• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Deklarasi Djoeanda (1957) yang berisikan konsepsi Negara Nusantara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Deklarasi Djoeanda (1957) yang berisikan konsepsi Negara Nusantara"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Berdasarkan Deklarasi Djoeanda (1957) yang berisikan konsepsi Negara Nusantara (Archipelagic States) yang diterima masyarakat dunia dan ditetapkan dalam Konvensi Hukum Laut PBB, United Nation Convention on Law of the Sea (UNCLOS) 1982, maka wilayah laut Indonesia menjadi sangat luas sekaligus menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Secara geografis Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas wilayah laut 5,8 juta km, yang lebih kurang memiliki 17.508 buah pulau besar dan kecil, serta dikelilingi garis pantai sepanjang 81.000 km yang merupakan garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada1

Karena letak Indonesia yang strategis, diapit oleh Samudera Pasifik dan Samudera Hindia serta oleh Benua Asia dan Australia, seharusnya bangsa Indonesia yang dapat keuntungan paling besar dari posisi kelautan global tersebut. Sayangnya, bangsa Indonesia di masa lalu melupakan jati dirinya sebagai bangsa maritim terbesar di dunia. Sumber daya kelautan hanya dipandang

.

Dilihat dari keadaan geografis tersebut, maka sudah seharusnya Indonesia menyadari dan memanfaatkan potensi kelautan yang demikian besar. Realitas memperlihatkan bahwa hingga saat ini potensi kelautan tersebut belum dimanfaatkan secara optimal sehingga belum mampu memberi sumbangan yang maksimal bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia. Ironisnya lagi, dibalik potensi kelautan yang begitu melimpah, justru komunitas nelayan yang menderita kemiskinan. Bahkan, komunitas nelayan selalu diidentikkan dengan kemiskinan.

(2)

dengan “sebelah mata”. Kalaupun ada kegiatan pemanfaatan sumber daya kelautan, maka dilakukan secara kurang profesional dan ekstraktif, serta kurang mengindahkan aspek kelestariannya.

Sebaliknya, laut dipersepsikan sebagai tempat buangan (keranjang sampah) berbagai jenis limbah baik yang berasal dari kegiatan manusia di darat maupun di laut. Dukungan infrastruktur , Iptek, SDM, sumber daya keuangan, hukum dan kelembagaan terhadap bidang kelautan di masa lalu sangat rendah. Sejak tahun 1970 sampai 1996 kredit usaha yang dicurahkan untuk usaha perikanan sangatlah minim hanya sekitar 0,02 persen dari total kredit. Oleh karena itu, wajar bila pencapaian hasil pembangunan kelautan sangatlah kecil dibandingkan dengan potensi kekayaan laut yang kita miliki. 2

Negara maritim merupakan negara yang mengontrol dan memanfaatkan laut sebagai syarat mutlak untuk mencapai kesejahteraan dan kejayaan. Negara maritim biasanya memiliki visi maritim yaitu pandangan hidup yang digunakan untuk mengontrol dan memanfaatkan laut sebagai syarat mutlak untuk mencapai kemakmuran dan kejayaan negara. Menurut Mahan3

Indonesia yang sebagian besar wilayahnya terdiri dari lautan dan memiliki potensi kelautan yang cukup besar, seharusnya mampu mensejahterakan kehidupan masyarakat nelayan yang menggantungkan hidupnya pada potensi kelautan (maritim) tersebut. Realitasnya , ada enam syarat sebuah negara menjadi negara maritim yaitu: lokasi geografis, karateristik dari tanah dan pantai, luas wilayah, jumlah penduduk, karakter penduduk dan pemerintahan.

2

Ibid hlm 5.

(3)

kehidupan masyarakat nelayan senantiasa dilanda kemiskinan, bahkan kehidupan nelayan identik dengan kemiskinan.4

Banyak masyarakat Indonesia yang memanfaatkan laut sebagai sumber mata pencaharian salah satunya adalah masyarakat yang berada di dusun Bagan Desa Percut Kecamatan Percut Sei Tuan yang sebagian besar masyarakatnya bermata pencaharian sebagai nelayan

5

. Masyarakat yang menghuni daerah ini sebagian besar adalah beretnis Melayu. Tetapi hasil laut Indonesia yang kaya akan sumber daya laut tidak mampu memberi kesejahteraan kepada nelayan. Tetapi Pemerintah tidak hanya diam dengan keadaan yang dialami oleh nelayan. Pemerintah sering memberikan bantuan untuk meningkatkan pendapatan nelayan salah satunya adalah dengan memberikan bantuan kapal Kepres 396 pada tahun 1980. Bantuan ini sampai ke desa nelayan Dusun Bagan yang terletak di desa Percut Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Adapun masyarakat yang menghuni dusun ini sebagian besar adalah suku Melayu, dan sekitar 90% masyarakatnya menggantungkan kehidupan pada laut. Dusun Bagan ini pun tidak jauh berbeda dengan desa nelayan umumnya yang kehidupan masyarakatnya identik dengan kemiskinan dan tingkat pendidikan yang rendah. Pemerintah mengeluarkan bantuan sesuai dengan keputusan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1980 tentang penghapusan jaring Trawl7

4Agus Suriadi dkk. Model Pemberdayaan Sosial Ekonomi Komunitas Nelayan Miskin Berbasis Perempuan. Medan : Universitas sumatera Utara. 2009. Hal 1

5 Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan atau

binatang air lainnya di laut atau di perairan lainnya.

6Disebut kapal Kepres 39 karena kebijakan tersebut dikeluarkan sesuai dengan keputusan pemerintah

Republik Indonesia nomor 39 tahun 1980 tentang penghapusan jaring trawl.

7 Kata trawl ini berasal dari bahasa Perancis “troler”, dari bahasa Inggris “trailing” artinya adalah yang

bersamaan, dan dalam bahasa Indonesia artinya adalah tarik ataupun mengelilingi. Dari penggabungan arti tersebut maka dapat disimpulkan bahwa trawl adalah alat yang digunakan untuk menangkap ikan dengan cara menarik atau mengelilingi dan lebih dikenal sebagai pukat harimau.

(4)

dalam bentuk kredit dan dilengkapi dengan kredit untuk penggantian alat/perlengkapannya serta kredit modal kerja.

Tujuan pemerintah mengeluarkan bantuan kapal Kepres 39 ini adalah untuk mengurangi jumlah penggunaan trawl (pukat harimau) yang dapat menyebabkan rusak dan punahnya habitat laut. Selain itu, penggunaan trawl ini juga menyebabkan semakin sedikitnya tingkat penghasilan nelayan tradisional yang hanya menggunakan jaring untuk menangkap ikan. Jadi untuk menanggulangi dari pengurangan pemakaian pukat dan melindungi nelayan tradisional adalah dengan dikeluarkannya bantuan ini, karena dengan menggunakan kapal ini nelayan bisa melaut dengan lebih baik dan disertai dengan bantuan jaring. Jadi sejak tahun 1980 penggunaan pukat dilarang. Kepres 39 ini dikeluarkan untuk membantu nelayan Bagan sebanyak 17 buah, satu buah kapal itu digunakan untuk tiga orang nelayan atau istilahnya kongsi, yang mana kemudian kapal ini akan dibayar dengan cara cicilan/kredit.8

Hingga tahun 1981 ternyata masih ada nelayan yang menggunakan trawl, nelayan ini adalah nelayan yang berasal dari pelabuhan Belawan yang saling berebut mencari ikan dengan nelayan tradisional Bagan yang hanya menggunakan jaring. Hal ini menyebabkan terjadinya konflik antara nelayan Pelabuhan dengan nelayan Bagan. Nelayan Bagan tidak setuju atas penggunaan trawl itu apalagi pengunaannya yang sudah dilarang sehingga pada saat itu nelayan Bagan benar-benar marah, menangkap nelayan Pelabuhan dan membakar kapal mereka. Setelah ini masalah pun seperti hilang begitu saja karena tidak ada kabarnya lagi

9

8 Menurut wawancara yang penulis lakukan dengan pak Burhan tanggal 10 Desember 2012 di dusun Bagan.

Uang untuk membayarnya diperoleh dari hasil tangkapan yang telah dibagi tiga orang yang sama rata dan sisanya itulah yang dikumpulkan untuk membayar kapal kepres 39 yang mana uang tersebut akan digunakan kembali oleh pemerintah untuk membeli kapal boat lainnya guna membantu nelayan yang tidak mendapat bantuan kapal kepres 39.

9

Ibid

(5)

Setelah masalah trawl (pukat harimau) reda maka muncul masalah baru di tahun 1996 yang masih menyangkut masalah nelayan pelabuhan Belawan dengan nelayan Bagan yaitu penggunaan pukat Langgeh. Di sini nelayan Pelabuhan Belawan kembali menyulut konflik yaitu dengan penggunaan pukat kembali walaupun pukat yang digunakan lebih kecil dari pada trawl. Penggunaan pukat ini juga menyebabkan konflik kekerasan seperti penggunaan trawl sebelumnya yaitu pembakaran kapal antar kedua pihak. Selain itu ada juga peristiwa penangkapan nelayan Bagan yang dilakukan nelayan Pelabuhan, yang pada saat melaut tepatnya pukul 03.00 WIB, nelayan Bagan ditangkap dan dibawa ke daerah pelabuhan Belawan bahkan dipukuli. Setelah kejadian tersebut selang beberapa hari kemudian di tengah malam tepatnya tahun 1996, polisi10 dengan menggunakan baju biasa datang ke Bagan dengan tujuan ingin menculik orang-orang di dusun Bagan khususnya nelayan. Akan tetapi pada saat itu ada warga yang mengetahui sehingga warga itu pun menjerit dengan berteriak maling sehingga polisi tersebut dipukuli oleh warga. Tanpa diduga polisi tersebut mengeluarkan tembakan sehingga menyebabkan dua orang tewas yaitu Ramli dan Muhammad Ridwan. Konflik sesama nelayan berganti menjadi konflik antar polisi dengan warga. 11

Setelah berakhirnya pemakaian trawl dan pukat langgeh maka muncul lagi hal yang baru di kalangan nelayan Bagan yang masih tetap pada penggunaan pukat yaitu pukat layang12

10 Polisi yang datang ke Bagan ini berasal dari sektor Belawan dan polisi ini datang berkisar kurang lebih

10 orang dengan menggunakan satu buah mobil polisi.

11 ibid 12

Dikatakan pukat Layang karena alat tangkapnya ketika dioperasikan seperti layang-layang yang akan ditarik oleh satu mesin kapal.

. Tetapi kasus ini agak sedikit berbeda dengan kasus sebelumnya, karena pukat ini bukan berasal dari nelayan pelabuhan Belawan tetapi buatan dari pak Burhan yang merupakan seorang nelayan Bagan. Pak Burhan menggunakan pukat layang ini pada tahun 1997. Awal dia menggunakan pukat ini karena ada seorang temannya dari daerah Batu Bara yang juga nelayan sudah menggunakan pukat

(6)

tersebut, dan dia menawarkan untuk mencoba menggunakan pukat di daerah Bagan dan ternyata hasilnya sangat memuaskan. Sejak itu pak Burhan mulai ketagihan menggunakan pukat layang, tetapi penggunaan pukat tidak berjalan lancar, karena dia dimusuhi oleh nelayan lainnya bahkan rumahnya hampir dibakar karena marahnya nelayan lain. Dengan hal tersebut maka penggunaan pukat layang hanya sebulan digunakan oleh pak Burhan. Tetapi setelah ia tidak menggunakan pukat itu lagi justru nelayan yang tadinya menentang maka merekalah yang kemudian menggunakan pukat layang tesebut. Pukat layang ini sampai sekarang masih digunakan oleh nelayan Bagan.

Seperti sebelumnya yang telah penulis ungkapkan di atas bahwa negara Indonesia hampir 70% wilayahnya adalah perairan yang berarti banyak masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada laut, begitu juga masyarakat di Bagan ini. Di dalam mencari rejeki di laut ini sering terjadi konflik karena perebutan sumber daya alam demi memenuhi kebutuhan hidup. Tidak terlepas di desa nelayan Bagan ini yang sering terjadi konflik sesama nelayan, baik itu sesama nelayan Bagan ataupun dengan nelayan Pelabuhan. Pada umumnya konflik ini terjadi karena penggunaan alat dalam menangkap ikan yaitu pukat, penggunaan pukat menjadi pemicu utama terjadinya konflik nelayan di dusun Bagan tahun 1980-2000.

Kehidupan masyarakat Bagan memberikan ketertarikan kepada penulis untuk mengkajinya secara lebih dalam baik itu dari segi kehidupan ekonomi atau sosial, masyarakatnya yang sebagian besar beretnis Melayu pesisir memberikan ketertarikan yang lebih pada penulis, hal ini dikarenakan etnis Melayu yang kaya akan kebudayaan menarik untuk dikaji lebih dalam, selain itu masyarakatnya yang identik dengan kemiskinan dan pendidikan yang rendah semakin menambah ketertarikan. Masalah kemiskinan ini nantinya akan dikaitkan dengan kebiasaan orang Melayu yang dikenal dengan sifat malasnya, yang apabila hari ini mendapat hasil yang lumayan maka untuk beberapa hari dia tidak akan bekerja karena menganggap uang tersebut cukup. Dengan pemikiran

(7)

seperti ini maka tidak akan ada uang yang bisa untuk ditabung. Jadi apabila beberapa hari ke depan sang nelayan tidak mendapatkan hasil maka mereka pun akan kebingungan untuk menghidupi keluarga mereka.

Penelitian ini akan memfokuskan pada masalah penggunaan pukat yang dilakukan nelayan Bagan. Serta bagaimana kehidupan sosial masyarakatnya. Atas dasar pemikiran di atas maka penelitian ini diberi judul “ Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Nelayan Dusun Bagan

Desa Percut Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang (1980-2000)”. Alasan

pembatasan periodesasi penelitian dari tahun 1980-2000, dikarenakan tahun 1980 nelayan mendapat bantuan kapal kepres 39 dari pemerintah, seharusnya dengan sudah dikeluarkan bantuan tersebut tidak ada lagi yang namanya penggunaan trawl, tetapi ternyata trawl ini masih digunakan oleh nelayan pelabuhan yang menyebabkan pendapatan nelayan Bagan semakin sedikit karena hanya menggunakan jaring biasa. Selain penggunaan trawl masih banyak lagi pukat lain yang digunakan menjadi pemicu konflik-konflik lain di tahun 1900-an, dan tahun 2000 adalah tahun yang bisa menikmati hasil dari penggunaan pukat Layang.

1.2 Rumusan Masalah

Keobyektifan suatu penelitian tidak terlepas dari pemilihan topik tertentu sebagai landasan pembahasan. Pemilihan topik tersebut harus dibatasi dan dikonsep dalam rumusan masalah yang nantinya menjadi alur dalam penulisan. Permasalahan yang akan dibicarakan dalam kajian ini terangkum dalam pertanyaan

1. Bagaimana kehidupan nelayan sebelum dan setelah mendapat bantuan kepres 39 oleh pemerintah?

(8)

2. Bagaimana kehidupan nelayan Bagan sebelum dan setelah menggunakan pukat sejak tahun 1997 sampai tahun 2000?

3. Apa yang menyebabkan perubahan alat yang digunakan untuk menangkap ikan dari jaring menjadi pukat?

1.3 Tujuan Dan Manfaat Penelitian

Setelah merumuskan masalah yang menjadi landasan pembahasan oleh penulis. Maka selanjutnya yang harus dilakukan adalah menentukan tujuan dan manfaat dari penelitian. Tujuan dari penelitian ini dimaksudkan untuk menjawab permasalahan yang sudah lebih dahulu dirumuskan dalam rumusan masalah, sehingga harus relevan dengan masalah yang akan dibahas dalam penelitian penulis. Adapun tujuan dari penelitian adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui kehidupan nelayan setelah mendapat bantuan kapal kepres 39 oleh pemerintah tahun 1980.

2. Menjelaskan kehidupan nelayan Bagan setelah menggunakan pukat sejak tahun 1997 sampai tahun 2000.

3. Menjelaskan perubahan alat tangkap nelayan dari menggunakan jaring dengan menggunakan pukat.

Penelitian ini setidaknya dapat memberikan manfaat secara praktis maupun akademis bagi pembaca untuk mengetahui beberapa hal, antara lain :

1. Diharapkan penelitian ini dapat menambah pembendaharaan khazanah sejarah khususnya tentang kehidupan ekonomi masyarakat nelayan di Bagan.

(9)

2. Penelitian ini diharapkan mampu menjelaskan tentang perubahan kehidupan nelayan sebelum dan sesudah penggunaan pukat sebagai alat menangkap ikan.

3. Penelitian ini diharapkan bisa menjadi masukan kepada pemerintah tentang bagaimana menghadapi konflik antar nelayan yang sering terjadi di Indonesia.

1.4 Tinjauan Pustaka

Sebuah penelitian ilmiah tentu tidak terlepas dari tinjauan pustaka yang berguna sebagai informasi dalam menentukan sumber-sumber yang relevan dengan obyek penelitian. Sumber-sumber ini bisa berupa karya ilmiah, buku-buku ataupun dokumen-dokumen terkait. Adapun sumber yang digunakan dalam refrensi penelitian proposal ini adalah hasil laporan penelitian Kelembagaan Sosial-Ekonomi Komunitas Nelayan (Studi deskriptif Pada Komunitas Nelayan di Desa Percut, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara (2006)). Yang diteliti oleh Badaruddin. Dari hasil penelitian ini menghasilkan pernyatan bahwa tingkat pendidikan yang rendah di kalangan nelayan tidak terlepas dari kondisi ekonomi orang tua mereka dulunya yang juga hidup dengan kemiskinan. Dan kondisi ini juga berlanjut hingga ke anak-anak mereka saat ini. Pekerjaan membantu orangtua sebagai nelayan sejak usia anak-anak (bagi anak laki-laki) turut mendorong kurangnya motivasi untuk mendapatkan pendidikan pekerjaan sehari-hari, yang dilakukan untuk membantu ibu mereka. Sebagian dari anak-anak perempuan juga turut membantu ibu mereka dalam menjemur ikan dan membersihkan jaring.

Singgih Tri Sulistiyo dalam bukunya“ Pengantar Sejarah Maritim Indonesia”. Buku ini menyatakan bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa bahari, artinya laut merupakan hal yang tidak bisa dilepaskan dalam kehidupan masyarakat. Bahkan bisa dikatakan bahwa

(10)

aktivitas kelautan bangsa Indonesia setua bangsa Indonesia itu sendiri. Hal ini dapat dipahami karena asal mula nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari daratan Asia. Dengan perahu-perahu yang sederhana mereka dapat mengarungi laut yang begitu luas dan dalam.

Sumber selanjutnya yang penulis gunakan adalah skripsi Asfianti Syafitri Nasution dalam skripsinya yang berjudul “ Strategi Nelayan Tradisional Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga” (2009). Di dalam skripsi dijelaskan bahwa kondisi bangsa Indonesia yang sedang berada di multis kritis yaitu yang sedang dihadapkan pada krisis ekonomi, politik, budaya, sosial, agama pertahanan dan keamanan. Masalah tersebut sudah ruwet seperti benang kusut sehingga memerlukan orang-orang yang benar-benar siap dan membutuhkan waktu yang cukup panjang untuk dapat menyelesaikannya. Oleh karena itu sangat sulit mengentaskan masalah ekonomi yang berarah pada kemiskinan, yang mana dalam mengatasi hal ini berbagai cara dilakukan nelayan tradisional dalam mengatasi masalah ekonominya. Mereka memiliki strategi masing-masing guna memenuhi kebutuhan mereka demi mempertahankan kelangsungan hidup. Skripsi ini berbeda dengan skripsi yang ditulis oleh penulis, tetapi walaupun demikian skripsi ini sangat membantu peneliti untuk mengetahui jenis-jenis alat tangkap yang digunakan nelayan dalam mencari tangkapan di laut.

Atika Rizkiyana dalam skripsinya yang berjudul “Kajian Mengenai Pilihan Nelayan Terhadap Alat Penangkapan Ikan Di Kelurahan Beras Basah Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat Sumatera Utara” (2010). Ia lebih menekankan pada alat tangkap yang digunakan nelayan Beras Basah dalam menangkap ikan. Yang menyatakan ketergantungan nelayan terhadap alat penangkapan ikan sangat tinggi. Yang mana alat yang digunakan

(11)

sangat sederhana sehingga wilayah operasi pun menjadi terbatas, hanya di sekitar perairan pantai. Di samping itu, ketergantungan terhadap musim sangat tinggi, sehingga tidak setiap saat nelayan bisa turun ke laut, terutama pada musim ombak yang bisa berlangsung sampai lebih dari satu bulan. Jadi dengan kesederhanaan alat yang digunakan pada musim tertentu tidak ada tangkapan yang bisa diperoleh.

Sumber selanjutnya yang penulis gunakan adalah laporan penelitian dari Agus Suriadi dkk dalam judul “ Laporan Penelitian Hibah Bersaing: Model Pemberdayaan Sosial Ekonomi Komunitas Nelayan Miskin Berbasis Perempuan”. Di dalam laporan ini dinyatakan bahwa upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi nelayan, misalnya melalui kebijakan yang dikenal dengan modernisasi perikanan atau revolusi biru (blue revolution), belum mampu memberikan hasil yang memuaskan secara berkeadilan untuk semua lapisan, bahkan cenderung menimbulkan persoalan baru pada komunitas nelayan.

Analisis Profil Rumah Tangga Nelayan Di Sumatera Utara, Perwakilan BPS Propinsi Sumatera Utara yang bekerjasama dengan Perencanaan Pembangunan Daerah Sumut. Di dalam buku ini sangat jelas sekali dijabarkan jenis-jenis alat tangkap yang digunakan nelayan di Sumatera Utara baik itu jenis pukat, jaring, pancing dan jenis rawai. Buku ini sangat membantu peneliti menjadi pegangan dalam melakukan wawancara mengenai kajian alat tangkap.

1.5 Metode Penelitian

Dalam setiap penelitian ilmiah memiliki metodologi, Demikian juga dengan penelitian sejarah. Dimana metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisa secara

(12)

kritis rekaman peninggalan masa lampau13

1. Heuristik, yaitu tahap awal untuk mencari data-data melalui berbagai sumber dan relevan dengan penelitian yang dilakukan. Dalam tahap heuristik ini peneliti mencari data-data melalui dua cara, yaitu studi lapangan (field research) dan studi kepustakaan (library research). Pada studi lapangan (field research) peneliti lebih menekankan pada metode wawancara. Di saat melakukan wawancara di lapangan banyak pengalaman yang peneliti dapatkan salah satunya peneliti mengetahui bagaimana pengalaman para nelayan saat di laut melalui cerita mereka yang begitu bersemangat menceritakannya. Dan saat peneliti ingin ikut terjun langsung ke laut untuk mengetahui bagaimana pengoperasian alat tangkap, tetapi hal tersebut tidak bisa dilakukan karena terkendala dengan jam kerja nelayan yang tidak memungkinkan peneliti ikut. Untuk studi kepustakaan (library research) terdapat beberapa sumber yang dijadikan informasi, antara lain sumber buku yang didapatkan di perpustakaan USU, perpustakaan daerah di Medan ataupun perpustakaan lainnya yang ada di kota Medan.

. Adapun metode sejarah terbagi dalam empat langkah antara lain heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi.

2. Kritik Sumber, dimana setelah tahap heuristik maka sumber-sumber yang ada dilakukan kritik untuk mencari kebenaran dari sumber yang didapat. Dalam tahap ini sumber-sumber yang telah terkumpul diproses melalui kritik internal, informasi yang didapat baik dari wawancara ataupun dari sumber-sumber tertulis dilihat kebenaran isinya. Kemudian sumber primer dan sekunder tersebut masuk ke proses selanjutnya yaitu kritik eksternal. Dalam proses ini data diverifikasi secara fisik untuk mencari kebenaran dari sumber-sumber tersebut. Hal ini dilaksanakan agar penulis dapat menghasilkan suatu tulisan yang

13

Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, diterjemahkan oleh Nugroho Notosusanto, Jakarta : UI Press, hlm. 32

(13)

benar obyektif yang berasal dari data-data yang terjaga keasliannya dan keobyektifannya tanpa ada unsur kesubjektifitasan yang mempengaruhi hasil penulisan.

3. Interpretasi, pada tahap ini setelah data tersebut melewati kritik sumber maka penulis melakukan tahapan yang ketiga yaitu penafsiran atau penganalisisan terhadap hasil dari kritik sumber. Di dalam proses interpretasi ini bertujuan untuk menghilangkan kesubjektifitasan sumber, walaupun kita ketahui kesubjektifitasan itu tidak mungkin bisa dihilangkan seluruhnya. Interpretasi ini dapat dikatakan data sementara sebelum penulis membuatkan hasil keseluruhan dalam suatu penulisan.

4. Historiografi, yaitu tahap akhir dalam metode sejarah. Tahapan ini berisi tentang penulisan, pemaparan, atau pelaporan hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan. Penulisan hasil penelitian sejarah ini hendaknya dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai proses penelitian, sejak awal (heuristik) sampai dengan akhir yaitu penarikan kesimpulan sehingga dapat dikatakan penulisan tersebut bersifat kronologis atau sistematis. Berdasarkan penulisan sejarah itu pula dapat dinilai apakah penelitiannya berlangsung sesuai dengan prosedur yang digunakannya tepat atau tidak, apakah sumber dan data yang mendukung penarikan kesimpulannya memiliki validitas yang memadai atau tidak, jadi dengan penulisan sejarah ini dapat ditentukan mutu penelitian dan penulisan sejarah itu sendiri

Referensi

Dokumen terkait

Bahan ini tidak dapat beradaptasi dengan dentin, tidak dapat merangsang difrensiasi odontoblas secara konsisten, sitotoksik pada sel, dan pH yang tinggi menyebabkan

Dari teori yang telah dijelaskan diatas dapat dilihat bahwa pergantian merek yang biasa terjadi konsumen merupakan bentuk keputusan kedua setelah pemakian yang

Tiga variasi dosis ekstrak rimpang kencur yaitu 0, 52 mg/kgBB mencit; 1,04 mg/kg BB mencit; dan 1,3 mg/kgBB mencit berefek untuk mencegah erosi mukosa gaster mencit walaupun dalam

Di sisi lain, jaringan/relasi guru dengan orangtua berdasarkan penelitian ini baru sekedar relasi administratif, belum dijadikan sebagai modal (sosial) penting yang bisa

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untukmendeskripsikan dan menjelaskan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil di

Adapun Strategi yang dilakukan untuk melaksanakan kebijakan peningkatan kualitas penyusunan kebijakan teknis dan rencana terpadu dilakukan melalui pendekatan: (1)

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji strategi manajemen Suara Merdeka untuk mempertahankan eksistensi perusahaan dalam menghadapi media kompetitor di

“Di i an anta tara seb ra sebah aha agi gian an or ora ang ng-o -ora rang ng ah ahli ki li kita tab b it itu u (Nasrani / Yahudi), ada yang beriman kepada Allah, dan