• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengembangan pariwisata di suatu daerah meliputi berbagai aspek kehidupan yaitu meliputi; kehidupan sosial, ekonomi, maupun budaya masyarakat, serta didukung oleh potensi alam dimana pariwisata tersebut dikembangkan. Pada bagian ini dikemukakan beberapa potensi yang mendukung pengembangan Desa Pelaga sebagai pariwisata alternatif di Bali khususnya di Kecamatan Petang, Kabupaten Badung.

Sesuai dengan karakteristik bentang alam, Bali memiliki tiga karakteristik lingkungan/bentang alam antara lain; landscape pantai/tepian, landscape dataran rendah, dan landscape gunung/pegunungan. Daya tarik wisata Desa Pelaga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam satuan mata rantai landscape gunung/pegunungan bagian utara dari Kabupaten Badung.

Dipilihnya Desa Pelaga sebagai salah satu tempat yang ada di Kabupaten Badung dengan potensi untuk dikembangkan sebagai salah satu daya tarik wisata alternatif (DTW) dengan posisi geografis Desa Pelaga sangat mudah diakses dari beberapa obyek wisata terdekat seperti Objek wisata Sangeh dan juga merupakan jalur menuju Objek wisata Kintamani.

Dilihat dari beberapa potensi pariwisata atau aspek pendukung pariwisata sesuai data yang diperoleh di lapangan menunjukan bahwa Desa Pelaga sangat layak untuk dikembangkan. Potensi-potensi tersebut mencakup aspek Accessibility

(2)

(aksesibilitas), Amenity (fasilitas), Attraction (atraksi), dan Ancillary (kelembagaan), maupun aspek lainnya seperti aspek ekonomi.

5.1. Identifikasi Potensi Desa Pelaga sebagai Pariwisata Alternatif

5.1.1.

Aksesibilitas (accessibility)

Salah satu faktor penting dalam pengembangan sebuah daya tarik wisata adalah tersedianya aksesibilitas (accesibility) dari dan ke daerah tersebut. Sesuai dengan data yang diperoleh di lapangan dapat digambarkan bahwa dilihat dari aspek aksesibilitas menuju ke Desa Pelaga, rupanya jalan (akses) menuju ke Desa Pelaga cukup bagus dan memadai.

Melihat dari dekat fisik ketersediaan infrastruktur jalan sudah ada dengan kondisi jalan sudah di hot mixed sehingga kelancaran arus lalu lintas kendaraan berbagai type relatif lancar. Secara spesifik lokasi dimaksud bisa atau mampu diakses dari arah selatan atau dari Denpasar dan dari arah utara atau dari daerah kintamani, sehingga jika dimungkinkan dapat membuka akses perkembangan usaha masyarakat pendukung pariwisata. Kondisi jalan saat ini dengan lebar enam belas meter sebagaimana nampak dalam Gambar 5.1. dengan sisi kiri kanan jalan tampak masih asri dengan suasana pedesaan serta bebas dari kemacetan, memungkinkan kawasan Desa Pelaga diakses dengan sangat mudah bahkan dengan menggunakan kendaraan tipe besar sekalipun.

(3)

Gambar 5.1. Jalan Raya Menuju Desa Pelaga (Sumber hasil pengamatan 16 Desember 2010)

(4)

Kondisi jalan utama yang menuju akses masuk ke Desa Pelaga dibenarkan oleh Kepala Desa Pelaga.

“… kondisi jalan utama menuju ke Desa Pelaga sudah bagus dan di hot mix yang dibiayai oleh Pemerintah Provinsi Bali, dengan tujuan untuk memperlancar arus lalu lintas ke dan dari Desa Pelaga.

(Hasil wawancara tgl 3 / 01/2011)

Pendapat senada juga disampaikan oleh salah satu , anggota Karang Taruna Desa Pelaga berikut ini. “… akses masuk menuju Desa Pelaga jalannya sudah lebar dan sejak Jembatan Tukad bangkung beroperasi lalu lintas lancar, sehingga mobil-mobil bus angkutan pariwisata tidak mengalami kendala, (Hasil wawancara tgl 15/01/2010)

Pendapat dari salah satu wisatawan Amerika yang bernama Megan Schmidt Sane, sebagai berikut

“ I think that the tourism infrastructure is very good, we are not missing anything

here “

Aksesibilitas/accessibility disini tidak hanya jalan yang bagus, tetapi akses dalam bentuk informasi tentang Desa Pelaga juga sangat mudah dicari, misalnya keberadaan Desa Pelaga bisa kita dapatkan dari informasi internet dan telepon.

5.1.2. Fasilitas Penunjang Pariwisata (Amenities)

(5)

wisata alternatif. Tanpa adanya sarana prasarana pendukung pariwisata yang memadai, maka sangat mustahil pengembangan daerah tersebut dapat dilaksanakan.

Fasilitas/sarana pariwisata yang telah tersedia di lokasi daya tarik wisata Desa Pelaga dan sekitarnya sesuai data yang diperoleh di lapangan adalah sebagai berikut.

a. Air Bersih

Air merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia, penduduk yang bermukim di Desa Pelaga telah memanfaatkan sumber air dari sumber mata air pegunungan karena di Desa Pelaga banyak terdapat sumber mata air dan masyarakat membuat beberapa kelompok untuk menaikan air dari sumber mata air dengan menggunakan teknologi pompa hidram, Di samping hal tersebut Pemerintah daerah Kabupaten badung juga telah membangun sumur bor untuk memenuhi kebutuhan air bersih. Secara umum kualitas air yang tersedia dan dikonsumsi masyarakat baik yang bersumber dari sumber mata air maupun dari sumur bor yang telah dibangun oleh pemerintah cukup baik.

b. Sumber daya listrik

Sumber daya listrik yang tersedia di daerah Desa Pelaga dan sehari-hari dimanfaatkan oleh penduduk setempat berasal dari Perusahaan Listrik Negara (PLN). Sejauh ini sumber daya listrik tersebut sudah didistribusikan dengan baik dan telah dimanfaatkan oleh masyarakat disamping untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sendiri, juga telah dimanfaatkan untuk memenuhi keperluan wisatawan khususnya

(6)

bagi wisatawan yang menginap di homestay penduduk setempat, ataupun di vila yang ada di sekitar Desa Pelaga seperti pondok Wana, Bali Eco Villa.

c. Sistem Telekomunikasi

Sistem telekomunikasi dan media komunikasi sangat diperlukan di daerah pengembangan pariwisata. Dengan adanya persaingan diantara operator telepon seluler sangat menguntungkan konsumen.Demikian halnya di daerah tujuan wisata desa pelaga. Sistem telekomunikasi di daerah ini sudah tersedia baik telepon kabel atau Telkom maupun telpon tanpa kabel sudah tersedia dengan lengkap. Fungsi lain media komunikasi misalnya internet, sekarang ini lebih banyak digunakan sebagai media promosi dan memperoleh informasi secara on line.

d. Sarana akomodasi

Sebagai daerah pengembangan pariwisata yang terletak di Kecamatan Petang, sampai saat ini di Desa Pelaga sudah terdapat sarana akomodasi wisata berjumlah 15 dalam bentuk vila, rumah penduduk seperti di banjar kiadan dan pondok wisata, penginapan di Bagus Agro, Bali Eko Village,Pondok Wana ( keterangan dari kepala dinas banjar Kiadan ) dari sekian jumlah akomodasi yang sudah terdapat di Desa Pelaga dan sekitarnya maka dapat disimpulkan bahwa sarana akomodasi sudah cukup,seperti terlihat pada Gambar 5.2.

(7)

Gambar 5.2. Salah satu vila yang ada di sekitar Desa Pelaga (Sumber hasil pengamatan 15 Oktober 2010)

e. Tempat Parkir

Tempat parkir merupakan salah satu fasilitas pendukung pariwisata yang tidak kalah penting dibandingkan dengan fasilitas lainnya. Di areal daya tarik wisata Desa Pelaga sudah terdapat tempat parkir yang cukup luas dan hal ini tidak menjadi masalah karena setiap tempat tersedia tempat parkir, tampak pada Gambar 5.3.

(8)

Gambar 5.3. Areal Parkir

(Sumber hasil pengamatan 17 Januari 2011)

Dari gambar tampak areal parkir yang cukup luas dan memiliki daya tampung yang cukup memadai untuk kendaraan baik roda dua maupun roda empat. Namun demikian areal parkir ini belum tertata dengan baik. Sebagai salah satu sarana pendukung daya tarik wisata, tempat parkir ini seharusnya ditata dengan lebih baik.

f. Kamar Mandi dan Toilet

Sebagai sebuah daya tarik wisata yang sudah dikenal oleh wisatawan baik domestik maupun manca negara, Setiap tempat yang dikunjungi oleh wisatawan telah menyediakan fasilitas kamar mandi dan toilet. Fasilitas ini terletak bersebelahan dengan areal parkir. Kondisi kamar mandi dan toilet tersebut belum mencerminkan

(9)

fasilitas untuk wisatawan yang mana kondisinya agak kotor dan terkesan kurang terawat. Sebagai salah satu fasilitas yang disediakan untuk kepentingan wisatawan, kebersihan toilet tersebut harus diperhatikan sehingga wisatawan yang akan memanfaatkan fasilitas ini merasa nyaman.

g. Warung Makan dan Minum

Warung makan dan minum sudah tersedia di Desa Pelaga dan sekitarnya dan bahkan di sekitar Jembatan Tukad Bangkung sudah tersedia mini market yang menyediakan berbagai macam kebutuhan yang diperlukan oleh wisatawan yang berkunjung, seperti pada Gambar 5.4.

Gambar 5.4. Warung Makan dan Minum (Sumber hasil pengamatan 7 Juli 2011)

(10)

h. Pintu Masuk dan Shelter

Sarana pintu masuk serta shelter di daerah wisata Desa Pelaga saat ini belum tersedia secara memadai sehingga wisatawan yang berkunjung masih belum teratur dan belum merasa nyaman dalam melakukan kunjungan. Ini merupakan tanggung jawab dari Pemerintah Daerah guna mengembangkan potensi wisata daerah setempat.

i. Tourist Information Center

Tourist Information Center merupakan salah satu sarana promosi

wisata dan juga pusat informasi penunjang wisata. Berkaitan dengan hal tersebut,

(11)

kiranya juga merupakan salah satu tugas dan tanggung besar dari stake holder yang ada dalam menunjang promosi wisata daerah setempat.

j. Tempat Sampah

Sampah merupakan salah satu masalah yang akan timbul dari sebuah aktivitas, dalam hal ini aktivitas wisata. Sampah yang ditimbulkan dari aktivitas wisata belum ada di Desa Pelaga, jadi untuk masalah sampah masih bisa di tanggulangi dengan cara menyediakan tempat sampah di setiap tempat yang akan dikunjungi oleh wisatawan.

5.1.3 Atraksi (attraction)

Salah satu faktor penentu dalam mengembangkan dan menjaga agar sebuah daya tarik wisata dapat berkelanjutan yaitu adanya atraksi wisata. Atraksi wisata merupakan keseluruhan elemen baik yang merupakan ciptaan Tuhan maupun buatan manusia. Sebagai daerah tujuan wisata pedesaan, Desa Pelaga memiliki nilai jual yang tinggi karena terdapat berbagai macam daya tarik baik berupa alam yang asri dan tempat trakking.

a. Keindahan alam Air Terjun Nungnung

Salah satu daya tarik Desa Pelaga adalah keindahan alamnya.Di Desa ini wisatawan bisa menikmati suasana alam dan pemandangan yang indah dan sejuk, yang nampak pada Gambar 5.5.

(12)

Gambar. 5.5. Air terjun Nungnung di Desa Pelaga (Sumber hasil pengamatan 17 November 2010)

(13)

Gambar 5.5. memperlihatkan salah satu potensi alam Desa Pelaga. Keindahan Air terjun Nungnung di Desa Pelaga ini merupakan salah satu daya tarik wisata di Desa ini.

Pendapat tentang keindahan alam Desa Pelaga disampaikan oleh Peter L, seorang wisatawan asal Jerman berikut ini.

“… I like come here to see the beautiful waterfall, good panorama, yes, it’s

totally nice, and I think some people from the other countries also enjoy this area.

(Hasil wawancara tgl 14/01/2011).

Pendapat senada juga disampaikan oleh Sulastri, seorang wisatawan asal Bandung.

“…saya suka liburan di Desa Pelaga karena alamnya indah, terutama pada waktu melihat pemandangannya sangat menakjubkan.

(Hasil wawancara tgl 10/01/2011).

Suasana wisatawan saat menikmati keindahan alam Desa Pelaga tampak pada Gambar 5.6.

(14)

Gambar. 5.6. Suasana wisatawan di Desa Pelaga (Sumber hasil pengamatan 17 November 2010)

b. Kegiatan Ekowisata di Banjar Kiadan Desa Pelaga

Potensi daya tarik wisata Desa Pelaga, salah satunya adalah potensi ekowisata di Banjar Kiadan, dimana wisatawan disini diajak untuk menikmati pemandangan berupa melihat langsung kegiatan masyarakat di Banjar Kiadan, disini juga telah tersedia jalur trakking yang melewati perkebunan kopi, fanili, sayuran dan buah-buahan yang disajikan sebelum wisatawan melakukan kegiatan trakking. Di tempat ini terdapat potensi berupa tanaman bambu yang terdiri dari 15 macam seperti; bambu betung manis, betung abu, betung lengis, bambu suwat, suwat selem, suwat gading, bambu tutul, bambu berduri, bambu hitam, bambu hitam bergaris, bambu buluh, bambu katak, bambu tali, bambu putih, bambu suling. Wisatawan yang datang kesini menginap di rumah-rumah penduduk yang telah di sesuaikan dengan

(15)

standar kebutuhan wisatawan. Di dalam pengelolaannya lebih banyak melibatkan penduduk lokal misalnya untuk pemandu dan pelayanan lainnya. Pada malam hari disini wisatawan dapat menikmati kesenian daerah berupa tari tarian yang disesuaikan dengan jumlah wisatawan, untuk makan dan minum para wisatawan disediakan oleh tenaga lokal yang telah diberi pelatihan bagaimana cara memasak dan melayani wisatawan baik wisatawan asing ataupun wisatawan nusantara. Ekowisata Kiadan ini bekerja sama dengan PT JED ( Jaringan Ekowisata Desa) yang berada di Denpasar. Wisatawan yang berkunjung ke tempat ini merupakan wisatawan yang sangat mencintai alam dan pada umumnya wisatawan yang datang ke tempat ini adalah wisatawan dari Amerika dan Eropa, seperti terlihat pada Gambar 5.7. wisatawan asal Amerika bersama temannya dari India sedang mengisi lembar quisioner.

(16)

Gambar 5.7. Wisatawan yang sedang berkunjung di Kiadan. (Sumber hasil pengamatan 02 Februari 2011)

Dengan adanya kerjasama yang baik antara pengelola ekowisata dengan pihak

travel agent maka akan terjadi kelangsungan atau datangnya wisatawan

berkesinambungan. Kondisi alam dan kegiatan masyarakat di Banjar kiadan sangat menunjang dan sesuai dengan kegiatan eko wisata seperti tanaman yang ditanam oleh petani berupa tanaman jangka panjang seperti kopi dan fanili.Wisatawan yang berasal dari India yang bernama Harsha Jain berpendapat;

“… Pelaga village specially kiadan place environment surrounding area is truly

beautiful, peaceful, quiet, so I love so much”

(Hasil wawancara tgl 17/02/2011).

Pendapat wisatawan di atas juga dibenarkan oleh salah seorang pramuwisata free

lance dari Denpasar.

“…wisatawan yang minta diantar ke Desa Pelaga ini karena menyukai alam yang asri, suasana pedesaan yang tidak ada polusi”

(Hasil wawancara tgl 17/02/2011).

c. Keberadaan Peternakan Sapi di Dusun Tiyingan

Keberadaan peternakan sapi di Dusun Tiyingan Desa Pelaga merupakan salah satu potensi pendukung pengembangan Desa Pelaga sebagai pariwisata alternatif. Di tempat ini wisatawan dapat melihat secara langsung peternakan sapi

(17)

yang dilakukan oleh pemerintah daerah melalui Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Badung bekerjasama dengan penduduk Tiyingan. Hasil dari peternakan ini dinikmati oleh Kelompok Ternak yang ada di Dusun Tiyingan. Pengembangan Pariwisata alternatif di Desa Pelaga akan menyasar peternakan ini sebagai salah satu daya tariknya. Wisatawan dapat menyaksikan secara langsung proses penggemukan sapi. Yang menarik disini adalah dengan adanya salah satu kelompok tani yang melakukan penggemukan dengan jumlah sebanyak 1300 ( seribu tiga ratus ekor). Yang menarik disini tersedia mesin home industri untuk membuat pupuk organik dari kotoran sapi melalui proses permentasi ditambah biotik, molasis dan dolomit kemudian pupuk tersebut bisa dimanfaatkan secara langsung oleh kelompok tani untuk pertanian. Disini juga terdapat pemanfaatan teknologi biogas sebagai bahan bakar alternatif untuk menggantikan gas elpiji untuk memasak dan bisa juga sebagai lampu penerangan. Disamping pupuk organik juga diproduksi pupuk cair organik dari air seni/kencing sapi dengan proses yang sangat sederhana yaitu dengan menampung kencing sapi kemudian dinaikkan dengan mesin terus dituangkan pada penampungan yang lain dengan proses ini maka amoniak akan hilang dan cairan sudah bisa digunakan untuk pupuk tanaman. Di daerah ini juga terdapat sistem plasma yaitu pemilik modal memberikan beberapa sapi kepada beberapa kelompok tani, hal ini terjadi karena untuk menampung sapi dalam jumlah banyak akan memerlukan lahan penampungan yang luas dan pakan ternak yang terbatas.

(18)

Gambar 5.8. Peternakan Sapi di Kawasan Desa Pelaga d. Jembatan Tukad Bangkung

Jembatan Tukad Bangkung di Desa Plaga, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung, Bali, diresmikan penggunaannya pada 19 Desember 2006. Jembatan yang menghubungkan tiga kabupaten, masing-masing Badung, Bangli, dan Buleleng itu menjadi jembatan terpanjang di Bali dan diklaim sebagai tertinggi di Asia. Jembatan Tukad Bangkung mempunyai panjang 360 meter, lebar 9,6 meter, dengan pilar tertinggi mencapai 71,14 meter, dan pondasi pilar 41 meter di bawah tanah. Jembatan itu berteknologi balanced cantilever, dengan estimasi usia pakai selama 100 tahun. Dengan alasan supaya tidak mengurangi pemandangan di sekitarnya, jembatan itu tidak dibangun dengan atap di atasnya. Konstruksi jembatan itu diperkirakan tahan terhadap gempa hingga 7 skala Richter. Jembatan itu menggantikan jembatan lama yang letaknya berada 500 meter di arah selatan Jembatan Tukad Bangkung.

(19)

Diperlukan dana Rp 49 miliar lebih untuk membangun jembatan itu. Dana itu berasal murni dari APBD Provinsi Bali, dengan sistem multiyears sejak tahun 2001 lalu. Pembangunan jembatan itu sekaligus memangkas jarak di jembatan lama sepanjang 6 kilometer.Dengan adanya fasilitas berupa jembatan yang bisa mempercepat waktu tempuh menuju objek wisata Kintamani sebaiknya Jembatan tersebut dapat dikembangkan sebagai daya tarik wisata karena pada kenyataannya pada hari hari tertentu misalnya akhir pekan Jembatan ini banyak dikunjungi oleh wisatawan walaupun baru sebatas wisatawan nusantara.

Kebijakan pembangunan nasional menetapkan arahan bahwa masyarakat adalah pelaku utama penyelenggaraan pembangunan, dimana pemerintah hanya berperan untuk membina dan menciptakan lingkungan yang mendorong masyarakat meningkatkan peran sertanya dalam penyelenggaraan pembangunan (pemberdayaan masyarakat). Sejalan dengan kebijaksanaan tersebut yaitu menciptakan lingkungan yang mendorong masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan maka pengembangan areal di sekitar Jembatan Tukad Bangkung adalah sangat penting bagi terciptanya lingkungan yang memungkinkan bagi masyarakat di sekitar lokasi untuk lebih berperan dalam pembangunan.Keindahan pemandangan alam di sekitar Jembatan dapat dilihat pada Gambar 5.9.

(20)

Gambar 5.9. Jembatan Tukad Bangkung di Desa Pelaga (Sumber hasil pengamatan 07 juli 2011)

Potensi Jembatan Tukad Bangkung sebagai daerah kunjungan wisata karena keunikan daripada jembatan tersebut, walaupun pengunjung yang datang masih mayoritas wisatawan lokal atau nusantara. Kondisi ini lebih diminati oleh wisatawan. Berikut penuturan Arimbawa, seorang pengunjung asal Jimbaran.

“… Saya suka berkunjung ke jembatan ini untuk mencari ketenangan karena tidak ada jembatan seperti ini di kabupaten lain di Bali”.

(Hasil wawancara tgl 18/06/2010).

Pernyataan senada juga disampaikan oleh Steven Edward, wisatawan dari Australia.

“… That’s right. I like this place very much because it still quite, has beautiful

(21)

Pendapat kedua pengunjung baik lokal maupun asing tersebut, juga dibenarkan oleh I Nyoman Oka, seorang pramuwisata Bahasa Inggris.

“…wisatawan-wisatawan yang saya antar ke sini, kebanyakan wisatawan menyukai keindahan alam Desa Pelaga, seperti: suasananya pedesaan tidak seramai di kota, sehingga wisatawan lebih nyaman untuk berkunjung”.

(Hasil wawancara tgl 19/01/2011).

e. Bagus Agro Pelaga

Salah satu perusahaan yang mengembangkan agro di Desa Pelaga saat ini adalah Bagus Agro Pelaga. Bagus Agro Pelaga memiliki luas kawasan 18 hektar, berada pada ketinggian 650-750 meter di atas permukaan laut dan berhawa sejuk, relatif dingin pada pagi hari dan sore hari. Kondisi aksesibilitas yang dimiliki sangat baik berupa jalan raya yang mudah dicapai dengan berbagai jenis kendaraan dari berbagai arah yakni 1 jam dari Denpasar, 45 menit dari objek wisata Kintamani dan 45 menit dari Baturiti. Pada kawasan ini pengunjung dapat menikmati pemandangan perkebunan buah, sayuran dan bunga serta teknik pertanian modern sambil berekreasi dan menikmati makan siang di restoran.

travel agent yang bekerja sama dengan Bagus Agro Pelaga cukup banyak, antara lain,

Nusa Dua Bali Tour & Travel (NDBT), Japan Travel Bureau (JTB), PACTO Tour &

Travel, Bali Tour & Travel, Tour East, Quantas Holiday, FRANCOROSSO Tour & Travel, Silver Bird, KUONI dan banyak lagi travel agent lainnya yang belum

(22)

2001-2005 menunjukkan bahwa meningkatnya pertumbuhan wisatawan minat khusus

(Special Interest Travelers) diperkirakan mencapai lebih dari 10% setiap tahun

(Disparprov. Bali, 2010). Hal ini memberikan peluang yang cukup besar terhadap perkembangan Bagus Agro Pelaga untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan, karena saat ini sedang berkembang dan meningkatnya permintaan wisatawan minat khusus yang lebih memperhatikan keasrian lingkungan sekitar sesuai dengan trend pasar wisata yang ada saat ini, seperti ekowisata, agrowisata, wisata petualangan, dan pariwisata alternatif lainnya. Situasi Bagus Agro dapat kita lihat , seperti terlihat pada Gambar 5.10.

(23)

(Sumber hasil pengamatan 08/02/ 2011)

George Bronson dan Michael Duport, wisatawan dari Amerika Serikat, mengungkapkan kekaguman mereka terhadap Bagus Agro sebagai tempat yang bagus

“….besides, Bagus Agro has nice view, it also good for relaxs place”. Yes, we

frequently see some other place like this in other country, we are enjoying it”.

(Hasil wawancara tgl 20/01/2011).

f. Taman Bunga dan Tanaman Markisa di dusun Semanik

Keberadaan Desa Pelaga sebagai salah satu daerah tujuan wisata juga dipengaruhi oleh keberadaan lingkungan sekitar Desa Pelaga yang masih alami atau asri, sejuk, dan tenang sehingga membawa daya tarik tersendiri dibandingkan tempat lainnya, di dusun Semanik terdapat taman bunga dan markisa yang dibuat pada tahun 1996 seluas 7 hektar juga menjadi salah satu tempat yang harus dikunjungi oleh wisatawan karena di tempat ini wisatawan bisa melihat berbagai macam jenis bungan yang mungkin sebelumnya tidak pernah dilihat oleh wisatawan, disamping menjadi daya tarik bagi wisatawan taman bunga juga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat lokal karena untuk jenis bunga pecah seribu sangat laris di pasaran dan pengepul biasanya datang ke daerah tersebut untuk membeli bunga pecah seribu dan dipasarkan ke Denpasar. ( hasil wawancara dengan Bapak I Gusti Lanang Umbara, sebagai kepala dusun banjar Semanik). Keindahan taman bungan di dusun semanik dapat dilihat pada Gambar 5.11. dan Gambar 5.12.

(24)

Gambar 5.11. Taman Bunga di Dusun Semanik (Sumber hasil pengamatan 17 Januari 2011)

Menyangkut kondisi alam lingkungan di dusun Semanik di sekitar daerah tujuan wisata Desa Pelaga dibenarkan oleh seorang tokoh pemuda Desa Pelaga berikut ini.

“… kondisi lingkungan di sekitar Desa Pelaga masih alami. Di Semanik ada taman bunga dan pohon markisa unik dan menarik, sehingga Desa Pelaga sangat cocok dikembangkan sebagai pariwisata alternatif.

(25)

Gambar. 5.12. Pohon Markisa yang masih tumbuh subur (Sumber hasil pengamatan 17 Januari 2011)

Pernyataan yang senada disampaikan oleh Mrs Marina Atanassova, seorang wisatawan asal Inggris dan Calven Cate, wisatan asal Australia berikut ini.

“… Yes…, what I can see here, around the Pelaga village area,beautiful

flowers and passion fruits also the view still looks natural. is still green and beautiful…

(Hasil wawancara tgl 18/01/2011).

Keasrian Desa Pelaga juga menjadi daya tarik tersendiri bagi Hendra, seorang wisatawan dari Jakarta dan telah beberapa kali berkunjung ke Desa Pelaga, serta selalu menginap di salah satu penginapan di kawasan Desa ini.

(26)

“…saya sangat menikmati suasana Desa Pelaga yang masih alami dan jauh dari keramaian. Salah satu keunikan yang ada di sini adalah adanya taman bunga yang keberadaannya masih dipertahankan oleh masyarakat dan hal ini menjadi daya tarik tersendiri bagi wiatawan”.

(Hasil wawancara tgl 15/01/2011).

g. Tanaman OVOP ( One Village One Product )

Daya tarik yang lain yang terdapat di Desa Pelaga yaitu Konsep pengembangannya tanaman dengan pola OVOP (One Village One Product) bercirikan dengan kegiatan penuh kreatif, pengelolaannya berkelanjutan dengan dorongan inovasi baru disertai terus mengembangkan sumber daya manusia. Sementara itu, “Technical Mission Taiwan “mengatakan, pelaksanaan Program OVOP pada saat ini dikembangkan tujuh buah komoditi pertanian di antaranya asparagus, terong merah, tomat cerry, bunga kucay, timun jepang, kol bulat dan beby buncis. Di antara komoditi tersebut, tiga jenis bibitnya sudah dibagikan kepada petani dengan gratis yaitu bibit asparagus sebanyak 40.000 bibit, tomat cerry 2.500 bibit dan terong merah 150 pohon. Proses pembibitannya dilakukan secara khusus melalui tahapan, mulai proses pemilihan bibit, pencangkokan hingga penanaman untuk memperoleh hasil yang benar-benar nomor satu sehingga memiliki harga jual yang menjanjikan.

(27)

Adapun beberapa jenis tanaman yang ditanam di tempat ini dapat kita lihat pada beberapa gambar di bawah ini.

Gambar. 5.13. Berbagai macam tanaman di project ovop (Sumber hasil pengamatan 17 Januari 2011)

Proyek OVOP bisa menjadi daya tarik wisata juga di ungkapkan oleh Kepala Desa Pelaga, yaitu

“…ya, Program one village one product sangat bisa menjadi daya tarik wisatawan guna melengkapi daya tarik yang sudah ada di desa pelaga”.

(Hasil wawancara tgl 11/01/2011).

Gambar 5.14. memperlihatkan tanaman bellpepper atau papsicum di dalam

(28)

Gambar 5.14. Tanaman Paprika green house (Sumber hasil pengamatan 17 Pebruari 2011)

Hal lain yang juga diungkapkan dalam pernyataan beberapa pejabat desa setempat guna menguatkan pernyataan bahwa daerah tujuan wisata (DTW) Desa Pelaga memiliki potensi yang cukup besar untuk digali dan dikembangkan, salah satu pernyataan yang diungkapkan oleh salah satu tokoh masyarakat Badung Utara yang kebetulan duduk sebagai anggota DPRD Badung , yaitu :

“…Perkembangan industri pariwisata di Pelaga diharapkan bisa meningkatkan kehidupan masyarakat yang awalnya bertani dan berkebun dengan konsef yang dikembangkan adalah OVOP (One Vilage One Product)

(29)

masyarakat sudah berpartisifasi dalam pelaksanaan pembangunan di desa Pelaga dan program ini layak untuk dikembangkan sebagai daerah tujuan wisata di Kabupaten Badung”.

(Hasil wawancara tgl 11/01/2011)

Pernyataan pendukung lainnya juga mengungkapkan bahwa Desa Pelaga memiliki potensi wisata yang didukung oleh ketersediaannya fasilitas-fasilitas pendukung pariwisata salah satunya I Ketut Yuta, Kelian Br. Dinas Auman, yaitu:

“… untuk menunjang pariwisata di Desa Pelaga, sudah tersedia berbagai daya tarik yang bisa dijadikan sarana untuk menarik wisatawan supaya datang ke Desa Pelaga yaitu salah satunya OVOP…” (Hasil wawancara tgl 14/01/2011).

Gambar 5.15. Tanaman Asparagus di Desa Pelaga (Sumber hasil pengamatan 12 Januari 2011)

(30)

h. Pura Puncak Mangu

Pura Pucak Mangu mungkin sudah ada sejak zaman budaya megalitikum berkembang di Bali dengan bukti diketemukannya peninggalan Lingga yang cukup besar. Di tempat inilah I Gusti Agung Putu, pendiri Kerajaan Mengwi, melakukan tapa brata mencari keheningan pikiran setelah kalah dalam perang tanding. I Gusti Agung Putu pun menemukan jati dirinya dan bangkit lagi dari kekalahannya, terus dapat meraih kemenangan sampai dapat mendirikan Kerajaan Mengwi. Di tempat I Gst. Agung Putu bertapa brata itulah Pura Pucak Mangu kembali dipugar dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan umat Hindu yang terus berkembang.

Gunung Mangu ini terletak di sebelah timur laut Danau Beratan. Gunung ini juga bernama Pucak Beratan, Pucak Pengelengan, dan Pucak Tinggan. Orang dari Desa Beratan menyebut gunung tersebut Pucak Beratan. Sedangkan orang yang dari Desa Tinggan menyebutnya Pucak Tinggan. Karena umat di Desa Tinggan-lah yang ngempon aci-aci di Pura Pucak Mangu tersebut. Nama Pucak Pengelengan menurut penuturan keluarga Raja Mengwi bahwa saat I Gusti Agung Putu bertapa di Pucak Mangu, Batara Pucak Mangu menulis (ngerajah) lidahnya. Setelah itu I Gusti Agung Putu disuruh ngelengan (melihat kesekeliling). Mana daerah yang dilihat dengan terang itulah nanti daerah kekuasaannya. Karena itulah Pucak Mangu ini juga disebut Pucak Pengelengan.

Di Pucak Mangu ini terdapat sebuah pura dengan ukuran 14 x 24 meter. Di dalamnya ada beberapa pelinggih dan bangunan yang bernilai sejarah kepurbakalaan.

(31)

Bahannya dari batu alam lengkap dengan bentuk segi 4 (Brahma Bhaga), segi delapan (Wisnu Bhaga) dan bulat panjang (Siwa Bhaga).

Menurut para ahli purba kala, Lingga ini sejaman dengan Lingga di Pura Candi Kuning. Para ahli memperkirakan penggunaan Lingga dan Candi sebagai media pemujaan di Bali berlangsung dari abad X - XIV. Setelah abad itu pemujaan di Bali menggunakan bentuk Meru dan Gedong. Kapan tepatnya Pura Pucak Mangu ini didirikan belum ada prasasti atau sumber lainnya dengan tegas menyatakannya. Sampai tahun 1896 saat runtuhnya Kerajaan Mengwi tidak ada tercatat dalam sejarah bahwa Pura Pucak Mangu direstorasi. Tahun 1927 akibat gempa yang dhasyat Pura Pucak Mangu ikut runtuh. Pura tersebut baru direstorasi tahun 1934 - 1935. Tahun 1978 terjadi angin kencang lagi yang merusak pelinggih dan bangunan lainnya. Pada tahun itu juga pura tersebut direstorasi kembali.

(sumber http://www.mail-archive.com/hindu-dharma@itb.ac.id/msg00963.html. tanggal 16 pebruari 2011 ).

Dari pemaparan tentang keberadaan pura Pucak Mangu maka sangat potensial sekali untuk dikembangkan menjadi daya tarik untuk menambah daftar tempat – tempat yang layak dikunjungi di Desa Pelaga.

5.1.4 Kelembagaan (anciliarry)

Kelembagaan (anciliarry) yang dimaksud dalam hal ini adalah jasa-jasa pandukung wisata yang disediakan oleh pemerintah atau swasta maupun swadaya masyarakat setempat guna menunjang pengembangan pariwisata di daerah tersebut.

(32)

Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan menunjukan bahwa di daerah tujuan wisata (DTW) Desa Pelaga sudah terdapat beberapa lembaga penunjang pariwisata di Desa ini. Adapun lembaga-lembaga penunjang pariwisata tersebut antara lain sebagai berikut.

a. Lembaga Penyelenggara Pemerintahan Desa

Lembaga Penyelenggaraan Pemerintahan Desa terdiri dari Kepala Desa dan Perangkat Desa. Kepala Desa memiliki tugas untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Dalam melaksanakan tugasnya Kepala Desa memiliki kewenangan :

1. Memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama BPD.

2. Mengajukan rancangan peraturan desa.

3. Menetapkan peraturan desa yang telah mendapat persetujuan bersma BPD.

4. Menyusun dan mengajukan rancangan peraturan desa mengenai APB Desa untuk dibahas dan ditetapkan bersama BPD.

5. Membina kehidupan masyarakat desa. 6. Membina perekonomian desa.

7. Mengkoordinasikan pembangunan desa secara partisifatif.

(33)

8. Mewakili desanya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

9. Melaksanakan kewenangan lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

b. Badan Permusyawaratan Desa

Badan permusyawaratan desa berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. Anggota BPD adalah wakil dari kepala desa, desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat. BPD mempunyai wewenang sebagai berikut.

1. Mambahas rancangan peraturan

desa bersama kepala desa.

2. Melaksanakan pengawasan

terhadap pelaksanaan peraturan desa dan peraturan kepala desa.

3. Mengusulkan pengangkatan dan

pemberhentian kepala desa.

4. Membentuk panitia pemilihan

kepala desa.

5. Menggali, menampung,

menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat.

(34)

c. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM)

Lembaga Pemberdayaan Masyarakat memiliki fungsi sebagai berikut. 1. Penampung dan penyaluran aspirasi masyarakat.

2. Penanaman dan pemupukan rasa persatuan dan kesatuan masyarakat dalam kerangka memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3. Peningkatan kualitas dan percepatan pelayanan pemerintahan kepada masyarakat.

4. Penyusunan rencana, pelaksana dan pengelola pembangunan serta pemanfaatan, pelestarian dan pengembangan hasil-hasil pembangunan secara partisipatif.

5. Penumbuhkembangan dan penggerak prakarsa dan partisipasi serta swadaya gotong royong masyarakat.

6. Penggali, pendayagunaan dan pengembangan potensi sumber daya keserasian lingkungan hidup.

7. Pengembangan kreatifitas, pencegahan kenakalan, penyalahgunaan obat terlarang (Narkoba) bagi remaja.

8. Pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan keluarga. 9. Pemberdayaan dan perlindungan hak politik masyarakat dan

(35)

10. Pendukung media komunikasi, informasi, sosialisasi antara pemerintah desa/kelurahan dan masyarakat.

d. Pertahanan Sipil (Hansip)

Hansip merupakan singkatan dari Pertahanan Sipil. Lembaga ini termasuk lembaga pramiliter yang ada di Indonesia. Hansip dibentuk dengan dua tujuan, yaitu sebagai komponen khusus pendukung Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam keadaan perang, dan menangani bencana. Jika diperhatikan, dalam konteks ini Hansip seakan-akan menjadi bagian atau underbouw TNI. Tapi, pada kenyataannya misi Hansip tetap melindungi hak-hak masyarakat sipil dan aset-asetnya pada situasi perang ataupun saat terjadi bencana. Kenyataan yang ada peran Hansip di Desa Pelaga banyak dibantu oleh Pecalang yang cenderung memiliki peran yang dominan dibandingkan dengan Hansip.

e. Pendidikan Kesejahteraan Keluarga (PKK)

Pendidikan Kesejahteraan Keluarga (PKK) merupakan salah satu organisasi kewanitaan di tingkat desa yang beranggotakan ibu-ibu rumah tangga yang ada di lingkungan Desa Pelaga. Tugas PKK adalah sebagai berikut.

1. Merencanakan, melaksanakan dan membina pelaksanaan program-program kerja PKK sesuai dengan keadaan dan kebutuhan masyarakat.

(36)

2. Menghimpun, menggerakkan dan membina potensi masyarakat khususnya keluarga untuk terlaksananya program-program PKK.

3. Memberikan bimbingan, motivasi dan memfasilitasi Tim Penggerak PKK/kelompok-kelompok PKK dibawahnya.

4. Menyampaikan laporan tentang pelaksanaan tugas kepada Ketua Dewan Penyantun Tim Penggerak PKK pada jenjang yang sama dan kepada Ketua Tim Penggerak PKK setingkat diatasnya.

5. Mengadakan Supervisi, Pelaporan, Evaluasi dan Monitoring (SPEM) terhadap pelaksanaan program-program pokok PKK.

f. Karang Taruna Desa

Karang Taruna adalah Organisasi Sosial wadah pengembangan generasi muda yang tumbuh dan berkembang atas dasar kesadaran dan tanggung jawab sosial dari, oleh, dan untuk masyarakat terutama generasi muda di wilayah desa/kelurahan atau komunitas adat sederajat dan terutama bergerak dibidang usaha kesejahteraan sosial yang memiliki tugas pokok secara bersama-sama dengan Pemerintah dan komponen masyarakat lainnya untuk menanggulangi berbagai masalah kesejahteraan social terutama yang dihadapi generasi muda, baik yang bersifat preventif, rehabilitatif maupun pengembangan potensi generasi muda di lingkungannya.

(37)

g. Lembaga Jasa Pengelola Parkir

Di daerah tujuan wisata(DTW) di beberapa tempat kunjungan wisata sudah terdapat lembaga jasa pengelola parkir, keberadaan lembaga ini berfungsi untuk mengatur arus kendaraan yang masuk dan keluar dari kawasan wisata dan juga berfungsi untuk menarik retribusi parkir di kawasan desa ini. Lembaga jasa pengelola parkir tersebut dibentuk oleh Desa Pekraman dengan menunjuk sekelompok warganya yang diberi tugas dan tanggung jawab untuk mengatur parkir dan menarik retribusi bagi wisatawan yang datang ke DTW ini dengan menggunakan kendaraan baik roda dua maupun roda empat seperti terlihat pada Gambar 5.16.

Gambar 5.16. Kondisi parkir di salah satu tempat di Desa Pelaga (Sumber hasil pengamatan 21 November 2010)

(38)

“…Lembaga jasa pengelola parkir tersebut dibentuk oleh Desa Pekraman dengan menunjuk sekelompok warganya yang diberi tugas dan tanggung jawab untuk mengatur parkir dan menarik retribusi bagi wisatawan yang datang ke DTW ini dengan menggunakan kendaraan baik roda dua maupun roda empat. Dari hasil pungutan distribusi ini, 20 % disumbangkan ke Desa Adat Pelaga, 20 % untuk dana punia ke Pura, dan 60% untuk biaya operasional”.(Hasil wawancara tgl 21/11/2010). 5.2 Dukungan Masyarakat Lokal Terhadap Pengembangan Pariwisata

Alternatif di Desa Pelaga

Deskripsi mengenai berbagai potensi wisata yang terdapat di Desa Pelaga telah diuraikan dalam bab sebelumnya. Pada bab ini, akan memaparkan keterlibatan masyarakat lokal dalam perencanaan dan pengelolaan di setiap tempat tujuan wisata yang terdapat di Desa Pelaga, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung.

Dalam setiap upaya pengembangan kawasan wisata dan daya tarik wisata, keterlibatan masyarakat khususnya masyarakat lokal mutlak diperlukan. Keterlibatan masyarakat bertujuan untuk membantu memberdayakan sumber daya masyarakat dengan memberikan peluang pekerjaan atau membuka lapangan kerja bagi masyarakat lokal, menghindari munculnya konflik kepentingan antara masyarakat lokal dengan pihak pengembang daya tarik wisata, kesenjangan sosial, dan exploitasi sumber daya alam dan budaya-budaya masyarakat lokal secara berlebihan. Hal ini merupakan upaya baik yang dilakukan agar kehidupan masyarakat lokal dapat meningkatkan kesejahteraannya. Tingkat keterlibatan masyarakat lokal dalam suatu

(39)

daya tarik wisata yaitu dengan adanya daya tarik wisata lain yang relatif berbeda yang disebabkan karena bervariasinya kompetensi sumber daya manusia (SDM) masyarakat lokal dalam suatu pengembangan daya tarik wisata. Pemberdayaan masyarakat lokal merupakan upaya strategi untuk melatih kemandirian masyarakat lokal ikut terlibat dalam industri pariwisata. Usaha ini dapat dimulai dari usaha kecil-kecil atau dari level manajemen yang paling bawah. Pada akhirnya untuk di masa yang akan datang baik kuantitas dan kualitas sumber daya masyarakat lokal mampu bersaing dengan tenaga kerja dari luar daerah dan tenaga kerja asing.

5.2.1 Dukungan dan Keterlibatan Masyarakat dalam Perencanaan dan Pengembangan Air Terjun Nungnung sebagai pariwisata alternatif

Keberhasilan pengembangan sebuah daya tarik wisata sangat tergantung dari berbagai faktor. Salah satunya adalah adanya dukungan atau partisipasi masyarakat lokal dimana daya tarik wisata tersebut dikembangkan. Keterlibatan masyarakat lokal dalam konteks ini mengandung pengertian bahwa pengembangan sebuah daya tarik wisata hendaknya dikembangkan dari, oleh, dan, untuk masyarakat yang berada di sekitar Air Terjun Nungnung.

Keterlibatan masyarakat lokal mutlak diperlukan dalam rangka menentukan arah pengembangan sebuah daerah tujuan wisata, membantu memberdayakan sumber

(40)

daya masyarakat dengan memberikan pekerjaan atau membuka lapangan kerja untuk masyarakat lokal, menghindari munculnya konflik kepentingan antara masyarakat lokal dengan pihak pengembang daya tarik wisata, menghindari terjadinya kesenjangan sosial, dan sebagai lembaga kontrol dalam exploitasi sumber daya alam dan budaya-budaya masyarakat lokal secara berlebihan. Tingkat keterlibatan masyarakat lokal di suatu daya tarik wisata dengan daya tarik wisata yang lain akan berbeda tergantung pada kemampuan sumber daya manusia (SDM) masyarakat lokal di daerah pengembangan daya tarik wisata.

Pesatnya perkembaangan industri pariwisata secara global menuntut penyediaan sumber daya manusia yang handal, terampil, memiliki pengetahuan luas dan bersikap ramah tamah serta sopan santun. Pemberdayaan masyarakat lokal merupakan strategi untuk melatih kemandirian masyarakat lokal untuk ikut terlibat dalam industri pariwisata. Usaha ini dapat dimulai dari usaha kecil-kecil atau dari level manajemen yang paling bawah. Pada akhirnya untuk di masa yang akan datang baik kuantitas dan kualitas sumber daya masyarakat lokal mampu bersaing dengan tenaga kerja dari luar daerah dan tenaga kerja asing.

Berdasarkan hasil penelitian lapangan terhadap berbagai komponen masyarakat yang ada di Desa Pelaga yang, menunjukkan sudah tampak adanya keterlibatan masyarakat lokal dalam perencanaan pengembangan daerah tujuan wisata di Desa Pelaga. Adapun bentuk konkrit keterlibatan masyarakat lokal Desa Pelaga yang mewilayahi beberapa tempat kunjungan wisata tersebut dapat dilihat dari

(41)

pengelola DTW Air Terjun Nungnung.

“…..masyarakat di sekitar Air Terjun Nungnung di ajak atau dilibatkan dalam proses perencanaan pengembangan, ini terbukti pada waktu pembuatan jalan menuju daerah tujuan wisata, sebelunmnya kami di ajak bermusyawarah”. (Hasil wawancara Tanggal 29/01/2011)

5.2.2 Keterlibatan Masyarakat Lokal dalam Perencanaan pengembangan Ekowisata Kiadan di Desa Pelaga

Salah satu perencanaan yang akan dilakukan dalam suatu daya tarik wisata yaitu penyediaan suatu kerangka yang memungkinkan adanya penambahan fasilitas-fasilitas pariwisata yang bisa menunjang kenyamanan dan keamanan bagi wisatawan. Selain perencanaan penambahan pembangunan fasilitas-fasilitas pariwisata, perencanaan lain yang dilakukan adalah perencanaan penyediaan dan pengembangan sumber daya manusia khususnya sumber daya manusia yang diambil dari masyarakat lokal. Perencanaan sumber daya manusia yang diambil dari masyarakat lokal. Perencanaan sumber daya manusia memegang peranan yang sangat penting dan dijadikan sebagai penentu sukses atau tidaknya pengembangan daya tarik wisata Desa Pelaga.

Sejak awal dikenalnya Ekowisata Kiadan di Desa Pelaga sebagai salah satu daerah tujuan wisata di Kecamatan Petang, Kabupaten Badung, masyarakat lokal

(42)

sudah diajak berpartisipasi atau di libatkan oleh pemerintah hal ini dapat dibuktikan dengan adanya pelatihan awal mengenai ekowisata yang diambil dari penduduk di banjar Kiadan serta pemanfaatan rumah rumah penduduk sebagai tempat tinggal wisatawan menginap dan juga pemandu wisata juga memanfaatkan pemuda Desa Kiadan. Hal ini disampaikan oleh Kepala Dusun Banjar Kiadan sebagai berikut.

“…Dari tahap awal perencanaan dan pengembangan Ekowisata ini, masyarakat selalu diajak berkoordinasi baik dalam pembangunan fasilitas pendukung pariwisata di daerah Banjar Kiadan, Pemerintah Kabupaten Badung selalu melibatkan aparat desa dan masyarakat Banjar Kiadan dalam membuat kebijakan”.

(Hasil wawancara tgl 08/01/2011).

Fakta umum menunjukkan bahwa dalam pengembangan Ekowisata diiringi oleh peningkatan jumlah fasilitas dan sarana pariwisata seperti tempat makan bagi wisatawan yang memanfaatkan tempat umum yang dimiliki oleh Banjar Kiadan dan tenaga yang melayani menggunakan murni tenaga lokal yang telah dilatih keterampilannya. Keterlibatan masyarakat juga dapat dilihat dari pengadaan fasilitas Ekowisata berupa jalan setapak atau jalur trakking dimana masyarakat secara sukarela mengorbankan tanahnya untuk dimanfaatkan sebagai jalan. Hal ini dapat kita lihat pada gambar 5.17 sebagai berikut.

(43)

Gambar 5.17. Jalan yang digunakan untuk trakking di Ekowisata Kiadan (Sumber hasil pengamatan 29 Januari 2011)

Hal serupa juga dikatakan oleh pemandu wisata lokal yang merupakan pemuda dari Banjar Kiadan.

“ ….Dalam hal partisipasi masyarakat sangat baik, ini dapat dibuktikan dalam kesediaan masyarakat yang mengorbankan tanahnya sedikit untuk jalan setapak sebagai jalur trakking”. ( Hasil wawancara tanggal 29/01/2011)

Kegiatan Ekowisata ini benar benar melibatkan masyarakat termasuk kebutuhan akomodasi berupa penginapan disediakan oleh penduduk sekitar Daerah Tujuan Wisata (DTW) Ekowisata Kiadan.

(44)

Peternakan Sapi di Dusun Tiyingan

Keberadaan peternakan sapi di Banjar Tiyingan merupakan salah satu potensi pendukung pengembangan Desa Pelaga sebagai daya tarik wisata. Peternakan sapi dilakukan oleh penduduk setempat dengan cara membentuk kelompok – kelompok ternak.Dengan demikian maka keterlibatan masyarakat dalam proses pengadaan kelompok ternak ini sangat jelas karena yang dilakukan langsung oleh masyarakat atau peternak di banjar Tiyingan. Penggunaan teknologi juga diterapkan di setiap kelompok peternakan ini dapat dilihat dengan adanya pengguanaan biogas untuk bahan bakar sebagai pengganti kayu bakar, dan air kencing dari sapi dimanfaatkan untuk bahan pembuatan pupuk organik. Mengenai peran keterlibatan masyarakat tiyingan dapat dilihat dari pendapat I Nyoman Darmawan selaku pengusaha penggemukan sapi sebagai berikut.

“… dalam konsep pengelolaan ternak ini, kami sebagai masyarakat Tiyingan ikut berpartisipasi penuh untuk pengembangan peternakan yang ada di banjar Tiyingan Desa Pelaga “.

(Hasil wawancara tgl 08/01/2011)

5.2.4 Keterlibatan masyarakat dalam perencanaan dan pengembangan Jembatan Tukad bangkung di Desa Pelaga

(45)

sangat besar bagi kehidupan masyarakat di sekitar Jembatan tersebut, bukan hanya dari segi transportasi yang lancar tetapi juga masalah waktu tempuh yang begitu mudah dan cepat. Masyarakat di sekitar Jembatan Tukad Bangkung sangat diperhatikan oleh pemerintah dalam hal perencanaan dan pengembangannya. Hal ini dapat dilihat dari pendapat salah satu tokoh masyarakat Badung Utara, sebagai berikut.

“… Mengenai peran serta masyarakat dengan keberadaan Jembatan Tukad Bangkung, masyarakat selalu diajak berkoordinasi karena keberadaan jembatan tersebut untuk kesejahteraan masyarakat yang ada di sekitar Jembatan juga…“.

(Hasil wawancara tgl 08/02/2011)

Pembangunan Jembatan ini memang membawa berkah bagi masyarakat sekitar jembatan, hal ini dapat kita lihat dari berdirinya tempat belanja yang layak yang menyediakan berbagai macam kebutuhan pokok atau juga disebut toko serba ada, ini merupakan wujud nyata keterlibatan masyarakat dalam pengembangan Jembatan Tukad bangkung, dan dapat kita lihat pada gambar 5.18. di bawah ini.

(46)

Gambar 5.18. Toko Serba ada di sekitar Jembatan Tukad Bangkung (Sumber hasil pengamatan 29 Januari 2011)

Masyarakat di sekitar Jembatan Tukad bangkung juga aktif terlibat dalam bidang keamanan yaitu dengan melibatkan lembaga adat berupa pecalang,serta dalam urusan parkir tenaga lokal digunakan untuk menjaga kenyamanan pengunjung.

5.2.5 Keterlibatan Masyarakat di Bagus Agro Pelaga

Keberadaan Bagus Agro Pelaga tidak lepas dari peran serta masyarakat sekitar Banjar Pelaga yang merupakan lokasi dari Bagus Agro itu sendiri. Kegiatan yang dilakukan di sana adalah berhubungan dengan agrobisnis yang mana merupakan sektor yang memiliki prospek yang sangat cerah untuk mendukung perekonomian

(47)

penduduk lokal minimal dapat contoh cara bercocok tanam yang lebih modern dan bisa menghasilkan produksi panen yang lebih dari sebelumnya. sektor ini dapat dikembangkan secara intensif bila dikelola secara profesional, berorientasi pasar dan memperhatikan 3 (tiga) faktor yaitu:

1. Kontinyuitas produk

2. Konsistensi kualitas produk 3. Konsistensi harga

Bagus Agro Pelaga telah menetapkan untuk ruang lingkup Bali, bahwa agro bisnis dapat dikelola dengan dua sasaran, yaitu: sebagai profit centre dan sebagai objek dan daya tarik wisata. Sebagai profit centre, secara independen agrobisnis harus menghasilkan dan memberikan manfaat ekonomi bagi pengelolanya. Sebagai agrobisnis yang berorientasi pasar, maka tidak perlu bergantung sepenuhnya pada sektor pariwisata karena produk yang dihasilkan dapat dijual kepada konsumen lokal, nasional maupun untuk diekspor.

Sasaran kedua adalah agrobisnis yang disinergikan dengan pariwisata. Dimana bentuk sinergi pertama adalah memproduksi berbagai jenis buah, sayur, bunga dan tanaman hias yang banyak diperlukan hotel dan restoran. Bentuk sinergi kedua adalah menata perkebunan dan tanaman pertanian dengan sentuhan estetika tinggi sehingga layak dijadikan sebagai daya tarik wisata. Sehingga secara tidak langsung akan memberikan nilai tambah (added value) karena dapat dikemas sedemikian rupa dan dimasukkan ke dalam paket-paket wisata yang dapat dijual oleh tour operator.

(48)

Ketika agrobisnis sudah dijadikan daya tarik wisata, jadilah ia agrowisata, yakni suatu jenis wisata yang memanfaatkan sektor pertanian sebagai daya tarik utama. Untuk menggabungkan agrowisata diperlukan sumber daya manusia tangguh yang merupakan gabungan dari orang-orang yang ahli dalam bidang pertanian dan bidang pariwisata.

Bagus Agro Pelaga di dalam pengembangannya selalu berkoordinasi dan melibatkan masyarakat atau penduduk lokal misalnya tenaga kerja yang digunakan disana 75% merupakan penduduk yang berasal dari sekitar Bagus Agro.Seperti yang dikatakan oleh Bapak I Made Terima selaku Kepala Dusun Banjar Pelaga sebagai berikut petikan hasil wawancara dan gambar 5.22.

“… Sejak berdirinya Bagus Agro disini, penduduk mendapat tambahan ilmu dalam bidang pertanian dan lapangan kerja juga terbuka karena hampir 75% tenaga kerja Bagus Agro berasal dari lingkungan dusun Pelaga“.

(Hasil wawancara tgl 08/01/2011)

5.2.6 Dukungan Masyarakat terhadap keberadaan Taman Bunga dan Tanaman Markisa di Banjar Semanik

Desa Pelaga memang memiliki beragam daya tarik yang bisa dikemas menjadi destinasi wisata salah satunya yaitu keberadaan taman Bunga dan Kebun markisa yang terdapat di Banjar Semanik. Di dalam pelaksanaannya dapat memberikan

(49)

kontribusi secara kontinyu terhadap masyarakat setempat serta memberdayakan masyarakat setempat dengan memperhatikan beberapa hal sebagai berikut.

a. Memprioritaskan pemanfaatan tenaga kerja lokal sesuai dengan keahlian. Pengelolaan Tanaman Bunga yang berbasis partisipasi masyarakat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kepala Dinas Pariwisata Kadisparda Kabupaten Badung Cokorda Raka Darmawan, SH. Msi, sebagai berikut.

“melalui pengembangan Pariwisata yang berbasiskan pada masyarakat (comunity base tourism). Dalam konteks ini maka yang saat ini tengah dikembangkan adalah pariwisata pedesaan dengan menjadikan aktifitas keseharian masyarakat baik sebagai petani, peternak serta atraksi yang ada di desa sebagai daya tarik wisata”.( Hasil wawancara tanggal 01 Pebruari 2011).

b. Memprioritaskan pemanfaatan produk lokal untuk operasional Taman Bunga dan tanaman Markisa.

Dari hasil observasi, pemanfaatan produk lokal untuk operasional objek sudah dilaksanakan. Dimana bambu dan Keperluan lainnya sudah memanfaatkan produk lokal setempat.

c. Pembangunan perlu mendapat persetujuan masyarakat dan lembaga adat. Menurut informasi dari Kepala Dusun Semanik, awal pengembangan Taman Bunga dan Markisa telah mendapat persetujuan masyarakat setempat. Proses pengambilan keputusan telah dilakukan musyawarah yang melibatkan tokoh masyarakat setempat dan hasilnya telah juga disosialisasikan.

(50)

“ …..masyarakat selalu diajak untuk bermusyawarah dalam perencanaan maupun pemeliharaan taman bunga Semanik dan Markisa, biasanya dilaksanakan setiap ada sangkepan/pertemuan di balebanjar …”

( Hasil wawancara 28/01/2011)

5.2.7 Dukungan masyarakat terhadap tanaman OVOP (One Village One Product) sebagai pariwisata alternatif

Kita Sebagai negara berkembang selalu belajar dan meniru hal hal positif dari Negara maju dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi budaya, contoh dalam hal ini adalah keberhasilan Provinsi Oita, Jepang melaksanaan One Village One Product

(OVOP) sebagai suatu gerakan revitalisasi daerah untuk mencari atau menciptakan

apa yang menjadi merk daerah, lalu meningkatkan isi dan mutunya sehingga dapat diterima dan diakui nilainya secara nasional dan internasional. Latar belakang progam OVOP dalam rangka menghidupkan kembali vitalitas di perdesaan, dengan membangkitkan kegiatan ekonomi yang sesuai dengan skala dan ukuran perdesaan tersebut, di samping untuk mengurangi rasa ketergantungan masyarakat desa yang terlalu tinggi terhadap pemerintah daerah dan perlu menciptakan inisiatif dan semangat revitalisasi dalam masyarakat desa. Keberhasilan program OVOP seharusnya pemerintah daerah dapat memanfaatkan semua potensi yang ada melalui:

(51)

(2) Pejabat berwenang dalam hal ini departemen pertanian langsung turun lapangan untuk mengawal konsep OVOP.

(3) Memanfaatkan media massa khususnya TV untuk membangkitkan pelaksanaan

OVOP.

(4) Pemerintah daerah mempersiapkan berbagai lembaga kajian dan laboratoriuim untuk mendukung upaya promosi produk yang khas desa.

(5) Membentuk pondok belajar (pusat latihan) di beberapa tempat untuk menghasilkan pemimpin lokal yang menjadi pelopor dan penggerak OVOP di desa.

(6) Pemerintah daerah berusaha memperkenalkan informasi produk-produk khas

OVOP kepada masyarakat di dalam dan luar Daerah Badung.

Dalam kegiatan ovop yang dilakukan di Desa Pelaga selalu melibatkan masyarakat lokal, semua karyawan berasal dari daerah Pelaga hanya ada 3 orang tenaga ahli yang berasal dari luar daerah pelaga. Keadaan ini juga disampaikan oleh Mr. Su,Tien-Chi tenaga ahli ovop yang berasal dari Taiwan,seperti penuturan berikut ini.

“ …..Yes We do involved local community in this project because the majority staff

from here…”

( Hasil wawancara 28/01/2011)

Hal yang sama juga dikatakan oleh Bapak Kepala Desa Pelaga I Made Ordin,

Mengenai dukungan dan kerja sama masyarakat dengan manajemen ovop dapat kita lihat melalui petikan hasil wawancara sebagai berikut.

(52)

“..bahwa kerja sama yang baik sudah ada sebelum dan sesudah proyek ovop ,sosialisasi dilakukan kelapisan paling bawah yaitu para kelompok tani dengan kehadiran program ini sangat disambut dengan baik oleh masyarakat desa Pelaga demi kemajuan pertanian sehingga para pemuda tidak lagi berbondong-bondong ke kota untuk mencari pekerjaan…”

( Hasil wawancara 28/01/2011)

5.2.8 Dukungan Masyarakat Terhadap Potensi Pura Pucak Mangu sebagai Pariwisata Alternatif

Aktifitas ritual keagamaan yang dilakukan oleh masyarakat setiap setahun sekali memprioritaskan pemanfaatan tenaga kerja lokal sesuai dengan keahlian.

Pengelolaan objek wisata Pura Pucak Mangu selama ini diserahkan kepada masyarakat setempat melalui pengemong Pura Pucak Mangu. Jadi tenaga kerja lokal sudah dimaanfaatkan secara intensif walaupun belum maksimal dalam pengelolaan wisata di kawasan ini. Kedepannya pengelolaan objek wisata eko-spiritual Pura Pucak Mangu juga akan menuju ke arah pengelolaan yang berbasis partisipasi masyarakat. Prinsip peka dan menghormati nilai-nilai sosial budaya dan tradisi keagamaan masyarakat setempat dan pembangunan dan operasional disesuaikan dengan tata krama, norma setempat dan kearifan lokal.

Dari hasil observasi dan wawancara dengan beberapa penduduk setempat, pembangunan objek wisata Pura Pucak Mangu dengan wisata eko-spiritualnya tidak

(53)

kepariwisataan selama ini menyesuaikan dengan kebiasaan dan tradisi masyarakat yang ada di sekitar Pura Pucak Mangu. Seperti yang diutarakan oleh I Nyoman darsa selaku Kelian Banjar Dinas Tinggan Desa Pelaga sebagai berikut.

“Selama ini tidak ada permasalahan dalam pengelolaan Pura Pucak Mangu, jika ditinjau dari tata krama dan adat istiadat yang berlaku disini. Terdapat beberapa aturan yang harus diikuti oleh wisatawan jika masuk pura. Seperti menggunakan kamen (kain) dan senteng (selendang) atau wanita yang sedang datang bulan tidak diijinkan masuk”. (Wawancara tanggal 6 Pebruari 2011)

5.3 Strategi Pengembangan Pariwisata Alternatif di Desa Pelaga

Setelah mengetahui gambaran perkembangan wilayan Desa Pelaga sebagai daerah yang memiliki tempat yang cukup mendukung untuk sebuah pengembangan Desa Pelaga sebagai pariwisata alternatif, namun belum tampak adanya perkembangan yang berarti, maka perlu adanya strategi pengembangan daerah tujuan wisata ini untuk masa-masa mendatang. Strategi pengembangan ini diharapkan mampu memberikan solusi alternatif guna pengembangan pariwisata didaerah ini. Adapun strategi yang dimaksud diperoleh dari hasil analisis SWOT, dengan memadukan antara faktor-faktor internal yakni strengths (kekuatan-kekuatan) dan Weaknesses (kelemahan-kelemahan), dengan faktor-faktor eksternal yakni Opportunities (peluang-peluang ) dan Treaths (Tantangan-tantangan).

(54)

5.3.1 Kekuatan (Strength) Wilayah Desa Pelaga

Sebagai wilayah pengembangan pariwisata, Desa Pelaga memiliki kekuatan-kekuatan (strengths) yang dapat dijadikan modal pengembangan wilayah ini. Berdasarkan hasil pengolahan data di lapangan, nampak beberapa kekuatan-kekuatan yang dimiliki wilayah ini diantaranya sebagai berikut.

a. Potensi sumber daya alam

Potensi sumber daya alam yang dimiliki Desa Pelaga cukup mengesankan. Pemandangan alam desanya yang indah, adanya air terjun yang indah dan alami,Agrowisata, keindahan taman bunga Semanik,keunikan Jembatan Tukad Bangkung yang tinggi, adanya kegiatan pertanian berupa berbagai macam tanaman unggulan yang dikembangkan oleh pemerintah melalui program ovop, kesejukan udaranya karena berada pada dataran tinggi,kegiatan ekowisata kiadan yang berbasis kemasyarakatan,keindahan pura pucak mangu semua ini merupakan aset dan menjadi bukti bahwa potensi sumber daya alam di daerah ini cukup potensial untuk dikembangkan menjadi daerah tujuan wisata alternatif.

(55)

Desa Pelaga merupakan salah satu lokasi yang memiliki nilai budaya Hindu yang tinggi, wilayah ini memiliki aset budaya yang cukup beragam. Desa Pelaga juga mampu menghasilkan berbagai atraksi wisata terutama menyangkut kegiatan spiritual/keagamaan masyarakat sekitarnya yang dapat dijadikan modal dalam pengembangan pariwisata di daerah ini, karena sesuai dengan konsep pengembangan pariwisata Bali yang berbasiskan pada budaya.

c. Adanya dukungan sumber daya manusia

Kemampuan sumber daya manusianya khususnya untuk kepentingan pariwisata, ternyata cukup mendukung. Hal ini terbukti dari adanya Ekowisata Kiadan yang memanfaatkan tenaga lokal, yang sementara kebanyakan bekerja di luar desa mereka misalnya bekerja di Daerah Kuta dan Nusa Dua . Sumber daya manusia bidang pariwisata ini tercipta baik melalui lembaga pelatihan formal seperti sekolah-sekolah pariwisata, kursus-kursus, maupun secara tidak formal melalui praktek kerja langsung di lapangan.

d. Adanya dukungan masyarakat

Salah satu pilar pariwisata dalam konsep stakes holders pariwisata yakni masyarakat lokal (host) sudah terpenuhinya. Masyarakat Desa Pelaga menyambut dengan amat positif pembangunan serta pengembangan pariwisata di desa yang bersangkutan. Dimana pada awal perencanaan pengembangan

(56)

desa tersebut menaruh harapan besar akan kemajuan mereka dalam pariwisata, seperti yang terjadi daerah lainnya di Bali.

e. Lokasi strategis

Lokasi Desa Pelaga berada dikawasan pegunungan bagian utara dari kabupaten Badung khususnya kecamatan Petang secara geografis lokasinya sangat memadai untuk dijadikan tempat wisata yang berintegrasi dengan pengembangan wisata lainnya. Karena sudah tersedianya berbagai amenitas pariwisata Berbagai amenitas untuk mendukung kegiatan pariwisata telah tersedia diwilayah ini. Yakni fasilitas pariwisata ini meliputi fasilitas umum seperti tempat parkir, listrik, air PAM, wantilan, WC umum, merupakan beberapa contoh fasilitas umum pendukung kegiatan pariwisata yang sudah ada yang walaupun belum memadai sebagai standar fasilitas pariwisata. Namun fasilitas ini juga merupakan salah satu kekuatan yang dimiliki wilayah ini.

5.3.2 Kelemahan (Weakness) Wilayah Desa Pelaga

Di samping adanya kekuatan-kekuatan yang dimiliki Wilayah Desa Pelaga, berbagai sisi kelemahannyapun ada. Kelemahan-kelemahan ini merupakan hal-hal yang tidak dimiliki atau tidak ada diwilayah tersebut.

(57)

Kelemahan-kelemahan ini merupakan faktor internal disamping kekuatan-kekuatan yang dimiliki.

Berdasarkan hasil dari pengolahan data yang telah dikumpulkan di lapangan, maka dapat digambarkan kelemahan-kelemahannya adalah sebagai berikut.

a. Belum adanya

lembaga pengelolaan pariwisata

Lembaga pengelola pariwisata seharusnya setiap tempat yang menjadi daya tarik wisata yang tersebar di Desa Pelaga khususnya lembaga pengelola seharusnya sudah ada, namun kenyataan yang ada di lapangan hanya beberapa tempat yang sudah ada seperti ekowisata di Banjar kiadan, Bagus Agro Pelaga, Air Terjun Nungnung. Sedangkan di tempat lainnya lembaga pengelolaan ini sampai sekarang belum dibentuk. Dengan belum adanya lembaga pengelola di setiap tempat yang menjadi daya tarik maka sistem pengelolaannya menjadi tidak optimal. Sehingga pengembangan pariwisata diwilayah ini menjadi tidak terarah, dan pada akhirnya hanya jalan di tempat.

b. Beberapa potensi

(58)

Beberapa potensi belum tergarap yang mana sesungguhnya memiliki potensi yang dapat dikembangkan untuk tujuan menunjang pariwisata. Namun potensi tersebut belum mampu digarap atau dimanfaatkan secara optimal. Seperti contoh, keberadaan SMKN 1Petangsemestinya bisa bersinergi dengan kepentingan pengembangan Pariwisata tetapi nyatanya yang ada hanya jurusan pertanian .

c. Keterbatasan dana

Terbatasnya dana yang ada dalam pengembangan pariwisata ini juga merupakan kelemahan yang dimiliki. Sampai saat ini belum ada masyarakat lokal yang berminat menanamkan modalnya untuk membangun pariwisata diwilayah ini. Beberapa masyarakat yang memiliki modal masih enggan untuk menggarap pariwisata untuk pengembangan investasi mereka, Mereka masih cenderung memilih sektor lainnya dalam berinvestasi.

d. Belum adanya

kerjasama dengan pihak luar yang optimal.

Untuk memperkenalkan daya tarik wisata perlu adanya kerjasama dengan pihak lain dalam hal pariwisata khususnya dengan Biro Perjalanan

(59)

yang dimiliki akan diketahui dan mau dijual oleh mereka kepada wisatawan. Kondisi yang ada di lapangan hanya Ekowisata Kiadan yang bekerja sama dengan JED( Jaringan Ekowisata Desa ) Tours and Travel dan Bagus Agro yang bekerja sama dengan Nusa Dua Bali Tour & Travel (NDBT), Japan Travel

Bureau (JTB), PACTO Tour & Travel, Bali Tour & Travel. Sedangkan tempat wisata

yang lain belum memiliki kerja sama.

e. Menurunnya nilai-nilai

budaya sehingga tumbuhnya sikap komersil

Dengan adanya pengaruh globalisasi yang telah memasuki wilayah tradisional masyarakat sampai kepedesaan, nilai-nilai budaya masyarakat yang sebelumnya dijunjung tinggi secara perlahan nilainya mulai menurun, sebagai contoh sebelum adanya berbagai proyek pariwisata di Desa Pelaga, budaya gotong royong masih ada tetapi sekarang hal tersebut sudah berkurang. Disisi lain penurunan nilai-nilai budaya tersebut menimbulkan adanya sikap komersial masyarakat. Masyarakat dalam melakukan aktivitas dan kreativitas budaya cenderung berorientasi pada nilai-nilai ekonomi (komersial).

d. Atraksi wisata yang telah ada belum mampu menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan

Sebuah obyek wisata akan sangat diminati oleh wisatawan jika daerah tersebut mampu menawarkan atraksi wisata yang unik dan menarik. Atraksi

(60)

wisata yang unik dan menarik serta tidak ada duanya di tempat lain, sehingga wisatawan merasakan masih sama dengan daerah wisata lainnya.

e. Adanya kecenderungan pindahnya kepemilikan lahan pertanian Adanya kecenderungan alih kepemilikan lahan dari penduduk lokal ke orang yang berasal dari luar Pelaga dengan tujuan investasi, karena para investor tahu bahwa harga tanah akan cepat mengalami kenaikan seiring dengan perkembangan Desa Pelaga.

5.3.3 Peluang (Opportunity) Pengembangan Wilayah Desa Pelaga

Dalam penyusunan strategi pengembangan suatu wilayah, di samping mempertimbangkan faktor-faktor internal, juga menggunakan faktor-faktor eksternal. Salah satu dari faktor ini adalah merupakan peluang-peluang ekternal.

Adapun berbagai peluang eksternal yang ada dalam pengembangannya dapat digambarkan seperti di bawah ini.

a. Adanya perubahan trend pariwisata dari mass tourism ke quality tourism

Hal ini akan menguntungkan daerah-daerah yang pengembangkan pariwisata alternatif, seperti pariwisata pedesaan yang dikembangkan.

(61)

Kesadaran masyarakat khususnya masyarakat lokal yang ada di sekitar Desa Pelaga dalam melestarikan budaya mereka turut menjadi peluang positif dalam pengembangan pariwisata ke depan. Dengan adanya kesadaran ini maka masyarakat akan senantiasa berusaha untuk berkarya disatu sisi untuk melestarikan budaya mereka dan disisi lain kegiatan ini dapat mendukung pengembangan pariwisata di daerah ini.

c. Kebijakan pemerintah dalam pengembangan Desa Pelaga Sebagai daerah tujuan wisata alam.

Adanya kebijakan pemerintah khususnya Pemerintah Daerah tingkat II Badung dalam pengembangan DTW Desa Pelaga membuktikan bahwa desa ini memang layak untuk dikembangkan serta memiliki peluang untuk maju seperti DTW-DTW lainnya yang ada di Kabupaten Badung. Hal ini juga dapat kita lihat dari adanya atau terbitnya Peraturan Bupati Badung Nomor 47 Tahun 2010 tentang penetapan kawasan desa wisata di Kabupaten badung dimana salah satu desa yang termasuk kawasan wisata adalah Desa Pelaga.

d. Adanya teknologi dan informasi yang masuk ke Desa Pelaga Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini telah berimplikasi pada pengembangan suatu daerah tujuan wisata. Hal ini terbukti dengan semakin banyaknya fasilitas komunikasi dan informasi yang dapat di akses memudahkan masyarakat untuk mempromosikan DTW Desa Pelaga ini.Dilapangan peneliti menemukan salah satu karyawan ekspatriat

Gambar

Gambar  5.1. Jalan Raya Menuju Desa Pelaga (Sumber hasil pengamatan 16 Desember 2010)
Gambar 5.2. Salah satu vila yang ada di sekitar Desa Pelaga (Sumber hasil pengamatan 15 Oktober  2010)
Gambar  5.3. Areal Parkir
Gambar 5.8. Peternakan Sapi di Kawasan Desa Pelaga d. Jembatan Tukad Bangkung
+7

Referensi

Dokumen terkait

Data sekunder adalah sumber data yang diperoleh peneliti melalui media perantara, dalam penelitian ini data sekunder diperoleh dari instansi dalam bentuk jadi

Berdasarkan data yang penulis dapatkan melalui penelitian, kinerja KPU Kota Blitar yang diukur melalui indikator kinerja dari segi manfaat ( benefit ) oleh

#aitu 9ijiasih Cah#asari alias 9i*iek Meskipun pada +ulan Aoril ,7'7 9i*ik jelas mem+antah +ah*a pihakn#a tidak terli+at dalam kasus ilegal logging perusahaan ini 6amun *i*iek

Tujuan penelitian ini adalah menyusun dan menghasilkan instrumen tes diagnostik untuk mengungkap miskonsepsi siswa dalam materi Fluida dan Teori Kinetik Gas di

Dalam wacana lingguistik, bahasa diberi pengertian sebagai sistem simbol bunyi yang bermakna dan berartikulasi, yang dipakai sebagai alat komunikasi, sedangkan

Di Indonesia, kondisi ini merupakan wujud dari keberhasilan program kontrol kelahiran bayi yang dicanangkan secara intensif pada tahun 1960-1970 an yaitu Program

Project-Based Learning merupakan model pembelajaran yang berfokus pada konsep-konsep dan prinsip-prinsip utama (central) dari suatu disiplin, melibatkan siswa dalam

Malformasi kongenital Malformasi kongenital.. •• Malformasi adalah suatu proses kelainan yang disebabkan oleh Malformasi adalah suatu proses kelainan yang disebabkan oleh kegagalan