• Tidak ada hasil yang ditemukan

SAK Demam Typhoid

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SAK Demam Typhoid"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN “DEMAM TYPHOID”

Dosen Pembimbing : M. Ischaq Nabil Ash-Shiddieqy S.Kep.,Ns

Disusun Oleh : WITRI NURHAETI

(140100496)

PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ALMA ATA YOGYAKARTA

(2)

DAFTAR ISI

Daftar isi...1

BAB I PENDAHULUAN A. Definisi Demam Typhoid...2

B. Etiologi...2

C. Tanda dan gejala...2

D. Patofisiologi...3

E. Pemeriksaan penunjang...4

F. Komplikasi...6

G. Pencegahan...7

H. Manajemen Terapi...8

BAB II STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN A. Analisa Data...10

B. Diagnosa keperawatan...11

C. NOC...12

D. NIC...13

(3)

BAB I PENDAHULUAN A. Definisi Demam Typhoid

1) Demam typhoid merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella, khususnya turunaannya yaitu Salmonella typhi yang menyerang bagian saluran pencernaan. Selama terjadi infeksi, kuman tersebut bermultiplikasi dalam sel fagositik mononuclear dan secara berkelanjutan dilepaskan ke aliran darah. (Algerina ; 2008 , Darmowandowo; 2006)

2) Demam tifoid ini masih merupakan penyakit endemik di Indonesia. Penyakit ini termasuk penyakit menular yang tercantum dalam Undang-undang nomor 6 Tahun 1962 tentang wabah.

B. Etiologi

Penyebab demam tifoid adalah infeksi bakteri Salmonella typhi yang merupakan kelompok bakteri gram negative , motil dan tidak menghasilkan spora. Tumbuh dan berkembang biak dengan sangat baik sekali pada suhu tubuh manusia maupun suhu yang lebih rendah sedikit serta dapat mati pada suhu 70o C. bakteri ini memiliki makromolekuler lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapis luar dari dinding sel dan dinamakan endotoksin. Salmonella typhi juga dapat memperoleh plasmid factor-R yang berkaitan dengan resitensi terhadap multiple antibiotic.

C. Tanda dan gejala

Masa tunas demam tifoid berlangsung antaraa 10-14 hari. Gejala-gejala klinis yang rimbul sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari asimtomatik sampai gambaran penyakit yang khas disertai komplikasi hingga kematian. Dalam miggu pertama, keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya, yaitu :

1) Demam menigkat sampai akhir minggu pertama

2)Demam turun pada minggu ke-empat, kecuali demam tidak tertangani akan menyebabkan syok, stupor dan koma.

3)Nyeri kepala 4)Pusing 5) Nyeri otot 6) Anoreksia 7) Mual 8) Muntah

(4)

9) Perasaan tidak enak di perut 10) Batuk, dan

11) Epikstasis

Pada pemeriksaan fisik hanya di dapatkan suhu badan meningkat, sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama di sore hari hingga malam hari. Dalam minggu kedua, gejala –gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardi relative ( bradikardi relative adalah peningkatan suhu 10otidak di ikuti peningkatan denyut nadi 8 kali per menit), lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepi dan ujung merah serta tremor), hepatomegali, splenomegaly, meteroismus, dapat timbul sebagai gejala yang tipikal terutama pada bayi muda sebagai penyakit demam akut dengan disertai syok dan hipotermia.

D. Patofisiologi

Masuknya kuman Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Msebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lagi lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya akan berkembangbiak. Bila respon imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik makan kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel-M) dan selanjutnya ke lamino propia. Di lamina propia kuman berkembang biak dan di fagosit oleh sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnmya dibawa ke plague peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus toraksius kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah ( mengakibatkan bakterimia pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini, kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakterimia yang kedua kalinya disertai dengan tanda dan gejala penyakit sistemik.

Di dalam hati, kuma masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan bersama cairan empedu di ekaskresikan bersama “intermittent” ke dalam lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi kedalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terilang kembali, berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositesis kuman Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, myalgia, sakit kepala, sakit perut, insibitas vaskuler, gangguan mental dan koagulasi.

Di dalam plague peyeri, makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasis jaringan (S. typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat, hyperplasia jaringan dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat akumulasi sel-sel monoklear di dinding ususu. Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus dan dapat mengakibatkan perforasi.

(5)

Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan kardiovaskular, pernafasan dan gangguan organ lainnya.

E. Pemeriksaan penunjang 1)Pemeriksaan rutin

Walaupun pada pemeriksaan darah perifer lengkap sering ditemukan leukopenia, dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau leukositosis. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. Selain itu pula dapat ditemukan anemia ringan dan trombositopenia. Pada pemeriksaan hingga jenis leukosit dapat terjadi aneosinofilia maupun limpofenia. Laju endap darah (LED) pada demam tifoid dapat meningkat.

SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi akan kembali normal setelah sembuh. Kenaikan SGOT dan SGPT tidak memerlukan penanganan khusus.

2)Uji widal

Uji widal dilakukan untuk mendeteksi antibody terhadap kuman Salmonella typhi. Pada uji widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman dengan kuman Salmonella typhi dengan antibody yang disebut agglutinin. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspense Salmonella yang sudah dimusnahkan dan di olah di laboratorium. Tujuan uji Widal adalah untuk menentukan adanya agglutinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid yaitu : Aglutinin O (dari tubu kuman), Aglutinin H (flagella kuman), Aglutinin Vi (simpai kuman).

Dari ketiga agglutinin tersebut, hanya agglutinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis demam tifoid. Semakin tinggi titernya, semakin besar kemungkinan terinfeksi kuman ini. Peningkatan titer uji Widal empat kali lipat selama 2-3 minggu memastikan diagnosis demam tifoid.

Ada beberapa factor yang memepengaruhi uji widal yaitu : a. Pengobatan dini dengan antibiotic

b. Gangguan pemebentukan antibody, dan pemeberian kortikosteroid c. Waktu pengambilan darah

d. Daerah endemic atau non-endemik e. Riwayat vaksinasi

f. Reaksi anamnestic, yaitu peningkatan titer agglutinin pada infeksi bukan demam tifoid akibat infeksi demam tifoid atau vaksinasi.

g. Factor teknik pemeriksaan antar laboratorium, akibat aglutinasi silang, dan strain salmonella yang digunakan untuk suspense antigen.

3)Kultur Darah

Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan tetapi hasil biakan negative tidaka kan menyingkirkan demam tifoid karena mungkin disebabkan oleh beberapa hal diantaranya :

(6)

a. Telah mendapat terapi antibiotik. Bila pasien sebelum dilakukan kultur darah telah mendapat antibiotic, pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil mungkin negative.

b. Volume darah yang kurang

c. Riwayat vaksinasi. Vakisnasi di masa lampau menimbulkan antibody dalam darah pasien. Antibody ini dapat menekan bacteremia hingga biakan darah menjadi negative.

d. Saat pengambilan darah setelah minggu pertama, pada saat aglutini semakin meningkat.

F. Komplikasi

Komplikaso demam tifoid dapat dibai kedalam: a)Kimplikasi intestinal

 Perdarahan usus  Perforasi usus  Ileus paralitik b)Komplikasi Ekstra-intestinal

 Komplikasi kardiovaskular : kegagalan sirkulasi perifer (renjatan, sepsis), miokarditis, thrombosis, dan tromboflebitis.

 Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia dan/atau koagulasi intravaskuler desiminata, dan sindrom uremia hemolitik

 Komplikasi paru : pneumonia, empyema, pleuritis

 Komplikasi hepar dan kandung kemih : hepatitis, kolelitiasis

 Komplikasi ginjal : glomerulonephritis, pielonefritis, dan perinefritis  Komplikasi tulang : osteomyelitis, periostitis, sponmdilitis, dan artritis

 Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningismus, meningitis, polyneuritis perifer, sindrom Guillain-Barre, psikosis, dan sindrom katatonia.

Pada anak-anak dengan demam paratifoid, komplikasi lebih jarang terjadi. Komplikasi lebih sering terjadi pada keadaan toksemia berat dan kelemahan umum, bila perawatan pasien kurang sempurna.

G. Pencegahan Demam Typhoid

Pencegahan demam tifoid melalui gerakan nasional sangat diperlukan karena akan berdampak cukup besar terhadap penurubab kesakitan dan kematian akibat demam tifoid, menurunkan anggaran pengobatan pribadi maupun negara, mendatangkan devisa negara yang berasal dari wisatawan mancanegara karena telah hilangnya predikat negara endemic dan hiperendemik sehingga mereka tidak takut lagi terserang tifoid saat berada d daerah kunjungan wisata.

(7)

a. Preventif dan control penularan

Tindakan preventif sebagai upaya pencegegahan penularan dan peledakan kasus luar biasa (KLB) demamtifoid mencakup banyak aspek mulai dari segi kuman Salmonella typhi sebagai agen penyakit dan factor penjamu (Host) serta factor lingkungan. Secara garis besar, tiga strategi pokok untuk transmisi tifoid yaitu : identifikasi dan eradikasi Salmonella typhi baik pada kasus demam tifod maupun karier tifoid, pencegahan transmisi langsung dari pasien terinfeksi Salmonella typhi akut maupun karier, proteksi terhadap orang yang beresiko terinfeksi.

Identifikasi dan eradikasi Salmonella typhi baik pada kasus demam tifod maupun karier tifoid

Cara peaksanannya dapat secara aktif yaitu mendatangi sasaran maupun pasif menunggu bila ada penerimaan pegawai di suatu instansi atau swasta. Sasaran aktif lebih diutamakan pada populasi tertentu seperti pengelola sarana makanan-minuman baik tingkat usaha rumah tangga, restoran, hotel, hingga pabrik besera distributornya. Sasaran lainnya adalah yang terkait dengan pelayanan masyarakat, yaitu petugas kesehatan, guru, petugas kebersuhan, dan pengelola sarana umum lainnya.

Pencegahan transmisi langsung dari pasien terinfeksi Salmonella typhi akut maupun karier Kegiatan ini dilakukan di rumah sakit , klinik maupun di rumah dan lingkungan sekitar orang yang telah diketahui pengidap kuman Salmonella typhi.

 Proteksi terhadap orang yang beresiko terinfeksi.

Sarana proteksi pada populasi ini dilakukan dengan cara vaksinasi tifoid di daerah endemic maupun hiperendemik. Ssaran vaksinasi tergantung daerahnya endemis atau non-endemis, tingkat resiko tertularnya bakteri Salmonella typhi yang mengakibatkan demam tifoid. Tindakan preventif berdasarkan lokasi daerah :

1)Daerah non-endemik, yaitu :

a. Sanitasi air dan kebersihan lingkungan

b. Penyaringan peneglola pembuatan/distributor/penjualan makanan-minuman c. Pencarian dan pengobatan kasus tifoid karier

(8)

a. Memasyarakatkan pengelolaan bahan makanan dan minuman yang memenuhi standar prosedur kesehatan.

b. Pengunjung ke daerah ini harus minum air yang telah melalui pendidihan, menjauhi makanan segar (sayur/ buah)

c. Vaksinasi secara menyeluruh kepada masyarakat setempat maupun pengunjung. H. Manajemen Terapi Demam Tifoid

Sampai saat ini masih dianut trilogy penatalaksanaan demam tifoid, yeitu:

1) Pemberian antibiotik; untuk menghentikan dan memusnahkan penyebaran kuman. Antibiotic tang diguankan :

a. Kloramfinekol; dosis hari pertama 4x 25o mg, hari kedua 4 x 500 mgdiberikan selama demam dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam, kemudian dosis diturunkan menjadi 4 x 250 mg selama 5 hari kemudian. Penelitian terakhir (Nelwan, dkk. Di RSUP persahabatan,) penggunaan kloramfinekol masih memeprlihatkan penuruna suhu 4 hari, sama sepert iobat-obat terbaru jenis kuinolon

b. Ampisilin/ Amoksisilin ; dosis 50-150 mg/kgBB diberikan selama 2 minggu

c. Kotrimoksazol; 2x 2 tablet (1 tablet mengandung 400 mg sulfametolsazol-80 mg trimethoprim, diberikan selama 2 minggu pula.

d. Sefalosporin generasi II dan II. Di subbagian Penyakit Tropik dan Infeksi FKUI-RSCM, pemberian sefalosporin berhasil mengatasi demam tifoid dengan baik. Demam pada umumnya reda pada hari ketiga menjelang hari ke empat.

2) Istirahat dan perawatan professional, bertujuan untuk mencegah komplikasi dan memepercepat penyembuhan. Pasien harus baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Mobilisasi dilakukan bertahap sesuai dengan pulhnya kekuatan pasien.

3) Diet dan terapi penunjang.

Pertama, pasien diberi diet bubur saring, kemudian bubur kasar, dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien. Naming, beberapa penelitian menunjukan bahwa pemberian makanan padat dini, yaitu nasi dengan lauk paik rendah selulosa (pantang sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan dengan aman. Juga diperlikan pemberian vitamin dan mineral yang cukup untuk mendukung keadaan umum paisen. Diharapkan dengan menjaga keseimbangan dan homeostasis, system imun akan tetap berfungsi secara optimal.

4) Pemberian seftriakson sebagai terapi empiris pada pasien demam tifoid secara bermakna dapat mengurangi lama pengobatan dibandingkan dengan pemberian jangka panjang kloramfenikol. Hal lain yang menguntungkan adalah efek samping dan angka kekambuhan yang lebih rendah, serta lama demam turun yang lebih cepat. Pengetahuan dan penilaian klinis yang baik diperlukan dalam memilih terapi empiris yang tepat terutama bila fasilitas uji resistensi tidak memadai. Seftriakson terbukti dapat dijadikan sebagai antibiotik pilihan utama pada kasus MDRST.

(9)

BAB II

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. ANALISA DATA

DATA ETIOLOGI PROBLEM

DS:

 Ps mengatakan demam sudah sejak 3 hari yang lalu  Keluarga psien mengatakan suhun tubuh pasien

meningkat di malam hari saja.

 Pasien mengatakan sering menggil di malam hari DO :

 Suhu pasien mencapai 39-40o C  Pasien terlihat menggigil

 Kulit teraba hangat  RR 32x/menit  Nadi 120x/menit

Penyakit Hipertermia

DS:

 Ps mengatakan nyeri dibagian perut P : perut

Q : seperti terbakar R : perut bagian kanan S :7

T : kadang-kadang

 Ps mengatakan mengatakan sering berkeringat ketika menahan nyeri

DO :

 Pasien tampak merintih ketika menahan nyeri  RR 32x/menit

 Nadi 120x/menit

 Pasien nyeri tekan dibagian abdomen.

(10)

DS:

 Ps. mengatakan nyeri di bagian perut  Pasien mengatakan kurang nafsu makan  Ps. mengeluh lemas

 Ps. mengeluh mual dan sering memuntahkan makanan

DO:

 Ps. tampak lemas dan pucat

 BB pasien menurun dari 54 kg menjadi 47 kg  Makanan rumah sakit hanya habis ½ porsi  Bising usus 30x/menit

Factor biologis Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Hipertermia berhubungan dengan penyakit

2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis

3. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis

C. NOC

NO Diagnosa Keperawatan NOC

1. Hipertermi berhubungan dengan penyakit

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, suhu tubuh pasien turun dengan kriteria hasil :

Indicator A T

Nadi 4 1

Pernafasan 3 1

(11)

2.

Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, nyeri pasien berkurang dengan kriteria hasil :

Indicator A T Mampu mengontrol nyeri 3 1 Mampu mengenali nyeri 3 2 Menyatakan rasa nyaman setrelah nyeri berkurang

3 1

3.

Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, nutrisi dapat terpenuhi dengan kriteria hasil :

Indicator A T

Porsi makan habis 2 4 Penambahan berat

badan

2 4

Asupan makanan 3 4

D. NIC

NO Diagnosa Keperawatan NIC

1. Hipertermi berhubungan dengan penyakit

Temperature Regulation (3900) 1. Monitor suhu tubuh

2. Monitor warna kulit pasien

3. Anjurkan pasien memakai poakaian tipis 4. Kolaborasi dengan dokter dalam

pemberian antipiretik

5. Monitor tanda dan gejala hipertermia 2. Nyeri akut berhubungan dengan agen

cedera biologis

Pain Management (1400)

1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif (lokasi, skala, kualitas, frekuensi nyeri)

(12)

2. Kurangi faktor penyebab nyeri (muntah berlebihan, psikologis)

3. Kolaborasi dengan dokter terkait analgetik untuk mengurangi nyeri

4. Berikan terapi non-farmakologik (reklaksasi, terapi nafas dalam, distraksi)

3. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis

Nutrition Management1100)

1. Instruksikan pasien tentang kebutuhan nutrisinya

2. Sediakan makanan dalam porsi sedikit tapi sering

3. Monitor perkembangan berat badan pasien

4. Monitor intake dan output makanan 5. Kolaborasi dengan ahli gizi terkait diit

(13)

DAFTAR PUSTAKA

White-Mayon, Mandal, Wilkins, Dunbar. 2004. Jakarta . Lecture Notes Pengendalian Infeksi : Erlangga

Mansjoer Arief, Kuspuji Triyanti dkk. 1999. Jakarta. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III Jilid I : Fakultas Kedotern Universitas Indonesia

Sudoyo Aru.W, Bambang setiyohadi, dkk. 2006. Jakarta : Ilmu Penyakit Dalam edisi III Jilid IV : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Sidabutar Sondang, Hindra Irawan Satari. 2010.Pilihan Terapi Empiris Demam Tifoid pada Anak: Kloramfenikol atau Seftriakson?. Jakarta : Sari Pediatri, Vol. 11, No. 6

Herdman, T Heather. 2014. NANDA International Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta : Buku Kedokteran EGC

Morhead Sue, Marion jhonson, dkk. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC). United States of America : MOSBY

Doctherman, Joane McCloskey, Gloria N Bilcheck.2008 Nursing Intervention Classification (NIC). United States of America : MOSBY

(Pilihan Terapi Empiris Demam Tifoid pada Anak: Kloramfenikol atau Seftriakson? Oleh Sondang Sidabutar, Hindra Irawan Satari Departemen Ilmu Kesehatan Anak, RS Dr Cipto Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta)

(14)

Referensi

Dokumen terkait

LIPOPOLISAKARIDA (LPS) O9 KUMAN SALMONELLA TYPHI PADA DEMAM TIFOID ” dan memahami bahwa subjek dalam penelitian ini sewaktu-waktu dapat mengundurkan diri dalam

The aim of the study was to discover the difference of field widal and comparative widal in detecting Salmonella typhi in typhoid suspect patient,