• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mall dan Pengaruhnya terhadap Kawasan Malioboro. Dwi Siswi Hariyani 6 Abstrak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Mall dan Pengaruhnya terhadap Kawasan Malioboro. Dwi Siswi Hariyani 6 Abstrak"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

70 Jurnal Ilmiah POSTULATE Vol.IX, No.1 Edisi April 2019

Mall dan Pengaruhnya terhadap Kawasan Malioboro

Dwi Siswi Hariyani

6

dwisiswi@gmail.com

Abstrak

Sense of place terhadap Kawasan Malioboro sebagai kawasan bersejarah dan cagar budaya

yang terbentuk dari identitas dan membentuk kualitas kawasan Malioboro adalah hal yang

dicari pengunjung. Mengembalikan sense of place kawasan Malioboro sebagai kawasan

sejarah dan budaya diperlukan pertimbangan yang mendalam dalam memutuskan

pembangunan ataupun perbaikan/renovasi mall. Efek dari keberadaan mall sangat besar,

karena secara fisik relatif besar dan elemen fisik dasar mall dan koridornya mempengaruhi

elemen-elemen ruang kota pada Kawasan Malioboro. Tiga dari mall (Malioboro mall, Ramai

mall dan Ramayana-Robinson Mall) yang terdapat pada di dua jalan utama kawasan (jalan

Mangkubumi dan Jalan A.Yani) dengan desain bentuk fisiknya telah berperan dalam merubah

ruang kota Kawasan Malioboro secara signifikan, yaitu degradasi kualitas ruang kota

kawasan.

Kata Kunci: Mall, Kawasan Malioboro, sense of place

Latar Belakang Kawasan Malioboro

Sebagai Kasus Studi

Kota Yogyakarta salah satu tujuan

wisata

budaya

jawa,

contoh

dari

kebudayaan

jawa

dengan

arsitektur,

warisan pusaka peninggalan, dan hasil

urban desain yang merupakan refleksi

pembuatan awal kota (kraton). Kawasan

Malioboro adalah bagian dari kota

Yogyakarta, merupakan jantung kota yang

sarat dengan cerita sejarah dan bangunan

peninggalan kolonial.

6 Penulis adalah salah satu tenaga pengajar Program studi Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Azzahra

Kota Yogyakarta, dengan titik awal

pertumbuhannya berbasis dari keberadaan

Kraton. Panggung krapyak, kraton, jalan

Malioboro dan Pal Putih, merupakan

sesuatu aksis imajiner dan simbolik aksis

utara selatan Merapi dan Parangtritis. Aksis

imajiner ini merupakan penjabaran dari

refleksi kesadaran penguasa pada jaman itu

terhadap alam semesta dan Tuhan/Dewa

(kosmik).

Sesuai dengan salah satu dari 3 teori normatif tentang awal terbentuknya kota dengan cosmic theory, yang dikemukakan Lynch (1981) yaitu

(2)

71 Jurnal Ilmiah POSTULATE Vol.IX, No.1 Edisi April 2019 “ this theory asserts that the form of any

permanent settlement should be a magical model of the universe and the Gods.It is a meens of linking human beings to those vast forces and a way of stabilizing the order and harmony of the cosmos’.

Dua konsep filosofi jawa terhadap pembentukan kota Yogyakarta yang penting lainnya adalah simetri dan hirarkhi. Simetri berhubungan dengan desain dan peletakan bangunan serta hubungannya terhadap yang lain, dan hirarkhi dapat dilihat pada hubungan struktur bangunan kerajaan terhadap bangunan di sekitarnya. Suatu titik dari nilai kosmik-historis dan konsep filosofi jawa yang berpengaruh pada pembentukan kota pada saat itu dan pengembangannya. Nilai yang memberikan keunikan dan menjadi identitas kota. Ruang kota pada kawasan Malioboro juga merupakan bentuk hasil dari penerapan nilai historik-kosmis dan konsep filosofi jawa.

Gambar 1. Lokasi Kawasan Malioboro terhadap Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Isu tentang rencana pembangunan

mall selain yang sudah di kawasan jantung

kota ini, merupakan wacana tersendiri yang

sedang berkembang dikalangan Dewan

Pemerintah Rakyat (DPR) dan warga kota

Yogyakarta, ada yang pro dan ada pula

yang kontra. Keberadaan mall signifikan

dengan pembentukan ruang kota yang

terbentuk di kawasan Malioboro, karena

secara fisik sudah mendominasi ruang kota.

Lebih lanjut akan dibahas kaitan mall dan

ruang kota di kawasan Malioboro.

Gambar 2. Aksis imajiner bentuk awal kota Yogyakarta

Provinsi

DIY Kawasan Malioboro

Kawasan Malioboro – Kraton (diapit oleh S. Winongo dan S.Code)

Kota Yogyakarta Kraton layout bangunan dgn Konsep hirarkhi Pal putih/tugu Jalan Malioboro Kraton Panggung Krapyak

Layout bangunan dengan Konsep simetri

Aksis imajiner

(3)

72 Jurnal Ilmiah POSTULATE Vol.IX, No.1 Edisi April 2019

PROFIL KAWASAN MALIOBORO

Kawasan

Malioboro

terletak

diketinggian 114 meter diatas permukaan

Laut (Dpl). Tipe iklim kawasan Malioboro

adalah hot-humid (panas-lembab), sesuai

dengan karakter iklim zona ekuator

Indonesia secara umum dengan perbedaan

suhu yang kecil, mempunyai dua musim

(panas dan hujan), curah hujan tinggi dan

kenyamanan suhu pada daratan dengan

level yang lebih tinggi, misalnya daerah

kearah utara menuju Gunung Merapi yang

hawanya lebih sejuk dan nyaman. Saduran

dari makalah yang diajukan oleh tim

delegasi DIY yang berjudul The Role of

Cultural Heritage in Regional Tourism and

Development: Yogyakarta case study, pada

International Tourism Symposium di

Propinsi Kangwon, Korea, 8 – 12

September 1999.

Menurut sejarahnya, pusat kota

Yogyakarta sebagai ibukota Mataram

sebelumnya terletak didaerah Kota Gede,

kemudian pindah ke kawasan baru.

Pelaksanaan pembangunan kraton dan

kawasan Malioboro didaerah baru ini

dimulai ada tahun 1755. Daerah baru ini

membujur dari utara dan selatan, diapit oleh

Sungai Winongo dan Sungai Code di

bagian barat dan timur.

Malioboro adalah nama panggilan

yang sering digunakan orang ketika

menyebut Kawasan jalan Malioboro.

Aspek historis yang melekat pada kawasan

Malioboro, membuatnya menjadi sebagai

salah satu identitas budaya kebanggaan

Daerah Iistimewa Yogyakarta (DIY).

Aktifitas kawasan Malioboro yang paling

besar dan dominan terjadi di Jalan

Malioboro.

Kawasan

Malioboro

merupakan jantung kota, terletak didalam

tepat di garis imajiner ibukota Mataram,

jalan

utama

yang

membentuknya

(sekarang) adalah Jalan Mangkubumi,

Jalan Malioboro dan Jalan Ahmad Yani

sepanjang 1,6 km. Aktifitas yang ada

secara umum adalah aktifitas komersial,

ditandai dengan adanya mall, shopping

street berupa toko maupun rumah-toko

(ruko) dan kaki lima. Mall dengan segala

aktifitasnya didalamnya, merupakan gejala

urbanisasi yang menandai perubahan gaya

hidup masyarakat kota Yogyakarta. Di

kawasan Malioboro ini terdapat 3 mall,

yaitu Malioboro mall, Ramai mall dan

Ramayana-Robinson mall. Dibawah ini

terdapat

gambar-gambar

yang

menunjukkan suasana dan ruang kota

Kawasan Malioboro:

(4)

73 Jurnal Ilmiah POSTULATE Vol.IX, No.1 Edisi April 2019

Gambar 3. Profil Kawasan Malioboro terhadap Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

SIGNIFIKANSI MALL TERHADAP

RUANG KOTA

Kota Yogyakarta juga mempunyai

sebutan kota pelajar karena banyaknya

sarana dan prasarana untuk belajar dikota.

Hal ini merupakan magnet kuat bagi

penduduk luar kota Yogyakarta untuk

datang dan menimba ilmu. Dengan adanya

perpindahan penduduk setiap tahun ajaran

baru menimbulkan perkembangan yang

pesat terhadap aktifitas pendukungnya,

bagi mayoritas penduduknya yang berstatus

pelajar. Berkembangnya aktifitas di pusat

perdagangan, meningkatnya pemakaian

sarana transportasi dan aktivitas politik,

religi serta aktivitas administrasi.

Dengan

derasnya

pengaruh

globalisasi

yang

disebarkan

melalui

bermacam-macam media, baik media tulis

atau televisi, mengakibatkan urbanisasi

terjadi di kota Yogyakarta dalam satu

dekade

ini.

Nilai-nilai

yang

dianut

mengalami perubahan, terjadi penurunan

terhadap

sifat

kekeluargaan

yang

berkembang menjadi bersifat individual.

Selain itu, nilai yang berkembang pada

kaum urban di perkotaan adalah penilaian

dengan standar ekonomi (materialistis).

Urbanisasi berasal dari kata urban, menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia, penerbit

Balai Pustaka, 1999, merupakan kata

adjektif yang mempunyai arti kekotaan,

jadi urbanisasi dapat berarti “merubah

menjadi kekotaan atau bersifat kota.

Sungai Winongo

Sungai

Code

Jalan Mangkubumi Jalan Malioboro Jalan Ahmad Yani Kawasan Malioboro Kawasan Kraton Pal putih Panggung Krapyak

(5)

74 Jurnal Ilmiah POSTULATE Vol.IX, No.1 Edisi April 2019

Pengaruh psikologi masyarakat pada

perkotaan Yogyakarta yang umum terjadi

adalah

sifat

individualisme

dan

materialistis karena tekanan-tekanan sosial

dan persaingan hidup yang lebih berat

daripada kehidupan di pedesaan. Hal ini

semakin terasa dengan perubahan gaya

hidup masyarakat kota Yogyakarta, dengan

ditandai tumbuh menjamurnya pusat-pusat

gaya hidup yang mempunyai nilai ekonomi,

seperti mall, toko, butik, café, restoran,

rumah makan franchise,dan lain-lain.

MALL

DAN

ELEMEN

FISIK

PEMBENTUK

Mall merupakan indikasi urbanisasi,

yang mendasari sifat dari pemakainya.

Definisi malll itu sendiri adalah :

1. Mall adalah a public plaza, walk, or

system of walks set with trees and des

2.

Malls are not just another type of

shopping

area.

They

are

an

architectural

form

wherein

the

pedestrian shopper is freed from

vehicular

traffic

and

where

the

environment is shaped to encourage

shopping and entertain the potential

costumers .

3. Mall dapat dikategorikan shopping

precinct. Pengertian dari Shopping

precinct adalah suatu area pusat

perbelanjaan yang telah direncanakan

dari awal perancangannya, dimana area

tersebut hanya dikhususkan untuk

berbelanja

sehingga

terbebas

dari

sirkulasi lalu lintas umum .

4. Mall merupakan kategori toko serba ada

yang merupakan gabungan sifat pasar

dan shopping street.

Elemen dasar fisik pada pusat perbelanjaan

adalah mall space, vertical centres, arcade

dan atrium centres. Arcade adalah salah

satu elemen penting yang terdapat di

sepanjang jalan Malioboro. Pembuatan

arcade di sepanjang Jalan Malioboro dan

Jalan Ahmad Yani adalah realisasi dari

himbauan presiden untuk membenahi

Malioboro, untuk menghidupkan toko-toko

disepanjang jalan dan sebagai tempat

berlindung bagi pejalan kaki. Tetapi pada

perkembangannya, diiringi dengan aspek

ekonomi yang merupakan sifat urbanisasi,

membuat pedagang kaki lima mengisi dan

memanfaatkan ruang-ruang dalam arcade

dan menyisakan ruang sempit untuk pejalan

kaki (rata-rata menyisakan ruang selebar +

120 cm).

(6)

75 Jurnal Ilmiah POSTULATE Vol.IX, No.1 Edisi April 2019

Gambar 4. Suasana dan Ruang KotaJl. Mangkubumi, Jl. Malioboro dan Jl. Ahmad Yani

Arcade mempunyai sifat seperti koridor.

Elemen-elemen fisik tempat perbelanjaan

pada

koridor

pertokoan

yang

ikut

membentuk ruang kota (urban form), baik

koridor dalam maupun luar pada bangunan

adalah :

1. Tempat pejalan kaki (pedestrian)

2. Hard & soft landscaping

3. Muka toko (storefront)

4. Street furniture

5. Penanda (Signage)

6. Sirkulasi

7. Parkir

Elemen-elemen fisik ini memberikan

kejelasan (legibility) dan kenyamanan suatu

koridor pertokoan.

MALL DAN PERUBAHAN RUANG

KOTA

Elemen-elemen fisik dalam urban

desain yang membentuk ruang kota

(Shirvani, 1985) adalah:

1. Guna Lahan (Land use)

2. Bentuk dan massa bangunan (Building

form and massing)

3. Sirkulasi dan parkir (circulation and

parking)

4. Ruang terbuka (open space)

5. Tempat pejalan kaki (pedestrian ways)

6. Aktivitas penunjang (activity support)

7. Penanda (signage)

8. Preservasi (preservation)

Elemen-elemen dasar fisik bangunan

mall dan koridor luar, terkait dengan bentuk

ruang kota. Elemen yang terdapat pada mall

memberikan kontribusi yang besar terhadap

pembentukan atau perubahan suatu ruang

kota.

1 4 3 4 5 6

1

2 3 4 5 6 Jl. Mangkubumi Jl. Mangkubumi Jl. Malioboro Jl. Malioboro Jl. Malioboro Jl. A. Yani

(7)

76 Jurnal Ilmiah POSTULATE Vol.IX, No.1 Edisi April 2019

Guna lahan, aktivitas penunjang dan

preservasi tidak dimasukan fokus lingkup

bahasan, karena keterbatasan data dan

kaitan bahasan yang luas, sehingga fokus

bahasan akan ditekankan pada hubungan 5

elemen fisik urban desain lainnya terhadap

7 elemen fisik koridor mall di kawasan

Malioboro. Keberadaan Malioboro Mall,

Ramayana-Robinson Mall, dan Ramai Mall

pada sepanjang Jalan Malioboro dan Jalan

Ahmad Yani mengubah ruang kota

kawasan Maliboro secara siginifikan,

melalui elemen-elemen fisik pada koridor

mall. Dibawah ini adalah informasi berupa

gambar yang menunjukkan mall eksisting

yang

terdapat

di

sepanjang

Jalan

Mangkubumi, Jalan Malioboro dan Jalan

Ahmad Yani dan kaitannya dengan konteks

lingkungan.

MALIOBORO MALL

1. Tempat pejalan kaki (pedestrian) dan street furniture

.

3. Sirkulasi dan parkir

2. Muka toko (storefront) dan penanda (Signage)

Hak pejalan kaki terampas dengan keberadaan kaki lima dan area parkir. Kenyamanan aktiftas jalan dan window shopping tidak nyaman. Lampu jalan adalah elemen furniture yang paling menarik dan secara visual jelas memberi kontribusi sense of place pada jl. Malioboro. Usaha mempertahankan keberadaan tanaman perdu didepan bangunan, selain menjaga iklim mikro, juga elemen yang memberi kontribusi visual baik. Tapi keberadaan elemen lampu tidak dibarengi dengan penataan elemen lainnya (tanda larangan berhenti, lampu penghias, dan tiang bendera), sehingga secara visual, menjadi jelek.

Gambar 6. Tempat pejalan kaki (pedestrian), hard & soft landscaping, dan street furniture di koridor Malioboro mall

Ada usaha pada bentuk muka toko dan penempatan signage dengan mempertimbangkan bentuk eksisting dan konteks bangunan sekitar, tetapi dasar signage yang masif dan relatif besar merusak muka toko dan tata fasad jl. Malioboro. Massa yang relatif besar karena tuntutan fungsi, tidak kontekstual dengan kawasan sebagai kawasan budaya. Sirkulasi yang tidak nyaman karena terjadi kepadatan kendaraan karena aktivitas padat dengan JPO, parkir, menaikkan dan menurunkan penumpang. Parkir pada on site (basement

gedung) dan off

site. Off site parking

(basement gedung)

(8)

77 Jurnal Ilmiah POSTULATE Vol.IX, No.1 Edisi April 2019 KUALITAS RUANG KOTA KAWASAN MALIOBORO

Malioboro mall Ramayana-Robinson mall Ramai Progo mall

(9)

78 Jurnal Ilmiah POSTULATE Vol.IX, No.1 Edisi April 2019 Penilaian kualitas kawasan Malioboro dapat

melalui kategori yang dikemukakan Lynch (1981), yaitu dengan 5 aspek dimensi, yaitu

vitality, sense, fit, access, dan control .

1. Vitalitas (Vitality)

Berkaitan dengan penilaian vitalitas keberadaan mall terhadap pemakai adalah kesesuaian antara kebutuhan kenyamanan manusia yang berkaitan dengan suhu internal, sensory input dan fungsi tubuh. Kaitan dengan kualitas ruang kota adalah elemen koridor luar disepanjang bangunan mall. Arcade yang dibuat dapat melindungi dari panas dan hujan, menjaga suhu internal tubuh. Anak tangga yang ada pada mall menyulitkan orang dengan kemampuan terbatas (disable people) untuk mengakses. Desain entrance yang tidak menyesuaikan dengan fungsi tubuh dengan gerakan terbatas, mengurangi penilaian kualitas ruang.

2. Sense

Sense melibatkan aturan bentuk bangunan dan kualitas dalam membentuk persepsi dan identitas terhadap lingkung bangunan. Mall bukan hanya sebagai tempat belanja yang dilihat dari aspek ekonomi saja, sesuai dengan definisi malll pada no 1 dan 2, seharusnya juga merupakan sebuah a people place. Esensi place pada ruang kota terkait pada budaya dan karakteristik masyarakatnya. Seperti yang diungkapkan Trancik (1986) tentang place theory: Space is a bounded or purposeful void

with the potential of physically linking things, it

only become place when it is given a contextual meaning derived from cultural or regional context .

Penilaian sense of place yang terbentuk dari keberadaan 3 mall yang terdapat di sepanjang jalan utama yaitu:

a. Identitas (identity)

Keberadaan 3 mall dalam kawasan Malioboro yang memiliki bentuk khusus, dan event/aktifitas khusus, merupakan identitas baru bagi kawasan dengan bangunan yang relatif besar terhadap bangunan sekelilingnya (lihat gambar 7, 10 dan 14). Tetapi muka toko pada bangunan Ramai mall dan Ramayana-Robinson mall tidak terlihat adanya usaha penyesuaian dengan konteks bangunan sekitar. Dua bangunan besar yang seharusnya memperkuat identitas kawasan Malioboro dari bentuk muka toko tidak signifikan terhadap pembentukan identitas kawasan Malioboro yang mempunyai bangunan peninggalan kolonial dan mempunyai keunikan tersendiri serta bernilai sejarah. Hal ini mengurangi sense

of place kawasan.

b. Struktur (structure)

Kesesuaian orientasi ketiga mall terhadap sekelilingnya sesuai dan kontekstual dengan lingkungan sekitar dan konsep hirarkhi-simetris kawasan Malioboro. Hal ini memperkuat sense of place kawasan.

(10)

79 Jurnal Ilmiah POSTULATE Vol.IX, No.1 Edisi April 2019 c. Kesesuaian (congruence)

Ketiga bangunan mall merujuk pada eksistensi asosiasi suatu fungsi tempat yang kuat, yaitu kraton. Merujuk dengan arah orientasi bangunan ke Jalan Malioboro dan Jalan Ahmad Yani. Tetapi pembangunan dan perubahan muka toko dengan signage, yang terjadi pada Ramai Progo mall dan Ramayana-Robinson mall merusak kesesuaian konteks bangunan peninggalan kolonial. Ini mengurangi sense of

place pada kawasan Malioboro.

d. Kejelasan/keterbukaan (transparency) Pertimbangan ini bermaksud pada sejauh mana pengalaman kita pada koridor mall terhadap lingkungan sekitar. Seberapa besar kemampuan berkomunikasi/ menyampaikan secara tepat kepada orang lain melalui media secara simbol fisik. Fisik koridor luar yang terbuka dan jelas aksesnya membuat penyampaiannya sebagai ruang publik menjadi jelas. Hal ini memperkuat sense of place kawasan Malioboro sebagai ruang pulik dan dapat dinikmati.

3. Kecocokan (fit)

Kecocokan antara action and form in its behavior settings and behavior circuits . Bahasan ini tidak jauh beda dengan sub aspek pada sense tentang congruence. Ketidak sesuaian bangunan, muka toko dan signage yang menempel mengurangi keseluruhan penilaian kualitas kawasan Malioboro sebagai kawasan sejarah dan budaya (lihat gambar 7,10 dan 14).

4. Akses (access)

Semakin tinggi tingkat kemampuan orang untuk menjangkau keberadaan orang lainnya, aktifitas, servis, informasi, ataupun tempat lain, semakin baik pula penilaian kualitas pada aspek akses bangunan mall terhadap kawasan Malioboro. Tetapi, kawasan Malioboro sekarang mengalami masalah trafik, sehingga pengunjung kawasan dalam keadaan terancam , sehingga akses pengunjung tidak menjadi mudah. Dengan adanya mall, kegiatan dan kunjungan ke bangunan dan disekitarnya meningkat, menimbulkan masalah pada trafik.

5. Kontrol (control)

Tingkat kontrol terhadap penggunaan dan akses pada ruang dan aktifitas, pembuatan, perbaikan, modifikasi dan manajemen yang dilakukan oleh orang yang menggunakan, bekerja dan tinggal dikawasan. Dalam hal ini, yang dimaksud orang adalah siapapun yang berhubungan dengan kawasan Malioboro, penghuni/warga, aparat lingkungan dari tingkat RT sampai gubernur. Kontrol untuk menjaga keberadaan arcade disetiap bangunan untuk fasilitas dan kenyamanan pejalan kaki memang baik (lihat gambar 6, 9 dan 13) tapi dibanding dengan perubahan bangunan dan muka toko pada mall yang tidak kontekstual dengan lingkungan sekitar, menimbulkan penilaian kontrol terhadap kawasan Malioboro lemah.

(11)

80 Jurnal Ilmiah POSTULATE Vol.IX, No.1 Edisi April 2019 Jadi, pengaruh mall eksisting terhadap

kualitas ruang kota pada kawasan Malioboro adalah membuat penurunan/degradasi kualitas ruang dan hunian kawasan. Secara umum, keberadaan fisik mall dengan segala atribut elemen fisiknya mengurangi dan tidak memperkuat sense of place kawasan Malioboro sebagai kawasan budaya dan sejarah.

KESIMPULAN DAN SARAN

Isu tentang pembangunan beberapa mal (yang masih menjadi perdebatan ditingkat warga, legislatif dan eksekutif DIY) disepanjang Jalan Mangkubumi dan Jalan Malioboro, jelas-jelas mempunyai dampak yang signifikan terhadap bentuk dan kualitas ruang kota di Kawasan Malioboro. Sense of place sebagai kawasan sejarah dan budaya yang terbentuk dari identitas dan membentuk kualitas kawasan Malioboro adalah hal yang dicari pengunjung. Mengembalikan sense of place kawasan Malioboro sebagai kawasan sejarah dan budaya diperlukan pertimbangan yang mendalam dalam memutuskan pembangunan ataupun perbaikan/renovasi mall. Efek dari keberadaan mall sangat besar, karena secara fisik relatif besar dan elemen fisik dasar mall dan koridornya mempengaruhi elemen-elemen ruang kota pada Kawasan Malioboro. Pengembangan, pembangunan dan perbaikan mall di Kawasan Malioboro seharusnya memperhatikan ruang kota yang akan terbentuk, sehingga memerlukan kajian kelayakan yang mendalam dengan

memperhatikan 5 aspek dimensi (vitality, sense, fit, acces dan control) yang mempengaruhi kualitas ruang kota, yang identik dengan kepentingan publik, sehingga tidak terjadi lagi degradasi kualitas ruang kota pada Kawasan Malioboro.

DAFTAR PUSTAKA

Colany, Gideon. 2005. Ethics and Urban Design: Culture, Form and Environment. New York: John wiley & Sons,Inc. Einser, Simon. 2003. The Urban Pattern: City

Planning and Design. USA: Van Nostrand Reinhold.

Frederick, Gibbert, 2009. Town Design, London : Architectural press.

Harris, Cyril M. 2005. Dictionary of architecture and Construction. USA: McGraw-Hill, Inc.

Lynch, Kevin. 2001. Good City Form. New England: MIT press.

Martland, Bary. 2000. The New Architeture of the Retails Mall. New York: Prentice Hall, Inc.

Suharno, Jimmy. 2000. Penataan Koridor Pertokoan Pusat Perbelanjaan Kota (Tinjauan Kasus Koridor Pusat Perbelanjaan Blok M). Depok Universitas Indonesia.

Tim delegasi DIY, 2000. The Role of Cultural Heritage in Regional Tourism and Development: Yogyakarta case study, International Tourism Symposium di Propinsi Kangwon, Korea, 8 – 12 September 1999.

Tim penyusun. 2000. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: penerbit Balai Pustaka.

Trancik, Roger. 2006. Finding Lost Space, Van Nostrand Reinhold. USA: Prentice Hall Inc.,.

Widyasari,R.I. 2007. Transformasi pola Sirkulasi Pusat Perbelanjaan di Jakarta, Depok: Universitas Indonesia

Referensi

Dokumen terkait

Pada tabel 5, komponen parameter standar kinerja PBC yang memenuhi aspek ekonomi pada faktor efisiensi adalah kekasaran permukaan, lubang, retak dan bekas alur

271 ini disebabkan belum adanya pedoman baku dan petunjuk yang jelas dalam pengukuran ranah afektif. Artinya guru harus mampu melakukan penilaian terhadap

       

Kick off meeting dilakukan untuk memberikan kesempatan kepada kedua belah pihak untuk mengkomunikasikan Gap dari HSE Plan yang telah disusun oleh kontraktor pada

“Selain dari kekurangan personil dan jarak tempuh yang cukup jauh, maka bentuk lain dari kendala dan solusi pelaksanaan prosedur kerja yang saya rasakan sebagai

akademik dimungkinkan karena strategi- strategi berpikir siswa belum muncul dikalangan siswa yang menjadi partisipan dalam penelitian. Ketiga, hasil penelitian menunjukan

Hubungan makan pagi dan tingkat konsumsi zat gizi dengan daya konsentrasi siswa sekolah dasar. Tingkat Kecukupan Cairan, Kebiasaan Sarapan, dan Daya Ingat Sesaat

Sebelum menggunakan metode fuzzy c-means dengan menggunakan n titik pusat untuk memperoleh hasil cluster, maka perlu melihat kondisi klaster dari metode Hirarki yaitu