• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lampiran Pernyataan Sikap

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Lampiran Pernyataan Sikap"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran Pernyataan Sikap

• Lampiran 1: Penyimpangan Perizinan di Pulau

Padang (Raflis) :halaman 2-34

• Lampiran 2: Pengelolaan lansekap di Pulau

Padang : kajian awal dan roadmap (Oka karyanto

halaman :35-94

• Lampiran 3: Beberapa Temuan dalam desertasi

Michael Allen Brady di Pulau Padang halaman

95-102

• Lampiran 4: Presentasi RAPP tentang deforestasi

di pulau padang halaman 103-105

(2)
(3)

Areal diluar Pencad diajukan ke Menhut untuk dicadkan

Permohonan Persyaratan

Admin&Teknis (Proptek) Menteri Kehutanan Perusahaan

Persyaratan Adminsitrasi

Rekom Gubernur Atas Usulan Bupati/Walikota Berdasar

Pertimbangan Teknis Kepala Dinas Kht Kab/Kota, tidak ada beban hak dan didasarkan analisis fungsi kaw Dns Kht Prov & Kepala BPKH serta dilamp peta lokasi skala 1 : 100.000 Rencana Lokasi yg dimohon & Citra

Landsat resolusi minimal 30 m, skala 1 : 100.000

Pernyataan bersedia buka kantor di Prov/Kab

Akte Pendirian Kop/Bdn Usaha Bergerak di bid usaha kehutanan/

pertanian/perkebunan Surat Izin Usaha NPWP

Persyaratan Teknis

Proposal Teknis

Berdasarkan hsl konfirm areal, Dirjen Melakukan Penilaian Proptek 7 hr krj & hasil disampaikan

Menteri

SK IUPHHK dibatalkan apabila tdk membayar IIUPH

dlm jangka waktu yg ditentukan dlm Permenhut IIUPH • Menhut mener bitkan SK IUPHHK- HTI . Dirjen menerbitkan SPP IIUPH 6 hr krj . SK IUPHHK-HTI diberikan setelah pembayaran IIUPH Berdasarkan WA,Dirjen

menyiapkan konsep Kep

IUPHHK- HTI kpd

Menhut Melalui Sekjen & Sekjen menelaah aspek Hukumnya (5 hr krj)

Surat Perintah Penyusunan 1. AMDAL 150 Hr

2. UKL DAN UPL 60 Hr

3. Apabila tdk dipenuhi, Srt persetujuan batal Tembusan : Dirjen Baplan Kadishut Prov Kadishut Kab/Kota Pada Areal yg dicadkan Menhut

Proses Permohonan Izin Usaha HTI (Berdasarkan Permenhut No. P.19/Menhut-II/2007 jo. P.11/Menhut-II/2008)

Tidak Lulus, Tolak

(7 hr krj)

Admin Lengkap, Dirjen minta KaBaplan Konfirm

Areal (30 hr krj) Admin Tdk Lengkap, Tolak Dapat mengajukan kembali Berdasarkan AMDAL/UKL& UPL, Menteri menginstruksikan KaBaplan untuk menyiapkan Peta Areal Kerja (WA)

(15 hr krj) Lulus,Persetujuan Menhut (7 hr krj) Dirjen BPK memeriksa kelengkapan Adm, 10 hr krj

(4)

Beberapa Penyimpangan Perizinan

yang ditemukan diantaranya

1)

Pemberian Rekomendasi oleh Bupati Bengkalis Nomor

522.1/Hut/820 tanggal 11 Oktober 2005 tidak sesuai dengan

Perda No 19 Tahun 2004 Tentang RTRW Kabupaten Bengkalis.

2)

Pemberian Rekomendasi oleh Gubernur Riau Nomor

522/EKBANG/33.10 tanggal 2 Juli 2004 tidak sesuai dengan Perda

No 10 tahun 1994 Tentang RTRW Provinsi riau.

3)

Mentri kehutanan menerbitkan izin tidak sesuai dengan Kepmen

173/1986 tentang TGHK Provinsi Riau dan PP No 26 Tahun 2008

4)

Studi Amdal yang dibuat oleh Konsultan penyusun Amdal tidak

menjelaskan dampak penting subsidensi lahan gambut pada pulau

kecil dan Komisi Amdal tidak mempertimbangkan PP 27 1999

tentang Amdal

5)

Izin Lingkungan yang dikeluarkan Gubernur Riau Nomor Kpts.

667/XI/2004 tanggal 11 November 2004 mengabaikan Kepres 32

(5)

Penyimpangan Terhadap UU 41 tahun 1999

1. IUPHHK-HT dikeluarkan pada kawasan hutan yang belum mempunyai kepastian hukum hal ini teridentifikasi dari:

1. Kawasan Hutan Provinsi Riau masih menggunakan TGHK Kepmen No 173 tahun 1986

2. Tahapan Perencanaan Kehutanan (Pasal 12 UU 41/1999) tidak dilaksanakan terutama pada bagian inventarisasi hutan, pengukuhan kawasan hutan, penatagunaan kawasan hutan.

2. Pengaburan kriteria kawasan hutan yang dapat diberikan IUPHHK-HT beberapa diantaranya:

1. Pasal 3 ayat 1 P.19/Menhut-II/2007 “Areal untuk pembangunan hutan tanaman adalah Hutan Produksi

yang tidak produktif dan tidak dibebani hak/izin lainnya”, dalam TGHK /Penunjukan kawasan hutan hanya

dikenal istilah Hutan Produksi Terbatas (HPT), Hutan Produksi tetap (HP) dan hutan produksi konversi (HPK), tidak ditemukan penjelasan yang menghubungkan antara hutan produksi yang tidak produktif dengan kriteria kawasan hutan dalam TGHK.

2. Pasal 1a P.11/Menhut-II/2008 “ Hutan Produksi yang tidak produktif adalah hutan yang dicadangkan

oleh mentri sebagai hutan tanaman.” artinya seluruh kawasan hutan dapat didefinisikan sebagai hutan

produktif dengan mengabaikan fungsi kawasan hutan yang telah diatur dalam TGHK/Penunjukan kawasan hutan tanpa disertai kriteria yang jelas.

3. Tidak ditemukan penjelasan yang memadai tentang penggunaan kawasan hutan sesuai dengan fungsi kawasan hutan yang digambarkan dalam Peta TGHK/ Penunjukan kawasan hutan terutama perbedaan penggunaan antara Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan Hutan Produksi Tetap (HP).

4. Perbedaan penggunaan Hutan Produksi terbatas (HPT) dan Hutan Produksi Tetap (HP) dapat dilihat dalam Keputusan Mentri Pertanian Nomor : 683/Kpts/Um/8/1981 tentang kriteria dan tata cara penetapan hutan produksi “ Yang dimaksud dengan hutan produksi dengan penebangan terbatas ialah hutan

produksi yang hanya dapat dieksploitasi dengan cara tebang pilih sedang yang dimaksud dengan hutan

produksi bebas ialah hutan produksi yang dapat dieksploitasi baik dengan cara tebang pilih maupun

dengan cara tebang habis.” dilihat dari kriteria kawasan Hutan Produksi dengan Pengelolaan Terbatas

identik dengan hutan produksi terbatas (HPT) dan hutan produksi bebas identik dengan hutan produksi

tetap (HP)

5. Pasal 1 Point 4 P. 33/Menhut-II/2010 “Hutan produksi yang dapat dikonversi yang selanjutnya disebut

HPK adalah kawasan hutan yang secara ruang dicadangkan untuk digunakan bagi pembangunan di luar kegiatan kehutanan. “

Secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa IUPHHK-HT hanya dapat diberikan dalam kawasan Hutan Produksi (HP)

(6)

Pengelolaan Hutan Produksi dalam Rencana Tata

Ruang Wilayah Nasional

PP 26 Tahun 2008

Penjelasan Pasal 64 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan

“kawasan peruntukan hutan produksi terbatas” adalah

kawasan hutan yang secara ruang digunakan untuk budi

daya hutan alam.

Penjelasan Pasal 64 Ayat (1) Huruf b Yang dimaksud dengan

“kawasan peruntukan hutan produksi tetap” adalah

kawasan hutan yang secara ruang digunakan untuk budi

daya hutan alam dan hutan tanaman.

Penjelasan Pasal 64 Ayat (1) Huruf c Yang dimaksud dengan

“kawasan peruntukan hutan produksi yang dapat

dikonversi” adalah kawasan hutan yang secara ruang

dicadangkan untuk digunakan bagi perkembangan

transportasi, transmigrasi, permukiman, pertanian,

perkebunan, industri, dan lain-lain.

(7)

Hubungan Antara Perencanaan Kehutanan dengan

Rencana Tata Ruang

Peta Fungsi Kawasan Hutan Kriteria Kawasan

PP No 26/2008

Tahapan Perencanaan Kehutanan

Peta Pola Ruang Wilayah Nasional

Peta Pola Ruang Wilayah Pulau

Peta Pola Ruang Wilayah Provinsi

Peta Pola Ruang Wilayah Kabupaten

(8)

Pengelolaan Hutan Produksi

Budidaya Hutan Alam

(IUPHHK-HA / HPH)

Budidaya Hutan alam dan Tanaman

(IUPHHK-HT / HP(IUPHHK-HTI/ (IUPHHK-HTI)

Budidaya Non Kehutanan

(Perkebunan, Pertanian, Pertambangan) Hutan Produksi Tetap Hutan Produksi Konversi SKOR < 124 Hutan Produksi Terbatas SKOR 124-175 Hutan Produksi

Fungsi tidak dapat saling dipertukarkan karena

skornya berbeda

Fungsi dapat saling dipertukarkan karena

(9)

Fakta Pengelolaan Hutan Produksi

Hutan Produksi Tetap Hutan Produksi Konversi SKOR < 124 Hutan Produksi Terbatas SKOR 124-175 IUPHHK-HA IUPHHK-HT Perkebunan IUPHHK-HA IUPHHK-HT Perkebunan IUPHHK-HA IUPHHK-HT Perkebunan

Ada SK Mentri Perubahan Fungsi Kawasan Hutan

Ada SK Mentri Perubahan Fungsi Kawasan Hutan

Sesuai dengan Ketentuan Tidak Sesuai dengan Ketentuan tetapi Tidak Berdampak secara Hidrologi Tidak Sesuai dengan Ketentuan dan Berdampak Hidrologi

(10)

Dinas Kehutanan Provinsi Dinas Kehutanan Kabupaten

Bupati

Gubernur

Dirjen Planologi Kehutanan

Komisi Amdal

Mentri Kehutanan

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten

Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional

Pencadangan Lahan Untuk HTI

Tata Guna Hutan Kesepakatan

Kawasan Bergambut/ Lindung Gambut

Aktor

Regulasi

(11)

Penyimpangan Terhadap Rencana Tata

Ruang

1. PP No 26 Tahun 2007 Tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah Nasional

2. Perda No 10 Tahun 1994 Tentang Rencana

Tata Ruang Wilayah Provinsi Riau

3. Perda No 19 Tahun 2004 Tentang Rencana

Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bengkalis.

(12)

Pola Ruang Wilayah

Nasional

• Rencana pola ruang wilayah nasional digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:1.000.000 sebagaimana tercantum dalam

Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini (Pasal 50 ayat 2) • Strategi Kebijakan Pengelolaan

Kawasan Lindung Nasional

“mewujudkan kawasan berfungsi lindung dalam satu wilayah pulau dengan luas paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari luas pulau

tersebut sesuai dengan kondisi ekosistemnya” (Pasal 7 ayat 2 huruf

b)

• Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya adalah dengan

mengembangkan kegiatan budidaya yang dapat mempertahankan

keberadaan pulau-pulau kecil. (Pasal 8 Ayat 3 huruf e)

(13)

Penyimpangan terhadap PP 26 Tahun 2008

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional

• Peta Lampiran VII PP 26 Tahun 2007 hanya

menggambarkan kawasan lindung dan budidaya.

• Kawasan yang diizinkan untuk IUPHHK-HT adalah

Kawasan Budidaya yang berada dalam kawasan hutan

produksi.

• Terdapat 28.160 ha atau 67,5% dari luas izin dalam

kawasan ini yang berada dalam Kawasan Lindung

Fungsi Kawasan

Luas (ha)

Kawasan Lindung

13.556

(14)

Penyimpangan terhadap PP 26 Tahun 2008

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional

Verifikasi:

1. Lampiran VII PP 26 Tahun 2008 yang ditandatangani oleh presiden

(15)

• Pada Kawasan ini fungsi kawasan dalam RTRWP hanya menggambarkan: 1) Arahan Pemanfaatan Kawasan Kehutanan, 2)Arahan Pemanfaatan Kawasan Perkebunan, 3) Kawasan Lindung.

• IUPHHK-HT hanya diperbolehkan pada Arahan Pemanfaatan Kawasan Kehutanan • Terdapat 19.599 ha (42,19%) dari izin yang tidak sesuai dengan RTRWP dengan

Peruntukan APK Perkebunan seluas 3.954 ha dan kawasan lindung seluas 17.599 ha

Penyimpangan Terhadap Perda No 10 tahun 1994

Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Riau

Fungsi Kawasan

Luas (ha)

APK Kehutanan

24.118

APK Perkebunan

3.954

Kawasan Lindung

13.645

(16)

Penyimpangan Terhadap Perda No 10 tahun 1994

Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Riau

Verifikasi:

Lamiran Perda No 10 Tahun 1994

yang ditandatangani oleh Ketua DPRD

(17)

Penyimpangan Terhadap Perda No 19 Tahun 2004 Tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bengkalis

Fungsi Kawasan Luas (ha)

1. Kawasan Budidaya 13.235 1.a. Kawasan Perkebunan Besar Negara/Swasta 4.584 1.b. Kawasan Perkebunan Rakyat 2.001 1.c. Kawasan Pertanian Lahan Basah 4.719 1.d. Kawasan Pertanian lahan Kering 1.930 2. Kawasan Lindung 28.482 2.a. Buffer 2.007 2.b. Hutan Produksi Tetap yang didalamnya terdapat lindung gambut 22.554 2.c. Kawasan hutan Lindung gambut 3.351 2.d. Kawasan hutan Suaka Alam 389

JUMLAH 41.717

• IUPHHK-HT hanya diperbolehkan pada kawasan hutan produksi (HP)

• Pada area ini terdapat Hutan Produksi seluas 22.554 ha, namun

teridentifikasi sebagai lindung gambut.

(18)

Penyimpangan Terhadap Perda No 19 Tahun

2004 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

Kabupaten Bengkalis

Verifikasi:

Lampiran Perda No 19 Tahun 2004

Tentang RTRWK Bengkalis

(19)

UU No 41 Tahun 1999

1.

Izin diberikan dalam kawasan hutan yang belum Mempunyai

Kekuatan Hukum.

(Lihat Pengukuhan Kawasan Hutan UU No 41

Tahun 1999)

2.

Izin diberikan pada kawasan hutan yang tidak sesuai dengan

peruntukannya. (Lihat Kepmentan No… Tahun 1980)

3.

Terdapat Cacat Administrasi dalam pemberian izin (Permenhut

No. P.19/Menhut-II/2007 jo. P.11/Menhut-II/2008) diantaranya:

• Rekomendasi Gubernur

• Rekomendasi Bupati

• Pertimbangan Teknis Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten

• Pertimbangan Tehnis Kepala Dinas Kehutanan Provinsi

(20)

Pasal 8 PP No 6 Tahun 1999

1) Ketentuan luas maksimal Hak Pengusahaan Hutan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) diatur

sebagai berikut:

• a. Untuk satu propinsi setiap pemegang hak maksimal

seluas 100.000 (seratus ribu) hektar;

• b. Untuk seluruh Indonesia setiap pemegang hak

maksimal seluas 400.000 (empat ratus ribu) hektar;

• c. Khusus untuk Propinsi Irian Jaya setiap pemegang

hak maksimal seluas 200.000 (dua ratus ribu) hektar.

(21)

Penyimpangan Terhadap TGHK

Kepmen 173 ahun 1986 Tentang TGHK

• Kawasan yang diizinkan untuk IUPHHK-HT adalah pada

hutan produksi tetap (HP)

• Pada Area ini tidak terdapat Hutan Produksi Tetap

• IUPHHK-HT Pada kawasan ini 100% tidak sesuai dengan

TGHK

Fungsi Kawasan

Luas (ha)

Hutan Produksi Terbatas (HPT)

18.133

Hutan Produksi yang dapat dikonversi

(HPK)

23.352

Kawasan Suaka Alam

232

(22)

Penyimpangan Terhadap TGHK

Kepmen 173 ahun 1986 Tentang TGHK

Verifikasi:

(23)

Peta Tata Batas Kawasan HUtan

Verifikasi:

1.Berita Acara Penataan Batas

(24)

Pencadangan HTI

Verifikasi:

Peta Pencadangan Lahan Untuk HTI

yang ditandatangani oleh mentri

(25)

PP 27 1999 tentang Amdal

• Pasal 16 ayat (4) Instansi yang bertanggung

jawab wajib menolak kerangka acuan

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila

rencana lokasi dilaksanakannya usaha

dan/atau kegiatan terletak dalam kawasan

yang tidak sesuai dengan

rencana tata ruang

wilayah dan/atau rencana tata ruang

kawasan.

(26)

Kawasan Bergambut dan Dampak

Tenggelamnya Sebuah Pulau

Verifikasi:

1. Dokumen Amdal

(27)

Dampak Subsidence

(28)

Dampak Bencana

(HipotesaTenggelamnya Pulau)

• Penurunan relatif daratan terhadap permukaan

laut sekitar 7 sampai 8 cm/tahun.

• Beda elevasi antara darat dan laut rata rata 5

meter

• Perkiraan waktu pulau tenggelam 60 - 70

tahun.

(29)

UU No 27 Tahun 2007

(Pulau Pulau Kecil)

• Pasal 1 Ayat (3) Pulau Kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan

2.000 km (duaribu kilometer persegi) beserta kesatuan Ekosistemnya.

• Pasal 23 (1) Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan perairan di sekitarnya dilakukan berdasarkan kesatuan ekologis dan ekonomis secara menyeluruh dan terpadu dengan pulau besar di dekatnya.

• Pasal 23 (2) Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan perairan di sekitarnya

diprioritaskan untuk salah satu atau lebih kepentingan berikut: a. konservasi; b. pendidikan dan pelatihan; c. penelitian dan pengembangan; d. budidaya laut; e. pariwisata; f. usaha perikanan dan kelautan dan industri perikanan secara lestari; g. pertanian organik; dan/atau h. Peternakan.

“Tidak diprioritaskan untuk kegiatan

kehutanan”

Luas Pulau Padang: 111.500 ha atau 1.115 km2

(masuk kategori pulau kecil)

(30)

Peluang

(Tindak Pidana Penataan Ruang)

UU No 26 Tahun 2007

(31)

Konflik Sosial

Bukti Keberadaan Masyarakat di Pulau Padang

dapat dilihat pada:

1. Peta Army Map Service yang diterbitkan

tahun 1945 skala 1: 250.000

2. Peta Topografi Bakosurtanal yang diterbitkan

tahun 1975 skala 1: 50.000

3. Peta Map Sol Central Sumatra yang

(32)

• Peta Map Army

• Peta Bakosurtanal

(33)
(34)

Map Soil Central

Sumatera

(35)

Pengelolaan lansekap di Pulau Padang

kajian awal dan roadmap

Oka Karyanto dkk

okka@ugm.ac.id

(36)

• Isu pengelolaan lahan gambut di Indonesia

• Kondisi pengelolaan lahan gambut di Riau

• Lahan gambut di pulau Padang

• Pengelolaan lahan gambut di pulau Padang

• Kerentanan lahan gambut di pulau Padang

• Opsi pengelolaan lahan gambut di pulau

Padang

(37)

1. Studi pustaka

2. Wawancara

3. Survey lapangan dan

pembuatan plot

pengamatan

4. Interpretasi citra optik dan

radar

5. Pengukuran emisi gas

rumah kaca

6. Pengukuran produktifitas

getah karet

7. pemetaan

(38)

• Isu pengelolaan lahan gambut di Indonesia

• Kondisi pengelolaan lahan gambut di Riau

• Lahan gambut di pulau Padang

• Pengelolaan lahan gambut di pulau Padang

• Kerentanan lahan gambut di pulau Padang

• Opsi pengelolaan lahan gambut di pulau

Padang

(39)

Terdapat sekitar 20 juta Ha lahan gambut tersebar di Indonesia (Bappenas,

2009), merupakan karbon tersimpan (lebih dari separuh total karbon yang

tersimpan pada lahan gambut tropika se-dunia) (Hooijer et al.,2002)

(40)

...lebih dari separuh total emisi CO

2

dari lahan gambut se-dunia berasal dari

Indonesia (Hooijer et.al 2002) ,

... Jumlah ini diperkirakan akan meningkat dengan pesat karena pemanfaatan (drainase) lahan gambut terutama pada Kabupaten Gambut (sebagian besar wilayah akibat

pemekaran Kabupaten merupakan lahan gambut) sebagai dampak dari kegiatan ekonomi pasca desentralisasi

Kontribusi emisi CO2 yang berasal dari lahan gambut akan tetap mendominasi profil emisi nasional pada masa mendatang

(41)
(42)

“... Pemanfaatan lahan gambut diperkirakan hanya menyumbang kurang dari

1% GDP namun telah menyebabkan sekitar 50% total emisi CO

2

Nasional

(Bappenas, 2009)”

Besaran kontribusi emisi CO

2

dari lahan gambut di Indonesia ini berpotensi

dapat berlipat ganda karena perbaikan dari cara penghitungan faktor emisi

(Jauhainen et al., 2010; Hooier et al., 2010)

(43)

...merespon hal ini, moratorium pemanfaatan lahan gambut telah dilakukan (Perpres....2011)

Namun banyak keterlanjuran dan ketidak-cermatan dalam pendefinisian areal lahan gambut yang di-moratorium

Sumber :Peta moratorium hutan dan lahan gambut

(44)

• Isu pengelolaan lahan gambut di Indonesia

• Kondisi pengelolaan lahan gambut di Riau

• Lahan gambut di pulau Padang

• Pengelolaan lahan gambut di pulau Padang

• Kerentanan lahan gambut di pulau Padang

• Opsi pengelolaan lahan gambut di pulau

Padang

(45)

Lahan gambut di Riau :

• Sekitar 4 juta Ha lahan gambut dalam (lebih dari 3 m) dengan umur relatif muda (sekitar 5000 tahun ) (blok Senepis, Giam Siak Kecil, Libo, Kampar Peninsula, Kerumutan dan pulau-pulau kecil seperti pulau Padang, pulau Tebing Tinggi, pulau Rangsang dan pulau Merbau)

• Sebagian besar lahan gambut telah di drainase dan telah dikonversi menjadi kebun karet, sawit dan HTI (Acacia crassicarpa)

• Isu kelestarian dan isu internasional berkaitan dengan emisi CO2

• Isu aspek legal (ijin pemanfaatan berkaitan dengan regulasi yang ada) dan isu konflik lahan

Sumber : Wetland Intenational 2002

(46)

Hampir semua kawasan lahan gambut dalam di Riau telah dibebani oleh ijin pemanfaatan (produksi) (draf RTRWP Prop Riau).

(47)

Terdapat tantangan untuk

membuktikan bahwa pengelolaan lahan gambut dalam dapat

(48)

• Isu pengelolaan lahan gambut di Indonesia

• Kondisi pengelolaan lahan gambut di Riau

• Lahan gambut di pulau Padang

• Pengelolaan lahan gambut di pulau Padang

• Kerentanan lahan gambut di pulau Padang

• Opsi pengelolaan lahan gambut di pulau

Padang

(49)

Pulau Padang merupakan salah satu pulau dari 4 pulau kecil (luas kurang dari 200,000

Ha) yang ber gambut di provinsi Riau yang telah dihuni oleh masyarakat sejak akhir

abad 19. Mulai tahun 2004 telah ditetapkan sebagai Kabupaten Kepulauan Meranti

Sebelum kota Batam dilahirkan, kota Selat Panjang merupakan pusat perdagangan di kawasan tersebut

(50)

Kajian intensif mengenai lahan gambut di pulau Padang telah dijadikan disertasi oleh Michael Allen Brady (1997) University of British Columbia UBC Canada. Pulau Padang merupakan

(51)

• Dr Michael Brady, Executive Director

GOFC-GOLD (Global Observation of Forest and Land

Cover Dynamics (GOFC-GOLD)

• GOFC-GOLD is a Panel of the Global Terrestrial

Observing System (GTOS), sponsored by FAO,

UNESCO, WMO, ICSU and UNEP

(52)

Sumber : peta Wetland

International Sumber : interpolasi dari titik-titik hasil pengeboran (April, 2011)

Sumber : Brady,1997

Beberapa versi kedalaman gambut di pulau Padang : gambut dangkal (versi peta

Wetland Internasional yang diadopsi Pemerintah) vs. gambut dalam (versi pengeboran

April 2011 dan Brady 1997)

(53)

Pulau Padang bertopografi rata, ketinggian maksimum 15 m dpl (dari permukaan laut), hampir semua pemukiman berada pada ketinggian kurang dari 6 m dpl

Peta DEM (kiri) dan topografi (kanan) berdasarkan SRTM 30 m (2000) minus ketinggian pohon berdasarkan survey lapangan 130 titik. Elevasi ini over-estimate karena ground-check peta SRTM 30 m 2000 dilakukan pada April-Mei 2011 dan perlu di cross-check dengan pembacaan GPS geodetik

(54)

Terdapat paling tidak 2 kanal berukuran besar (lebar sekitar 5 m), ekosistem gambut ini relatif sudah kering

(55)

Bagian pinggir sepanjang pantai timur telah didrainase untuk pemukiman dan kebun karet rakyat

(56)

• Isu pengelolaan lahan gambut di Indonesia

• Kondisi pengelolaan lahan gambut di Riau

• Lahan gambut di pulau Padang

• Pengelolaan lahan gambut di pulau Padang

• Kerentanan lahan gambut di pulau Padang

• Opsi pengelolaan lahan gambut di pulau

Padang

(57)
(58)

Pola tutupan dan penggunaan lahan dari hasil interpretasi citra Landsat berdasarkan

130 titik ground check April-Mei 2011

Tidak terdapat deforestasi yang menyolok antara 2002-2010, bahkan banyak deforested area yang recover. Degradasi terjadi pada kawasan gubah gambut

(59)

Pola pemanfaatan lahan gambut di pulau Padang oleh masyarakat

Karet rakyat (...Ha)

kelapa rakyat (...Ha)

kayu (...kk)

sagu rakyat (...Ha)

Karet rakyat (...Ha)

(60)

Sagu rakyat

• Pulau Padang merupakan penghasil sagu utama

• Kualitas sagu termasuk dalam kategori terbaik

• Sagu ditanam semenjak akhir abad 19

• Sagu mampu produktif bahkan pada kawasan kubah

gambut

• Budidaya sagu tidak memerlukan drainase, sekali

tanam sagu dapat dipanen sepanjang masa

• Sagu mulai dipanen pada umur 8 th dan setelah itu

dapat dipanen setiap saat tergantung ukuran diameter

• Namun kebanyakan ekonomi sagu (penguasaan kebun

(61)
(62)
(63)
(64)

• Merupakan pola mata pencaharian utama rakyat pulau Padang

• Telah dimulai sejak th 1940an dengan pola tata air tradisional

dengan kanal berukuran kecil

• Menggunakan bibit dengan sumber benih tidak jelas sehingga

variasi produktifitas getah sangat besar

• Tergantung pola intensitas pemeliharaan, karet rakyat pada

gambut dalam mulai berproduksi umur 7 th dan masih

berproduksi hingga 50 th

• Kecenderungan kebun karet sudah melewati puncak masa

produktifitas sehingga perlu diremajakan

• Terdapat ancaman besar intrusi air laut, banyak kebun karet

telah berhenti berproduksi setelah intrusi air laut

(65)

Karet rakyat merupakan salah satu tipe penghasilan utama di pulau Padang, sudah dimulai sejak th 1940

Kanal kecil lebar 30 cm s/d 1,5 m

(66)

Pemetaan partisipatif kebun rakyat di tiga desa di pulau Padang (luas areal

sekitar 5000 Ha) (sumber Yayasa HAKIKI)

(67)

Produktifitas getah karet sangat tergantung pada kinerja pohon individual, variasi hasil getah antar individu pohon sangat besar sehingga perlu dilakukan seleksi pohon karet untuk lahan gambut dalam 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47 49 51 53 55 57 59 61 63 65 67 69 71 73 75 77 79 81 83 85 87 89 91 93 95 Series2 Series1

Hasil pengamatan produktifitas getah karet pada 98 individu pohon setiap hari selama 2 bulan di pulau Padang. Kisaran hasil getah kurang dari 10 gram s/d 110 gram per pohon per 2 hari.

(68)

Sebagian besar karet rakyat sudah perlu diremajakan karena umurnya sudah di atas

20 th bahkan banyak diantaranya yg sudah di atas 40 th

60 70 80 90 100 110 120 getah/hr keliling karet sedang karet tua

Perbandingan produktifitas getah antara karet muda dan karet tua.

(69)

Kelapa rakyat

• Merupakan program yang di-launching oleh

pemerintah th 1980an dan dikaitkan dengan

program sertifikasi tanah (PRONA), meliputi 200

kk

• Dalam sejarahnya banyak diwarnai oleh

kegagalan tanaman kelapa

• Produktifitas kurang memuaskan bahkan saat ini

telah melewati masa puncak produksi

• Banyak gangguan hama (beruk dkk)

• Petani beralih pada tanaman karet

(70)

Contoh sertifikat hak milik tanah di pulau Padang yang dikaitkan

dengan program tanama kelapa

(71)

Pemanfaatan kayu

• Pulau Padang merupakan penghasil kayu berkualitas tinggi (ramin,

punak, meranti batu)

• HPH PT Satria Perkasa (Uni Seraya grup) beroperasi 2971-1982

dengan luas areal 100 ribu Ha

• Pasca reformasi pembalakan kayu liar terutama dijual ke Malaysia

• Ketergantungan masyarakat terhadap kayu alam sangat tinggi

(perumahan, mebel, perahu, kapal)

• Jumlah pembalak liar relatif sedikit dan kebanyakan kayu

dimanfaatkan sendiri

• Saat ini terdapat defisit ketersediaan kayu dengan kualitas tinggi

padahal banyak rumah dan perahu sudah perlu di rehabilitasi

• Terdapat potensi budidaya kayu alam kualitas tinggi pada kawasan

gambut dalam tanpa drainase (mis. Meranti batu) dengan umur

relatif pendek (20 th)

• Terdapat ancaman yang besar konversi tegakan kayu alam berpotensi

komersial menjadi kebun karet-sawit rakyat

(72)

• Menurut survei vegetasi yang termuat di

dalam dokumen AMDAL 2004; pada berbagai

petak pengamatan yang dibuat dalam analisis

vegetasi, bintangur merupakan salah satujenis

penyusun utama dari ekosistem hutan rawa

gambut di pulau Padang. Kehadiran bintangur

ini merupakan petunjuk kuat bahwa p Padang

merupakan ekosistem hutan rawa gambut

(73)
(74)

Kondisi tegakan alam meranti batu (Shorea uliginosa) hasil permudaan alam umur sekitar 10 th

(75)
(76)

Laju penumpukan seresah dan pertumbuhan yang tinggi pada tegakan kayu alam pada kawasan gambut dalam tanpa drainase berpotensi sebagai penyerap gas rumah kaca

(77)

Permudaan alam kayu alam berkualitas tinggi pada kawasan gambut dalam tanpa didrainase berpotensi sebagai budidaya

(78)

Kebanyakan kawasan hutan didominasi oleh

struktur tegakan berdiameter kecil-sedang

namun sebagian besar belum di drainase

(79)
(80)

• Isu pengelolaan lahan gambut di Indonesia

• Kondisi pengelolaan lahan gambut di Riau

• Lahan gambut di pulau Padang

• Pengelolaan lahan gambut di pulau Padang

• Kerentanan lahan gambut di pulau Padang

• Opsi pengelolaan lahan gambut di pulau

(81)

Dengan ketinggian dpl rendah,

sebagian besar pemukiman dan

kebun karet di bagian pinggir akan

tenggelam akibat kombinasi peat

subsidens dan kenaikan muka air

(82)

0 50 100 150 200 250 300 350 0 50 100 150 200 250 300 350

Model peat-subsidence dari pengukuran di kawasan gambut Semenanjung Kampar-Deddy komunikasi personal th 2010 (kiri) dan model dari Hooijer 2008 (kanan)

Saat ini sedang dilakukan kajian peat subsiden menggunakan citra radar di pulau Padang

(83)

2005-2011

Dibandingkan kawasan lahan gambut lainnya di Riau, pulau Padang relatif tidak rentan terhadap kebakaran gambut. Sebagian besar titik api

berasal dari sepanjang infrastruktur jalan pengeboran minyak

(84)

Pola pemanfaatan lahan menentukan tk kerentanan pulau Padang:

(a) pemanfaatan kawasan gambut untuk hutan alam dan sagu (tanpa drainase) lebih lestari karena tk emisi CO2 (dan konsekuensi laju peat subsidence nya) lebih kecil (b)emisi CO2 dari pemanfaatan kawasan gambut dalam untuk budidaya karet rakyat masih relatif kecil pada karet umur muda namun pada karet tua karena terjadi

penurunan muka air tanah, maka emisinya melonjak

(c) perlu intervensi penataan tata air agar produktifitas dan kelestarian karet rakyat lebih terjaga 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 P. ISMA IL P. ISMA IL P. SUNA RD I KUSNA N KUSNA N KAK AK KUSNA N (1) (2) (3) P. BAGIO P. BAGIO P. BAGIO (1) (2) (3) (1) (2) (3)

KARET SEDANG KARET TUA KARET MUDA SAGU KERING SAGU BASAH HUTAN

Hasil pengukuran emisi CO2 pada berbagai tipe pemanfaatan lahan. Masing-masing histogram merupakan ulangan dari 9 replikasi. Angka 1 setara dengan emisi CO2 sebesar 56 ton per th per Ha. Sampel hutan telah terpengaruh drainase

(85)

• Isu pengelolaan lahan gambut di Indonesia

• Kondisi pengelolaan lahan gambut di Riau

• Lahan gambut di pulau Padang

• Pengelolaan lahan gambut di pulau Padang

• Kerentanan lahan gambut di pulau Padang

• Opsi pengelolaan lahan gambut di pulau

(86)

Dari aspek tata kelola, telah terjadi berbagai tingkat pelanggaran aturan tata ruang . Penjelasan lebih rinci lihat Raflis

(87)

Puncak dari ketimpangan tata guna lahan di pulau Padang adalah

diterbitkannya ijin pembangunan HTI dan peta moratorium lahan

gambut

Sebagai kawasan gambut dalam (rata-rata lebih dari 6 m) dan pertimbangan pelanggaran hukum lainnya berkaitan dengan turunnya ijin HTI berdasarkan AMDAL pada kawasan tersebut perlu direvisi .

(88)

Model pengelolaan pulau Padang:

(1)

Sebagai sebuah pulau kecil dengan topografi

relatif rata yang telah dihuni oleh masyarakat

sejak akhir abad 19 dengan berbagai kearifan

lokal dan berbagai tipe pemanfaatan lahan, pulau

Padang merupakan model pembelajaran dalam

pengelolaan lahan gambut pada pulau kecil

secara lestari dalam ancaman tenggelamnya

karena proses peat subsidence dan kenaikan

muka air laut akibat pemanasan global

(89)

(2)

Interaksi antara masyarakat dan ekosistem

gambut dalam terutama farming system skala

kecil dengan tata air tradisional dengan kanal air

berukuran kecil pada kawasan pinggiran kubah

gambut merupakan pembelajaran yang sangat

menarik dan merupakan benchmark terhadap

pengelolaan HTI skala besar yang telah

mengonversi jutaan Ha kawasan gambut dalam di

Sumatera

(90)

(3)

Penuntasan aspek hukum di pulau Padang

merupakan kajian mendalam guna menjawab

tantangan serupa di berbagai penjuru di

Indonesia dan dapat diusung sebagai pilot

model dan tonggak bagi perbaikan tata kelola

di sektor kehutanan dan pemanfaatan lahan

gambut dalam

(91)

(4)

Kajian awal ini diharapkan mampu

menginspirasi kajian multi-disiplin tentang

pendokumentasian best practices dan

perbaikan pengelolaan lahan gambut dalam

berbasis masyarakat

(92)
(93)

45 TG 27 0.9687 102.4437 karet Sungai Tengah 520 46 TG 28 0.96725 102.44436 medang, kayuara, karet Sungai Tengah 425 47 TG 29 0.96689 102.44468 campuran Sungai Tengah 362 48 TG 30 0.97004 102.44137 karet Sungai Tengah 560 49 TG 31 0.95919 102.42362 karet mesing 440 50 TG 32 0.95843 102.42432 karet mesing 330 51 TG 33 0.95789 102.42508 karet mesing 155 52 TG 34 0.96079 102.42174 karet mesing > 560 53 TG 35 0.95118 102.42031 karet Pangkalan barat 520 54 TG 36 0.95173 102.42151 karet Pangkalan barat 460 55 TG 37 0.95243 102.42296 karet Pangkalan barat 350 56 TG 38 0.95104 102.41929 karet Pangkalan barat 560 57 TG 39 0.94358 102.41811 karet Pangkalan barat 280 58 TG 40 0.94461 102.41536 karet Pangkalan barat 420 59 TG 41 0.94652 102.4099 karet Pangkalan barat > 560 60 PS 1 0.99628 102.3567 karet muda Dusun 3 ‐ Lukit > 560 61 PS 2 0.996 102.3568 karet muda Dusun 3 ‐ Lukit > 560 62 PS 3 0.99442 102.3537 hutan Dusun 3 ‐ Lukit > 560 63 PS 4 0.99419 102.35362 hutan Dusun 3 ‐ Lukit > 560 64 PS 5 0.99438 102.3533 hutan Dusun 3 ‐ Lukit > 560 65 PS 6 0.98002 102.34856 sagu Dusun 3 ‐ Lukit 480 66 PS 7 0.98007 102.34818 sagu Dusun 3 ‐ Lukit 460 67 PS 8 0.97983 102.34811 sagu Dusun 3 ‐ Lukit 448 68 PS 9 0.97737 102.34811 karet sedang Dusun 3 ‐ Lukit 400 69 PS 10 0.97714 102.34085 karet sedang Dusun 3 ‐ Lukit 390 70 PS 11 0.97582 102.34775 karet sedang Dusun 3 ‐ Lukit 440 71 PS 12 0.97024 102.34682 karet tua Dusun 3 ‐ Lukit 421 72 PS 13 0.97059 102.34684 karet tua Dusun 3 ‐ Lukit 420 73 PS 14 0.97066 102.34734 karet tua Dusun 3 ‐ Lukit 415 74 PS 15 0.95628 102.37907 sagu Dusun 2 ‐ Lukit 468 75 PS 16 0.95653 102.37896 sagu Dusun 2 ‐ Lukit 458 76 PS 17 0.95678 102.37885 sagu Dusun 2 ‐ Lukit 467 78 P1 0.97592 102.3477 313 79 P3B 0.98393 102.35006 Plot Kebun Karet tua kurang terawat 473 Lokasi Kode

(94)

81 P5B 0.99036 102.3532 Sagu + belukar/hutan sekunder 537 88 P6B 0.99624 102.35648 Plot karet muda 3 th > 600 89 P7B 0.99283 102.35340 Plot karet 1 tahun campur sagu < 8 tahun 595 90 P8B 0.97031 102.34694 Plot Karet tua > 30 tahun, dbh 40 cm 170 91 P9B 0.95572 102.37990 Sagu tua, tanam tahun 1984 190 92 P10B 1.04557 102.38370 Kelapa sawit 5‐6 tahun, jarak tanam 8 x 8 Jl. Kurau km 14,5 575 93 P11B 1.02902 102.37724 Semak belukar Jl. BZ Kondur Petroliu 675 94 P12B 1.04881 102.27941 Kelapa sawit 1,5 tahun Jl. Kurau km 2 >678 95 P13B 1.05819 102.25633 Sagu tua + perumahan Suku Akit Kurau 280 96 P14B 1.06014 102.26064 kebun karet 3 tahun campur sagu Suku Akit Kurau >600 97 57 1.05971 102.26008 kelapa sawit 1,5 tahun Suku Akit Kurau >620 98 P15B Sagu tua + perumahan Suku Akit Kurau 585 99 P16B 1.11876 102.40280 Kelapa tanam tahun 1982 (Proyek Jasa Remaja) Desa Mengkirau 540 100 P17B 1.12726 102.40357 Kelapa tanam tahun 1982 + karet 3 thn Desa Mengkirau 595 101 P18B 1.1274 102.40903 Kelapa tanam tahun 1982 + kelapa sawit 4 thn Desa Mengkirau 558 102 P19B 1.12769 102.41499 Karet 12 th Desa Mengkirau 656 103 80 1.10399 102.41496 Pekarangan rumah, kelapa tahun 1972 + rambutan + pina Desa Mengkirau 166 104 P20P 1.13152 102.39799 Hutan alam bekas tebangan Desa Mengkirau >630 105 P21B 1.13113 102.40093 Sagu 10 thn + karet 1 thn + meranti kait2 & resak Desa Mengkirau >630 106 P22B 1.13088 102.40374 Pekarangan rumah, Kelapa tahun 1982 + karet + pinang Desa Mengkirau 625 107 Mengkirau 1.10677 102.40182 Pekarangan rumah, kelapa 31 thn + rambutan 11 thn + pinDesa Mengkirau 302 108 P23B 1.15012 102.43867 Sagu rapat Desa Mengkopot 222 109 P24B 1.16120 102.44019 Sagu + karet 0.5 th Desa Mengkopot 510 110 P25B 1.16925 102.45177 sagu, tinggi tajuk 12 m, sedang panen Desa Mengkopot 514 111 P26B 1.15882 102.45245 Karet 15 thn, Terawat sangat baik 21 ha Desa Mengkopot 315 112 P27B 1.14109 102.45016 Sagu tua subur, rapat, tinggi tajuk 12 m Desa Mengkopot 140 113 P28B 1.05563 102.42132 Pekarangan rumah, Karet 35 thn, terawat, jarak tanam terJl. Kurau Km 22 497 114 P29B 1.01125 102.45900 Karet 10 thn, terawat, jarak tanam teratur Mekar sari 549 115 P30B 0.99631 102.45715 Karet 3 thn + k sawit 3 thn + mangga + kelapa Mekar sari >630 116 P31B 0.98625 102.46201 Pekarangan rumah + Karet 40 thn Mekar sari 560

(95)

Lampiran 3

Beberapa Temuan Desertasi Michael Allen Brady di Pulau Padang

(96)
(97)
(98)
(99)
(100)
(101)
(102)
(103)
(104)
(105)

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Tindakan yang dilakukan pada hari Kamis, 25 April 2013 yaitu jam 10.10 WIB mengkaji karakteristik nyeri, respon subyektif klien mengatakan nyeri pada perut

Primary Outputs from Research: Publication Stadium 4 Secondary Outputs: Policy Stadium 5 Practitioners Applications Stage 6 Final Outcomes INTERFACE (a): Project Specification,

Gambar 4.3 Diagram distribusi jenis kelamin pada pasien luka bakar berat yang meninggal di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau periode Januari 2011-Desember 2013.

Briket yang baik adalah briket memiliki nilai kalor yang tinggi, tidak berasap, mudah dinyalakan, emisi gas tidak mengandung racun, laju dan suhu pembakaran yang baik,

Penyimpanan dan penempatan alat-alat atau bahan kimia menganut prinsip sedemikian sehingga tidak menimbulkan kecelakaan pada pemakai ketika mengambil dari dan

Dengan mempertimbangkan perkembangan inflasi tahunan yang relatif rendah sampai bulan April, maka makin memperkuat perkiraan kami, bahwa BI akan mempertahankan suku

Pengetahuan Umum, Kosakata, Hubungan Kata, Aritmatika, Deret Angka dan Menghafal. Jadi pada hari H tanggal 2 juni 2014 tes GAT dilaksanakan di Politeknik Negeri Ujung Pandang,