• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. dan keterkaitan dengan ilmu yang sedang dipelajari oleh peneliti, dalam hal ini ilmu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. dan keterkaitan dengan ilmu yang sedang dipelajari oleh peneliti, dalam hal ini ilmu"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Alasan Pemilihan Judul

“Peran Kelompok Usaha dalam Meningkatkan Keberdayaan Perajin Topeng Kayu di Dusun Bobung, Desa Putat, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkidul” merupakan judul yang dipilih untuk digunakan dalam penelitian ini. Secara teoritis, pemilihan judul penelitian haruslah memenuhi 3 syarat, yaitu aktualitas, orisinalitas, dan keterkaitan dengan ilmu yang sedang dipelajari oleh peneliti, dalam hal ini ilmu yang sedang dipelajari oleh peneliti adalah ilmu pembangunan sosial dan kesejahteraan, sehingga penelitian yang dilakukan harus relevan dengan ilmu pembangunan sosial dan kesejahteraan.

1. Aktualitas

Era reformasi yang berkembang pada tahun 1998 telah membawa perubahan besar bagi pembangunan di Indonesia. Paradigma pembangunan lama yang selalu berpusat pada segelintir orang saja dan tidak pernah melibatkan masyarakat luas untuk turut serta dalamnya. Paradigma tersebut juga menganggap bahwa pembangunan hanyalah mengenai pertumbuhan ekonomi dan pemenuhan sarana prasarana semata tanpa memperhatikan pertumbuhan mutu dan kualitas sumber daya manusia perlahan mulai ditinggalkan.

(2)

2 Paradigma pembangunan yang digunakan saat ini tidak lagi berpusat pada pertumbuhan ekonomi saja dan tidak lagi didasarkan pada pertumbuhan sarana prasarana fisik, melainkan lebih cenderung kepada pembangunan dan pengembangan sumber daya manusianya. Salah satu upaya dilakukan untuk mengembangkan kualitas sumber daya manusia yang ada adalah dengan pemberdayaan masyarakat. Ketika masyarakat berdaya sebagai subyek pembangunan, dan tidak hanya sebagai obyek pembangunan, maka secara perlahan mereka akan mampu untuk berdaya, baik berdaya secara ekonomi, secara sosial maupun politik.

Saat ini pemerintah tengah mengupayakan percepatan pembangunan guna mengejar ketertinggalan akibat krisis ekonomi yang dialami pada tahun 1998 dan pada tahun 2008 silam. Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah adalah dengan memberikan ruang gerak yang seimbang kepada para pelaku usaha serta memberdayakannya, baik pelaku usaha besar, menengah, maupun pelaku usaha kecil/skala rumah tangga. Upaya pemerintah tersebut saat ini sedang fokus kepada pengembangan dan pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM).

UKM memiliki peran yang sangat strategis bagi perkembangan perekonomian nasional. Ketika terjadi krisis global yang menyebabkan sektor perekonomian di hampir semua negara-negara berkembang lumpuh pada tahun 1998 lalu, UKM menjadi salah satu sektor yang terbukti mampu bertahan. Selain itu, UKM ini juga menjadi salah satu sektor pendorong perekonomian Indonesia untuk bisa bangkit kembali. Saat Amerika mengalami krisis pada tahun 2008

(3)

3 lalu, dan berimbas pula pada perekonomian negara-negara lainnya, sektor UKM ini justru mampu menunjukkan bahwa mereka mampu bertahan. Ini menunjukkan bahwa ketahanan perekonomian Indonesia sesunguhnya berada pada sektor Usaka Kecil dan Menengah (UKM).

Pembangunan pada sektor UKM saat ini sedang gencar-gencarnya dilakukan. Terlebih pada tahun ini mulai diberlakukan sistem perdagangan bebas ASEAN, yang biasa disebut dengan Asean Economic Community (AEC) 2015. Bagi Indonesia, pemberlakuan AEC ini memberikan tantangan sekaligus peluang yang tidak hanya dari dalam negeri, melainkan juga dari luar negeri, salah satunya adalah terjadinya persaingan dengan negara-negara di ASEAN lainnya, seperti Malaysia, Singapura, Thailand, dan lain-lain, baik persaingan dalam hal kualitas, harga, maupun sumberdaya manusia yang ada. Adanya persaingan yang ketat ini akan berdampak pada harga yang kompetitif pula. Menyadari peran UKM sebagai salah satu sektor strategis dan dominan, maka pencapaian kesuksesan AEC 2015 dipengaruhi oleh kesiapan UKM yang ada.

Banyak hal yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk mempersiapkan agar diri agar mampu bersaing dalam AEC 2015, salah satunya adalah dengan pemberdayaan sektor dominan dan sektor strategis dalam perekonomian nasional seperti UKM. Pemberdayaan UKM dapat dilakukan melalui beberapa strategi, salah satunya adalah strategi 5P, yaitu product, price, place, promotion,dan people. Strategi tersebut bisa diwujudkan salah satunya dengan kelompok usaha, karena di dalam kelompok usaha terdapat proses belajar sosial. Melalui proses

(4)

4 belajar sosial tersebut, para pelaku UKM akan bisa mengetahui potensi dan kelemahan yang ada dalam usahanya. Selain itu melalui proses belajar sosial yang ada dalam kelompok, pelaku usaha juga diharapkan mampu untuk membaca peluang-peluang yang ada.

2. Orisinalitas

Suatu penelitian dapat dikatakan sebagai penelitian yang orisinil jika masalah yang dikemukakan belum pernah dipecahkan sebelumnya atau oleh peneliti terdahulu, atau jika pernah ada penelitian sejenis, maka secara tegas dinyatakan perbedaannya. Setelah melakukan observasi, studi pustaka serta pencarian data dari media buku, jurnal maupun media internet penulis tidak mememukan hasil tulisan atau publikasi yang memiliki kesamaan judul dengan penelitian yang dilakukan. Berdasarkan hasil tersebut penulis mengambil kesimpulan bahwa belum pernah ada penelitian yang judulnya sama persis dengan judul penulis. Penelitian yang akan diteliti oleh penulis ini membahas mengenai peran kelompok usaha dalam meningkatkan keberdayaan perajin topeng kayu di Dusun Bobung, Desa Putat, Kec. Patuk, Gunungkidul.

Sepengetahuan penulis, sejauh ini belum ada kajian yang terkait hal itu walaupun sebelumnya sudah pernah dilakukan penelitian di Dusun Bobung. Kajian tersebut ditulis oleh Nunuk Maryati pada tahun 2005, dengan judul “ Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Desa Wisata” (Penelitian di

(5)

5 Pedukuhan Bobung Desa Putat Kecamatan Patuk Gunungkidul). Kajian yang dilakukan oleh Nunuk Maryati ini sangatlah berbeda dengan kajian yang dilakukan oleh peneliti. Nunuk Maryati lebih menyoroti tentang partisipasi masyarakat dalam pengembangan desa wisata. Partisipasi tersebut dilihat dari bagaimana sikap masyarakat terhadap program desa wisata yang ada. Selain itu, penelitian tersebut juga menyoroti tentang peranan tokoh masyarakat setempat dalam membentuk sikap masyarakat, serta peranan tokoh masyarakat dalam menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam pengembangan desa wisata di Pedukuhan Bobung. Walaupun lokasi penelitiannya sama-sama dilakukan di Dusun Bobung, namun kajian yang dilakukan oleh peneliti berbeda dengan kajian yang telah dilakukan terdahulu. Penelitian kali ini lebih berfokus pada peningkatan keberdayaan perajin topeng kayu melalui adanya kelompok-kelompok usaha.

Kajian yang akan digunakan sebagai pembanding selanjutnya adalah kajian yang dilakukan oleh Ryza Cahaya Aziz pada tahun 2012, dengan judul “Analisa Kondisi dan Strategi Pemberdayaan Kelompok Usaha Mandiri” (Studi di Yayasan Dana Sosial Al-Falah). Dalam kajian terebut, Ryza Cahaya Aziz lebih memaparkan mengenai strategi pemberdayaan yang dilakukan oleh Yayasan Dana Sosial Al-Falah untuk mengoptimalkan salah satu program kerjanya, yaitu kelompok usaha mandiri. Dalam penelitian ini, yang digunakan untuk mengukur strategi pemberdayaan yang dilakukan oleh Yayasan Dana Sosial

(6)

6 Al-Falah adalah analisis SWOT. Dimana dalam analisis tersebut diipaparkan mengenai kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman/hambatan yang ada dalam kelompok usaha mandiri. Kajian yang dilakukan oleh Ryza Cahaya Aziz ini sangat berbeda dengan kajian yang dilakukan oleh peneliti, karena dalam kajian ini peneliti ingin fokus kepada peran kelompok usaha untuk meningkatkan keberdayaan anggotanya, sedangkan Ryza Cahaya Aziz lebih fokus kepada strategi pemberdayaan untuk mengoptimalkan kelompok usaha.

Kajian ketiga yang digunakan sebagai pembanding dalam penelitian ini adalah “Membangun Organisasi Masyarakat Sipil” (Studi tentang badan keswadayaan masyarakat (BKM) di Desa Wonosari dan Desa Kepek Kecamatan Wonosari Kabupaten Gunungkidul)” yang ditulis oleh Hidayat pada tahun 2006. Penelitian tersebut memaparkan tentang bagaimana BKM di Desa Wonosari dan Desa Kepek menjalankan fungsinya sebagai lembaga pendidikan politik, promotor kualitas hidup masyarakat, dan pejuang kepentingan rakyat sekitarnya dengan melibatkan dirinya dalam proses perumusan kebijakan publik. Walaupun sama-sama meneliti tentang kelompok/badan swadaya, namun kedua kajian ini berbeda fokusnya. Hidayat lebih memfokuskan penelitiannya pada bagaimana badan swadaya masyarakat menjalankan fungsinya, sedangkan kajian yang dilakukan oleh peneliti lebih fokus kepada peran dari kelompok swadaya dan pengaruhnya terhadap peningkatan keberdayaan masyarakat, dalam hal ini masyarakat yang berprofesi sebagai perajin. Penelitian milik Hidayat dan

(7)

7 penelitian yang dilakukan oleh peneliti sama-sama membahas mengenai lembaga/kelompok swadaya masyarakat, yang membedakan adalah lembaga swadaya masyarakat yang ada dalam penelitian Hidayat memfokuskan permasalahannya pada lembaga swadaya yang dibentuk oleh pemerintah, yaitu BKM. Sedangkan dalam penelitan ini, kelompok swadaya yang ada murni dibentuk oleh masyarakat, dalam hal ini adalah perajin. Lembaga swadaya yang dibentuk oleh para perajin ini berupa kelompok-kelompok usaha.

3. Relevansi dengan Jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan

Ilmu pembangunan sosial dan kesejahteraan termasuk dalam lingkup ilmu sosial, dimana masyarakat yang menjadi obyek materialnya, sedangkan obyek formal dari ilmu pembangunan sosial dan kesejahteraan adalah kelainan-kelainan yang ada dalam kehidupan masyarakat dan usaha pembangunan masyarakat.

Secara definitif, ilmu pembangunan sosial dan kesejahteraan merupakan ilmu yang mempelajari tentang fenomena pembangunan masyrakat yang berbasis pada penelitian sosial dan berorientasi pada pemecahan masalah-masalah sosial. Secara historis ilmu pembangunan sosial dan kesejahteraan dikembangkan sebagai jawaban atas tuntutan sosial untuk merespon kondisi problematik yang cukup kompleks.

Ilmu pembangunan sosial dan kesejahteraan ini merupakan pengembangan dari ilmu sosiatri, yang lahir karena adanya dorongan permasalahan dan kondisi sosial yang ada dalam masyarakat. Kondisi tersebut adalah adanya

(8)

masalah-8 masalah yang bersifat patologis dalam masyarakat, berupa kemiskin, buta huruf, kebodohan, dan berbagai permasalahan sosial lainnya.

Dalam ilmu pembangunan sosial dan kesejahteraan ini, ada 3 konsentrasi ilmu yang menjadi fokus bahasan, yaitu pemberdayaan masyarakat, kebijakan sosial, dan corporate sosial responsibility (CSR). Ketiga konsentrasi ilmu tersebut merepresentasikan kajian mengenai upaya yang dilakukan secara integral untuk menyelesaikan permasalahan sosial yang bermuara pada terciptanya kesejahteraan. Kesejahteraan yang dicapai melalui pembangunan yang memberdayakan masyarakat.

Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk membantu masyarakat dalam mengembangkan kemampuan sendiri, sehingga bebas dan mampu untuk mengatasi masalah, serta mampu untuk mengambil keputusan secara mandiri. Masyarakat yang tadinya kurang berdaya lebih diberdayakan lagi melalui proses pembangunan.

Kelompok usaha kerajinan topeng kayu merupakan salah satu wadah asosiasi warga yang mayoritas bermata pencaharian sebagai perajin yang berfungsi dan berperan untuk mewujudkan keberdayaan masyarakat setempat. Usaha kerajinan topeng kayu merupakan salah satu penopang perekonomian warga di Dusun Bobung, yang memang mayoritas bermata pencaharian sebagai perajin. Adanya kelompok usaha dapat membantu para perajin dalam hal pemasaran, produksi, inovasi, maupun membantu dalam pemecahan berbagai permasalahan yang dihadapi oleh para perajin.

(9)

9 Tujuan utama dari dibentuknya kelompok usaha ini adalah untuk mendorong perajin agar bisa mandiri dalam meningkatkan taraf hidup, yang secara langsung akan berperan dalam jalannya pembangunan yang melibatkan partisipasi masyarakat setempat. Hal tersebut relevan dengan ilmu pembangunan sosial dan kesejahteraan, terutama dalam konsentrasi pemberdayaan masyarakat.

Tindakan manusia untuk menciptakan keseimbangan hubungan antara kebutuhan (needs) dengan sumberdaya (resources) guna mencapai kesejahteraan fisik, mental, dan sosial warga masyarakat. Kebutuhan masyarakat akan sumberdaya ekonomi, sosial, politik sangatlah tinggi, namun ketersediaan dan kemampuan sumberdaya yang ada untuk memenuhi kebutuhan tersebut sangat terbatas.

B. Latar Belakang

Menurut Todaro (2006:28) pembangunan merupakan kenyataan fisik sekaligus tekat suatu masyarakat untuk berupaya sekeras mungkin melalui serangkaian kombinasi proses sosial, ekonomi, dan institusional demi mencapai kehidupan yang serba lebih baik. Proses pembangunan di semua masyarakat haruslah memiliki 3 tujuan inti, yaitu peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai macam barang kebutuhan hidup yang pokok, peningkatan standar hidup, dan perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial. Salah satu upaya untuk mewujudkan tiga tujuan pembangunan tersebut adalah dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang cukup bagi masyarakat. Ketidakseimbangan antara jumlah tenaga kerja dengan

(10)

10 kesempatan kerja yang ada akan dapat menimbulkan masalah pengangguran dalam masyarakat.

Tahun 2007-2008 merupakan tahun yang dirasa sangat berat bagi perekonomian global (www.kemenkeu.go.id) . Ekonomi dunia saat ini dihadapkan pada krisis finansial global yang bersumber dari Amerika Serikat sebagai negara adidaya sekaligus sebagai pelaku ekonomi terkuat di dunia, krisis ini memiliki dampak yang dirasakan oleh banyak negara, tidak terkecuali Indonesia. Bahkan IMF menyebutkan bahwa krisis yang tengah melanda dunia saat ini merupakan largest financial shock since great depression. Ini menunjukkan betapa dahsyatnya krisis yang terjadi saat itu.

Kondisi keuangan negara yang tidak stabil membuat banyak kelompok masyarakat semakin kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, terutama kelompok masyarakat golongan menengah ke bawah. Walau demikian masih ada harapan untuk mengembalikan kekuatan perekonomian bangsa ini. Industri kecil merupakan salah satu sektor yang memainkan peran penting dalam perekonomian Indonesia, baik saat ini maupun saat yang akan datang. Ini karena sifat industri kecil yang mudah dimasuki. Secara mikro, pentingnya industri kecil dapat diamati dari kemampuannya menyediakan barang dan jasa yang relatif murah sehingga dapat diakses oleh masyarakat dari golongan ekonomi rendah. Saat krisis ekonomi melanda negara ini, sektor industri kecil terbukti mampu bertahan dalam menghadapi gejolak keuangan negara.

(11)

11 Industri kecil merupakan bagian yang tidak bisa dilepaskan dari dunia usaha nasional yang mempunyai kedudukan, potensi, dan peranan yang sangat strategis dalam mewujudkan tujuan pembangunan nasional yang di dalamnya mencangkup penciptaan lapangan pekerjaan dan penanggulangan kemiskinan. Mengingat perannya yang sangat strategis dalam pembangunan, usaha kecil harus terus dikembangkan dengan semangat kekeluargaan, saling isi, saling memperkuat antara industri kecil maupun industri besar dalam rangka pemerataan serta mewujudkan kemakmuran yang sebesar-besarnya bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, pemerintah dan masyarakat harus saling bekerjasama.

Pengembangan industri kecil ini akan membantu mengatasi masalah pengangguran, mengingat karakteristik yang bersifat padat karya dan membutuhkan modal yang relative kecil dan dengan teknologi yang tidak terlalu tinggi, sehingga bisa memperluas lapangan kerja dan memperluas kesempatan usaha, yang pada gilirannya akan mendorong pembangunan daerah. Saat ini, sektor industri kecil memegang peranan yang sangat penting dan strategis. Hal ini berarti sektor industri kecil perlu lebih dikembangkan lagi agar sektor industri kecil menjadi lebih efisien dan peranannya dalam perekonomian daerah semakin mengingkat baik dari segi nilai maupun kontribusinya dalam penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat sekitar. Pentingnya usaha kecil dalam pengembangan perekonomian nasional juga ditetapkan dalam UU No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM dan PP No. 17 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan UU No. 20 Tahun 2008.

(12)

12 Sektor industri kecil perlu mendapat prioritas utama dan harus mampu membawa perubahan fundamental dalam struktur perekonomian di Indonesia sehingga produksi nasional meningkat. Proses industrialisasi harus mampu mendorong berkembangnya industri kecil sebagai penggerak utama terhadap peningkatan laju pertumbuhan ekonomi dan perluasan lapangan kerja sehingga dapat mengurangi pengangguran. Dalam usaha pengembangan sektor industri kecil, diperlukan adanya berbagai fasilitas seperti modal dan juga fasilitas kredit yang lancar demi berlangsungnya pembangunan ekonomi.

Industri kecil dalam perekonomian suatu negara memiliki peran yang sangat penting. Bukan saja di Indonesia, tapi kenyataan menunjukkan bahwa posisi usaha kecil mempunyai peranan strategis di negara-negara lain. Industri kecil menjadi salah satu sektor usaha yang tidak tergantung pada musim dan mudah dikendalikan oleh manusia. Hal ini menyebabkan banyak negara berkembang mengembangkan sektor industri kecil untuk memacu pertumbuhn ekonominya. Indikasi lain yang menunjukkan peranan usaha kecil dapat dilihat dari kontribusinya terhadap peningkatan PDRB, ekspor non migas, penyerapan angkatan kerja, dan peningkatan sumberdaya manusia yang cukup besar.

Pentingnya peran industri ini membuat pemerintah memberikan perhatian yang serius dan sungguh-sungguh dalam penanganannya. Demikian juga dengan pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta yang terus memberikan perhatian khusus dan menetapkan berbagai kebijakan terkait pengembangan industri kecil di

(13)

13 Yogyakarta. Keberadaan industri kecil merupakan fakta semangat jiwa kewirausahan sangat besar dikalangan rakyat yang bisa menjadi penopang perekonomian nasional. Untuk itu perhatian pada sektor industri kecil sangatlah penting. Terlebih lagi banyak warga masyarakat yang saat ini kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik itu warga yang memiliki penghasilan kecil maupun warga yang tidak memiliki pekerjaan sama sekali. Perhatian pada sektor industri kecil akan sangat membantu industri itu untuk dapat berkembang, yang kemudian akan meningkatkan pendapatan daerah, serta menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitarnya. Sulit berkembangnya industri dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu keterbatasan modal, bahan baku, kurangnya keterampilan, dll.

Sebagai ujung tombak perekonomian negara, lebih dari 83% sebaran IKM di Indonesia terkonsentrasi pada kawasan barat Indonesia, khususnya di Pulau Jawa dengan tingkat sebaran industri lebih dari 65% baik dari segi penyerapan tenaga kerja dan jumlah unit usahanya (BPS, 2014). IKM banyak terkonsentrasi secara spasial pada kota-kota kecil di Pulau Jawa yang terhubung oleh jaringan jalan yang baik dan memiliki pelabuhan laut yang memungkinkan perusahaan-perusahaan terkait untuk meminimalkan biaya transportasi. Kebanyakan kota-kota ini terletak di DIY dan Jawa Tengah.

Industri kecil menjadi tulang punggung perekonomian di DIY. Sensus ekonomi tahun 2012 mencatat jumlah IKM yang ada mencapai 81.515 unit usaha yang menyerap tenaga kerja sebanyak 300.539 orang (Disperindangkop DIY, 2012).

(14)

14 Tabel 1.1

Rekapitulasi Data Potensi IKM D.I.Yogyakarta Tahun 2012

Nama Daerah Unit Usaha Tenaga Kerja (Orang) Nilai Investasi (000) Bantul 18.685 84.972 481.271.198 Sleman 16.771 62.007 232.974.645 Kulon Progo 4.183 22.662 82.640.278 Gunungkidul 21.018 60.166 58.449.539 Kota Yogyakarta 20,660 33.562 40.813.207 DIY 81.317 263.369 896.148.867

Sumber : Daerah Iistimewa Yogyakarta Dalam Angka Tahun 2012 (diolah) Berdasarkan data rekapitulasi potensi Industri Kecil Menengah (IKM) di Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2012, di D.I.Yogyakarta terdapat 81.317 unit usaha yang tersebar di 5 kabupaten dan kota, serta mampu menyerap tenaga kerja 261.441 jiwa, dan menyumbangkan investasi senilai Rp.896.148.867.000. Dari 5 Kabupaten/Kota yang ada, julah unit usaha yang paling banyak terdapat di Kabupaten Gunungkidul, yaitu sebanyak 21.018 unit usaha atau 26% dari seluruh unit usaha yang ada di D.I.Yogyakarta terdapat di Kabupaten Gunungkidul, yang terbagi kedalam beberapa cabang industri. Pengkategorisasian cabang industri ini didasarkan pada potensi yang ada di Gunungkidul itu sendiri. Wilayah Kabupaten Gunungkidul memiliki 5 cabang industri pokok yang terbagi kedalam beberapa unit usaha, yaitu pangan (8.956 unit usaha), sandang dan kulit (901 unit usaha), kimia dan bahan bangunan (5.420 unit usaha), logam dan elektronika (799 unit usaha), serta kerajinan (4.582 unit usaha). Berdasarkan tabel dibawah, unit usaha terbanyak adalah

(15)

15 cabang industri pangan, disusul kemudian oleh cabang industri kimia dan bahn bangunan, dan selanjutnya cabang industri kerajinan.

Tabel 1.2

Rekapitulasi Pendataan Potensi IKM Tahun 2012 Kabupaten Gunungkidul

No Cabang Industri Unit Usaha

1 Pangan 8.956

2 Sandang Dan Kulit 901

3 Kimia Dan Bahan Bangunan 5.42

4 Logam Dan Elektronika 799

5 Kerajinan 4.582

Total 20.658

Sumber : Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Angka Tahun 2012

Cabang industri pangan yang memiliki jumlah unit usaha tebanyak tentunya tidak lepas dari Kabupaten Gunungkidul yang dikenal sebagai salah satu kabupaten penghasil singkong di Indonesia. Mayoritas penduduk Gunungkidul menanam tanaman singkong sehingga dapat dengan mudah dijumpai makanan olahan berbahan dasar singkong. Potensi lain yang da di Gunungkidul adalah potensi hutan. Luas wilayah hutan di Gunungkidul adalah 87% dari total wilayah hutan yang ada di D.I.Yogyakarta, sehingga tak heran kalau wilayah Kabupaten Gunungkidul menjadi penghasil kayu terbesar di D.I.Yogyakarta. Cabang industri terbesar selanjutnya adalah industri kerajinan. Sektor industri di Gunungkidul sebagian besar berupa industri kecil yang pada umumnya mengolah hasil-hasil alam produksi lokal. Sebaran

(16)

16 industri, baik sedang, kecil, maupun besar yang ada di seluruh kecamatan terdapat pada tabel di bawah ini :

Tabel 1.3

Sentra Industri Di Gunungkidul

No Nama Sentra Kecamatan

1 Batik Ngawen, Karangmojo, Tepus

2 Kerajinan Blangkon Karangmojo 3 Kerajinan Serat Nanas Wonosari

4 Kerajinan Kece Tanjungsari

5 Kerajinan Akar Wangi Semin 6 Kerajinan Kayu Topeng Patuk

7 Kerajinan Perak Paliyan, Tepus 8 Kerajinan Tembaga Paliyan

9 Kerajinan Pandhe Besi Wonosari 10 Kerajinan Wuwung Seng Ngawen 11 Kerajinan Anyaman Bambu Semanu

12 Kerajinan Bambu Paliyan, Ngawen, Semin, Gedangsari

13 Mebel Kayu Nglipar, Patuk, Ngawen,

14 Batu Gamping Wonosari

15 Batu Alam Semanu

16 Caping Ngawen

Sumber : Data Industri Disperindangkop Kabupaten Gunungkidul Tahun 2013

Kecamatan Patuk merupakan salah satu kecamatan yang ada di Gunungkidul yang memiliki produk unggulan berupa kerajinan topeng kayu. Di Kecamatan Patuk, industri kerajinan topeng kayu berpusat di Dusun Bobung, Desa Putat. Bahan baku yang digunakan untuk bahan baku industri topeng tersebut adalah kayu pule dan sengon, yang diambil dari wilayah Gunungkidul dan sebagian diambil dari luar daerah. Sekitar 80% penduduk di Dusun Bobung menggantungkan hidupnya pada

(17)

17 sektor industri kerajinan topeng kayu ini. Walaupun demikian, para perajin topeng kayu di Dusun Bobung juga memiliki mata pencaharian sampingan, seperti misalnya beternak dan berkebun kakao.

Sumber pendapatan total para pelaku industri kerajinan topeng kayu dapat dibagi menjadi dua, yaitu pendapatan yang berasal dari industri kerajinan topeng kayu dan dari aktivitas non industri kerajinan topeng kayu. Sumber pendapatan yang berasal dari aktivitas non industri kerajinan topeng kayu adalah pendapatan yang berasal dari aktivitas pertanian, perkebunan, dan juga peternakan yang merupakan pekerjaan sampingan para pengusah industri kerajinan topeng kayu. Pendapatan total pengusaha industri kerajinan topeng kayu merupakan jumlah pendapatan dari aktivitas industri kerajinan topeng kayu dengan pendapatan dari aktivitas non industri kerajinan topeng kayu. Pendapatan yang diperoleh pengusaha akan dapat diketahui besar sumbangannya dari aktivitas industri kerajinan topeng kayu bila dibandingkan dengan pendapatan yang berasal dari aktivitas non industri kerajinan topeng kayu.

Industri kerajinan topeng kayu di Dusun Bobung mulai berjalan sejak tahun 1970. Pada saat itu, di Dusun Bobung baru ada 1 orang perajin, yang berasal dari luar Dusun Bobung. Perajin tersebut berasal dari Dusun Genduro, Desa Bogi, Kecamatan Patuk. Di desa asal perajin tersebut justru kerajinan topeng ini kurang berkembang, tidak seperti di Dusun Bobung. Industri kerajinan topeng di Dusun Bobung semakin lama semakin berkembang. Hal ini dibuktikan dengan semakin meningkatnya jumlah perajin yang ada di dusun tersebut. Dari yang awalnya hanya 1 orang perajin pada

(18)

18 tahun 1970, berkembang menjadi 5 orang perajin pada tahun 1975, dan pada tahun 2015 jumlah perajin yang ada meningkat sangat pesat, yaitu mencapai 210 orang, yang terbagi kedalam industri kerajinan topeng besar dan kecil yang masing-masing saling bekerjasama dan saling membantu dalam mengembangkan usaha.

Kerajinan topeng kayu ini awalnya dibuat hanya untuk kebutuhan tari topeng, sehingga bentuk dan warna dari topeng-topeng tersebut masih berpatok pada aturan-aturan baku dalam pewayangan. Pada awalnya, warga Desa Bobung hanya fokus dalam membuat topeng kayu klasik sebagai ikon dalam kesenian tari topeng. Namun seiring dengan perkembangan zaman, para perajin Desa Bobung tidak hanya terpaku membuat topeng kayu klasik saja, tetapi juga berupaya menciptakan kreasi dan inovasi dalam pembuatan topeng kayu, seperti variasi dan modifikasi topeng kayu moderen dengan motif batik sebagai hiasan dinding beragam jumlahnya.

Walaupun sudah memberikan sumbangan terhadap PDB nasional secara signifikan, dalam kenyataannya industri kreatif masih mengalami kendala-kendala yang dapat menghambat berkembangnya industri tersebut dalam masyarakat. Ada lima kendala utama yang menjadi perhatian dalam pengembangan ekonomi kreatif, diantaranya akses bahan baku, pemanfaatan teknologi itu sendiri, persoalan permodalan bagi pelaku usaha, perlindungan terhadap hasil hak cipta industri kreatif atau biasa disebut dengan hak cipta dan dukungan ketersediaan ruang publik yang masih kurang. Perajin di Dusun Bobung juga tak luput dari berbagai hambatan yang juga banyak dialami oleh pelaku industri lainnya,

(19)

19 seperti misalnya akses terhadap bahan baku, akses terhadap permodalan, pemanfaatan teknologi, akses terhadap pasar, serta jeratan pengepul yang menghalangi perajin untuk berkembang. Keterbatasan pendidikan dan pola pikir juga menjadi salah satu hambatan yang dialami oleh hampir semua perajin topeng di Dusun Bobung.

Keterbatasan pendidikan dan pola pikir ini menyebabkan banyak perajin yang menjalankan usahanya masih mengacu sistem manajemen keluarga, pengelolaan keuangan usahanya masih campur aduk dengan kegiatan rumah tangga. Mereka rata-rata belum melakukan pencatatan/pembukuan (pembuatan laporan keuangan) usahanya meskipun yang sederhana sekalipun. Hal ini mengakibatkan sulit untuk mengetahui perkembangan (maju/mundurnya) usahanya dari tahun ke tahun, demikian juga untuk mengetahui besar kecilnya keuntungan bahkan kerugian yang mereka alami.

Selain keterbatasan pendidikan dan pola pikir, hal penting yang menghambat berkembangnya para perajin di Dusun Bobung adalah masih adanya jeratan pengepul. Keberadaan pengepul dalam suatu industri bukanlah merupakan suatu hal yang baru, terutama dalam industri kerajinan topeng kayu yang ada di Dusun Bobung. Keberadaan pengepul di sini sudah cukup lama, bahkan sejak awal berdirinya atau berkembangnya usaha industri kerajinan topeng kayu.

Adanya pengepul ini tak jarang mengusik keuntungan atau pendapatan yang diperoleh oleh perajin. Pengepul atau broker seringkali menentukan harga beli topeng

(20)

20 kayu lebih rendah dari harga pasar. Dengan beragam alasan, pada akhirnya pihak tengkulak/pengepul lah yang memiliki posisi daya tawar yang lebih kuat dibandingkan dengan para perajin. Pada dasarnya, tawar-menawar dalam dunia perdagangan adalah hal yang bias, namun untuk beberapa komoditi dan dalam wilayah tertentu, seringkali proses tawar menawar terjadi secara tidak seimbang. Para perajin selalu menjadi pihak yang lebih dirugikan, bahkan seringkali penetapan harga jual terlalu jauh dari harga pasar.

Hegemoni pengepul terhadap para perajin secara nyata didak dapat diputuskan, sebagaimana yang diharapkan oleh para perajin topeng kayu di Dusun Bobung. Ketergantungan antara perajin dan pengepul yang sudah terjadi sejak lama sangat sulit untuk dihilangkan. Sebenarnya para perajin mengetahui kalau adanya pengepul menghambat mereka untuk maju, namun mereka tetap merasa nyaman masuk kedalam jaringan tersebut. ini disebabkan salahsatunya adalah karena ketergantungan.

Berbagai hambatan tersebut apabila tidak segera ditangani tentunya akan menjadi penghalang industri kerajinan topeng kayu di Dusun Bobung untuk maju dan berkembang. Untuk meminimalisir dampak dari hambatan-hambatan tersebut, maka beberapa perajin yang tergolong sudah mapan berupaya membentuk suatu wadah atau kelompok usaha yang dilandasi oleh keinginan bersama untuk berusaha bersama dan dipertanggungjawabkan secara bersama guna meningkatkan kualitas para perajin

(21)

21 yang ada, yang kemudian secara tidak langsung akan berpengaruh pada peningkatan pendapatan para perajin.

Kelompok usaha ini dibentuk dengan beberapa tujuan, diantaranya : 1. Menjadi wadah bagi perajin untuk saling bertukar informasi dan bertukar fikiran guna memajukan usahanya, 2. Membantu perajin kecil dalam memperoleh akses terhadap modal maupun pemasaran, 3. Sebagai sarana pengembangan diri perajin agar mereka bisa terlepas dari jeratan pengepul, yang paling utama dari pembentukan kelompok usaha ini adalah untuk meningkatkan keberdayaan para perajin, agar mereka bisa mengembangkan usahanya secara mandiri. Sehingga hasil dan nilai tambah yang didapat oleh para perajin bisa maksimal. Selain itu dengan adanya kelompok usaha ini diharapkan akan menghasilkan rasa kebersamaan, kesetiakawanan, sekaligus tanggung jawab diantara para perajin.

Tabel 1.4

(22)

22

No. Nama Kelompok Pengelola Anggota

1 Bina Karya Slamet Riyadi 16 Perajin

2 Karya Manunggal Sujiman 20 Perajin

3 Hasta Karya Basuki 15 Perajin

4 Pambudi Harta Sumadi 18 Perajin

5 Hasta Aulia Suroso 18 Perajin

6 Panji Sejati Kemiran 22 Perajin

7 Bina Usaha Tukiran 8 Perajin

8 Siti Kraftindo Kardiman 10 Perajin

9 Karya Lestari Evi Sunaryo 24 Perajin

10 Kriya Mandiri Sugiman 6 Perajin

11 Reditur Batik Hartono 18 Perajin

12 Sanggar Mulya Rudianto 15 Perajin

13 Sanggar Aisyah Susanti 7 Perajin

Sumber : Dokumen Kepala Dusun

Pada awalnya di Dusun Bobung hanya terdapat 6 kelompok usaha, yang beranggotakan sekitar 50 perajin yang bergabung secara sukarela. Saat ini di dusun Bobung sudah terdapat 13 kelompok usaha yang terbentuk atas inisiatif dari para perajin. Mereka saling membentuk kelompok usaha dengan landasan dan tujuan yang sama, yaitu untuk meningkatkan keberdayaan sesama perajin agar bisa mengembangkan usahanya secara mandiri tanpa tergantung dari pihak luar. Ke 13 kelompok usaha tersebut saat ini sudah memiliki anggota dengan jumlah yang berbeda, yang apabila dijumlah bisa mencapai 60% dari total jumlah perajin di Dusun Bobung. Sedangkan sisanya memilih untuk tidak bergabung kedalam kelompok usaha dan mereka menjalankan usahanya hanya sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, sehingga hasil yang didapat kurang maksimal.

(23)

23 Melalui kelompok usaha ini, perajin dilatih untuk mampu bekerjasama. Selain itu, dalam kelompok usaha ini juga ditumbuhkan semangat dan sikap mental serta sikap sosial sebagai teman seperjuangan yang harus saling menghormati, masing-masing mengerti kedudukan dan perannya, memahami hak dan kewajiban dalam seluruh proses yang ada (Sentanoe, 1999 : 22). Rasa kekeluargaan, gotong royong, musyawarah untuk mufakat merupakan landasan yang digunakan di dalam kelompok usaha. Sehingga kemudian, para perajin yang ada diharapkan untuk memiliki sikap ikut memiliki, ikut memelihara, dan ikut mempertahankan industri yang ada, baik itu industri kerajinan milik sendiri, maupun milik sesama anggota kelompok, atau bahkan milik semua perajin yang ada di Dusun Bobung.

Tujuan utama dari dibentuknya kelompok usaha yang ada di Dusun Bobung adalah terciptanya keberdayaan bagi para perajin topeng kayu. Keberdayaan merupakan unsur dasar yang memungkinkan suatu masyarakat dapat bertahan dan secara dinamis mengembangkan diri mencapai kemajuan. Dengan menjadi berdaya, dapat dipastikan para perajin yang ada akan mampu untuk bertahan dan mampu untuk mengembangkan usahanya ditengah kondisi perekonomian yang belum stabil seperti saat ini. Pemberdayaan sebagai proses mengembangkan, memandirikan, menswadayakan, memperkuat posisi tawar menawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekan di segala bidang dan sektor kehidupan.

(24)

24 Perajin di Dusun Bobung ini bisa dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu perajin yang bergabung dengan kelompok usaha dan perajin yang memilih untuk tidak bergabung dalam kelompok usaha.

a. Perajin yang bergabung dalam kelompok usaha

Berdasarkan observasi awal yang dilakukan, perajin yang bergabung kedalam kelompok usaha ini perlahan mulai bisa terlepas dari jeratan pengepul. Topeng yang mereka produksi saat ini sudah tidak lagi topeng setengah jadi. Mereka sudah bisa menghasilkan topeng dengan aneka macam hiasan dan kreasi, sehingga harga jual dari topeng tersebut bisa dibilang lebih tinggi daripada topeng yang masih setengah jadi.

b. Perajin yang tidak bergabung dalam kelompok usaha

Berdasarkan hasil observai awal, perajin yang belum bergabung dalam kelompok usaha ini hanya mampu memproduksi barang setengah jadi. Topeng yang mereka hasilkan masih berupa topeng mentah, yang polos dan belum mengalami proses finishing. Umumnya topeng yang mereka hasilkan dijual kepada para pengepul yang berasal dari Desa Krebet yang juga merupakan salah satu desa sentra kerajinan topeng kayu yang ada di Bantul.

Apabila dibandingkan dengan perajin yang bergabung kedalam kelompok usaha, hasil yang mereka peroleh sangat tampak perbedaannya. Karena barang yang dihasilkan berupa barang setengah jadi dan dijual kepada

(25)

25 pengepul untuk dijual lagi, maka hasil yang diperoleh para perajin yang tidak bergabung ke dalam kelompok usaha ini tidak bisa maksimal.

Berangkat dari gambaran tersebut di atas, maka peneliti mengambil judul : “Peran Kelompok Usaha dalam Meningkatkan Keberdayaan Perajin Topeng Kayu di Dusun Bobung, Desa Putat, Kecamatan Patuk, Gunungkidul”. Dengan judul tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran awal dari penelitian ini, yaitu tentang peran kelompok usaha dalam meningkatkan keberdayaan anggotanya. Penelitian ini diharapkan pula dapat mengetahui apakah dengan setelah mengikuti dan bergabung kedalam kelompok usaha ini, para perajin menjadi lebih mandiri atau tidak.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalahan yang diangkat sebagai rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana peran kelompok usaha dalam meningkatkan keberdayaan perajin topeng kayu di Dusun Bobung, Desa Putat, Kecamatan Patuk, Gunungkidul? 2. Apakah dengan adanya kelompok usaha tersebut para perajin menjadi lebih

mandiri?

3. Mengapa tidak semua perajin mau bergabung kedalam kelompok usaha?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian pada dasarnya dilaksanakan untuk memecahkan suatu permasalahan. Penentuan tujuan penelitian diperlukan agar penelitian yang dilakukan

(26)

26 mempunyai arah yang jelas dan sistematis. Tujuan penelitian merupakan jawaban atas masalah-masalah yang telah dirumuskan. Dalam penelitian ini terdapat 2 tujuan pokok, yaitu tujuan operasional dan tujuan substansial.

1. Tujuan operasional

Tujuan operasional merupakan tujuan penggunaan dari hasil penelitian untuk suatu keperluan atau kegiatan tertentu. Penelitian ini diharapkan memiliki kontribusi yang signifikan bagi perkembangan kajian Jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan khususnya terkait peranan kelompok usaha dalam meningkakan keberdayaan anggotanya. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan menjadi landasan atau acuan penelitian yang terkait selanjutnya.

2. Tujuan substansial

Tujuan substansial dari dilakukannya penelitian ini adalah :

a. Mengetahui bagaimana peran kelompok usaha untuk meningkatkan keberdayaan perajin topeng kayu di Dusun Bobung

b. Mengetahui apakah dengan adanya kelompok usaha tersebut para perajin bisa lebih mandiri.

c. Mengetahui apakah antar kelompok usaha terjadi persaingan atau justru terjadi kerjasama demi kemajuan bersama

d. Mengetahui apakah ada motif tersembunyi dibalik pembentukan kelompok usaha, seperi misalnya kartelisasi dan monopoli pemasaran

(27)

27 E. Manfaat Penelitian

Manfaat yang akan diperoleh dengan dilakukannya penelitian ini adalah : 1. Dapat mengetahui peran dari adanya kelompok usaha dalam

meningkatkan keberdayaan para perajin topeng kayu

2. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah setempat untuk mengembangkan kebijakan terkait pengembangan industri kecil

3. Penelitian ini diharapkan menjadi sumbangan pemikiran dan referensi untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan.

4. Sebagai bahan masukan bagi para akademisi, pemerintah maupun para stake holders dalam upaya pemberdayaan masyarakat dengan memanfaatkan institusi lokal yang bertumbuh-kembang di tengah masyarakat.

F. Tinjauan Pustaka

1. Industri Kerajinan Topeng Kayu

1.1. Industri Kerajinan sebagai Bagian dari Industri Kecil

Kata industri sering digunakan untuk merujuk maksud yang berbeda, perbedaan ini akan nampak jika dicermati kata keterangan yang menyertai kata industri tersebut. Secara umum, penggunaan kata industri biasanya ditujukan kepada salah satu bangunan fisik tempat pengelolaan dan organisasi produksi, namun akan muncul kekaburan pemahaman ketika kata industri digunakan untuk menyebut kegiatan yang hampir tanpa mesin dan bahan, misalnya industri

(28)

28 pariwisata, industri perbankan, industri telekomunikasi, dan bentuk-bentuk jasa lainnya. Industri memiliki beragam pengertian dan pemahaman tergantung dari sudut pandang mana kita melihatnya.

Sumaatmaja (1988: 179) membagi industri ke dalam dua pengertian secara luas dan sempit. Secara luas pengertian industri adalah segala kegiatan manusia yang memanfaatkan sumber daya, sedangkan dalam arti sempit industri adalah segala kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah menjadi barang jadi atau setengah jadi. Industri merupakan suatu bentuk kegiatan masyarakat sebagai bagian dari sistem perekonomian atau sistem mata pencahariannya dan merupakan suatu usaha manusia dalam menggabungkan atau mengolah bahan-bahan dari sumber daya lingkungan menjadi barang yang bermanfaat bagi manusia (Hendro, 2000: 95).

Berdasarkan beberapa konsep mengenai industri di atas, dapat disimpulkan bahwa industri merupakan suatu kegiatan dengan memanfaatkan sumber daya yang ada sehingga dapat memberikan nilai tambah tidak hanya untuk pemanfaatan outputnya, tetapi juga untuk proses pengolahannya.

Seperti yang telah dikatakan di atas, bahwa kata industri bisa memiliki berbagai macam makna, tergantung pada kata keterangan yang menempel pada kata industri tersebut. Berbagai macam konsep mengenai industri tersebut masih dianggap masih dianggap memiliki maksud yang sangat luas. Sehingga beberapa

(29)

29 instansi mengelompokkan industri kedalam beberapa golongan. Hal ini dilakukan untuk mempermudah pemahaman lebih lanjut mengenai industri.

Badan Pusat Statistik (BPS) menggolongkan industri di Indonesia menjadi empat kategori berdasarkan jumlah pekerja yang dimiliki oleh suatu usaha tanpa memperlihatkan besarnya modal yang ditanam ataupun kekuatan mesin yang digunakan.

a. Industri rumah tangga, yaitu industri pengolahan yang memiliki jumlah Tenaha kerja 1 sampai 4 orang.

b. Industri kecil, yaitu perusahaan/usaha industri yang mempunyai jumlah tenaga kerja 5 sampai 19 orang.

c. Industri sedang, yaitu perusahaan atau usaha yang memiliki jumlah pekerja 20 sampai 99 orang.

d. Industri besar, yaitu industri atau usaha yang sudah memiliki jumlah tenaga kerja lebih dari 100 orang.

Selain klasifikasi industri yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), masih banyak pengklasifikasian industri yang dilakukan oleh berbagai macam pihak. Pengklasifikasian jenis industri ini didasarkan pada beberapa hal, diantaranya :

(30)

30 a. Berdasarkan besar kecil modal industri dapat dibagi menjadi :

1) Industri padat modal, yaitu industri yang dibangun dengan modal yang jumlahnya besar untuk kegiatan operasional maupun pembangunannya 2) Industri padat karya, yaitu industri yang dititikberatkan pada sejumlah

besar tenaga kerja dalam pembangunan serta pengopreasiannya. b. Berdasarkan pemilihan lokasi industri dapat dibedakan :

1) Industri yang berorientasi pada pasar (market oriented industry), adalah industri yang didirikan sesuai dengan lokasi potensi target konsumen. Industri jenis ini akan mendekati kantong-kantong dimana konsumen potensial berada. Semakin dekat ke pasar akan semakin menjadi lebih baik.

2) Industri yang berorientasi pada tenaga kerja (man power oriented industry), adalah industri yang berada pada lokasi di pusat pemukiman penduduk karena biasanya jenis industri tersebut membutuhkan banyak pekerja untuk lebih efektif dan efisien. industri yang didirikan mendekati daerah pemusatan penduduk, terutama daerah yang memiliki banyak angkatan kerja tetapi kurang pendidikannya.

3) Industri yang berorientasi pada bahan baku (supply oriented industry), adalah jenis industri yang mendekati lokasi dimana bahan baku berada untuk memangkas atau memotong biaya transportasi yang besar. Misalnya: industri konveksi berdekatan dengan industri tekstil,

(31)

31 industri pengalengan ikan berdekatan dengan pelabuhan laut, dan industri gula berdekatan lahan tebu.

4) Industri yang tidak terikat oleh persyaratan yang lain (footloose industry), yaitu industri yang didirikan tidak terikat oleh syarat-syarat di atas. Industri ini dapat didirikan di mana saja, karena bahan baku, tenaga kerja, dan pasarnya sangat luas serta dapat ditemukan di mana saja. Misalnya: industri elektronik, industri otomotif, dan industri transportasi.

Berdasarkan konsep-konsep mengenai industri di atas, maka industri kerajinan topeng kayu yang terdapat di Dusun Bobung dapat dikelompokkan sebagai industri kecil maupun industri rumah tangga, yang memiliki jumlah tenaga kerja 1 sampai 19 orang. Hingga saat ini, di Dusun Bobung terdapat 13 kelompok industri kerajinan topeng kayu, masing-masing kelompok beranggotakan 6 sampai 20 perajin. Dari 13 kelompok usaha yang ada, hanya ada satu kelompok usaha yang anggotanya mencapai 20 perajin. Hampir semua perajin yang tergabung kedalam kelompok-kelompok usaha yang ada berasal dari berbagai RT yang ada di Dusun Bobung. Walaupun mereka berasal dari RT yang berbeda, namun mereka semua saling bekerja sama dalam proses produksi dan bersama-sama berupaya mengembangkan industri kecil kerajinan topeng kayu.

Sedangkan berdasarkan klasifikasi besarnya modal industri, maka industri kerajinan topeng kayu di Dusun Bobung ini tergolong sebagai industri padat

(32)

32 karya, serta jika dilihat dari pemilihan lokasinya maka dapat digolongkan sebagai industri yang berorientasi pada tenaga kerja (man power oriented industry) dan juga pada bahan baku (supply oriented industry). Dikatakan padat karya karena dengan berdirinya industri kerajinan topeng ini, banyak warga yang kemudian mendapatkan pekerjaan. Industri kerajinan topeng kayu dapat memberikan lapangan pekerjaan bagi masyarakat Bobung pada khususnya, dan masyarakat diluar Bobung pada umumnya. Dengan menggunakan modal yang sedikit, industri ini dapat menyerap banyak tenaga kerja.

1.2. Industri Kecil Menengah

Berdasarkan penjelasan mengenai industri di atas, dapat disimpulkan bahwa Industri Kecil Menengah (IKM) merupakan bagian dari industri. Seperti halnya dengan industri, Industri Kecil Menengah (IKM) juga memiliki berbagai macam pengertian. IKM di Indonesia didefinisikan oleh beberapa institusi, seperti misalnya Kementerian Perindustrian, Biro Pusat Statistik (BPS), Kementerian Perdagangan, dan masih banyak lagi. Dasar atau landasan yang digunakan oleh institusi-institusi tersebut untuk melahirkan konsep IKM bermacam-macam. Terdapat beberapa kriteria yang dipergunakan di tingkat internasional, diantaranya adalah jumlah tenaga kerja, jumlah asset, nilai penjualan, dan nilai investasi.

Kementerian Koperasi menetapkan kriteria industri kecil berdasarkan Undang Undang No 9 tahun 1995, industi kecil adalah : (1) usaha yang memiliki

(33)

33 kekayaan bersih paling banyak Rp 200 juta, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, (2) memiliki penjualan tahunan paling banyak Rp 1 miliar, (3) milik warga negara Indonesia, (4) berbentuk usaha perorangan yang berbadan hukum termasuk koperasi, (5) berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau berfasilitasi, baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah ataupun besar.

Menurut Kuncoro (1996 : 15) kecenderungan menyerap tenaga kerja umumnya membuat banyak IKM secara intensif pula dalam menggunakan sumber daya alam lokal. Apalagi karena lokasinya yang ada di pedesaan, pertumbuhan IKM akan menimbulkan dampak positif terhadap peningkatan jumlah tenaga kerja, pengurangan kemiskinan, pemerataan dalam distribusi pendapatan dan pembangunan ekonomi di pedesaan.

Menurut Marijan (2005 : 56) tidak sedikit industri kecil menengah (IKM) itu cenderung mengelompok di dalam wilayah tertentu (clustered). Kegiatan ekonomi pada dasarnya cenderung mengkuster, khususnya aktivitas ekonomi yang bergerak di sektor serupa. Di Indonesia sebagian besar kelompok-kelompok industri (kluster) itu muncul secara spontan, yang dirangsang oleh banyaknya bahan baku dan tenaga kerja yang terampil.

Menurut Rin Purwani Budi dalam Sunartiningsih (2004:124) industri kecil dapat dibagi menjadi empat kelompok yaitu:

a. Kelompok usaha yang menghasilkan barang pemenuh kebutuhan pasar, yaitu industri kecil yang bekerja melalui proses teknis dan

(34)

34 hasilnya dapat langsung dijual kepada konsumen, misalnya kompor, perabot rumah tangga, dll.

b. Kelompok yang menghasilkan barang pemenuhan kebutuhan industri besar dan menengah, yaitu industri kecil yang bekerja melalui proses teknis dan hasilnya dijual kepada industri lain, misal suku cadang kendaraan bermotor, radio, dll.

c. Kelompok kerja hasil barang-barang seni dan kerajinan yaitu industri kecil yang menghasilkan produk berdasarkan suatu kreasi seni misalnya ukir-ukiran, anyam-anyaman, batik, dll.

d. Kelompok yang berlokasi di desa-desa, yaitu industri kecil yang memenuhi kebutuhan wilayah akan jasa atau produk tertentu misalnya reparasi sepeda, reparasi perabot rumah tangga, pembuatan tahu, tempe, kecap, kerupuk, dan bermacam-macam jenis kue.

1.3. Industri Kerajinan Topeng Kayu di Dusun Bobung

Seni kerajinan Indonesia merupakan warisan budaya yang dapat menceritakan sejarah kebudayaan yang khas, menjadi wahana pendidikan keterampilan tangan yang mengasyikkan, juga menjadi alat untuk mendapatkan nafkah tambahan dari tangan yang terampil yang pada gilirannya akan meningkatkan ekonomi masyarakat setempat dan bahkan mungkin meningkatkan devisa negara.

(35)

35 Hasil karya kerajinan Indonesia, selain menjadi kegunaan dan keindahan yang menampilkan ciri kebudayaan daerah yang khas juga menjadi sesuatu yang ampuh untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk setempat. Adanya industri kerajinan secara umum merata di seluruh dapat meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan industri kecil melalui pengembangan kewirausahaan terutama golongan ekonomi lemah.

Kerajinan topeng kayu merupakan salah satu jenis seni kerajinan yang dalam pembuatannya membutuhkan keuletan, kesabaran, serta membutuhkan keterampilan yang tinggi. Meskipun di Indonesia terdapat beberapa sentra industri topeng kayu yang tersebar di beberapa daerah, namun masing-masing sentra industri topeng kayu tersebut memiliki karakteristik sendiri-sendiri.

Perkembangan industri kerajinan ini pada umumnya memiliki kekhasan letak geografis yang saling berdekatan dan menjadi ciri umum dari hampir semua jenis industri kerajinan tangan, sedangkan perkembangannya tergantung pada aspek pemasaran, faktor lingkungan dan hubungan yang memunmgkinkan terjadinya perkembangan, serta fasilitas infrastruktur seperti jalan, listrik, telepon, dll.

Usaha industri kerajinan topeng kayu tersebut dapat menjadi jawaban dari masalah ketidakseimbangan antara persediaan lapangan pekerjaan dengan kebutuhan lapangan pekerjaan, sehingga tenaga kerja yang lain berusaha mendapatkan pekerjaan diluar sektor pertanian atau sektor non pertanian. Pada dasarnya kebanyakan industri kecil dan kerajinan di pedesaan hidup berkelompok

(36)

36 (aglomerasi) dalam suatu daerah produksi tertentu (cluster), yang dalam hal ini tiap sentra berkembang dan timbul karena berbagai alasan, antara lain adanya keterkaitan bahan baku setempat dan faktor keahlian yang turun temurun (Sulti, 1979: 67).

Sektor industri kerajinan semakin menjadi tumpuan harapan bagi masa depan Daerah Intimewa Yogyakarta. Sektor ini banyak menyerap tenaga kerja, sekitar 95% dari industri yang tumbuh adalah berwujud dan terdiri dari industri kerajinan rakyat. Salah satunya adalah industri kerajinan topeng kayu yang merupakan produk unggulan dari Kabupaten Gunungkidul.

1.4. Definisi dan Pengertian Perajin Sebagai Aktor dalam Industri Kerajinan Topeng Kayu

Perajin merupakan orang yang pekerjaannya membuat barang kerajinan atau orang yang mempunyai keterampilan berkaitan dengan suatu kerajinan tertentu. Perajin adalah subyek yang terdiri dari 1 orang atau beberapa orang yang menuangkan ide dan gagasan sehingga dapat menghasilkan suatu karta kerajinan (Sutardi, 2010:169). Perajin menghasilkan berbagai macam karya, diantaranya dapat berupa karya seni atau desain-desain yang pada akhirnya dikembangkan menjadi produk kerajinan.

Perajin topeng merupakan orang/kelompok orang yang menuangkan ide serta gagasan ke dalam suatu karya seni berupa topeng. Topeng merupakan salah satu budaya bangsa yang biasanya dipergunakan sebagai pelengkap/aksesoris dalam suatu pertunjukan tari. Di Indonesia, beberapa daerah memiliki kesenian

(37)

37 berupa tari tradisional yang menggunakan topeng sebagai aksesorisnya, seperti misalnya Cirebon, Bali, Yogyakarta, Surakarta, Malang, dll. Masing-masing daerah tersebut memiliki ciri khas dan karakteristik masing-masing.

Salah satu daerah yang juga memiliki kebudayaan berupa topeng adalah Yogyakarta. Yogyakarta dijuluki sebagai kota budaya, karena memang di kota inilah banyak kebudayaan berkembang, salah satunya topeng kayu. Di Yogyakarta terdapat 2 daerah yang menjadi sentra kerajinan topeng kayu, yaitu Dusun Bobung di Gunungkidul dan Desa Krebet di Bantul.

Dusun Bobung merupakan salah satu dusun yang ada di Kecamatan Patuk Gunungkidul, yang hampir semua warganya berprofesi sebagai perajin. Dahulu mayoritas masyarakat di Dusun Bobung bermata pencaharian sebagai petani dan pekebun. Dusun Bobung memiliki suatu kesenian daerah berupa tari topeng. Pada awalnya perajin topeng kayu di Dusun Bobung hanya fokus pada pembuatan topeng klasik sebagai ikon dari tari topeng tersebut. Seiring dengan perkembangan zaman, para perajin mulai mengembangkkan inovasi dalam produksi topeng kayu. Dari topeng klasik saat ini berkembang hingga pembuatan topeng kayu batik, patung loro blonyo, dan aneka souvenir khas daerah tersebut.

2. Pengorganisasian Diri sebagai Upaya Pencapaian Tujuan Bersama

Di dalam kehidupan sehari-hari, pengertian pengorganisasian masyarakat telah dipersempit artinya sehingga terbatas pada bentuk organisasi atau badan

(38)

38 hukum sebagai bentuk akhir dari upaya pengorganisasian masyarakat (Prawoto, 2004). Menurut beliau, terdapat tiga pandangan mengenai pengorganisasian masyarakat, yaitu :

a. Pengorganisasian masyarakat sebagai alat untuk mensukseskan program-program pemerintah

b. Pengorganisasian masyarakat sebagai tujuan akhir yang perlu dilakukan karena kelompok ini meskipun percaya bahwa sistem yang ada adalah layak dan berfungsi, tetapi ada penyimpangan-penyimpangan yang perlu diperbaiki dan masyarakat terdiri dari berbagai unsur yang bersifat majemuk sehingga perlu wadah organisasi dimana berbagai kepentingan dapat dipertemukan. Penekanannya adalah organisasi masyarakat terbentuk, bukan masyarakat yang berorganisasi.

c. Pengorganisasian masyarakat merupakan upaya terstruktur untuk menyadarkan masyarakat akan kondisi mereka dan perlu menggalang potensi untuk melangkah menuju perbaikan dalam konteks tatanan sosial politik yang lebih luas. Kelompok ini melihat bahwa sistem yang ada tidak berfungsi dengan baik, struktur sosial yang ada konflik dan pemerintah tidak sepenuhnya tanggap dengan kebutuhan masyarakat. Dalam pandangan ini pengorganisasian masyarakat lebih merupakan langkah awal menuju masyarakat berorganisasi untuk

(39)

39 mengembangkan tatanan sosial yang lebih peka dan tanggap terhadap kondisi yang dialami menuju pembangunan yang lebih menyeluruh. Di dalam penelitian ini pandangan mengenai pengorganisasian masyarakat lebih ditekankan pada pandangan yang terakhir, yaitu yang memandang pengorganisasian masyarakat sebagai suatu upaya yang terstruktur untuk menyadarkan masyarakat tentang kondisi mereka dan perlu menggalang potensi untuk melangkah menuju perbaikan konteks tatanan sosial politik yang lebih luas.

Pengorganisasian masyarakat adalah upaya penyadaran masyarakat terhadap permasalahan yang mereka hadapi dan membangun kesadaran untuk mengatasi masalah tersebut hingga tercipta pemberdayaan lokal yang memiliki kontrol dalam pengambilan keputusan atau kebijaksanaan yang akan mempengaruhi mereka sebagai komunitas melalui aksi kolektif. Dalam penelitian ini, aksi kolektif tersebut ditunjukka dalam pembentukan kelompok usaha. Dimana dalam kelompok usaha tersebut para perajin didorong untuk dapat memecahkan permasalahan yang mereka hadapi secara mandiri.

Tujuan pengorganisasian adalah untuk memperbesar kemampuan manusia yang artinya dengan pengorganisasian manusia dapat melaksanakan aneka macam kegiatan secara lebih efisien dibandingkan dengan bila manusia melaksanakan pekerjaan tersebut secara sendiri tanpa pihak lain. Perajin akan sulit berdaya apabila ia melakukan semua proses dalam produksi dengan sendiri. Berdaya yang dimaksud di sini adalah mereka mampu untuk secara mandiri

(40)

40 memenuhi kebutuhan dasar untuk menunjang pengembangan usaha. Keberdayaan dan kemandirian para perajin terseut akan lebih cepat tercapai apabila mereka mau untuk bekerjasama dalam suatu wadah yang dapat menyatukan semua aspirasi dan pendapat untuk membangun usaha.

Kelompok usaha kerajinan topeng kayu yang ada di Dusun Bobung menjadi salah satu wadah yang digunakan oleh para perajin untuk saling bertukar pikiran dan saling bekerjasama demi kemajuan usaha mereka. Dalam wadah ini telah terjadi suatu proses pengorganisasian yang melibatkan para perajin yang menjadi anggota dari kelompok usaha tersebut. Pengorganisasian yang terjadi dalam kelompok ini dimaksudkan untuk menghimpun segala kemampuan yang ada di dalam diri para perajin untuk bersama-sama membangun dan mengembangkan usaha mereka, serta mengembangkan pola pikir para perajin agar dalam mindset mereka tertanam suatu konsep kemandirian dan keberdayaan.

Dalam proses pengorganisasian ini, kelompok usaha berupaya untuk menghidupkan kembali semangat gotong royong dan tolong menolong diantara anggota, sehingga diantara mereka timbul rasa saling memiliki dan raa tanggung jawab untuk bersama-sama turut mengembangkan usaha masing-masing anggota.

(41)

41 3. Kelompok Usaha dan Urgensitasnya bagi Peningkatan Keberdayaan

Anggota

Sebuah kelompok ada karena berbagai alasan. Salah satu alasan keberadaan suatu kelompok adalah karena kelompok tersebut dapat memenuhi kebutuhan para anggotanya. Melalui suatu kelompok orang dapat melaksanakan pekerjaan yang tidak mungkin dikerjakan seorang diri, memperoleh wadah untuk melakukan hubungan sosial atau untuk mencapai suatu tujuan.

Cartwright dan Zander dalam Shaw, (1981:82), menyatakan bahwa orang berkelompok karena kelompok tersebut dapat memenuhi kebutuhannya atau kelompok tersebut sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhannya. Orang-orang yang memiliki tujuan yang sama cenderung akan membentuk sebuah kelompok guna mencapai tujuan tersebut. Kombinasi tujuan individu di dalam sebuah kelompok dapat dikatakan sebagai sebuah tujuan kelompok. Untuk mencapai tujuan kelompok tersebut anggota kelompok berupaya untuk melaksanakan fungsi dan perannya, serta bekerjasama menurut pola tertentu sebagai suatu kesatuan. Proses pencapaian tujuan kelompok tersebut merupakan dinamika kelompok.

Kelompok usaha didefinisikan sebagai kumpulan orang-orang usaha atau pengusaha yang terikat secara informal dalam suatu wilayah kelompok atas dasar keserasian dan kebutuhan bersama. Kelompok usaha merupakan kelembagaan usaha yang langsung mengorganisir para peusaha dalam mengembangkan usahanya.

(42)

42 Pembentukan kelompok usaha memiliki beberapa tujuan, yaitu : 1) mengorganisasikan anggota dan mendorong usaha produktif; 2) mendorong adanya modal kelompok dan membangun hubungan dengan pihak lain; 3) melayani kebutuhan individu maupun kebutuhan bersama; 4) memelihara serta mengembangkan nilai-nilai kelompok dan nilai kasih dalam proses belajar kelompok; 5) mengembangkan potensi anggota kelompok dann kegiatan sosial.

Menurut Djoko Suseno dalam Sunartiningsih (2004: 105) kelompok usaha merupakan suatu alternatif dalam pengembangan UKM, baik itu kelompok usaha yang berbasis pada usaha sejenis ataupun yang berbasis pada daerah operasional. Adanya kelompok usaha ini akan dapat mengisi kekurangan dari masing-masing pelaku usaha yang tergabung mmenjadi anggota. Lebih lanjut Djoko Suseno dalam Sunartiningsih (2004: 106) menjelaskan bahwa pembentukan kelompok usaha memiliki beberapa fungsi, yaitu :

a. Peningkatan modal

b. Meningkatkan daya saing, dengan meningkatkan - Sumber daya alam

- Sumber daya manusia

c. Meningkatkan partisipasi masyarakat

Menurut Mudiyono dalam Sunartiningsih (2004: 126), kelompok usaha memiliki posisi strategis dalam pembangunan ekonomi, karena dalam kelompok usaha ini berkembang daya imajinasi, kreativitas, dan keberanian mengambil resiko sehingga menjadi sumber dinamika yang berdimensi sosial. Selanjutnya

(43)

43 masih menurut Mudiyono dalam Sunartiningsih (2004: 129 – 130), pembentukan kelompok usaha merupakan salah satu langkah strategis yang bisa dilakukan dalam upaya penguatan industri kecil. Di dalam kelompok usaha tersebut terdapat penguatan kelembagaan bagi para pelaku industri. Salah satu fungsi dari kelembagaan tersebut adalah sebagai pengatur dan penyedia informasi, serta sebagai pola pengembangan usaha antar pelaku usaha.

Peran adalah sekumpulan harapan yang dipercaya oleh perorangan atau kelompok kepada seseorang yang menempati posisi tertentu dalam kelompok atau organisasi (Umstot, 1988: 236). Peran juga menggambarkan sebuah konsep yang menunjukkan bahwa masing-masing orang memiliki pekerjaan dan tanggung jawab yang berbeda (Spector, 2006: 303). Greenberg dan Baron (2003 : 279) mendefinisikan peran sebagai perilaku khas yang menggambarkan seseorang dalam konteks sosial tertentu. Dengan demikian peran merupakan perilaku seseorang/kelompok yang terkait dengan pekerjaan dan tanggung jawab.

Peran adalah suatu set perilaku yang diharapkan dilakukan oleh individu yang memiliki posisi spesifik dalam suatu kelompok. Peran dapat membantu memperjelas tanggungjawab dan kewajiban anggotanya. Peran dapat memberikan pengaruh yang kuat terhadap perilaku seseorang, jika peran yang diperolehnya mampu diinternalisasi. Peran tersebut akan dihubingkan dengan faktor-faktor kunci dari konsep diri dan persepsi diri.

(44)

44 Peranan merupakan seperangkat harapan yang ditentukan oleh masyarakat terhadap pemegang-pemegang kedudukan sosial (Berry, 2003:105). Pemikiran ini sejalan dengan perspektif masyarakat, yaitu bahwa setiap individu memeganag peranan yang diberikan oleh masyarakat kepada mereka. Dalam pandangan ini, peranan dapat dilihat sebagai bagian dari struktur masyarakat.

Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat lepas dari lingkungannya. Di dalam suatu kelompok, manusia tumbuh, berkembang, dan berubah, keterikatan manusia dengan lingkungannya sangat dominan di kalangan masyarakat Indonesia. Keterikatan ini membuat seseorang tidak dapat melepaskan diri dari lingkungannya dan menuntut untuk menjalankan peranan tertentu dalam masyarakat.

Dari berbagai penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa peran kelompok usaha merupakan sekumpulan harapan ataupun fungsi yang diharapkan terjadi dari adanya suatu kelompok usaha. Dalam suatu kelompok terdapat pengaruh dari perilaku organisasi (kelompok) terhadap perilaku perorangan. Sebaliknya, perilaku perorangan juga dapat memberikan pengauh terhadap norma dan sistem nilai bersama yang biasanya menjadi perilaku kelompok.

(45)

45 4. Kelompok sebagai Arena Perajin untuk Mengorganisir diri

Kelompok dipandang sebagai sekumpulan orang-orang yang menciptakan kebersamaan, didasarkan pada asas saling kepentingan serta berkemampuan secara konsisten dengan melakukan tindakan yang seragam. Keanggotaan seseorang di dalam kelompok akan terbentuk apabila setiap individu mulai memiliki perasaan sebagai bagian dari kelompoknya. Oleh karena itu ciri keanggotaan terjadi ketika seseorang merasa tertarik dalam arti positive untuk menjadi anggota dan secara positif diterima sebagai anggota kelompok. Semakin seseorang tertarik kepada kelompok maka semakin besar pula individu memiliki komitmen kearah pencapaian tujuan.

Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat terlepas dari lingkungannya. Di dalam suatu kelompok, manusia tumbuh, berkembang, dan berubah. Keterikatan manusia dengan lingkungannya sangat dominan di kalangan masyarakat Indonesia. Keterikatan ini membuat seseorang tidak dapat melepaskan diri dari lingkungannya dan menuntut untuk menjalankan peranan tertentu dalam masyarakat. Kuntjoroningrat (1984: 7) mengemukakan bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang memiliki rasa gotong royong yang tinggi dan solidaritas sosial yang tinggi. Terbentuknya kelompok-kelompok usaha sesungguhnya karena adanya rasa solidaritas yang tinggi dan masih eratnya semangat kegotong-royongan diantara sesama warga.

(46)

46 Salah satu tujuan utama dari pembentukan kelompok adalah untuk mempermudah pencapaian tujuan bersama yang ada dalam masyarakat. Dalam penelitian ini, tujuan bersama yang ingin dicapai oleh perajin yang tergabung kedalam kelompok usaha adalah tercapainya suatu kondisi yang berdaya, dimana mereka bisa memecahkan segala permasalahan yang mereka hadapi secara mandiri, serta mereka juga bisa mengembangkan usaha mereka secara mandiri tanpa tergantung pada pihak pengepul. Dengan berkelompok para perajin akan dapat mencapai tujuan bersama secara lebih efektif dan efisien. HZB Tafal (1982: 11) megungkapkan bahwa orang dengan berbagai keterbatasan memang lebih cocok untuk bergabung dalam suatu bentuk kelompok kegiatan kebersamaan, sebab apabila mereka bekerja dan berusaha sendiri, eksistensi mereka kurang mendapatkan perhatian dan kurang mendapatkan kepercayaan dari pihak lain.

Lebih lanjut Lingdgren dalam Suardiman (1978: 112) mengemukakan bahwa suatu kelompok yang lengkap, jelas lebih baik dalam menyelesaikan beberapa hal, terutama yang mempunyai teamwork dan dapat bekerjasama. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam suatu kelompok anggota-anggotanya haruslah mau dan mampu untuk bekerjasama, sehingga masalah-masalah yang dihadapi dapat diselesaikan secara bersama-sama.

Untuk dapat memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapi dan mampu untuk mencapai suatu keberdayaan, perajin haruslah melewati suatu

(47)

47 proses yang dinamakan pengorganisasian masyarakat. Pengorganisasian merupakan suatu proses dimana masyarakat dapat mengidentifikasi kebutuhan dan menentukan prioritas dari kebutuhan tersebut, serta mengembangkan keyakinan untuk berusaha memenuhi kebutuhan sesuai dengan skala prioritas berdasarkan atas sumber yang ada dalam masyarakat sendiri maupun yang berasal dari luar dengan usaha secara gotong royong.

Di dalam penelitian ini, para perajin mengorganisir diri mereka melalui kelompok usaha. Salah satu tujuan mereka mengorganisir diri adalah agar mereka bisa mencapai keberdayaan secara mandiri, tanpa bergantung pada pihak lain. penekanannya di sini adalah adanya kelompok bukan untuk memberdayakan perajin, namun suatu kelompok usaha digunakan sebagai arena oleh para perajin agar mereka bisa memberdayakan dirinya sendiri, yang kemudian secara tidak langsung akan meningkatkan dan mengembangkan usahanya secara mandiri.

Suatu usaha akan dapat berkembang apabila pelaku usaha tersebut mampu untuk mengorganisir dirinya sendiri melalui suatu proses dimana mereja dapat mengidentifikasikan kebutuhan-kebutuhannya dan menentukan prioritas dari kebutuhan-kebutuhan tersebut, dan mengembangkan keyakinan untuk berusaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan sesuai dengan skala prioritas tadi berdasarkan atas sumber-sumber yang ada di masyarakat sendiri maupun yang berasal dari luar, dengan usaha secara gotong-royong.

(48)

48 Ada tiga aspek yang menjadi aspek penting dalam pengorganisasian yang dilakukan oleh para perajin , yaitu :

Proses, merupakan proses yang terjadi secara sadar, tetapi mungkin juga

tidak disadari. Jika proses disadari, berarti masyarakat menyadari akan adanya kebutuhan. Dalam prosesnya ditemukan unsur-unsur kesukarelaan. Kesukarelaan ini timbul karena adanya keinginan untuk memenuhi kebutuhan sehingga mengambil inisiatif atau prakarsa untuk mengatasinya. Kesadaran terhadap kebutuhan dan masalah yang dihadapi oleh masyarakat biasanya ditemukan pada segelintir orang saja, yang kemudian melakukan upaya menyadarkan masyarakat untuk bersama-sama mengatasinya.

Kesadaran untuk meningkatkan keberdayaan dan meningkatkan usaha kerajinan topeng kayu sudah dimiliki oleh sebagian perajin yang ada di Dusun Bobung. Namun, hanya beberapa perajin saja yang kemudian berani mewujudkan usaha mereka melalui sebuah aksi nyata, yaitu dengan membentuk suatu kelompok usaha yang bisa dijadikan sebagai wadah atau tempat untuk para perajin bertukar pikiran.

Salah satu kunci keberhasilan dari proses pengorganisasian adalah memfasilitasi mereka sampai akhirnya mereka dapat memiliki suatu pandangan dan pemahaman bersama mengenai keadaan dan masalah yang mereka hadapi. Pembentukan kelompok usaha salah satu tujuannya adalah untuk memfasilitasi

(49)

49 perajin agar mereka dapat berfikir dan menganalisis secara kritis permasalahan yang mereka hadapi. Hanya dengan demukian, para perajin mampu memiliki wawasan baru, kepekaan, dan kesadaran yang memungkinkan mereka memiliki keinginan untuk bertindak, melakukan sesuatu untuk merubah keadaan mereka agar menjadi lebih baik dalam segala hal. Proses tersebut seperti sebuah daur yang akan selalu berputar dan tak memiliki ujung.

Gambar 1.1

Daur Pengorganisasian masyarakat

(Sumber: Han Tan, 2004 : 10) 1. Mulai dari

masyarakat

2. Ajak mereka untuk berfikir kritis

3. lakukan analisis kearah pemahaman bersama 4. capai pengetahuan, kesadaran, perilaku baru 5. lakukan tindakan 6. evaluasi tindakan tersebut

(50)

50

Masyarakat, merupakan suatu kelompok besar yang memiliki batas-batas

geografis, bisa pula diartikan sebagai suatu kelompok dari mereka yang mempunyai kebutuhan bersama san berada dalam kelompok yang besar tadi.

Berfungsinya masyarakat, ditandai dengan keberhasilan mengajak

orang-orang yang mempunyai inisiatif dan dapat bekerja, membuat rencana kerja yang dapat diterima dan dilaksanakan oleh seluruh masyarakat, serta melakukan usaha-usaha/kampanye untuk menggolkan rencana tersebut.

Pada akhirnya, pengorganisasian diri yang dilakukan oleh masyarakat bertujuan untuk mencapai kemandirian masyarakat yang lebih luas, demikian halnya dengan pengorganisasian yang dilakukan oleh para perajin. Berfungsinya masyarakat, dalam hal ini adalah perajin, dapat diukur ketika mereka telah mampu melakukan beberapa hal, yaitu :

1. Menganalisis keadaan.

2. Merumuskan kebutuhan dan keinginan 3. Menilai sumber daya dan kemampuan

4. Menilai kekuatan dan kelemahan sendiri maupun lawan

5. Merumuskan bentuuk tindakan dan upaya yang tepat serta kreatif 5. Keberdayaan Perajin sebagai Tujuan Akhir dari Pembentukan Kelompok

Usaha

5.1. Konsep dan definisi keberdayaan

Keberdayaan dalam konteks masyarakat adalah kemampuan individu yang bersenyawa dalam masyarakat untuk membangun keberdayaan masyarakat

(51)

51 yang bersangkutan. Suatu masyarakat yang sebagian besar anggotanya sehat fisik dan mental serta terdidik dan kuat serta inovatif, tentunya memiliki keberdayaan yang tinggi (Wrihatnolo dan Dwidjowijoto, 2007:75).

Sumodiningrat (2000) menjelaskan bahwa keberdayaan masyarakat yang ditandai adanya kemandiriannya dapat dicapai melalui proses pemberdayaan masyarakat. Sedangkan menurut Sulistiyani (2004:80) menjelaskan bahwa keberdayaan masyarakat adalah kemampuan individu dan masyarakat untuk menjadi mandiri. Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berpikir, bertindak, dan mengendalikan apa yang mereka lakukan tersebut.

Kemandirian masyarakat merupakan suatu kondisi yang dialami oleh masyarakat yang ditandai dengan kemampuan memikirkan, memutuskan, serta melakukan sesuatu yang dipandang tepat demi mencapai pemecahan masalah yang dihadapi dengan mempergunakan daya kemampuan yang terdiri atas kemampuan kognitif, konatif, psikomotorik, afektif, dengan pengerahan sumber daya yang dimiliki oleh lingkungan internal masyarakat tersebut.

Keberdayaan masyarakat adalah dimilikinya daya, kekuatan atau kemampuan oleh masyarakat untuk mengidentifikasi potensi dan masalah serta dapat menentukan alternatif pemecahannya secara mandiri. Keberdayaan dapat diwujudkan melalui partisipasi aktif masyarakat yang difasilitasi dengan adanya pelaku pemberdayaan. Winarni (dalam Sulistiyani, 2004: 70) mengungkapkan bahwa inti dari pemberdayaan meliputi 3 hal, yaitu pengembangan (enabling), memperkuat potensi atau daya (empowering), dan terciptanya kemandirian.

(52)

52 Bertolak dari pendapat tersebut, berarti pemberdayaan tidak saja terjadi pada masyarakat yang tidak memiliki kemampuan, tapi pada masyarakat yang memiliki daya/kemampuan yang terbatas, dapat dikembangkan hingga mencapai kemandirian.

Pada hakikatnya pemberdayaan merupakan penciptaan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling). Logika ini didasarkan pada asumsi bahwa tidak ada masyarakat yang tidak memiliki daya, setiap masyarakat pasti memiliki daya. Hanya saja terkadang mereka kurang menyadari daya yang mereka miliki. Oleh karena itu daya harus digali, dan kemudian dikembangkan. Berdasarkan asumsi tersebut, maka yang dinamakan proses pemberdayaan adalah merupakan proses/upaya untuk membangun daya, dengan cara mendorong, memotivasi, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki, serta berupaya untuk mengembangkannya. Proses pemberdayaan hendaknya jangan menjadikan masyarakat menjadi ketergantungan, pemberdayaan haruslah menjadikan masyarakat menjadi lebih mandiri.

5.2. Indikator Keberdayaan Perajin

Untuk mengetahui fokus dan tujuan pemberdayaan secara operasional, maka perlu diketahui berbagai indikator keberdayaan yang dapat menunjukkan seseorang itu berdaya atau tidak. Schiler, Hashemi, dan Riley mengembangkan delapan indikator pemberdayaan, yang mereka sebut sebagai empowerment index atau indeks pemberdayaan (Soeharto, 2004: 2), yaitu :

Referensi

Dokumen terkait

Guru sepatutnya perlu mengetahui bagaimana berkomunikasi dengan kanak-kanak dan seterusnya bagaimana menggunakan bahan-bahan yang ada dipersekitaran mereka untuk memudahkan

social yang terjadi apabila manusia dalam suatu masyarakat dengan suatu kebudayaan tertentu. dipengaruhi oleh unsur-unsur kebudayaan asing tersebut lambat laun

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana kompensasi yang diberikan kepada karyawan, bagaimana kinerjanya, besarnya

(2013), “Pengaruh perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal terhadap persistensi laba dengan komponen akrual dan aliran kas sebagai variabel moderasi (studi empiris pada

Kedua, berdasarkan metode hermeneutika tersebut, Esack mencapai kesimpulan bahwa kerja sama dengan umat agama lain adalah sesuatu yang tidak dilarang, jika tidak

Ketersediaan pejantan di dalam kelompok peternak sangat terbatas dimana hanya ada satu pejantan yang digunakan sebagai pemacek untuk 54 ekor betina produktif pada

[r]