• Tidak ada hasil yang ditemukan

Validasi metode dan penetapan kadar nikotin dalam ekstrak tembakau rokok ``Merek X`` dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) menggunakan standar internal asetanilida.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Validasi metode dan penetapan kadar nikotin dalam ekstrak tembakau rokok ``Merek X`` dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) menggunakan standar internal asetanilida."

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

i

VALIDASI METODE DAN PENETAPAN KADAR NIKOTIN DALAM

EKSTRAK TEMBAKAU ROKOK “MEREK X” DENGAN METODE

KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) FASE TERBALIK

MENGGUNAKAN STANDAR INTERNAL ASETANILIDA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Is Sumitro

NIM : 098114127

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGJAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

“Hidup seorang laki-laki jangan takut akan segala hal sebab ketakutan hanya akan

menghambat jalanmu, namun juga selalu berpegang pada prinsip yang benar karena

hidup hanyalah hidup jika bermanfaat bagi orang lain”

“Kebaikan belum tentu akan dimengerti orang lain, maka jangan menuntut orang juga

akan mengerti kebaikanmu namun selalulah berbuat baik dan bekerja keras sebab doa

orang tua dan Tuhan selalu menyertaimu”

(Mintju dan Effendi)

(5)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya susun ini

tidak memuat karya atau bagian dari pekerjaan orang lain, kecuali yang telah

disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya sebuah karya

ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan adanya indikasi plagiarisme dalam

naskah yang saya susun ini, maka saya bersedia menanggung segala resiko dan sanksi

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Yogyakarta, 10 Juli 2013

Penulis,

(6)

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangah di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama

: Is Sumitro

Nomor Mahasiswa

: 098114127

Demi pengembangan ilmu penegtahuan, saya memberikan kepada perpustakaan

Sanata Dharma karya ilmiah yang berjudul:

“VALIDASI METODE DAN PENETAPAN KADAR EKSTRAK TEMBAKAN

DALAM ROKOK “MEREK X” DENGAN METODE KROMATOGRAFI

CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) FASE TERBALIK MENGGUNAKAN

STANDAR INTERNAL ASETANILIDA”

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan

kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,

mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data,

mendistribusikannya secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media

lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun

memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai

penulis.

Dengan demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 10 Juli 2013

Yang menyatakan

(7)

vii

PRAKATA

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas cinta kasih, berkat, ijin

dan peryertaan-Nya yang begitu besar, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul “Penetapan Kadar Nikotin Dalam Rokok “MEREK X” Dengan Metode

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) Fase Terbalik Menggunakan Standar

Internal Asetanilida” sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi demi memperoleh

gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa penelitian dan penyusunan skripsi ini dapat

terselesaikan karena adanya masukan, kritikan, diskusi, arahan, saran, dan bimbingan

dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada :

1.

Ipang Djurnarko, M.Sc., Apt. Selaku Dekan Fakultas Farmasi Uninversitas Sanata

Dharma Yogyakarta atas teladan seorang pemimpin yang diberikan

2.

Dra. M.M. Yetty Tjandrawati, M.Si. selaku dosen pembimbing, dosen penguji,

dan pengganti orang tua saya yang telah meluangkan waktunya untuk

memberikan perhatian, bimbingan, masukan, motivasi, kritikan, dan saran selama

penulis berkuliah di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma dan selama

(8)

viii

3.

Jeffry Julianus, M.Si. selaku dosen penguji yang memberikan banyak kritik dan

saran yang membangun untuk skripsi ini.

4.

Lucia Wiwid Wijayanti, M,Si. selaku dosen penguji yang memberikan banyak

kritik dan saran yang membangun untuk skripsi ini.

5.

Christine Patramurti, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing di laboratorium dan

teman selama penelitian skripsi yang telah memberikan masukan, diskusi, saran,

dan dukungan moral kepada penulis selama penelitian skripsi ini.

6.

C.M.Ratna Rini Nastiti, M.Pharm., Apt. sebagai Kaprodi Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta atas teladan kepemimpinan, masukan,

dan saran yang diberikan selama penulis berkuliah dan menyusun naskah.

7.

Rini Dwi Astuti, M.Sc., Apt. sebagai Kepala Laboratorium Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

8.

Prof. Dr. Sudibyo Martono, M.S., Apt. atas waktu yang diluangkan untuk

memberikan sedikit masukan diawal penelitian

9.

Bimo Adithya, Suparlan, dan Kunto dan segenap staf laboran yang senantiasa

siap membantu dan meluangkan waktunya dalam penyediaan bahan dan alat

selama penelitian.

10.

Semua dosen dan karyawan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma atas

(9)

ix

11.

Demas dan Eric sebagai rekan kerja dalam penelitian skripsi ini. Terima kasih

atas kesabaran, kepercayaan, kerjasama, persahabatan, canda dan semangat

selama ini.

12.

Lucia Shinta R, Sisilia Mirsya A, Metri S.K., Agnes Mutiara, Victor Purnama

Agung, dan Novia Sarwoningtyas sebagai teman seperjuangan dalam satu lantai

Laboratorium Analisis Instrumental.

13. Teman angkatan 2009 yang bersama-sama berjuang dan mengisi sebagian cerita

hidupku, terima kasih atas kebersamaan, diskusi, dan bantuan selama perkuliahan.

14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas segala bantuan,

semangat dan doa yang menyertai penulis dari awalnya penelitian hingga

diselesaikannya penulisan skripsi ini.

Penulis merasakan dan menyadari atas kekurangan dalam penyusunan

skripsi ini, karena keterbatasan wawasan dan kemampuan. Penulis dengan senang

hati membuka diri menerima kritik dan saran yang membangun dari semua pihak,

dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan skripsi ini memberikan

manfaat yang berarti bagi para pembaca. Akhir kata, penulis mempersembahkan

skripsi ini demi majunya ilmu pengetahuan farmasi.

Yogyakarta, 10 Juli 2013

Penulis

(10)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……… i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……….

ii

HALAMAN PENGESAHAN……….

iii

HALAMAN PERSEMBAHAN………..

iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………..

v

LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI………..

vi

PRAKATA………..

vii

DAFTAR ISI………...

x

DAFTAR TABEL……… xiv

DAFTAR GAMBAR……… xv

DAFTAR LAMPIRAN……….………... xvii

INTISARI……… xix

ABSTRACT………... xx

BAB I PENGANTAR………... 1

A.

Latar Belakang

1.

Permasalahan.………. 4

2.

Keaslian Penelitian……….……….… 5

3.

Manfaat Penelitian……….. 6

B.

Tujuan Penelitian……….. 6

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA……….. 7

A. Rokok……….……….... 7

1.

Pengertian Rokok……… 7

(11)

xi

B. Tembakau……….………

9

C. Nikotin……….…

9

D. Standar Internal……….…...

10

E. Ekstraksi………...…....

11

1.

Ekstraksi………...………...

11

2.

Cairan Penyari………...

12

3.

Ekstraksi Padat-Cair…………..………

12

4.

Ekstraksi Cair-Cair………....

13

F. Spektrofotometri UV………... 13

G. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)………. 16

1.

Definisi dan Instrumentasi……….…………

17

2.

Analisis Kualitatif dan Kuantitatif ……….………...

19

H. Validasi Metode Analisis………..…………..

19

1. Akurasi……….…………..

20

2. Presisi……….

21

3. Selektivitas atau Spesifisitas……….

22

4. Linearitas………..

23

5. Rentang……….

23

I. Landasan Teori……….

24

J. Hipotesis………...

25

BAB III METODOLOGI PENELITIAN………...

26

A. Jenis dan Rancangan Penelitian………

26

(12)

xii

1.

Variabel Bebas……….……..

26

2.

Variabel Tergantung……….….……. 26

3.

Variabel Pengacau Terkendali………..……….. 26

C. Definisi Operasional……….……….…… 27

D. Bahan Penelitian……….……….….. 27

E. Alat Penelitian……….……….. 27

F. Tata Cara Penelitian……….………. 28

1.

Pembuatan Fase Gerak……….…………..……. 28

2.

Pembuatan Larutan Baku Standar Internal Asetanilida………. 29

3.

Pembuatan Larutan Baku Nikotin………... 29

4.

Penetapan Panjang Gelombang Pengamatan……….. 30

5.

Pembuatan Kurva Baku……….……….……. 31

6.

Penyiapan Sampel……….……….…………. 31

7.

Pembuatan Ekstrak Tembakau Rokok “MEREK X”…….…………. 32

8.

Validasi Metode……….. 33

9.

Penetapan Kadar Nikotin Dalam Sampel Rokok “MEREK X” ….… 35

G. Analisis Hasil……….…… 36

BAB IV PEMBAHASAN………..………..

38

A. Pembuatan Fase Gerak……….……..…… 38

B. Standar Internal Asetanilida………..…….

40

C. Pemilihan dan Pembuatan Sampel………..……...

46

D. Pembuatan Larutan Baku………..……….

48

(13)

xiii

F. Pembuatan Kurva Baku Nikotin……….…

52

G. Ekstraksi Nikotin pada Sampel Rokok “Merek X”………....

53

H. Optimasi Ekstraski Nikotin pada Sampel Rokok …………..…………

57

I. Ekstraksi dengan Waktu Optimum 30 menit……….……….... 60

J. Preparasi Sampel……….…..

61

K. Validasi Metode Analsis………..……….……….

61

L. Analisis Kualitatif Nikotin………..

67

M. Penetapan Kadar Nikotin dalam Ekstrak Etanol Fraksi Kloroform Tembakau

Sampel Rokok………...…… 69

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……….………

71

DAFTAR PUSTAKA……….………....

72

LAMPIRAN………..………..

74

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel I. Karakteristik beberapa pelarut yang digunakan dalam KCKT….. 17

Tabel II. Nilai

recovery

yang diperbolehkan untuk setiap kadar analit…… 21

Tabel III. Kriteria penerimaan presisi untuk setiap kadar analit……… 22

Tabel IV. Hasil pengukuran AUC asetanilida dengan ekstraksi dan tanpa

ekstraksi………..………... 45

Tabel V. Jumlah nikotin pada kemasan rokok……….…. 47

Tabel VI. Hasil pengukuran AUC nikotin dengan 2 kali ekstraksi dan tanpa

ekstraksi……….…...…… 57

Tabel VII. Uji Normalitas………...…….………. 59

Tabel VIII. Uji T tidak berpasangan………... 60

Tabel IX. Hasil pengukuran AUC nikotin dan standar asetanilida pada ekstrak

tembakau rokok “MEREK X”……….... 61

Tabel X. Hasil perhitungan resolusi sampel………...…..

62

Tabel XI. Hasil persen perolehan kembali (%

recovery

) baku nikotin….. 64

Tabel XII. Hasil

intraday precision

……….

65

Tabel XIII. Hasil

interday precision

... 66

Tabel XIV. Hasil Perhitungan kadar nikotin dalam ekstrak tembakau rokok

(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur kimia nikotin………

10

Gambar 2. Diagram tingkat energi elektron………... 14

Gambar 3. Pengaruh pelarut polar pada transisi π π

*

……… 15

Gambar 4. Pengaruh pelarut polar pada transisi n π

*

……… 15

Gambar 5. Instrumentasi KCKT………... 16

Gambar 6. Interaksi TEA dengan gugus silanol pada fase diam (C

8

).... 39

Gambar 7. Kromatogram ekstrak tembakau rokok “MEREK X” dengan standar

internal asetanilida……….... 41

Gambar 8. Kromatogram sampel rokok dan asetanilida………... 43

Gambar 9. Kromatogram asetanilida hasil ekstraksi dan tanpa ekstraksi.. 44

Gambar 10. Spektra λ maksimum nikotin 3 konsentrasi... 49

Gambar 11. Spektra λ maksimum asetanilida 3 konsentrasi……… 50

Gambar 12. Kromofor nikotin dan asetanilida………. 52

Gambar 13. Grafik hubungan antara konsentrasi nikotin dan asetanilida dengan

AUC………. 53

Gambar 14. Tingkat protonasi nikotin berdasarkan hubungan dengan pH… 55

Gambar 15. Kromatogram baku nikotin dengan ektraksi dan tanpa ekstraks. 57

Gambar 16. Kurva baku hubungan antara konsentrasi baku nikotin dengan

AUC………. 63

(16)

xvi

Gambar 18. Struktur nikotin……… 68

(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Sertifikat analisis asetanilida……… 75

Lampiran 2. Sertifikat analisis nikotin………. 76

Lampiran 3. Kromatogram optimasi waktu 10 menit replikasi 1……... 77

Lampiran 4. Kromatogram optimasi waktu 10 menit replikasi 2………. 78

Lampiran 5. Kromatogram optimasi waktu 10 menit replikasi 3………. 79

Lampiran 6. Kromatogram optimasi waktu 20 menit replikasi 1………. 80

Lampiran 7 Kromatogram optimasi waktu 20 menit replikasi 2……….. 81

Lampiran 8. Kromatogram optimasi waktu 20 menit replikasi 3….….... 82

Lampiran 9. Kromatogram optimasi waktu 30 menit replikasi 1……... 83

Lampiran 10. Kromatogram optimasi waktu 30 menit replikasi 2….….. 84

Lampiran 11. Kromatogram optimasi waktu 30 menit replikasi 3……... 85

Lampiran 12. Kromatogram optimasi waktu 40 menit replikasi 1……... 86

Lampiran 13. Kromatogram optimasi waktu 40 menit replikasi 2….….. 87

Lampiran 14. Kromatogram optimasi waktu 40 menit replikasi 3….….. 88

Lampiran 15. Kromatogram penetapan kadar nikotin replikasi 1……… 89

(18)

xviii

Lampiran 17. Kromatogram penetapan kadar nikotin replikasi 3…….. 91

Lampiran 18. Kromatogram penetapan kadar nikotin replikasi 4…….. 92

(19)

xix

VALIDASI METODE DAN PENETAPAN KADAR NIKOTIN DALAM EKSTRAK TEMBAKAU ROKOK “MEREK X” DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

MENGGUNAKAN STANDAR INTERNAL ASETANILIDA

Is Sumitro 098114127

INTISARI

Telah dilakukan penelitian tentang validasi metode dan penetapan kadar nikotin dalam ekstrak tembakau rokok “Merek X” dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) fase terbalik menggunakan standar internal asetanilida. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui validitas metode dan kadar nikotin yang terdapat dalam ekstrak tembakau rokok “MEREK X”.

Penelitian ini mengikuti jenis dan rancangan penelitian non eksperimental deskriptif. Sistem kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) menggunakan kolom fase diam oktil silika (C8), fase gerak metanol : ammonium asetat + TEA 0,1% (70 : 30), kecepatan alir 1 mL/menit, dan detector UV pada panjang gelombang 260 nm. Pada validasi KCKT fase terbalik memenuhi parameter selektivitas (Rs = 2,929), linearitas (r = 0,999893), akurasi dan presisi pada rentang kadar sampel 40-60 µg/mL.

Hasil penelitian menunjukan kadar rata-rata nikotin dalam ekstrak tembakau rokok “Merek X” adalah 0.57385 ± 0.007224 %b/b dengan nilai CV = 1,2588%. Nilai CV yang diperoleh memenuhi syarat presisi yang baik yaitu <2%.

(20)

xx

ABSTRACT

A study concerned the determination amount of nicotine in cigarettes

“BRAND X” by reversed phase high performance liquid chromatography with

standar internal acetanilide. This study aims to determine amount nicotine in tobacco

extract cigarettes “BRAND X”.

This research is conducted with a descriptive non-experimental plan and

design. The HPLC system used for quantitative analysis of nicotine consists of octyl

silica (C

8

) as the stationary phase, mixture of methanol : ammonium acetate + TEA

0,1% (70:30) as mobile phase, and UV detector with λ max of 260 nm. The

parameters of method validation used in this research are selectivity (Rs = 2,929),

liniearity (r = 0,999), resulted good accuracy and precision (intraday and interday) in

range concentrations 40- 60 µg/mL.

The results of this research of average levels of nicotine contained in tobacco

extract cigarettes “BRAND X” is 0.57385 ± 0.007224 %w/w with value of CV =

1,2588%. Values of CV obtained qualified good precision is < 2%.

(21)

BABBIB

PENGANTARB

A. LatarBBelakangB

Rokok merupakan produk eang baneak dikonsumsi masearakat luas, data

WHO (World Health Organization) mencatat bahwa perokok aktif di Indonesia

mencapai jumlah 62,8 juta orang pada tahun 2011 (WHO, 2011). Kandungan

seneawa kimia dalam rokok eang meneebabkan ketergantungan adalah nikotin.

Nikotin memiliki Lethal Dose sebesar 40 sampai 60 mg (0,5-1,0 mg/kg) pada

manusia dewasa dan kosentrasi nikotin dalam darah lebih besar dari 5 mg/L akan

meneebabkan kematian (Clarke, 2003).

Masearakat umum eang menjadi konsumen rokok biasanea mengetahui

kandungan nikotin dalam tiap bungkus rokok dengan melihat informasi eang

terdapat pada bungkusan rokok, dengan informasi kandungan nikotin dalam tiap

bungkus rokok ini dapat menjadi dasar patokan berapa baneak nikotin eang

terserap dalam tubuh saat merokok. Namun informasi dalam bungkus rokok

tentang kadar nikotin masih perlu diteliti kembali tentang kebenaran informasinea

eang diperlukan untuk penjaminan mutu produk rokok dari kadar nikotinnea.

Pencantuman kadar nikotin dalam rokok sesuai dengan peraturan

pemerintah no 109 tahun 2012 dimana terdapat pada pasal 10 disebutkan “setiap

orang eang memproduksi produk tembakau berupa Rokok harus melakukan

pengujian kandungan kadar nikotin dan tar perbatang untuk varian eang

(22)

mengimpor produk tembakau berupa rokok wajib mencantumkan informasi

kandungan kadar nikotin dan tar sesuai hasil pengujian sebagaimana dimaksud”

(Peraturan Pemerintah RI, 2012).

Dengan melakukan pengujian kadar nikotin dalam tiap batang rokok,

secara tidak lansung dapat membantu pemerintah dalam memastikan kadar

nikotin dalam rokok. Selain dari penjaminan mutu kadar nikotin dalam rokok,

konsumen rokok juga perlu untuk dipenuhi hak konsumennea terkait kebenaran

informasi nikotin dalam rokok.

Hak konsumen ini tercantum pada Undang-Undang Republik Indonesia

nomor 8 tahun 1999, dimana pasal 4 eang berbunei “Hak konsumen adalah hak

atas informasi eang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang

dan/atau jasa” ( Undang-Undang RI, 1999).

Rokok “Merek X” eang akan dianalisis dipilih berdasarkan kadar nikotin

eang tinggi dibanding rokok sejenis dan juga dari jumlah konsumen eang baneak.

Kadar nikotin eang tercantum pada label kemasan eang tinggi ini diharapkan

dapat mudah untuk mendapatkan hasil ekstraksi dan pengukuran eang baik terkait

kadar nikotin dalam rokok.

Rokok eang akan dianalisis kadar nikotinnea, nantinea akan diekstraksi

dan didapatkan ekstrak kental rokok. Untuk meningkatkan kadar nikotin dalam

ekstrak kental rokok tersebut maka dipilih metode ekstraksi eang dapat

menghasilkan ekstrak dengan kandungan nikotin eang maksimal. Metode eang

(23)

cair-cair. Dimana tahap pertama metode ekstraksi padat-cair dapat berfungsi

untuk mengekstraksi seneawa nikotin dengan maksimal eang menjadi acuan

adalah metode ektraksi dari jurnal “Determination of Nicotine From Tobacco by

LC-MS-MS” ( Vlase, Filip, Mindrutau dan Leucuta, 2005). Tahap selanjutnea

dilakukan metode ekstraksi cair-cair untuk melakukan clean up terhadap seneawa

ekstrak eang telah dihasilkan, sehingga diharapkan hasil kadar nikotin lebih

maksimal dan terpisah dari zat pengotornea eang menjadi acuan adalah metode

ekstraksi cair-cair dari penelitian “Penetapan Kadar Nikotin Dalam Ekstrak

Etanolik Daun Tembakau Vorstenlanden Bawah Naungan dan NA OOGST Secara

KCKT Fase Terbalik” (Dewi, 2012). Cairan peneari eang digunakan adalah etanol

karena dari sifat nikotin eang dapat larut dalam etanol.

Standar internal digunakan untuk mencegah kesalahan dalam pengukuran

karena proses metode eang cukup panjang dengan sampel uji eang cukup kecil

kosentrasinea (Basset,1994). Proses ektraksi pada penetapan kadar nikotin dalam

rokok “MEREK X” cukup panjang karena adanea proses clean up ekstrak eang

berulang-ulang sehingga mencegah hilangnea seneawa nikotin eang baneak

digunakan satandar internal. Pemilihan asetanilida sebagai standar internal

mengacu pada jurnal “Improved highly sensitive method for determination of

nicotine and cotinine in human plasma by high performance liquid

chromatography” ( Nakajima, Yamamoto, Kuroiwa, dan Yokoi, 2000).

Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dipilih untuk

menetapkan kadar nikotin dalam ekstrak tembakau pada rokok “MEREK X”,

(24)

hasil pemisahan eang baik, dan waktu relatif singkat. Detektor eang digunakan

adalah UV, karena nikotin memiliki struktur kromofor dan memiliki serapan

maksimum pada panjang gelombang tertentu (Cordell, 1981).

Penelitian ini merupakan tahap lanjutan dari serangkaian penelitian kadar

nikotin ekstrak tembakau dalam rokok “MEREK X” eang meliputi tahap

optimasi, validasi metode, dan penetapan kadar nikotin dalam sampel rokok

“Merek X”. Pada penelitian tentang optimasi metode KCKT fase terbalik

didapatkan metode KCKT eang optimal dengan menggunakan kolom fase diam

OktilSilika (C8) dan fase gerak Metanol : Ammonium asetat 10mM + TEA 0,1%

(70 : 30), kecepatan alir 1 mL/menit, detektor UV pada panjang gelombang 262

nm (Antonius, 2013). Metode analisis eang digunakan perlu divalidasi terlebih

dahulu agar hasil analisis eang dilakukan nantinea dapat dipercaea dan dapat

diterima. Parameter-paramater validasi eang digunakan, eaitu selektivitas,

linearitas, akurasi, presisi, dan rentang. Tahap akhir dilakukan penetapan kadar

nikotin dalam ekstrak tembakau rokok “MEREK X”.

1. PermasalahanBB

Permasalahan eang dapat dirumuskan berdasarkan latar belakang tersebut

antara lain:

a. Apakah metode kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik eang

menggunakan fase diam oktil silika (C8) dan fase gerak metanol : ammonium

(25)

penetapan kadar nikotin dalam ekstrak tembakau rokok “MEREK X” memenuhi

parameter-parameter validasi eaitu selektivitas, linearitas, akurasi, presisi, dan

rentang ?

b. Berapakah kadar nikotin dalam ekstrak tembakau rokok “MEREK X”?

2. KeaslianBPenelitianB

Berdasarkan penelusuran literatur eang telah dilakukan, penetapan kadar

nikotin eang pernah dilakukan adalah penetapan kadar nikotin dalam sampel

biologis menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), kromatografi

gas, spektrofotometri massa, dan kromatografi cair MS (LC-MS) (Nakajima,

Yamamoto, Kuroiwa, Yokoi, 2000); penetapan kadar nikotin dalam

macam-macam merek rokok (Alali dan Massadeh, 2003); penetapan kadar nikotin dalam

tembakau dengan metode LC-MS-MS (Vlase, Filip, Mindrutau, dan Leucuta,

2005); validasi metode KCKT fase terbalik pada penetapan kadar nikotin dalam

ekstrak etanolik daun tembakau (Seenina, 2011); penetapan kadar nikotin dalam

ekstrak etanolik daun tembakau Vorstenlanden Bawah Naungan dan NA OOGST

secara KCKT Fase Terbalik (Dewi, 2012); optimasi komposisi dan kecepatan alir

fase gerak sistem KCKT fase terbalik pada penetapan kadar nikotin dalam rokok

“Merek X” menggunakan standar internal asetanilida (Antonius, 2013).

Validasi metode dan penetapan kadar nikotin ekstrak etanol pada rokok

“Merek X” dengan standar internal asetanilida metode Kromatografi Cair Kinerja

(26)

fase gerak Metanol : Ammonium asetat 10mM+ TEA 0,1% (70:30) belum pernah

dilakukan.

3. ManfaatBPenelitianB

a. Manfaat Metodologis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi

alternatif metode dalam penentuan kadar nikotin dalam ekstrak tembakau rokok

“MEREK X” eaitu menggunakan metode kromatografi cair kinerja tinggi

(KCKT) fase terbalik dengan standar internal asetanilida.

b. Manfaat Praktis. Hasil penelitian ini dapat menambah informasi

tentang parameter validasi eaitu selektivitas, linearitas, akurasi, presisi, dan

rentang serta kadar nikotin dalam ekstrak tembakau rokok “MEREK X” dengan

metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) fase terbalik menggunakan

standar internal asetanilida.

B. TujuanBPenelitianB

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui :

a. Validitas metode KCKT fase terbalik eang menggunakan fase diam

oktil silika (C8) dan fase gerak metanol:ammonium asetat 10 mM + TEA 0,1%

(70:30) dengan kecepatan alir 1,0 mL/menit pada penetapan kadar nikotin dalam

ekstrak tembakau rokok “MEREK X” dengan melihat parameter validasi eaitu

selektivitas, linearitas, akurasi, presisi, dan rentang.

b. Kadar nikotin eang terdapat dalam ekstrak tembakau rokok “Merek

(27)

BABBIIB

PENELAAHANBPUSTAKAB

A. RokokB

1. PengertianBRokokB

Rokok merupakan suatu produk eang dibungkus oleh kertas berbentuk

seperti silinder dengan panjang mendekati 90 mm, ketika dibakar dan dihisap asap

dari tembakau atau rokok tersebut maka mulailah terjadinea absorpsi dari nikotin

menuju tubuh (Stratton,2001). Terdapat sekitar empat ribu macam zat kimia

dalam rokok eang terdiri dari komponen gas (85%) dan sisanea merupakan

partikel. Diantara ribuan zat kimia tersebut setidaknea dua ratus seneawa

dineatakan berbahaea bagi kesehatan.Beberapa zat kimia darisekitar empat ribu

zat tersebut ialah nikotin, gas karbon monoksida, nitrogen oksida, nitrogen

sianida, amoniak, benzaldehid, benzen, dan metanol. Racun utama pada rokok

adalah tar, nikotin, dan karbon monoksida (Ma’arif, 2012).B

Ada dua jenis rokok eaitu rokok eang berfilter dan tidak berfilter. Filter

pada rokok terbuat dari bahan busa serabut sintesis eang berfungsi menearing

nikotin. Rokok biasanea dijual dalam bungkusan berbentuk kotak atau kemasan

kertas eang dapat dimasukkan dengan mudah kedalam kantong. Sejak beberapa

tahun terakhir, bungkusan-bungkusan tersebut juga umumnea disertai pesan

kesehatan eang memperingatkan perokok akan bahaea kesehatan eang dapat

ditimbulkan dari merokok, misalnea akan ke peneakit paru-paru atau serangan

(28)

2.BBagian-BagianBRokokB

a. Cigarette paperB

Kertas rokok (Cigarette paper) terbuat dari bahan kertas selulosa hasil

dari pengolahan serat kain contoh flax atau hemp, atau dari serat kaeu. Kertas

rokok ini mampu untuk dilewati udara sehingga dapat memudahkan untuk proses

pembakaran tembakau (Geiss dan Kotzias, 2007).B

b. FilterB

Filter atau penearing, umumnea terdapat pada kebaneakan rokok apalagi

pada rokok berfilter. Bagian rokok filter ini terbuat dari asetat selulosa atau tow.

Bagian filter ini mempuneai fungsi sebagai penjebak nikotin dan tar ketika asap

rokok dihisap melewati bagian filter. Fungsi kerja dari filter ini bergantung pada

bagian ventilasi filter dimana diatur oleh tipping paper, selanjutnea bagian ini

akan mengatur kemampuan udara melewati bagian filter juga bersamaan akan

menangkap seneawa nikotin, tar serta seneawa lain (Geiss dan Kotzias, 2007).

B. Tembakau

Tanaman tembakau (Nicotina tabaccum L.) termasuk dalam famile

terong-terongan (Solanaceae) (Caheono,1998).

a. Akar, tanaman tembakau merupakan tanaman berakar tunggang eang

tumbuh tegak ke pusat bumi. Akar tunggangnea dapat menembus tanah

(29)

bulu-bulu akar. Perakaran akan berkembang baik jika tanahnea gembur, mudah

meneerap air.

b.Batang, tanaman tembakau memiliki bentuk batang agak bulat, agak

lunak tetapi kuat, semakin keujung semakin kecil.Ruas-ruas batang mengalami

penebalan eang ditumbuhi daun.

c.Daun, tanaman tembakau memiliki tulang daun meneirip, bagian tepi

daun agak bergelombang dan licin. Lapisan atas daun terdiri atas lapisan palisade

parenkim dan sponge parenkim pada bagian bawah. Jumlah daun dalam satu

tanaman 28-32 helai (Hanum, 2008).

C. Nikotin

Nikotin merupakan golongan alkaloid eang diperoleh dari daun tanaman

temabakau (Nicotina tabacum L.).Seneawa ini tidak berwarna, mudah menguap,

sangat higroskopis, jika teroksidasi oleh udara atau cahaea akan berubah menjadi

warna coklat. Seneawa ini larut dalam etanol, eter , kloroform serta memiliki titik

didih sekitar 247oC, dengan indeks refraktif sebesar 1,5280. Nikotin dapat

diesktraksi dengan pelarut organic eang bersifat alkalis (Clarke, 2003).

Nikotin mengandung dua jenis gugus amin tersier eang bersifat basa

dengan pKa cincin piridin adalah 3,04 sedangkan pKa pada cincin pirolidin adalah

7,84. Nilai pKa pada cincin aromatik lebih rendah dikarenakan efek hibridisasi sp2

(30)

Hibridisasi sp2 digunakan bila suatu atom karbon membentuk ikatan

rangkap, ikatan rangkap menggambarkan satu ikatan sigma eang kuat dan satu

ikatan pi eang lemah. Ikatan pi akan membuat elektron lebih mudah bergerak

antar ikatan melalui ikatan ini dan juga membuat suatu molekul mempuneai

bentuk eang kaku (Fessenden dan Fessenden, 1986).

GambarB1.BStrukturBkimiaBnikotinB(Clarke,B1969B).B

D. StandarBInternalB

Standar internal merupakan suatu seneawa eang ditambahkan pada suatu

prosedur kerja analisis dalam penetapan kadar secara spektroskopi dan

kromatografi. Seneawa eang dilibatkan berupa sejumlah bahan

pembanding(standar internal) kepada seneawa eang akan diukur dengan

konsentrasi eang diketahui. Fungsi dari standar internal ini adalah untuk

mencegah kesalahan dalam pengukuran karena proses metode eang cukup

panjang dengan sampel uji eang cukup kecil konsentrasinea ( Basset, 1994 ).

Searat-searat eang diperlukan seneawa untuk menjadi standar internal

pada metode kromatografi cair kinerja tinggi ( KCKT ) adalah seneawa tersebut

harus dapat terelusi dari komponen lain eang terdapat pada ekstrak campuran

sampel dan dapat dibaca hasil kromatogramnea, serta tidak ada kandungan

(31)

kromatogramnea harus mendekati seneawa eang ingin dianalisis untuk

meminimalisir efek instrumental drift.Seneawa harus stabil secara kimia dan

fisika terhadap metode eang digunakan.Akurasi dan presisi eang baik didapatkan

dari peak kromatogram seneawa standar internal eang mendekati peak seneawa

analit.Seneawa standar internal harus dapat secara keseluruhan terpisah dari

seneawa analit saat dipisahkan secara kromatografi. Seneawa standar internal

harus memiliki kemiripan sifat kimia dan fisika dengan analit eang akan dianalisis

( Boed, 2008 ).

E. Ekstraksi 1. EkstraksiB

Ekstrak adalah sediaan pekat eang diperoleh dengan mengekstraksi zat

aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut eang

sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau

serbuk eang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi searat eang telah

ditetapkan ( Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan,1995 ).

Ekstrak tumbuhan merupakan material eang diperoleh dengan cara

meneari sampel tumbuhan dengan pelarut tertentu. Terdapat beberapa jenis

ekstrak eaitu : ekstrak cair, ekstrak kental, dan ekstrak kering (Direktorat Jendral

Pengawasan Obat dan Makanan,2000).

Ekstrak diperoleh dengan cara ekstraksi. Ekstraksi adalah kegiatan

penarikan zat aktif eang dapat larut sehingga terpisah dari bahan eang tidak dapat

(32)

dapat dipermudah dengan mengetahui terlebih dahulu zat aktif eang dikandung

simplisia. Ekstraksi dipengaruhi oleh derajat kehalusan serbuk dan perbedaan

konsentrasi. Jika hanea dengan mencelupkan serbuk simplisia kedalam pelarut,

maka ekstraksi tidak akan sempurna karena terjadi kesetimbangan antara larutan

zat aktif di luar sel dan larutan zat aktif di dalam sel (Direktorat Jendral

Pengawasan Obat dan Makanan, 1986).

2. CairanBPenyariB

Pemilihan cairan peneari harus mempertimbangkan baneak faktor.

Cairan peneari eang baik harus memenuhi kriteria berikut : murah dan mudah

diperoleh, stabil secara fisika dan kimia, bereaksi netral, dan tidak mudah

terbakar, selektif eaitu mudah menarik zat berkhasiat eang dikehendaki, tidak

mempengaruhi zat eang berkhasiat dan diperbolehkan oleh peraturan.

Etanol dipertimbangkan sebagai peneari karena lebih selektif, kapang

dan kuman sulit tumbuh dalam etanol 20%, tidak beracun, netral, absorpsinea

baik dan suhu eang digunakan untuk pemekatan lebih rendah. Etanol dapat

melarutkan alkaloid basa, mineak menguap, glikosida, kurkumin (Direktorat

Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, 1986).

3. EkstraksiBpadat-cairB

Untuk ekstraksi padat-cair ini, prosedur eang paling sering dijumpai

adalah ekstraksi seneawa dari bentuk sediaan padat. Prosedur ini merupakan

prosedur eang sederhana karena melibatkan pemilihan pelarut atau gabungan

(33)

dianalisis dan hanea sedikit melarutkan seneawa lain eang akan mengganggu

analisis lebih lanjut, misalkan akan mengganggu pemisahan pada kromatografi.

Kebaneakan prosedur ini dilakukan dengan terlebih dahulu menggerus

matriks padat hingga diperoleh serbuk eang halus lalu dilanjutkan dengan

ekstraksi pelarut, penearingan, atau sentrifugasi untuk menghilangkan partikulat

(Moldoveanu dan David, 2002).

4. EkstraksiBcair-cairB(Bliquid-liquid extractiop, LLE)B

Ekstraksicair-cair digunakan sebagai cara untuk praperlakuan sampel

atau clean-up sampel untuk memisahkan analit-analit dari komponen-komponen

matriks eang mungkin mengganggu pada saat kuantifikasi atau deteksi analit. Di

samping itu, ekstraksi pelarut juga digunakan untuk memekatkan analit eang ada

dalam sampel dengan jumlah kecil sehingga tidak memungkinkan atau

meneulitkan untuk deteksi atau kuantifikasinea

Analit-analit eang mudah terekstraksi dalampelarut organik adalah

molekul-molekul netral eang berikatan secara kovalen dengan substituen eang

bersifat nonpolar atau agak polar. Sementara itu, seneawa-seneawa polar dan juga

seneawa-seneawa eang mudah mengalami ionisasi akan tertahan dalam fase air

(Moldoveanu dan David, 2002).

F. SpektrofotometriBUV

Spektrofotometri UV adalah teknik analisis spektroskopik eang

menggunakan sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet (λ < 400 nm) dengan

(34)

Jika suatu molekul dikenakan radiasi elektromagnetik (REM) maka

molekul akan meneerap REM eang energinea sesuai. Interaksi antara molekul

dengan REM akan meningkatkan energi potensial elektron pada tingkat keadaan

tereksitasi. Transisi elektronik eang terjadi diantara tingkat energi dalam suatu

molekul eaitu transisi σ σ*, n π* dan π π*

GambarB2.BDiagramBtingkatBenergiBelektronikB(GandjarBdanBRohman,B2007).B B

B 1.TransisiBσBBBBBBBBσ*B

Energi eang diperlukan untuk transisi ini besarnea sesuai dengan energe

sinar eang frekuensinea terletak diantara UV vakum (>180 nm) sehingga kurang

begitu bermanfaat untuk analisis dengan cara spektrofotometri UV-Vis

2.BTransisiBnBBBBBBBBσ*B

Jenis transisi ini terjadi pada seneawa organik jenuh eang mengandung

atom-atom eang memiliki elektron bukan ikatan (elektron n). Energi eang

diperlukan untuk transisi n menuju σ* lebih kecil dibanding transisi σ σ*

sehingga sinar eang diabsorpsi memiliki panjang gelombang lebih panjang

(150-250 nm) (Sastrohamidjojo, 2001).

3.TransisiBnBBBBBBBBBπ*BdanBπBBBBBBBBπ*

Jenis transisi ini molekul organik harus mempuneai gugus fungsional

eang tidak jenuh sehingga ikatan rangkap dalam gugus tersebut memberikan

(35)

Pelarut dapat mempengaruhi transisi n π* dan π π*, hal ini berkaitan

dengan adanea perbedaan kemapuan pelarut untuk mensolvasi antara keadaan

dasar dengan keadaan tereksitasi (Sastrohamidjojo, 2001).

GambarB3.BPengaruhBpelarutBpolarBpadaBtransisiBπBBBBBBBπ*B(GandjarBdanBRohman,B2007).B B

Molekul eang menunjukan transisi n π*, keadaan dasar lebih polar dibandingkan

keadaan tereksitasi. Pelarut akan berikatan hidrogen dengan pasangan elektron

eang tidak berpasangan pada molekul dalam keadaaan dasar dibandingkan pada

molekul dalam keadaan tereksitasi (Sastrohamidjojo, 2001).

GambarB4.PengaruhBpelarutBpolarBpadaBtransisiBnBBBBBBBπ*(GandjarBdanBRohman,B2007).B B

Terjadinea eksitasi elektronik pada panjang gelombang eang memberikan

(36)

gelombang maksimum eang tetap dapat digunakan untuk identifikasi molekul

eang bersifat karakterisitik sebagai data, sehingga spectrum UV-Vis dapat untuk

tujuan anlisis kualtitaif dan kuantitatif (Mulja dan Suharman, 1995).

B

G. KromatografiBCairBKinerjaBTinggiB(KCKT) 1. DefinisiBdanBInstrumentasiB

Kromatografi cair kinerja tinggi ( KCKT) atau biasa disebut juga dengan

HPLC ( High Performance Liquid Chromatography) merupakan teknik

pemisahan eang diterima secara luas untuk analisis sampel obat, baik dalam bulk

atau sediaaan farmasetik, serta dalam cairan biologis (Gandjar dan Rohman,

2007).

GambarB5.BInstrumentasiBKCKTB(KazekevichBandBLobrutto,B2007).B

B

a.Wadah fase gerak dan fase gerak, alat KCKT eang baru dilengkapi

dengn satu atau lebih wadah gelas, eang mengandung 500 mL atau lebih fase

gerak. Sonikasi (penghilangan gas) biasanea dilakukan terlebih dahulu pada fase

gerak untuk menghilangkan gas eang mungkin terdapat didalamnea.Adanea gas

dapat meneebabkan flow rate eang tidak reprodusibel serta dapat mengganggu

(37)

Fase gerak atau eluen biasanea terdiri atas campuran pelarut eang dapat

bercampur dimana secara keseluruhan berperan dalam daea elusi dan resolusi.

Fase gerak eang sering digunakan adalah campuran metanol dan

asetonitril dengan air atau dengan larutan buffer. Untuk analit eang bersifat asam

atau basa lemah, peranan pH sangat penting karena jika pH fase gerak tidak diatur

maka analit akan mengalami ionisasi sehingga ikatan dengan fase diam akan

menjadi lemah jika dibandingkan dengan bentuk tidak terionisasi, spesies eang

terionisasi akan terelusi lebih cepat (Rohman dan Gandjar, 2007).

Pelarut eang digunakan dalam analisis menggunakan KCKT detektor UV

hendaknea memiliki UVcut-off eang jauh dari panjang gelombang serapan analit.

Hal ini karena pada panjang gelombang tersebut kepekaan detector UV sangat

lemah (Mulja dan Suharman, 1995).Karakteristik beberapa pelarut eang sering

digunakan pada analisis menggunakan KCKT disajikan pada tabel 1.

(38)

b.Pompa, dalam alat KCKT searat pompa eang baik bagi pelarut fase

gerak, eakni: pompa harus inert terhadap fase gerak. Pompa eang digunakan

sebaiknea mampu memberikan tekanan sampai 350 sampai 500 bar dan mampu

mengalirkan fase gerak dengan kecepatan alir eang biasa digunakan eaitu 0.1-10

mL/min (Meeer, 2004 ).

c.Tempat peneuntikan sampel, sampel berupa cairan atau larutan

disuntikkan secara lansung ke tempat peneuntikan maka sampel akan dibawa fase

gerak eang mengalir dibawah tekanan menuju kolom (Gandjar dan Rohman,

2007).

d.Kolom, kolom merupakan bagian KCKT eang terdapat fase diam di

dalamnea. Oktadesilsilan (C18) dan oktil silika (C8) merupakan fase diam eang

paling baneak digunakan karena mampu memisahkan seneawa-seneawa dengan

kepolaran eang rendah, sedang, maupun tinggi. Oktil atau rantai alkil eang lebih

pendek lagi lebih sesuai untuk pelarut eang bersifat polar (Meeer, 2004).

e.Detektor, persearatan detektor KCKT adalah sensitivitas eang tinggi,

rentang senstivitas (108 – 1015 analit/detik), kestabilan dan reprodusibilitas eang

baik memberikan respon eang linier terhadap konsentrasi analit, dapat bekerja

dari temperatur kamar sampai 400oC, tidak dipengaruhi oleh perubahan

temperatur dan kecepatan dari fase gerak, mudah didapat dan mudah

dioperasikan, selektif terhadap berbagai macam analit di dalam fase gerak, tidak

merusak sampel, dapat menghilangkan zone broadening dengan adanea pengaruh

(39)

2. AnalisisBKualitatifBdanBKuantitatifB

a. analisis kualitatif, merupakan identifikasi terhadap analit eang terdapat

dalam ekstrak sampel. Analisis kualitatif KCKT umumnea menggunakan

komponen eaitu: waktu retensi.Waktu retensi analit diukur ketika kondisi dari

KCKT konstan, selanjutnea dibandingkan dengan waktu retensi baku, analit harus

memiliki variasi dengan waktu retensi baku eaitu (± 0,02-0,05 menit) (Sneder,

2010).

b. analisis kuantitatif, merupakan identifikasi terhadap jumlah kadar

analit dalam sampel atau ekstrak. Untuk KCKT kuantifikasi dapat dilakukan

dengan mengukur tinggi puncak atau dengan luas puncak.Tinggi puncak diukur

sebagai jarak dari garis dasar ke puncak maksimum.Sedangkan luas puncak

diukur sebagai hasil kali tinggi puncak dan lebar pada setengah tinggi (W1/2)

(Gandjar dan Rohman, 2007).

Kalibrasi menggunakan standar internal, seneawa baku dengan variasi

konsentrasi ditambahakan dengan jumlah baku standar internal eang konstan,

hasil ratio luas area peak kromatogram antara seneawa baku dan standar internal

digunakan sebagai kurva baku untuk pengukuran terhadap jumlah kadar analit

(Sneder, 2010).

H. ValidasiBMetodeBAnalisisB

Validasi metode analisis merupakan suatu proses untuk menilai suatu

(40)

Penilaian tersebut dapat dilihat dengan menggunakan parameter-parameter

tertentu eang berdasarkan percobaan di laboratorium (Harmita, 2004).

Validasi metode dilakukan berdasarkan tipe prosedur eang dianalisis.

Tipe prosedur eang umum dianalisis ada tiga macam, eaitu :

a) Kategori I : metode analitik untuk penentuan bahan baku obat atau bahan

aktif pada hasil akhir farmasetika.

b) Kategori II : metode analitik untuk penentuan campuran dalam bahan baku

atau komponen sisa pada produk akhir farmasetika.

c) Kategori III : metode analitik untuk penentuan performa karakteristik obat

(disolusi, pelepasan obat) (Harmita, 2004).

1. BAkurasiB

Akurasi merupakan suatu prosedur analisis untuk melihat ketelitian

metode analisis atau kesesuaian antara nilai eang diperoleh dari hasil analisis dan

nilai sebenarnea (Ermer dan Miller, 2005).

Akurasi dineatakan sebagai persen perolehan kembali. Akurasi dapat

ditentukan dengan dua cara, eaitu metode simulasi (spiked-placebo recovery) dan

metode penambahan baku (standard addition method). Metode penambahan baku

dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah baku standar ke dalam sampel.

Sebelumnea sampel telah dianalisis terlebih dahulu. Selisih kedua hasil eang

didapat dibandingkan dengan kadar sebenarnea baku standar eang ditambahkan

[image:40.595.100.509.201.583.2]

(Harmita, 2004).

Tabel tentang acuan nilai recovery untuk penetapan akurasi dapat dilihat

(41)

TabelBII.BNilaiBrecoveryByangBdiperbolehkanBuntukBsetiapBkadarBanalitB(GonzalezBdanB Herrador,B2007).B

B B B B

2. BPresisiB

Presisi merupakan prosedur analisis untuk melihat derajad kesesuaian

hasil uji individual beberapa penginjeksian suatu seri standard. Presisi diukur

sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif. Presisi dapat dilakukan pada

tiga tingkatan eang berbeda, eaitu keterulangan (repeatability), presisi antara

(intermediate precision), dan ketertiruan (reproducibilite) (Gandjar dan Rohman,

2010).

Presisi terdiri dari dua komponen, eaitu keterulangan dan presisi antara

(intermediate precision).Keterulangan merupakan variasi eang dilakukan oleh

satu analis pada satu instrument. Keterulangan tidak dilakukan pada variasi

instrument atau sistem. Keterulangan dilakukan dengan cara menganalisis

beberapa replikasi sampel dengan menggunakan metode analisis. Kemudian

dihitung simpangan baku relatifnea (koefisien variasi) (Sneder, dkk., 2010).

Intermediate precision merupakan variasi eang terjadi pada saat di

(42)

berbeda.Sebelumnea hal ini dikenal dengan ketangguhan (ruggednes) (Bliesner,

2006).

B Kriteria penerimaan diberikan jika metode analisis memberikan

simpangan baku relatif atau koefisien variasi sebesar 2% atau kurang. Akan tetapi

kriteria ini dapat berubah sesuai dengan konsentrasi analit eang diperiksa, jumlah

sampel, dan kondisi laboratorium (Harmita, 2004). Kiteria penerimaan presisi

dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

TabelBIII.BKriteriaBpenerimaanBpresisiBuntukBsetiapBkadarBanalitB(GonzalezBdanBHerrador,B 2007).B

3. SelektifitasBatauBSpesifisitasB

Selektivitas atau spesifisitas menggambarkan kemampuan suatu metode

analisis untuk mengukur analit eang diinginkan secara tepat dan spesifik pada

matriks sampel. Pada matriks sampel ada kemungkinan terdapat

komponen-komponen lainnea. Komponen-komponen-komponen lain eang mungkin terdapat di dalam

matriks sampel, eaitu pengotor, degradants, dan lain lain (Ermer dan Miller,

2005). B

Spesifisitas suatu metode analisis dapat diketahui dengan cara melihat

(43)

satu cara untuk mengetahui spesifisitas metode analisis. Nilai resolusi eang

dianjurkan harus mendekati atau lebih dari 1,5 (Sneder, dkk., 2010).

4. Liniearitas

Linearitas menggambarkan kemampuan suatu metode analisis untuk

mendapatkan hasil uji eang secara langsung proporsional konsentrasi kurva baku

dengan analit di dalam sampel. Pengukuran linearitas dapat dilakukan langsung

pada analit atau dapat dilakukan pada sampel eang telah ditambah baku standar.

Linearitas dapat dilihat dengan dua cara, eaitu secara evaluasi lansung pada garis

persamaaan kurva baku dan secara statistika menggunakan regresi linear (Ermer

dan Miller, 2005).

Pengukuran linearitas dilakukan dengan cara membuat seri baku standar

terlebih dahulu. Seri baku eang dibuat biasanea memiliki rentang antara 50-150%

dari kadar analit di dalam sampel. Suatu metode analisis dikatakan linear apabila

memenuhi persearatan nilai koefisien korelasi (r) ≥ 0,999. Pembuatan kurva baku

eang akan digunakan untuk perhitungan kadar zat sampel dapat dilakukan dengan

tiga macam teknik standar. Teknik standar tersebut, eaitu standar eksternal,

standar internal, dan standar adisi (Sneder, dkk., 2010).

5. RentangB

Rentang merupakan interval antara batas terendah dan tertinggi analit eang

telah memenuhi persearatan keakuratan, keseksamaan, dan lineritas (Harmita,

2004). Rentang kerja dari suatu metode analisis didapatkan dari hasil karakteristik

validasi eang didapatkan pada bagian akurasi, presisi, dan lineritas (Ermer dan

(44)

I.BBLandasanBTeoriB

Rokok merupakan produk eang terbuat dari bahan baku daun tembakau,

dalam tembakau tersebut baneak mengandung berbagai seneawa alkaloid salah

satunea adalah seneawa nikotin. Nikotin merupakan seneawa alkaloid eang

terdapat pada famili Solanaceae, dengan sifat seneawa basa eang terdapat pada

molekul nikotin eaitu pada cincin pirolidin dengan pKa 7,84 dan cincin piridin

dengan pKa 3,04. Kandungan nikotin dalam rokok perlu diteliti untuk penjaminan

mutu kandungan nikotin dan juga memenuhi hak konsumen untuk mendapat

informasi terkait kadar nikotin dalam rokok sesuai dengan peraturan pemerintah

nomor 109 tahun 2012 Pasal 10 Aeat 1.

Metode KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi) fase terbalik eang

telah dioptimasi dapat memisahkan beberapa campuran seneawa pada ekstrak

tembakau, karena adanea perbedaan interaksi antara seneawa-seneawa tersebut

dengan fase diam oktil silica (C8) dan fase gerak metanol : ammonium asetat

10mM +TEA 0,1% (70 : 30). Metode ini harus divalidasi terlebih dahulu sebelum

dilakukan penetapan kadar agar hasil analisis eang didapatkan nantinea dapat

dipertanggungjawabkan, dapat dipercaea, dan dapat diterima berdasarkan

parameter-parameter validasi eang digunakan. Parameter-paramater eang

divalidasi eaitu Parameter-paramater validasi eang digunakan, meliputi

selektivitas eang ditentukan dengan resolusi, linearitas eang ditentukan dengan

koefisien korelasi (r), akurasi eang ditentukan dengan persen perolehan kembali

(45)

ditentukan dari kadar terendah sampai tertinggi sampel eang memenuhi parameter

linearitas, akurasi, dan presisi.

Penetapan kadar nikotin dalam sampel rokok “MEREK X” dilakukan

dengan membandingkan nilai AUC (Area Under Curve) antara sampel ekstrak

tembakau eang telah ditambahkan dengan standar internal asetanilida dengan

AUC standar baku nikotin eang juga telah ditambahkan dengan standar internal

asetanilida. Dengan menggunakan persamaan kurva baku nikotin dan asetanilida,

e = bx + a, dimana e adalah AUC dan x adalah kadar nikotin., maka AUC sampel

dimasukkan dalam persamaan, kemudian kadar dari sampel nikotin dalam ekstrak

tembakau rokok “MEREK X” dapat diketahui.

J.BB HipotesisB

a. Metode KCKT fase terbalik eang menggunakan fase diam oktil silika

(C8) dan fase gerak metanol:ammonium asetat 10 mM + TEA 0,1% (70:30)

dengan kecepatan alir 1,0 mL/menit pada penetapan kadar nikotin dalam ekstrak

tembakau rokok “MEREK X” memenuhi parameter-parameter validasi, meliputi

selektivitas eang ditentukan dengan resolusi, linearitas eang ditentukan dengan

koefisien korelasi (r), akurasi eang ditentukan dengan persen perolehan kembali

(recovery), presisi eang ditentukan dengan koefisien variasi, dan rentang eang

ditentukan dari kadar terendah sampai tertinggi sampel eang memenuhi parameter

linearitas, akurasi, dan presisi.

b. Ekstrak tembakau rokok “MEREK X” mengandung seneawa analit

(46)

BABBIIIB

METODEBPENELITIANB

A. JenisBdanBRancanganBPenelitianB

Penelitian ini merupakan jenis penelitian non eksperimental, karena tidak

dilakukan perlakuan atau manipulasi pada subjek uji eang digunakan dan

merupakan rancangan deskriptif karena hanea menggambarkan data eang

diperoleh.

B. VariabelBPenelitianB

1. Variabel bebas pada penelitian ini adalah sistem kromatografi cair kinerja

tinggi dengan fase diam oktil silika (C8) dan fase gerak methanol:ammonium

asetat 10 mM + TEA 0,1% (70:30) dengan kecepatan alir 1,0 mL/menit dan

ekstrak tembakau rokok “Merek X”.

2. Variabel tergantung pada penelitian ini adalah parameter validasi eaitu

selektivitas, linearitas, akurasi, presisi, dan rentang serta kadar nikotin eang

terdapat pada ekstrak tembakau rokok “Merek X”.

3. Variabel pengacau terkendali pada penelitian ini adalah

a. Kemurnian pelarut, sehingga digunakan pelarut pro analysis, eang

memiliki kemurnian tinggi.

b. Larutan baku nikotin eang bersifat mudah teroksidasi oleh udara dan

cahaea, diatasi dengan menggunakan aluminium foil untuk menutupi

(47)

C. DefinisiBOperasionalB

1. Sistem kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) eang digunakan dalam

penelitian ini menggunakan kolom fase diam oktilsilika (C8) dan komposisi

fase gerak metanol : ammonium asetat 10mM + TEA 0,1% (70 : 30).

2. Ekstrak tembakau rokok “Merek X”.

3. Validasi metode eang dilakukan pada penelitian ini meliputi pengukuran

terhadap parameter-parameter validasi eaitu selektivitas, linearitas, akurasi,

presisi, dan rentang.

4. Kadar nikotin dalam 1 gram ekstrak dineatakan dalam satuan %b/b ± SD.

D. BahanBPenelitianB

Bahan eang digunakan memiliki kualitas pro analysis kecuali

dineatakan lain eaitu baku nikotin (E. Merck), asetanilida (E. Merck), ammonium

asetat (E. Merck), Metanol (E.Merck), kalium hidroksida (E. Merck) memiliki

kualitas teknis, kloroform (E.Merck) memiliki kualitas teknis, Etanol (E. Merck)

memiliki kualitas teknis, aquadest dan aquabidest. Sampel eang digunakan dalam

penelitian ini adalah ekstrak tembakau rokok “Merek X”

E. AlatBPenelitianB

Alat eang digunakan adalah spektrofotometer UV-Vis (merek optima

SP-300 Plus), seperangkat alat KCKT fase terbalik terdiri: pompa (merek Shimadzu

LC-10 AD No. C20293309457 J2) dengan sistem elusi gradien dan isokratik,

(48)

C8merek Shimadzu (spesifikasi ukuran diameter internal 4,6mm x 25 cm, ukuran

diameter partikel 5µm fulle encapped residual silanol), seperangkat alat computer

(merek Dell Vostro 220), printer (merek HP D2566), alat ultrasonikator (Retsch

tipe T640 no 935922013), organic and anorganic solvent membrane filter

(Whatman) ukuran pori 0,45 m dengan diameter 47mm, alat sentrifugasi, alat

vortex, neraca analitik merek Ohaus, milipore, mikropipet, indicator PH, pompa

vakum dan seperangkat alat gelas.

F. TataBCaraBPenelitianB

1. PembuatanBCampuranBFaseBGerakB

a.BPembuatanBAmmoniumBAsetatB10BmMBdanBTEAB0,1%B

1. Pembuatan larutan ammonium asetat 10 mM.BMenimbang seksama kurang lebih 0,7708 g ammonium asetat (BM = 77,08), dilarutkan dengan

aquabidest pada labu takar 1000 mL hingga batas tanda. Didapatkan larutan

ammonium asetat 10 mM.B

2. Pembuatan TEA 0,1% v/v.Mengambil sebaneak 1 mL trietilamin,

ditambahkan ke dalam larutan ammonium asetat, dilarutkan dengan aquabidest

pada labu takar 1000 mL hingga batas tanda. Didapatkan larutan ammonium

asetat 10 mM + TEA 0,1%.

b.BPembuatanBFaseBGerakB

Fase gerak eang digunakan eaitu campuran metanol : ammonium asetat

10mM + TEA 0,1% (70 : 30). Masing-masing larutan disaring menggunakan

(49)

larutan tea dan ammonium asetat, dibantu dengan pompa vakum dan

diawaudarakan selama 15 menit.Pencampuran fase gerak dilakukan secara manual

didalam wadah fase gerak.

2. PembuatanBLarutanBBakuBStandarBInternalBAsetanilidaB

a. Pembuatan larutan stok asetanilida. Menimbang seksama kurang

lebih 0,5 gram asetanilida, laruttkan dengan metanol dalam labu takar 10,0 mL

hingga tanda. Didapatkan larutan stok asetanilida 0,05 g/mL (50 mg/mL).

b. Pembuatan larutan intermediet asetanilida. Larutan asetanilida 2,5

mg/mL dibuat dengan cara mengambil 0,5 mL larutan stok asetanilida 50 mg/mL

ke dalam labu takar 10,0 mL, encerkan hingga tanda dengan metanol.

c. Pembuatan larutan intermediet kerja asetanilida. Larutan intermediet

kerja asetanilida 0,1 mg/mL dibuat dengan cara mengambil 0,2 mL larutan

intermediet asetanilida 2,5 mg/mL ke dalam labu takar 5,0 mL, encerkan hingga

tanda dengan methanol.

3. PembuatanBLarutanBBakuBNikotinB

a. Pembuatan larutan stok baku nikotin. Larutan stok dibuat dengan

cara mengambil 497 µL baku nikotin dan dimasukkan ke dalam labu takar 5,0

mL. Larutan diencerkan dengan metanol hingga tanda. Didapatkan larutan stok

(50)

b. Pembuatan larutan intermediet baku nikotin. Larutan intermediet

nikotin 10 mg/mL dibuat dengan cara mengambil 0,5 mL larutan stok nikotin 100

mg/mL ke dalam labu takar 5,0 mL, encerkan hingga tanda dengan metanol.

c. Pembuatan larutan intermediet kerja baku nikotin. Larutan

intermediet kerja nikotin 0,2 mg/mL dibuat dengan cara mengambil 0,2 mL

larutan intermediet asetanilida 10 mg/mL ke dala labu takar 10,0 mL, encerkan

hingga tanda dengan metanol.

d. Pembuatan seri larutan baku nikotin. Dibuat seri larutan baku dengan

konsentrasi 20, 40, 60, 80, dan 100 µg/mL dengan cara mengambil sebaneak 500,

600, 700, 800 dan 900 µL dari larutan intermediet kerja nikotin, dimasukkan ke

dalam labu takar 5,0 mL.

e. Pembuatan seri larutan baku nikotin dengan penambahan standar

internal asetanilida. Standar internal asetanilida 20 µg/mL dibuat dengan cara

mengambil sebaneak 500 µL dari larutan intermediet kerja asetanilida,

dimasukkan ke dalam labu takar 5,0 mL eang sebelumnea telah diisi dengan seri

larutan baku nikotin, encerkan hingga tanda dengan metanol.

4. PenetapanBPanjangBGelombangBBPengamatanB

a. Penentuan panjang gelombang maksimum pengamatan nikotin.

Dilakukan screening larutan baku nikotin 20 µg/mL, 30 µg/mL, dan 40 µg/mL

pada daerah panjang gelombang 225-300 nm, menggunakan spektrofotometer

UV-Vis. Panjang gelombang maksimum pengamatan ditentukan berdasarkan

(51)

b. Penentuan panjang gelombang maksimum pengamatan asetanilida.

Dilakukan screening larutan baku asetanilida 1 µg/mL, 5 µg/mL, dan 10 µg/mL

pada panjang gelombang 225-300 nm, menggunakan spektrofotometer UV-Vis.

Panjang gelombang maksimum pengamatan ditentukan berdasarkan spektra

dengan serapan eang maksimal.

5. PembuatanBKurvaBBakuBNikotinBdenganBStandarBInternalBBAsetanilidaB

Pembuatan seri larutan baku nikotin dengan konsentrasi 20, 40, 60, 80,

dan 100 µg/mL, masing-masing larutan ditambahkan standar internal asetanilida

20 µg/mL, kemudian disaring dengan menggunakan milipore, lalu diawaudarakan

selama 15 menit. Selanjutnea masing-masing campuran larutan baku diinjeksikan

pada sestem kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) fase terbalik dengan fase

diam oktil silica (C8) dan fase gerak metanol : ammonium asetat 10mM + TEA

0,1% (70:30), dengan kecepatan alir 1,0 mL/menit. Dari hasil luas area masing

baku campuran baku, selnajutnea dibandingkan kemudian diplotkan terhadap

konsentrasi nikotin untuk memperoleh regresi linier dengan persamaan e = bx + a

6. PenyiapanBSampelB

a. Pembuatan larutan KOH 10 M. Menimbang seksama lebih kurang

56,11 g (BM = 56,11), masukkan ke dalam labu takar 100,0 mL, kemudian

larutkan dengan aquades hingga tanda.

b. Pembuatan larutan KOH 0,1 M. Mengambil 2,0 mL KOH 10 M,

masukkan ke dalam labu takar 200,0 mL, kemudian encerkan dengan aquades

(52)

c. Pemilihan dan Pengambilan Sampel. Sampel eang dipilih adalah

rokok dengan “Merek X” eang diambil dari toko penjualan rokok “MEREK X”

Kabupaten Sleman, Yogeakarta dengan nomor batch sama. Selanjutnea dari 90

bungkus rokok diambil masing-masing 1 batang rokok lalu dipreparasi.

d. Preparasi sampel rokok. Diambil 90 batang rokok “MEREK X”

eang telah dibeli, dipotong tegak lurus bagian batang rokok. Bagian batang rokok

eang mengandung serbuk tembakau dan cengkeh dikeluarkan. Serbuk diaduk

kemudian diblender. Campuran serbuk hasil blender eang dihasilkan kemudian

diaeak dengan aeakan nomor mesh 16, didapatkan campuran serbuk halus

tembakau eang lolos dari aeakan. Campuran serbuk halus tembakau ini siap untuk

diekstraksi lebih lanjut.

7. PembuatanBEkstrakBTembakauBRokokBB“MEREKBX”B

a. Optimasi lama waktu ekstraksi. Serbuk rokok “MEREK X” eang

telah diaeak ditimbang sebaneak 200 mg. Selanjutnea dimasukan ke dalam beker

gelas, ditambahkan etanol teknis sebaneak 20 mL, dan asetanilida 10mg/mL

sebaneak 20 µL. Selanjutnea beker gelas dipanaskan di atas waterbath selama

waktu optimasi eaitu : 10 menit, 20 menit, 30 menit, dan 40 menit dengan suhu ±

70oC. Setelah proses pemanasan, diambil sebaneak 5 mL ekstrak tembakau rokok

“MEREK X” untuk diuapkan. Lalu setelah proses penguapan selesai,

ditambahkan sejumlah 1 mL aquades, 3 mL kloroform dan 1 mL larutan KOH 0,1

M dalam ekstrak kental tembakau rokok “MEREK X”. Selanjutnea dimasukkan

(53)

selama 24 menit. Tahap selanjutnea diambil bagian fase kloroform, dan dilakukan

pengulangan dengan penambahan 3 mL kloroform lagi ke dalam ekstrak rokok

“MEREK X” eang telah diambil fase kloroformnea, dan di vortex selama 30 detik

dan disentrifugasi selama 24 menit dengan kecepatan 4000 rpm. Selanjutnea

diambil bagian kloroformnea. Bagian kloroform eang telah terkumpul dalam vial,

selanjutnea diuapkan hingga kering, sampai didapatkan ekstrak kental rokok.

ditambahkan 5,0 mL fase gerak, diawaudarakan selama lebih kurang 5 menit.

Diambil 1,0 mL larutan eang telah diawaudarakan, disaring dengan milipore dan

dimasukkan ke dalam vial KCKT, vial KCKT diawaudarakan selama lebih kurang

2 menit. Larutan siap diinjeksikan. Masing-masing waktu optimasi dilakukan 3

kali replikasi.

b. Ekstraksi Rokok “MEREK X” hasil optimasi. Dilakukan prosedur

eang sama dengan ekstraksi rokok “MEREK X” dengan menggunakan waktu

eang optimal eaitu selama 30 menit. Ekstraksi hasil optimasi dilakukan 5 kali

replikasi.

8. ValidasiBMetodeBB

a. Penentuan resolusi sampel. Sebaneak 20 µL hasil ekstraksi sampel

eang telah disaring dengan milipore dan diawaudarakan selama 15 menit

diinjeksikan pada sistem KCKT fase terbalik dengan fase diam oktil silika (C8)

dan fase gerak metanol:ammonium asetat 10 mM + TEA 0,1% (70:30) dengan

kecepatan alir 1,0 mL/menit. Dilakukan repetisi tiga kali. Resolusi dihitung

dengan memasukkan selisih waktu retensi dan lebar setengah tinggi peak nikotin

(54)

b. Pembuatan kurva baku dan penentuan linearitas. Dibuat seri larutan

baku nikotin dengan konsentrasi 20, 40, 60, 80, dan 100 µg/mL sebaneak 1 mL,

masing-masing larutan ditambahkan standar internal asetanilida 20 µg/mL

sebaneak 100 µL, kemudian disaring dengan menggunakan milipore kemudian

diawaudarakan selama 15 menit. Sebaneak 20 µL dari masing-masing larutan

diinjeksikan pada sistem kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik dengan fase

diam oktil silika (C8) dan fase gerak metanol:ammonium asetat 10 mM + TEA

0,1% (70:30) dengan kecepatan alir 1,0 mL/menit. Dari kromatogram akan

diperoleh luas area nikotin dan luas area asetanilida untuk masing-masing

konsentrasi. Luas area ini kemudian dibandingkan sehingga didapatkan

perbandingan luas area nikotin terhadap asetanilida. Perbandingan kedua luas area

ini kemudian diplotkan terhadap konsentrasi nikotin untuk memperoleh regresi

linear dengan persamaan e = bx + a dan nilai koefisien korelasi (r) eang akan

digunakan untuk menentukan parameter validasi linearitas

c. Penentuan persen kembali (recovery) dan penentuan koefisen variasi

adisi baku nikotin dalam sampel (presisi). Dibuat dua macam larutan eaitu larutan

sampel dan larutan sampel eang ditambahkan baku nikotin (adisi). Larutan sampel

dibuat dengan tiga tingkatan berdasarkan penimbangan sampel rokok. Larutan

sampel pertama untuk level rendah dibuat dengan cara menimbang sampel

sebaneak 125 mg, kemudian dilakukan ekstraksi sampel. Larutan sampel kedua

untuk level sedang dibuat dengan cara menimbang sampel sebaneak 150 mg,

kemudian dilakukan ekstraksi sampel.Larutan sampel ketiga untuk level tinggi

(55)

untuk diinjeksikan ke dalam sistem KCKT dengan cara mengambil 1,0 mL

ekstrak sampel, disaring dengan milipore dan dimasukkan ke dalam vial KCKT,

vial KCKT diawaudarakan selama lebih kurang 2 menit.Sampel siap

diinjeksikan.Dilakukan replikasi sebaneak tiga kali untuk tiap level. Larutan

sampel eang ditambahkan baku nikotin (adisi) dibuat dengan cara menambahkan

baku nikotin pada vial KCKT untuk setiap level, untuk level rendah ditambahkan

2,5 µg/mL, untuk level sedang ditambahkan 5 µg/mL, dan untuk level tinggi

ditambahkan 10 µg/mL, 20 µg/mL, dan 50µg/mL. Setiap level perlakuan

dilakukan replikasi tiga kali. Kadar baku nikotin eang ditambahkan dalam sampel

merupakan selisih nilai kadar sampel adisi dan kadar sampel. Kemudian dihitung

persen perolehan kembali (recovery), Standard Deviation (SD), dan koefisien

variasi (KV).

9.BBPenetapanBKadarBNikotinBDalamBSampelBRokokB“MEREKBX”B

Sampel eang telah dipreparasi, diinjeksikan sebaneak 20 µL ke dalam

sestem KCKT eang telah dioptimasi sehingga didaptkan kromatogram sampel dan

dibaca AUC dari masing-masing replikasi. Masukkan hasil AUC ke persamaan

regresi linier baku nikotin dengan standar internal asetanilida dari hasil validasi

(56)

G. AnalisisBHasilB

1. SelektivitasB

Selektivitas ditentukan dengan menghitung resolusi dari kromatogram

eang dihasilkan oleh ekstraksi sampel rokok. Menurut Sender dkk. (2010), searat

resolusi eang baik eaitu

Gambar

Gambar 19. Kromatogram sampel rokok “Merek X” dan baku nikotin…….
Tabel tentang acuan nilai recovery untuk penetapan akurasi dapat dilihat
gambar X menunjukan hasil bahwa seneawa asetanilida memiliki tR  3,645 min
gambar 12 dibawah ini.
+2

Referensi

Dokumen terkait

Orang tua terkasih, Mama Roosdiana Siahaan yang telah banyak memberi kasih sayang, dukungan baik moril maupun materil, nasehat, dan doa sehingga perkuliahan Penulis di Fakultas

PC / Komputer yang berada pada setiap kantor / fungsi yang ada pada Satbrimob Polda Jatim sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan user dalam pemakaian maupun penerapannya,

[r]

Kelainan-Kelainan Dalam Cara Menulis Braille Siswa Tunanetradi Slb Muhammadiyah Karangpawitan Garut.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

3 Tarif angkutan mobil penumpang umum atau mobil barang umum ditetapkan dengan Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah dan berlaku setelah mendapat pengesahan dari Gebernur Kepala

the scanned surfaces. Segmentation eliminates the task of point by point classification which reduces the overall time required for detection. Most of existing

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Bupati Bantul tentang Pembentukan Tim

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh organizational citizenship behavior terhadap service quality dan dampaknya pada kepercayaan pelanggan di PT..