• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pola Kesuksesan Produk-Produk Industri Kreatif

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pola Kesuksesan Produk-Produk Industri Kreatif"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Pola Kesuksesan Produk-Produk Industri Kreatif

Subagyo(1), Fadhila Nastiti(2), Fitria Kurniasany(3)

(1), (2), (3)

Departemen Teknik Mesin dan Industri, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada Jl. Grafika No. 2 Yogyakarta 55281.

(1)

subagyo@ugm.ac.id ABSTRAK

Produk-produk industri kreatif, misalnya produk-produk film, fesyen, dan kuliner tidak seluruhnya mempunyai karakter mirip dengan produk-produk industri manufaktur. Produk-produk industri kreatif pada umumnya lebih bersifat musiman dan mempunyai masa hidup yang relatif pendek. Oleh karena itu, model-model untuk memprediksi kesuksesan suatu produk yang berbasis produk-produk di industri manufaktur misalnya model berbasis Konsep Kano perlu dilakukan penyesuaian agar bisa dipakai di industri kreatif. Dalam makalah ini dibahas model untuk prediksi kesuksesan produk-produk industri kreatif, terutama untuk industri kuliner dan toko daring. Model dibangun dengan menggunakan pendekatan Konsep Kano yang membagi hubungan antara kesuksesan dengan faktor-faktornya dalam hubungan linier, eksponensial, dan logaritmis. Model yang terbentuk diharapkan bisa digunakan sebagai dasar prediksi kesuksesan dalam tahap desain dan pengembangan produk-produk industri kreatif.

Kata kunci— concurrent engineering; industri kreatif; Model Kano; product design; product development.

I. PENDAHULUAN

Sektor ekonomi kreatif merupakan salah satu sektor yang akan dijadikan salah satu sektor penting Indonesia di masa mendatang. Menurut Badan Ekonomi Kreatif (2016), pada tahun 2019 ditargetkan kontribusi ekonomi kreatif terhadap produk domestik bruto sebesar 10%, kontribusi ekspor 10%, dan menyerap tenaga kerja sebesar 13 juta orang. Pada tahun 2015 kontribusi ekonomi kreatif sebesar 7,05% produk domestik bruto atau setara sekitar Rp 642 trilyun (Hartawan, 2016). Oleh karena itu, kebijakan terkait industri kreatif menjadi kebijakan penting dan ke depan menjadi makin strategis posisinya. Lebih lanjut, dalam industri kreatif walaupun faktor modal dan teknologi penting namun faktor kreativitas mempunyai peran yang sangat sentral. Oleh karenanya, potensi tumbuh-kembangnya relatif berimbang baik di negara maju maupun negara yang sedang berkembang, seperti Indonesia.

Salah satu contoh industri kreatif yang perkembangannya relatif tinggi adalah industri makanan-minuman, terutama bisnis kuliner. Selain disebabkan pangan merupakan kebutuhan dasar manusia, kenaikan jumlah kelas menengah di Indonesia juga ditengarai sebagai pemicu tumbuhnya bisnis kuliner. Lebih lanjut, ditinjau dari sisi permodalan, bisnis kuliner tergolong bisnis yang dapat dijalankan dengan modal yang relatif kecil—terutama akibat bahan bakunya yang banyak tersedia sehingga bisa meminimalkan modal kerja—namun mampu menghasilkan pendapatan yang besar. Di Indonesia, rata-rata pendapatan restoran skala menengah dari penjualan makanan dan minuman pada tahun 2015 sebesar Rp 4.638.944.700 (Badan Pusat Statistik, 2017). Sejak industri kuliner dimasukkan sebagai subsektor ekonomi kreatif pada tahun 2011, kontribusinya langsung menggeser industri fesyen (fashion). Pada tahun 2013, kontribusi industri kuliner pada industri kreatif senilai 33%, sementara industri fesyen 27%, dan industri kerajinan 15% (Hariyani dan Yustisia, 2015).

Walaupun sumbangan ekonomi kreatif terhadap PDB hanya 7.05%, namun tenaga kerja yang terlibat dalam industri ini sekitar 10,7% tenaga kerja Indonesia, atau setara 11,8 juta orang (Hartawan, 2016). Hal ini menunjukkan bahwa industri kreatif merupakan industri yang relatif padat kerja dan ekonomi kreatif merupakan sektor keempat terbesar dalam penyerapan tenaga kerja.

Produk-produk industri kreatif dibandingkan dengan industri manufaktur pada umumnya relatif lebih menonjolkan aspek kreativitas dan properti intelektual sebagai sumber

(2)

Subagyo, Nastiti, Kurniasany

keunggulannya—atau alasan konsumen memilihnya. Industri kreatif menggunakan kreativitas sebagai sumber utama nilai melalui pengembangan ide menjadi properti (kekayaan) intelektual baru dan mengkomersialisasikan hasilnya (Higgs et al, 2007) maka aspek ―kreativitas‖ lebih dominan dibanding aspek ―produk‖. Properti intelektual, misalnya desain, tampilan, merk, atau mekanisme kerja dijadikan sebagai nilai andalan dalam mendapatkan konsumen.

Sebagaimana produk pada umumnya, maka produk-produk industri kreatif juga mengikuti karakter produk yaitu mengalami siklus kehidupan—lahir, berkembang, dewasa, dan akhirnya mati—dan tidak semua produk akan sukses diterima pasar. Seiring dengan kecenderungan siklus hidup produk yang makin pendek maka kegiatan perancangan dan pengembangan produk di industri kreatif posisinya makin penting. Salah satu alat (tool) penting dalam perancangan dan pengembangan produk adalah alat untuk mendeteksi potensi sukses/gagal-nya produk sedini mungkin. Dalam makalah ini disajikan model untuk memprediksi potensi kesuksesan produk dengan berbasis Konsep Kano untuk produk-produk industri kreatif. Model ini diharapkan bisa digunakan untuk membantu para perancang/pengembang produk kreatif untuk mengestimasi peluang sukses dari produk-produk di awal-awal tahap pengembangan.

II. TIJAUAN PUSTAKA

Mengingat pentingnya prediksi potensi kesuksesan produk dalam tahap pengembangan— baik pada tahap awal maupun saat akan memasuki pasar—maka kajian terkait prediksi kesuksesan produk menjadi tema riset yang menarik. Contoh riset-riset tersebut misalnya Cooper et al (1979; 1982), Griffin & Page (1993;1996), Hulting & Robben (1995), dan Wijaya (2011). Cooper et al (1979; 1982) membahas faktor-faktor yang perlu diperhatikan agar produk baru yang dikembangkan bisa sukses diterima pasar dan meningkatkan pendapatan perusahaan. Hulting dan Robben (1995) menjelaskan bahwa perspektif waktu mempengaruhi ukuran kesuksesan suatu produk sedangkan Griffin & Page (1993;1996) membahas mengenai pengukuran kesuksesan pengembangan produk. Sementara itu, Wijaya (2011) mengembangkan model prediksi kesuksesan produk dengan menggunakan pendekatan analogi dari prinsip Kano.

Beberapa indikator bisa digunakan untuk mengukur kesuksesan produk, misalnya kepercayaan pelanggan, kinerja produk, persentase penjualan, level produk, jumlah penjualan, dan profit (Griffin & Page, 1993; Craig & Hart, 1993). Model prediksi kesuksesan produk biasanya dibangun untuk menghubungkan indikator kesuksesan produk dengan faktor-faktor yang mempengaruhi misalnya terkait karakter produk, kondisi pasar, dan karakter perusahaan yang memiliki produk. Model prediksi ini biasanya digunakan untuk memprediksi produk sejak tahap awal pengembangan produk, terutama untuk memilih calon-calon produk yang akan dikembangkan atau yang akan dihentikan pengembangannya.

Beberapa riset telah dilakukan untuk mengembangkan model ini misalnya Uletika (2009), Trapsilawati (2010), dan Wijaya (2011). Uletika (2009) membangun model prediksi kesuksesan produk dengan basis produk-produk industri manufaktur dengan menggunakan ordinary least

squares (OLS) dan maximum likelihood estimator, sedangkan Trapsilawati (2010) menggunakan partial least squares (PLS), ordinary least squares (OLS) dan weighted least squares (WLS),

sementara Wijaya (2011) mengembangkan model berbasis prinsip Kano. Dalam model-model yang telah dikembangkan tersebut, indikator kesuksesan digunakan parameter representasi pangsa pasar dan karakteristik produk, kondisi pasar, dan karakter perusahaan digunakan sebagai prediktornya. Model yang dihasilkan menunjukkan bahwa model-model berbasis konsep Kano memberikan kemampuan prediksi yang baik (R2 di atas 80%) dan bentuk persamaannya relatif sederhana.

Konsep Kano, secara umum menyatakan bahwa hubungan antara kepuasan konsumen dengan pemenuhan kebutuhan tidak semuanya berbanding linier (Berger et al, 1993). Seperti diilustrasikan dalam Gambar 1, kebutuhan pelanggan kaitannya dengan kepuasan pelanggan dapat diuraikan dalam tiga jenis kebutuhan, yaitu: must-be requirements, one-dimensional

requirements, dan attractive requirements.

Dengan mengacu pada konsep Kano, maka hubungan antara kesuksesan produk dengan faktor-faktor yang mempengaruhi bisa dirumuskan sebagai berikut:

(3)

Pola Kesuksesan Produk-Produk Industri Kreatif

(2)

(3)

(4)

Dengan Z = Indikator kesuksesan, y1 = must be requirements, y2 = one-dimensional requirements,

y3 = attractive requirements, dan a, b, c, d, dan g = konstanta. Jika hubungan antara y1, y2, dan y3

dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kesuksesan, xi, sejumlah n faktor dapat diasumsikan linier, maka dapat diperoleh persamaan berikut:

(5)

(6)

(7)

Selanjutnya, jika  = b + d maka persamaan (1)-(4) dapat ditulis ulang menjadi:

(8)

Dengan menggunakan persamaan (8), apabila kita memiliki sejumlah data hubungan antara kesuksesan (Z) dengan faktor-faktor yang mempengaruhi (xi), maka nilai konstanta , a, c, dan g

bisa dievaluasi dengan cara meminimasi nilai

3.7. Standarisasi data

Standarisasi data utamanya digunakan untuk menyamakan atau

menyeimbangkan ukuran dan variabilitas dari input variables (Milligan dan

Cooper, 1998). Standarisasi data biasanya digunakan apabila terdapat perbedaan

nilai pengukuran yang cukup sensitif terhadap besarnya input variabel, contohnya

adalah euclidean distance.

Milligan dan Cooper (1998) menjelaskan beberapa cara dalam melakukan

standarisasi, salah satunya adalah sebagai berikut:

( )

Dengan:

Z = Nilai X terstandarisasi,

Max (X) = Nilai maksimal dari kelompok data,

3.8. Model Kano

Model Kano merupakan suatu metode untuk mengelompokkan atribut dalam

suatu produk berdasarkan cara atribut tersebut mempengaruhi konsumen. Metode

Kano dikembangkan oleh Dr. Noriaki Kano yang menolak hipotesis bahwa

peningkatan kepuasan konsumen berbanding lurus dengan pemenuhan permintaan

konsumen. Yang (2005) menjelaskan bahwa model kano adalah sebuah diagram

yang membagi spesifikasi dari pelanggan menjadi tiga jenis, yaitu must-be

requirements, one-dimensional requirements, dan attractive requirements.

Penempatan requirement pada grafik kepuasan pelanggan – fungsi produk dapat

dilihat pada gambar berikut:

Gambar 3.2. Model Kano

(3.3)

Gambar 1. Konsep Kano (Berger et al, 1993).

III. METODE RISET

A. Objek Riset

Dalam riset ini, industri kreatif yang dipakai sebagai obyek adalah toko daring

m-commerce kategori e-mall dan industri restoran kategori kelas menengah ke atas. Untuk toko

daring kategori e-mall—penyedia tempat untuk jual beli daring yang menyediakan berbagai barang dan berperan sebagai penjamin pembayaran—dipilih 14 aplikasi m-commerce e-mall yang terdaftar dalam 100 besar aplikasi kategori belanja di Indonesia. Keempat-belas aplikasi

m-commerce e-mall yang dievaluasi disajikan pada Tabel 1. Sedangkan untuk restoran kelas

menengah ke atas ditinjau sebanyak 11 restoran yang ada di wilayah Yogyakarta yang persentase penjualannya tersaji pada Tabel 1.

B. Metode

Pada Gambar 2 disajikan diagram alir langkah-langkah penelitian. Seperti tersaji dalam gambar riset diawali dengan melakukan kajian pustaka untuk mengidentifikasi indikator kesuksesan dan kandidat faktor-faktor kesuksesan, baik untuk restoran maupun untuk toko daring e-mall. Dalam tahap ini peluang bentuk hubungan antara indikator kesuksesan dengan kandidat faktor-faktor juga sudah diidentifikasi, apakah masuk kategori must-be, linier, atau exponential

(4)

Subagyo, Nastiti, Kurniasany

Setelah indikator sukses dan kandidat faktor-faktor kesuksesan teridentifikasi, langkah selanjutnya adalah memilih objek riset yang akan dievaluasi dengan pertimbangan penguasaan pasarnya. Dalam riset ini dipilih industri yang masuk dalam kelompok 80% penguasa pasar dengan asumsi bahwa penguasaan pasarnya merupakan akibat dari karakter produknya yang sukses. Untuk restoran, pemilihan objek berdasarkan pendapatan restoran tersebut pada tahun 2016, sedangkan untuk toko daring e-mall objek dipilih berdasarkan total unduhan melalui Google Play Store.

Tabel 1. Daftar m-commerce e-mall dan restoran yang menjadi objek riset

M-Commerce E-Mall Restoran Kelas Menengah ke atas

No E-Mall Pengembang No Restoran Persentase Pendapatan

(tahun 2016), % 1 Klik Indomaret PT Indomarco Prismatama 1 A 13,98 2 Blanja PT MetraPlasa 2 B 10,55

3 JD.id JingDong Indonesia 3 C 10,49

4 Qoo10 GIOSIS PTE. LTD 4 D 9,14

5 LYKE LYKE eServices

Indonesia

5 E 7,89

6 Mataharimall MatahariMall 6 F 7,82

7

Alfacart PT Sumber Trijaya Lestari 7 G 6,54 8 Blibli.co blibli.com 8 H 6,51 9 Elevenia XL PLANET 9 I 4,84 10 Shopee ID Shopee 10 J 4,44 11

Zalora Zalora South East Asia Pte. Ltd.

11 K 3,19

12 Bukalapak PT Bukalapak.com 13 Tokopedia Tokopedia

14 Lazada Lazada Mobile

Stop Pemilihan objek riset dengan pertimbangan pangsa pasar Pengembangan

model-model Uji validasi model-model Start

Penentuan indikator sukses dan faktor-faktor kesuksesan Memilih model terbaik Valid? Ya Tidak

(5)

Langkah selanjutnya adalah membangun model dengan mengelompokkan faktor kesuksesan menjadi tiga kelompok, yaitu must-be requirements, one-dimensional requirements, dan attractive requirements. Hasil studi literatur dan nilai error model (SSE, sum of squares

error) digunakan sebagai justifikasi dalam penentuan kelompok faktor kesuksesan. Setelah itu

dilakukan validasi dengan cara validasi silang untuk mengevaluasi kemampuan model dalam memprediksi kesuksesan. Model terbaik dipilih berdasarkan ketepatan hasil validasi silang.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada Tabel 2 disajikan hasil pengelompokan kategori faktor-faktor kesuksesan untuk restoran kelas menengah ke atas dan m-commerce e-mall. Seperti tersaji dalam tabel, untuk restoran kelas menengah ke atas kategori must-be requirements diisi oleh makanan dan layanan, untuk kategori one-dimensional requirements diisi oleh lokasi dan brand, sedangkan untuk kategori attractive requirements diisi oleh faktor atmosfer dan harga. Sementara untuk

m-commerce e-mall, faktor kemudahan dan kepercayaan masuk kategori must-be requirements,

kelengkapan fitur pendukung masuk kategori one-dimensional requirements, dan faktor variasi produk dan iklan (competitiveness) dan kesesuaian dengan sistem operasi perangkat mobile masuk kategori attractive requirements.

Dengan mengelompokkan faktor-faktor kesuksesan seperti yang tersaji pada Tabel 2, maka tingkat kesuksesan berdasarkan data sebelas restoran kelas menengah ke atas diperoleh persamaan:

(9)

Sedangkan untuk m-commerce e-mall persamaannya:

(10)

Pada Gambar 3 disajikan perbandingan antara tingkat kesuksesan aktual dengan prediksi menggunakan persamaan (9) dan (10). Seperti terlihat dalam gambar, tingkat akurasi relatif dapat dipertanggung-jawabkan dengan mempertimbangkan kesederhanaan persamaan (9) dan (10).

Tabel 2. Pengelompokan faktor-faktor kesuksesan.

Kategori Restoran m-commerce e-mall

y1 (Must-be requirements) x1 (Food: rasa, presentasi, dan

variasi menu)

x3 (Layanan: waktu tunggu,

responsiveness, fasilitas, jumlah prosedur)

x1 (Kemudahan)

x2 (Kepercayaan dan pengalaman

delivery)

y2 (one-dimensional

requirements)

x5 (Lokasi: Lingkungan, visibilitas,

dan pesaing)

x6 (Brand: TOM, LU, FI)

x3 (Fitur pendukung:jumlah)

y3(Attractive requirements) x2 (Atmosfer: dekorasi, view, dan

ambience)

x4 (Price: harga murah nilai makin

tinggi)

x4 (Daya saing: variasi produk dan

strategi menarik pelanggan) x3 (Kesesuaian OS: jumlah update

(6)

Subagyo, Nastiti, Kurniasany

Gambar 3. Perbandingan antara data dengan hasil prediksi persamaan (9) dan (10) IV. PENUTUP

Berdasarkan hasil riset ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Pola faktor-faktor dalam mempengaruhi kesuksesan produk industri kreatif—dengan mengacu pada konsep Kano—untuk restoran kelas menengah ke atas dan m-commerce e-mall telah berhasil diidentifikasi. Faktor yang berpengaruh terhadap kesuksesan restoran kelas menengah dan besar adalah food, atmosfer, service, price, lokasi, dan brand sedangkan untuk e-mall adalah kemudahan, kepercayaan, fitur, daya saing, dan kesesuaian sistem operasi.

2. Persamaan untuk memprediksi potensi kesuksesan untuk restoran kelas menengah ke atas dan m-commerce e-mall telah dapat dibangun berdasarkan 14 data restoran dengan pangsa pasar terbesar di Yogyakarta dan 11 e-mall yang paling dominan di Indonesia.

UCAPAN TERIMAKASIH

Terimakasih disampaikan kepada Departemen Teknik Mesin dan Industri Universitas Gadjah Mada yang telah memberi dukungan finansial sehingga riset ini dapat berlangsung.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Ekonomi Kreatif, 2016, Bekraf Gandeng BPS Susun Database Ekonomi Kreatif, http://www.bekraf.go.id/kegiatan/detail/bekraf-gandeng-bps-susun-database-ekonomi-kreatif, diakses pada 20 September 2016.

Badan Pusat Statistik, 2017, Statistik Restoran/Rumah Makan Tahun 2015, Badan Pusat Statistik, Jakarta. Berger, C., Blauth, R., Boger, D., Bolster, C., Burchill, G., DuMouchel, W., Pouliot, F., Richter, R.,

Rubinoff, A., Shen, D., Timko, M., and Walden, D. 1993. Kano's Methods for Understanding Customer-Defined Quality, The Center for Quality Management Journal 2(4).

Cooper, R. G., 1979, Identifying Industrial New Product Success: Project NewProd, Industrial Marketing

Managament, 8, 124-135.

Cooper, R. G., 1982, New Product Success in Industrial Firm, Industrial Marketing Management, 11, 215-223.

Craig, A., dan Hart, S., 1993, Dimensions of Success in New Product Development, Perspective on Marketing Management, 3, 207-243.

Griffin, A., dan Page, A. L., 1993, An Interim Report on Measuring Product Development Success and Failure, Journal of Product Innovation Management, 10, 291–308.

Griffin, A., dan Page, A. L., 1996, The PDMA Success Measurement Project: Recommended Measures for Product Development Success and Failure, Journal of Product Innovation Management, 13(6), 478-496.

(7)

Hariyani, I., dan Yustisia S., C., 2015, Peran Kekayaan Intelektual dalam Pengembangan Waralaba dan Ekonomi Kreatif, Media Hak Kekayaan Intelektual, 6, 2-11.

Hartawan, T., 2016, Industri Kreatif Sumbang Rp 642 Triliun dari Total PDB RI, https://m.tempo.co/read/news/2016/03/02/090750007/industri-kreatif-sumbang-rp-642-triliun-dari-total-pdb-ri, diakses pada 20 September 2016. 


Higgs, P., Cunningham,S., and Pagan, J., 2007, Australia’s Creative Economy: Definitions of the Segments and Sectors, ARC Centre of Excellence for Creative Industries & Innovation (CCI), Brisbane, http://eprints.qut.edu.au/archive/0008242/ , diakses pada 2 July 2017.

Hulting, E. J., dan Robben, H. S. J., 1995, Measuring New Product Success: The Difference that Time Perspective Make, Journal of Product Innovation Management, 12, 392-405.

Trapsilawati, F., 2010, Analisis Faktor-Faktor Kesuksesan Produk, Tugas Akhir, Program Studi Teknik Industri, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Uletika, N. S., 2009, Model Prediksi Produk Sukses berdasarkan Kanvas Strategi, Tesis, Program Studi Teknik Industri, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Wijaya, 2011, Pengembangan Model Prediksi Kesuksesan Produk, Program Studi Teknik Industri, Jurusan Teknik Mesin dan Industri Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.


Gambar

Gambar 3.2. Model Kano
Tabel 1. Daftar m-commerce e-mall dan restoran yang menjadi objek riset
Tabel 2. Pengelompokan faktor-faktor kesuksesan.
Gambar 3. Perbandingan antara data dengan hasil prediksi persamaan (9) dan (10)

Referensi

Dokumen terkait

Model pembelajaran Active Learning (pembelajaran aktif) adalah salah satu pembelajaran yang dapat membuat siswa aktif dengan melibatkan siswa dalam belajar yaitu

Berdasarkan data tes servis bawah

Konsep penciptaan lukisan dalam Tugas Akhir Karya Seni yaitu untuk memvisualisaikan kehidupan scooterist yang diwujudkan dalam lukisan berupa Vespa yang dideformasi dan

Sehubungan dengan dilaksanakannya proses evaluasi dokumen penawaran dan dokumen kualifikasi, Kami selaku Panitia Pengadaan Barang dan Jasa APBD-P T. A 2012 Dinas Bina Marga

Sehubungan dengan dilaksanakannya proses evaluasi dokumen penawaran dan dokumen kualifikasi, Kami selaku Panitia Pengadaan Barang dan Jasa APBD-P T. A 2012 Dinas Bina Marga

Pemberian kombinasi kompos TKKS dan pupuk anorganik rata-rata menghasilkan diameter batang tanaman kenaf yang lebih besar dibandingkan dengan tanpa pemupukan hal

”Hubungan Pengawasan Melekat dengan Disiplin Pegawai di Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Kabupaten Jember”; Dayu Agustina, 060910201094; 2013:

En appliquant ces r´esultats, nous pouvons montrer que, sauf dans un cas particulier connu, deux p-groupes ´el´ementaires ont le mˆeme syst`eme d’ensembles de longueurs si et