70 Jurnal Ilmiah POSTULATE Vol.IX, No.1 Edisi April 2019
Mall dan Pengaruhnya terhadap Kawasan Malioboro
Dwi Siswi Hariyani
6dwisiswi@gmail.com
Abstrak
Sense of place terhadap Kawasan Malioboro sebagai kawasan bersejarah dan cagar budaya
yang terbentuk dari identitas dan membentuk kualitas kawasan Malioboro adalah hal yang
dicari pengunjung. Mengembalikan sense of place kawasan Malioboro sebagai kawasan
sejarah dan budaya diperlukan pertimbangan yang mendalam dalam memutuskan
pembangunan ataupun perbaikan/renovasi mall. Efek dari keberadaan mall sangat besar,
karena secara fisik relatif besar dan elemen fisik dasar mall dan koridornya mempengaruhi
elemen-elemen ruang kota pada Kawasan Malioboro. Tiga dari mall (Malioboro mall, Ramai
mall dan Ramayana-Robinson Mall) yang terdapat pada di dua jalan utama kawasan (jalan
Mangkubumi dan Jalan A.Yani) dengan desain bentuk fisiknya telah berperan dalam merubah
ruang kota Kawasan Malioboro secara signifikan, yaitu degradasi kualitas ruang kota
kawasan.
Kata Kunci: Mall, Kawasan Malioboro, sense of place
Latar Belakang Kawasan Malioboro
Sebagai Kasus Studi
Kota Yogyakarta salah satu tujuan
wisata
budaya
jawa,
contoh
dari
kebudayaan
jawa
dengan
arsitektur,
warisan pusaka peninggalan, dan hasil
urban desain yang merupakan refleksi
pembuatan awal kota (kraton). Kawasan
Malioboro adalah bagian dari kota
Yogyakarta, merupakan jantung kota yang
sarat dengan cerita sejarah dan bangunan
peninggalan kolonial.
6 Penulis adalah salah satu tenaga pengajar Program studi Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Azzahra
Kota Yogyakarta, dengan titik awal
pertumbuhannya berbasis dari keberadaan
Kraton. Panggung krapyak, kraton, jalan
Malioboro dan Pal Putih, merupakan
sesuatu aksis imajiner dan simbolik aksis
utara selatan Merapi dan Parangtritis. Aksis
imajiner ini merupakan penjabaran dari
refleksi kesadaran penguasa pada jaman itu
terhadap alam semesta dan Tuhan/Dewa
(kosmik).
Sesuai dengan salah satu dari 3 teori normatif tentang awal terbentuknya kota dengan cosmic theory, yang dikemukakan Lynch (1981) yaitu71 Jurnal Ilmiah POSTULATE Vol.IX, No.1 Edisi April 2019 “ this theory asserts that the form of any
permanent settlement should be a magical model of the universe and the Gods.It is a meens of linking human beings to those vast forces and a way of stabilizing the order and harmony of the cosmos’.
Dua konsep filosofi jawa terhadap pembentukan kota Yogyakarta yang penting lainnya adalah simetri dan hirarkhi. Simetri berhubungan dengan desain dan peletakan bangunan serta hubungannya terhadap yang lain, dan hirarkhi dapat dilihat pada hubungan struktur bangunan kerajaan terhadap bangunan di sekitarnya. Suatu titik dari nilai kosmik-historis dan konsep filosofi jawa yang berpengaruh pada pembentukan kota pada saat itu dan pengembangannya. Nilai yang memberikan keunikan dan menjadi identitas kota. Ruang kota pada kawasan Malioboro juga merupakan bentuk hasil dari penerapan nilai historik-kosmis dan konsep filosofi jawa.
Gambar 1. Lokasi Kawasan Malioboro terhadap Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Isu tentang rencana pembangunan
mall selain yang sudah di kawasan jantung
kota ini, merupakan wacana tersendiri yang
sedang berkembang dikalangan Dewan
Pemerintah Rakyat (DPR) dan warga kota
Yogyakarta, ada yang pro dan ada pula
yang kontra. Keberadaan mall signifikan
dengan pembentukan ruang kota yang
terbentuk di kawasan Malioboro, karena
secara fisik sudah mendominasi ruang kota.
Lebih lanjut akan dibahas kaitan mall dan
ruang kota di kawasan Malioboro.
Gambar 2. Aksis imajiner bentuk awal kota Yogyakarta
Provinsi
DIY Kawasan Malioboro
Kawasan Malioboro – Kraton (diapit oleh S. Winongo dan S.Code)
Kota Yogyakarta Kraton layout bangunan dgn Konsep hirarkhi Pal putih/tugu Jalan Malioboro Kraton Panggung Krapyak
Layout bangunan dengan Konsep simetri
Aksis imajiner
72 Jurnal Ilmiah POSTULATE Vol.IX, No.1 Edisi April 2019
PROFIL KAWASAN MALIOBORO
Kawasan
Malioboro
terletak
diketinggian 114 meter diatas permukaan
Laut (Dpl). Tipe iklim kawasan Malioboro
adalah hot-humid (panas-lembab), sesuai
dengan karakter iklim zona ekuator
Indonesia secara umum dengan perbedaan
suhu yang kecil, mempunyai dua musim
(panas dan hujan), curah hujan tinggi dan
kenyamanan suhu pada daratan dengan
level yang lebih tinggi, misalnya daerah
kearah utara menuju Gunung Merapi yang
hawanya lebih sejuk dan nyaman. Saduran
dari makalah yang diajukan oleh tim
delegasi DIY yang berjudul The Role of
Cultural Heritage in Regional Tourism and
Development: Yogyakarta case study, pada
International Tourism Symposium di
Propinsi Kangwon, Korea, 8 – 12
September 1999.
Menurut sejarahnya, pusat kota
Yogyakarta sebagai ibukota Mataram
sebelumnya terletak didaerah Kota Gede,
kemudian pindah ke kawasan baru.
Pelaksanaan pembangunan kraton dan
kawasan Malioboro didaerah baru ini
dimulai ada tahun 1755. Daerah baru ini
membujur dari utara dan selatan, diapit oleh
Sungai Winongo dan Sungai Code di
bagian barat dan timur.
Malioboro adalah nama panggilan
yang sering digunakan orang ketika
menyebut Kawasan jalan Malioboro.
Aspek historis yang melekat pada kawasan
Malioboro, membuatnya menjadi sebagai
salah satu identitas budaya kebanggaan
Daerah Iistimewa Yogyakarta (DIY).
Aktifitas kawasan Malioboro yang paling
besar dan dominan terjadi di Jalan
Malioboro.
Kawasan
Malioboro
merupakan jantung kota, terletak didalam
tepat di garis imajiner ibukota Mataram,
jalan
utama
yang
membentuknya
(sekarang) adalah Jalan Mangkubumi,
Jalan Malioboro dan Jalan Ahmad Yani
sepanjang 1,6 km. Aktifitas yang ada
secara umum adalah aktifitas komersial,
ditandai dengan adanya mall, shopping
street berupa toko maupun rumah-toko
(ruko) dan kaki lima. Mall dengan segala
aktifitasnya didalamnya, merupakan gejala
urbanisasi yang menandai perubahan gaya
hidup masyarakat kota Yogyakarta. Di
kawasan Malioboro ini terdapat 3 mall,
yaitu Malioboro mall, Ramai mall dan
Ramayana-Robinson mall. Dibawah ini
terdapat
gambar-gambar
yang
menunjukkan suasana dan ruang kota
Kawasan Malioboro:
73 Jurnal Ilmiah POSTULATE Vol.IX, No.1 Edisi April 2019
Gambar 3. Profil Kawasan Malioboro terhadap Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
SIGNIFIKANSI MALL TERHADAP
RUANG KOTA
Kota Yogyakarta juga mempunyai
sebutan kota pelajar karena banyaknya
sarana dan prasarana untuk belajar dikota.
Hal ini merupakan magnet kuat bagi
penduduk luar kota Yogyakarta untuk
datang dan menimba ilmu. Dengan adanya
perpindahan penduduk setiap tahun ajaran
baru menimbulkan perkembangan yang
pesat terhadap aktifitas pendukungnya,
bagi mayoritas penduduknya yang berstatus
pelajar. Berkembangnya aktifitas di pusat
perdagangan, meningkatnya pemakaian
sarana transportasi dan aktivitas politik,
religi serta aktivitas administrasi.
Dengan
derasnya
pengaruh
globalisasi
yang
disebarkan
melalui
bermacam-macam media, baik media tulis
atau televisi, mengakibatkan urbanisasi
terjadi di kota Yogyakarta dalam satu
dekade
ini.
Nilai-nilai
yang
dianut
mengalami perubahan, terjadi penurunan
terhadap
sifat
kekeluargaan
yang
berkembang menjadi bersifat individual.
Selain itu, nilai yang berkembang pada
kaum urban di perkotaan adalah penilaian
dengan standar ekonomi (materialistis).
Urbanisasi berasal dari kata urban, menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, penerbit
Balai Pustaka, 1999, merupakan kata
adjektif yang mempunyai arti kekotaan,
jadi urbanisasi dapat berarti “merubah
menjadi kekotaan atau bersifat kota.
Sungai Winongo
Sungai
Code
Jalan Mangkubumi Jalan Malioboro Jalan Ahmad Yani Kawasan Malioboro Kawasan Kraton Pal putih Panggung Krapyak74 Jurnal Ilmiah POSTULATE Vol.IX, No.1 Edisi April 2019
Pengaruh psikologi masyarakat pada
perkotaan Yogyakarta yang umum terjadi
adalah
sifat
individualisme
dan
materialistis karena tekanan-tekanan sosial
dan persaingan hidup yang lebih berat
daripada kehidupan di pedesaan. Hal ini
semakin terasa dengan perubahan gaya
hidup masyarakat kota Yogyakarta, dengan
ditandai tumbuh menjamurnya pusat-pusat
gaya hidup yang mempunyai nilai ekonomi,
seperti mall, toko, butik, café, restoran,
rumah makan franchise,dan lain-lain.
MALL
DAN
ELEMEN
FISIK
PEMBENTUK
Mall merupakan indikasi urbanisasi,
yang mendasari sifat dari pemakainya.
Definisi malll itu sendiri adalah :
1. Mall adalah a public plaza, walk, or
system of walks set with trees and des
2.
Malls are not just another type of
shopping
area.
They
are
an
architectural
form
wherein
the
pedestrian shopper is freed from
vehicular
traffic
and
where
the
environment is shaped to encourage
shopping and entertain the potential
costumers .
3. Mall dapat dikategorikan shopping
precinct. Pengertian dari Shopping
precinct adalah suatu area pusat
perbelanjaan yang telah direncanakan
dari awal perancangannya, dimana area
tersebut hanya dikhususkan untuk
berbelanja
sehingga
terbebas
dari
sirkulasi lalu lintas umum .
4. Mall merupakan kategori toko serba ada
yang merupakan gabungan sifat pasar
dan shopping street.
Elemen dasar fisik pada pusat perbelanjaan
adalah mall space, vertical centres, arcade
dan atrium centres. Arcade adalah salah
satu elemen penting yang terdapat di
sepanjang jalan Malioboro. Pembuatan
arcade di sepanjang Jalan Malioboro dan
Jalan Ahmad Yani adalah realisasi dari
himbauan presiden untuk membenahi
Malioboro, untuk menghidupkan toko-toko
disepanjang jalan dan sebagai tempat
berlindung bagi pejalan kaki. Tetapi pada
perkembangannya, diiringi dengan aspek
ekonomi yang merupakan sifat urbanisasi,
membuat pedagang kaki lima mengisi dan
memanfaatkan ruang-ruang dalam arcade
dan menyisakan ruang sempit untuk pejalan
kaki (rata-rata menyisakan ruang selebar +
120 cm).
75 Jurnal Ilmiah POSTULATE Vol.IX, No.1 Edisi April 2019
Gambar 4. Suasana dan Ruang KotaJl. Mangkubumi, Jl. Malioboro dan Jl. Ahmad Yani
Arcade mempunyai sifat seperti koridor.
Elemen-elemen fisik tempat perbelanjaan
pada
koridor
pertokoan
yang
ikut
membentuk ruang kota (urban form), baik
koridor dalam maupun luar pada bangunan
adalah :
1. Tempat pejalan kaki (pedestrian)
2. Hard & soft landscaping
3. Muka toko (storefront)
4. Street furniture
5. Penanda (Signage)
6. Sirkulasi
7. Parkir
Elemen-elemen fisik ini memberikan
kejelasan (legibility) dan kenyamanan suatu
koridor pertokoan.
MALL DAN PERUBAHAN RUANG
KOTA
Elemen-elemen fisik dalam urban
desain yang membentuk ruang kota
(Shirvani, 1985) adalah:
1. Guna Lahan (Land use)
2. Bentuk dan massa bangunan (Building
form and massing)
3. Sirkulasi dan parkir (circulation and
parking)
4. Ruang terbuka (open space)
5. Tempat pejalan kaki (pedestrian ways)
6. Aktivitas penunjang (activity support)
7. Penanda (signage)
8. Preservasi (preservation)
Elemen-elemen dasar fisik bangunan
mall dan koridor luar, terkait dengan bentuk
ruang kota. Elemen yang terdapat pada mall
memberikan kontribusi yang besar terhadap
pembentukan atau perubahan suatu ruang
kota.
1 4 3 4 5 61
2 3 4 5 6 Jl. Mangkubumi Jl. Mangkubumi Jl. Malioboro Jl. Malioboro Jl. Malioboro Jl. A. Yani76 Jurnal Ilmiah POSTULATE Vol.IX, No.1 Edisi April 2019
Guna lahan, aktivitas penunjang dan
preservasi tidak dimasukan fokus lingkup
bahasan, karena keterbatasan data dan
kaitan bahasan yang luas, sehingga fokus
bahasan akan ditekankan pada hubungan 5
elemen fisik urban desain lainnya terhadap
7 elemen fisik koridor mall di kawasan
Malioboro. Keberadaan Malioboro Mall,
Ramayana-Robinson Mall, dan Ramai Mall
pada sepanjang Jalan Malioboro dan Jalan
Ahmad Yani mengubah ruang kota
kawasan Maliboro secara siginifikan,
melalui elemen-elemen fisik pada koridor
mall. Dibawah ini adalah informasi berupa
gambar yang menunjukkan mall eksisting
yang
terdapat
di
sepanjang
Jalan
Mangkubumi, Jalan Malioboro dan Jalan
Ahmad Yani dan kaitannya dengan konteks
lingkungan.
MALIOBORO MALL
1. Tempat pejalan kaki (pedestrian) dan street furniture
.
3. Sirkulasi dan parkir
2. Muka toko (storefront) dan penanda (Signage)
Hak pejalan kaki terampas dengan keberadaan kaki lima dan area parkir. Kenyamanan aktiftas jalan dan window shopping tidak nyaman. Lampu jalan adalah elemen furniture yang paling menarik dan secara visual jelas memberi kontribusi sense of place pada jl. Malioboro. Usaha mempertahankan keberadaan tanaman perdu didepan bangunan, selain menjaga iklim mikro, juga elemen yang memberi kontribusi visual baik. Tapi keberadaan elemen lampu tidak dibarengi dengan penataan elemen lainnya (tanda larangan berhenti, lampu penghias, dan tiang bendera), sehingga secara visual, menjadi jelek.
Gambar 6. Tempat pejalan kaki (pedestrian), hard & soft landscaping, dan street furniture di koridor Malioboro mall
Ada usaha pada bentuk muka toko dan penempatan signage dengan mempertimbangkan bentuk eksisting dan konteks bangunan sekitar, tetapi dasar signage yang masif dan relatif besar merusak muka toko dan tata fasad jl. Malioboro. Massa yang relatif besar karena tuntutan fungsi, tidak kontekstual dengan kawasan sebagai kawasan budaya. Sirkulasi yang tidak nyaman karena terjadi kepadatan kendaraan karena aktivitas padat dengan JPO, parkir, menaikkan dan menurunkan penumpang. Parkir pada on site (basement
gedung) dan off
site. Off site parking
(basement gedung)
77 Jurnal Ilmiah POSTULATE Vol.IX, No.1 Edisi April 2019 KUALITAS RUANG KOTA KAWASAN MALIOBORO
Malioboro mall Ramayana-Robinson mall Ramai Progo mall
78 Jurnal Ilmiah POSTULATE Vol.IX, No.1 Edisi April 2019 Penilaian kualitas kawasan Malioboro dapat
melalui kategori yang dikemukakan Lynch (1981), yaitu dengan 5 aspek dimensi, yaitu
vitality, sense, fit, access, dan control .
1. Vitalitas (Vitality)
Berkaitan dengan penilaian vitalitas keberadaan mall terhadap pemakai adalah kesesuaian antara kebutuhan kenyamanan manusia yang berkaitan dengan suhu internal, sensory input dan fungsi tubuh. Kaitan dengan kualitas ruang kota adalah elemen koridor luar disepanjang bangunan mall. Arcade yang dibuat dapat melindungi dari panas dan hujan, menjaga suhu internal tubuh. Anak tangga yang ada pada mall menyulitkan orang dengan kemampuan terbatas (disable people) untuk mengakses. Desain entrance yang tidak menyesuaikan dengan fungsi tubuh dengan gerakan terbatas, mengurangi penilaian kualitas ruang.
2. Sense
Sense melibatkan aturan bentuk bangunan dan kualitas dalam membentuk persepsi dan identitas terhadap lingkung bangunan. Mall bukan hanya sebagai tempat belanja yang dilihat dari aspek ekonomi saja, sesuai dengan definisi malll pada no 1 dan 2, seharusnya juga merupakan sebuah a people place. Esensi place pada ruang kota terkait pada budaya dan karakteristik masyarakatnya. Seperti yang diungkapkan Trancik (1986) tentang place theory: Space is a bounded or purposeful void
with the potential of physically linking things, it
only become place when it is given a contextual meaning derived from cultural or regional context .
Penilaian sense of place yang terbentuk dari keberadaan 3 mall yang terdapat di sepanjang jalan utama yaitu:
a. Identitas (identity)
Keberadaan 3 mall dalam kawasan Malioboro yang memiliki bentuk khusus, dan event/aktifitas khusus, merupakan identitas baru bagi kawasan dengan bangunan yang relatif besar terhadap bangunan sekelilingnya (lihat gambar 7, 10 dan 14). Tetapi muka toko pada bangunan Ramai mall dan Ramayana-Robinson mall tidak terlihat adanya usaha penyesuaian dengan konteks bangunan sekitar. Dua bangunan besar yang seharusnya memperkuat identitas kawasan Malioboro dari bentuk muka toko tidak signifikan terhadap pembentukan identitas kawasan Malioboro yang mempunyai bangunan peninggalan kolonial dan mempunyai keunikan tersendiri serta bernilai sejarah. Hal ini mengurangi sense
of place kawasan.
b. Struktur (structure)
Kesesuaian orientasi ketiga mall terhadap sekelilingnya sesuai dan kontekstual dengan lingkungan sekitar dan konsep hirarkhi-simetris kawasan Malioboro. Hal ini memperkuat sense of place kawasan.
79 Jurnal Ilmiah POSTULATE Vol.IX, No.1 Edisi April 2019 c. Kesesuaian (congruence)
Ketiga bangunan mall merujuk pada eksistensi asosiasi suatu fungsi tempat yang kuat, yaitu kraton. Merujuk dengan arah orientasi bangunan ke Jalan Malioboro dan Jalan Ahmad Yani. Tetapi pembangunan dan perubahan muka toko dengan signage, yang terjadi pada Ramai Progo mall dan Ramayana-Robinson mall merusak kesesuaian konteks bangunan peninggalan kolonial. Ini mengurangi sense of
place pada kawasan Malioboro.
d. Kejelasan/keterbukaan (transparency) Pertimbangan ini bermaksud pada sejauh mana pengalaman kita pada koridor mall terhadap lingkungan sekitar. Seberapa besar kemampuan berkomunikasi/ menyampaikan secara tepat kepada orang lain melalui media secara simbol fisik. Fisik koridor luar yang terbuka dan jelas aksesnya membuat penyampaiannya sebagai ruang publik menjadi jelas. Hal ini memperkuat sense of place kawasan Malioboro sebagai ruang pulik dan dapat dinikmati.
3. Kecocokan (fit)
Kecocokan antara action and form in its behavior settings and behavior circuits . Bahasan ini tidak jauh beda dengan sub aspek pada sense tentang congruence. Ketidak sesuaian bangunan, muka toko dan signage yang menempel mengurangi keseluruhan penilaian kualitas kawasan Malioboro sebagai kawasan sejarah dan budaya (lihat gambar 7,10 dan 14).
4. Akses (access)
Semakin tinggi tingkat kemampuan orang untuk menjangkau keberadaan orang lainnya, aktifitas, servis, informasi, ataupun tempat lain, semakin baik pula penilaian kualitas pada aspek akses bangunan mall terhadap kawasan Malioboro. Tetapi, kawasan Malioboro sekarang mengalami masalah trafik, sehingga pengunjung kawasan dalam keadaan terancam , sehingga akses pengunjung tidak menjadi mudah. Dengan adanya mall, kegiatan dan kunjungan ke bangunan dan disekitarnya meningkat, menimbulkan masalah pada trafik.
5. Kontrol (control)
Tingkat kontrol terhadap penggunaan dan akses pada ruang dan aktifitas, pembuatan, perbaikan, modifikasi dan manajemen yang dilakukan oleh orang yang menggunakan, bekerja dan tinggal dikawasan. Dalam hal ini, yang dimaksud orang adalah siapapun yang berhubungan dengan kawasan Malioboro, penghuni/warga, aparat lingkungan dari tingkat RT sampai gubernur. Kontrol untuk menjaga keberadaan arcade disetiap bangunan untuk fasilitas dan kenyamanan pejalan kaki memang baik (lihat gambar 6, 9 dan 13) tapi dibanding dengan perubahan bangunan dan muka toko pada mall yang tidak kontekstual dengan lingkungan sekitar, menimbulkan penilaian kontrol terhadap kawasan Malioboro lemah.
80 Jurnal Ilmiah POSTULATE Vol.IX, No.1 Edisi April 2019 Jadi, pengaruh mall eksisting terhadap
kualitas ruang kota pada kawasan Malioboro adalah membuat penurunan/degradasi kualitas ruang dan hunian kawasan. Secara umum, keberadaan fisik mall dengan segala atribut elemen fisiknya mengurangi dan tidak memperkuat sense of place kawasan Malioboro sebagai kawasan budaya dan sejarah.
KESIMPULAN DAN SARAN
Isu tentang pembangunan beberapa mal (yang masih menjadi perdebatan ditingkat warga, legislatif dan eksekutif DIY) disepanjang Jalan Mangkubumi dan Jalan Malioboro, jelas-jelas mempunyai dampak yang signifikan terhadap bentuk dan kualitas ruang kota di Kawasan Malioboro. Sense of place sebagai kawasan sejarah dan budaya yang terbentuk dari identitas dan membentuk kualitas kawasan Malioboro adalah hal yang dicari pengunjung. Mengembalikan sense of place kawasan Malioboro sebagai kawasan sejarah dan budaya diperlukan pertimbangan yang mendalam dalam memutuskan pembangunan ataupun perbaikan/renovasi mall. Efek dari keberadaan mall sangat besar, karena secara fisik relatif besar dan elemen fisik dasar mall dan koridornya mempengaruhi elemen-elemen ruang kota pada Kawasan Malioboro. Pengembangan, pembangunan dan perbaikan mall di Kawasan Malioboro seharusnya memperhatikan ruang kota yang akan terbentuk, sehingga memerlukan kajian kelayakan yang mendalam dengan
memperhatikan 5 aspek dimensi (vitality, sense, fit, acces dan control) yang mempengaruhi kualitas ruang kota, yang identik dengan kepentingan publik, sehingga tidak terjadi lagi degradasi kualitas ruang kota pada Kawasan Malioboro.
DAFTAR PUSTAKA
Colany, Gideon. 2005. Ethics and Urban Design: Culture, Form and Environment. New York: John wiley & Sons,Inc. Einser, Simon. 2003. The Urban Pattern: City
Planning and Design. USA: Van Nostrand Reinhold.
Frederick, Gibbert, 2009. Town Design, London : Architectural press.
Harris, Cyril M. 2005. Dictionary of architecture and Construction. USA: McGraw-Hill, Inc.
Lynch, Kevin. 2001. Good City Form. New England: MIT press.
Martland, Bary. 2000. The New Architeture of the Retails Mall. New York: Prentice Hall, Inc.
Suharno, Jimmy. 2000. Penataan Koridor Pertokoan Pusat Perbelanjaan Kota (Tinjauan Kasus Koridor Pusat Perbelanjaan Blok M). Depok Universitas Indonesia.
Tim delegasi DIY, 2000. The Role of Cultural Heritage in Regional Tourism and Development: Yogyakarta case study, International Tourism Symposium di Propinsi Kangwon, Korea, 8 – 12 September 1999.
Tim penyusun. 2000. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: penerbit Balai Pustaka.
Trancik, Roger. 2006. Finding Lost Space, Van Nostrand Reinhold. USA: Prentice Hall Inc.,.
Widyasari,R.I. 2007. Transformasi pola Sirkulasi Pusat Perbelanjaan di Jakarta, Depok: Universitas Indonesia