• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 12.Pertumbuhan Tubuh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab 12.Pertumbuhan Tubuh"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

Pertahanan

Tubuh

SEKILAS ISI PENDAHULUAN

I

Bakteri dan virus merupakan sasaran sistem imun

I

Leukosit sebagai sel efektor sistem imun

I

Perbandingan imunitas bawaan dan adaptif IMUNITAS BAWAAN

I

Peradangan

I

lnterferon

I

Natural killer cell

I

Sistem komplemen

IMUNITAS DIDAPAT KONSEP UMUM

I

Jenis imunitas didapat

I

Antigen

LIMFOSIT B; IMUNITAS YANG DIPERANTARAI OLEH ANTIBODI

I

Peran antibodi

I

Teori seleksi klonal

I

lmunitas aktif, pasif, dan alami

I

Sel penyaji antigen

LIMFOSIT

T

IMUNITAS YANG DIPERANTARAI OLEH sEL

I

Sel T sitotoksik dan penolong

I

Toleransi

I

Kompleks histokompatibilitas mayor; antigen diri MHC kelas I dan kelas ll

I

Surveilans imun terhadap kanker PENYAKIT IMUN

I

Penyakit defisiensi imun

I

Serangan imun yang tidak pada tempatnya; alergi PERTAHANAN EKSTERNAL

I

Struktur dan fungsi kulit

I

Peran kulit dalam i.munitas

I

Tindakan protektif di dalam rongga tubuh

PENDAHULUAN

lmunitas

adalah kemampuan tubuh untuk menahan atau menghilangkan benda asing atau sel abnormal yang berpotensi merugikan. Sebagai ulasan singkat, aktivitas berikut akan membahas sistem

imun,

suatu sistem pertahanan inrernal yang berperan kunci

da-lam

mengenal dan menghancurkan atau

menetral-kan

benda-benda

di

dalam

tubuh

yang asing bagi

"diri

normal".

l.

Mempertahankan

tubuh dari

patogen invasif (mikroorganisme penyebab penyakit misalnya bakteri dan virus)

2.

Menyingkirkan sel yang "aus"

dan

jaringan

yang

rusak

oleh trauma atau

penyakir, me-mudahkan jalan

untuk

penyembuhan luka dan perbaikan jaringan.

3.

Mengenali

dan

menghancurkan sel abnormal atau muran yang berasal dari tubuh. Fungsi

ini,

yang dinamai immune surueillance, merupakan mekanisme pertahanan internal utama terhadap kanker.

4.

Melakukan respons imun yang tidak pada tem-patnya yang menyebabkan alergi, yang terjadi

ketika

tubuh

melawan entiras

kimiawi

ling-kungan yang normalnya tidak berbahaya, atau menyebabkan penyakit otoimun,

yang

terjadi

ketika

sistem pertahanan secara salah

meng-hasilkan

antibodi

terhadap

tipe

tertentu

sel

tubuh sendiri.

I

Bakteri

dan

virus patogenik adalah

sasaran

utama sistem

imun.

Musuh asing utama yang dilawan oleh sistem imun

adalah bakteri dan virus.

Bakteri

adalah mikrobrga-nisme bersel tunggal

tidak berinti

yang dilengkapi

oleh semua perangkat yang esensial

untuk

kelang-sungan

hidup dan

reproduksi.

Bakteri

patogenik

(2)

yang menginvasi

tubuh

menyebabkan kerusakan jaringan

dan

menimbulkan penyakit terutama

dengan

car^

mengeluarkan enzim atau toksin yang secara fisik mencederai atau mengganggu fungsi sel dan organ. Kemampuan suatu patogen menimbulkan penyakit disebut

virulensi.

Berbeda

dari

bakteri,

virus

bukanlah suatu entitas sel

yang dapat

berdiri

sendiri.

Virus

hanya

terdiri dari

asam

nukleat (bahan

genetik-DNA

atau

RNA)

yang terbungkus oleh suatu selubung protein. Karena tidak

memiliki

perang-kat sel untuk menghasilkan energi dan sintesis protein maka

virus

tidak

dapat melakukan metabolisme dan berkembang

biak

kecuali

jika

menginvasi sel

pejamu

(sel

tubuh

orang

yang terinfeksi)

dan

mengambil

alih

fasilitas

biokimia

sel

untuk

mereka gunakan sendiri.

Virus tidak

saja mengisap sumber daya energi sel pejamu tetapi asam nukleat virus juga mengendalikan sel pejamu untuk mensintesis protein-protein

yang dibutuhkan untuk replikasi sei.

Ketika virus telah menyatu ke dalam sel pejamu, meka-nisme pertahanan

tubuh

pejamu dapat menghancurkan sel tersebut karena

tubuh

tidak lagi

memandang sel tersebut sebagai sel

"diri

normal".

Cara

lain

yang digunakan virus

untuk merusak atau mematikan sel adalah dengan menguras

komponen-komponen esensial sel, mendikte sel agar meng-hasilkan bahan-bahan yang toksik bagi sel

itu

sendiri, atau mengubah sel menjadi sel kanker.

I

Leukosit adalah

sel

efektor

sistem

imun.

Leukosit (sel darah putih, atau SDP) dan turunan-turunannya,

bersama dengan beragam protein plasma, bertanggung jawab melaksanakan beragam strategi pertahanan imun.

FUNGSI LEUKOSIT

Sebagai ulasan singkat, fungsi kelima jenis leukosit adalah sebagai berikut (lihat h. 432-433):

1.

Neutrofil

adalah spesialis fagositik yang memiliki

mobi-litas

tinggi

serta mampu menelan dan menghancurkan bahan yang tidak diinginkan.

2.

Eosinofil mengeluarkan bahan-bahan kimia yang meng-hancurkan cacing parasitik dan berperan dalam reaksi alergik.

5.

Basofil

mengeluarkan histamin dan heparin serta juga berperan dalam reaksi alergik.

Monosit

berubah

menjadi makrofag,

yaitu

spesialis

fagositik besar yang berada di jaringan.

Limfosit

terdiri dari dua ripe:

a.

Limfosit

B (sel B) berubah menjadi sel plasma, yang mengeluarkan antibodi yang secara

tidak

langsung menyebabkan destruksi benda asing (imunitas yang diperantarai oleh antibodi, imunitas humoral)

b.

Limfosit

T

(sel

T)

secara langsung menghancurkan

sel yang terinfeksi

virus dan

sel

mutan

dengan mengeluarkan bahan-bahan

kimia

yang melubangi

sel korban (imunitas yang

diperantarai

oleh

sel, imunitas selular)

Suatu leukosit hanya berada dalam darah dalam waktu

singkat. Sebagian besar leukosit keluar dari darah menuju ke

jaringan dalam misi pertahanan. Karena

itu,

sel-sel efektor

sistem

imun

tersebar

luas

di

seluruh

tubuh dan

dapat mempertahankan tubuh di lokasi manapun.

JARINGAN

LIMFOID

Hampir semua leukosit berasal dari sel punca prekursor ber-sama

di

sumsum tulang dan kemudian dibebaskan ke dalam darah. Satu-sarunya pengecualian adalah

limfosit,

yang ber-asal sebagian dari koloni-koloni limfosit di berbagai jaringan

limfoid

yang semula ditempati oleh sel,sel yang berasal dari sumsum tulang (lihat

h.433).

Jaringan

limfoid

secara

kolektif

adalah jaringan yang memproduksi, menyimpan, atau memproses limfosit. Jaringan-jaringan

ini

mencakup sumsum tulang, kelenjar limfe, limpa, timus, tonsil, adenoid, apendiks, dan agregat jaringan limfoid di lapisan dalam saluran cerna yang dinamai bercak Peyer atau gat-associated lymphoid tissue (GAIJI, jaringan limfoit terkait

Adenoid Tonsil Bercak Peyer di usus halus (gut-associated lymphoid tissue) Apendiks Sumsum tulang Timus Kelenjar limfe l-impa Pembuluh limfe

:

-1'',

).

4.

Gambar

12-1

Jaringan limfoid. Jaringan limfoid, yang tersebar di seluruh tubuh, memproduksi, menyimpan, dan memproses limfosit.

(3)

usus) (Gambar 12-1). Jaringan limfoid berada di tempat-rempat strategis

untuk

menghambat masuknya mikroorganisme

se-belum mikroorganisme tersebut

memiliki

kesempatan untuk

menyebar jauh. Sebagai contoh, limfosit yang menempari ronsil

dan adenoid berada

di

tempat yang menguntungkan untuk

berespons terhadap mikroba yang terhirup, semenrara mikro-organisme yang masuk melalui saluran cerna segera dihadapi oleh limfosit

di

apendiks dan GALT. Patogen potensial yang memperoleh akses ke limfe disaring melalui kelenjar limfe

(lim-fonodus), tempat parogen-patogen rersebur terpajan ke limfosit

serta makrofag yang berada

di

lapisan dalam saluran limfe. Limpa, jaringan limfoid terbesa! melakukan fungsi imun pada darah serupa dengan yang dilakukan oleh kelenjar limfe pada limfe. Melalui kerja populasi limfosit dan makrofagnya, limpa membersihkan darah yang melaiuinya

dari

mikroorganisme dan benda asing lain serta menyingkirkan sei-sel darah merah yang telah aus (lihat

h.425).

Timus dan sumsum tulang masing-masing berperan penring dalam memproses limfosit

T

dan B,

untuk

mempersiapkan keduanya melaksanakan strategi imun

spesifik. Thbel 12-1 meringkaskan fungsi-fungsi utama berbagai jaringan limfoid, sebagian dijelaskan

di

Bab 11 dan yang lain akan dibahas di bab ini.

Kini

kita mengalihkan perhatian kepada dua komponen utama respons sistem imun terhadap benda asing dan sasaran

Tabel 12-1

Fungsi Jaringan Limfoid

JARINGANLIMFOID

FUNGSI Sumsum tulang

Kelenjar Limfe, Tonsil, Adenoid, Apendiks, Gut-Associated Lymphoid Tissue

lain-respons

imun

bawaan dan didapat. Dalam prosesnya,

kita

akan mempelajari

lebih

jauh

tentang peran masing-masing jenis leukosit.

I

Respons

imun mungkin bawaan dan nonspesifik,

atau

adaptif dan spesifik.

Imunitas,protektif dihasilkan oleh kerja sama dua komponen sistem

imun

yang terpisah tetapi saling bergantung: sistem

imun bawaan dan sistem imun adaptif atatt didapat. Respons kedua sistem

ini

berbeda dalam waktu dan dalam selektivitas mekanisme pertahanannya.

Sistem

imun

bawaan mencakup respon

imun

nonspesi-fk

ubuh

yang beraksi segera setelah adanya suatu agen yang mengancam. Respons nonspesiffk

ini

adalah mekanisme per, tahanan inheren (bawaan atau sudah ada) yang secara non-selektif mempertahankan tubuh dari benda asing atau materi abnormal apapun jenisnya, bahkan meskipun baru pertama

kali terpapar. Respons

ini

merupakan

lini

pertama pertahan-an terhadap berbagai pertahan-ancampertahan-an, rermasuk agen infeksi, iritan

kimiawi, dan

cedera jaringan akibat trauma mekanis atau

luka

bakar. Semua orang

lahir

dengan mekanisme respons

imun

bawaan yang pada hakikatnya sama, meskipun

mung-kin

terdapat sedikit perbedaan generik. Sistem

imun adaptif

atau

didapat,

sebaliknya, mengandalkan respons

imun

rye-sifik yangsecara selektif menyerang benda asing terrenru yang

tubuh

pernah

terpajan

dan memiliki

kesempatan

untuk

mempersiapkan serangan yang secara khusus

ditujukan

ke-pada musuh tersebut. Karena itu, sistem imun adaptif memer-lukan waktu cukup lama untuk menyerang dan mengalahkan

musuh spesifik. Sistem

imun

bawaan dan didapat beker.ia secara harmonis

untuk

menahan, kemudian mengeliminasi bahan-bahan yang membahayakan.

SISTEM

IMUN

BAWAAN

Komponen-komponen sistem

imun

bawaan selalu berada dalam keadaan siaga, siap melaksanakan tindakan-tindakan pertahanan yang terbatas dan relatif "kasar" terhadap semua dan setiap penyerang.

Dari

berbagai sel efektor

imun,

neu-trofil

dan

makrofag-keduanya adalah spesialis

fagositik-sangat penting dalam pertahanan bawaan. Beberapa

kelom-pok protein

plasma

juga

berperan

penring,

seperri yang sebentar lagi anda saksikan. Berbagai respons imun

nonspesi-fik

diaktif-kan sebagai tanggapan terhadap pola molekular

ge-nerik yang berkaitan dengan agen yang mengancam,

misal-nya

karbohidnt

yang biasanya ada

di

dinding

sel bakteri

tetapi

tidak

ditemukan

di

sel manusia. Sel-sel fagositik

di-penuhi oleh protein membran plasma yang baru-baru

ini

saja

diketahui dan dinamai

toll-lihe

recE)tors

(TLR).

TLR

di-juluki

"mata sistem

imun

bawaan" karena sensor

imun

ini

mengenali

dan

mengikat penanda-penanda

di

bakteri

se-hingga sel efektor sistem

imun

bawaan

"melihat"

parogen sebagai suatu yang berbeda

dari

sel

"diri".

Dikenalinya pa-togen oleh

TLR

memicu fagosit

untuk

menelan dan

meng-hancurkan mikroorganisme infeksius tersebut. Selain itu,

pengaktifan

TLR

memicu sel fagositik mengeluarkan bahan-Asal semua sel darah

Tempat proses pematangan untuk limfosit B

Memindahkan limfosit dari dan ke limfe (membuang, menyimpan, memproduksi, dn menambahkan) Limfosit residen menghasilkan antibodi dan sel T tersensitisasi, yang dikeluarkan ke dalam limfe Makrofag residen mengeluarkan mikroba dan debris Iain yang berbentuk partikel dari limfe Memindahkan limfosit dari dan ke darah (membuang, menyimpan, memproduksi, dan menambahkan) Limfosit residen menghasilkan antibodi dan sel T tersensitisasi, yang dibebaskan ke dalam darah Makrofag residen mengeluarkan mikroba dan debris lain yang berbentuk partikel, terutama sel darah merah yang sudah usang, dari darah

Menyimpan sejumlah kecil sel darah merah, yang dapat ditambahkan ke darah oleh kontraksi limpa sesuai kebutuhan Tempat proses pematangan untuk limfosit T

Mengeluarkan hormon timosin Limpa

Timus

(4)

bahan

kimia,

yang

sebagian berperan dalam peradangan, suatu respons bawaan penring terhadap invasi mikroba.

TLR

menghubungkan sistem imun bawaan dan adaptif, karena bahan-bahan kimia lain yang dikeluarkan oleh fagosit

penting

untuk

merekrut sel-sel sistem

imun adaptif

Selain

itu,

partikel asing secara sengaja ditandai agar dapat ditelan oleh fagosit yaitu dengan melapisinya dengan antibodi yang

dihasilkan

oleh

sel

B

sistem

imun

adaptif-hubungan Iain antara sisrem

imun

bawaan dan adaptif,

Ini

adalah sebagian kecil dari contoh bagaimana berbagai komponen sistem imun

saling bergantung dan berinteraksi. Hubungan kerja sama

paling signifikan

di

antara berbagai efektor

imun

akan

di-uraikan di sepanjang bab ini.

Mekanisme sistem

imun

bawaan memberi kita respons

yang cepat

tetapi

terbatas

dan

nonselektif terhadap segala

jenis ancaman, seperti para

prajurit

abad pertengahan yang

menghantam dengan kekuatan kasar semua lawan yang men-dekati dinding

puri

yang mereka jaga. Imunitas bawaan me, nahan dan membatasi penyebaran infeksi. Respons

nonsp€-sifik

ini

penting

untuk

menahan lawan sampai sistem imun

adaptif, dengan sen.jatanya yang sangar selektif, dapat diper-siapkan

untuk

mengambil alih dan melakukan penyerangan

untuk memusnahkan musuh.

SISTEM

IMUN

DIDAPAT

Respons sistem

imun

didapat atau adaptif diperantarai oleh

limfosit

B

dan

T.

Setiap sel

B

dan

T

dapat mengenal dan mempertahankan

diri

terhadap hanya satu tipe benda asing, misalnya suatu jenis bakteri.

Di

antara jutaan sel B dan

T

di tubuh, hanya beberapa yang secara khusus dilengkapi

untuk

mengenal

fitur

molekular khusus suaru agen infeksi tertentu sehingga

diminta

beraksi

untuk

mempertahankan tubuh

hanya terhadap agen

ini.

Spesialisasi

ini mirip

dengan tentara modern yang telah dilatih secara khusus yang dipanggil ber-tugas untuk melaksanakan misi yang sangat spesifik. Limfosit

yang terpilih tersebut kemudian memperbanyak diri, mening-katkan jumlah spesialis yang dapat melakukan serangan rer-arah terhadap agen penginvasi tersebut.

Sistem

imun

adaptif

adalah alat tercanggih terhadap sebagian besar patogen. Ragam sel

B

dan

T

terus

aktif

berubah sebagai respons terhadap berbagai patogen yang

dijumpai.

Karena

itu,

sistem

imun

didapat beradaptasi

un.

tuk

melancarkan perang terhadap patogen-patogen

spesi-fik di

lingkungan

masing-masing

orang.

Sasaran sisrem

imun

adaptif bervariasi

di

antara orang-orang, bergantung

pada

jenis

serangan

imun

yang

dijumpai oleh

orang

ter-sebut. Selain

itu,

sistem

ini

memperoleh kemampuan

un-tuk

secara lebih efisien memusnahkan musuh tertentu

jika

bertemu kembali dengan patogen yang sama

di

masa

de-pan.

Hal

ini

dilakukan dengan membentuk

kumpulan

sel

memori

setelah berjumpa dengan suatu patogen tertentu

sehingga

jika

kembali

bertemu dengan parogen tersebut

maka sistem

imun

akan menghasilkan pertahanan yang

lebih cepat dan kuat.

Kita

mula-mula akan membahas secara lebih

rinci

res-pons

imun

bawaan sebelum menelaah lebih

jauh

imunitas didapat.

450

Bab 12

IIVIUNIITAS

BAWAAN

Pertahanan bawaan

ini

mencakup:

1.

Peradangan, suaru respons nonspesifik terhadap cedera

jaringan

di

mana spesialis-spesialis fagositik

-

neutrofil

dan makrofag

-

berperan besar, bersama dengan asupan supordf dari tipe sel imun lain.

2.

Interferon, sekelompok protein yang secara nonspesifik memperrahankan sel dari infeksi virus.

3.

IVatural

killer

cells, suatu kelompok khusus sel

mirip

limfosit yang secara sponran dan nonspesifik melisiskan (memecahkan)

dan

menghancurkan sel pejamu yang terinfeksi virus dan sel kanker.

4.

Sistem homplemen, sekelompok

protein

plasma

inaktif

yang jika diaktifkan secara berururan, akan merusak sel-sel asing dengan menyerang membran plasmanya.

Kita

akan membahas masing-masing secara bergiliran,

di-mulai dari peradangan.

I

Peradangan adalah

terhadap invasi

asing

respons

nonspesifik

atau kerusakan jaringan.

Kata peradangan

(inflamasi) merujuk

kepada serangkaian proses bawaan nonspesifik yang saling berkaitan yang diaktif-kan sebagai respons terhadap invasi asing, kerusakan jaringan, atau keduanya. Tirjuan

akhir

peradangan adalah membawa fagosit dan protein plasma ke tempat invasi atau kerusakan

untuk

(1) mengisolasi, menghancurkan, arau menginaktifkan

penyerang; (2) membersihkan debris; dan (3) mempersiapkan proses penyembuhan

dan

perbaikan. Respons peradangan keseluruhan sangat

mirip

satu sama

lain

tanpa m.m"ndang

apapun pemicunya (invasi bakteri, cedera kimiawi, arau rrau_ ma mekanis), meskipun mungkin terlihat beberapa perbedaan ringan, bergantung pada bahan yang mencederai atau tempat kerusakan. Rangkaian proses berikut biasanya terjadi selama respons peradangan. Sebagai contoh kita akan menggunakan masuknya bakteri ke kulit yang rusak.

PERTAHANAN OLEH MAKROFAG JARINGAN

RESIDEN

Ketika bakteri masuk melalui kerusakan

di

sawar eksternal

kulit

maka makrofag

yang

sudah ada

di

daerah tersebut dengan cepat memfagosit mikroba asing tersebut. Meskipun

jumlahnya

biasanya

kurang

memadai

untuk

menghalapi

serangan tersebut namun perlawanan selama jam-jam per-tama dilakukan oleh makrofag residen sebelum mekanisme

lain

diaktifkan. Markofag biasanya

tidak

banyak bergerak, menelan debris dan kontaminan yang ditemuinya, tetapi

jika

diperlukan mereka dapat bergerak dan bermigrasi ke tempat

pertempuran melawan penyerang tersebut.

VASODILATASI LOKAL

Hampir segera setelah invasi mikroba, arreriol di daerah yang bersangkutan melebar

untuk

meningkatkan aliran darah ke

(5)

histamin yang dibebaskan oleh sei mast

di

daerah jaringan yang rusak ("sepupu" basofil darah yang terikat

di

jaringan;

lihath. 432). Meningkatnyapenyaluran darah lokal membawa

lebih

banyak Ieukosit fagositik

dan protein

plasma yang penting bagi respons pertahanan.

M EN INGKATNYA PERMEABILITAS KAPI LER

P_elepasan histamin juga meningkarkan permeabilitas kapiler dengan memperbesar pori kapiler (celah antara sei-sel

endo-tel) sehingga protein plasma yang biasanya dihambat

untuk

keluar

dari

darah

kini

dapat masuk ke jaringan yang me-radang (lihar h. 390).

EDEMA LOKAL

Akumulasi protein plasma yang bocor tersebut di cairan inter,

stisium meningkatkan tekanan osmotik koloid cairan intersti-sium. Selain

itu,

meningkatnya aliran darah lokal meningkat_

kan tekanan darah kapiler. Karena kedua tekanan cendei.rng

memindahkan

cairan keluar kapiler maka

perubahan-perubahan rersebut mendorong ultrafiltrasi dan mengurangi reabsorpsi cairan

di

kapiler. Hasil akhir dari pergeseran kese-imbangan cairan

ini

adalah edema lokal (lihat

h.3g2).

Karena

itu,

pembengkakan yang biasa terlihat menyertai peradangan disebabkan oleh perubahan-perubahan vaskular yang diplcu

oleh histamin. Demikian juga, manifestasi mencolok

l"in

i"d"

peradangan, misalnya kemerahan dan panas, sebagian besar disebabkan oleh meningkatnya aliran darah arteri hangat ke jaringan yang rusak. Nyeri disebabkan oleh peregangan lokal

di_dalam jaringan yang membengkak dan oleh efek langsung bahan-bahan

yang diproduksi

lokal

pada

ujung

resepror neuron-neuron aferen yang menyarafi daerah tersebut. Karak_

teristik proses peradangan yang mudah

kita

amati

ini

(pem-bengkakan, kemerahan, panas, dan nyeri) berkaitan dengan

tujuan

utama perubahan vaskular

di

daerah yang cedera_ meningkatkan

jumlah

fagosit leukositik dan protein-protein plasma penting di daerah tersebut (Gambar l2-2).

PEMBENTENGAN DAERAH YANG MERADANG

Protein-protein plasma yang bocor dan paling penting bagi respons

imun

adalah protein-protein dalam sistem komple_

men serta faktor pembekuan dan antipembekuan. pada pa-janan ke tromboplastin jaringan di jaringan y"ng

..der"

Jan ke bahan-bahan kimia spesifik yang dikeluarkan oleh fagosit

di

tempat kejadian,

fibrinogen-faktor akhir

dalam sistem pembekuan-diubah menjadi

fibrin

(lihat h. 435). Fibrin

mem-bentuk

bekuan cairan interstisium

di

ruang-ruang sekitar

bakteri penginvasi dan sel yang rusak. pembentengan atau isolasi bagian yang cedera

ini

dari jaringan sekitar mencegah, atau paling sedikit memperlambat penyebaran bakteri dan

produk-produk toksiknya. Kemudian faktor-faktor

anti-pembekuan yang

diaktiflan

belakangan secara bertahap

me-larutkan bekuan setelah tidak lagi diperlukan (lihat h. 4:S).

EMIGRASI LEUKOSIT

Dalam satu

jam

setelah cedera, daerah yang bersangkutan

dipenuhi oleh leukosit yang telah meninggalkan

p.-b.rlr;h

darah. Neutrofil sampai pertama kali,

diikuti

selama g sampai

12 jam

berikutnya oleh monosit yang

bergerak l"mbat. Monosit kemudian membesar dan marang menjadi makrofag

dalam periode 8 sampai

12

jam berikutnya. Jika telah mei ninggalkan aliran darah maka

neutrofil

atau monosit tidak

akan didaur ulang ke darah.

_ _Leukosit dapat bermigrasi dari darah ke dalam jaringan melalui tahap-tahap berikut:

t _

Leukosit darah, terutama

neutrofil

dan monosit, me_

lekat ke lapisan dalam endotel kapiler

di

jaringan yang rer_

ken-a, suatu proses yang dinamai marginasi. Sitrbt;lr,

,lirni,

molekul perekat sel (cell adhesion molecule,

CAM;

lihat h. e<)

yang

menonjol dari

lapisan endotel dalam, menyebabkan

leukosit yang lewat

di

darah

melambat

dan

bergulir

di

sepanjang

interior

pembuluh darah,

seperti

karpet

yang

memperlambat

laju

mobil-mobilan

anak. perlambatan

ini

memungkinkan leukosit

memiliki

cukup waktu

untuk

me-meriksa faktor-faktor pengaktifan lokai

-

,,sinyal SOS', dari jaringan sekitar yang cedera arau terinfeksi. Jika ada maka

faktor-faktor pengaktifan

ini

menyebabkan leukosit melekat erat ke lapisan endotel melalui interaksi dengan

CAM

jenis lain, yaitu integrin.

I

Leukosit yang telah melekat tersebut segera meninggal_

kan

pembuluh darah melalui mekanisme yang

dik.nJle_

bagai diapedesis. Leukosit lekat tersebut,

d.rg*

melakukan gerakan mirip amuba (lihat h. 49), memben.uk jrrl.rr"r, p"rr_

jang sempit yang keluar melalui

pori

kapiler; kemudian ba_

gian sel sisanya mengalir

maju mengikuti juluran

tersebut

(Gambar

l2-3).

Dengan cara

ini

leukosit mampu menyeli_

nap menembus pori kapiler-meskipun sel ini jauh lebih besar daripada

pori.

Di

luar pembuluh, ieukosit merangkak

me-nuju

daerah pertempuran.

Neutrofil tiba paling

dini

di

tempar peradangan karena mobilitasnya lebih tinggi daripada monosit.

I

Kemotaksis menuntun migrasi sel fagositik ke arah ter_

tentu; yaitu,

sel-sel

tertarik ke

mediator-mediator kimiawi

tertenru, yang dikenal sebagai kemotaksin atau kemokin, yang

dibebaskan

di

tempat kerusakan jaringan. pengikatan

kemo-taksin dengan resepror protein

di

membran

pl"r-"

sel fago_

sitik

meningkatkan masuknya Ca2- ke dalam sel.

Kalsitin,

sebaliknya,

mengaktifkan

perangkat

kontraktil sel

yang menghasilkan pergerakan merayap

mirip

amuba.

K"reni

konsentrasi kemotaksin secara progresif

meningkat

men_

dekati tempat cedera maka sel-sel fagositik bergerak secara

tepat

menuju

rempat

ini

mengikuti

gradien konsentrasi kemotaksin.

PROLIFERASI LEUKOSIT

Makrofag

jaringan

residen serta leukosit yang keluar dari

darah dan bermigrasi ke tempat peradangan segera ditemani

oleh sel-sel fagositik yang baru direkrut dari sumsum tulang.

Dalam

beberapa

jam

setelah

awitan

respon,

p.."d"rrg"i,

jumlah neutrofil dalam darah dapat meningkat hingga empat

sampai

lima kali

normal. Peningkatan

ini

sebagian dlsebab_

kan oleh pemindahan sejumlah besar

neutrofil

yang sudah ada di sumsum tulang ke darah dan sebagian karena

(6)

'-\f

;;;--_l*[-.";;l

fagositdijaringan

|

-

I

fasositik

I

--r

l.-r

I

ffiffi

Gambar

12-2

Manifestasi dan hasil akhir peradangan

Pelepasan histamin ol6h sel mast

Akumulasi cairan lokal Peningkatan aliran darah ke jaringan yang cedera Peningkatan fagosit di jaringan Peningkatan protein-protein plasma yang penting, misalnya faktor pembekuan, dijaringan

katan produksi neutrofil baru oleh sumsum tulang. Juga

ter-jadi

peningkatan produksi monosit yang berlangsung lebih lambat tetapi lebih lama di sumsum tulang sehingga persedian

sel

prekursor

makrofag

jaringan meningkat. Selain

itu,

multiplikasi

makrofag residen menambah

jumlah

sel imun

penting

ini.

Proliferasi neutrofil, monosit, dan makrofag baru serta mobilisasi neutrofil simpanan, dirangsang oleh berbagai mediator kimiawi yang keluar dari daerah peradangan.

MENANDAI

BAKTERI DENGAN OPSONIN UNTUK DIHANCURKAN

Jelaslah, fagosit harus mampu membedakan antara sel nor-mal dan sel asing atau abnormal sebelum melaksanakan misi destruktifnya. Jika

tidak

maka sel-sel

ini

tidak

dapat secara selektif menelan dan menghancurkan bahan yang

tidak

di-452

Bab 12

inginkan saja. Pertama, seperti yang telah anda pelajari,

fago-sit,

melalui TLR-nya,

mengenali

dan

kemudian menelan

agen asing yang memiliki komponen-komponen standar din-ding sel bakteri yang

tidak

terdapat

di

sel manusia. Kedua,

partikel asing secara sengaja ditandai

untuk

ingesti fagositik dengan melapisinya dengan mediator-mediator kimiawi yang

dihasilkan oleh sistem

imun.

Bahan,bahan

kimia

produksi tubuh yang menyebabkan bakteri lebih rentan terhadap fago-sitosis

ini

dikenal sebagai opsonin. Opsonin terpenting ada-lah antibodi dan salah satu protein aktif pada sistem komple-men.

Opsonin

meningkatkan

fagositosis

dengan

meng-hubungkan sel asing dengan sel fagositik (Gambar

l2-4).

Satu bagian dari molekul opsonin berikatan secara

nonspesi-fik

dengan permukaan bakteri semenrara bagian lain molekul opsonin berikatan dengan reseprornya yang spesifik pada

(7)

Kapiler darah Bakteri Molekul komplemen aktif, C3b (suatu opsonin) Reseptor spesifik untuk molekul G3b aktif

Gambar

12-3

Emigrasi leukosit dari darah. Leukosit beremigrasi dari darah ke dalam jaringan dengan berperilaku seperti amuba dan menyelinap melalui pori-pori kapiler; suatu proses yang dinamai diapedesis.

membran plasma sel fagositik. Pengikatan

ini

memastikan bahwa bakteri tidak

memiliki

kesempatan

untuk

"melarikan

diri"

sebelum fagosit dapat melaksanakan serangan memari-kannya.

DESTRUKSI BAKTERI OLEH LEUKOSIT

Neutrofil

dan makrofag membersihkan daerah peradangan

dari

agen infeksi

dan toksik

serta debris jaringan melalui mekanisme fagositik dan nonfagositik; tindakan pembersih-an

ini

adalah fungsi utama respons peradangan.

Fagositosis mencakup

pencaplokan

dan

degradasi

(penguraian)

intrasel

partikel

asing

dan

debris jaringan. Makrofag dapat menelan sebuah bakreri dalam waktu kurang

dari 0,01 detik.

Ingatlah bahwa sel fagositik mengandung banyak lisosom, yaitu organel yang berisi enzim-enzim

hidro-litik.

Setelah fagosit menginternalisasi sasaran, lisosomnya

menyatu dengan membran yang membungkus sasaran ter-sebut dan melepaskan enzim-enzim

hidrolitik

ke dalam vesi-kel tempat enzim-enzim

ini

mulai menguraikan bahan yang

telah terperangkap

itu

(lihat

h.

32).

Fagosit akhirnya mati akibat akumulasi

produk

sampingan

toksik dari

degradasi

partikel

asing atau

akibat

pembebasan secara

tak

sengaja bahan-bahan kimia lisosom destruktif ke dalam sitosol.

Neu-trofil

biasanya

mati

setelah menelan

5

sampai

25

bakteri

sedangkan makrofag dapat bertahan

jauh lebih

lama dan dapat menelan hingga 100 lebih bakteri. Memang, makrofag

lah yang berusia

lebih

lama bahkan membersihkan daerah

dari

neutrofil yang

mati

selain debris jaringan lainnya. Pus

yang terbentuk pada

luka

terinfeksi adalah kumpulan dari sel-sel fagositik

ini,

baik yang masih

hidup

maupun sudah

mati; jaringan

nekrotik

(mati) yang mencair akibat enzim-enzim lisosom yang dibebaskan dari fagosit; dan bakteri.

Fagosit

Struktur tidak digambar sesuai skala.

Gambar

12-4

Mekanisme kerja opsonin. Salah satu molekul komplemen aktif, C3b, mengaitkan sel asing, misalnya bakteri. ke sel fagositik dengan mengikat secara nonspesifik sel asing dan mengikat secara spesifik reseptor di fagosit. lkatan ini memastikan bahwa korban tidak lolos sebelum dapat ditelan oleh fagosit.

BAHAN KIMIA

YANG DIKELUARKAN FAGOSIT

M EMERANTARAI RESPONS PERADANGAN

Fagosit yang telah dirangsang oleh mikroba mengeluarkan banyak bahan kimia yang berfungsi sebagai mediator respons peradangan. Mediator-mediator

kimiawi

ini

memicu

be-ragam aktivitas

imun

yang saling berkaitan, bervariasi dari respons

lokal

hingga manifestasi sistemik yang menyertai

invasi

bakteri. Berikut

ini

adalah fungsi-fungsi terpenring sekresi fagosit:

1.

Sebagian bahan

kimia

yang

sangat

destruktif,

secara langsung mematikan

mikroba

melalui cara-cara non-fagositik. Sebagai contoh, makrofag men geluarkan

nitrat

oksida QVO), suatu bahan kimia serba guna yang toksik

bagi mikroba sekitar (lihat h. 382). Sebagai cara destruksi

yang

lebih

'halus',

neutrofil

mengeluarkan

laktoferin,

suatu prorein yang berikatan erat dengan besi,

menye-babkan besi

tidak

dapat digunakan oleh bakteri

peng-invasi.

Perkembangbiakan

bakteri

sangar bergantung pada ketersediaan konsentrasi besi yang tinggi.

2.

Sekresi fagosit merangsang pengelu aran histamin dari sel mast

di

sekitar tempat peradangan.

Histamin

memicu

vasodilatasi

lokal dan

peningkatan

permeabilitas kapiler.

3.

Sebagian mediator fagosit

memicu

sistem pembehuan

dan antipembekuan

untuk

mula-mula

meningkatkan proses pengisolasian dan kemudian mempermudah

di-solusi bertahap bekuan fibrosa setelah tidak lagi

diperlu-kan.

4.

Suatu bahan

kimia

yang

dikeluarkan

oleh

neutrofil,

kalikrein,

mengubah prekursor protein-protein plasma spesifik yang dihasilkan oleh

hati

menjadi

kinin

yang

aktif,

Kinin aktif

akan memperkuat berbagai proses peradangan. Sebagai contoh,

kinin

mengaktifkan

resep-tor

nyeri sekitar sehingga

ikut

menimbulkan rasa nyeri yang berkaitan dengan peradangan. Melalui mekanisme umpan balik positif,

kinin

juga berfungsi sebagai

kemo-taksin

kuat unruk

menarik

lebih

banyak

neutrofil

ke tempat pertemPuran.

5.

Salah satu bahan kimia yang dikeluarkan oleh makrofag,

pirogen

endogen

(PE),

memicu

terjadinya demam

ii

.+q

'#ffi lll

+..+b

(8)

6.

g 8.

(entlogen berarti "dari dalam tubuh";

piro

artinya "panas(' atau "api"; gen artinya "produksi"). Respons

ini

terjadi terutama

jika

organisme penginvasi telah menyebar ke dalam darah. Pirogen endogen menyebabkan pengeluar-an prostaglandin, perantara kimiawi lokal yang "menya-lakan termostat" hipotalamus yang mengatur suhu

tu-buh.

Fungsi peningkatan suhu

tubuh

dalam melawan infeksi belum diketahui pasti. Kenyataan bahwa demam

merupakan manifestasi yang sedemikian

umum

pada peradangan mengisyaratkan bahwa peningkatan suhu berperan penting dalam respon peradangan secara ke-seluruhan, seperti didukung oleh

bukti-bukti

terakhir. Sebsgai contoh, suhu yang lebih

tinggi

meningkatkan

fagositosis

dan

meningkatkan kecepatan proses pe-radangan dependen enzim. Selain

itu,

suhu yang

me-ningkat dapat menghambat perkembangbiakan bakteri

dengan meningkatkan

kebutuhan bakteri akan

besi. Penuntasan masalah kontroversial berupa apakah

d-e-mam dapat

bermanfaat merupakan

hai

yang

sangat

penting, karena luasnya pemakaian obat yang menekan demam.

CATAIAN

KLINIS.

Meskipun demam

ringan

mungkin bermanfaat, tidak diragukan lagi bahwa demam yang sangat tinggi dapat membahayakan, terutama me-rusak sistem saraf pusat. Anak, yang mekanisme pengatur

suhunya

belum stabil

seperti orang dewasa, kadang-kadang mengalami kejang ketika demam tinggi.

Salah satu mediator kimiawi yang dikeluarkan oleh ma-krofag,

mediator

endogen

leukosit (MEL),

menurun-kan konsentrasi besi plasma dengan mengubah metabo-lisme besi di dalam hati, limpa, dan jaringan lain. Efek

ini

mengurangi jumlah besi yang tersedia untuk mendukung perkembangbiakan bakteri. Bukti mengisyaratkan bahwa

MEL

dan PE adalah bahan yang sama, atau paling tidak

berkaitan erat.

MEL

juga merangsang pembentukan dan pembebasan

neutrofl dari

sumsum

tulang.

Efek

ini

rerurama

me-nonjol dalam respons terhadap infeksi bakteri.

Selain

itu,

MEL

merangsang pengeluaran

protein

fase

akut dari hati.

Kumpulan

protein

ini,

yang

belum

dipiiah-pilah oleh para peneliti, memiliki efek yang luas

yang berkaitan dengan proses peradangan, perbaikan

jaringan, dan aktivitas sel

imun.

Salah satu protein fase akut yang banyak dikenal adalahprotein

C-reaht$yang

secara

klinis

dianggap sebagai penanda peradangan da-lam darah (lihat h. 362).

Intedeukin-l

(L1),

produk

sekretorik

lain

yang

di-keluarkan oleh makrofag, meningkatkan proliferasi dan diferensiasi llmfos;t B dan

T

yang masing-masing, pada

gilirannya, berperan dalam pembentukan antibodi dan

imunitas selular. Yang menarik,

IL-1 identik

(atau

ber-kaitan erat) dengan PE dan

MEL.

Thmpaknya bahan

kimia

yang sama berperan dalam beragam efek

di

se-luruh tubuh, yang semuanya ditujukan untuk memper-tahankan tubuh dari infeksi atau kerusakan jaringan.

Daftar

proses

yang diperkuat oleh

bahan-bahan

kimia

yang dikeluarkan oleh fagosit

ini

belum runtas,

tetapi

daftar

ini

sudah menggambarkan keberagaman

dan

kompleksitas

respons

yang ditimbulkan

oleh

mediator-mediator tersebut. Selain

itu

nanti

akan

di-jelaskan interaksi makrofag-limfosit lainnya yang pen-ting yang tidak bergantung pada pelepasan bahan-bahan

kimia

dari sel fagositik. Karena

itu,

efek yang akhirnya

ditimbulkan oleh

fagosit,

terurama makrofag, pada

mikroba penginvasi jauh melebihi sekedar

taktik

"telan dan hancurkan".

PERBAIKAN JARINGAN

Tirjuan

aklir

proses peradangan adalah mengisolasi dan menghancurkan penyebab cedera dan membersihkan daerah peradangan untuk proses perbaikan jaringan.

Di

sebagian ja-ringan (misalnya

kulit,

tulang, dan hati), sel-sel spesiffk organ yang sehat yang mengelilingi daerah cedera mengalami pem-belahan

untuk

mengganti sel yang hilang, dan sering meng-hasilkan penyembuhan yang sempurna. Namun, di jaringan yang biasanya nonregeneratif misalnya saraf dan otot, sel-sel yang hilang diganti oleh

jaringan

parut.

Fibroblas, sejenis sel jaringan ikat, mulai membelah

diri

dengan cepar di sekitar tempat peradangan dan mengeluarkan banyak protein

kola-gen yang mengisi bagian yang kosong bekas sel

mati

dan menyebabkan terbentuknya jaringan parut (lihat h. 65). Bah-kan di jaringan yang mudah diperbarui seperti

kulit,

kadang-kadang terbenruk jaringan parut jika struktur-srruktur kom-pleks

di

bawahnya, misalnya

folikel

rambut dan

kelenjar keringat, rusak permanen oleh luka yang dalam.

f

OAINS

dan obat glukokortikoid

menekan

respons

peradangan.

CATAIAN

KLINIS.

Banyak obat dapat menekan proses pe-radangan; yang paling efektif adalah obat antiinflamasi non-steroid (OAINS) aspirin, ibuprofen, dan senyawa terkait) dan

glukokortikoid (obat

yang

serupa dengan

hormon

steroid kortisol, yang dikeluarkan oleh korteks adrenal;

lihath.765).

Sebagai

contoh,

aspirin

menghambat proses peradangan dengan menurunkan pelepasan hisramin sehingga mengu-rangi nyeri, pembengkakan, dan kemerahan. Selain

itu,

aspi-rin

mengurangi demam dengan menghambat produksi

pros-taglandin, mediator lokal demam yang

dipicu

oleh pirogen endogen.

Glukokortikoid, yaitu obat antiinflamasi kuat, menekan

hampir

semua aspek respons peradangan. Selain

itu,

obat golongan

ini

menghancurkan limfosit di dalam jaringan

lim-foid dan mengurangi pembentukan antibodi. Obat golongan

ini

bermanfaat

untuk

mengobati respons

imunologik

yang

tidak diinginkan,

misalnya reaksi alergik (sebagai contoh, asma dan ruam akibat tanaman poison iuy) serta peradangan

yang berkaitan dengan

artritis. Namun,

dengan menekan respons peradangan dan respons imun lainnya yang menahan

dan

memusnahkan

bakteri,

pemberian

obat

golongan

ini

juga

mengurangi kemampuan

tubuh

menahan

infeksi.

Karena

itu,

glukokortikoid harus digunakan secara hati-hati.

Apakah kortisol alami juga

kontraproduktif

bagi sistem pertahanan imun? Secara tradisional, kortisol tidak dianggap

(9)

memiliki

aktivitas antiinflamasi pada konsentrasi darah nor_

mal. Efek antiinflamasi selama

ini

dikaitkan hanya dengan konsentrasi darah yang

jauh lebih tinggi

daripada kisaian

fisiologik normal yang dihasilkan oleh pemberian obat

mirip

kortisol eksogen ("dari luar tubuh"). Namun, temuan-remuan

terakhir

mengisyaratkan bahwa

kortisol, yang

sekresinya

meningkat sebagai respons terhadap semua keadaan penuh

stres,

memiliki

aktivitas antiinflamasi pada kadar fisiologik normal.

Menurut

pandangan

ini,

efek anriinflamasi kortisol

memodulasi respons

imun

yang diaktifkan oleh stres, men-cegah respons tersebut meningkat

tak

terkendali sehingga

melindungi

kita

dari kemungkinan kerusakan akibat

meka-nisme pertahanan yang berlebihan.

Sekarang mariiah kita alihkan perhatian dari peradang-an ke interferon, komponen lain imunitas bawaan.

Interferon dibebaskan secara nonspesifik dari semua sel yang terinfeksi oleh jenis virus apapun dan, pada gilirannya,

dapat menginduksi aktivitas proteksi

diri

temporer

t.rh"j"p

berbagai virus di selyang dapat dicapainyr. Kar.rra itu, inter_

feron membentuk strategi pertahanan umum dan cepar

rer-hadap invasi virus sampai mekanisme respons yang spesifik

tetapi muncui lebih lambat beraksi.

Selain mempermudah inhibisi replikasi virus, interferon

juga memperkuat aktivitas imun lain. Sebagai contoh, bahan

ini

meningkatkan aktivitas fagositik makrofag, merangsang pembentukan antibodi, dan meningkatkan kemampr"rr

r.l-sel pemusnah.

EFEK ANTIKANKER INTERFERON

Interferon

memiliki

efek antikanker selain antivirus. Bahan

ini

sangat meningkatkan efek sel-sel pemrsnah_natural killer

cell dan tipe khusus limfosit T, sel T sitotobsik-yang menye_

rang dan menghancurkan sei yang terinfeksi

virus

dan sel

kanker.

Selain

itu,

interferon

itu

sendiri

memperlambat pembelahan sel dan menekan pertumbuhan tumor.

I

Natural killer

ce//

menghancurkan

sel yang

terinfeksi oleh virus dan sel kanker pada

pijanan

pertama.

N

lnterferon

secara

multiplikasivirus

di

transien menghambat

sebagian

besar

sel.

Selain respons peradangan, mekanisme pertahanan bawaan

lain

adaiah pengeluaran

interferon

dari

sel yang terinfeksi virus. Interferon secara singkat menghasilkan resistensi non_ spesifik terhadap infeksi virus dengan secara rransien meng-ganggu replikasi virus yang sama atau yang tidak berkaitan di

sel-sel pejamu lain. Memang, inrerferon diberi nama karena kemampuannya mengganggu (interfere) replikasi virus. EFEK ANTIVIRUS INTERFERON

Ketika suatu

virus

menginvasi sebuah sei, sebagai respons terhadap adanya asam nuklear

virus,

sel membentuk-dan

mengeluarkan interferon. Setelah dilepaskan ke dalam CES

dari

sel yang terinfeksi

virus,

interferon berikatan dengan reseptor di membran plasma sel-sel sehat sekitar atau bahian

ke sel yang terletak jauh yang dicapai melalui darah, memberi

sinyal

kepada sei-sel tersebut

untuk

bersiap menghadapi

kemungkinan serangan

virus.

Karena

itu,

interfero,

b.i-fungsi sebagai "pemberi peringatan", memberi

tahu

sel-sel sehat akan kemungkinan serangan virus dan membantu sel-sel tersebut bersiap. Interferon tidak

memiliki

efek antivirus langsung; zat

ini

memicu pembentukan enzim penghambat virus oleh sei pejamu potensial. Ketika interferon berikatan dengan reseptor tersebut, sel mensintesis enzim-enzim yang dapat menguraikan

mRNA

virus (lihat

h.

A-25)

d", -.rrgl

hambat sintesis

protein.

Kedua proses

ini

esensial bagi re-plikasi virus. Meskipun masih mampu untuk menginvari

sel-sel

yang telah

diberi

tahu

ini,

namun

virus tidak

dapat

mengatur

sintesis

protein sel untuk

replikasinya sendiri (Gambar

i2-5).

Enzim-enzim

inihibitorik

yang baru terbentuk tersebut

tetap inaktif di dalam sel pejamu potensial sampai sel tersebut

terinfeksi

virus,

saar

enzim diaktifkan oleh

adanya asam nukleat virus. Prasyarat pengaktifan

ini

melindungi

mRNA

dan perangkat pembentuk protein

milik

sel dari inhibisi oleh enzim-enzim

ini

seandainya tidak terjadi invasi virus. Karena pengaktifan hanya dapat berlangsung dalam rentang waktu

terbatas maka mekanisme pertahanan

ini

bersifat yangka pen-dek.

Narural

killer

(IVK) cell adalah sel alami

mirip limfosit

yang secara nonspesiffk menghancurkan sel yang ierinfel,si

virui

dan sel kanker dengan melisiskan se.ar" langsung membran sel-sel tersebut saar pertama

kali

bertem,r.

C"r"

kerja dan sasaran

urama

serupa dengan

yang

dimiliki

oleh

sel

T

sitotoksik, tetapi sel yang terakhir

ini

hanya dapar mematikan sel yang terinfeksi oleh virus rerrentu

"r"l.l

,.1 kanker yang

telah terpajan sebelumnya. Selain

itu,

setelah

pemaj"r"r,

..1

T

sitotoksik memerlukan periode

p.-","rrg"r,

sebelum sel

ini

dapat melakukan serangan mematikan. Sel

NK

meng_ hasilkan perrahanan nonspesifik yang cepat terhadap ..1

y"ig

terinfeksi virus dan sel kanker sebelum sel

T sitototik y"n[

lebih spesifik dan lebih banyak dapat berfungsi.

I

Sistem komplemen melubangi

mikroorganisme.

Sistem komplemen adalah mekanisme pertahanan lain yang

beraksi secara nonspesifik sebagai respons terhadap

invaj

organisme. Sistem

ini

dapat diaktifkan melalui dua cara:

1.

Oleh pajanan ke rantai karbohidrat rertenru yang rer_

dapat

di

permukaan mikroorganisme tetapi

tidak

ter_ dapat

di

sel manusia, suatu respons

imun

b"wa"n non,

spesifik.

2.

Oleh

pajanan

ke

antibodi yang

dihasilkan terhadap mikroorganisme penginvasi spesifik, suatu respons

imun

didapat.

Pada kenyataannya,

sistem

ini

memperoleh

nama

dari

fakta

bahwa sistem

ini

"melengkapi,,

kerja

antibodi; ini

adalah mekanisme prime

t

yang diaktif-kan

oleh

antibod.i

(10)

Virus memasuki sebuah sel

Sel mengeluarkan interferon

lnterferon berikatan dengan reseptor di sel yang belum terinfeksi

I

Sel yang belum terinfeksi menghasilkan enzim-enzim inaktif yang mampu meng-uraikan mRNAvirus dan menghambat sintesis protein Vir16'riasuk ke.sel

yang telah djafitifk4n oleh interteron

Enzim penghambat virus diakiifkan

Virus tidak mampu

berkembang biak di sel yang baru dimasukinya

Gambar

12-5

Mekanisme kerja interferon dalam mencegah replikasi virus. lnterferon, yang dikeluarkan dari sel yang terinfeksi virus, berikatan dengan sel pejamu yang belum terinfeksi dan menginduksi sel-sel tersebut untuk menghasilkan enzim-enzim inaktif yang mampu menghambat replikasi virus. Enzim inaktif ini diaktifkan hanya jika suatu virus kemudian.memasuki sel-sel yang telah bersiap ini.

untuk

mematikan sel

asing.

Hal

ini

dilakukan

dengan

membentuk membrane attack complex yang melubangi sel

korban.

Selain

menyebabkan

lisis

langsung penginvasi,

jenjang komplemen juga memperkuat respons peradangan

umum lainnya.

PE M B E NTU

KAN MEMBRAN

E

ATTACK COMPLEX

Dengan cara serupa seperti sistem pembekuan

dan

anti-pembekuan, sistem komplemen

juga

terdiri

dari

protein-protein

plasma

yang

diproduksi oleh hati dan

beredar

dalam darah dalam

bentuk

inaktif.

Jika komponen

per-tama,

Cl,

diaktifkan, maka

komponen

ini

kemudian

mengaktifkan komponen berikutnya,

C2,

demikian

se-terusnya, dalam suatu rangkaian reaksi pengaktifan

ber-jenjang.

Lima

komponen

terakhir, C5

sampai

C9,

mem-bentuk

kompleks

protein

besar

mirip

donat, tnembrane

attacb complex

(MAC),

yang membenamkan

dirinya

ke

membran permukaan mikroorganisme, menciptakan se-buah lubang menembus membran (Gambar 12-6). Dengan kata

lain,

komponen-komponen tersebut menciptakan

se-buah lubang.

Teknik

melubangi

ini

menyebabkan

mem-bran

sangat permeabel

(bocor);

fluks

osmotik

air

yang

455

Bab 12

terjadi ke dalam sel korban menyebabkan sel membengkak

dan pecah. Lisis yang

dipicu oleh

komplemen

ini

adalah

cara

utama

untuk

mematikan

secara langsung mikroba

tanpa memfagositosisnya.

MEMPERKUAT PERADANGAN

Tidak

seperti sistem berjenjang lainnya, yang fungsi

satu-satunya berbagai

komponen hingga tahap

akhir

adalah pengaktifan prekursor selanjutnya dalam jenjang, beberapa

protein

aktif

dalam jenjang komplemen

memiliki

efek lain

dalam

memperkuat

proses peradangan

melalui

metode

berikut:

I

Berfungsi sebagai kemotaksin, yang menarik dan

menun-tun

fagosit profesional

ke

tempat pengaktifan komplemen (yaitu, tempat invasi mikroba)

I

Bekerja sebagai opsonin dengan mengikat mikroba dan meningkatkan fagositosisnya

I

Meningbathan uasodilatasi dan permeabilitas uaskular, sehingga meningkatkan aliran darah ke tempat invasi

I

Merangsang pelepasan histamin dari sel mast

di

sekitar, yang pada gilirannya meningkatkan perubahan vaskular lokal khas peradangan

(11)

I

Mengahrifban

kinin,

yang semakin memperkuat reaksi peradangan

Beberapa komponen aktifdalam jenjang bersifat sangat

tidak

stabil. Karena komponen-komponen

tak

stabil dapat melanjutkan reaksi berjenjang hanya di sekitar daerah tempat

diaktifkan sebelum terurai maka serangan komplemen ter-batas

di

membran permukaan mikroba yang keberadaannya mengaktifkan sistem. Karena

itu,

sel-sel pejamu sekitar tidak

mengalam i serangan lit i k.

Kini

kita relah menunraskan pembahasan renrang

imu-nitas bawaan dan akan melanjutkan diskusi tentang imuimu-nitas didapat.

IMUNITAS

DIDAPAT:

KONSEP

UMUM

Respons

imun

adaptif spesifik adalah serangan selektif yang

ditujukan

untuk

membatasi atau menetralkan sasaran ter-tentu yang secara spesifik tubuh telah bersiap menghadapinya setelah mengalami pajanan sebelumnya.

I

Respons

imun

didapat mencakup imunitas yang

diperantarai oleh antibodi dan imunitas yang

diperantarai oleh

sel.

Grdapat

dua kelas respons

imun

didapat:

imunitas

yang

diperantarai oleh

antibodi

atau

imunitas humoral,

yang

melibatkan pembentukan

antibodi

oleh turunan

limfosit

B

yang dikenal

sebagai sel plasma;

dan

imunitas yang

di-perantarai oleh sel atau

imunitas

selular yang melibatkan pembentukan limfosh T

aht$

yang secara langsung menye-rang sel yang tidak diinginkan.

Limfosit

dapat secara spesifik mengenal dan secara

se-lektif

berespons terhadap hampir semua agen asing serta sel kanker. Proses pengenalan dan respons sel B dan sel

T

ber-beda. Secara

umum,

sel

B

mengenali mikroba atau benda asing yang berada dalam keadaan bebas misalnya bakteri dan toksinnya serta beberapa virus, yang dilawan dengan

menge-luarkan

antibodi

spesifik terhadap benda,benda asing ter-sebut. Sel

T

secara khusus mengenal dan menghancurkan sel

tubuh

yang'kacau', termasuk sel yang terinfeksi oleh virus

dan sel kanker.

Kita

akan membahas masing-masing proses tersebut secara

rinci

dalam bagian selan.jutnya. Saat

ini

kita

akan

meneiiti

'perjalanan

hidup'

sel

B

dan sel

T

yang ber-beda.

ASAL SEL B

DAN

SEL T

Kedua jenis limfosit, seperri semua sel darah lainnya, berasai

dari sel punca yang sama

di

sumsum tulang. Apakah suatu

limfosit

dan semua rurunannya ditakdirkan

untuk

menjadi sel

B

atau sel

T

bergantung pada rempat diferensiasi dan pematangan

akhir

sel awal tersebut (Gambar 12-7). Sel B berdiferensiasi dan mengalami pematangan

di

sumsum

tu-c5b-6 C7

Gambar

12-6

Membrane attack complex (MAC) sistem komplemen. Protein-protein komplemen (C5, C6, C7, C8, dan sejumlah C9)

yang telah diaktifkan menyatu untuk membentuk saluran mirip pori di membran plasma sel sasaran. Kebocoran yang terjadi kemudian menghancurkan sel.

(Sumber: Diadaptasi dari ilustrasi oleh Dana Burns-pizer dalam John Ding-E Young dan Zanvil A. Cohn, "How Killer Cells Kill,,. Hak cipta O 19BB Scientific Amerlcan, Scientific American, Inc. Hak cipta dilindungi oleh undang-undang).

lang.

Untuk

sel

Tl

selama masa

janin

dan anak-anak dini,

sebagian

dari limfosit imatur

sumsum

tulang

bermigrasi

melalui darah ke

timus,

tempat sel-sel tersebut mengalami pemrosesan

lebih lanjut

menjadi

limfosit

T

(dinamai ber-dasarkan tempar pematangan).

Timus

adalah jaringan

lim-foid yang terletak di garis tengah

di

dalam rongga thoraks di

atas jantung

di

ruang antara kedua paru (lihat Gambar

l2-1,

h.448).

Setelah dilepaskan

ke

darah

dari

sumsum tulang atau

timus, sel B dan

T

matang menerap dan membentuk koloni limfosit di jaringan limfoid perifer. Di sini, dengan rangsangan

yang sesuai, sel-sel tersebut mengalami pembelahan

untuk

menghasilkan generasi baru sei B atau sel T, bergantung pada

nenek moyangnya. Setelah masa anak-anak

dini,

sebagian besar limfosit baru berasal dari koloni limfosit perifer

ini

dan bukan dari sumsum tulang.

Masing,masing kita

memiliki

sekitar

2 trilytn

limfosit, yang

jika

dijadikan saru massa, akan seukuran

otak.

pada setiap saat, sebagian besar dari

limfosit

ini

terkonsentrasi di

berbagai jaringan

limfoid

di tempat strategis, tetapi sel B dan sel

T

secara terus-menerus beredar dalam

limfe,

darah, dan

jaringan

tubuh,

tempat

mereka melakukan pengawasan tetap.

PERAN TIMOSIN

Karena sebagian besar migrasi dan diferensiasi sel

T

terjadi pada awal masa perkembangan maka timus secara bertahap

(12)

Sumsum tulang Sel prekursor

+-

Limfosit

hemopoietik

sumsum tulang

Selama masa janin dan anak-anak dini Seteiah masa anak-anak dini Sel B Sel T

Gambar

12-7

Asal sel B dan sel T. Sel B berasal dari limfosit yang mengalami pematangan dan diferensiasi di sumsum tulang, sedangkan sel T berasal dari limfosit yang berasal dari sumsum tulang tetapi matang dan berdiferensiasi di timus. Setelah masa anak-anak dini, sel B dan sel T baru dihasilkan terutama oleh koloni sel B

dan sel T yang telah terbentuk di jaringan limfoid perifer pada masa janin dan anak-anak dini.

Keberadaan

anrigen memungkinkan

limfosit

melakukan pembedaan tersebut.

Antigen

adalah

molekul

asing besar

yang

unik

yang memicu

respons

imun

spesifik terhadap

dirinya

jika

masuk ke dalam tubuh. Secara umum, semakin

kompleks suatu

molekul,

semakin besar antigenisitasnya.

Protein

asing adalah anrigen

yang paling

umum

karena ukuran dan kompleksitasnya, meskipun makromolekul lain, misalnya polisakarida dan lemak,

juga

dapat berfungsi se-bagai antigen. Antigen dapat berdiri sendiri, misalnya toksin

bakteri, atau merupakan bagian integral dari suatu struktur multimolekul, misalnya antigen di permukaaan suaru

mikro-ba asing.

Kita

pertama-rama akan melihat bagaimana sel

B

be-respons terhadap antigen sasaran dan kemudian mengulas respons sel

T

terhadap anrigennya.

LIMFOSIT

B:

lMUhliTAS

YAiNG

DIPERANTARAI

OLE

gC

ANTIEODI

Setiap sel B dan

T

memiliki reseptor di permukaannya untuk

mengikat satu jenis terrentu dari beragam kemungkinan

anti-gen. Reseptor

ini

adalah "mata bagi sisrem

imun

didapat", meskipun satu limfosit hanya dapat "melihat" satu jenis anti-gen.

Hal

ini

berbeda

dari

TLR

sel efektor bawaan, yang mengenali "merek" umum yang khas bagi semua mikroba. Selain

itu,

Iimfosit tidak dapat berespons langsung terhadap antigen baru. Antigen mula-mula harus diproses dan

disaji-kan kepada

limfosit

oleh antigen-presenting cells (sel penyaji antigen), suatu aktivitas yang akan kita bahas berikut ini.

Sel B Sel T

tmun Respons imun selular

mengalami atrofi dan menjadi kurang penting seiring dengan bertambahnya usia. Namun, jaringan

ini

terus menghasilkan

timosin,

suatu

hormon penting yang

mempertahankan

turunan sel T. Timosin meningkatkan proliferasi sel

T

baru di

jaringan

limfoid

perifer dan memperkuat kemampuan imu-nologik sel

T

yang ada. Sekresi timosin menurun setelah usia

30 sampai

40

tahun. Penurunan

ini

diperkirakan

ikut

ber-peran dalam penuaan. Para ilmuwan lebih lanjut berspekulasi bahwa berkurangnya kapasitas sel

T

dengan bertambahnya usia mungkin berkaitan dengan peningkatan kerenranan ter-hadap infeksi virus dan kanker, karena sel

T

berperan sangat penting dalam pertahanan terhadap virus dan kanker.

Marilah kita lihat bagaimana Iimfosit mendeteksi sasar-annya.

ff

Suatu

arxtisell

'$ensindul{si

respons

irvlun

terhaenap dFrFnya sendird.

Sel B dan

T

harus mampu secara spesifik mengenal sel atau bahan

lain

yang

tidak

diperlukan

untuk

dihancurkan atau

dinetralkan karena berbeda

dari

sel normal

tubuh

sendiri.

458

Bah'i z'

I

Antigen merangsang sel

B

untuk berubah

menjadi sel

plasma

yang menghasilkan antibodi.

Setelah berikatan dengan antigen yang telah diproses dan disajikan oleh sel penyaji antigen, sebagian besar sel

B

ber-diferensiasi

menjadi

sel plasma

aktif

sementara

yang

Iain

menjadi

sel memori

yang dorman.

Kita

mula-mula

akan membahas peran sel plasma

dan

kemudian mengulas sel memori.

SEL PLASMA

Sel

plasma

menghasilkan

antibodi

yang dapat berikatan dengan jenis tertentu antigen yang merangsang pengaktifan sel plasma tersebut. Selama diferensiasi menjadi sel plasma, sel B membengkak karena retikulum endoplasma kasar

(tem-pat

pembentukan

protein

yang akan diekspor) bertambah

(Gambar 12-8). Karena

antibodi

adalah

protein

maka sel plasma pada hakikatnya adalah pabrik protein yang

produk-tif,

menghasilkan hingga 2000 molekul antibodi per detik.

Sedemikian besarnya

komitmen

perangkat pembentukan

protein sel plasma untuk menghasilkan antibodi sehingga sel tersebut tidak dapat mempertahankan sintesis protein

untuk

kelangsungan

hidup

dan pertumbuhannya sendiri. Karena

itu,

sel plasma

mati

setelah menjalani masa

produktif

yang singkat (lima sampai tujuh hari).

(13)

Sel plasma

Sel B yang belum diaktifkan

Retikulum endoplasma

Gambar

12-8

Perbandingan sebuah sel B yang belum aktif dan sel plasma. Mikrograf elektron (a) sebuah sel B yang belum diaktifkan atau

limfosit kecil, dan (b) sebuah sel plasma. Sel plasma adalah sel B aktif. Sel ini dipenuhi oleh retikuium'endoplasma kasaryang membengkak oleh molekul-molekul antibodi.

(Sumber: Disumbangkan oleh dr. Dorothea Zucker-Franklin, New York University Medical Center).

.9 = I I o N o o o o n (b) (a)

Antibodi

disekresikan ke dalam darah atau

limfe,

ber-gantung pada lokasi sel plasma, tetapi semua antibodi

akhir-nya memperoleh akses ke darah, tempat zar ini dikenal sebagai

globulin gam4

atau

imunoglobulin

(lihat

h.

423).

SUBKELAS ANTIBODI

Antibodi

dikelompokkan menjadi lima subkelas berdasarkan perbedaan dalam aktivitas biologisnya:

I

Imunoglobulin

IgM

berfungsi sebagai resepror per-mukaan sel B untuk mengikat antigen dan disekresikan pada tahap-tahap awal respon sel plasma.

I

IgG, imunoglobulin terbanyak dalam darah, diproduksi dalam

jumlah

besar

ketika

tubuh

kemudian terpajan ke antigen yang sama.

Bersama-sama,

antibodi

IgM

dan

IgG

menghasilkan sebagian besar

dari

respons

imun

spesifik terhadap bakteri penginvasi dan beberapa jenis virus.

I

IgE ikut

melindungi

tubuh dari

cacing parasitik dan merupakan mediator antibodi

untuk

respons alergik umum,

misalnya hayfeuer, asma, dan urtikaria

I

IgA

ditemukan dalam sekresi sistem pencernaan, per-napasan, dan kemih-kelamin, serta dalam

air

susu dan air mata.

I

IgD

terdapat

di

permukaan banyak sel B tetapi fungsi-nya belum diketahui.

Perhatikan bahwa klasifikasi

ini

didasarkan pada fungsi

antibodi.

Pembagian

ini

tidak

menunjukkan bahwa hanya

terdapat

lima

antibodi yang

berbeda.

Di

dalam

masing-masing subkelas fungsional terdapat

jutaan antibodi

yang

berlainan, masing-masing mampu berikatan dengan hanya satu antigen tertentu.

H

Antibodi berbentuk

Y ciarr eilkl;rslif!l<arsEkal.l

berdasarkan sifat

bagban ekorrri,\id "

Antibodi

dari kelima subkelas

terdiri

dari empat rantai

poli-peptida yang saling berkaitan-dua rantai panjang yang berat

dan dua rantai

pendek yang ringan-yang rersusun

mem-bentuk huruf

Y

(Gambar 12-9). Karakteristik bagian lengan dari Y menentukan spesifsitas antibodi (yaitu, dengan antigen apa antibodi dapat berikatan). Sifat dari bagian ekor antibodi menentukan sifat fungsional

antibodi

(apa yang dilakukan

antibodi setelah berikatan dengan antigen).

Sebuah antibodi

memiliki

dua tempat pengikatan

anti-gen

identik,

satu

di

masing-masing ujung lengan.

Antigen-bindingfragment

(Fab, bagian pengikat antigen)

ini

bersifat

unik untuk masing-masing antibodi, sehingga setiap antibodi hanya dapat berinteraksi dengan satu antigen yang secara spesifik cocok dengannya, seperti kunci dan anak kuncinya. Sangat beragamnya bagian pengikat anrigen

dari

berbagai

antibodi menyebabkan adanya antibodi

unik

dalam jumlah

sangat besar

yang

dapat berikatan secara spesifik dengan jutaan antigen berbeda.

Berbeda dengan bagian Fab

di

ujung lengan yang ber-variasi

ini,

bagian ekor setiap antibodi dalam subkelas

Referensi

Dokumen terkait

Analisis Sidik Ragam menunjukkan laju pertumbuhan diameter tunas pada perlakuan persemaian menunjukkan hasil berbeda nyata pada taraf 0,05 dan uji lanjutan Beda Nyata

Interpretant juga merujuk pada argument yaitu ketika Captain America bertarung dengan Winter Soldier yang berarti bahwa Captain America dengan segala keberanian dan

Informasi di atas menunjukan bahawa sebagian besar responden membutuhkan informasi tentang petinggi dan karyawan lain di Kejaksaan Agung yaitu sebanyak 20 responden (40%),

Sedangkan rumusan kompetensi sikap sosial yaitu, “Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, santun, peduli (gotong royong, kerja sama, toleran,

Hampir sama dengan menu makan malam, dari semua aspek, responden hanya puas dengan satu, yaitu tekstur sayuran' Sebaliknya, utttok menu siang, responden tidak puas

Skripsi yang berjudul, “Analisis Karakteristik Dengan Kinerja Kepala Laboratorium IPA Komponen Pemantauan dan Evaluasi Madrasah Aliyah di Kota Makassar”, yang

Blok batang yang akan dimasukan bebannya kemudian klik Assign &gt; Frame Load &gt; Distributed (beban merata), sementara klik Assign  &gt; Joint Load &gt; Forces

Pajak daerah merupakan sumber pendapatan daerah yang mempunyai kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah adalah Pajak Reklame. Promosi dalam bentuk reklame merupakan satu