BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Pengambilan contoh tanaman dilakukan di Pulau Derawan Kab. Berau Kalimantan Timur dan sebagai pembanding digunakan contoh tanaman kelapa dari perkebunan kelapa di daerah Sampit Kalimantan Tengah dan contoh tanaman kedelai dan kacang tanah sakit dari Bogor Jawa Barat. Penelitian mencakup dua tahap, yaitu pengujian histopatologi dan molekuler. Pengujian histopatologi dilaksanakan di Laboratorium Anatomi Tumbuhan Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong dan Laboratorium Nematologi Departemen Proteksi Tanaman (PTN) - Fakultas Pertanian - Institut Pertanian Bogor (PTN Faperta IPB). Pengujian molekuler dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan PTN Faperta IPB dan di Laboratorium
Genomic of Bacterial Cell Function - Bacterial System Division - Graduate School of Biological Science - Nara Institute of Science and Technology (NAIST)
Jepang. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2010 sampai bulan September 2011.
Morfologi dan Histopatologi Penyakit Layu Kelapa Pengamatan Morfologi Gejala
Deskripsi tanaman kelapa yang bergejala dilakukan secara visual dengan melihat morfologi batang, pelepah, daun, bunga, dan buah. Morfologi tanaman sakit dibandingkan dengan tanaman yang masih sehat secara visual. Beberapa tanaman yang sakit juga dipotong untuk mempermudah mendapatkan contoh batang atas, daun, bunga, maupun buah. Gejala penyakit layu kelapa di Pulau Derawan umumnya tampak pada tanaman dengan umur di atas 15 tahun (Waimin 9 September 2010, komunikasi pribadi).
Pengambilan Contoh Tanaman
Pengamatan histopatologi terutama pada jaringan pengangkutan floem, dengan memilih beberapa bagian tanaman meliputi batang, akar, dan daun.
Batang tanaman diperoleh dengan cara mengebor tanaman menggunakan bor besi yang berlubang sehingga hasilnya seperti pensil kayu berdiameter 0,5 cm. Contoh batang ini kemudian dipotong-potong dengan panjang 0,5 cm dengan memperhatikan letak jaringan pengangkutannya. Contoh akar yang digunakan juga dipotong-potong dengan ukuran 0,5 cm. Sedangkan untuk contoh daun, digunakan daun kelapa muda yang sudah membuka.
Pengamatan Jaringan Tanaman dengan Pewarna DAPI
Studi histopatologi terutama pada jaringan pengangkutan floem dilakukan dengan menggunakan pewarnaan 4,6-diamino-2-phenylindole (DAPI). Jaringan akar, batang, dan daun dipotong sepanjang 0,5 cm kemudian difiksasi dengan larutan glutaraldehid (5% dalam 0,1 M bufer fosfat pH 7) dan disimpan di dalam lemari es suhu 5oC. Selanjutnya jaringan tanaman tersebut dicuci dengan 0,1 M bufer fosfat dan jaringan siap dipotong dengan freezing microtome setebal 10-25 µm. Hasil potongan diletakkan di atas gelas objek kemudian diwarnai dengan cara meneteskan larutan DAPI (0,1 mg DAPI dalam 100 ml bufer fosfat) dan disimpan selama 30 menit pada ruangan gelap. Gelas objek selanjutnya ditutup dengan gelas penutup, pinggirnya diberi cat kuku jernih. Pengamatan jaringan pengangkutannya menggunakan mikroskop fluoresens (Olympus BX51) segera atau kurang dari 48 jam (Schaad et al. 2001).
Pengamatan Jaringan Pengangkutan Floem dengan SEM
Pengamatan morfologi dan keberadaan fitoplasma juga dilakukan dengan menggunakan scanning electron microscope (SEM). Jaringan batang dipotong sepanjang 0,5 – 1 cm kemudian difiksasi dengan 6% larutan glutaraldehid serta 2% OsO4. Selanjutnya potongan batang tersebut diwarnai dengan 2% larutan uranil asetat selama 2 hari pada suhu 37 oC, lalu didehidrasi dengan seri larutan etanol 10% sampai etanol absolut. Potongan jaringan di dalam etanol absolut tersebut kemudian dibekukan dalam wadah tembaga dan disesuaikan letak dan bagian yang akan diamati dengan bantuan silet atau pisau bedah (ini dapat dilakukan dengan meletakkan tembaga pada nitrogen cair dan dipasang tepat di bawah mikroskop binokuler). Setelah itu dicairkan kembali, dibilas dengan etanol
absolut beberapa kali dan diletakkan pada pengering bertekanan sampai titik kritis. Contoh tersebut kemudian diinfiltrasi dengan larutan CO2 sampai kering titik kritis serta dilapisi dengan 5 nm karbon dan 20 – 25 nm emas di dalam mesin pengering berputar, kemudian diamati dengan SEM terutama pada sel floem (Musetti & Favali 2004).
Deteksi Fitoplasma dengan Nested Polymerase Chain Reaction (nPCR) Pengambilan Contoh
Tanaman yang dijadikan contoh adalah tanaman kelapa yang menunjukkan gejala penyakit layu ringan (daun menguning dan mulai klorosis), gejala penyakit layu berat (daun klorosis, mengering dan tidak memproduksi buah), dan tanaman yang tidak bergejala penyakit. Contoh yang diambil berupa serbuk batang dengan cara mengebor pada ketinggian sekitar 1 meter dari permukaan tanah sedalam 15-20 cm (Oropeza et al. 2002). Serbuk batang yang keluar dari mata bor dikumpulkan dan ditempatkan pada botol sebagai bahan baku ekstraksi DNA. Setiap pengeboran contoh selanjutnya, ujung mata bor disterilisasi dengan alkohol 70% dan aquades steril. Jumlah contoh yang diambil pada setiap jenis tanaman adalah 6 tanaman dan 3 ulangan. Sebagai kontrol positif terhadap primer dan metode amplifikasi, digunakan contoh tanaman kelapa pada penyakit layu Kalimantan di Sampit Kalimantan Tengah dan beberapa contoh tanaman kacang tanah dan kedelai yang terserang penyakit sapu.
Ekstraksi DNA dari Tanaman
Ekstraksi DNA dari tanaman berdasarkan Zhang et al. (1998) dilakukan sebagai berikut: Contoh tanaman seberat 300 mg digerus bersama nitrogen cair, Hasil gerusan dimasukkan ke tabung eppendorf 1,5 ml dan ditambah bufer CTAB 0,8 ml suhu 60oC. Selanjutnya divortex perlahan dan diinkubasi pada suhu yang sama selama 20 menit (3-4 kali divortex perlahan). Suspensi yang terbentuk didinginkan di dalam es, ditambah kloroform-isoamilalkohol (24-1 v/v) sebanyak 0,7 ml kemudian divortex kuat dan disentrifugasi 3000 g suhu 4 oC selama 10 menit. Pengulangan ekstraksi dilakukan kembali dengan
kloroform-isoamilalkohol untuk supernatan yang terbentuk. Selanjutnya DNA dipresipitasi dengan isopropanol dingin 0,6 ml kemudian disentrifugasi 10000 g suhu 4 oC selama 7 menit. Supernatan dibuang, sedangkan pelet DNA yang terbentuk dicuci dengan ethanol 70% dingin dua kali. Pelet DNA disuspensi dalam 0,1 ml bufer TE dan disimpan pada suhu -20oC.
Amplifikasi DNA dengan Metode Nested PCR
DNA hasil ekstraksi diamplifikasi berturut-turut menggunakan dua pasang primer universal fitoplasma, P1 (5’-AAG AGT TTG ATC CTG GCT CAG GAT T-3’) (Deng & Hiruki 1991) / P7 (5’-CGT CCT TCA TCG GCT CTT-3’) dan dilanjutkan dengan pasangan primer R16F2n (5’-GAA ACG ACT GCT AAG ACT GG-3’) / R16R2 (5’-TGA CGG GCG GTG TGT ACA AAC CCC G-3’) (Gundersen & Lee 1996). Reaksi PCR dilakukan pada volume 10µl yang terdiri dari 1µl template DNA, 1 µl 2 mM dNTPs; 0,6µl 25 mM MgSO4; 1µl primer
forward (2 pmol); 1 µl primer reverse (2 pmol); 0,1 µl Taq KOD plus Neo (TOYOBO Bio-Technology, CO., LTD.); dan 4,3 µl dH2O. Posisi pasangan masing-masing primer universal ditunjukkan pada Gambar 2. Pada proses PCR yang pertama dengan pasangan primer P1/P7, siklus pemanasan adalah denaturasi awal 94oC selama 2 menit; denaturasi 94oC selama 15 detik, penempelan primer 54oC selama 30 detik, ekstensi 68oC selama 1 menit 30 detik sebanyak 35 siklus. Sejumlah 1µl hasil PCR pertama ini digunakan sebagai template (cetakan) untuk PCR kedua dengan pasangan primer R16F2n/R16R2. Siklus pemanasan PCR kedua sama dengan PCR pertama, hanya berbeda pada suhu penempelan primer yakni 57oC.
Elektroforesis Gel Agarosa
DNA hasil amplifikasi PCR masing-masing sebanyak 3 µl ditambah
loading dye buffer 6X sebanyak 2 µl dielektroforesis dalam gel agarosa 2%
(mengandung etidium bromida, dalam buffer TAE 1 X), 100 volt DC selama 20 menit. Elektroforesis dilakukan dengan alat elektroforesis horisontal. Untuk memperkirakan ukuran DNA digunakan penanda universal 100 bp, KAPATMatau
λ Eco T14I digest. Pita DNA yang terbentuk hasil elektroforesis tersebut diamati di atas transluminator UV dan selanjutnya dipotret dengan kamera digital dan dicetak hitam putih.
Gambar 2 Representasi diagram operon 16S – 23S rRNA, menunjukkan posisi beberapa primer universal yang telah dikembangkan untuk amplifikasi PCR daerah ini dari fitoplasma. Nama primer diberikan di bawah tanda panah dan ukuran perkiraan amplikon ditunjukkan diantara garis putus-putus. Tidak digambar pada skala (Hodgetts & Dickinson 2010)
Cloning DNA Fitoplasma
Preparasi Sel Bakteri Kompeten
Sel bakteri yang digunakan sebagai sel kompeten pada penelitian ini adalah bakteri Eschericia coli DH5α. Metode preparasi sel bakteri kompeten berdasarkan Sambrook & Russel (2001) yakni metode Inoue “ultra competent”
cells. Bakteri E. coli DH5α ditumbuhkan pada media Luria Bertani (LB) agar dan
diinkubasi pada suhu 37 oC selama 16 – 20 jam. Satu koloni tunggal bakteri (diameter 2 – 3 mm) diambil dan dimasukkan pada 25 ml media SOB dalam Erlenmeyer 250 ml kemudian diinkubasikan pada shaker incubator pada suhu 37 o
C, kecepatan 250 – 300 rpm, selama 6 – 8 jam. Sejumlah 10 ml, 4 ml, dan 2 ml suspensi bakteri yang terbentuk diambil dan dimasukkan pada masing-masing 250 ml media SOB dalam tabung erlenmeyer 1 liter, lalu diinkubasikan dalam shaker
incubator pada suhu 18 – 22 oC dan kecepatan 150 – 200 rpm. Pengecekan kepadatan sel bakteri dengan OD600pada ketiga biakan dilakukan setiap 45 menit. Ketika OD600 telah mencapai 0,55 pada salah satu biakan, maka biakan tersebut diinkubasikan pada air es selama 10 menit sementara kedua biakan yang lain dibuang. Sel bakteri dipanen dengan sentrifugasi 2500 g selama 10 menit pada
suhu 4oC. Setelah supernatan (media) dibuang, tabung diletakkan dalam keadaan miring dengan alas tissue steril sehingga semua cairan hilang atau menggunakan bantuan aspirator. Pelet sel kemudian disuspensikan dengan 80 ml bufer transformasi Inoue dingin dengan menggoyang-goyangkan tabung. Sel bakteri dipanen kembali dengan cara sentrifugasi dengan kecepatan 2500 g selama 10 menit pada suhu 4oC. Supernatan yang terbentuk dibuang, selanjutnya pelet sel disuspensikan kembali dengan 20 ml bufer transformasi Inoue dan ditambahkan 1,5 ml DMSO. Suspensi bakteri dicampurkan dengan menggoyang-goyangkan tabung kemudian diinkubasikan di dalam es selama 10 menit. Dengan kerja cepat, sebanyak masing-masing 100µl suspensi bakteri dimasukkan pada tabung eppendorf 1.5 ml sampai habis. Tabung eppendorf berisi sel bakteri tersebut direndam di dalam nitrogen cair beberapa saat dan kemudian diambil untuk disimpan pada suhu -80 oC. Ketika akan digunakan, sel bakteri dalam tabung dicairkan dengan cara menggenggamnya dan kemudian diletakkan pada es selama 10 menit.
Insersi Produk Nested PCR ke dalam DNA Plasmid
Plasmid yang digunakan dalam penelitian ini adalah pDONRTM 201 (kit
cloning dari Invitrogen). Produk nested PCR (nPCR) yang digunakan adalah amplikon DNA dengan primer R16F2n/R16R2 yang telah ditambahkan dengan
adaptor attB1 dan attB2, sehingga susunan sekuen primer menjadi R16F2n-attB1
(5’-GGG GAC AAG TTT GTA CAA AAA AGC AGG CTC GGA AAC GAC TGC TAA GAC TGG-3’) dan R16R2-attB2 (5’-GGG GAC CAC TTT GTA CAA GAA AGC TGG GTC TGA CGG GCG GTG TGT ACA AAC CCC G-3’). Produk nPCR tersebut diencerkan 20 kali dengan dH2O. Produk nPCR tersebut direaksikan dengan metode BP-reaction dengan komposisi seperti pada Tabel 1.
Reaksi BP ini diinkubasikan pada suhu 25 oC selama 4 jam, kemudian ditambahkan 0,5µl proteinase K (Invitrogen) pada masing-masing reaksi BP dan inkubasikan pada suhu 37oC selama 10 menit.
Tabel 1 Komposisi bahan-bahan yang digunakan untuk reaksi insersi produk nPCR
Stok bahan Volume per reaksi
Plasmid PDONRTM201 (150 ng/µl) 0,5µl
5X buffer BP 1µl
Buffer TE 0,5µl
BP Clonase 1µl
Produk nPCR 2µl
Transformasi DNA Plasmid ke Sel Bakteri Kompeten
Transformasi DNA plasmid ke sel bakteri kompeten dilakukan menggunakan metode heat shock (Sambrook & Russell 2001). Sebanyak 5 µl reaksi BP dimasukkan ke dalam 100µl sel bakteri kompeten yang telah dicairkan dan dicampurkan dengan cepat lalu diinkubasikan pada es selama 30 menit, dipindahkan pada suhu 42 oC selama 90 detik dan segera diletakkan pada es kembali selama 1 – 2 menit. Sebanyak 800 µl media SOC ditambahkan pada masing-masing tabung dan segera diinkubasikan pada suhu 37 oC selama 1 – 2 menit. Tempat inkubasi dipindahkan pada shaker incubator (200 – 250 rpm) suhu 37 oC selama 45 menit. Sejumlah 50 µl suspensi bakteri diambil dan ditumbuhkan pada media LB di dalam cawan petri yang telah diberikan antibiotik kanamisin 50 µg/ml dengan bantuan glass beads kemudian diinkubasikan pada suhu 37 oC semalam. Jika terdapat bakteri yang tumbuh pada media, berarti bakteri tersebut telah terinsersi dengan plasmid yang mengandung produk nPCR. Sebagai kontrol digunakan hanya sel bakteri kompeten saja dan sel bakteri kompeten yang telah ditambahkan dengan plasmid pDONRTM 201 yang tidak akan memperlihatkan adanya pertumbuhan bakteri.
Koloni tunggal bakteri yang tumbuh diambil menggunakan ujung pipet tip 10 µl steril dan ditumbuhkan pada media LB + kanamycin 50 µg/ml di dalam cawan petri dengan cara titik kemudian sisa sel bakteri pada ujung pipet tip tersebut dimasukkan ke dalam 30 µl dH2O di dalam tabung PCR dan diberi tanda dengan kode yang sama antara cawan petri dan tabung PCR. Biakan bakteri
dalam cawan petri diinkubasikan di pada suhu 37 oC semalaman. Pengecekan dilakukan terhadap panjang produk nPCR yang diharapkan (sekitar 1,25 kb) menggunakan teknik PCR koloni dengan komposisi sesuai pada Tabel 2. Mesin PCR diatur dengan suhu denaturasi awal 95oC selama 2 menit dan denaturasi 95 o
C selama 15 detik, suhu penempelan primer 58oC selama 30 detik, suhu ekstensi 72oC selama 1 menit 15 detik sebanyak 30 siklus.
Tabel 2 Komposisi bahan-bahan yang digunakan untuk PCR koloni
Stok bahan Volume per reaksi
5X buffer 2G, 1,5 mM Mg 2,00µl
10 mM dNTPs 0,20µl
Primer R16F2n-attB1/ PDONR-F (2 pmol) 2,50µl
Primer R16R2-atttB2/ PDONR-R (2 pmol) 2,50µl
DNA template (suspensi bakteri) 1,00µl
Taq polymerase KAPA 2G Robust 0,04µl
dH2O 1,76µl
Pasangan primer yang digunakan adalah R16F2n-attB1/PDONR-R (5’-GTA ACA TCA GAG ATT TTG AGA CAC-3’) atau PDONR-F (5’-TCG CGT TAA CGC TAG CAT GGA TCT C-3’)/R16R2-atttB2
Produk PCR koloni dielektroforesis (2 µl produk PCR koloni + 1µl 10X
loading dye) pada 1% gel agarosa dengan tegangan listrik 100 volt selama 20
menit. Jika pita DNA yang tervisualisasi pada gel agarosa berada pada urutan sekitar 1,25 kb maka sel bakteri kompeten yang ditumbuhkan pada media LB di dalam cawan petri selanjutnya plasmid dapat diisolasi.
Isolasi Plasmid
Prosedur isolasi plasmid mengacu pada metode lisis alkalin dengan Sodium dodesil sulfat (SDS) (Sambrook & Russell 2001). Koloni bakteri yang telah terdeteksi positif dengan PCR koloni diambil menggunakan tusuk gigi steril dan dimasukkan pada 2 ml media LB + kanamycin 50 µg/ml di dalam tabung reaksi kemudian diinkubasikan dalam shaker incubator pada suhu 37 oC, kecepatan 200 – 250 rpm selama 12 jam. Suspensi bakteri dipindahkan pada
tabung eppendorf 1.5 ml dan disentrifugasi dengan kecepatan 8000 rpm selama 2 menit. Supernatan yang terbentuk dibuang dengan cara dihisap menggunakan aspirator secara hati-hati. Pelet sel disimpan pada suhu -20 oC (jika tidak langsung diperlakukan). Sebanyak 100 µl larutan alkalin lisis I dingin tambahkan pada pelet sel kemudian divortex 4 -5 detik. Sejumlah 200µl larutan alkalin lisis II (dibuat sebelum digunakan) ditambahkan kemudian suspensi bakteri dicampurkan dengan membolak-balikkan tabung selama 5 kali dengan cepat, selanjutnya diinkubasikan pada es selama 5 menit. Sebanyak 150 µl larutan alkalin lisis III ditambahkan, divortex 1 – 2 detik kemudian disimpan pada es selama 3 – 5 menit dan disentrifugasi dengan kecepatan 15000 rpm selama 5 menit pada suhu 4oC. Sebanyak 400µl supernatan dipindahkan ke dalam tabung eppendorf yang baru dan ditambahkan fenol : kloroform : isoamil alkohol (25:24:1 v/v/v) volume setara kemudian dicampurkan dengan vortex 1 – 2 detik dan disentrifugasi dengan kecepatan 15000 rpm selama 2 menit pada suhu 4 oC. Lapisan paling atas (sekitar 350µl) dipindahkan ke dalam tabung eppendorf baru kemudian asam nukleat (plasmid) dari supernatan dipresipitasi dengan menambahkan 2 kali volume etanol 100% pada suhu ruang selama 2 menit dan disentrifugasi dengan kecepatan 15000 rpm selama 5 menit pada suhu 4 oC. Supernatan dibuang menggunakan aspirator dan tabung eppendorf didirikan di atas tissue steril sampai kering. Sebanyak 1 ml etanol 70% ditambahkan pada pelet DNA plasmid kemudian dibalik beberapa waktu dan disentrifugasi dengan kecepatan 15000 rpm selama 2 menit pada suhu 4 oC. Supernatan dibuang kembali menggunakan aspirator dengan hati-hati karena pelet mudah lepas. Semua cairan di dalam tabung eppendorf dihilangkan dengan pompa vakum selama 5 – 10 menit pada 0,1 Mpa cm Hg. Sebanyak 50 µl bufer TE dan 5 µl RNAse-A (Invitrogen) ditambahkan, divortex 2 – 3 detik kemudian disimpan pada suhu -20oC.
Plasmid kemudian diamplifikasi dengan komposisi bahan pada Tabel 3. Reaksi PCR diatur dengan denaturasi awal 95 oC selama 2 menit dan denaturasi 95 oC selama 15 detik, penempelan primer 58 oC selama 30 detik, ekstensi 72 oC selama 1 menit 15 detik sebanyak 35 siklus.
Tabel 3 Komposisi bahan-bahan yang digunakan untuk PCR plasmid
Stok bahan Volume per reaksi
5X buffer 2G, 1,5 mM Mg 2,00µl
10 mM dNTPs 0,20µl
Primer PDONR-F (2 pmol) 2,50µl
Primer PDONR-R (2 pmol) 2,50µl
DNA template (plasmid hasil isolasi) 1,00µl
Taq polymerase KAPA 2G Robust 0,04µl
dH2O 1,76µl
Sequencing dan Kajian Filogenetik Fitoplasma
Sebanyak 8 µl produk PCR plasmid ditambahkan 3 µl Exo SAP-IT dan diencerkan 20 kali dengan dH2O kemudian diinkubasikan pada suhu 37oC selama 30 menit dan suhu 81 oC selama 20 menit. Suspensi produk PCR plasmid ini digunakan sebagai template pada PCR sequencing. Reaksi PCR sequencing dilakukan dengan komposisi bahan sesuai dengan Tabel 4. Mesin PCR diatur dengan denaturasi awal 94 oC selama 2 menit dan denaturasi 96 oC selama 10 detik, penempelan primer 50 oC selama 5 detik, ekstensi 60 oC selama 3 menit sebanyak 25 siklus. Sebanyak 5 µl dH2O ditambahkan pada produk PCR
sequencing.
Sambil menunggu hasil PCR, serbuk agar Sphadex G-50 dimasukkan pada kolom 45 µl dan diratakan. Multiscreen HV ditempatkan tepat diatas kolom kemudian dibalik bersama-sama sehingga agar tertuang pada Multiscreen HV. Sebanyak 300 µl dH2O ditambahkan pada masing-masing lubang (yang berisi agar) dan diamkan pada suhu ruang minimal selama 2,5 jam kemudian disentrifus dengan kecepatan 910 g selama 5 menit untuk mengeluarkan dH2O. Plate
sequencing yang sebelumnya telah diisi dengan 5 µl HiDi-Formamide ditempatkan tepat di bawah Multiscreen HV lalu sebanyak 10 µl produk
sequencing dimasukkan ke dalam Multiscreen HV dan disentrifugasi pada suhu
ruang dengan kecepatan 910 g selama 5 menit. Plate sequencing (berisi 15 µl) dipanaskan pada suhu 94oC selama 2 menit dan segera disimpan pada es selama 5 menit kemudian dimasukkan pada mesin sekuenser ABI PRISM 3100 Genetic
Analyzer (Applied BiosystemTM) dan dijalankan sesuai dengan petunjuk pada
logbook mesin. Data hasil sequencing disimpan pada hard disk komputer.
Tabel 4 Komposisi bahan-bahan yang digunakan untuk PCR sequencing
Stok bahan Volume per reaksi
5X buffer sequencing 1,0µl
Primer PDON-F atau PDON-R (2 pmol) 0,5µl
DNA template (suspensi bakteri) 2,0µl
Big Dye (for applied biosystem) 1,0µl
dH2O 0,5µl
PCR sequencing pada komposisi yang sama juga dilakukan menggunakan primer (5’-ACA TCT CAC GAC ACG AGC TGA CGA C-3’) yang letaknya di tengah fragmen DNA karena panjang fragmen DNA sekitar 1,25 kb sementara kemampuan sequencing yang baik hanya sekitar 500 bp.
Analisis Hasil Sequencing
Hasil sequencing kemudian dirakit (assembly) dengan program
Autoassembly untuk menentukan primer yang berada di tengah fragmen. Langkah
ini dilakukan karena kemampuan mesin sekuenser ABI PRISM 3100 Genetic
Analyzer hanya optimal merunut basa sekitar 500 bp, sedangkan ukuran sekuen
target dari R16F2n/R16R2 adalah sekitar 1,25 kb. Setelah primer didapatkan (yaitu 5’-ACA TCT CAC GAC ACG AGC TGA CGA C-3’), maka dilakukan proses sequencing kembali pada masing-masing contoh dengan menggunakan primer tersebut. Hasilnya kemudian dirakit kembali bersama-sama dengan hasil
sequencing menggunakan primer PDONR-F dan PDONR-R sehingga menghasilkan sekuen DNA yang utuh. Sekuen DNA di luar sekuen primer R16F2n dan R16R2 dihilangkan. Sekuen DNA hasil assembly tersebut dikonfirmasikan ke GenBank melalui program Basic Local Alighment Search
Tool (BLAST) untuk melihat kedekatannya dengan sekuen DNA yang telah
tersimpan di GenBank.
Kajian Filogenetik
Proses analisis hubungan kekerabatan antar DNA fitoplasma dilakukan menggunakan beberapa perangkat lunak diantaranya PAUP 4.0 (http://www.
paup.csit.fsu.edu), Bioedit (http://www.mbio.ncsu.edu), Clustal X, Clustal W (http://www.clustal.org) dan TreeView. Analisis filogenetik juga dilakukan terhadap sekuen DNA fitoplasma yang telah tersimpan di GenBank berdasarkan Wei et al. (2007).
Pemotongan Fragmen DNA dengan Enzim Restriksi Secara In Silico
Sekuen DNA hasil sequencing kemudian dimasukkan pada program
pDRAW32 yang dikembangkan oleh AcaClone Software
(http://www.acaclone.com). Masing-masing sekuen DNA kemudian dipotong-potong menggunakan 17 macam enzim restriksi yang sering digunakan untuk analisis RFLP gen 16S rRNA fitoplasma (Wei et al. 2007). Enzim-enzim restriksi tersebut adalah AluI, BamHI, BfaI, BstUI (ThaI), DraI, EcoRI, HaeIII, HhaI,
HinfI, HpaI, HpaII, KpnI, Sau3AI (MboI), MseI, RsaI, SspI, dan TaqI. Setelah
dipotong, pola fragmentasi hasil RFLP in silico tersebut kemudian diplotkan sebagai gambar elektroforesis gel agarosa 3% pada komputer dan simpan pada format PDF.
Deteksi Fitoplasma pada Wereng Daun dan Cassytha filiformis Pengambilan Contoh Tanaman dan Serangga
Tanaman yang diduga sebagai vektor fitoplasma adalah tali cinta/love vine (Cassytha filliformis). Pengambilan contoh dilakukan pada tanaman tali cinta yang berwarna jingga dan hijau sebanyak 5 ulangan berupa batang (tanaman) dan buah (biji), sedangkan serangga yang diduga sebagai vektor fitoplasma adalah wereng daun. Pengambilan contoh contoh wereng daun dilakukan menggunakan jaring serangga yang diayunkan di sekitar daun-daun gulma di sekitar tanaman kelapa bergejala penyakit layu. Wereng yang diperoleh kemudian ditangkap dengan alat penghisap wereng dan kemudian dipingsankan dengan etil asetat. Wereng-wereng tersebut kemudian dimasukkan ke dalam botol dan dipilah-pilah sesuai dengan kesamaan bentuk morfologinya.
Ekstraksi DNA Fitoplasma dari Tanaman dan Wereng Daun
Metode ekstraksi DNA dari tanaman C. filiformis mengacu pada metode Zang et al. (1998) seperti yang telah dijelaskan di atas. Ekstraksi DNA dari wereng berdasarkan Goodwin et al. (1994). Sejumlah 3 – 4 ekor wereng daun digerus di dalam tabung eppendorf menggunakan mikropistil dan kemudian dicampur dengan 200 µl bufer CTAB. Hasil gerusan divortex beberapa detik, kemudian diinkubasi pada 65oC selama 5 menit. Ke dalam suspensi ditambahkan kloroform:isoamil alkohol (24:1 v/v) dengan volume setara, kemudian diinkubasi pada suhu kamar selama 20 menit. Tabung eppendorf dibolak-balik beberapa kali kemudian disentrifus 12.000 rpm selama 3 menit. Supernatan sebanyak 90 µl dipindahkan ke dalam tabung eppendorf baru, kemudian DNA dipresipitasi dengan 10 µl NaOAc (pH 5.2) dan 250 µl etanol absolut (-20 oC). Tabung ditempatkan dalam freezer selama 30 menit. Selanjutnya suspensi disentrifus 12.000 rpm selama 15 menit. Supernatan dibuang, sedangkan endapan dicuci dua kali dengan 200 µl etanol 70% (-20 oC) dan disentrifus 12.000 rpm selama 2 menit. Etanol dibuang dan endapan dikeringkan menggunakan pompa vakum. DNA diresuspensi dengan aquades steril sebanyak 10 µl.
Deteksi dan Identifikasi Fitoplasma
Teknik deteksi dan identifikasi fitoplasma pada contoh wereng daun dan tanaman C. filiformis yang diduga sebagai vektor dilakukan seperti metode deteksi dan identifikasi fitoplasma dari tanaman kelapa yang bergejala penyakit layu. Metode deteksi meliputi amplifikasi DNA dengan teknik nPCR, cloning,