Laporan Pendahuluan Demam Thypoid
Laporan Pendahuluan Demam Thypoid 1. PENDAHULUAN
Demam thypoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella thypi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini juga merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karena penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar higiene industri pengolahan makanan yang masih rendah (Simanjuntak, C. H, 2009. Demam Tifoid, Epidemiologi dan Perkembangan Penelitian. Cermin Dunia Kedokteran No. 83.)
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah kasus demam tifoid, Diseluruh dunia mencapai 16-33 juta dengan 500-600 ribu kematian setiap tahunnya. Demam tifoid merupakan penyakit infeksi menular yang dapat terjadi pada anak maupun dewasa. Anak merupakan yang paling rentan terkena demam tifoid, walaupun gejala yang dialami anak lebih ringan dari pada dewasa. Hampir disemua daerah endemik, insiden demam tifoid banyak terjadi pada anak usia 5-19 tahun (Nugroho, Susilo, 2011. Pengobatan Demam Tifoid. Yogyakarta: Nuha Medika)
Berdasarkan laporan Ditjen Pelayanan Medis Depkes RI, pada tahun 2008, demam tifoid menempati urutan kedua dari 10 penyakit terbanyak pasien rawat inap di rumah sakit di Indonesia dengan jumlah kasus 81.116 dengan proporsi 3,15%, urutan pertama ditempati oleh diare dengan jumlah kasus 193.856 dengan proporsi 7,52%, urutan ketiga ditempati oleh DBD dengan jumlah kasus 77.539 dengan proporsi 3,01% (Departemen Kesehatan RI. 2009. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2008. Depkes RI, Jakarta)
2. ANATOMI FISIOLOGI
Sistem pencernaan atau sistem gastrointestinal (mulai dari mulut sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh.
Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rectum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak di luar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.
A. Usus Halus (usus kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak. Lapisan usus halus meliputi, lapisan mukosa (sebelah kanan), lapisan otot melingkar (M sirkuler), lapisan otot memanjang (M longitudinal) dan lapisan serosa (sebelah luar).
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari duodenum), usus kosong (jejenum) dan usus penyerapan (ileum). Villi usus halus terdiri dari pipa berotot (> 6 cm), pencernaan secara kimiawi, penyerapan makanan. Terbagi atas usus 12 jari (duodenum), usus tengah (jejenum), usus penyerapan (ileum).
a. Usus dua belas jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejenum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz.
Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaputperitoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pancreas dan kantung empedu. Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum digitorum, yang berarti dua belas jari.
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pylorus dalam jumlah yang bisa dicerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan mengirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.
b. Usus Kosong (jejenum)
Usus kosong atau jejenum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian dari usus halus, diantara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium. Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus. Secara histologis dapat dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner. Secara hitologis pula dapat dibedakan dengan usus penyerapan, yaitu sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong dan usus penyerapan secara makroskopis.
c. Usus Penyerapan (ileum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem pencernaan manusia, ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan
dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.
B. Usus Besar (Kolon)
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus besar terdiri dari kolon asendens (kanan), kolon transversum, kolon desendens (kiri), kolon sigmoid (berhubungan dengan rectum). Banyaknya bakteri yang terdapat didalam usus besar berfungsi mencerna makanan beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi.
Bakteri didalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.
C. Usus Buntu (sekum)
Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin : caecus, “buta”) dalam istilah anatomi adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivore memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora ekslusif memiliki yang kecil, yang sebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai cacing.
D. Umbai Cacing (Appendix)
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis (infeksi rongga abdomen). Dalam anatomi manusia, umbai cacing adalah ujung buntu tabung yang menyambung dengan caecum. Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang dewasa, umbai cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai 20 cm. walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda-beda di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum.
Banyak orang percaya umbai cacing tidak berguna dan organ vestigial (sisihan), sebagian yang lain percaya bahwa apendiks mempunyai fungsi dalam sistem limfatik. Operasi membuang umbai cacing dikenal sebagai appendiktomi.
E. Rektum dan Anus
Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpang ditempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material didalam rectum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, seringkali material akan dikembalikan ke usus besar, dimana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi. Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk
menunda BAB. Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limba keluar dari tubuh. Sebagian besar anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lainnya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot spinter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar – BAB), yang merupakan fungsi utama anus.
3. PENGERTIAN
Tifoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella (Smeltzer & Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: EGC). Tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella Thypi (Mansjoer, Arif. 2009. Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta : Media Aesculapius.).
4. ETIOLOGI
Etiologi demam thypoid adalah salmonella thypi (S.thypi) 90 % dan salmonella parathypi (S. Parathypi Adan B serta C). Bakteri ini berbentuk batang, gram negatif, mempunyai flagela, dapat hidup dalam air, sampah dan debu. Namun bakteri ini dapat mati dengan pemanasan suhu 600 selama 15-20 menit. Akibat infeksi oleh salmonella
thypi, pasien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
Aglutinin O (antigen somatik) yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari
tubuh kuman).
Aglutinin H (antigen flagela) yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari
flagel kuman).
Aglutinin Vi (envelope) terletak pada kapsul yang dibuat karena rangsangan antigen Vi
(berasal dari simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar pasien menderita tifoid. (Aru W. Sudoyo. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 2009. Ed V.Jilid III. Jakarta: interna publishing)
5. PATOFISIOLOGI
Bakteri Salmonella typhi bersama makanan atau minuman masuk ke dalam tubuh melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana asam (pH < 2) banyak bakteri yang mati. Keadaan-keadaan seperti aklorhidiria, gastrektomi, pengobatan dengan antagonis reseptor histamin H2, inhibitor pompa proton atau antasida dalam
jumlah besar, akan mengurangi dosis infeksi. Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus. Di usus halus, bakteri melekat pada sel-sel mukosa dan kemudian menginvasi mukosa dan menembus dinding usus, tepatnya di ileum dan jejunum. Sel-sel M, Sel-sel epitel khusus yang melapisi Peyer’s patch, merupakan tempat internalisasi Salmonella typhi. Bakteri mencapai folikel limfe usus halus, mengikuti aliran ke kelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang melewati sirkulasi sistemik sampai ke jaringan RES di organ hati dan limpa. Salmonella typhi mengalami multiplikasi di dalam sel fagosit mononuklear di dalam folikel limfe, kelenjar limfe mesenterika, hati dan limfe (Soedarmo, Sumarmo S Poorwo, dkk. 2012. Buku Ajar
Setelah melalui periode waktu tertentu (periode inkubasi) yang lamanya ditentukan oleh jumlah dan virulensi kuman serta respons imun pejamu maka Salmonella typhi akan keluar dari habitatnya dan melalui duktus torasikus masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Dengan cara ini organisme dapat mencapai organ manapun, akan tetapi tempat yang disukai oeh Salmonella typhi adalah hati, limpa, sumsum tulang belakang, kandung empedu dan Peyer’s patch dari ileum terminal. Invasi kandung empedu dapat terjadi baik secara langsung dari darah atau penyebaran retrograd dari empedu. Ekskresi organisme di empedu dapat menginvasi ulang dinding usus atau dikeluarkan melalui tinja. Peran endotoksin dalam patogenesis demam tifoid tidak jelas, hal tersebut terbukti dengan tidak terdeteksinya endotoksin dalam sirkulasi penderita melalui pemeriksaan limulus. Diduga endotoksin dari Salmonella
typhi menstimulasi makrofag di dalam hati, limpa, folikel limfoma usus halus dan
kelenjar limfe mesenterika untuk memproduksi sitokin dan zat-zat lain. Produk dari makrofag inilah yang dapat menimbulkan nekrosis sel, sistem vaskular yang tidak stabil, demam, depresi sumsum tulang belakang, kelainan pada darah dan juga menstimulasi sistem imunologik (Soedarmo, Sumarmo S Poorwo, dkk. 2012. Buku Ajar Infeksi &
Pediatri Tropis. Jakarta: IDAI). 6. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala klinik demam thypoid :
Keluhan:
Nyeri kepala (frontal) 100%
Kurang enak di perut 50%
Nyeri tulang, persendian, dan otot 50%
Berak-berak 50%
Muntah 50%
Gejala:
Demam 100%
Nyeri tekan perut 75%
Bronkitis 75%
Toksik 60%
Letargik 60%
Lidah tifus (“kotor”) 40%
(Sjamsuhidayat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. EGC. Jakarta. 1998.)
a. Pada kondisi demam, dapat berlangsung lebih dari 7 hari, febris reminten, suhu tubuh
berangsur meningkat
b. Ada gangguan saluran pencernaan, bau nafaas tidak sedap,bibir kering pecah-pecah
(ragaden), lidah ditutpi selaput putih kotor (coated tongue, lidah limfoid) ujung dan tepinya kemerahan, biasanya disertai konstipasi, kadang diare, mual muntah, dan jarang kembung.
c. Gangguan kesadaran, kesadaran pasien cenderung turun, tidak seberapa dalam, apatis
sampai somnolen, jarang sopor, koma atau gelisah
d. Relaps (kambung) berulangnya gejala tifus tapi berlangsung ringan dan lebih singkat 7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
2. Pemeriksaan SGOT Dan SGPT
SGOT Dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
3. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
a. Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
b. Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.
c. Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.
d. Pengobatan dengan obat anti mikroba
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif. e. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita tifoid
Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody terhadap kuman Salmonella typhi. Uji widal dikatakan bernilai bila terdapat kenaikan titer widal 4 kali lipat (pada pemeriksaan ulang 5-7 hari) atau titer widal O > 1/320, titer H > 1/60 (dalam sekali pemeriksaan) Gall kultur dengan media carr empedu merupakan diagnosa pasti demam tifoid bila hasilnya positif, namun demikian, bila hasil kultur negatif belum menyingkirkan kemungkinan tifoid, karena beberapa alasan, yaitu pengaruh pemberian antibiotika, sampel yang tidak mencukupi. Sesuai dengan kemampuan SDM dan tingkat perjalanan penyakit demam tifoid, maka diagnosis klinis demam tifoid diklasifikasikan atas:
1. Possible Case dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan gejala
demam,gangguan saluran cerna, gangguan pola buang air besar dan hepato/splenomegali. Sindrom demam tifoid belum lengkap. Diagnosis ini hanya dibuat pada pelayanan kesehatan dasar.
2. Probable Case telah didapatkan gejala klinis lengkap atau hampir lengkap, serta
didukung oleh gambaran laboraorium yang menyokong demam tifoid (titer widal O > 1/160 atau H > 1/160 satu kali pemeriksaan).
3. Definite Case Diagnosis pasti, ditemukan S. Thypi pada pemeriksaan biakan atau positif
S.Thypi pada pemeriksaan PCR atau terdapat kenaikan titerWidal 4 kali lipat (pada pemeriksaan ulang 5-7 hari) atau titer widal O> 1/320, H > 1/640 (pada pemeriksaan sekali) (Widodo, D. 2007. Buku Ajar Keperawatan Dalam. Jakarta: FKUI
8. PENATALAKSANAAN
A. Medis
a. Anti Biotik (Membunuh Kuman) :
1) Klorampenicol
2) Amoxicilin
3) Kotrimoxasol
4) Ceftriaxon
5) Cefixim
b. Antipiretik (Menurunkan panas) :
1) Paracetamol
B. Keperawatan
a. Observasi dan pengobatan
b. Pasien harus tirah baring absolute sampai 7 hari bebas demam atau kurang lebih dari
selam 14 hari. MAksud tirah baring adalah untuk mencegah terjadinya komplikasi perforasi usus.
c. Mobilisasi bertahap bila tidak panas, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.
d. Pasien dengan kesadarannya yang menurun, posisi tubuhnya harus diubah pada
waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia dan dekubitus.
e. Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan karena kadang-kadang terjadi konstipasi
dan diare. f. Diet
Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim
Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari
(Smeltzer & Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: EGC).
9. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian Esofagus dan abdomen kiri atas
1) Esofagus dan abdomen kiri atas
Perawat menanyakan tentang napsu makan pasien; tetap sama,meningkat atau menurun.
Adakah ktidaknyamanan saat menelan, bila ada apakah terjadi hanya karena pada makanan tertentu?
Apakah berhubungan dengan nyeri? Apakah perubahan posisi mempengaruhi
ketidaknyamanan?
Pasien ditanyakan untuk menggambarkan pengalaman nyeri,
adakah yang memperberat nyeri?
Adakah gejala lain seperti rugurgitasi, regurgitasi noctural, kembung(eruktasi), yeri ulu hati, tekanan subesternal, sensasi makanan menyangkut ditenggorokan, perasaan penuh setelah makan dalam jumlah sedikit, mual, muntah dan penuruna berat badan.
Apakah gejala meningkat dengan emosi? Jika ada
tanyakan waktu kejadian, faktor penghilang atau pemberat seperti perubahan posisi, kembung, antasida atau muntah. b. Pengkajian lambung
Anamnese:
Apakah pasien mengalami nyeri ulu hati, tidak dapat makan, mual atau muntah
Apakah gejala terjadi kapan saja? Sebelum atau sesudah makan?setelah makan makanan pedas atau mencerna obat tertentu?
Apakah gejala berhubungan dengan ansietas, stress alergi, makan atau minum terlalu banyak, atau makan terlalu cepat?
Bagaimana gejala hilang?
Adakah riwayat penyakit lambung Pemeriksaan fisik;
Palpasi ringan dari ujung kiri atas abdomen sampai sedikit melewati garis kuadran kanan atas untuk mendeteksi adanya nyeri tekan.
c. Pengkajian abdomen kuadran kanan atas
1) Hati dan kandung empedu
Kaji adanya keluhan digestif; mual, muntah, muntah darah,anoreksia, diare dan melena
Kaji riwayat perubahan mental dan ganggguan motorik Tanyakan apakah pasien telah mengalami perubahan berat
badan atau intoleransi terhadap diet; mual, muntah, kejang dalam 24 jam terakhir
Kaji adanya sendawa, kesulitan menelan, flatulensi,
muntah berdarah (hematemesis), feses kehitaman, jantung terasa terbakar, diare atau konstipasi
Tanyakan riwayat keluarga tentang adanya kanker, penyakit ginjal, alkoholisme, hipertensi atau penyakit jantung.
Periksa penggunaan alkohol yang biasa pasien lakukan Tanyakan apakan pasien menggunakan zat atau obat
tertentu yang bersifat hepatoksik Pemeriksaan fisik;
Inspeksi: Warna kulit
Sclera mata untuk menilai adanya ikterus
Pembesaran abdomen akibat cairan (asites)
Perkusi :
untuk menilai luasnya asites dapat dilakukan perkusi abdomen, apabila sudah terdapat cairan dalam kavum peritoneal maka daerah pinggang akan menonjol ketika pasian dalam posisi supinasi. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan shifting dullness aau dengan mendeteksi gelombang cairan.
Palpasi:
Palpasi pada daerah kuadran kanan atas dibawah rongga iga untuk mendapatkantepi bawah hati, untuk memeriksa pembesaran hati.
Letakan tangan kiri dibawah toraks posterior kanan pasien pada iga kesebelas dan dua belas, kemudian memberi tekanan keatas. Dengan jari-jari tangan kanan mengarah pada tepi kostal kanan, perawat meletakan tangan di atas kuadran kanan atas tepat dibawah tepi hati.pada saat perawat menekan keatas dan kebawah secara perlahan, pasien menarik napas dalam melalui abdomen. Pada saat pasien berinhalasi, perawat mencoba memalpasi tepi hati pada saat hati menurun.
Pada keadaan normal hati tidak mengalami nyeri tekan dan memiliki tepi yang teratur dan tajam.
d. Pengkajian abdomen kuadran kiri dan kanan bawah
1) Kolon
Anamnese:
Bila pasien mengalami nyeri abdomen atau nyeri punggung bawah, kaji karakter nyeri
secara terperinci.
Kaji adanya penggunaan laksatif
Perhatikan gerakan dan posisi pasien. Posisi dan gerakan mengindikasikan letak nyeri.
Tanyakan apakah pasien mengalami penurunan berat badan selama 24 jam terakhir
Tentukan apakah pasien wanita sedang mengandung atau tidak.
Inspeksi:
Inspeksi abdomen melihat kondisi abdomen pasien dikuadran bawah tentang kontur dan
simetrisitas dari abdomen dilihat dengan identifikasi penonjolan lokal, distensi, atau gelombang peristalitik.
Auskultasi :
Dilakukan terlebih dahulu seblum palpasi dan perkusi yang dapat meningkatkan
motilitas usus dan dengan demikian dapat mengubah bising usus.
Auskultasi abdomen untuk mendengarkan bising usus dari motilitas usus dan
mendeteksi bunyi vaskular. Pasien diminta untuk tidak berbicara.
Palpasi :
Palpasi ringan dan palpasi dalam pada bagian bwah abdomen
kaji ukuran, lokasi, bentuk, lokasi, bentuk, konsitensi, nyeri tekan, pulsasi, dan
mobilitasnya. Perkusi :
mengetahui letak oragn-organ yang berada dibawahnya, tulang dan massa, serta untuk
membantu mengungkapkan adanya udara didalam lambung dan usus. Catat suara timpani atau pekak
e. Pengkajian feses
Bila feses mengandung darah yang menghasilkan warna hitam (melena), dicurigai adanya pendarahan pada rektal bawah atau anal.
10.PENYIMPANGAN KDM
Penularan 5F : Food : Makanan Finger : Jari tangan, kuku Fomitis : Muntahan Fly : Lalat
Feces : Kotoran manusia
Defisit perawatan diri ↑
Mudah letih, lesuh ↑
Energi yang dihasilkan berkurang ↑
Bakteri salmonella
Thypi (perantara 5F) Metabolisme menurun
↓ ↑
Masuk lewat makanan Intake makanan (nutrisi) untuktubuh menurun
↓ ↑
Saluran pencernaan Nutrisi kurang dari kebutuhantubuh
↓ ↑
Lambung (sebagian mati oleh asam
lambung)
Napsu makan menurun, nausea & vomit
↓ Usus halus (jar.
Limfoid usus halus) Peristaltik usus menurun
↓ ↓
Malaise, perasaan tidak enak, nyeri
abdomen
Infeksi usus halus Tidak terdengar bising usus/bisingusus turun
↑ ↓ ↓
hipertermi inflamasi konstipasi
↑ ↓ Gangguan pada termoregulator (pusat pengaturan suhu tubuh) Pembuluh limfe Komplikasi intestinal: Peradarahan usus
Perforasi usus (bag.distal ileum)
periotonitis ↑ ↓ Pirogen beredar dalam darah Bakterime primer (bakteri masuk ke aliran darah) ↑ ↓ Endotoksin meransang sintesa & pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jar.
radang
Bakteri yang tidak difagositosis akan masuk &berkembang
di hati & limfa
↑ ↓
Peradanan lokalisasi
meningkat Inflamasi hati & limfa
↓ Hepatomegali &
splenomegali ↓ Nyeri tekan
↓ Masa inkubasi 5-9 hari
Bakteri mengeluarkan endotoksin
Masuk kedalam darah (bakteremi sekunder)
11.DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang sering muncul dalam kasus demam thypoid adalah sebagai berikut : a. Hipertermi berhubungan dengan penyakit atau trauma
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen penyebab cidera biologis atau infeksi
c. Ketidak seimbangangan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan yang tidak adekuat
d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan, istirahat total dan pembatasan karena pengobatan
12.PERENCANAAN KEPERAWATAN
No Diagnosa keperawatan Tujuan/hasil yang diharapkan Rencana Tindakan
1 Hypertermi b/d proses infeksi Termoregulasi Tanda-tanda Vital
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama….x 24 jam pasien menujukan temperatur dalan batas normal dengan kriteria:
Bebas dari kedinginan
Suhu tubuh stabil 36-37 C
Tanda-tanda vital dalam rentang
normal
1. Pantau suhu tubuh pasien
setiap 4 jam
2. Kolaborasi pemberian
antipiretik sesuai anjuran 3. Turunkan panas dengan
melepaskan selimut atau menanggalkan pakian yang terlalu tebal, beri kompres dingin pada aksila dan liatan paha. 4. Pantau dan catat denyut
dan irama nadi, vekanan vena sentral, tekanan darah, frekuensi napas, tingkat responsitas, dan suhu kulit minimal 4 jam
5. Observasi adanya konfusi
disorientasi
6. Berikan cairan IV sesuai
2 Nyeri akut Tingkat kenyamanan Control nyeri
Setelah dilakukan askep selama ... x 24 jam pasien menunjukan tingkat kenyamananmeningkat, dan
dibuktikan dengan:
level nyeri pada scala 2-3
Pasien dapat melaporkan nyeri pada
petugas,
Frekuensi nyeri
Ekspresi wajah
Menyatakan kenyamanan fisik dan
psikologis,
TD 120/80 mmHg, N: 60-100 x/mnt,
RR: 16-20x/mnt
Control nyeri pada level 3 dibuktikan dengan:
Pasien melaporkan gejala nyeri dan
control nyeri.
Manajemen nyeri :
1. Lakukan pegkajian nyeri
secara komprehensif
termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi. 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan. 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya.
4. Kontrol faktor lingkungan
yang mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan. 5. Kurangi faktor presipitasi
nyeri.
6. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri (farmakologis/non farmakologis). 7. Ajarkan teknik non
farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi nyeri.
8. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri.
pengurang nyeri/kontrol nyeri.
10. Kolaborasi dengan
dokter bila ada komplain tentang pemberian analgetik tidak berhasil.
11. Monitor penerimaan
klien tentang manajemen nyeri.
Administrasi analgetik : 1. Cek program pemberian
analogetik; jenis, dosis, dan frekuensi.
2. Cek riwayat alergi..
3. Tentukan analgetik
pilihan, rute pemberian dan dosis optimal.
4. Monitor TTV sebelum dan
sesudah pemberian analgetik.
5. Berikan analgetik tepat
waktu terutama saat nyeri muncul.
6. Evaluasi efektifitas
analgetik, tanda dan gejala efek samping. 3 Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
Status gizi : asupan gizi
Setelah dilakukan askep selama ....x24 jam pasien menunjukan: status nutrisi adekuat dibuktikan dengan BB stabil tidak terjadi mal nutrisi, tingkat energi adekuat, masukan nutrisi adekuat
Manajemen Nutrisi
1. kaji pola makan klien
2. Kaji adanya alergi
makanan.
3. Kaji makanan yang
disukai oleh klien.
4. Kolaborasi dg ahli gizi
untuk penyediaan nutrisi terpilih sesuai dengan kebutuhan klien.
5. Anjurkan klien untuk
meningkatkan asupan nutrisinya.
6. Yakinkan diet yang
cukup serat untuk mencegah konstipasi.
7. Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi dan pentingnya bagi tubuh klien.
Monitor Nutrisi
1. Monitor BB setiap hari jika
memungkinkan.
2. Monitor respon klien
terhadap situasi yang mengharuskan klien makan.
3. Monitor lingkungan
selama makan.
4. Jadwalkan pengobatan
dan tindakan tidak
bersamaan dengan waktu klien makan.
5. Monitor adanya mual
muntah.
6. Monitor adanya gangguan
dalam proses
mastikasi/input makanan misalnya perdarahan, bengkak dsb.
7. Monitor intake nutrisi dan
kalori. 4 Defisit perawatan diri Perawatan diri : aktivitas
kehidupan sehari-hari Setelah dilakukan asuhan
keperawatan ....x24 jam klien mampu melakukan Perawatan diri/Self care :
Activity Daly Living (ADL) dengan
skala 1-2 dengan indicator :
Pasien dapat melakukan aktivitas
sehari-hari (makan, berpakaian, kebersihan, toileting, ambulasi)
Kebersihan diri pasien terpenuhi
Bantuan perawatan diri
1. Monitor kemampuan
pasien terhadap perawatan diri
2. Monitor kebutuhan akan
personal hygiene,
berpakaian, toileting dan makan
3. Beri bantuan sampai klien
mempunyai kemapuan untuk merawat diri
4. Bantu klien dalam
memenuhi kebutuhannya.
5. Anjurkan klien untuk
melakukan aktivitas sehari-hari sesuai kemampuannya
perawatan diri secara rutin
7. Evaluasi kemampuan
klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
8. Berikan reinforcement
atas usaha yang dilakukan dalam
melakukan perawatan diri sehari hari.
Self-care assistant.
1. Kaji kemampuan klien
self-care mandiri
2. Kaji kebutuhan klien untuk
personal hygiene, berpakaian, mandi, cuci rambut, toilething, makan.
3. sediakan kebutuhan yang
diperlukan untuk ADL
4. Bantu ADL sampai
mampu mandiri.
5. Anjurkan keluarga untuk
membantu
6. Ukur tanda vital setiap
tindakan
DAFTAR PUSTAKA
1. Aru W. Sudoyo.(2009) Buku ajar ilmu penyakit dalam. Ed V.Jilid III. Jakarta: Interna
Publishing
2. Departemen Kesehatan RI. (2009). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2008. Depkes RI,
Jakarta
3. Nugroho, Susilo, (2011). Pengobatan Demam Tifoid. Yogyakarta: Nuha Medika
4. Mansjoer, Arif. (2009). Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta : Media Aesculapius.
5. Simanjuntak, C. H, (2009). Demam Tifoid, Epidemiologi dan Perkembangan Penelitian.
6. Sjamsuhidayat. (1998). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. EGC. Jakarta.
7. Smeltzer & Bare. (2002). Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: EGC
8. Soedarmo, Sumarmo S Poorwo, dkk. (2012). Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis.
Jakarta: IDAI)
9. Widodo, D. (2007). Buku Ajar Keperawatan Dalam. Jakarta: FKUI
Diposkan 16th February 2015 oleh Anno Making
0
LAPORAN PENDAHULUAN
DEMAM TIFOID
Disusun untuk memenuhi tugas Praktik Klinik Keperawatan Anak Semester VI
Pembimbing Klinik : Ns. Wiji Tri Lestari, S.Kep Pembimbing Akademik: Ns. Meira Erawati, Msi Med
Oleh : Siti Munadliroh NIM 22020111130099 PRAKTIK KEPERAWATAN ANAK PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
DEMAM TIFOID
1. Definisi
Demam tifoid atau typhoid fever atau typhus abdominalis adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhii yang merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang yang masuk melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Tapan, 2004). Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi oleh bakteri Salmonella typhii dan bersifat endemik yang termasuk dalam penyakit menular (Cahyono, 2010). Demam tifoid adalah infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh Salmonella
typhii (Elsevier, 2013.) Jadi, demam tifoid merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri gram
negatif yang menurunkan sistem pertahanan tubuh dan dapat menular pada orang lain melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi.
1. Etiologi
1. Salmonella typhii
2. Paratyphii A, S. Paratyphii B, S. Paratyphii C.
3. S typhii atau paratyphii hanya ditemukan pada manusia
4. Demam bersumber dari makanan-makanan atau air yang terkontaminasi
5. Di USA, kebanyakan kasus demam bersumber baik dari wisatawan mancanegara atau makanan yang kebanyakan diimpor dari luar.
Salmonella typii, Salmonella paratyphii A, Salmonella Paratyphii B, Salmonella Paratyphii Cmerupakan
bakteri penyebab demam tifoid yang mampu menembus dinding usus dan selanjutnya masuk ke dalam saluran peredaran darah dan menyusup ke dalam sel makrofag manusia. Bakteri ini masuk melalui air dan makanan yang terkontaminasi dari urin dan feses yang terinfeksi dengan masa inkubasi 3-25 hari. Pemulihan mulai terjadi pada minggu ke-4 dalam perjalanan penyakit. Orang yang pernah menderita demam tifoid akan memperoleh kekebalan darinya, sekaligus sebagai karier bakteri. Jadi, orang yang pernah menderita demam tifoid atau tifus akan menjadi orang yang menularkan tifus pada yang belum pernah menderita tifus.
1. Patofisiologi
Bakteri Salmonella typhi bersama makanan atau minuman masuk ke dalam tubuh melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana asam (pH < 2) banyak bakteri yang mati. Keadaan-keadaan seperti aklorhidiria, gastrektomi, pengobatan dengan antagonis reseptor histamin H2, inhibitor pompa
proton atau antasida dalam jumlah besar, akan mengurangi dosis infeksi. Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus. Di usus halus, bakteri melekat pada sel-sel mukosa dan kemudian
menginvasi mukosa dan menembus dinding usus, tepatnya di ileum dan jejunum. Sel-sel M, sel epitel khusus yang melapisi Peyer’s patch, merupakan tempat internalisasi Salmonella typhi. Bakteri mencapai folikel limfe usus halus, mengikuti aliran ke kelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang melewati sirkulasi sistemik sampai ke jaringan RES di organ hati dan limpa. Salmonella typhi mengalami multiplikasi di dalam sel fagosit mononuklear di dalam folikel limfe, kelenjar limfe mesenterika, hati dan limfe (Soedarmo, dkk, 2012). Setelah melalui periode waktu tertentu (periode inkubasi) yang lamanya ditentukan oleh jumlah dan virulensi kuman serta respons imun pejamu maka Salmonella typhi akan keluar dari habitatnya dan melalui duktus torasikus masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Dengan cara ini organisme dapat mencapai organ manapun, akan tetapi tempat yang disukai oeh Salmonella typhiadalah hati, limpa, sumsum tulang belakang, kandung empedu dan Peyer’s patch dari ileum terminal. Invasi kandung empedu dapat terjadi baik secara langsung dari darah atau penyebaran retrograd dari empedu. Ekskresi organisme di empedu dapat menginvasi ulang dinding usus atau dikeluarkan melalui tinja. Peran endotoksin dalam patogenesis demam tifoid tidak jelas, hal tersebut terbukti dengan tidak terdeteksinya endotoksindalam sirkulasi penderita melalui pemeriksaan limulus. Diduga endotoksin dariSalmonella typhi menstimulasi makrofag di dalam hati, limpa, folikel limfoma usus halus dan kelenjar limfe mesenterika untuk memproduksi sitokin dan zat-zat lain. Produk dari makrofag inilah yang dapat menimbulkan nekrosis sel, sistem vaskular yang tidak stabil, demam, depresi sumsum tulang belakang, kelainan pada darah dan juga menstimulasi sistem imunologik (Soedarmo, dkk, 2012). Pada minggu pertama sakit, terjadi hiperplasia plaks Peyer. Ini terjadi pada kelenjar limfoid usus halus. Minggu kedua terjadi nekrosis dan pada minggu ketiga terjadi ulserasi plaks Peyer. Pada minggu keempat terjadi penyembuhan ulkus yang dapat menimbulkan sikatrik. Ulkus dapat menyebabkan perdarahan, bahkan sampai perforasi usus. Selain itu hepar, kelenjar-kelenjar mesenterial dan limpa membesar (Suriadi & Rita, 2006).
1. Manifestasi Klinik
Masa inkubasi biasanya 7-14 hari, tetapi dapat berkisar antara 3-30 hari tergantung pada besar inokulum yang tertelan. Tanda dan gejala yang dapat muncul pada demam tifoid antara lain:
1. Anak Usia Sekolah dan Remaja
Gejala awal demam, malaise, anokreksia, mialgia, nyeri kepala dan nyeri perut berkembang selama 2-3 hari. Mual dan muntah dapat menjadi tanda komplikasi, terutama jika terjadi pada minggu kedua atau ketiga. Pada beberapa anak terjadi kelesuan berat, batuk, dan epistaksis. Demam yang terjadi bisa mencapai 40 derajat celsius dalam satu minggu. Pada minggu kedua, demam masih tinggi, anak merasa kelelahan, anoreksia, batuk, dan gejala perut bertambah parah. Anak tampak sangat sakit, bingung, dan lesu disertai mengigau dan pingsan (stupor). Tanda-tanda fisik berupa bradikardia relatif yang tidak seimbang dengan tingginya demam. Anak mengalami hepatomegali, splenomegali dan perut kembung dengan nyeri difus. Pada sekitar 50% penderita demam tifoid dengan demam enterik, terjadi ruam makulaatau makulo popular (bintik merah) yang tampak pada hari ke tujuh sampai ke sepuluh. Biasanya lesi mempunyai ciri tersendiri, eritmatosa dengan diameter 1-5 mm. Lesi biasanya berkhir dalam waktu 2 atau 3 hari. Biakan lesi 60% menghasilkan organisme Salmonella.
2. Bayi dan balita
Pada balita dengan demam tifoid sering dijumpai diare, yang dapat menimbulkan diagnosis gastroenteritis akut.
3. Neonatus
Demam tifoid dapat meyerang pada neonatus dalam usia tiga hari persalinan. Gejalanya berupa muntah, diare, dan kembung. Suhu tubuh bervariasi dapat mencapai 40,5 derajat celsius. Dapat terjadi kejang, hepatomegali, ikterus, anoreksia, dan kehilangan berat badan.
1. Pemeriksaan Penunjang 2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada penderita demam tipoid dilakukan secara berulang dan regular. Semua tanda-tanda vital merupakan petunjuk yang relevan. Perhatian khusus harus diberikan pada pemeriksaan jasmani harian yang kadang-kadang harus dilakukan lebih sering sampai kepastian diagnosis didapat dan respon yang diperkirakan terhadap pengobatan penyakitnya sudah tercapai. Begitu juga dilakukan pemeriksaan secara teliti pada kulit, kelenjar limfe, mata, dasar kuku, sistem kardiovaskuler, dada, abdomen, sistem musculoskeletal dan sistem saraf.
2. Pemeriksaan Laboratorium 3. Hematologi
Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit perdarahan usus. 1. Kimia darah
Pemeriksaan elektrolit, kadar glukosa, blood urea nitrogen dan kreatinin harus dilakukan. 1. Imunorologi
Uji widal adalah pemeriksaan serologi yang ditujukan untuk mendeteksi adanya antibody di dalam darah terhadap antigen kuman Salmonella typhi. Hasil positif dinyatakan dengan adanya aglutinasi. Hasil negative palsu dapat disebabkan oleh karena antara lain penderita sudah mendapatkan terapi antibiotika, waktu pengambilan darah kurang dari 1 minggu sakit, keadaan umum pasien buruk, dan adanya penyakit imunologik lain.
1. Urinalis
Protein: bervariasi dari negative sampai positif (akibat demam). Leukosit dan eritrosit normal : bila meningkat kemungkinan terjadi penyulit.
1. Mikrobiologi
Sediaan apus dan kultur dari tenggorok, uretra, anus, serviks dan vagina harus dibuat dalam situasi yang tepat. Pemeriksaan sputum diperlukan untuk pasien yang demam disertai batuk-batuk. Pemeriksaan kultur darah dan kultur cairan abnormal serta urin diperlukan untuk mengetahui komplikasi yang muncul.
1. Radiologi
Pembuatan foto toraks biasanya merupakan bagian dari pemeriksaan untuk setiap penyakit demam yang signifikan.
1. Biologi molekuler
Dengan PCR (Polymerase Chain Reaction), dilakukan dengan perbanyakan DNA kuman yang kemudian diidentifikasi dengan DNA probe yang spesifik. Kelebihan uji ini dapat mendeteksi kuman yang
terdapat dalam jumlah sedikit (sensifitas tinggi) serta kekhasan (spesifitas) yang tinggi pula. Specimen yang digunakan dapat berupa darah, urin, cairan tubuh lainnya serta jaringan biopsi.
1. Pathway Terlampir
1. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan pada demam tifoid adalah sebagai berikut: 1. Perawatan
Pasien dengan demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi dan pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih 14 hari. Mobilisasi pasien harus dilakukan secara bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien. Pasien
dengan kesadaran yang menurun, posisi tubuhnya harus diubah-ubah pada waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus. Defekasi dan buang air kecil perlu di perhatikan karena kadang-kadang terjadi obstipasi dan retensi air kemih.
2. Diet
Makanan yang dikonsumsi adalah makanan lunak dan tidak banyak serat. 3. Obat
4. Obat-obat antimikroba yang sering dipergunakan ialah: o Kloramfenikol
Menurut Damin Sumardjo (2009), kloramfenikol atau kloramisetin adalah antibiotik yang mempunyai spektrum luas, berasal dai jamur Streptomyces venezuelae. Dapat digunakan untuk melawan infeksi yang disebabkan oleh beberapa bakteri gram posistif dan bakteri gram negatif. Kloramfenikol dapat diberikan secara oral. Rektal atau dalam bentuk salep. Efek samping penggunaan antibiotik
kloramfenikol yang terlalu lama dan dengan dosis yang berlebihan adalah anemia aplastik. Dosis pada anak : 25 – 50 mg/kg BB/hari per oral atau 75 mg/kg BB/hari secara intravena dalam empat dosis yang sama.
o Thiamfenikol
Menurut Tan Hoan Tjay dan Kirana Raharja (2007, hal: 86), Thiamfenikol (Urfamycin) adalah derivat p-metilsulfonil (SO2CH3) dengan spektrum kerja dan sifat yang mirip kloramfenikol, tetapi kegiatannya
agak lebih ringan. Dosis pada anak: 20-30 mg/kg BB/hari. o Ko-trimoksazol
Adalah suatu kombinasi dari trimetoprim-sulfametoksasol (10 mg TMP dan 50 mg SMX/kg/24 jam). Trimetoprim memiliki daya kerja antibakteriil yang merupakan sulfonamida dengan menghambat enzim dihidrofolat reduktase. Efek samping yang ditimbulkan adalah kerusakan parah pada sel – sel darah antara lain agranulositosis dan anemia hemolitis, terutama pada penderita defisiensi
glukosa-6-fosfodehidrogenase. efek samping lainnya adalah reaksi alergi antara lain urticaria, fotosensitasi
dan sindrom Stevens Johnson, sejenis eritema multiform dengan risiko kematian tinggi terutama pada anak-anak. Kotrimoksazol tidak boleh diberikan pada bayi di bawah usia 6 bulan. Dosis pada anak yaitu trimetoprim-sulfametoksasol (10 mg TMP dan 50 mg SMX/kg/24 jam, secara oral dalam dua dosis). Pengobatan dengan dosis tepat harus dilanjutkan minimal 5-7 hari untuk menghindarkan gagalnya terapi dan cepatnya timbul resistensi, (Tan Hoan Tjay & Kirana Rahardja, 2007, hal:140).
o Ampisilin dan Amoksilin
Ampisilin: Penbritin, Ultrapen, Binotal. Ampisilin efektif terhadap E.coli, H.Inflienzae, Salmonella, dan beberapa suku Proteus. Efek samping, dibandingkan dengan perivat penisilin lain, ampisilin lebih sering menimbulkan gangguan lambung usus yang mungkin ada kaitannya dengan penyerapannya yang kurang baik. Begitu pula reaksi alergi kulit (rash,ruam) dapat terjadi. Dosis ampisilin pada anak (200mg/kg/24 jam, secara intravena dalam empat sampai enam dosis). Dosis amoksilin pada anak (100 mg/kg/24 jam, secara oral dalam tiga dosis), (Behrman Klirgman Arvin, 2000, hal:942).
1. Obat – obat simptomatik:
o Antipiretika (tidak perlu diberikan secara rutin)
o Kortikosteroid (dengan pengurangan dosis selama 5 hari)
o Vitamin B komplek dan C sangat di perlukan untuk menjaga kesegaran dan kekutan badan serta berperan dalam kestabilan pembuluh darah kapiler.
Secara fisik penatalaksanaannya antara lain:
1. Mengawasi kondisi klien dengan : pengukuran suhu secara berkala setiap 4-6 jam. Perhatikan apakah anak tidur gelisah, sering terkejut, atau mengigau. Perhatikan pula apakah mata anak cenderung melirik keatas, atau apakah anak mengalami
kejang-Demam yang disertai kejang yang terlalu lama akan berbahaya bagi perkembangan otak, karena oksigen tidak mampu mencapai otak. Terputusnya sulai oksigen ke otak akan berakibat rusaknya sel otak. Dalam kedaan demikian, cacat seumur hidup dapat terjadi berupa rusaknya intelektual tertentu.
1. Buka pakaian dan selimut yang berlebihan 2. Memperhatikan aliran udara di dalam ruangan
3. Jalan nafas harus terbuka untuk mencegah terputusnya suplai oksigen ke otak yang akan berakibat rusaknya sel-sel otak.
4. Berikan cairan melalui mulut, minum sebanyak- Minuman yang diberikan dapat berupa air putih, susu (anak diare menyesuaikan), air buah atau air teh. Tujuannya agar cairan tubuh yang menguap akibat naiknya suhu tubuh memperoleh gantinya.
5. Tidur yang cukup agar metabolisme berkurang
6. Kompres dengan air hangat pada dahi, ketiak, dan lipatan Tujuannya untuk menurunkan suhu tubuh di permukaan tubuh anak.
1. Proses Keperawatan 2. Pengkajian
3. Data demografi
Klien / pasien Tanggal pengkajian : Tanggal masuk : Ruangan : Identitas Nama : Tanggal lahir / umur : Jenis kelamin :
Agama : Suku : Diagnosa : Orangtua / penanggung jawab Nama : Hubungan dengan klien :
Suku : Agama : Alamat : No. Telepon :
1. Alasan datang ke rumah sakit 2. Riwayat penyakit sekarang
Mengalami muntah-muntah, BAB hingga 3 kali lebih, anak sering rewel, dan badan lemas. 2. Riwayat penyakit dahulu
Pernah mengalami diare atau pernah menderita penyakit pencernaan. o Prenatal
Pemeriksaan rutin
Umur kehamilan 1-28 minggu : setiap 4 minggu sekali Umur kehamilan 28-36 minggu : setiap 2 minggu sekali Umur kehamilan > 36 minggu : setiap 1 minggu sekali
o Keluhan selama hamil
Keluhan mual dan muntah selama hamil trimester awal yang dirasakan oleh ibu, dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan dengan jumlah lebih banyak dari sebelum hamil namun proses makan dilakukan sedikit tetapi sering.
o Riwayat terkena radiasi
Apakah selama hamil ibu klien pernah menjalani pemeriksaan radiologi. o Riwayat kenaikan berat badan selama hamil
IMT rendah < 18,5 IMT normal 18,5-24,9 IMT tinggi 25-29,9 IMT obesitas > 30 14 – 20 kg 12,5 – 17,5 kg 7,5 – 12,5 kg 5,5 – 10 kg o Natal o Tempat melahirkan
Puskesmas, rumah sakit, rumah bersalin o Jenis persalinan
Jenis persalinan adalah normal dan SC dengan presentasi kepala atau bokong o Penolong persalinan
Bidan, dokter, dukun bayi.
o Komplikasi saat melahirkan Ada atau tidak komplikasi saat melahirkan
Ada atau tidak komplikasi setelah melahirkan o Post natal
o Kondisi Neonatus
Warna kulit klien saat lahir berwarna kemerahan dan bayi langsung menangis secara spontan dan keras serta bergerak aktif ketika pertama kali keluar atau dilahirkan.
o Imunisasi Jenis Imunisa si Umur 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 0 1 1 1 2 BCG Hepatiti s 1 Hepatiti s 2 Hepatiti s 3 DPT 1 DPT 2 DPT 3 Polio 1 Polio 2
Polio 3 Polio 4 Campak
o Pertumbuhan Fisik
Berat badan: 2500 – 4000 gram Tinggi badan: ±50 cm o Perkembangan tiap tahap
Berguling : 6 bulan Duduk : 7 bulan Merangkak : 8 bulan Berdiri : 10 bulan Berjalan : 10 bulan
3. Riwayat penyakit keluarga
Genogram Keterangan: : sudah meninggal : perempuan : laki-laki : perkawinan : tinggal satu atap : keturunan : Klien / An. A
1. Pengkajian Kebutuhan Dasar Manusia menurut Virginia Henderson 2. Kebutuhan Oksigenasi
Saat di rumah: Apakah klien pernah mengalami masalah dengan pernafasannya . Berapa denyut nadi klien . Rentang normal berkisar antara 80 – 120 kali permenit untuk dewasa. 120-130 kali permenit untuk anak-anak. Frekuensi pernapasan normal berkisar antara 20-24 kali permenit untuk dewasa. 30-40 kali permenit untuk anak-anak. Apakah klien mengalami sesak napas. Saat dikaji: Apakah klien menggunakan alat bantu pernapasan. Berapa frekuensi pernapasan dan denyut nadi klien. Apakah klien terlihat kesulitan ketika bernapas, kedalaman napas klien normal atau tidak.
2. Kebutuhan Aktivitas dan Latihan
Sebelum sakit: Apa saja aktivitas yang biasa dilakukan klien selama satu hari. Saat dikaji: Apa saja aktivitas yang biasa dilakukan klien selama satu hari saat dirumah sakit. Apakah klien lemas atau sudah mulai bisa beraktivitas seperti sebelum sakit. Tabel Tingkat Kemandirian
Makan/minum Toileting Berpakaian
Mobilitas di tempat tidur Berpindah
Keterangan : 0 = mandiri 3 = dibantu orang lain dan alat 1 = dengan alat bantu 4 = tergantung total 2 = dibantu orang lain
3. Kebutuhan Hygiene Integritas Kulit No Pembanding Sebelum
Sakit
Saat Dikaji
Mandi Berapa kali sehari
Berapa kali sehari
Keramas Berapa hari sekali
Berapa hari sekali
Ganti pakaian
Berapa kali sehari
Berapa kali sehari
Sikat gigi Berapa kali sehari
Berapa kali sehari
Memotong kuku
Berapa kali seminggu
Berapa kali seminggu
Sebelum sakit: Klien biasa tidur berapa jam dalam sehari. Kualitas tidur klien terpenuhi atau tidak. Adakah keluhan ketika bangun tidur. Saat dikaji: Klien biasa tidur berapa jam dalam sehari. Kualitas tidur klien terpenuhi atau tidak. Adakah keluhan ketika bangun tidur.
5. Kebutuhan Nutrisi dan Cairan
Klien terpasang saluran infus dengan cairan apa.
Pembanding Sebelum sakit Saat dikaji
Frekuensi makanan Berapa kali sehari Berapa kali sehari Jumlah makanan Berapa porsi,
habis atau tidak
Berapa porsi, habis atau tidak Jenis makanan Apa makanan
yang dikonsumsi.
Apa makanan yang dikonsumsi. Alergi makanan Adakah makanan
yang menyebabkan klien alergi Adakah makanan yang menyebabkan klien alergi
Nafsu makan Baik/
berkurang/buruk
Baik/
berkurang/buruk
Berat Badan Berapa kg Berapa kg
Tinggi Badan Berapa Cm Berapa Cm
Makanan Pantangan Adakah makanan pantangan
Adakah makanan pantangan
Kebiasaan minum Berapa gelas perhari
Berapa gelas perhari
Jenis minum Apa minuman
yang dikonsumsi
Apa minuman yang dikonsumsi Perasaan haus Biasa/
bertambah/
Biasa/ bertambah/
berkurang berkurang
6. Kebutuhan Eliminasi BAB
Pembanding Sebelum sakit Saat dikaji
Frekuensi Berapa kali sehari Berapa kali sehari Warna Apa warna dari
feses
Apa warna dari feses
Bau Normal berbau
amoniak
Normal berbau amoniak
Konsistensi Padat/cair/keras Padat/cair/keras
BAK
Pembanding Sebelum sakit Saat dikaji
Frekuensi Berapa kali sehari Berapa kali sehari Warna Kuning jernih/pekat Kuning jernih/pekat Bau Amoniak (normal) Amoniak (normal) Perasaan Sakit atau tidak Sakit atau tidak
7. Kebutuhan Persepsi Sensori dan Kognitif
Penglihatan : Apakah menggunakan kacamata pada aktivitas sehari- hari. Bisa melihat jarak jauh dan dekat dengan jelas atau tidak. Pendengaran : Apakah klien masih dapat mendengar dengan jelas, dan tidak mengeluh masalah pendengarannya. Apakah klien bisa mendengar suara
pelan seperti bisikan dan suara yang keras. Penciuman : Apakah klien masih dapat mencium bau-bauan dan tidak ada masalah dengan indera penciumannya. Klien bisa mencium bau busuk dan harum atau tidak. Pengecapan : Apakah klien masih dapat membedakan rasa pahit, manis, asam dan asin. Perabaan : Apakah klien bisa merasakan sensasi ketika disentuh ataupun dicubit.
8. Kebutuhan Termoregulasi
Adakah demam pada klien dan berapa suhunya . Suhu normal 36-36,5oC untuk dewasa. 36,5oC –
37,5oC untuk anak-anak.
9. Kebutuhan Konsep Diri
Citra tubuh : Apakah klien sudah mulai memperhatikan tubuhnya. Identitas : Apakah klien sudah mengetahui identitas dirinya. Harga diri : Apakah klien sudah mengetahui tentang harga dirinya. Klien percaya diri atau masih malu. Peran : Apakah klien sudah mengetahui mengenai peran dirinya. Bagaimana peran klien dalam kehidupan sehari-hari. Ideal Diri : Bagaimana ideal diri klien. Klien ingin cepat sembuh.
1. Kebutuhan Stress Koping
Sebelum sakit: Apakah klien senang bermain,bercanda atau bersosialisasi dengan orang lain. Saat dikaji: Apakah klien senang bermain,bercanda atau bersosialisasi dengan orang lain.
1. Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman
Jika klien mempunyai keluhan nyeri, kaji nyeri klien dengan pengkajian PQRST. P : penyebab rasa nyeri Q : seperti apa kualitas nyeri ; tersayat, terbakar,diremas-remas dll. R : dimana nyeri dirassakan S : berapa skala nyeri (0-10) T : kapan nyeri dirasakan
2. Kebutuhan Seksual – Reproduksi
Apakah klien sudah mengetahui jenis kelaminnya. Adakah kebutuhan seksual-reproduksi klien 3. Kebutuhan Komunikasi – Informasi
Sebelum sakit : Bagaimana komunikasi klien dengan teman dan orang-orang di lingkungannya. Saat dikaji : Bagaimana komunikasi klien dengan teman dan orang-orang di lingkungannya.
4. Kebutuhan Rekreasi – Spiritual A. Rekreasi
Sebelum sakit : Apakah klien biasanya bermain dan berinteraksi dengan orang lain dilingkungannya. Apakah klien biasa berwisata dengan keluarga atau orang di lingkungannya. Apa yang dilakukan klien untuk menyenangkan hatinya. Saat dikaji : Apakah klien biasanya bermain dan berinteraksi dengan orang lain dilingkungannya. Apakah klien biasa berwisata dengan keluarga atau orang di
1. Spiritual
Sebelum sakit : Apakah klien sudah mengerti mengenai agama yang dianutnya. Apa saja ibadah yang dilakukan klien dalam sehari. Saat dikaji : Apakah klien sudah mengerti mengenai agama yang dianutnya. Apa saja ibadah yang dilakukan klien dalam sehari.
1. Pemeriksaan fisik 2. Pengkajian Umum A. Tingkat Kesadaran Eyes Spontan 4 Dengan perintah 3 Rangsangan nyeri 2 Tidak berespon 1
Motorik Menurut perintah 6
Melokalisasi nyeri (menunjuk) 5 Reaksi menghindari nyeri 4 Fleksi abnormal 3 Ekstensi abnormal 2 Tidak berespon 1 Verbal Terorientasi 5 Bingung 4
Kata-kata tidak dimengerti
3
Suara tidak jelas 2
Tidak berespon 1
Keterangan : Compos mentis : 14-15 Apatis : 12-13 Somnolen : 10-11 Delirium : 7-9 Sporo coma : 4-6 Coma : 3
1. Keadaan Umum
A. Tanpa dehidrasi : baik, sadar
B. Dehidrasi ringan / sedang : gelisah, rewel C. Dehidrasi berat : lesu, lunglai / tidak sadar 2. Tanda-tanda Vital
1. Suhu : 36,5oC – 37,5oC untuk anak-anak. 36 oC -36,5 oC untuk dewasa.
2. Nadi :120-130 kali per menit untuk anak-anak. 80- 120 kali per menit untuk dewasa. 3. RR : 30-40 kali per menit untuk anak-anak. 20-24 kali per untuk dewasa.
2. Antropometri o LILA
Lingkar lengan atas merupakan salah satu pilihan untuk penentuan status gizi, karena mudah, murah dan cepat. Tidak memerlukan data umur yang terkadang susah diperoleh. Memberikan gambaran tentang keadaan jaringan otot dan lapisan lemak bawah kulit.
Klasifikasi Batas Ukur Wanita Usia Subur
KEK < 23,5 cm
Normal 23,5 cm
Bayi Usia 0-30 hari
KEP < 9,5 cm
Balita
KEP < 12,5 cm
Normal 12,5 cm
o IMT
IMT = Berat badan (kg)/ (tinggi badan (cm) / 100)2
IMT Status Gizi Kategori
< 17.0 Gizi Kurang Sangat Kurus
17.0 – 18.5
Gizi Kurang Kurus
18.5 – 25.0
Gizi Baik Normal
25.0 – 27.0
Gizi Lebih Gemuk
> 27.0 Gizi Lebih Sangat Gemuk
o Z-score
Z-score = BB – Median BB/U SD reference
Nilai Z-Score Klasifikasi
Z-score ≥ +2 Obesitas
+1 ≤ Z-score < +2 Gemuk
-3 ≤ Z-score < -2 Kurus
Z-score < -3 Sangat Kurus
3. Pengkajian head to toe 4. Pemeriksaan Kepala
I: bentuk kepala mesocepal, simetris kanan kiri atau tidak, terdapat benjolan pada kepala atau tidak, kulit kepala bersih/kotor, rambut tebal/tipis dan lurus/kriting, distribusi rambut merata atau tidak dan berminyak atau tidak. Pa: adakah nyeri tekan.
1. Pemeriksaan Mata
I: Apakah memakai alat bantu penglihatan. Terdapat kantung mata atau tidak. Kelopak mata : simetris kanan dan kiri atau tidak, adakah lesi, apakah penyebaran rambut alis merata. Konjungtiva dan sclera : konjunctiva anemis atau tidak, sclera ikterik atau tidak Kornea : jernih atau keruh Pupil dan iris : ukuran pupil isokor kanan kiri atau tidak. Pa: Adakah nyeri tekan pada kedua mata klien.
1. Pemeriksaan Hidung
I: bentuk hidung klien kecil/besar, warna kulit sama dengan warna bagian wajah lain atau tidak. Adakah deviasi atau pembengkakan tulang hidung, lubang hidung simetris kanan kiri atau tidak. Apakah terdapat secret dan pelebaran nares. Pa: Adakah nyeri tekan pada batang dan jaringan lunak hidung.
1. Pemeriksaan Mulut
I : Apakah bibir simetris atas bawah, bibir kering atau lembab, mukosa pucat/kering/lembab. Berapa jumlah gigi klien. Apakah terdapat bau mulut, pembesaran tonsil dan permukaan lidah kotor/bersih. Pa : Adakah nyeri tekan pada kedua dinding mulut.
1. Pemeriksaan Telinga
I: Apakah posisi telinga simetris kanan dan kiri, kulit bersih, liang telinga kotor/bersih. Apakah menggunakan alat bantu pendengaran dan adakah benjolan. Pa: Adakah nyeri tekan pada kedua telinga klien.
1. Pemeriksaan Leher
I : Apakah ada pembengkakan kelenjar tiroid, jika digerakkan fleksi ekstensi terdapat terdapat nyeri atau tidak dan adakah nyeri telan. Pa: Adakah nyeri tekan, benjolan dan pembesaran kelenjar tiroid.
I : Apakah bentuk dada simetris kanan dan kiri, barel, fanel atau pigeon chest. Ekspansi dada simetris atau tidak. Pa: Apakah vokal fremitus fibrasinya lebih terasa di sebelah kanan. Apakah terdapat nyeri tekan bagian dada depan maupun belakang. Pe : apakah terdengar suara sonor pada kedua lapang paru. Au : Apakah terdengar suara dasar vesikular, ronchi, wheezing atau crackles
1. Pemeriksaan jantung
I: Apakah bentuk dada simetris kanan kiri. Adakah jaringan parut dan lesi. Apakah terlihat ictus cordis pada rongga thoraks dan apakah iramanya teratur. Pe: Apakah terdengar bunyi pekak. Dilakukan untuk mengetahui batas jantung Pa: Adakah nyeri tekan. Au : Bunyi jantung 1 = Bunyi jantung 2. Apakah terdapat bunyi mur-mur.
1. Pemeriksaan Abdomen
I : Apakah perut buncit, warna kulit sama dengan warna kulit di sekitarnya, bersih/kotor dan terdapat jaringan parut atau tidak, warna ikterik/tidak. Apakah umbilikus mengalami inflamasi, posisi umbilicus tepat ditengah garis tubuh/tidak. Au : Berapa frekuensi bising usus, normalnya 8-12 kali permenit Pe : Apakah terdengar bunyi timpani. Pa : Apakah terdapat nyeri tekan.
1. Pemeriksaan Genetalia
I : Apakah terpasang kateter, terdapat luka/tidak dan terdapat radang pada area genetalia atau tidak. Pa : Adakah nyeri tekan
1. Pemeriksaan Neurologis dan Ekstremitas Status kesadaran: GCS dan kekuatan otot 5 5 5 5
1. Pemeriksaan Ekstremitas
Atas: Apakah simetris kanan dan kiri. Apakah klien dapat melakukan Range of motion aktif pada tangan kanan dan kiri, terdapat nyeri pada sendi atau tidak. Adakah edema dan akral dingin. Bawah: Apakah simetris kanan dan kiri. Apakah klien dapat melakukan Range of motion aktif pada tangan kanan dan kiri, terdapat nyeri pada sendi atau tidak. Adakah edema dan akral dingin.
1. Pemeriksaan kulit dan kuku
I: Bagaimana warna kulit klien, mukosa mulut pucat/tidak . Adakah edema dan bagaimana elastisitas kulit dan kebersihan kuku. P: Adakah nyeri tekan. Berapa capilary refill time normalnya < 3 detik
1. Analisa Data Keperawatan Diagnosa yang mungkin muncul antara lain:
1. Hipertemia (00007)
1. Suhu tubuh klien lebih dari 36,50C
2. Kulit terasa hangat 3. Kulit terlihat kemerahan
4. Nadi klien lebih dari batas normal {anak,-anak (>120x/menit), prasekolah (>140x/menit), di bawah 3 tahun (>150x/menit), bayi (>160x/menit)}
5. Nafas klien lebih dari batas normal {anak-anak (>30x/menit), prasekolah (>34x/menit), di bawah 3 tahun (40x/menit), bayi (60x/menit)}
6. Terjadi kejang
7. Kekurangan volume cairan (00027) DS :
1. Ibu klien mengatakan anaknya susah minum 2. Klien mengatakan anaknya buang air kecil terus DO :
1. Bibir klien terlihat pecah-pecah 2. Mukosa klien kering dan pucat 3. Penurunan tugor kulit
4. Kulit klien terlihat lembab 5. Peningkatan konsentrasi urin 6. Klien terlihat lemas
7. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (00002) DS :
1. Ibu klien mengatakan anaknya susah makan 2. Klien mengatakan anaknya mengalami muntah DO :
1. Klien tampak lemas dan tak memiliki stamina 2. Berat badan klien mengalami penurunan 3. Klien terlihat tidak memilki nafsu makan 4. Membra mukosa klien pucat
5. Adanya sariawan
6. Klien tanpak menghindari makanan
1. Rencana Keperawatan No Diagnosa
Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Hipertermia (00007) NOC: 1. Hidration 2. Adherence behavior 3. Immune status 4. Risk control 5. Risk detection Kriteria hasil: 1. Keseimbangan antara produksi panas, panas yang diterima, dan kehilangan panas 2. Seimbang antara produksi panas, panas yang diterima, dan kehilangan panas selama 28 hari pertama kehidupan 3. Keseimbangan
asam basa bayi baru lahir 4. Temperature stabil : 36,5 – 37,5°C 5. Tidak ada kejang 6. Tidak ada perubahan warna kulit 7. Pengendalian risiko: hipertermia 8. Pengendalian risiko: hipotermia 9. Pengendalian risiko: proses menular 10. Pengendalian risiko: paparan sinar matahari NIC:Temperature regulation (pengatura n suhu) 1. Monitor suhu
minimal tiap dua jam 2. Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu 3. Monitor tekanan darah, nadi danrespiratory rate 4. Monitor warna
dan suhu kulit
5. Monitor
tanda-tanda hipertermi dan hipotermi
6. Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi
7. Selimuti pasien
untuk mencegah hilangnya
kehangatan tubuh
8. Ajarkan pada
orang tua pasien cara mencegah keletihan akibat panas 9. Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan kemungkinan efek negative dari kedinginan 10. Beritahu tentang indikasi terjadinya keletihan dan penanganann emergency yang diperlukan 11. Ajarkan indikasi dari hipotermia dan penanganan yang diperlukan yang diperlukan 12. Berikan anti piretik jika diperlukan 13. Kekurangan volume cairan (00027) NOC 1. Fluid balance 2. Hydration 3. Nutritional status: food and fluid intake
NICFluid management
1. Timbang popok
jika perlu
2. Pertahankan
catatan intake dan output yang akurat
Kriteria hasil:
1. Mempertahanka
n urine output sesuai dengan usia dan berat badan, berat jenis urine normal , HT normal
2. Tekanan darah,
nadi, suhu tubuh dalam batas normal 3. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan. 3. Monitor status hidrasi (kelembaban membrane mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik) jika diperlukan
4. Monitor vital sign
5. Monitor masukan
makanan atau cairan dan hitung intake kalori harian
6. Kolaborasikan
pemberian cairan IV
7. Berikan cairan IV
pada suhu ruangan
8. Dorong masukan oral 9. Berikan nasogastrik sesuai output 10. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan 11. Tawarkan makanan ringan (jus buah, buah segar) untuk anak usia bermain sampai remaja/dewasa 12. Kolaborasi dengan dokter apabila diperlukan transfusi Hypovolemia management 1. Monitor status cairan termasuk intake dan output cairan 2. Pelihara IV line 3. Monitor tingkat Hb dan Ht 4. Monitor tanda vital 5. Monitor respon pasien terhadap penambahan cairan 6. Monitor berat badan 7. Dorong pasien
atau orang tua pasien untuk menambah intake
oral
8. Pemberian cairan
IV monitor untuk mengindikasi adanya tanda dan gejala kelebihan volume cairan yang diberikan
9. Monitor adanya
tanda gagal ginjal 10. Ketidakseimban gan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (00002) NOC: 1. Nutritional status 2. Nutritional status: Food and fluid intake 3. Nutritional status: nutrient intake 4. Weight control Kriteria Hasil: 1. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan 2. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan 3. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
4. Tidak ada tanda
malnutrisi 5. Menunjukan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan 6. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti NICWeight Management (1260) 1. Bina hubungan dengan keluarga klien 2. Jelaskan keluarga klien mengenai pentingnya pemberian makanan, penambahan berat badan dan kehilagan berat badan 3. Jelaskan kelurga klien tentang kondisi berat badan klien 4. Jelaskan resiko dari kekurangan berat badan 5. Berikan motivasi keluarga klien untuk meningkatkan berat badan klien
6. Pantau porsi
makan klien
7. Anjurkan klien
makan teratur
DAFTAR PUSTAKA Cahyono, J.B. Suharyo B. 2010. Vaksinasi, Cara
Ampuh Cegah Penyakit Infeksi. Yogyakarta: Kanisius Damin, Sumardjo. 2009.Pengantar Kimia : Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran dan Program Strata I Fakultas Bioeksata. Jakarta : EGC Muslim.
2009. Patofisiologi untuk Keperawatan . Jakarta : EGC Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis NANDA & NIC-NOC. Jakarta:
Mediaction Publishing Rubenstein, David. et all. 2007. Kedokteran Klinis. Jakarta : Erlangga Soedarmo, Sumarmo S Poorwo, dkk. 2012.Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Jakarta: IDAI Sukandarrumidi.
2010. Bencana Alam dan Bencana Anthoropogene. Yogyakarta: Kanisius Tapan, Erik. 2004. Flu, HFMD,
Diare pada Pelancong, Malaria, Demam Berdarah, Tifus. Jakarta: Pustaka Populer Obor Team Elsevier.
2013. Ferri’s Clinical Advisor 2013: 5 Books in 1. Philadelphia: Elsevier, Inc. Tjay, Tan Hoan dan
Raharja, Kirana. 2007. Obat–Obat Penting: Khasiat, Penggunaan, dan Efek – Efek Sampingnya, Ed. Ke –
6. Jakarta : EGC Weller, Barbara F. 2005. Kamus Saku Perawat. Jakarta:
EGC http://www.slideshare.net/septianraha/penatalaksanaan-medik. diakses pada hari Senin, 3 Maret 2014, 16:05 WIB.
Share this: