• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAUSALITAS FORMAL DAN INFORMAL DALAM PEMBENTUKAN RUANG KETIGA (THIRDSPACE) STUDI KASUS: CFD IJEN DAN PASAR BELANJA TUGA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAUSALITAS FORMAL DAN INFORMAL DALAM PEMBENTUKAN RUANG KETIGA (THIRDSPACE) STUDI KASUS: CFD IJEN DAN PASAR BELANJA TUGA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

KAUSALITAS FORMAL DAN INFORMAL DALAM PEMBENTUKAN

RUANG KETIGA (THIRDSPACE)

STUDI KASUS: CFD IJEN DAN PASAR BELANJA TUGA

1)

Ghoustanjiwani Adi Putra 1)

Dosen Prodi Arsitektur Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan ITN- Malang

ABSTRAKSI

Formal dan informal pada ruang publik merupakan 2 kata yang bermakna paradoks, dalam (Damajani, 2007) telah ditemukan 3 paradoks dalam ruang ketiga (thirdspace) pada ruang publik, salah satu paradoks pada ruang publik adalah formal dan informal. Keduanya adalah fenomena kausalitas sifat ruang pada ruang publik dalam konteks urban, dimana terbentuknya formal dan informal merupakan sebab dan akibat dari pembentukan ruang ketiga (thirdspace) pada ruang publik urban (Putra 2013). Berangkat dari 2 penelitian sebelumnya, fokus dari studi awal penelitian ini adalah mengamati ruang publik urban pada studi kasus terpilih untuk digali dan dianalisa berdasar dari fenomena formal dan informal yang dinilai sebagai salah satu bentuk sebab dan akibat adanya pembentukan ruang ketiga (thirdspace). Analisa diskriptif, analisa tematik dan analisa foto realistik diaplikasikan kedalam 2 studi kasus terpilih hingga didapat suatu hipotesa yang diharapkan bisa dilanjutkan pada tahapan penelitian selanjutnya.

Kata Kunci: Ruang Ketiga, Thirdspace, Ruang Publik, Formal,

Informal, Kausalitas

PENDAHULUAN

Dalam (Tibbalds, 1992:1), keberadaan ruang publik dalam sebuah kota seperti jalan raya, ruang parkir fasilitas umum, taman umum, alun-alun kota, trotoar jalan, boulevard dan sebagainya, merupakan kesatuan ruang atau tempat (Space and Place) yang utuh menjadi milik bersama dan memegang unsur yang sangat penting dalam sebuah morfologi kota.

Ruang publik adalah ruang terbuka, yang di isi dengan berbagai macam jenis aktivitas dengan penggunaan yang bebas dan batas-batas tertentu dengan dan bersifat sebagai pusat rekreasi yang berada di luar ruangan (CABE, 2003), aktivitas yang di tampung dan ragam ruang publik sebagai contohnya meliputi jalan-jalan umum sebagai jalan utama yang kita lewati sehari-hari, tempat dimana anak-anak bermain, ruang dan tempat dimana kita bisa menikmati pemandangan bebas dan alam bebas, ruang dan tempat

(2)

dimana kita bisa menikmati hobby seperti olahraga, bermain, makan siang dll. Inti dari ruang publik menurut CABE (Commission for Architecture and the Built Environment) ruang publik merupakan ruang keseharian kita yang bersifat umum dan menampung segala bentuk aktivitas sehari-hari pengguna nya.

Ruang publik dipahami secara fisik sebagai ruang pertama (firstspace), yaitu ruang yang dipahami sebagai ruang bermakna harfiah atau fisik atau terlihat secara nyata dengan batas-batas fisik tertentu yang disebut setting spasial. Ruang Publik yang dipahami ruang bermakna metafor yaitu ruang yang berfungsi menampung aktivitas-aktivitas publik yang hadir sebagai sebagai imajiner dari planner dan pemerintah disebut ruang kedua (secondspace)

Ruang ketiga merupakan gagasan pemahaman ruang baru yang didalamnya terdapat berbagi jenis sifat dan ragam ruang sebagi entitas pendukungnya saling bersinergi satu sama lain membentuk satuan ruang baru yang lebih besar, singkatnya ruang ketiga dapat dipahami sebagai ruang yang terbentuk karena gagasan imajiner (secondspace) dalam ruang fisik (firstspace).

Karakteristik ruang ketiga tidak dapat dipahami secara harfiah dan berwujud fisik, maupun secara metafora (imajinasi) melainkan keduanya, karena terbentuk dari adanya penggabungan ruang fisik dan proses sosial baik bentuk, batas, fungsi maupun jenis nya dapat dipahami keduanya (harfiah dan metafora) (Soja,1996)

Gambar 1.

Ruang Ketiga (Thirdspace) Pada Pasar Tugu Kujang, Bandung (Sumber: Pikiran Rakyat)

Fluktuatif, dinamis, dan paradoks merupakan gambaran kecil dari ruang ketiga (thirdspace). Paradoks bisa diartikan dualisme atau satu kata yang mengartikan 2 makna yang saling kontradiktif atau berlawanan, dalam (Damajani, 2003), Informal dan Informal adalah salah satu dari 3 paradoks dalam ruang publik urban, keduanya memiliki kausalitas yang saling terkait

(3)

satu sama lain, kausalitas inilah yang menjadi bentuk dan dimensi ruang ketiga semakin besar dan semakin kompleks.

METODE PENELITIAN Pendekatan Kualitatif

Metode kualitatif merupakan metode pendekatan penelitian yang digunakan dalam tujuan utama dari penelitian kualitatif adalah intuk didapat sebuah pemahaman mendasar dan mendalam pada lingkup fenomena yang dijadikan fokus tematik penelitian, pendalaman ini meliputi pendekatan secara menyeluruh dengan penggalian pemahaman fenomena lebih dalam (Lexy Moleong, 2000).

Metode pendekatan studi awal ini adalah dengan Metode kualitatif, dengan jenis penelitian studi kasus yang mengamati fenomena informal dan formal dalam terbentuknya Ruang ketiga (thirdspace) pada ruang publik. Studi kasus yang dipilih adalah kegiatan Ijen CFD dan Pasar Belanja Tugu, dimana kedua studi kasus tersebut merupakan bentuk ruang ketiga (thirdspace) pada ruang publik.

Metode pengumpulan data dan Analisa data

Metode pengumpulan data menggunakan 2 jenis metode pengumpulan data yaitu Studi Pustaka TEmatik dan Studi Foto Tematik.

Studi Pustaka Tematik, yaitu proses pengumpulan data baik sekunder maupun primer yang hanya dilakukan sebatas kajian pustaka dari berbagai sumber terkait tematik studi awal tersebut.

Studi Foto Tematik, adalah metode pengumpulan data foto realis dengan pembatasan tematik fenomena dan studi kasus yang dipilih. Metode analisa data pada studi awal ini menggunakan analisa tematik, Analisa Diskriptif dan Analisa Foto Realis.

Analisa tematik: adalah jenis analisa yang mengkaji dan mengaitkan fenomena sebagai tema penelitian dengan berbagai data yang dikumpulkan dengan metode studi pustaka tematik, analisa ini memfokuskan tema pada fenomena yang dipilih ada studi kasus.

Analisa Deskriptif, metode deskriptif adalah metode dalam penelitian untuk membuat gambaran mendetail mengenai situasi, kondisi baik subyek maupun obyek peneltian hingga didapat bentuk akumulasi dan pendapat-pendapat pada tiap bahan yang di deskripsikan, selain itu jenis analisa ini juga tidak hanya memberikan gambaran terhadap fenomena-fenomena yang tertematikan, tetapi juga menerangkan hubungan antar variabel penelitian.

Analisa Foto Realis, adalah jenis analisa grafis menggunakan foto yang menggambarkan keadaan rea dari obyek amatan atau kasus studi yang dipilih.

(4)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Studi Kasus 1, Ijen CFD (Car Free Day)

Pasar Minggu

Gambar 2.

Setting Spasial Kegiatan Ijen CFD (1), Setting Pengguna kegiatan Formal Ijen CFD (2), Setting Pengguna Kegiatan Informal Ijen CFD (3)

(Foto: disusun dari berbagai Sumber)

1a 1b 2a 3a 3b 4c 4b 4a 2b

(5)

Setting Spasial Ijen CFD

Kegiatan ijen CFD (Car Free Day) merupakan gagasan pemerintah kota untuk bertujuan mensosialisasikan dan menghimbau masyarakat untuk menurunkan ketergantungan terhadap penggunaan kendaraan bermotor. Kegiatan ini biasanya dilaksanakan pada hari libur (weekend) pada hari minggu. Setting spasial hari bebas kendaaraan bermotor ini dipusatkan di sepanjang Jl. Ijen (Ijen Boulevard).

Gbr 2(1a) dan 2(1b) Setting Spasial berupa jalan lajur Timur yang menampung aktivitas aktivitas pengguna seperti pejalan kaki, olahraga (Jogging, Bersepeda, Rollerblade, dll). Ruang publik sebagai Firstspace dan gagasan pemerintah kota dalam CFD sebagai Secondspace dan aplikasi pemerintah kota dalam mewujudkan gagasan tersebut adalah Thirdspace. Ketiga entitas ruang tersebut dapat terwujud yaitu terbentuknya ruang ketiga (Thirdspace) berupa kegiatan mingguan Ijen CFD.

Setting Spasial (Pengguna Formal Ijen CFD)

Setting spasial untuk pengguna Formal pada kegiatan ijen CFD (Car Free Day) sesuai dengan tujuan dilaksanakan kegiatan ini adalah untuk menampung aktivitas-aktivitas pengguna yang bersifat formal, beragam kegiatan dan aktivitas pada CFD yang dianggap kegiatan formal adalah segala kegiatan dan aktivitas pengguna yang memiliki izin dalam pelaksanaanya dan dengan tidak menggunakan kendaraan bermotor (selama tidak melintasi setting spasial yaitu Ijen Boulevard)

Gbr 2(2a) dan 2(2b) Setting Spasial digunakan sesuai fungsi

penggunaan berberapa aktivitas formal yang dapat dijumpai seperti: kegiatan aerobik terbuka, kegiatan panggung hiburan seperti acara dinas pemerintah daerah atau dinas pemerintah lainya, kegiatan sosialisasi dari kantor dan dinas-dinas pemerintahan yang memiliki ijin, kegiatan dan aktivitas para pecinta hewan, kegiatan dan aktivitas-aktivitas komunitas cosplay, aktivitas-aktivitas kegiatan club sosial atau LSM di kota Malang dll.

Berbagai kegiatan dan ragam aktfitas-aktivitas yang besifat formal karena terbentuknya aktivitas formal tersebut adalah aktivitas-aktivitas yang diwadahi setting spasial dan memang menjadi tujuan awal adanya kegiatan ijen CFD (Car Free Day). Aktivitas aktivitas formal tersebut merupakan salah satu bentuk ruang ketiga (thirdspace) didalam satuan dimensi ruang ketiga (thirdspace) yang lebih besar yaitu kegiatan Ijen CFD.

Dapat dikatakan sebagai ruang ketiga apabila aktivitas-aktivitas tersebut dilakukan dalam bentuk grup sosial tertentu yang membentuk teritori

(6)

ruang, teritori yang dimaksud disini bukan dari karakteristik fisik dari ruang, melainkan secara metafora ruang tersebut (Soja,1996). Bentuk dari aktivitas-aktivitas formal yang berberapa aktivitas grup sosial tersebut bisa dipahami sebagai ruang ketiga/thirdspace yang lebih kecil dengan proses dan sifat pembentukan yang formal atau legal.

Setting Spasial (Pengguna Informal Ijen CFD)

Setting spasial pengguna informal pada kegiatan ijen CFD (Car Free Day) adalah aktivitas-aktivitas yang terbentuk sebagai salah satu akibat dari kegiatan ijen CFD (Car Free Day). Kegiatan CFD yang pada awalnya adalah sebuah gagasan dalam pembentukan ruang ketiga (thirdspace) oleh pemerintah kota dimana yang pada akhirnya terlaksana justru menimbulkan berbagai ragam aktivitas baru yang bersifat informal.

(Ashya, 2008) grup-grup aktivitas informal dalam ruang publik merupakan salah satu atau berberapa bentuk dari ruang ketiga (thirdspace) yang berdimensi lebih kecil dan bisa dipahami sebagai ruang ruang sosial yang memiliki teritori tersendiri. Dari ruang-ruang ketiga (thirdspace) yang dipahami sebagi ruang sosial tersebut merupakan entitas ruang yang pada akhirnya meruang kembali pada satuan ruang ketiga yang lebih besar, pada kasus 1 yaitu kegiatan Ijen CFD terbentuk berbagai ragam aktivitas informal yang pada akhirnya menjadi satu kesatuan ruang ketiga yang lebih besar yaitu kegiatan Ijen CFD (Car Free Day).

Gbr 2(3a) dan 2(3b) Aktivitas-aktivitas informal terbentuk karena adanya

kegiatan Ijen CFD, berberapa aktivitas informal tersebut berupa wahana permainan anak-anak seperti odong-odong, dan dokar mini.

Ragam aktivitas ini dinilai sebagai aktivitas informal, dikarenakan terbentuknya tidak direncanakan oleh pemerintah daerah. Oleh karena itu terbentuknya aktivitas ini tidak koridor Jl. Ijen melainkan di depan museum Brawijaya namum masih dalam sisi luar koridor Jl. Ijen.

Gbr 2(4a), 2(4c) dan 2(4b) Setting Spasial digunakan tidak sesuai fungsi

penggunaan berberapa aktivitas informal ini meliputi, pkl payung dengan sepeda, pkl payung dengan sepeda motor, pkl gerobak dorong, penjaja makanan keliling (Asongan makanan), penjaja minuman keliling (asongan minuman), pkl tikar dll.

Ragam aktivitas ini juga dapat dinilai dan digolongkan sebagai aktivitas informal, selain dikarenakan terbentuknya tidak direncanakan oleh pemerintah daerah, aktivitas aktivitas ini terbukti ilegal karena dalam proses terbentuknya aktivitas tersebut tidak melalui proses perijinan.

(7)

Studi kasus 2, Wisata Belanja Tugu

Gambar 3.

Setting Spasial Kegiatan Pasar Wisata Belanja Tugu (1), Setting Pengguna kegiatan Formal Pasar Wisata Belanja Tugu (2), Setting Pengguna Kegiatan Informal Pasar

Wisata Belanja Tugu (3). (Foto: disusun dari berbagai Sumber)

1a 1b

2a 2b

3d

3a 3b 3c

(8)

Setting Spasial Wisata Belanja Tugu

Wisata Belanja Tugu merupakan gagasan pemerintah kota untuk bertujuan menampung kegiatan perbelanjaan lokal masyarakat kota Malang. Kegiatan ini biasanya dilaksanakan pada hari libur (weekend) pada hari minggu. Setting spasial kegiatan Wisata belanja tugu telah berberapa kali berubah, pada awalnya setting spasial pada Stadion Gajayana, lalu berubah pada jl Semeru, dan terakhir kembali pada sisi luar stadion Gajayana.

Gbr 3(1a) dan 3(1b). Setting Spasial sebelum dan sesudah adanya kegiatan Wisata Belanja Tugu. (gbr 3, 1a) setting spasial pada sisi luar Stadion Gajayana, yang mengambil sebagian ruang luar berupa parkir kendaraan Stadion Gajayana dan MOG (Mall Olympic Garden). (Gbr 3, 1b) Setting Spasial dan ruang ketiga yang telah terbentuk: ruang ketiga (thirdspace) terdiri dari berberapa aktivitas baik formal maupun informal.

Setting Pengguna Formal Wisata Belanja Tugu

Setting pengguna Formal pada kegiatan Wisata Belanja Tugu sesuai dengan tujuan dilaksanakan kegiatan ini adalah untuk menampung aktivitas-aktivitas pengguna yang bersifat formal, beragam kegiatan dan aktivitas-aktivitas pada Wisata Belanja Tugu yang dianggap kegiatan formal adalah segala kegiatan dan aktivitas pengguna yang memiliki izin dalam pelaksanaanya dan dengan menyewa kios tenda yang resmi dal legal dari pemerintah kota.

Gbr 3(2a) dan 3(2b). Setting Spasial digunakan sesuai fungsi penggunaan berberapa aktivitas formal dapat dijumpai seperti kegiatan belanja pengunjung. Berberapa ragam aktivitas belanja yang formal antara lain: Kios baju dan gamis, kios tenda makanan, kios tenda barang pecah beah, kios tenda makanan ringan dan jajanan pasar, kios tenda aksesoris rumah tangga dll.

Setting Pengguna Informal Wisata Belanja Tugu

Awal mulanya kegiatan pasar minggu/wisata belanja tugu hanya ada di dalam lapangan parkir Stadion Gajayana, namun mengalami perluasan hinnga Jl, Semeru dan Jl Tenes, kedua ruas jalan tersebut ada di luar setting spasial Wisata Belanja tugu. Semakin lama dirasakan semakin ramai perdagang informal di pinggiran setting spasial Wisata Belanja Tugu tersebut, sehingga dinilai mulai menimbulkan ketidaknyamanan pengunjung.

Gbr 3(3a), 3(3b) dan 3(3c). Setting pengguna informal wisata belanja tugu sangat bervarian, pengguna informal meliputi aktivitas-aktivitas informal: pkl payung dengan sepeda, pkl payung dengan sepeda motor, pkl gerobak dorong, penjaja makanan keliling (Asongan makanan), penjaja minuman keliling (asongan minuman), pkl tikar dll.

(9)

Gbr 3(3d), 3(3e) dan 3(3f) Setting pengguna informal wisata belanja tugu dimulai dari luar setting spasial formal yaitu pada dinding luar parkiran stadion Gajayana, meliputi jl. Tenes, dan Jl, Semeru. pengguna informal meliputi aktivitas-aktivitas informal: pkl payung dengan sepeda, pkl payung dengan sepeda motor, pkl gerobak dorong, penjaja makanan keliling (Asongan makanan), penjaja minuman keliling (asongan minuman), pkl tikar dll.

Kausalitas Setting Spasial 2 Studi Kasus

Kausalitas setting spasial studi kasus adalah hubungan sebab akibat dari kedua studi kasus terpilih. Kedua studi kasus merupakan 2 ruang publik dan sekian ruang publik di kota malang. Kedua ruang publik tersebut termasuk ruang publik vital di kota Malang. Koridor Jl. Ijen selain sebagai kawasan paru-paru kota adalah kawasan konservasi kolonial kota malang yang dilindungi oleh dinas Pariwisata dan Budaya.

Sedangkan kawasan Stadion

Gajayana merupakan ruang publik berupa stadion kota, selain itu terletak pada kawasan perbelanjaan MOG (Mall Olympic Garden), kedua ruang publik tersebut mampu menjadi genarator penarik sosial karena letaknya yang strategis dan didukung

dengan sarana dan prasarana

sekitarnya.

Gambar 4.

Setting Spasial Kegiatan Ijen CFD dan Pasar Wisata Belanja Tugu (Foto:Google-earth)

Salah satu bentuk kausalitas dari kedua ruang publik ini adalah adanya setting spasial ruang publik yang saling berhubungan (Gbr 4). Pada 2 studi kasus memiliki 5 titik keramaian yang ada pada tiap-tiap simpul perempatan jalan di masing masing koridor jalan: 1) Jl besar Ijen, 2) Jl. Semeru. Yang masing masing jalan tersebut terbagi kedalam: 4 simpul keramaian pada Jl, Besar Ijen dan 1 Simpul keramaian pada Jl. Semeru.

1

2

3

4

(10)

(Gbr 4). Pada kelima simpul jalan ini memungkinkan akses masuk dan parkir dari pengunjung kedalam kegiatan Ijen CFD dan Wisata Belanja Tugu. Sehingga tingkat kepadatan dan kompleks ruang ketiga (thirdspace) akan banyak terjadi di setiap spot simpul jalan tersebut. Kausalitas Formal-Informal 2 Studi Kasus

Kausalitas dapat dipahami

sebagai suatu hubungan timbal balik, dan 2 arah dari 2 atau lebih

subyek dan obyek maupun

keduanya. Sama seperti halnya dengan ruang ketiga (Thirdspace) dimana pada kompleksitas pada ruang tersebut terdapat formal

dan informal yang menjadi

dualisme dan paradoks dalam kedua ruang publik.

Gambar 5.

Kompleksitas dan Dualisme (Formal-Informal)

Kausalitas formal dan informal sebagai ruang ketiga dapat dipahami seperti dalam buku “Celebrating the Third Place: Inspiring Stories about the "Great

Good Places" at the Heart of Our Communities” karya Ray Oldenberg:

...informal gathering places, also termed as “third places,” are essential to community and public life. bars, coffee shops, general stores, and other "third places" are central to local democracy and community vitality...(Oldenberg, 2000)

Ray Oldenberg menemukan bahwa kegiatan informal yang dilakukan pengguna berbasis sosial setempat, dan sebagai vitalitas komunitas, artinya segala bentuk aktivitas informal merupakan bagian dari satu komunitas dan ruang publik sehari-hari yang pada akhirnya menjadi suatu identitias tempat. “from space to places” adalah salah satu teori ruang-ruang kota yang menjadi tempat oleh Kim Dovey dalam bukunya “Becoming Places”, memaparkan tempat adalah dimensi ruang-ruang yang bersinergi dan menjadi suatu identitas kawasan “Place Identities”

(Gbr 5). Pada kedua studi kasus yang menjadi kegiatan formal adalah kegiatan Ijen CFD dan Pasar Wisata Belanja Tugu dengan kriteria-kriteria formal tertentu, namun pada perkembangannya sektor informal muncul sebagai salah satu bentuk akibat dari kedua kegiatan yang

(11)

efek atau akibat dari adanya kegiatan formal yaitu Ijen CFD dan Wisata Belana Tugu. Ruang-ruang ketiga yang terbentuk baik oleh aktivitas-aktivitas formal maupun informal pada kedua studi kasus merupakan bentuk ruang ketiga yang sangat kompleks.

KESIMPULAN

Dari studi awal ini didapat temuan-temuan yang berupa dugaan/“hipotesa” dari fenomena dan studi kasus terpilih yaitu Ijen CFD dan Wisata Belanja Tugu. Hipotesa-hipotesa ini nantinya akan dijadikan landasan penelitian selanjutnya. Adapun hipotesa dari studi awal ini antara lain:

1. Formal dan informal sebagai paradoks ruang publik urban merupakan dualisme ruang publik yang menampung berbagai macam aktivitas. 2. Aktivitas formal dapat diasosiasikan sebagai Aktivitas yang dilakukan

oleh golongan ekonomi kuat seperti golongan birokrasi

(pemerintahan), pegunjung/pembeli. Sedangkan Aktivitas informal dilakukan oleh golongan ekonomi yang bersifat mencari keuntungan dari segi ekonomi.

3. Kausalitas setting spasial kedua studi kasus ada pada 5 titik simpul keramaian sebagai akses masuk dan keluar baik oleh aktivitas-aktivitas formal maupun informal.

4. Kausalitas formal dan informal adalah hubungan timbal balik dan sebab akibat dari terbentuknya 2 bentuk ruang ketiga yaitu : 1) Ijen CFD dan 2) Wisata Belanja Tugu. Dimana kedua sifat

5. Masing masing bentuk ruang ketiga pada 2 studi kasus sangat kompleks, dimana pada studi awal ini ditemukan 2 sifat ruang ketiga yang terbentuk yaitu: Formal dan Informal.

6. Dengan adanya beragam dan kompleksnya ruang ketiga pada kedua studi kasus tersebut pada penelitian-penelitian selanjutnya dapat dikembangkan dalam berberapa penelitian mengenai:

a. Pola dan tata spasial ruang ketiga pada kedua studi kasus. b. Proses pembentukan ruang ketiga pada kedua studi kasus. c. Fluktuasi Ruang Ketiga pada: Waktu pembentukan (Time),

jenis dan ragam ruangnya (Space), maupun jenis dan ragam pelaku nya (Actors) pada kedua studi kasus.

DAFTAR PUSTAKA

Ashya, Anirban. 2008. The public realm as a place of everyday urbanism: learning

from four college towns. The University of Michigan.

CABE. 2003. The Value of Public Space – How high quality parks and public spaces create economic, social, and environmental value, CABE.

Damajani, D. 2008. Gejala Ruang Ketiga (Thirdspace) Di Kota Bandung, Paradoks

dalam Ruang Publik Urban Kontemporer.Bandung: Instirut Teknologi

(12)

Lexy, J. Meleong. 2000, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung, Remaja Rosdakarya.

Oldenburg, R. 2000. Celebrating the Third Place: Inspiring Stories about the "Great

Good Places" at the Heart of Our Communities, Marlowe & Company.

Putra, G. A. 2013. Identifikasi Jenis, Peran, dan Dominasi Urban Actors dalam

pembentukan ruang ketiga pada ruang public urban. Bandung: Instirut

Teknologi Bandung.

Putra, G. A. 2016. Model Aplikasi Time Sharing, Dan Space Sharing Pada

Pembentukan Thirdspace Di Ruang Publik Urban Studi Kasus: Koridor Jl.Bandung, Malang. Malang: LPPM, Institut Teknologi Nasional.

Soja, E. 1996. Thirdspace: Journeys to Los Angeles and Other Real-and-Imagined

Places. Oxford: Basil Blackwell. Sumber Internet: http://www.akulily.com/pasar-minggu-pagi-di-kota-malang/ https://pipietlarasatie.wordpress.com/2014/06/08/taman-tugu-dan-pasar-minggu-pagi-di-malang-2/ https://lirikmalang.wordpress.com/2015/01/12/empat-jam-tiap-minggu-malang-bebas-asap-kendaraan/ http://sintacarolina.blogspot.sg/2013/08/onde-onde-raksasa-di-pasar-minggu-malang.html https://roydirgantara.wordpress.com/2013/04/12/malang-after-sempu/ http://www.pikiran-rakyat.com/bandung-raya/2017/05/22

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis memilih judul: “PENGARUH RASIO KEUANGAN TERHADAP PERUBAHAN HARGA SAHAM PADA PERUSAHAAN MAKANAN DAN MINUMAN YANG TERDAFTAR DI BEI

Arsitektur sendiri, yang dianggap suatu disiplin ilmu yang menciptakan wadah yang memiliki fungsi dan keindahan, memerlukan kajian lebih terhadap perilaku

Akan menampilkan form edit tahun ajaran, jika sudah diubah sesuai yang diharapkan maka klik update data, dan jika klik reset akan mengulang form awal dari edit

Dalam metodologi penelitian ini, adapun teknik pengumpulan data yang akan dibahas dalam penulisan ini diantaranya, a) Observasi merupakan metode yang dilakukan

Manajemen keuangan pribadi diartikan sebagai proses perencanaan, implementasi dan evaluasi keuangan yang dilakukan oleh unit individu ataupun keluarga. Efikasi diri

Proses pengolahan nilai raport SMP yang dijalankan selama ini perlu diproses menggunakan komputer, dengan tujuan agar dapat mengatasi masalah keamanan penyimpanan data,

Modul berupa buku paket dengan kurikulum KTSP yang berjudul TIK (Teknologi Informasi & Komunikasi). Buku paket disesuaikan dengan jenjang kelas yang ada mulai dari

Dengan demikian, H3 “Adanya pengaruh yang positif antara Komposisi Dewan Komisaris Independen terhadap tingkat pengungkapan CSR yang disajikan oleh bank syariah dalam