• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lapsus Ptosis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Lapsus Ptosis"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I BAB I

PENDAHULUAN PENDAHULUAN

Kelopak mata yang disebut juga palpebra merupakan lipatan kulit yang Kelopak mata yang disebut juga palpebra merupakan lipatan kulit yang terdapat dua buah untuk tiap mata. Ia dapat digerakkan untuk menutup mata, terdapat dua buah untuk tiap mata. Ia dapat digerakkan untuk menutup mata, dengan ini melindungi bola mata terhadap trauma dari luar yang bersifat fisik atau dengan ini melindungi bola mata terhadap trauma dari luar yang bersifat fisik atau kimiawi serta membantu membasahi kornea dengan air mata pada saat berkedip. kimiawi serta membantu membasahi kornea dengan air mata pada saat berkedip. Dalam keadaan terbuka, kelopak mata memberi jalan masuk sinar ke dalam bola Dalam keadaan terbuka, kelopak mata memberi jalan masuk sinar ke dalam bola mata yang dibutuhkan untuk penglihatan. Membuka dan menutupnya kelopak mata yang dibutuhkan untuk penglihatan. Membuka dan menutupnya kelopak mata dilaksanakan oleh otot-otot tertentu dengan persarafannya masing-masing. mata dilaksanakan oleh otot-otot tertentu dengan persarafannya masing-masing.11

Ptosis adalah istilah medis untuk suatu keadaan dimana kelopak mata atas Ptosis adalah istilah medis untuk suatu keadaan dimana kelopak mata atas (palpebra superior) turun di bawah posisi normal saat membuka mata yang dapat (palpebra superior) turun di bawah posisi normal saat membuka mata yang dapat terjadi unilateral atau bilateral.

terjadi unilateral atau bilateral.2,3,4,52,3,4,5 Posisi normal palpebra superior adalah 2 mm Posisi normal palpebra superior adalah 2 mm dari tepi limbus atas dan

dari tepi limbus atas dan palpebra inferior palpebra inferior berada tepat pada tepi limbus berada tepat pada tepi limbus bawah.bawah. 6 6 Kelopak mata yang turun akan menutupi sebagian pupil sehingga penderita Kelopak mata yang turun akan menutupi sebagian pupil sehingga penderita mengkompensasi keadaan tersebut dengan cara menaikkan alis matanya atau mengkompensasi keadaan tersebut dengan cara menaikkan alis matanya atau meng-hiperekstensikan kepalanya. Bila ptosis menutupi pupil secara keseluruhan meng-hiperekstensikan kepalanya. Bila ptosis menutupi pupil secara keseluruhan maka keadaan ini akan mengakibatkan ambliopia. Pada ptosis kongenital, selain maka keadaan ini akan mengakibatkan ambliopia. Pada ptosis kongenital, selain menyebabkan ambliopia, juga dapat menimbulkan strabismus.

(2)

BAB II BAB II

STATUS PASIEN STATUS PASIEN

I.

I. IDENTITAS PASIENIDENTITAS PASIEN  Nama

 Nama : Nn. S: Nn. S

Usia

Usia : : 25 25 TahunTahun

Alamat

Alamat : : delanggu, delanggu, klatenklaten Agama

Agama : : IslamIslam

Pekerjaan

Pekerjaan : : wiraswastawiraswasta  No. RM

 No. RM : -:

-II.

II. ANAMNESEANAMNESE

Anamnese dilakukan secara autoanamnese dan alloanamnese pada tanggal Anamnese dilakukan secara autoanamnese dan alloanamnese pada tanggal 19 Juli 2017 pukul 16.30 wib di poli mata RSU PKU Muhammadiyah 19 Juli 2017 pukul 16.30 wib di poli mata RSU PKU Muhammadiyah Delanggu

Delanggu

Keluhan utama

Keluhan utama : : kelopak kelopak mata mata kiri kiri bagian bagian atas atas tidak tidak dapatdapat terbuka

terbuka Riwayat Penyakit Sekarang

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluh mata kiri bagian atas tidak dapat terbuka sejak 2 Pasien mengeluh mata kiri bagian atas tidak dapat terbuka sejak 2  bulan

 bulan yang yang lalu lalu paska paska kecelakan kecelakan lalu lalu lintas. lintas. Pasien Pasien mengaku mengaku bahwa bahwa tidaktidak dapat membuka kedua kelopak mata setelah tersadar dari kecelakaan dapat membuka kedua kelopak mata setelah tersadar dari kecelakaan tersebut, lalu dua minggu kemudian kelopak mata kanan dapat membuka, tersebut, lalu dua minggu kemudian kelopak mata kanan dapat membuka, sedangkan bagian kiri tetap tidak dapat terbuka. Riwayat trauma pada sedangkan bagian kiri tetap tidak dapat terbuka. Riwayat trauma pada kepala diakui oleh pasien dengan keadaan cedera kepala sedang saat pasien kepala diakui oleh pasien dengan keadaan cedera kepala sedang saat pasien di rawat paska kecelakaan. Terdapat riwayat sulit menggerakkan tungkai di rawat paska kecelakaan. Terdapat riwayat sulit menggerakkan tungkai atas-bawah dan berbicara namun sekarang sudah semakin baik. Keluhan atas-bawah dan berbicara namun sekarang sudah semakin baik. Keluhan tersebut belum mendapatkan pengobatan sama sekali, tidak terdapat tersebut belum mendapatkan pengobatan sama sekali, tidak terdapat keluhan penglihatan ganda, mata merah, kelopak mata yang bengkak, keluhan penglihatan ganda, mata merah, kelopak mata yang bengkak, ataupun nyeri kepala, terdapat bekas luka jahitan di bagian samping atas ataupun nyeri kepala, terdapat bekas luka jahitan di bagian samping atas alis sebelah kiri

(3)

Riwayat Penyakit Dahulu

- Riwayat sakit serupa : disangkal

- Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal

- Riwayat alergi : disangkal

- Riwayat asma : disangkal

- Riwayat penyakit gula : disangkal

- Riwayat trauma : diakui

- Riwayat mata merah : disangkal

- Riwayat operasi mata : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

- Riwayat sakit serupa : disangkal

- Riwayat penyakit gula : disangkal

- Riwayat alergi : disangkal

- Riwayat hipertensi : disangkal

- Riwayat benjolan dimata : disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi

- Pasien berobat dengan biaya umum

III. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 19 Juli 2017 pada pukul 16.30 WIB di RSU PKU Muhammadiyah Delanggu

a. Keadaan Umum : Baik

b. Kesadaran : Compos mentis

c. TANDA VITAL

- Tekanan darah :

-- Nadi : 80 x/menit

- Respiratory rate : 20 x/menit

(4)

d. STATUS GIZI

- Berat badan :

-- Tinggi badan :

-- Kesan : gizi cukup

e. STATUS GENERALIS

1) Kepala : kesan mesosefal 2) Thorax : tidak diperiksa 3) Abdomen : tidak diperiksa 4) Extremitas : tidak diperiksa

f. STATUS OFTALMOLOGIS

OD OS

5/6 Visus 5/6

Tidak dilakukan Visus koreksi Tidak dilakukan

Tidak dilakukan Sensus Coloris Tidak dilakukan

Bebas segala arah Pergerakan bola mata Medial (-)

Superior (-) Inferior (-) Lateral (+)

Ortoforia Kedudukan bola mata Ortoforia

Entropion (-) Ektropion (-) Trikiasis (-) Silia Entropion (-) Ektropion (-) Trikiasis (-)

(5)

Distrikiasis (-) Distrikiasis (-) Oedem (-) Hiperemis (-)  Nyeri tekan (-) Sekret (-) Ulkus (-) Krusta (-) Pseudoptosis (-) Sikatrik (-)

Palpebra superior Oedem (-)

Hiperemis (-)  Nyeri tekan (-) Sekret (-) Ulkus (-) Krusta (-) Ptosis (+) komplit Sikatrik (-)  Nyeri tekan (-) Hiperemis (-) Spasme (-) Massa (-)

Palpebra inferior  Nyeri tekan (-)

Hiperemis (-) Spasme (-) Massa (-) Sekret (-) Hiperemis (-) Cobble stone (-) Giant papil (-) Udem (-) Corpus alienum (-) Konjungtiva palpebra superior Sekret (-) Hiperemis (-) Cobble stone (-) Giant papil (-) Udem (-) Corpus alienum (-) Sekret (-) kuning Hiperemis (-) Cobble stone (-) Giant papil (-) Udem (-) Corpus alienum (-) Konjungtiva palpebra inferior Sekret (-) Hiperemis (-) Cobble stone (-) Giant papil (-) Udem (-) Corpus alienum (-) Injeksi konjungtiva (-) Injeksi silier (-) Sekret (-) Corpus alienum (-) Pterygium (-) Konjungtiva forniks dan bulbi Injeksi konjungtiva (-) Injeksi silier (-) Sekret (-) Corpus alienum (-) Pterygium (-)

(6)

Ikterik (-) Sklera Ikterik (-) Jernih (-) Infilrat (-) Ulkus (-) Sensibilitas kornea (+) Udem (-)  Neovaskularisasi (-) Sikatrik (-) Kornea Jernih (-) Infilrat (-) Ulkus (-) Sensibilitas kornea (+) Udem (-)  Neovaskularisasi (-) Sikatrik (-) Jernih Tindal efek (-) Kedalaman ¼ bagian  bayangan pada iris

COA Jernih

Tindal efek (-)

Kedalaman ¼ bagian  bayangan pada iris Kripte tidak melebar

 Neovaskularisasi (-) Sinekia anterior (-) Udem (-)

Iris Kripte tidak melebar

 Neovaskularisasi (-) Sinekia anterior (-) Udem (-)

Bulat, Sentral, Reguler Isokor

Diameter 3 mm

Refleks direk/indirek (+/+) N

Pupil Bulat, Sentral, Reguler

anisokor Diameter 5 mm Refleks direk/indirek (-/-) Kekeruhan (-) Shadow test (-) Lensa Kekeruhan (-) Shadow test (-)

Tidak dilakukan Fundus Refleks Tidak dilakukan

- Lapang pandang

-T dig N Tekanan bolamata

digital

T dig N

Tidak dilakukan Tes Fluorescein Tidak dilakukan

(7)

 jahitan di superolateral

suprasilia sinistra

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang, diusulkan pemeriksaan  penunjang berupa CT-Scan / MRI.

V. RESUME :

Pasien mengeluh mata kiri bagian atas tidak dapat terbuka sejak 2  bulan yang lalu paska kecelakan lalu lintas. Keluhan tersebut belum

mendapatkan pengobatan sama sekali, tidak terdapat keluhan penglihatan ganda, mata merah, kelopak mata yang bengkak, ataupun nyeri kepala, terdapat bekas luka jahitan di bagian samping atas alis sebelah kiri. Didapatkan dari hasil pemeriksaan fisik pada palpebra superior sinistra terdapat ptosis, gangguan pada pergerakan bola mata (medial (-), superior (-), inferior (-)), dan refleks pupil direk/indirek (-/-).

VI. DAFTAR MASALAH

Anamnesis: Pemeriksaan Fisik: Pemeriksaan

Penunjang:

1. Kelopak mata kiri

tidak dapat terbuka

2. Palpebra sinistra superior ptosis (+). 3. Pergerakan bola mata terbatas di  bagian medial, superior, dan inferior. 4. Refleks pupil direk/indirek (-/-)

(8)

-VII. DIAGNOSIS

a. Diagnosis Banding : 1. Anopthalmos

2. Fraktur apex orbital 3. Laserasi palpebra  b. Diagnosis kerja:

1. OS Ptosis Neurogenik derajat berat

VIII. INISIAL PLAN a. Diagnosis :

OS Ptosis Neurogenik derajat berat  b. Tata laksana farmakoterapi :

-c. Monitoring :

Monitoring kondisi palpebra sinistra superior, dan keluhan-keluhan lainnya.

d. Edukasi :

1. Menjelaskan pada pasien dan keluarga bahwa penyebab kelopak mata kiri tidak dapat terbuka akibat adanya kelumpuhan pada salah satu saraf yang mempersarafi mata. Sangat mungkin berhubungan dengan kecelakaan yang dialami oleh pasien.

2. Dilakukan rujukan kepada dokter spesialis mata dengan kemungkinan besar dilakukan operasi untuk mengkoreksi keluhan  pasien.

3. Meminta keluarga untuk memberikan dukungan pada pasien untuk senantiasa optimis untuk terus menjalani hidup.

(9)

IX. PROGNOSIS

OD OS

Quo ad vitam Ad bonam Ad bonam

Quo ad sanam Ad malam Ad malam

Quo ad cosmeticam Ad bonam Ad bonam

(10)

BAB III PEMBAHASAN

Dari hasil anamnesis didapatkan bahwa pasien memiliki keluhan utama yaitu kelopak mata kiri tidak dapat terbuka sejak dua bulan yang lalu paska kecelakaan lalu lintas yang dialaminya. Tidak ada keluhan mata bengkak, mata merah, nyeri kepala maupun penglihatan ganda.

Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan ptosis palpebra superior sinistra, disertai dengan gangguan pada pergerakan bola mata (medial (-), superior (-), inferior (-)), dan refleks pupil direk/indirek (-/-). Hasil anamnesis dan  pemeriksaan jelas pasien mengalami suatu keadaan yang disebut sebagai Ptosis, disertai dengan defisit neurologis nervus Occulomotorius (III). Kondisi kelopak mata diikuti oleh adanya gangguan gerakan bola mata dan refleks pupil yang negatif menandakan adanya gangguan ptosis neurogenik. Ditemukan adanya lesi di atas super silia kiri, memungkinkan penyebab ptosis adalah trauma yang kemudian menyebabkan adanya gangguan secara neurogenik.

I. Anatomi dan histologi

Secara garis besar palpebra superior terbagi menjadi 2 lapisan, yaitu lapisan anterior (kulit dan otot orbikularis) dan lapisan posterior (tarsus, aponeurotik levator, otot muller dan konjungtiva).7

1. Kulit

Palpebra memiliki kulit yang tipis ± 1 mm dan tidak memiliki lemak subkutan. Kulit disini sangat halus dan mempunyai rambut vellus halus dengan kelenjar sebaseanya, juga terdapat sejumlah kelenjar keringat.8

2. Otot orbikularis

Otot skelet yang berfungsi untuk menutup mata. Otot ini terdiri dari lempeng yang tipis yang serat-seratnya berjalan konsentris. Otot ini dipersarafi oleh nervus fasialis yang kontraksinya menyebabkan gerakan

(11)

mengedip, disamping itu otot ini juga dipersarafi oleh saraf somatik eferen yang tidak dibawah kesadaran.8

3. Tarsus

Jaringan ikat fibrous ± 25 mm, merupakan rangka dari palpebra. Didalamnya terdapat kelenjar meibom yang membentuk “oily layer” dari air mata.8

4. Septum Orbita

Terletak di bawah otot orbikularis post septalis pada kelopak mata atas dan bawah. Septum orbita ini adalah jaringan ikat yang tipis, merupakan  perluasan dari rima orbita.8

5. Otot levator dan aponeurotik levator palpebra

Merupakan “major refractor” untuk kelopak mata atas. M. levator  palpebra, yang berorigo pada anulis foramen orbita dan berinsersi pada tarsus atas dengan sebagian menembus M. orbikularis okuli menuju kulit kelopak bagian tengah. M. levator palpebra dipersarafi oleh nervus okulomotoris, yang berfungsi untuk mengangkat kelopak mata atau membuka mata.7

II. KLASIFIKASI PTOSIS

Secara garis besar ptosis dapat dibedakan atas 2, yaitu :

1. Ptosis yang didapatkan (aquired ); pada umumnya disebabkan oleh :10,11 a. Faktor mekanik

Akibat berat yang abnormal dari palpebra dapat menyulitkan otot levator palpebra mengangkat palpebra. Hal ini dapat disebabkan oleh inflamasi akut atau kronik berupa edema, tumor atau materi lemak yang keras, misalnya xanthelasma.

 b. Faktor miogenik

Ptosis pada satu atau kedua kelopak mata sering merupakan tanda awalmyasthenia gravis dan kejadiannya diatas 95% dari kasus yang ada. c. Faktor neurogenik (paralitik)

(12)

Terdapat intervensi pada jalur bagian saraf cranial III yang mempersarafi otot levator pada tingkat manapun dari inti okulomotor ke myoneural junction. Ptosis didapat (acquired) biasanya terjadi unilateral. d. Faktor trauma

Trauma tumpul maupun tajam pada aponeurosis levator maupun otot levator sendiri juga menyebabkan ptosis. Pada pemeriksaan histologik, defek terjadi karena adanya kombinasi faktor miogenik, aponeurotik dan sikatriks. Perbaikan terkadang terjadi dalam 6 bulan atau lebih, jika tidak ada perbaikan maka tindakan pembedahan dapat menjadi alternatif.

Berdasarkan kejadiannya, ptosis dibagi atas :

a. Terkait dengan penyakit muskular, kelainan neurologis, faktor mekanik. Pada beberapa kasus memerlukan penanganan secepatnya

 b. Myastenia Gravis c. Botulinism

d. Paralysis n. III akibat trauma, tumor, degenerative CNS disease, lesi vaskular.

e. Distrofi miotonik.

f. Tumor, trauma, jaringan sikatrik pada palpebra.

g. Horner syndrom (ptosis, miosis dan dishidrosis ipsilateral).

2. Ptosis kongenital 

Akibat kegagalan perkembangan m.levator palpebra. Dapat terjadi sendiri maupun bersama dengan kelainan otot rektus superior (paling sering) atau kelumpuhan otot mata eksternal menyeluruh (jarang). Hal ini  bersifat herediter.4

Berdasarkan kejadiannya, ptosis dibagi atas: a. Unilateral

kegagalan perkembangan  –   innervasi abnormal otot levator  palpebra. Bila cukup berat dapat menyebabkan ambliopia dan harus segera

(13)

 syndrome (kelainan nervus III dan nervus V), dimana kontraksi m.levator  palpebra terjadi bila rahang membuka ke samping pada sisi yang  berlawanan.

 b. Bilateral : infantile myastenia gravis atau anak dari ibu yang menderita MG.

c. Ptosis yang menyertai Sturge Weber, von Recklinghausen syndrome dan alkohol fetal syndrome.

Pada kepustakaan lain juga dibahas mengenai pseudoptosis dimana  palpebra superior jatuh tanpa adanya insufisiensi retraksi otot levator palpebra. Pseudoptosis dapat terlihat pada kelainan seperti hordeolum, kalazion, tumor  palpebra, atau blefarokalasis yang mengakibatkan kelopak mata sukar

diangkat. Pengobatan yang diberikan pada pseudoptosis adalah dengan mengobati dan menghilangkan penyebab pseudoptosis tersebut.1,2

Berdasarkan jarak jatuhnya palpebra superior, ptosis diklasifikasikan atas 3 derajat :13

Amount Ptosis Classification

less than or equal to 2mm Mild

3mm Moderate

greater than or equal to 4mm

Severe

III. INSIDENS

Sampai saat ini insidens ptosis belum pernah dilaporkan. Ptosis kongenital dapat mengenai seluruh ras, angka kejadian ptosis sama antara pria dan wanita. Ptosis kongenital biasanya tampak segera setelah lahir maupun pada tahun  pertama kelahiran.3

IV. GAMBARAN KLINIK

(14)

ataupun penyakit sistemik lainnya. Keluhan tersebut biasanya disertai dengan ambliopia sekunder.3

Pada orang dewasa akan disertai dengan berkurangnya lapang pandang karena mata bagian atas tertutup oleh palpebra superior. Pada kasus lain, beberapa orang (utamanya pada anak-anak) keadaan ini akan dikompensasi dengan cara memiringkan kepalanya ke belakang (hiperekstensi) sebagai usaha untuk dapat melihat dibalik palpebra superior yang menghalangi pandangannya. Biasanya  penderita juga mengatasinya dengan menaikkan alis mata (mengerutkan dahi). Ini  biasanya terjadi pada ptosis bilateral. Jika satu pupil tertutup seluruhnya, dapat terjadi ambliopia.1,14,15  Ptosis yang disebabkan distrofi otot berlangsung secara  perlahan-lahan tapi progresif yang akhirnya menjadi komplit.15

Ptosis pada myasthenia gravis onsetnya perlahan-lahan, timbulnya khas yaitu pada

malam hari disertai kelelahan, dan bertambah berat sepanjang malam. Kemudian menjadi permanen. Ptosis bilateral pada orang muda merupakan tanda awal myasthenia gravis.5,15  Pada ptosis kongenital seringkali gejala muncul sejak  penderita lahir, namun kadang pula manifestasi klinik ptosis baru muncul pada tahun pertama kehidupan. Kebanyakan kasus ptosis kongenital diakibatkan oleh suatu disgenesis miogenic lokal . Bila dibandingkan dengan otot yang normal, terdapat serat dan jaringan adipose di dalam otot, sehingga akan mengurangi kemampuan otot levator untuk berkontraksi dan relaksasi. Kondisi ini disebut sebagai miogenic  ptosis kongenital. 3 Pada kepustakaan lain digambarkan juga

 perbedaan klinik antara congenital myogenic and neurogenic

(15)

Gejala Congenital Myogenic And Neurogenic Ptosis Congenital Aponeurotic Ptosis. Jarak fissura  palpebra Lipatan kelopak mata atas Fungsi levator Pandangan atas- bawah

Ringan sampai berat

Lemah atau tidak

terdapat lipatan pada  posisi normal

Berkurang

Kelopak mata

mengikuti arah

 pandangan

Ringan sampai berat Lebih tinggi dari posisi normal

 Normal

Kelopak mata jatuh

V. CARA PEMERIKSAAN

Pemeriksaan fisis pada pasien ptosis dimulai dengan empat pemeriksaan klinik :17

1. Palpebra Fissure Height

Jarak ini diukur pada posisi celah terlebar antara kelopak bawah dan kelopak atas pada saat pasien melihat benda jauh dengan pandangan primer.17

Fissura pada palpebra diukur pada posisi utama (orang dewasa biasanya 10-12 mm dengan kelopak mata teratas menutup 1 mm dari limbus). Jika ptosis unilateral, pemeriksa harus membedakan dengan artifak strabismus vertikal (hipotropia) atau retraksi kelopak mata kontralateral. Kelopak mata harus dieversi untuk menyingkirkan penyebab lokal ptosis misalnya konjungtivitis papilar raksasa. Jika ptosis asimetris, khususnya bila kelopak mata atas mengalami retraksi  –   dokter harus secara manual mengangkat kelopak yang ptosis untuk melihat jika terjadi jatuhnya kelopak atas pada mata lain.17

2. Margin-reflex distance

Jarak ini merupakan jarak tepi kelopak mata dengan reflek cahaya kornea  pada posisi primer, normalnya ± 4 mm. Refleks cahaya dapat terhalang pada

(16)

mengeluh terganggu pada saat membaca maka jarak refleks-tepi juga harus diperiksa.17

3. Upper lid crease

Jarak dari lipatan kelopak atas dengan tepi kelopak diukur. Lipatan kelopak atas sering dangkal atau tidak ada pada pasien dengan ptosis kongenital. 17

4. Levator function

Untuk mengevaluasi fungsi otot levator, pemeriksa mengukur  penyimpangan total tepi kelopak mata, dari penglihatan ke bawah dan ke atas, sambil menekan dengan kuat pada alis mata pasien untuk mencegah kerja otot frontalis. Penyimpangan normal kelopak atas adalah 14-16 mm. Sebagai tambahan, jarak refleks kornea - kelopak mata dan jarak tepi kelopak atas-lipatan kelopak atas diukur. 17

5. Bells Phenomenon

Penderita disuruh menutup/memejamkan mata dengan kuat, pemeriksa membuka kelopak mata atas, kalau bola mata bergulir ke atas berarti Bells Phenomenon (+).

Pada pasien ptosis umumnya tidak diperlukan pemeriksaan laboratorium.  Namun untuk mengetahui adanya kelainan sistemik yang dapat mengakibatkan keadaan tersebut kiranya dapat dilakukan pemeriksaan darah. Pemeriksaan MRI dan CT-scan kepala dan mata dibutuhkan misalnya bila untuk melihat adanya massa tumor yang menyebabkan terjadinya ptosis, dan pada pasien yang ditemukan adanya kelainan neurologik lainnya misalnya pada pupil yang abnormal. 3,14

VI. DIAGNOSIS

Diagnosis ptosis tidak sulit untuk ditegakkan. Berdasarkan pada anamnesa dan pemeriksaan yang tepat maka selain diagnosis, juga dapat diketahui causa dari  ptosis dan derajat beratnya ptosis sehingga dapat ditentukan tindakan dan  penanganan yang tepat.

(17)

VII. PENATALAKSANAAN

Apabila ptosisnya ringan, tidak didapati kelainan kosmetik dan tidak terdapat kelainan visual seperti ambliopia, strabismus dan defek lapang pandang, lebih baik dibiarkan saja dan tetap diobservasi.1,3

Penanganan ptosis pada umumnya adalah pembedahan. Pada anak-anak dengan ptosis tidak memerlukan pembedahan secepatnya namun perlu tetap diobservasi secara periodik untuk mencegah terjadinya ambliopia. Bila telah terjadinya ambliopia, pembedahan dapat direncanakan secepatnya. Namun jika hanya untuk memperbaiki kosmetik akibat ptosis pada anak, maka pembedahan dapat ditunda hingga anak berumur 3-4 tahun.12,14

VIII. INDIKASI PEMBEDAHAN6

1. Fungsional

Gangguan axis penglihatan. Ambliopia dan stabismus dapat menyertai  ptosis pada anak-anak.

2. Kosmetik 

Tujuan operasi adalah simetris, dan simetris dalam semua posisi  pandangan hanya mungkin jika fungsi levator tidak terganggu.

IX. KONTRA INDIKASI PEMBEDAHAN18

1. Kelainan permukaan kornea 2. Bells Phenomenon negatiF 3. Paralisa nervus okulomotoris 4. Myasthenia gravis

X. PRINSIP-PRINSIP PEMBEDAHAN

Pembedahan dapat dilakukan pada pasien rawat jalan cukup dengan anestesi lokal. Pada ptosis ringan, jaringan kelopak mata yang dibuang jumlahnya sedikit. Prinsip dasar pembedahan ptosis yaitu memendekkan otot levator  palpebra atau menghubungkan kelopak mata atas dengan otot alis mata. Koreksi

(18)

 ptosis pada umumnya dilaksanakan hanya setelah ditemukan penyebab dari kondisi tersebut. Dan perlu diingat bahwa pembedahan memiliki banyak resiko dan perlu untuk didiskusikan sebelumnya dengan ahli bedah yang akan menangani pasien tersebut.14

Beberapa Pembedahan Ptosis : 1. Reseksi levator eksternal19

Reseksi levator eksternal diindikasikan pada kasus ptosis moderat sampai berat dengan fungsi kelopak yang buruk. Ptosis kongenital termasuk kategori tersebut.

2. Advancement of the levator aponeurosis atau Tucking19

Prosedur ini biasanya diindikasikan pada ptosis di dapat (acquired). Juga dapat dilakukan pada ptosis kongenital

3. Frontalis sling

Pada kasus ptosis berat dengan fungsi palpebra 1-2 mm, frontalis sling merupakan pendekatan yang paling baik.18

4. Prosedur Fasenella –  Servat

Operasi ini diindikasikan jika fungsi levator baik (10 mm) dan ptosis ringan (1-2 mm).19

Kebanyakan operasi ptosis berupa reseksi aponeurosis levator atau otot-otot tarsus superior (atau keduanya). Banyak cara, dari kulit maupun dari konjungtiva, kini dipakai. Pada tahun-tahun terakhir ini, titik berat diletakkan  pada keuntungan membatasi operasi pada perbaikan dan reseksi aponeurosis

levator, terutama pada ptosis yang didapat.6

Pasien dengan sedikit atau tanpa fungsi levator memerlukan sumber  pengangkatan alternatif. Menggantungkan palpebra pada kening (alis)

memungkinkan pasien mengangkat palpebra dengan bantuan gerak alami muskulus frontalis. Fascia lata autogen biasanya dianggap sebagai alat terbaik untuk menggantung.6

(19)

XI. PROGNOSIS

Prognosis tergantung pada tingkat ptosisnya dan etiologinya.3

1. Ptosis kongenital tipe mild dan moderate dapat mengalami perbaikan seiring dengan waktu tanpa komplikasi yang berat.

2. Ptosis yang menyebabkan ambliopia membutuhkan terapi “Patching” 3. Ptosis kongenital yang menyebabkan hambatan penglihatan sebaikn ya

segera ditangani dengan pembedahan.

XII. PENCEGAHAN

(20)

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi, pasien didiagnosa dengan OS ptosis neurogenik e.c kecelakaan lalu lintas

B. Saran

 Hendaknya pasien tetap optimis.

 Mengkonsultasikan keluhan pasien jkepada dokter spesialis mata..  Pihak keluarga harus memberikan dukungan kepada pasien..

(21)

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidharta (ed). Kelopak Mata. Dalam Ilmu Penyakit Mata. Edisi 2. Sagung Seto. Jakarta. 2002; hal : 57,73-5.

2. Ptosis. Steen-Hall Eye Institute. Available at http://www.steen-hall.com/ptosis.html. Modified on 01/23/2004.

3. Suh, Donny Wun. Ptosis, Congenital. Editor(s) : Michael J Bartiss, Donald S Fong, Mark T Duffy, Lance L Brown, Hampton Roy. Department of Ophthalmology, University of Nebraska Medical Center. Avaiable at http://www.emedicine.com/ ph/topic345. Last update : November 13, 2003.

4. Ptosis. TSBVI Education. Available

at http://www.tsbvi.edu/Education/anomalies/ ptosis.htm

5. Vaugham, Daniel. Ptosis. Dalam General Opthalmology. edisi 9, lange Medical Publications, California, 1980, hal : 50

6. Vaughn, Daniel. Blepharoptosis. Dalam Oftalmologi Umum. Edisi 14. Widya Medika. Jakarta. 2000; hal : 86-7.

7. Ilyas, Sidharta. Anatomi Kelopak Mata. Dalam Ilmu Penyakit Mata. FKUI. Jakarta. 1998; hal :1

8. Koswandi, Arthur., Lianury, Robby N.  Mata. Dalam Histologi. Jilid 4. Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Ujung Pandang. hal : 126-7.

9. Fraundorfer, Elisabeth K. Magnussa Phoenix Scientific/Medical

Illustration. Schwemmäckergasse 19, A-2202 Enzersfeld bei Korneuburg, Austria/Europe.Availableat http://www.magnussa.com/medicalillustrations. html.

10. Miller, Stephen. Disease Of The Ednexa Of The Eye. Dalam Disease Of The Eye (Parson’s). Churchchill Livingstone. London. 1978; hal : 524.

11.  Newman, Steven A. Eyelid Malposition and Involutional

Changes. Dalam Basic And Clinical Science Course-Orbit, Eyelids, and Lacrimal System. Bagian 7. The Foundation Of The Academy Of Oftalmology, San Fransisco, 2001, hal : 190,191,200 dan 204

(22)

12. Ptosis. Available at http://pedclerk.bsd.uchicago.edu/ptosis.html.

13. Bermant, Michael. Measuring Eyelid Function and Ptosis (drooping upper

eyelid).American Board of Plastic Surgery. Available

athttp://www.plasticsurgery4u.com

/procedure_folder/eyelid_recon_folder/eyelid_function.html. Last update : Januari 8, 2004.

14. Stonely, Dorothy Elinor. Ptosis. The Thompson Corporation. Available at http://www.ehendrick.org/healthy /001140.htm. 2003.

15. Doyle, Martin. Disease Of The Eyelid . Dalam A Synopsis Of

Ophthalmology. A John Wright & Sons LTD Publication. Chicago. 1975; hal : 147

16. Ptosis : Drooping of The Upper Eyelid. Medical Marketting. Physicians’

Advertising & Promotion. Availabe at

http://www.oculo-doc.com/myasthenia_gravis_ptosis.htm

17.  Newman, Steven A. The Pasient With Eyelid or Facial Abnormalities . Dalam Basic And Clinical Science Course-Neuro Opthalmology. Bagian 5. The Foundation Of The American Academy Of Ophthalmology. San Fransisco. 2001; hal : 263.

18. Evans, N.M. The Eyelids. Dalam Opthalmology. Oxford University Press. Oxford. 1995; hal : 17-20

19. Sparth, George L. Plastic Surgery. Dalam Opthalmic Surgery. W.B. Saunders Company. Philadelphia. 1982; hal : 582-589.

20. Bermant Michael. Eyelid Ptosis (drooping of upper eyelid) Plastic

Surgery. American Board of Plastic Surgery. Available

at http://www.plasticsurgery4u.com/ procedure

Referensi

Dokumen terkait

Dari khotbah dan sambutan-sambutan telah disinggung pula visi dan misi PERSETIA ke masa depan, hal mana juga dibahas dalam Rapat Pengurus sesudah syukuran tersebut tanggal 25 dan

Rancangan penelitian ini mengarah pada ilmu bahasa sastra, atau bisa disebut dengan drama, karena dalam kajiannya yang secara pragmatik dalam memahaminya tentunya

Artinya pada suatu tingkat upah tertentu, jumlah orang yang diminta untuk. bekerja dalam suatu lapangan pekerjaan tertentu lebih

Hasil uji BNJ pada Tabel 7 menunjukkan bahwa jenis kayu marasi, asam jawa, balobo, dan kundang menghasilkan indeks retak lembaran pulp yang tidak berbeda nyata, tetapi berbeda nyata

Aku berlindung kepada ALLAH Yang Maha Pemurah dan berpegang teguh pada kalimat-kalimatNya yang sempurna yang tidak dapat dipengaruhi oleh sesiapapun juga, baik yang taat

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : 1) perbedaan ketrampilan menulis pengalaman pribadi siswa antara yang diajar dengan pendekatan quantum learning dan

Berbeda dengan obat antikolinergik yang dapat membesarkan pupil mata namun tidak menghilangkan refleks cahaya maupun refleks korneal.. Beberapa nama klinis yang digunakan pada

Dengan ini saya menyatakan bahwa karya yang berjudul ” Fungsionalisasi Kualitas Sedimen Tambak Udang Dari Akumulasi Bahan Pencemar Dengan Menggunakan Teknologi Sediment