangan sampai ke jari-jari tangan yaitu ibu jari, telunjuk, telunjuk, jari tengah dan sebagian jari manis bagian lateral, jari kelingking tidak didapatkan keluhan. Nyeri dirasakan semakin lama semakin memberat. Keluhan nyeri dirasakan bertambah dengan aktivitas dan ketika menekuk pergelangan tangan. Keluhan nyeri berkurang dengan mengibas-ibaskan tangan dan menggoyangkan tangan. Pasien juga mengeluh adanya kesemutan dari siku sampai dengan jari-jari tangan. Sejak 4 bulan ini pasien mengaku bahwa bantalan di pangkal ibu jarinya semakin mengecil dan seperti terdapat cekungan. Pasien juga mengeluh kekuatan jari-jari tangannya berkurang saat memegang benda, melakukan pekerjaan sehari-hari sebagai pedagang pakaian.

(3)

D. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat tensi tinggi : disangkal Riwayat sakit gula : disangkal

Riwayat penyakit jantung : disangkal Riwayat alergi : disangkal Riwayat asma : disangkal Riwayat trauma : disangkal Riwayat operasi : disangkal Riwayat mondok : disangkal

E. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat sakit serupa : disangkal Riwayat tensi tinggi : disangkal Riwayat sakit gula : disangkal Riwayat penyakit jantung : disangkal Riwayat asma : disangkal

F. Riwayat Kebiasaan

Riwayat merokok : disangkal Riwayat minum alkohol : disangkal Riwayat olahraga : disangkal

G. Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien adalah seorang pedagang pakaian di pasar. Penderita makan sehari tiga kali, porsi sedang dengan lauk pauk tempe, tahu, telur, ikan, kadang-kadang daging ayam atau sapi. Pasien berobat di RSUD Moewardi dengan membayar sendiri (umum).

II.ANAMNESA SISTEMIK

a. Keluhan utama : nyeri di kedua pergelangan tangan

b. Kulit : kering (+), pucat (-), menebal (-), gatal (-), bercak - bercak kuning (-), luka (-), bintik-bintik perdarahan pada kulit (-), warna berubah semakin gelap (-).

(4)

c. Kepala : pusing (-), nyeri kepala (-), kepala terasa berat (-), perasaan berputar –putar (-), rambut mudah rontok (-)

d. Mata : mata berkunang kunang (-) pandangan kabur (-), kelopak bengkak (-), gatal (-).

e. Hidung : tersumbat (-), keluar darah (-), keluar lendir atau air berlebihan (-), gatal (-).

f. Telinga : pendengaran berkurang (-). Keluar cairan atau darah (-), mendengar bunyi mengiang (-).

g. Mulut : bibir kering (-), gusi mudah berdarah (-), sariawan (-), gigi mudah goyah (-).

h. Tenggorokan : rasa kering dan gatal (-), nyeri untuk menelan (-), sakit tenggorokan (-), kemerahan pada tenggorokan (-), suara serak (-)

i. Sistem respirasi : sesak nafas (-), dada ampeg saat mengambil napas (-), batuk (-), dahak (-), nyeri dada (-), darah (-), mengi (-).

j. Sistem kardiovaskuler : nyeri dada (-), terasa ada yang menekan (-), sering pingsan (-), berdebar-debar (-), keringat dingin (-), ulu hati terasa panas (-), bangun malam karena sesak nafas (-).

k. Sistem gastrointestinal : sulit menelan (-), mual (-), muntah (-) bercampur darah , kembung (-), cepat kenyang (-), rasa perut penuh (-), nafsu makan berkurang (-), nyeri perut (-), sulit BAB (-), BAB berdarah merah segar (-), BAB berwarna hitam (-), BAB cair (-), BAB nyeri (-).

l. Sistem musculoskeletal : lemas (-), seluruh badan terasa keju-kemeng (-), otot jika dipegang terasa sakit (-), kaku sendi (-), nyeri sendi (-), bengkak sendi (-), nyeri otot (-), kaku otot (-), otot lemah (-)

m. Sistem genitouterina : nyeri saat BAK (-), panas saat BAK (-), sering buang air kecil (-), air kencing jernih, buang air kecil darah (-), nanah (-), BAK berkali-kali karena tidak lampias/ anyang-anyangan(-), sering menahan kencing (-), rasa pegal di pinggang (-), BAK berdarah (-), rasa gatal pada saluran kencing (-), rasa gatal pada alat kelamin (-).

(5)

n. Ekstremitas : luka (-), kaku (-), bengkak (-), gemetar (-), terasa dingin (-), nyeri (+) di pergelangan tangan bilateral, menjalar (+) sampai jari-jari tangan. , kemerahan (-), bercak merah kebiruan di bawah kulit seperti bekas memar (-), bintik-bintik perdarahan (-), kesemutan bilateral (+) dari siku sampai jari-jari tangan, kebas (+), atrofi (+) muskulus tenar bilateral.

o. Sistem neuropsikiatri : nyeri pada wajah (-), kesemutan pada tangan (-), kejang (-), kesemutan (-), gelisah (-), menggigil (-)

III. PEMERIKSAAN FISIK A. Status Generalis

Keadaan umum sedang, GCS E4V5M6, gizi kesan cukup B. Tanda Vital

Tekanan Darah : 130/80 mmHg

Nadi : 84x / menit, isi cukup, irama teratur, simetris Respirasi : 18x / menit

Suhu : 36,5º C per aksiler

C. Kulit

Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venectasi (-), spider naevi (-), striae (-), hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-)

D. Kepala

Bentuk kepala mesochepal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut hitam, mudah rontok, mudah dicabut, atrofi otot (-).

E. Mata

Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung dan tak lansung (+/+), pupil isokor (3mm/3mm), oedem palpebra (-/-), sekret (-/-)

F. Hidung

Nafas cuping hidung (-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-)

G. Telinga

Deformitas (-/-), darah (-/-), sekret (-/-)

H. Mulut

Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-), lidah simetris, lidah tremor (-), stomatitis (-), mukosa pucat (-), gusi berdarah (-).

(6)

Simetris, trakea di tengah, JVP tidak meningkat, kelenjar getah bening tidak membesar, nyeri tekan (-), benjolan (-)

J. Thorax

Retraksi (-), bentuk barrel chest, simetris

 Jantung

Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak Palpasi : Ictus Cordis tidak kuat angkat

Perkusi : Konfigurasi Jantung kesan tidak melebar

Auskultasi : Bunyi Jantung I dan II intensitas normal, reguler, bising (-)

 Paru

Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri Perkusi : sonor/sonor

Auskultasi : SDV (+/+), suara tambahan (-/-) wheezing (-/-)

K. Trunk

Inspeksi : deformitas (-), skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-) Palpasi : massa (-), nyeri tekan (-), oedem (-)

Perkusi : nyeri ketok kostovertebrae (-)

L. Abdomen

Inspeksi : Dinding perut sejajar dinding dada Auskultasi : Peristaltik (+) normal

Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba Perkusi : Tympani, pekak beralih (-)

M. Ektremitas

Oedem Akral dingin

- - -

-- - -

-N. Status Psikiatri Deskripsi Umum

1. Penampilan : Wanita, tampak sesuai umur, perawatan diri cukup 2. Kesadaran : Compos mentis

3. Perilaku dan Aktivitas Motorik : Normoaktif 4. Pembicaraan : Normal

(7)

Afek dan Mood Afek : Appropiate Mood : Eutimik Keserasian : Serasi Gangguan Persepsi Halusinasi : (-) Ilusi : (-) Proses Pikir Bentuk : realistik Isi : waham (-) Arus : koheren

Sensorium dan Kognitif

Daya konsentrasi : baik

Orientasi : Orang : baik Waktu : baik Tempat : baik Daya Ingat : Jangka panjang : baik Jangka pendek : baik

Daya Nilai : Daya nilai realitas dan sosial baik

Insight : Baik

O. Status Neurologis

Kesadaran : GCS E4V5M6

Fungsi Luhur : dalam batas normal

Fungsi Vegetatif : dalam batas normal Fungsi Sensorik :

Lengan Tungkai Rasa Eksteroseptik

- Suhu tidak dilakukan tidak dilakukan - Nyeri (+ / +) (+ / +) - Raba (+ / +) (+ / +) Rasa Propioseptik

- Rasa Getar tidak dilakukan tidak dilakukan - Rasa Posisi (+ / +) (+ / +) - Rasa Nyeri Tekan (+ / +) (+ / +) - Rasa Nyeri Tusukan (+ / +) (+ / +)

(8)

Rasa Kortikal

- Stereognosis tidak dilakukan - Barognosis tidak dilakukan

Fungsi Motorik dan Reflek

Atas Ka/Ki Tengah Ka/Ki Bawah Ka/Ki a. Lengan - Pertumbuhan (n/n) (n/n) (n/n) - Tonus (n/n) (n/n) (n/n) - Kekuatan - Reflek Fisiologis Reflek Biseps Reflek Triceps (5/5) (+2/+2) (+2/+2) (5/5) (4+/4+) - Reflek Patologis Reflek Hoffman Reflek Trommer (-/-) (-/-) b. Tungkai - Pertumbuhan (n/n) (n/n) (n/n) - Tonus (n/n) (n/n) (n/n) - Kekuatan - Klonus Lutut Kaki (5/5) (5/5) (-/-) (5/5) (-/-) - Reflek Fisiologis Reflek Patella Reflek Achilles - Reflek Patologis Reflek Chaddock Reflek Babinsky Reflek Oppenheim Reflek Gordon Reflek Scaeffer Reflek Rosolimo (+2/+2) (+2/+2) (-/-) (-/-) (-/-) (-/-) (-/-) (-/-) c. Reflek Kulit

Reflek Dinding Perut (tidak dilakukan )

(9)

N. III : RC (+/+), PI (3 mm/ 3mm) N. VII : dalam batas normal

N. XII : dalam batas normal

Status Lokalis Regio Vertebrae Thorakal Lumbal

Oedem : (-) Keloid : (-) Nyeri : (-) Deformitas : (-) P. Range of Motion NECK

ROM Pasif ROM Aktif

Fleksi 0 - 70º 0 - 70º

Ekstensi 0 - 40º 0 - 40º

Lateral bending kanan 0 - 60º 0 - 60º Lateral bending kiri 0 - 60º 0 - 60º Rotasi kanan 0 - 90º 0 - 90º Rotasi kiri 0 - 90º 0 - 90º

Ektremitas Superior DekstraROM PasifSinistra DekstraROM AktifSinistra

Shoulder Fleksi 0-180º 0-180º 0-120º 0-120º Ektensi 0-30º 0-30º 0-20º 0-20º Abduksi 0-150º 0-150º 0-100º 0-100º Adduksi 0-75º 0-75º 0-45º 0-45º Eksternal Rotasi 0-90º 0-90º 0-70º 0-70º Internal Rotasi 0-90º 0-90º 0-70º 0-70º Elbow Fleksi 0-150º 0-150º 0-150º 0-150º Ekstensi 0-150º 0-150º 0-150º 0-150º Pronasi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90º Supinasi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90º Wrist Fleksi 0-10º 0-90º 0-10º 0-90º Ekstensi 0-10º 0-70º 0-10º 0-70º Ulnar Deviasi 0-20º 0-30º 0-20º 0-30º Radius deviasi 0-10º 0-20º 0-10º 0-20º Finger MCP I Fleksi 0-20º 0-50º 0-10º 0-50º MCP II-IV fleksi 0-30º 0-90º 0-10º 0-90º DIP II-V fleksi 0-30º 0-90º 0-10º 0-90º PIP II-V fleksi 0-30º 0-90º 0-10º 0-90º MCP I Ekstensi 0-30º 0-90º 0-10º 0-90º

TRUNK ROM Pasif ROM Aktif

Fleksi 0-90º 0-80º

(10)

Rotasi 0-25º 0-10º

Ektremitas Inferior DekstraROM PasifSinistra DekstraROM AktifSinistra

Hip Fleksi 0-120º 0-120º 0-120º 0-120º Ektensi 0-30º 0-30º 0-30º 0-30º Abduksi 0-45º 0-45º 0-45º 0-45º Adduksi 0-45º 0-45º 0-45º 0-45º Eksorotasi 0-30º 0-30º 0-30º 0-30º Endorotasi 0-30º 0-30º 0-30º 0-30º Knee Fleksi 0-120º 0-120º 0-120º 0-120º Ekstensi 0º 0º 0º 0º Ankle Dorsofleksi 0-30º 0-30º 0-30º 0-30º Plantarfleksi 0-30º 0-30º 0-30º 0-30º Eversi 0-50º 0-50º 0-50º 0-50º Inversi 0-40º 0-40º 0-40º 0-40º

Q. Manual Muscle Testing (MMT)

NECK

Fleksor M. Sternocleidomastoideum 5 Ekstensor M. Sternocleidomastoideum 5

TRUNK

Fleksor M. Rectus Abdominis 5 Ektensor Thoracic group 5

Lumbal group 5

Rotator M. Obliquus Eksternus Abdominis 5 Pelvic Elevation M. Quadratus Lumbaris 5

Ektremitas Superior Dekstra Sinistra

Shoulder

Fleksor M. Deltoideus anterior 4 4 M. Bisepss anterior 4 4 Ekstensor M. Deltoideu 4 4 M. Teres Mayor 4 4 Abduktor M. Deltoideus 4 4

M. Biseps 4 4

Adduktor M. Latissimus dorsi 4 4 M. Pectoralis mayor 4 4 Internal Rotasi M. Latissimus dorsi 4 4 M. Pectoralis mayor 4 4 Eksternal

Rotasi

M. Teres mayor 4 4 M. Infra supinatus 4 4

Elbow Fleksor M. Biseps 4 4

M. Brachilais 4 4 Eksternsor M. Triseps 4 4 Supinator M. Supinatus 4 4

(11)

Pronator M. Pronator teres 4 4

Wrist

Fleksor M. Fleksor carpi radialis 4 4 Ekstensor M. Ekstensor digitorum 4 4 Abduktor M. Ekstensor carpi radialis 4 4 Adduktor M. Ekstensor carpi ulnaris 4 4 Finger FleksorEkstensor M. Fleksor digitorumM. Ekstensor digitorum 44 44

Ektremitas Inferior Dekstra Sinistra

Hip Fleksor M. Psoas mayor 4 4 Ekstensor M. Gluteus maksimus 4 4 Abduktor M. Gluteus medius 4 4 Adduktor M. Adduktor longus 4 4 Knee Fleksor Hamstring muscle 4 4 Ekstensor Quadriceps femoris 4 4 Ankle Fleksor M. Tibialis 4 4

Ekstensor M. Soleus 4 4

II. ASSESMENT

 Klinis Carpal Tunnel Syndrome bilateral grade III.

III. DAFTAR MASALAH Masalah Medis :

 Klinis Carpal Tunnel Syndrome bilateral grade III.

Problem Rehabilitasi Medik :

1. Speech Terapi : (-) 2. Okupasi Terapi : (-) 3. Sosiomedik : (-) 4. Ortesa-protesa : (-) 5. Psikologi : (-)

6. Fisioterapi : Gangguan gerak, nyeri dan kekuatan pada wrist bilateral

IV. PENATALAKSANAAN

Terapi Medikamentosa (dari TS Neurologi)

Metil prednisolone 4 mg (2-0-0) (p.o) Paracetamol 2 x 1000 mg (p.o) Gabapentin 1 x 300 mg (p.o) Mecobalamin 2 x 5000 mcg (p.o)

Rehabilitasi Medik

(12)

2. Speech Terapi : (-) 3. Okupasi Terapi : (-)

4. Sosiomedik : (-) 5. Ortesa-protesa : (-)

6. Psikologi : (-)

V. IMPAIRMENT, DISABILITAS, dan HANDICAP

A. Impairment : Gangguan gerak, nyeri dan kekuatan pada wrist bilateral B. Disabilitas : Penurunan fungsi wrist bilateral

C. Handicap : Keterbatasan dalam menjalankan pekerjaan

VI. PLANNING

Planning Diagnostik : Elektromyografi

Planning Terapi : Ultrasound dan manipulasi tangan Konsul Bagian Bedah Orthopaedi Planning Edukasi :

- Penjelasan penyakit dan komplikasi yang bisa terjadi

- Penjelasan tujuan pemeriksaan dan tindakan yang dilakukan - Edukasi untuk home exercise dan ketaatan untuk melakukan terapi - Planning Monitoring : Evaluasi hasil terapi.

VII. GOAL

a. Minimalisasi impairment, disabilitas, dan handicap pada pasien

b. Mencegah terjadinya komplikasi yang lebih buruk yang dapat memperburuk keadaan penderita

c. Edukasi perihal home exercise dan ketaatan untuk melakukan terapi

VIII. PROGNOSIS

Ad vitam : dubia et bonam Ad sanam : dubia et bonam

(13)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Carpal Tunnel Syndrome (CTS) merupakan sindrom yang timbul akibat N. Medianus tertekan di dalam Carpal Tunnel (terowongan karpal) di pergelangan tangan, sewaktu nervus melewati terowongan tersebut dari lengan bawah ke tangan. CTS merupakan salah satu penyakit yang dilaporkan oleh badan-badan statistik perburuhan di negara maju sebagai penyakit yang sering dijumpai di kalangan pekerja-pekerja industri. Tingginya angka prevalensi yang diikuti tingginya biaya yang harus dikeluarkan membuat permasalahan ini menjadi masalah besar dalam dunia okupasi. Beberapa faktor diketahui menjadi risiko terhadap terjadinya CTS pada pekerja, seperti gerakan berulang dengan kekuatan, tekanan pada otot, getaran, suhu, postur kerja yang tidak ergonomik dan lain-lain. Angka kejadian Carpal Tunnel Syndrome di Amerika Serikat telah diperkirakan sekitar 1-3 kasus per 1.000 orang

(14)

setiap tahunnya dengan revalensi sekitar 50 kasus dari 1.000 orang pada populasi umum. National Health Interview Study (NIHS) memperkirakan bahwa prevalensi CTS yang dilaporkan sendiri diantara populasi dewasa adalah sebesar 1.55% (2,6 juta). CTS lebih sering mengenai wanita daripada pria dengan usia berkisar 25 - 64 tahun, prevalensi tertinggi pada wanita usia > 55 tahun, biasanya antara 40 – 60 tahun. Prevalensi CTS dalam populasi umum telah diperkirakan 5% untuk wanita dan 0,6% untuk laki-laki CTS adalah jenis neuropati jebakan yang paling sering ditemui. Sindroma tersebut unilateral pada 42% kasus ( 29% kanan,13% kiri ) dan 58% bilateral.

Di Indonesia, urutan prevalensi CTS dalam masalah kerja belum diketahui karena sampai tahun 2001 masih sangat sedikit diagnosis penyakit akibat kerja yang dilaporkan karena berbagai hal, antara lain sulitnya diagnosis. Penelitian pada pekerjaan dengan risiko tinggi pada pergelangan tangan dan tangan melaporkan prevalensi CTS antara 5,6% sampai dengan 15%. Penelitian Harsono pada pekerja suatu perusahaan ban di Indonesia melaporkan prevalensi CTS pada pekerja sebesar 12,7%. Silverstein dan peneliti lain melaporkan adanya hubungan positip antara keluhan dan gejala CTS dengan faktor kecepatan menggunakan alat dan faktor kekuatan melakukan gerakan pada tangan.

a. Anatomi N. Medianus

Secara anatomis, canalis carpi (carpal tunnel) berada di dalam dasar pergelangan tangan. Sembilan ruas tendon fleksor dan N. Medianus berjalan di dalam canalis carpi yang dikelilingi dan dibentuk oleh tiga sisi dari tulang – tulang carpal. Nervus dan tendon memberikan fungsi, sensibilitas dan pergerakan pada jari – jari tangan. Jari tangan dan otot – otot fleksor pada pergelangan tangan beserta tendon – tendonnya berorigo pada epicondilus medial pada regio cubiti dan berinsersi pada tulang – tulang metaphalangeal, interphalangeal proksimal dan interphalangeal distal yang membentuk jari tangan dan jempol. Canalis carpi berukuran hampir sebesar ruas jari jempol dan terletak di bagian distal lekukan dalam pergelangan tangan dan berlanjut ke bagian lengan bawah di regio cubiti sekitar 3 cm.

Pada terowongan carpal, N. Medianus mungkin bercabang menjadi komponen radial dan ulnar. Komponen radial dari N. Medianus akan menjadi cabang sensorik pada permukaan palmar jari-jari pertama dan kedua dan cabang motorik m. abductor pollicis brevis, m. opponens pollicis, dan bagian atas dari m.

(15)

flexor pollicis brevis. Pada 33 % dari individu, seluruh fleksor polisis brevis menerima persarafan dari N. Medianus. Sebanyak 2 % dari penduduk, m. policis adduktor juga menerima persarafan N. Medianus. Komponen ulnaris dari N. Medianus memberikan cabang sensorik ke permukaan jari kedua, ketiga, dan sisi radial jari keempat. Selain itu, saraf median dapat mempersarafi permukaan dorsal jari kedua, ketiga, dan keempat bagian distal sendi interphalangeal proksimal.

Tertekannya N. Medianus dapat disebabkan oleh berkurangnya ukuran canalis carpi, membesarnya ukuran alat yang masuk di dalamnya (pembengkakan jaringan lubrikasi pada tendon – tendon fleksor) atau keduanya. Gerakan fleksi dengan sudut 90 derajat dapat mengecilkan ukuran canalis. Penekanan terhadap N. Medianus yang menyebabkannya semakin masuk di dalam ligamentum carpi transversum dapat menyebabkan atrofi eminensia thenar, kelemahan pada otot fleksor pollicis brevis, otot opponens pollicis dan otot abductor pollicis brevis yang diikuti dengan hilangnya kemampuan sensorik ligametum carpi transversum yang dipersarafi oleh bagian distal N. Medianus. Cabang sensorik superfisial dari N. Medianus yang mempercabangkan persarafan proksimal ligamentum carpi transversum yang berlanjut mempersarafi bagian telapak tangan dan jari jempol.

N. Medianus terdiri dari serat sensorik 94% dan hanya 6% serat motorik pada terowongan karpal. Namun, cabang motorik menyajikan banyak variasi anatomi, yang menciptakan variabilitas yang besar patologi dalam kasus Capal Tunnel Syndrome.

(16)

Gambar 2.1 Struktur Anatomi N. Medianus

b. Definisi

Carpal Tunnel Syndrome merupakan neuropati tekanan atau cerutan terhadap nervus medianus di dalam terowongan karpal pada pergelangan tangan, tepatnya di bawah tleksor retinakulum. Dulu, sindroma ini juga disebut dengan nama acroparesthesia, median thenar neuritis atau partial thenar atrophy.

Carpal Tunnel Syndrome pertama kali dikenali sebagai suatu sindroma klinik oleh Sir James Paget pada kasus stadium lanjut fraktur radius bagian distal. Carpal Tunnel Syndrome spontan pertama kali dilaporkan oleh Pierre Marie dan C.Foix pada taboo 1913. Istilah Carpal Tunnel Syndrome diperkenalkan oleh Moersch pada tahun 1938. Menurut American Academy of Orthopaedic Surgeons Clinical Guideline, Carpal Tunnel Syndrome adalah gejala neuropati kompresi dari N. medianus di tingkat pergelangan tangan, ditandai dengan bukti peningkatan tekanan dalam terowongan karpal dan penurunan fungsi saraf di tingkat itu. Carpal Tunnel Syndrome dapat disebabkan oleh berbagai penyakit, kondisi dan peristiwa. Hal ini ditandai dengan keluhan mati rasa, kesemutan, nyeri tangan dan lengan dan disfungsi otot. Kelainan ini tidak dibatasi oleh usia, jenis kelamin, etnis, atau pekerjaan dan disebabkan karena penyakit sistemik, faktor mekanis dan penyakit local.

(17)

c. Epidemiologi dan Faktor Resiko

Carpal Tunnel Syndrome adalah salah satu gangguan saraf yang umum terjadi. Sebuah survei di California memperkirakan 515 dari 100.000 pasien mencari perhatian medis untuk carpal tunnel syndrome pada tahun 1988. Di Belanda, prevalensinya dilaporkan 220 per 100.000 orang. Angka kejadian Carpal Tunnel Syndrome di Amerika Serikat telah diperkirakan sekitar 1-3 kasus per 1.000 orang setiap tahunnya dengan revalensi sekitar 50 kasus dari 1.000 orang pada populasi umum. Orang tua setengah baya lebih mungkin beresiko dibandingkan orang yang lebih muda, dan wanita tiga kali lebih sering daripada pria. National Health Interview Study (NIHS) mencatat bahwa CTS lebih sering mengenai wanita daripada pria dengan usia berkisar 25 - 64 tahun, prevalensi tertinggi pada wanita usia > 55 tahun, biasanya antara 40 – 60 tahun. Prevalensi CTS dalam populasi umum telah diperkirakan 5% untuk wanita dan 0,6% untuk laki-laki. CTS adalah jenis neuropati jebakan yang paling sering ditemui. Sindroma tersebut unilateral pada 42% kasus ( 29% kanan,13% kiri ) dan 58% bilateral.

Perkembangan CTS berhubungan dengan usia. Phalen melaporkan jumlah kasus meningkat untuk setiap dekade usia 59 tahun, setelah itu, jumlah kasus di setiap dekade menurun. Atroshi et al. mengamati serupa distribusi usia dengan prevalensi tertinggi CTS pada pria dari 45-54 tahun dan wanita usia 55-64. Lunak dan Rudolfer menemukan bahwa kasus CTS memiliki distribusi usia dengan puncak pada usia 50-54. Tana et al menyimpulkan bahwa dapat jumlah tenaga kerja dengan CTS di beberapa perusahaan garmen di Jakarta sebanyak 20,3% responden dengan besar gerakan biomekanik berulang sesaat yang tinggi pada tangan pergelangan tangan kanan 74,1%, dan pada tangan kiri 65,5%. Pekerja perempuan dengan CTS lebih tinggi secara bermakna dibandingkan dengan pekerja laki-laki. Tidak terdapat perbedaan antara peningkatan umur, pendidikan, masa kerja, jam kerja serta tekanan biomekanik berulang sesaat terhadap peningkatan terjadinya CTS.

Jagga et al meneliti bahwa pekerjaan yang beresiko tinggi mengalami Carpal Tunnel Syndrome adalah:

1. Pekerja yang terpapar getaran 2. Pekerja perakitan

(18)

4. Pekerja Toko 5. Pekerja Industri, dan 6. Pekerja tekstil 7. Pengguna komputer. d. Etiologi

Kawasan sensorik N. Medianus bervariasi terutama pada permukaan volar. Dan pola itu sesuai dengan variasi antara jari ketiga sampai jari keempat sisi radial telapak tangan. Pada permukaan dorsum manus, kawasan sensorik N. Medianus bervariasi antara dua sampai tiga palang distal jari kedua, ketiga dan keempat. Di terowongan karpal N. Medianus sering terjepit. N. Medianus adalah saraf yang paling sering mengalami cedera oleh trauma langsung, sering disertai dengan luka di pergelangan tangan. Tekanan dari n median sehingga menghasilkan rasa kesemutan yang menyakiti juga. Itulah parestesia atau hipestesia dari “Carpal Tunnel Sydrome”.

Terdapat beberapa kunci co-morbiditas atau human factor yang berpotensi meningkatkan risiko CTS. Pertimbangan utama meliputi usia lanjut, jenis kelamin perempuan, dan adanya diabetes dan obesitas. Faktor risiko lain termasuk kehamilan, pekerjaan yang spesifik, cedera karena gerakan berulang dan kumulatif, sejarah keluarga yang kuat, gangguan medis tertentu seperti hipotiroidisme, penyakit autoimun, penyakit rematologi, arthritis, penyakit ginjal, trauma, predisposisi anatomi di pergelangan tangan dan tangan, penyakit menular, dan penyalahgunaan zat. Orang yang terlibat dalam kerja manual di beberapa pekerjaan memiliki insiden dan tingkat keparahan yang lebih besar.

Beberapa penyebab dan factor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian carpal tunnel syndrome antara lain:

1) Herediter: neuropati herediter yang cenderung menjadi pressure palsy, misalnya HMSN (hereditary motor and sensory neuropathies) tipe III. 2) Trauma: dislokasi, fraktur atau hematom pada lengan bawah,

pergelangan tangan dan tangan .Sprain pergelangan tangan. Trauma langsung terhadap pergelangan tangan.

3) Pekerjaan : gerakan mengetuk atau fleksi dan ekstensi pergelangan tangan yang berulang-ulang. Seorang sekretaris yang sering mengetik, pekerja kasar yang sering mengangkat beban berat dan pemain musik

(19)

terutama pemain piano dan pemain gitar yang banyak menggunakan tangannya juga merupakan etiologi dari carpal turner syndrome. 4) Infeksi: tenosinovitis, tuberkulosis, sarkoidosis.

5) Metabolik: amiloidosis, gout, hipotiroid - Neuropati fokal tekan, khususnya sindrom carpal tunnel juga terjadi karena penebalan ligamen, dan tendon dari simpanan zat yang disebut mukopolisakarida. 6) Endokrin : akromegali, terapi estrogen atau androgen, diabetes

mellitus, hipotiroidi, kehamilan.

7) Neoplasma: kista ganglion, lipoma, infiltrasi metastase, mieloma. 8) Penyakit kolagen vaskular : artritis reumatoid, polimialgia reumatika,

skleroderma, lupus eritematosus sistemik. 9) Degeneratif: osteoartritis.

10) Iatrogenik : punksi arteri radialis, pemasangan shunt vaskular untuk dialisis, hematoma, komplikasi dari terapi anti koagulan.

11) Faktor stress

12) Inflamasi : Inflamasi dari membrane mukosa yang mengelilingi tendon menyebabkan nervus medianus tertekan dan menyebabkan carpal tunnel syndrome.

e. Patogenesis dan Patofisiologi

Patogenesis CTS masih belum jelas. Beberapa teori telah diajukan untuk menjelaskan gejala dan gangguan studi konduksi saraf. Yang paling populer adalah kompresi mekanik, insufisiensi mikrovaskular, dan teori getaran. Menurut teori kompresi mekanik, gejala CTS adalah karena kompresi nervus medianus di terowongan karpal. Kelemahan utama dari teori ini adalah bahwa ia menjelaskan konsekuensi dari kompresi saraf tetapi tidak menjelaskan etiologi yang mendasari kompresi mekanik. Kompresi diyakini dimediasi oleh beberapa faktor seperti ketegangan, tenaga berlebihan, hyperfunction, ekstensi pergelangan tangan berkepanjangan atau berulang.

Teori insufisiensi mikro - vaskular mennyatakan bahwa kurangnya pasokan darah menyebabkan penipisan nutrisi dan oksigen ke saraf yang menyebabkan ia perlahan-lahan kehilangan kemampuan untuk mengirimkan impuls saraf. Scar dan jaringan fibrotik akhirnya berkembang dalam saraf. Tergantung pada keparahan cedera, perubahan saraf dan otot mungkin permanen. Karakteristik gejala CTS, terutama kesemutan, mati rasa dan nyeri akut, bersama dengan kehilangan konduksi saraf akut dan reversibel dianggap gejala untuk iskemia. Seiler et al menunjukkan (dengan Doppler laser flowmetry) bahwa normalnya aliran darah berdenyut di dalam saraf median

(20)

dipulihkan dalam 1 menit dari saat ligamentum karpal transversal dilepaskan. Sejumlah penelitian eksperimental mendukung teori iskemia akibat kompresi diterapkan secara eksternal dan karena peningkatan tekanan di karpal tunnel. Gejala akan bervariasi sesuai dengan integritas suplai darah dari saraf dan tekanan darah sistolik . Kiernan dkk menemukan bahwa konduksi melambat pada median saraf dapat dijelaskan oleh kompresi iskemik saja dan mungkin tidak selalu disebabkan myelinisasi yang terganggu.

Menurut teori getaran gejala CTS bisa disebabkan oleh efek dari penggunaan jangka panjang alat yang bergetar pada saraf median di karpal tunnel. Lundborg et al mencatat edema epineural pada saraf median dalam beberapa hari berikut paparan alat getar genggam. Selanjutnya, terjadi perubahan serupa mengikuti mekanik, iskemik, dan trauma kimia.

Hipotesis lain dari CTS berpendapat bahwa faktor mekanik dan vaskular memegang peranan penting dalam terjadinya CTS. Umumnya CTS terjadi secara kronis dimana terjadi penebalan fleksor retinakulum yang menyebabkan tekanan terhadap nervus medianus. Tekanan yang berulang-ulang dan lama akan mengakibatkan peninggian tekanan intrafasikuler. Akibatnya aliran darah vena intrafasikuler melambat. Kongesti yang terjadi ini akan mengganggu nutrisi intrafasikuler lalu diikuti oleh anoksia yang akan merusak endotel. Kerusakan endotel ini akan mengakibatkan kebocoran protein sehingga terjadi edema epineural. Hipotesa ini menerangkan bagaimana keluhan nyeri dan sembab yang timbul terutama pada malam atau pagi hari akan berkurang setelah tangan yang terlibat digerakgerakkan atau diurut, mungkin akibat terjadinya perbaikan sementara pada aliran darah. Apabila kondisi ini terus berlanjut akan terjadi fibrosis epineural yang merusak serabut saraf. Lama-kelamaan saraf menjadi atrofi dan digantikan oleh jaringan ikat yang mengakibatkan fungsi nervus medianus terganggu secara menyeluruh.

Selain akibat adanya penekanan yang melebihi tekanan perfusi kapiler akan menyebabkan gangguan mikrosirkulasi dan timbul iskemik saraf. Keadaan iskemik ini diperberat lagi oleh peninggian tekanan intrafasikuler yang menyebabkan berlanjutnya gangguan aliran darah. Selanjutnya terjadi vasodilatasi yang menyebabkan edema sehingga sawar darah-saraf terganggu yang berkibat terjadi kerusakan pada saraf tersebut.

(21)

Penelitian yang telah dilakukan Kouyoumdjian yang menyatakan CTS terjadi karena kompresi saraf median di bawah ligamentum karpal transversal berhubungan dengan naiknya berat badan dan IMT. IMT yang rendah merupakan kondisi kesehatan yang baik untuk proteksi fungsi nervus medianus. Pekerja dengan IMT minimal ≥25 lebih mungkin untuk terkena CTS dibandingkan dengan pekerjaan yang mempunyai berat badan ramping. American Obesity Association menemukan bahwa 70% dari penderita CTS memiliki kelebihan berat badan. Setiap peningkatan nilai IMT 8% resiko CTS meningkat .

f. Gambaran klinis

Pada tahap awal gejala umumnya berupa gangguan sensorik saja. Gangguan motorik hanya terjadi pada keadaan yang berat. Gejala awal biasanya berupa parestesia, kurang merasa (numbness) atau rasa seperti terkena aliran listrik (tingling) pada jari 1-3 dan setengah sisi radial jari 4 sesuai dengan distribusi sensorik nervus medianus walaupun kadang-kadang dirasakan mengenai seluruh jari-jari.

Komar dan Ford membahas dua bentuk carpal tunnel syndrome: akut dan kronis. Bentuk akut mempunyai gejala dengan nyeri parah, bengkak pergelangan tangan atau tangan, tangan dingin, atau gerak jari menurun. Kehilangan gerak jari disebabkan oleh kombinasi dari rasa sakit dan paresis. Bentuk kronis mempunyai gejala baik disfungsi sensorik yang mendominasi atau kehilangan motorik dengan perubahan trofik. Nyeri proksimal mungkin ada dalam carpal tunnel syndrome.

Keluhan parestesia biasanya lebih menonjol di malam hari. Gejala lainnya adalah nyeri di tangan yang juga dirasakan lebih berat pada malam hari sehingga sering membangunkan penderita dari tidurnya. Rasa nyeri ini umumnya agak berkurang bila penderita memijat atau menggerak-gerakkan tangannya atau dengan meletakkan tangannya pada posisi yang lebih tinggi. Nyeri juga akan berkurang bila penderita lebih banyak mengistirahatkan tangannya.

Apabila tidak segera ditagani dengan baik maka jari-jari menjadi kurang terampil misalnya saat memungut benda-benda kecil. Kelemahan pada tangan juga sering dinyatakan dengan keluhan adanya kesulitan yang penderita sewaktu menggenggam. Pada tahap lanjut dapat dijumpai atrofi otot-otot

(22)

thenar (oppones pollicis dan abductor pollicis brevis).dan otot-otot lainya yang diinervasi oleh nervus medianus.

Tabel 2.2 Gejala dan Tanda Carpal Tunnel Syndrome

g. Diagnosis

Diagnosa CTS ditegakkan selain berdasarkan gejala-klinis seperti di atas dan perkuat dengan pemeriksaan yaitu :

1) Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan harus dilakukan pemeriksaan menyeluruh pada penderita dengan perhatian khusus pada fungsi, motorik, sensorik dan otonom tangan. Beberapa pemeriksaan dan tes provokasi yang dapat membantu menegakkan diagnosa CTS adalah :

a) Phalen's test : Penderita diminta melakukan fleksi tangan secara maksimal. Bila dalam waktu 60 detik timbul gejala seperti CTS, tes ini menyokong diagnosa. Beberapa penulis berpendapat bahwa tes ini sangat sensitif untuk menegakkan diagnosa CTS.

(23)

Gambar 2.3 Phalen’s Test b) Torniquet test

Pada pemeriksaan ini dilakukan pemasangan tomiquet dengan menggunakan tensimeter di atas siku dengan tekanan sedikit di atas tekanan sistolik. Bila dalam 1 menit timbul gejala seperti CTS, tes ini menyokong diagnosa.

c) Tinel's sign

Tes ini mendukung diagnosa bila timbul parestesia atau nyeri pada daerah distribusi nervus medianus jika dilakukan perkusi pada terowongan karpal dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi.

Gambar 2.4 Tinel’s Test d) Flick's sign

Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau menggerak-gerakkan jari-jarinya. Bila keluhan berkurang atau menghilang akan menyokong diagnosa CTS. Harus diingat bahwa tanda ini juga dapat dijumpai pada penyakit Raynaud.

(24)

Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya atrofi otot-otot thenar.

f) Menilai kekuatan dan ketrampilan serta kekuatan otot secara manual maupun dengan alat dynamometer

g) Wrist extension test

Penderita diminta melakukan ekstensi tangan secara maksimal, sebaiknya dilakukan serentak pada kedua tangan sehingga dapat dibandingkan. Bila dalam 60 detik timbul gejala-gejala seperti CTS, maka tes ini menyokong diagnosa CTS.

h) Pressure test

Nervus medianus ditekan di terowongan karpal dengan menggunakan ibu jari. Bila dalam waktu kurang dari 120 detik timbul gejala seperti CTS, tes ini menyokong diagnosa.

i) Luthy's sign (bottle's sign)

Penderita diminta melingkarkan ibu jari dan jari telunjuknya pada botol atau gelas. Bila kulit tangan penderita tidak dapat menyentuh dindingnya dengan rapat, tes dinyatakan positif dan mendukung diagnose

j) Pemeriksaan sensibilitas

Bila penderita tidak dapat membedakan dua titik (two-point discrimination) pada jarak lebih dari 6 mm di daerah nervus medianus, tes dianggap positif dan menyokong diagnose

k) Pemeriksaan fungsi otonom

Pada penderita diperhatikan apakah ada perbedaan keringat, kulit yang kering atau licin yang terbatas pada daerah innervasi nervus medianus. Bila ada akan mendukung diagnose CTS.

Dari pemeriksaan provokasi diatas Phalen test dan Tinel test adalah test yang patognomonis untuk CTS.

(25)

Tabel 2.5 Pemeriksaan fisik pada Carpal Tunnel Syndrome 2). Pemeriksaan neurofisiologi (elektrodiagnostik)

Pemeriksaan EMG dapat menunjukkan adanya fibrilasi, polifasik, gelombang positif dan berkurangnya jumlah motor unit pada otot-otot thenar. Pada beberapa kasus tidak dijumpai kelainan pada otot-otot lumbrikal. EMG bisa normal pada 31% kasus CTS. Kecepatan Hantar Saraf (KHS). Pada 15-25% kasus, KHS bisa normal. Pada yang lainnya KHS akan menurun dan masa laten distal (distal latency) memanjang, menunjukkan adanya gangguan pada konduksi saraf di pergelangan tangan. Masa laten sensorik lebih sensitif dari masa laten motorik.

3) Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan sinar-X terhadap pergelangan tangan dapat membantu melihat apakah ada penyebab lain seperti fraktur atau artritis. Foto polos leher berguna untuk menyingkirkan adanya penyakit lain pada vertebra. USG, CT-scan dan MRI dilakukan pada kasus yang selektif terutama yang akan dioperasi. USG dilakukan untuk mengukur luas penampang dari saraf median di carpal tunnel proksimal yang sensitif dan spesifik untuk carpal tunnel syndrome.

4) Pemeriksaan Laboratorium

Bila etiologi CTS belum jelas, misalnya pada penderita usia muda tanpa adanya gerakan tangan yang repetitif, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan seperti kadar gula darah, kadar hormon tiroid ataupun darah lengkap.

(26)

Tabel 2.6 Algoritma Diagnosis Carpal Tunnel Syndrome

h. Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari CTS antara lain :

a) Cervical radiculopathy. Biasanya keluhannya berkurang bila leher diistirahatkan dan bertambah hila leher bergerak. Distribusi gangguan sensorik sesuai dermatomnya.

b) Thoracic outlet syndrome. Dijumpai atrofi otot-otot tangan lainnya selain otot-otot thenar. Gangguan sensorik dijumpai pada sisi ulnaris dari tangan dan lengan bawah.

c) Pronator teres syndrome. Keluhannya lebih menonjol pada rasa nyeri di telapak tangan daripada CTS karena cabang nervus medianus ke kulit telapak tangan tidak melalui terowongan karpal.

i. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan carpal tunnel syndrome tergantung pada etiologi, durasi gejala, dan intensitas kompresi saraf. Jika sindrom adalah suatu penyakit sekunder untuk penyakit endokrin, hematologi, atau penyakit

(27)

sistemik lain, penyakit primer harus diobati. Kasus ringan bisa diobati dengan obat anti inflamasi non steroid (OAINS) dan menggunakan penjepit pergelangan tangan yang mempertahankan tangan dalam posisi netral selama minimal 2 bulan, terutama pada malam hari atau selama gerakan berulang. Kasus lebih lanjut dapat diterapi dengan injeksi steroid lokal yang mengurangi peradangan. Jika tidak efektif, dan gejala yang cukup mengganggu, operasi sering dianjurkan untuk meringankan kompresi.

Oleh karena itu sebaiknya terapi CTS dibagi atas 2 kelompok, yaitu : 1) Terapi langsung terhadap CTS

a) Terapi konservatif

1. Istirahatkan pergelangan tangan. 2. Obat anti inflamasi non steroid.

3. Pemasangan bidai pada posisi netral pergelangan tangan. Bidai dapat dipasang terus-menerus atau hanya pada malam hari selama 2-3 minggu.

4. Nerve Gliding, yaitu latihan terdiri dari berbagai gerakan (ROM) latihan dari ekstremitas atas dan leher yang menghasilkan ketegangan dan gerakan membujur sepanjang saraf median dan lain dari ekstremitas atas.

Latihan-latihan ini didasarkan pada prinsip bahwa jaringan dari sistem saraf perifer dirancang untuk gerakan, dan bahwa ketegangan dan meluncur saraf mungkin memiliki efek pada neurofisiologi melalui perubahan dalam aliran pembuluh darah dan axoplasmic. Latihan dilakukan sederhana dan dapat dilakukan oleh pasien setelah instruksi singkat.

Gambar 2.7 Nerve Gliding 6. Injeksi steroid.

(28)

Deksametason 1-4 mg 1 atau hidrokortison 10-25 mg atau metilprednisolon 20 mg atau 40 mg diinjeksikan ke dalam terowongan karpal dengan menggunakan jarum no.23 atau 25 pada lokasi 1 cm ke arah proksimal lipat pergelangan tangan di sebelah medial tendon musculus palmaris longus. Sementara suntikan dapat diulang dalam 7 sampai 10 hari untuk total tiga atau empat suntikan,. Tindakan operasi dapat dipertimbangkan bila hasil terapi belum memuaskan setelah diberi 3 kali suntikan. Suntikan harus digunakan dengan hati-hati untuk pasien di bawah usia 30 tahun. 7. Vitamin B6 (piridoksin).

Beberapa penulis berpendapat bahwa salah satu penyebab CTS adalah defisiensi piridoksin sehingga mereka menganjurkan pemberian piridoksin 100-300 mg/hari selama 3 bulan. Tetapi beberapa penulis lainnya berpendapat bahwa pemberian piridoksin tidak bermanfaat bahkan dapat menimbulkan neuropati bila diberikan dalam dosis besar. Namun pemberian dapat berfungsi untuk mengurangi rasa nyeri.

8. Fisioterapi

Ditujukan pada perbaikan vaskularisasi pergelangan tangan.

b) Terapi operatif

Operasi hanya dilakukan pada kasus yang tidak mengalami perbaikan dengan terapi konservatif atau bila terjadi gangguan sensorik yang berat atau adanya atrofi otot-otot thenar. Pada CTS bilateral biasanya operasi pertama dilakukan pada tangan yang paling nyeri walaupun dapat sekaligus dilakukan operasi bilateral. Penulis lain menyatakan bahwa tindakan operasi mutlak dilakukan bila terapi konservatif gagal atau bila ada atrofi otot-otot thenar, sedangkan indikasi relatif tindakan operasi adalah hilangnya sensibilitas yang persisten.

Biasanya tindakan operasi CTS dilakukan secara terbuka dengan anestesi lokal, tetapi sekarang telah dikembangkan teknik operasi secara endoskopik. Operasi endoskopik memungkinkan mobilisasi penderita secara dini dengan jaringan parut yang minimal, tetapi karena terbatasnya lapangan operasi tindakan ini lebih sering menimbulkan komplikasi operasi

(29)

seperti cedera pada saraf. Beberapa penyebab CTS seperti adanya massa atau anomaly maupun tenosinovitis pada terowongan karpal lebih baik dioperasi secara terbuka.

c). Terapi terhadap keadaan atau penyakit yang mendasari CTS

Keadaan atau penyakit yang mendasari terjadinya CTS harus ditanggulangi, sebab bila tidak dapat menimbulkan kekambuhan CTS kembali. Pada keadaan di mana CTS terjadi akibat gerakan tangan yang repetitif harus dilakukan penyesuaian ataupun pencegahan. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya CTS atau mencegah kekambuhannya antara lain:

i. Mengurangi posisi kaku pada pergelangan tangan, gerakan repetitif, getaran peralatan tangan pada saat bekerja.

ii. Desain peralatan kerja supaya tangan dalam posisi natural saat kerja. iii. Modifikasi tata ruang kerja untuk memudahkan variasi gerakan.

iv. Mengubah metode kerja untuk sesekali istirahat pendek serta mengupayakan rotasi kerja.

v. Meningkatkan pengetahuan pekerja tentang gejala-gejala dini CTS sehingga pekerja dapat mengenali gejala-gejala CTS lebih dini.

Di samping itu perlu pula diperhatikan beberapa penyakit yang sering mendasari terjadinya CTS seperti : trauma akut maupun kronik pada pergelangan tangan dan daerah sekitarnya, gagal ginjal, penderita yang sering dihemodialisa, myxedema akibat hipotiroidi, akromegali akibat tumor hipofise, kehamilan atau penggunaan pil kontrasepsi, penyakit kolagen vaskular, artritis, tenosinovitis, infeksi pergelangan tangan, obesitas dan penyakit lain yang dapat menyebabkan retensi cairan atau menyebabkan bertambahnya isi terowongan karpal.

j. Prognosis

Pada kasus CTS ringan, dengan terapi konservatif umumnya prognosa baik. Bila keadaan tidak membaik dengan terapi konservatif maka tindakan operasi harus dilakukan. Secara umum prognosa operasi juga baik, tetapi karena operasi hanya dilakukan pada penderita yang sudah lama menderita CTS penyembuhan post operatifnya bertahap.

Sekalipun prognosa CTS dengan terapi konservatif maupun operatif cukup baik, tetapi resiko untuk kambuh kembali masih tetap ada. Bila terjadi

(30)

kekambuhan, prosedur terapi baik konservatif atau operatif dapat diulangi kembali.

(31)

American Academy of Orthopaedic Surgeons. Clinical Practice Guideline on the Treatment of Carpal Tunnel Syndrome. 2008.

Bachrodin, Moch. Carpal Tunnel Syndrome. Malang: FK UMM. 2011. Vol.7 No. 14.

Campbell, William W. DeJong's The Neurologic Examination, 6th Edition. Philadelpia: Lippincott Williams & Wilkins. 2005.

Cartwright, Michael s. Et al. Evidence-based Guideline: Neuromuscular Ultrasound for The Diagnosis of Carpal Tunnel Syndrome. American Association of Neuromuscular and Electrodiagnostic Medicine. 2012.

Garisson, J. Susan. 2001. Dasar-Dasar Terapi dan Rehabilitasi Fisik. Jakarta:Hipokrates. pp : 7

Gorsché, R. Carpal Tunnel Syndrome, The Canadian Journal of CME. 2001,101-117.Mansjoer, Arif, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Medika AcisculapusJagga, V. Lehri, A et al. Occupation and its association with Carpal Tunnel syndrome- A Review.

Jeffrey n. Katz, et al. Carpal Tunnel Syndrome. N Engl J Med, 2002. Vol. 346, No. 23.

Joseph J. Biundo, and Perry J. Rush. Carpal Tunnel Syndrome. American College of Rheumatology. 2012.

Journal of Exercise Science and Physiotherapy. 2011. Vol. 7, No. 2: 68-78.

Kurniawan, Bina. et al. Faktor Risiko Kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada Wanita Pemetik Melati di Desa Karangcengis, Purbalingga. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia. 2008. Vol. 3, No. 1.

Latov, Norman. Peripheral Neuropathy. New York: Demos Medical Publishing. 2007.

(32)

Mc Cabe, Steven J. et al. Epidemiologic Associations of Carpal Tunnel Syndrome and Sleep Position: Is There a Case for Causation?. American Association for Hand Surgery. 2007. No.2 :127–134

Mumenthaler, Mark. Et al. Fundamentals of Neurologic Disease. Stuttgard: Thieme.2006.

Pecina, Marko M. Markiewitz, Andrew D. Tunnel Syndromes: Peripheral Nerve Compression Syndromes Third Edition. New York: CRC PRESS. 2001.

Rambe, Aldi S. Sindroma Terowongan Karpal. Bagian Neurologi FK USU. 2004.

Salter RB. 1993. Textbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal System. 2nd ed. Baltimore: Williams&Wilkins Co;.p.274-275.

Tana, Lusianawaty et al. Carpal tunnel syndrome Pada Pekerja Garmen di Jakarta. Buletin Peneliti Kesehatan. 2004. vol. 32, no. 2: 73-82.

Wilkinson, Maureen. Ultrasound of the Carpal Tunnel and Median Nerve: A Reproducibility Study. Journal of Diagnostic Medical Sonography. 2001 Vol. 17, No. 6.

Gambar

Gambar 2.1 Struktur Anatomi N. Medianus b. Definisi
Gambar 2.3 Phalen’s Test b) Torniquet test
Tabel 2.5 Pemeriksaan fisik pada Carpal Tunnel Syndrome 2). Pemeriksaan neurofisiologi (elektrodiagnostik)
Tabel 2.6 Algoritma Diagnosis Carpal Tunnel Syndrome
+2

Referensi

Dokumen terkait

unisexuals reunides en estructures ovoides anomenades estròbils o cons, subsèssils i caducs. Els cons femenins tenen unes escames verdoses sobre peduncles erectes. Les flors masculines

Dapat dikatakan terdapat suatu hubungan jangka panjang yang unik antara peubah deret waktu saat data dari semua peubah terintegrasi pada tingkat 1 atau sering disingkat

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada pengaruh model pembelajaran cooperative script terhadap kemampuan

Untuk menanggulangi tanah longsor penulis merencanakan dinding penahan tipe kantilever dengan memperhitungkan faktor keamanan terhadap stabilitas terhadap gaya

Model dapat diartikan sebagai suatu contoh konseptual atau prosedural dari suatu program, sistem, atau proses yang dapat dijadikan acuan atau pedoman kreatif

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif.Berdasarkan hasil yang di peroleh dari penelitian ini dapat disimpulkan tabata

dapat dilakukan dengan baik dan cepat, sehingga bisa membantu manajemen dalam mengambil sebuah keputusan. 1.2 Rumusan Masalah.. 121 Berdasarkan latar belakang diatas

Jika terjadi ketidaknormalan maka LFC akan mulai menghitung berapa MW yang harus ditambah atau dikurang pada pembangkit tersebut dengan cara mengirim sinyal pada alat