• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. kemiri termasuk famili Euphorbiaceae. Secara sistematis klasifikasi tanaman

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. kemiri termasuk famili Euphorbiaceae. Secara sistematis klasifikasi tanaman"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Kayu Kemiri (Aleurites moluccana Willd)

Botani Kemiri

Berdasarkan penggolongan jenis tumbuh-tumbuhan (taksonomi), tanaman kemiri termasuk famili Euphorbiaceae. Secara sistematis klasifikasi tanaman kemiri adalah divisi Spermatophyta; subdivisi Angiospermae; kelas Dicotyledonae; ordo Archichlamydae; famili Euphorbiaceae; genus Aleurites; spesies Aleurites sp (Paimin, 1997). Ketinggiannya dapat mencapai 40 meter dan diameter batang bagian bawah dapat mencapai 1,25 meter. Daunnya selalu hijau sepanjang tahun dan tajuknya sangat rindang (Sunanto, 1994).

Tanaman kemiri (Aleurites moluccana Willd) bukanlah merupakan tanaman manja karena cukup toleran terhadap berbagai tipe tanah dan iklim. Bahkan, ditempat yang berpasir dengan unsur hara yang minim, di tanah berbatu, atau bertebing, tanaman kemiri dapat tumbuh dengan baik, asalkan tidak bercadas. Hal ini dapat dimaklumi karena perkembangan akar kemiri progresif, dapat menarik dan menyerap air tanah serta unsur hara dalam lingkungan yang luas (Sunanto, 1994).

Tanaman kemiri (Aleurites moluccana Willd) termasuk dalam kelompok tanaman tahunan. Umur produktif tanaman ini 25-40 tahun dan jarang yang dapat hidup baik sampai umur ratusan tahun karena kayunya mudah rapuh. Akar tanaman kemiri cukup kompak dengan perkembangan yang progresif dan cepat. Akar berupa akar tunggang, yaitu mempunyai akar pokok yang tumbuh lurus

(2)

hingga jauh ke dalam tanah. Selain memiliki akar pokok, terdapat juga cabang akar yang tumbuh dari akar pokok yang tadi. Dari cabang akar yang nantinya juga akan tumbuh cabang-cabang lain yang ukurannya menjadi lebih kecil dan yang terakhir terdapat rambut akar yang lembut dan tipis. Lingkungan perakaran kemiri cukup luas dan dapat mencapai puluhan meter sehingga mampu menarik dan menyerap air tanah serta unsur hara yang jauh dari batang tanaman. Hal ini yang menyebabkan tanaman dapat tumbuh di berbagai jenis dan kondisi tanah, di tanah yang gersang pada kemiringan lebih dari 300 bertebing dan curam. Oleh karena itu juga, tanaman ini sering digunakan sebagai tanaman penghijau untuk mencegah erosi tanah dan air di lahan kering (Paimin, 1997).

Persarian tanaman kemiri (Aleurites moluccana Willd) umumnya dilakukan oleh serangga tetapi dapat juga dilakukan oleh angin. Bunga betina yang tidak dibuahi umumnya akan rontok dalam waktu seminggu (Sunanto, 1994).

Tanaman kemiri (Aleurites moluccana Willd) pada saat daun masih muda, ranting dan karangan bunga diliputi rambut-rambut sangat pendek dan rapat, berwarna perak mentega. Daun bertangkai panjang dengan helaian berbentuk lonjong (bulat telur), dan bertulang daun menjari dengan bintik-bintik yang transparan. Pada ujung tangkai daun terdapat dua buah kelenjar berbentuk oval. Tanaman kemiri ada yang berumah satu dan ada pula yang berumah dua (Sunanto, 1994). Paimin (1997) menambahkan bahwa bunga berbentuk malai, berwarna putih dan tumbuh di ujung cabang. Bunga malai ini bercabang lebar, terdiri dari bunga betina dan jantan. Bunga betina terdiri dari daun mahkota bunga yang berwarna putih, lima kelenjar nektar yang kecil, tiga buah tangkai putik yang

(3)

pendek dengan masin-masing dua stigma yang terbelah dua, dan tiga ruang bakal buah dengan satu bakal biji untuk setiap ruangnya. Sedangkan bunga jantan mempunyai 8-12 benang sari dengan pangkal benang sari menempel pada mahkota bunga dan bersatu menjadi tiang berbentuk kerucut, berambut kasar, memiliki 2-3 kelopak, lima daun tajuk yang berwarna putih, dan mempunyai lima benang sari yang kerdil.

Batang kemiri dapat mencapai diameter lebih dari 1 meter, terutama yang berumur tua. Tinggi pohon mencapai 40 meter dengan panjang batang bebas cabang 9-14 meter. Pertumbuhan tergolong cepat, pada usia 2 tahun, tanaman dapat mencapai ketinggian 1,25-3 meter. Pohon mulai bercabang bila telah mencapai ketinggian 0,25-0,5 meter atau pada umur sekitar 1 tahun. Cabang-cabang pohon kemiri umumnya berjarak 0,25-1 meter pada umur 1-3 tahun. Tiap kumpulan cabang terdiri dari 3-6 cabang.

Sifat Anatomis Kayu Kemiri

Kulit batang kemiri berwarna abu-abu agak mengkilap, serta beralur sedikit dan dangkal. Kayu terasnya berwarna putih kekuning-kuningan dengan tekstur agak kasar. Permukaan kayu agak mengkilap jika diraba agak kasar. Arah serat kayu lurus dengan pori berbentuk lonjong dan hampir seluruhnya soliter. Jika berkelompok biasanya bergabung setiap 2-3 pori, kadang-kadang 6-11 pori dalam arah radial (Paimin, 1997).

Sifat Kimia dan Keawetan Kayu Kemiri

Kayu kemiri (Aleurites moluccana Willd) mengandung 44,4 % selulosa; 24,9 % lignin; 16,1 % pentosa; dan 1,4 % abu. Karena kandungan selulosa yang

(4)

cukup tinggi maka kayu kemiri berpotensi sebagai bahan baku dalam industri kertas dan industri kayu lapis. Daya awet kayu kemiri memang kurang baik, hanya tergolong dalam kelas awet IV dalam dunia perkayuan. Daya tahannya terhadap rayap kering termasuk kelas V, sedangkan terhadap jamur pelapuk kayu hanya tergolong kayu kelas IV. Oleh karena itu tidak cocok dijadikan untuk bahan bangunan. Meski demikian kayu kemiri mudah dikeringkan tanpa cacat (Paimin, 1997).

Kegunaan Kayu Kemiri

Kayu kemiri (Aleurites moluccana Willd) merupakan salah satu tanaman industri yang produk sampingan tanaman kemiri yang dapat dimanfaatkan sebagai barang industri. Kayu yang ringan dapat digunakan untuk bahan pembuat perabotan (peralatan) rumah tangga atau bahan industri lain seperti batang korek api dan kotak korek api. Batang kemiri juga dapat dimanfaatkan untuk pembuatan bahan pulp (bahan pembuat kertas) (Sunanto, 1994).

Selain kayunya, kemiri juga dapat dikatakan kayu yang serbaguna, dimana selain kayunya, tanaman kemiri juga dapat dimanfaatkan batang, daun, kulit, dan akarnya. Oleh sebab itulah, tanaman kemiri semakin marak dibudidayakan oleh manusia dan dapat dibisniskan. Contohnya biji buah kemiri banyak digunakan masyarakat untuk bumbu masak, biji dan kemiri juga dapat diambil minyaknya untuk bahan cat, permis, sabun, obat-obatan dan kosmetik. Selain itu kulitnya juga dapat dimanfaatkan untuk bahan obat nyamuk bakar atau arang untuk bahan bakar. Ampas dari hasil pengolahan minyak dapat digunakan untuk pupuk tanaman sebab mengandung unsur NPK yang cukup tinggi (Sunanto, 1994).

(5)

Syarat Tumbuh Tanaman Kemiri

Menurut Paimin (1997), meskipun kemiri tidak banyak menuntut syarat lingkungan, tetapi pertumbuhannya akan maksimal jika ditanam di lokasi yang mempunyai lingkungan sebagai berikut :

1. Iklim

Beberapa faktor iklim seperti suhu, curah hujan, kelembaban, dan angin memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan kemiri. Kriteria faktor iklim yang diinginkan kemiri sebagai berikut:

a. Suhu

Tanaman kemiri (Aleurites moluccana Willd) akan tumbuh baik pada suhu udara 21-27 0 C. Pada suhu seperti itu proses pembungaan dan pembuahan tanaman akan berhasil lebih baik dibanding pada kisaran suhu yang lain. Dengan demikian akan memungkinkan tanaman berproduksi maksimal dan diameter akan bertambah besar pula.

b. Curah hujan

Curah hujan yang sesuai untuk tanaman kemiri yaitu 1.100-2.400 mm dengan hari hujan 80-110 hari per tahun. Hari hujan terutama diperlukan pada saat tanaman masih berusia muda, tetapi tidak sampai air tergenang.

c. Kelembaban

Kelembaban udara juga mempengaruhi pertubuhan tanaman kemiri (Aleurites

moluccana Willd). Kelembaban rata-rata yang dikehendaki tanaman ini yaitu

(6)

d. Angin

Tanaman kemiri (Aleurites moluccana Willd) memiliki batang dan ranting yang rapuh sehingga mudah patah bila ada tiupan angin yang kuat. Oleh karena itu, tanaman ini cocok ditanam di daerah yang tidak termasuk dalam perlintasan angin kencang atau ditanam di daerah yang agak terlindung dari hembusan angin kencang.

Melihat kondisi iklim di atas, dapat disimpulkan bahwa kemiri lebih cocok ditanam di daerah yang memiliki musim kemarau yang jelas. Hal ini berhubungan erat dengan pembungaan dan pembuahan serta pertambahan diameter kayu.

2. Ketinggian tempat

Tanaman kemiri (Aleurites moluccana Willd) dapat tumbuh pada ketinggian 0-1.200 mdpl, tetapi idealnya pada ketinggian sampai 800 mdpl. Pada ketinggian seperti itu kondisi iklim yang dibutuhkan lebih memungkinkan untuk terpenuhi dari di ketinggian lebih dari 800 mdpl. Sedangkan topografi yang baik untuk tanaman kemiri yaitu topografi yang datar atau bergelombang, meskipun dapat juga ditanam di lahan miring.

3. Tanah

Tanah merupakan media pertumbuhan bagi semua tanaman, termasuk kemiri. Di dalam tanah terdapat air, udara, dan garam-garam mineral yang dibutuhkan kemiri untuk pertumbuhannya. Selain itu tanah yang merupakan bahan padat juga berfungsi sebagai tempat bertumpu bagi tanaman kemiri sehingga dapat berdiri kokoh.

(7)

Tanah yang cocok untuk tanaman kemiri (Aleurites moluccana Willd) yaitu tanah yang subur dan bertekstur gembur sehingga mudah ditembus oleh akar. Pada tanah padat, selain sukar ditembus oleh akar tanaman, juga mudah digenangi air sehingga tanaman mudah diserang penyakit cendawan. Jenis tanah yang sesuai untuk ini adalah tanah lempung berpasir atau lempung liat.

Keasaman tanah juga perlu diperhatikan karena mempengaruhi serapan unsur hara dan pertumbuhan tanaman. Keasaman tanah yang cocok untuk kemiri yaitu sekitar pH 6,0-6,5. Bila pH tanah di bawah 5,5, tanaman akan mederita keracunan karena unsur Al, Mg, dan Fe larut dalam jumlah cukup banyak. Sebaliknya pada pH di atas 6,5, beberapa unsur fungsional, seperti Fe, Mg, dan Zn, akan berkurang. Bahkan, pada pH tanah yang sangat tinggi (lebih dari 8,0) ion bikarbonat akan terbentuk dalam jumlah yang banyak sehingga mengganggu serapan unsur lain yang diperlukan dalam pertumbuhan tanaman.

Meskipun tanaman kemiri (Aleurites moluccana Willd) memiliki syarat lokasi seperti di atas, tetapi kesesuaian iklim dan tanah di suatu lokasi seringkali tidak cocok dengan persyaratan tersebut. Artinya, walaupun kondisi iklimnya telah sesuai, tetapi keadaan tanah yang tersedia ternyata tidak sesuai, atau sebaliknya.

Pengerjaan Kayu

Menurut Bakar (2003), istilah pengerjaan kayu sering disebut sebagai

wood working. Tujuan dari proses pengerjaan kayu yaitu mengkonversikan kayu

(8)

tinggi lewat serangkaian proses. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hasil pengerjaan kayu dilihat dari segi kualitas permukaan kayu yang dikerjakan. Kualitas permesinan kayu ditentukan oleh tiga faktor utama yaitu kayu, operator, dan mesin yang digunakan, serta interaksi antara ketiga faktor tersebut. Interaksi antara faktor kayu dengan faktor mesin adalah orientasi pemotongan (cutting

direction). Interaksi antara faktor kayu dengan operator adalah perlakuan awal

(pretreatment) dan interaksi antara faktor operator dengan mesin adalah penyetelan alat (setting).

Industri pengerjaan kayu, khususnya industri furniture membutuhkan persyaratan mutu bahan baku lebih tinggi dibandingkan dengan industri perkayuan lainnya seperti papan partikel, papan serat serta pulp dan kertas. Di samping itu proses produksi industri pengerjaan kayu lebih rumit dari pada industri–industri lainnya, karena kayu mengalami berbagai macam perlakuan secara bertahap, mulai dari proses penggergajian, pengeringan, pemotongan, penyerutan, pembentukan, pelubangan, pembubutan, pengampelasan hingga pengecatan akhir (Darmawan, 1997).

Ruang lingkup pengerjaan kayu adalah mulai dari perencanaan (planning), pendesainan (designing), pemesinan (machining) atau pemotongan (cutting), perakitan (assembling) dan pengkilapan (finishing). Pengerjaan kayu lebih ditekankan pada bagaimana proses pemotongan dari proses pengerjaan tersebut berlangsung (Siswanto, 2002).

Hal terpenting adalah hasil permukaan akhir setelah dikerjakan dengan mesin. Sebagai pertimbangan perlu diketahuinya jenis-jenis cacat akibat kesalahan dari pemesinan. Hal lainnya adalah pemahaman mengenai struktur anatomi kayu,

(9)

yang turut berperan sangat penting dalam menentukan hasil permukaan akhir kayu (Siswanto, 2002).

Mesin-Mesin Pengerjaan Kayu

Mesin yang umum digunakan dalam proses pengerjaan kayu antara lain

Planer (surfacer), berfungsi menyerut dan meratakan permukaan kayu. Shaper

berfungsi membentuk profil tertentu pada sisi kayu. Turning machine berfungsi membubut kayu menjadi berprofil bulat. Proses pembubutan ini menggunakan pisau bubut berbentuk pahat, contoh yang akan dibubut dapat berupa balok solid maupun laminasi. Bor berfungsi melobangi contoh uji untuk titik awal pemotongan jig saw, penuntun arah sekrup/paku, lobang pasak kayu, tempat dudukan kepala sekrup/paku. Adanya lobang bor ini, beresiko pecah sewaktu memaku dapat diatasi. Mortise machine berfungsi membuat lobang sambung mortise pada contoh uji dengan pisau tersusun dalam rantai caterpilar atau pisau berbentuk bor. Amplas berfungsi menghaluskan permukaan potong tahap lanjut, sehingga dihasilkan permukaan contoh uji yang lebih halus (Darmawan, 1997).

Cacat-Cacat Pemesinan Kayu

Jenis–jenis cacat pada proses pemesinan menurut Darmawan (1997) antara lain :

a. Serat terangkat (raised grain)

Kekerasan permukaan papan disebabkan oleh terangkatnya kayu akhir sehingga lebih tinggi daripada kayu awal. Umumnya terjadi pada kayu dari

(10)

daerah beriklim sedang dengan perbedaan kayu awal dan akhir yang jelas. Penyebabnya adalah kayu akhir lebih keras daripada kayu awal, serta mata pisau tumpul.

b. Serat terlepas (loosened grain)

Terpisahkan kayu akhir dari kayu awal tetapi masih ada bagian yang bersatu. Hal ini disebabkan pada bagian raised grain kayu akhir menyusut lebih besar daripada kayu awal.

c. Serat tersepih (chipped grain)

Tersepih/tercabiknya sekelompok serabut kayu karena proses penyerutan, sehingga serat kayu terlepas dan terbentuk lekukan pada permukaan kayu. Hal ini disebabkan oleh mata pisau tumpul, sudut potong pisau terlalu besar serta serat kayu miring.

d. Serat berbulu (fuzzy grain)

Kekasaran permukaan kayu karena adanya sekelompok serabut yang berdiri (tidak terpotong sempurna). Hal ini disebabkan oleh adanya kayu reaksi, kekuatan geser rendah serta sudut potong kayu kecil.

e. Tanda serpih (chip mark)

Lekukan dangkal pada permukaan kayu disebabkan oleh adanya kayu yang menempel pada ujung pisau. Bisa disebabkan juga karena resin kayu tinggi.

Panshin and de Zeeuw (1970) mengelompokkan cacat pemesinan menjadi dua golongan yaitu serat terangkat (raised grain) yang meliputi serat terangkat, serat terlepas dan serat berbulu. Golongan kedua meliputi tanda bekas serpih dan

(11)

serat patah. Disebutkan pula bahwa kelompok terakhir di atas disebabkan oleh kesalahan pemasangan dan tumpulnya pisau, laju pengumpanan yang kurang tepat serta kemiringan dan variasi serat kayu.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengerjaan Kayu

Darmawan (1997) mengatakan bahwa secara umum aspek yang memegang peranan penting dalam industri pengerjaan kayu adalah penampilan akhir kayu setelah dikerjakan (surface roughness), masa pakai pisau (tool life) dan konsumsi energi listrik (cutting power consumption). Surface roughness diukur dengan menggunakan alat texture measuring instrument yang akan menghasikan gelombang. Permukaan yang halus akan ditunjukkan dari variasi gelombang yang dihasilkan tidak jauh beda, sedangkan permukaan kasar ditunjukan dengan gelombang yang bervariasi. Masa pakai pisau dikatakan baik jika masa pakainya lama serta tidak mudah tumpul setelah digunakan. Penggunaan mesin-mesin pengerjaan kayu akan ekonomis jika energi listrik yang digunakan untuk memotong atau mengerjakan kayu rendah, sehingga akan meningkatkan efisiensi pengolahan kayu.

Beberapa sifat makroskopis kayu yang mempengaruhi sifat permesinan kayu:

1. Kayu awal dan kayu akhir

Kedua kayu ini memiliki sifat fisik yang berbeda yaitu kayu awal memiliki berat jenis yang rendah, lunak dan berwarna terang sedangkan kayu akhir berwarna gelap dan keras. Perbedaan fisik ini tidak hanya menjadi masalah awal

(12)

dalam proses pemesinan tetapi pada saat proses pengeringan akan terjadi tegangan pada daerah garis antara kayu akhir dan kayu awal (Koch, 1964).

2. Kayu teras dan kayu gubal

Siswanto (2002) menambahkan adanya pengaruh kadar air terhadap kekuatan dan sifat pemesinan kayu. Perbedaan yang sangat signifikan antara kayu teras dan kayu gubal terletak pada kandungan air, kayu gubal memiliki kadar air lebih tinggi dibanding kayu teras. Pada kayu konifer kadar air kayu teras dapat mencapai lebih dari 200 % dari berat keringnya. Haygreen dan Bowyer (1996) menambahkan pada kayu keras umumnya hanya mempunyai perbedaan yang kecil dalam kandungan air antara kayu gubal dengan kayu teras. Hal ini berlawanan sekali dengan kayu lunak, dengan kandungan air kayu gubal biasanya jauh lebih tinggi daripada kayu teras, sering dengan suatu faktor tiga sampai empat kalinya.

3. Kayu reaksi

Kayu reaksi cenderung menghasilkan permukaan yang keriting pada penggergajian atau pengetaman, terutama apabila pengolahannya masih segar (Haygreen dan Bowyer, 1996). Hal ini menyebabkan gergaji menjadi terlalu panas dan menyulitkan penyelesaian akhir yang memuaskan. Kayu reaksi sukar untuk dikerjakan menjadi bentukan lain, susah untuk digergaji, diketam dan hasil ketaman berbulu atau berbulu halus (Koch, 1964).

4. Arah serat

Arah sejajar sumbu panjang sebagian besar serat-serat kayu yang panjang dan meruncing disebut arah serat. Apabila kayu gelondong dengan serat terpuntir

(13)

digergaji, maka papan gergajian yang didapat memiliki arah serat yang tidak sejajar dengan panjang papan. Papan semacam ini mungkin sukar untuk diketam menjadi papan ketaman berkualitas tinggi (Haygreen dan Bowyer, 1996).

Serat berombak mempunyai kemiripan yang sama dengan serat berpadu. Kayu yang digergaji dari batang berserat berombak atau berpadu akan menghasilkan serat yang melintang. Serat ini akan membuat keteguhan kayu berkurang. Kelainan arah serat dapat memberikan pola gambaran pada bidang– bidang kayu gergajian, sehingga merupakan sifat yang disukai untuk perkakas rumah/perabot (Dumanauw, 1990). Faktor lain yang mempengaruhi sifat pengerjaan kayu seperti adanya serat berpadu (Martawijaya, dkk, 1981).

Untuk keperluan bahan bangunan konstruksi, kayu dengan unsur kekuatan tinggi dan arah serat lurus lebih diutamakan. Pada pekerjaan menggergaji potongan-potongan kayu yang kecil, masih dapat diperhatikan arah serat, tetapi pada kayu yang panjang umumnya sulit didapat serat yang lurus (Dumanauw, 1990).

5. Mata kayu

Mata kayu adalah cacat yang paling umum dijumpai pada suatu papan, yang mengurangi kekuatan kayu gergajian. Pengaruh suatu mata kayu dalam banyak hal mungkin dianggap sama dengan pengaruh suatu lubang yang dibor karena akan terjadi pemuntiran sehingga mengakibatkan menurunnya kekuatan papan gergajian tersebut (Haygreen dan Bowyer, 1996).

(14)

Menurut Standar ASTM D 1666-99, jenis dan bentuk cacat yang timbul dari pengerjaan kayu tidak selamanya sama tergantung dari cara pemesinan yang dilakukan, dengan perincian sebagai berikut :

1. Cacat pengetaman, yaitu serat bulu halus (fuzzy grain), serat terangkat (raised

grain) dan tanda bekas serpih (chip mark).

2. Cacat pembentukan, yaitu serat bulu halus, serat terangkat dan tanda bekas serpih.

3. Cacat pembubutan, yaitu serat bulu halus, serat patah dan permukaan kasar (roughness).

4. Cacat pengeboran, yaitu serat bulu halus, kelicinan (smoothness), bagian yang tidak hancur (crushing) dan bekas sobekan (tearcut).

5. Cacat lubang persegi, yaitu kelicinan, bekas sobekan dan bagian yang tidak hancur.

6. Cacat pengampelasan, yaitu serat bulu halus dan bekas garukan (scratching). Untuk keperluan bahan bangunan kontruksi, kayu dengan unsur kekuatan tinggi dan arah serat lurus diutamakan. Pada pengerjaan menggergaji potongan-potongan kayu yang kecil, masih dapat diperhatikan arah pengetaman diantaranya adalah adanya mata kayu dan serat miring yang tumbuh secara alami (Darmawan, 1997).

(15)

Pemesinan kayu

Pemesinan kayu merupakan proses pabrikasi dari produk kayu seperti kayu gergajian, vinir dan bagian–bagian dari furniture. Tujuan pengerjaan kayu adalah untuk menghasilkan suatu dimensi dan bentuk yang diinginkan dengan ketelitian yang akurat dan kualitas permukaan yang baik dengan cara yang paling hemat (Ruhendi, 1986).

Proses pengetaman (planing) merupakan proses paling penting, karena pada akhirnya semua komponen dari produk furniture ini harus diketam untuk menghasilkan penampilan permukaan dengan kualitas yang baik. Banyak faktor yang memainkan peranan penting dalam menentukan kualitas hasil pengetaman. Salah satu dari faktor tersebut berasal dari jenis kayu yang sedang diketam, sedangkan beberapa faktor lainnya dapat berasal dari mesin ketam yang dipergunakan. Adapun karakteristik kayu yang sering menyulitkan dalam proses pengetaman diantaranya adalah adanya mata kayu dan serat miring yang tumbuh secara alami (Darmawan, 1997).

Martawijaya (1981) mengartikan pemesinan kayu (wood machining) sebagai proses pembentukan atau pemotongan kayu dengan menggunakan mesin, yang di dalamnya terdapat mata pisau (cutting tool), melalui satu atau kombinasi operasi yaitu penggergajian (sawing), penyerutan (planing), pembentukan (shaping atau moulding), pengaluran (routing), pembubutan (turning), pengampelasan (sanding) dan sebagainya. Karena inti dasar dalam proses pemesinan kayu adalah pemotongan, maka istilah pemesinan kayu (wood

(16)

Kualitas Pemesinan

Sesuai dengan jenisnya, ada kayu yang bisa dimesinkan dengan mudah untuk menghasilkan kualitas pemesinan tertentu. Sebaliknya, ada pula kayu yang susah untuk dimesinkan agar dapat menghasilkan kualitas pemesinan yang sama. Tingkat kemudahan kayu untuk dimesinkan inilah yang disebut dengan ketermesinan (machinability) kayu. Kayu yang mudah untuk dimesinkan dikatakan mempunyai sifat ketermesinan tinggi dan kayu yang susah untuk dimesinkan dikatakan mempunyai sifat ketermesinan rendah. Jadi ada hubungan antara ketermesinan kayu dengan kualitas pemesinannya (Bakar, 2003).

Perbedaan kadar air di bawah titik jenuh serat mempengaruhi kualitas hasil penyerutan, pembentukan dan pengampelasan. Berat jenis kayu juga sangat mempengaruhi kualitas sifat-sifat permesinan (Koch, 1964). Makin besar berat jenis kayu semakin baik sifat permesinannya, sebaliknya semakin besar ukuran pori kayu semakin jelek sifat permesinan kayu tersebut (Rachman dan Balfas, 1986).

Rachman dan Balfas (1986) mengemukakan bahwa kualitas pemesinan suatu jenis kayu secara umum dapat diduga berdasarkan nilai berat jenis. Semakin besar nilai berat jenis kayu maka semakin baik sifat-sifat pemesinannya. Lebih lanjut dijelaskan bahwa meskipun demikian, ternyata untuk sifat pengampelasan hubungan antara berat jenis kayu dengan kualitas pengampelasan menunjukan hubungan yang lemah, sehingga sifat pengampelasan tidak dapat diduga berdasarkan berat jenisnya. Menurut Bakar (2003), kualitas permukaan hasil serutan tidak berhubungan langsung dengan kerapatan kayu dan lebih erat hubungannya dengan orientasi serat.

(17)

Selanjutnya dijelaskan oleh Bakar (2003), bahwa spesies yang mempunyai kerapatan rendah menghasilkan permukaan potong yang lebih kasar dibandingkan dengan spesies yang berkerapatan lebih tinggi dalam proses pemotongan tegak lurus (crosscutting). Dijelaskan pula bahwa pada pemotongan tegak lurus serat (crosscutting), kondisi serat kayu tidak mempengaruhi kualitas permukaan potong. Sebagai contoh kayu afrika dengan karakteristik serat berpadu (interlocked grain) yang berpeluang menghasilkan permukaan hasil serutan yang kasar ternyata dapat menghasilkan permukaan potong yang halus.

Tabel 1. Nilai Bebas Cacat dan Klasifikasi Mutu Sifat Pemesinan Nilai bebas cacat Kelas Mutu pemesinan (Defect free values),% (Class) (Machining quality) 0 - 20 V Sangat buruk (very poor) 21 - 40 IV Buruk (poor)

41 - 60 III Sedang (fair/medium) 61 - 80 II Baik (good)

81 -100 I Sangat baik (very good)

Sumber : Ginoga (1995) dalam Siswanto (2002)

Pada kondisi mesin yang baik, bagian-bagian peralatannya akan berfungsi dan beroperasi dengan lancar serta memberikan akurasi yang tinggi dibandingkan dengan mesin yang kurang baik. Apabila semua mesin tersebut tidak dipelihara dengan baik, maka ketepatan kerja semakin lama semakin menurun. Hal ini menyebabkan variasi penggergajian dari mesin tersebut semakin lama semakin tinggi. Semakin tinggi variasi penggergajian rendemen semakin rendah (Bakar, 2003). Ruhendi (1986) menambahkan bahwa mengetahui kebutuhan tenaga tiap unit mesin atau unit pabrik sangatlah penting, agar kita dapat menyediakan tenaga

(18)

yang sesuai dengan keperluannya sehingga semua mesin dapat berjalan dengan lancar atau tidak terjadi kelebihan tenaga yang berarti pemborosan.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan perkawinan dalam Islam adalah untuk memenuhi tuntutan hajat tabiat kemanusiaan, berhubungan antara laki-laki dan perermpuan dalam rangka mewujudkan suatu

Semua genotipe yang diuji berpengaruh nyata pada parameter pertumbuhan dan produksi tanaman (umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman, diameter batang, bobot per buah,

Tinjaun pustaka merupakan bagian paling penting karena dengan tinjauan pustaka ini dapat dilihat penelitian ini mengalami pembaruan dari penelitian sebelumnya apa

Sungai ini mengalir berkelok-kelok melalui daerah hilir di sepanjang kota Maros. Oleh karena berkelok-keloknya sungai, maka seringkali terjadi genangan banjir terutama

RINCIAN PERUBAHAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN. TAHUN

Non Aplicable PT Veranda Jawa Mebel tidak melakukan pembelian dan tidak menggunakan bahan baku kayu yang berasal dari kayu limbah industry... Dokumen S-LK/

Untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas programnya, serta agar mampu eksis dan unggul dalam persaingan yang semakin ketat dalam lingkungan yang berubah sangat

Pada tahun 1992, DeLone dan McLean mengulas langkah- langkah keberhasilan IS dan berhasilkan menyimpulkan suatu model dengan enam kategori variabel kesuksesan IS yang saling