• Tidak ada hasil yang ditemukan

Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-syarat Guna Memperoleh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-syarat Guna Memperoleh"

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)

PA DA SISWA SEKOLAH DASAR

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia

Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-syarat Guna Memperoleh

Derajat Sarjana S1 Psikologi

VI f ISLAM

Of «S5 2

z 3

30

Oleh: YUSI SORAYA 00320154

FAKULTAS PSIKOLOGI

ERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

(2)

PADA SISWA SEKOLAH DASAR

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia

Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-syarat Guna Memperoleh

Derajat Sarjana SI Psikologi

0!ch:

YUSI SORAYA 00320154

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

(3)

Dipertahankan di depan Dewan Penguji Skripsi Fakultas

Psikologi Universitas Islam Indonesia Untuk Memenuhi

Sebagian Dari Syarat-syarat Guna Memperoleh

Derajat Sarjana S-l Psikologi

Pada tanggal - •--. ^ r- fs f

Dewan Penguji

1. Sukarti, Dr

2. Hepi Wahyuningsih, S. Psi., M.Si

3. Irwan Nuryana Kurniawan, S. Psi

Mengesahkan,

Fakultas Psikologi

*fSfs1taTJsT&m^ Indonesia

Dekan

(4)

Bersama ini saya menyatakan bahwa selama melakukan penelitian dan

dalam membuat laporan penelitian tidak melanggar etika akademik seperti

penjiplakan, pemalsuan data, dan manipulasi data. Apabila di kemudian hari saya

terbukti melanggar etika akademik, maka saya sanggup menerima konsekwensi

berupa pencabutan gelar kesarjanaan yang telah saya peroleh.

Yrang menyatakan

Yusi Soraya

(5)

Xupersembaht^an karya ini kepada orang-orangyang

6erpengarufi datam hidupfiu.

(Papa tercinta

Terima fiasih tetah menjadi orang terpenting datam

hidupfiu. Semoga fiarya ini menjadi fiebanggaan 6uat papa.

l6u tersayang

Sebagai sumberfcasih sayang dan ^esabaran yang menjadi

cahaya datam hidupfiu.

Xabjbul

T^erima fcjisih untufi^semangat dan fiasih sayang yang hadir

datam wujudberbeda.

J4yu'Ity

JAtas perfiatian, pengertian, dan fiekiiatanyang setatu

bersama^u.

(6)

Artinya:

Dan Kami telah menyingkirkan bebanmu,

beban yang memberatkan

punggungmu, lalu Kami angkat martabatmu. Sungguh bersama kesukaran pasti

ada kemudahan. Dan bersama kesukaran pasti ada kemudahan.

Karena itu, bila selesai suatu tugas, mulailah tugas yang lain dengan

(7)

AlhamdulillahirabbiFalamin. Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas

semua rahmat, karunia dan pertolongan-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa telah banyak pihak yang

memberikan bantuan, dalam penyusunan skripsi ini berupa dorongan, arahan, dan

data yang diperlukan mulai dari persiapan, tempat, dan pelaksanaam penelitian hingga tersusunnya skripsi ini. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Ibu Sukarti, DR selaku Dekan fakultas Psikologi Universitas Islam

Indonesia sekaligus Dosen Pembimbing utama yang memberikan

kemudahan dalam penyusunan skripsi.

2. Bapak Irwan Nuryana K, S.Psi selaku Pembimbing Pendamping yang banyak mengajarkan dan memberi semangat dalam penyusunan skripsi.

3. Ibu Mira Aliza R , S.Psi selaku Dosen Pembimbing Akademik.

4. Ibu Hepy Wahyuningsih, S. Psi., M.Si selaku dosen penguji. Terima kasih

untuk masukannya.

5. Seluruh dosen di fakultas Psikologi atas bimbingan dan bantuannya

selama ini.

6. Bapak Drs. Wajiman, selaku kepala sekolah SD Kentungan yang telah

memberi kesempatan untuk melakukan uji coba penelitian.

7. Bapak Drs. Nur Johan Budianto selaku kepala sekolah SD Condong Catur

dan Bapak Drs. Sukasbi selaku kepala sekolah SDN Gambiranom.

(8)

9. Bapak H.M.Hatta yang selalu memberikan petuah dan nasehat bijak. 10. Ibu Hj. Samsiah yang selalu sabar dan mengerti serta menjadi matahari

dalam hidupku. Terima kasih untuk doa dan dukungannya.

11. Ily Mirna, SH kakak sekaligus sahabat yang selalu membantu dan memberikan nasihat.

12. Ibul Gunawan, SH kakak yang tidak pernah berhenti memberikan

dukungan. Terima kasih atas doanya.

13. Kakak-kakakku di Cilacap, Bandung, dan Cimanggu terima kasih atas doa dan bantuan materilnya.

14. Keluarga besar, saudara-saudara di Palembang, dan keponakan-keponakan yang selalu memberi warna dalam hidupku. Terima kasih atas doanya. 15. Gum-gum dan pendidik di almamater kebangganku TK Srigunting, SD

YKPP 01, SMPN 2, SMUN 1 di Cilacap.

16. Marty Mawarpury sahabat terbaik terima kasih untuk dukungan, doa, bantuan dan kebersamaanya selama mengerjakan skripsi.

17. Fahrul Syukriandi yang selalu ada untuk mengajarkan ketegaran dalam hidup dan arti kesetiaan sebenamya. Terima kasih atas semua spirit dan

nasihat yang selalu menguatkanku.

18. Mama, Ami, bang Saleh dan keluarga bapak Sulaiman Porang di Aceh yang memberikan doa dan semangat dari jauh.

(9)

20. Pipit Lindung Bulan dan Nana sahabat yang membuat indah dunia. Terima

kasih atas terapi tertawanya setiap kali bertemu.

21. Lisa Fibriyenie teman sekaligus sahabat yang banyak memberikan spirit.

Mudah-mudahan setelah wisuda bisa sekota lagi.

22. Temen-temen angkatan 2000 : Ulin, Haiyun, Febby, Sonya, Gita, Deeta, Maya, Aan, Renny, Wisni, Fadly, Leo, Ando, Ahmad, Berliana, Gia, Ika, Eny, Suci, Rahma, Mega, Ulis, Tony, dan semua teman-teman yang tidak

bisa disebutkan salu persalu. Tetap berusaha karena perjuangan belum

berakhir.

23. Bapak dan ibu kost, terima kasih kepercayaannya. Temen-temen kost :

Kak Iza ( terima kasih printernya) dan terns berjuang. Lucky, Any, Ayu, Jihan, atas kebersamaan dan hari-hari di kost. Tanpa kalian kost sepi gosip.

24. Temen-temen Jatimulyo : Arie Cool, Fauzan, Kak Erna, Hendri Ndut. 25. Temen-temen KKN unit 15 : Dean, Ratna, Ujang, Endin, Dadi, Iman,

Mamat, Mas Nanang, Dian, Candra, Ridwan, Mumun. Jalin terns

komunikasi kita.

26. Temen-temen sedaerahku : Ida Noviana, Ruddy, Bowo, Kik, Primanda, Erwin, Adhit, Yessi. Terima kasih atas persahabatannya selama ini.

(10)

Pujo, Mas Oly, Mas Beng-beng, Mas Soto, Bibi di rumah.

28. Staff Laboratorium fakultas Psikologi UII: Mbak Rumi dan Ibu Miftah.

Terima kasih bantuannya.

29. Semua staf staf fakultas Psikologi UII: Pak Fathur, Pak Imron, Pak Arif,

Pak Alwies, Pak Zainal, Pak Ram, Pak Mino, Mas Ferry, Mas Wied, Mbak

Mus, Mbak Tiwi, dan Mas Nardi. Terima kasih atas bantuannya.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Kepada semua pihak yang

telah membantu baik sengaja maupun tidak, semoga Allah SWT membalas

kebaikan yang telah diberikan.

Yogyakarta, 27 Maret 2004

Penulis

(11)

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN HALAMAN PERSEMBAHAN HALAMAN MOTTO PRAKATA DAFTAR ISI DAFTAR LABEL DAFTAR LAMPIRAN INTISARI BAB I. PENGANTAR

A. Latar Belakang Permasaiahan

B. Tujuan Penelitian

C. Manfaan Penelitian D. Keashan Penelitian

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Rivalitas Saudara Kandung

1. Pengertian Rivalitas Saudara Kandung

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Rivalitas

Saudara Kandung Halaman i n IV VI x u i x i v XV 10 10 11

(12)

i. Pengertian persepsi anak terhadap pola asuh

Autoritatif 26

2. Aspek-aspek Dalam persepsi anak terhadap

pola asuh autoritatif.

28

C. Dinamika psikologis persepsi anak terhadap pola

Asuh autoritatif dengan rivalitas saudara kandung

32

D. Hipotesis

35

BAB III. METODE PENELITIAN

A. Identifikasi variabel-variabel Penelitian 36

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian

36

C. Subyek Penelitian

38

D. Metode Pengumpulan Data

38

E. Validitas dan Reliabilitas 42

F. Metode Analisis Data 43

BAB IV. PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN

A. Persiapan Penelitian

1. Orientasi Kancah Penelitian 44

2. Perijinan Penelitian

44

3. Persiapan Alat Ukur

45

a. Penyusunan Alat Ukur

45

b. Uji Coba Alat Ukur

45

(13)

2. Reliabilitas Aitem

43

B. Pelaksanaan penelitian

43

C. Hasil Penelitian

I. Deskiipsi Subyek

49

2. Deskripsi Statistik

49

3. Uji Asumsi

5?

a. Uji Nonnalitas

52

b. Uji Linearitas

5->

4.

Lji Hipotesis

S3

D. Pembahasan 53 BABV. PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran DAFTAR PUSTAKA. LAMPIRAN x n 58 60 62

(14)

Tabel

Halaman

Tabel I. Blue Pnnt Skala Rivalitas Saudara Kandung

40

Tabel 2. Blue Print Skala Persepsi Anak Terhadap

Pola Asuh Autoritatif.

41

Tabel 3. Spesifikasi Skala Rivalitas Saudara Kandung

setelah uji coba

47

Tabel 4. Spesifikasi Skala Persepsi Anak Terhadap Pola Asuh

Autoritatif setelah uji coba

47

Tabel 5. Deskripsi Subyek Penelitian Berdasarkan Kelas

49

Tabel 6. Deskripsi Subyek Penelitian Berdasarkan Umurdan

JenisKelamin...

49

Tabel 7. Deskripsi Data Penelitian

50

Tabel 8. Kriteria Kategonsasi Skala Rivalitas Saudara Kandung

50

Tabel 9. Kriteria Kategonsasi Skala Persepsi .Anak Terhadap

Pola Asuh Autoritatif.

5j

(15)

Lampiran

Halaman

Lampiran 1. Skala Uji coba 62

Lampiran 2. Data Uji Coba Skala 1 dan 2 63

Lampiran 3. Reliabilitas dan Validitas Skala 1 dan 2 75

Lampiran 4. Skala Penelitian 84

Lampiran 5. Distribusi Skortotal 85

Lampiran 6. Data Skala Penelitian 87

Lampiran 7. Hasil Deskriptif. 9[

Lampiran 8. Hasil Uji Nonnalitas 91

Lampiran 9. Hasil Uji Linearitas 91

Lampiran 10. Hasil Uji Korelasi

92

Lampiran 11. SumbanganEfektif. 91

Lampiran 12 Grafik Histogram Skala Rivalitas Saudara Kandung...

92

Lampiran 13. Grafik Histogram Skala Persepsi Anak Terhadap

Pola Asuh Autoritatif. 93

Lampiran 14. P-P Plot Rivalitas Saudara Kandung

93

Lampiran 15. P-P Plot Persepsi Anak Terhadap Pola Asuh

Autoritatif. 94

Lampiran 16. Kode Etik Penelitian

96

Lampiran 17. Sural ljin Penelitian

97

Lampiran 18. Surat Bukti Penelitian 98

(16)

SISWA SEKOLAH DASAR

Yusi Soraya

Dr Sukarti

Irwan Nuryana K, S.Psi

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan negatifantara persepsi anak terhadap polaasuh autoritatif dengan rivalitas saudara kandung Dugaan awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara persepsi anak terhadap pola asuh autontatif dengan rivalitas saudara kandung. Semakin tinggi persepsi anak terhadap pola asuh autontatif. semakin rendah rivalitas saudara kandung. Sebaliknya semakin rendah persepsi anak terhadap pola asuh autontatif. semakm tinggi rivalitas saudara kandung. Responden dalam penelitian ini adalah

siswa-siswi SD, berusia 10-13 tahun. dan bukan anak tunggal.

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode purposive sampling. Adapun skala yang digunakan adalah skala rivalitas saudara kandung yang berjumlah 33 aitem, mengacu padaaspekyang dikemukakan Boyse (2003) dan skalapersepsi anak terhadap pola asuhautoritatif yang berjumlah 36 aitem, mengacu pada aspek yang dikemukakan Baumnnd (Berndt. 1997). Rehabilitas skala rivalitas saudara kandung: 08765. dan skala persepsi anak terhadap pola asuh

autontatif: 0,8939.

Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan korelasi product moment dari Pearson menunjukkan korelasi sebesar r = -0,297 yang artinya ada hubungan yang signifikan antara persepsi anakterhadap polaasuh autoritatif dengan rivalitas saudara kandung. Jadi hipotesis

penelitian diterima. Penelitian ini menggunakan fasilitas program SPSS versi 10,0 untuk menguji apakah terdapat hubungan antara nvalitas saudara kandung dengan persepsi anak terhadap pola asuh autoritatif

Katakunci : Rivalitas saudara kandung. Persepsi anak terhadap pola asuh autoritatif

(17)

A. Latar belakang permasaiahan

Persaingan antar saudara kandung berasal dan keinginan alarm seorang

anak yang secara naluri mengharapkan dirinya menjadi pusat perhatian

orangtuanya. Setiap anak tumbuh sebagai makhluk egosentris sejak bayi hingga

kanak-kanak. Artinya, mereka percaya bahwa dunia berputar di sekeliling dirinya.

Menurut Turnip (http: www,takloid-nakita.com).

Kakak-adik berantem terus memang wajar. "Sebab ada kesenjangan yang

jauh antara mereka berdua, sekalipun sama-sama masih anak-anak. Tapi

dalam hal sosialisasi dan kemampuan untuk berinteraksi dengan

lingkungan, mereka ada kesenjangan. Si kakak yang telah masuk usia

prasekolah sudah tahu yang namanya nilai-nilai berbagi dan nilai-nilai

kerja sama. Si adik karena masih di bawah tiga tahun, masih egosentris."

Tujuan hidup orangtua, dalam pandangan anak adalah untuk memenuhi

semua kebutuhan mereka saat itu juga. Kasarnya, semua yang ada adalah

miliknya, orang lain tak boleh punya ataupun meminta. Kebalikannya, si kakak

justru sudah ada tuntutan harus berbagi, juga hams bisa saling tolong-menolong.

"Sekalipun begitu, si kakak belum sampai pada tahap di mana dia menyadari

bahwa adiknya lebih terbatas kemampuannya dari dia. Yang si kakak tahu cuma

sebatas, semua orang harus bisa berbagi atau sharing" Ketidakklopan inilah yang

membuat mereka terus berantem. Pada saat seorang bayi merasa tidak nyaman

karena celananya basah, dia akan berpikir ketidaknyamanan ini akan beriangsung

(18)

saudaranya. Menunit Lestariningsih (Ayah bunda. 2000) setiap anak belajar

tentang dirinya dan juga orang lain melalui proses persaingan. Pada saat

bersamaan anak juga belajar untuk saling menyayangi. Hal ini antara lain terjadi

ketika anak memiliki adik baru, pada awalnya timbul rasa cembum yang besar

terhadap adik. Rasa cembum paling kuat dirasakan anak adalah cembum terhadap

saudara. Menunit Erik Enkson (Lestariningsih, 2000) rasa cembum mempakan

tahap perkembangan emosi yang wajar dialami seorang anak.

JCebergantungan anak-anak kepada orangtua pada awal tahun pertumbuhan

sangat besar. Untuk tetap bertahan hidup, anak mengandalkan orangtua untuk

memenuhi semua kebutuhannya. Apabila sesuatu menarik orangtua dari mereka,

anak akan menjadi takut dan akhirnya marah. Target kemarahan mereka adalah

saudara-saudara kandung yang dianggap sebagai pengacau sehingga anak sering

bersaing untuk memperebutkan perhatian dari orangtua.

"Huh! Bunda hanya perhatiin Adek aja," misal. Malah, bisa jadi perasaan itu

telah muncul saat adiknya masih di kandungan. Perasaan sibling rivalry ini,

menurut Cerly, sebenarnya wajar terjadi dalam sebuah keluarga. Sebab, mau tak

mau dalam setiap keluarga, antara adik dan kakak sudah alamiah terjadi

persaingan terselubung. Terlebih kalau usianya berdekatan. Pasalnya, mereka

sama-sama butuh perhatian, kasih sayang, pujian, hingga kedekatan dan orang

tuanya. "Karena itulah kesan yang timbul saat adik atau kakaknya mendapatkan

pujian dan orang tuanya, misalkan, yang lain akan merasa diabaikan. Padahal,

maksud orang tuatidak seperti itu." (http: www, tabloid-nakita.com).

Jadi, persaingan-persaingan yang timbul antara kakak dan adik hingga

timbul pertengkaran, disebabkan masing-masing pihak ingin menunjukkan bahwa

(19)

dengan mengajarkan bayi bahwa orangtua ada saat mereka membutuhkan. Pada

kenyataannya sebagai orangtua yang mempunyai lebih dari satu anak, tidak dapat

dan tidak seyogianya selalu memberikan apa yang anak inginkan, yaitu perhatian

yang tidak terbagi dan terns meneras.

Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan oeh Kurniawan (2003)

terhadap tujuh pasang suami istri yang memiliki anak lebih dari satu orang, anak

pertama rata-rata berusia 7 tahun 2 bulan dan anak kedua rata-rata bemsia 4 tahun

5 bulan, ditemukan bahwa mereka juga pemah mengalami dan meyaksikan

sendiri konflik yang terjadi di antara anak-anaknya seperti cembum/iri ketika

melihat saudaranya berbicara atau berada dekat ayah ibunya (100%), saling

mengejek satu sama lain (85.71%), menunjukkan kepada saudaranya bahwa dia

dapat melakukannya dengan baik atau bahkan lebih baik (85.71%), bertengkar

(71.41%o), dan memukul/menjambak rambut/mendorong hingga saudaranya

terjatuh (35.71%).

Survey pendahuluan juga menemukan bahwa para orangtua yang menjadi

subjek penelitian melaporkan bahwa mereka pernah memakai cara-cara berikut ini

dalam mengatasi konflik yang terjadi di antara anak-anaknya, yaitu meminta

penjelasan anak-anak sebab-sebab terjadinya konflik guna mencari kemungkinan

penyelesaiannya (100%), meminta salah satu anak mengalah (85.71%), meminta

(20)

menghukum mereka semua (35.71%).

"Kamu, sih, nakal. Tuh, minuman Ayah tumpah. Aku bilangin, lo." Karena tidak

tenma perlakukan kakaknya, si adik pun membalas, "Bilangin sana. Yang

numpahin^ kan, Kakak. Aku nyenggol, kan, karena Kakak dorong. Huh! Dasar

liciki". (http: www.tabloid-nakita.com).

Kutipan di atas mempakan beberapa contoh nyata hubungan antara

saudara kandung yang seringkali diwarnai oleh saling membenci satu sama lain.

Ambivalensi perasaan positif dan negatif mi mempakan ciri khas yang mewarnai

interaksi antar saudara kandung sepanjang rentang kehidupan.

Saudara kandung saling mencintai. Saudara kandung saling membenci.

Kedua pernyataan tersebut benar dalam setiap hubungan antar saudara kandung.

Hal yang terpancar adalah perasaan positif dan negatif. Perasaan ini akan mucul

lebih cepat pada saudara yang lebih tua ketika menyambut kedatangan kelahiran

adik bam (Dunn dalam Berndt,1997).

Menumt Hopson dan Hopson (2002) rivalitas saudara kandung adalah

sesuatu yang normal karena tidak ada persaudaraan yang tidak diwarnai

pertengkaran. Pertengkaran dapat terjadi di setiap hubungan; seperti suami istri,

pertemanan, dan orang tua namun dalam hal ini mereka tetap saling menyayangi

satu sama lain sedangkan rivalitas saudara kandung lebih mengacu pada

(21)

dirinya dan adiknya." (http: www.tabloid-nakita.com).

Menunit Berry (Lestariningsih, 2000) kecembuman bukan sesuatu yang

salah karena si kakak merasa takut kehilangan kasih sayang kedua orangtuanya

karena kehadiran adik. Perasaan terancam ini membuatnya cemas dan marah pada

si adik.

Schneider (hhtp www.yahoo.com 11 03 2004) mengatakan salah satirdari

banyaknya isu pola asuh orangtua adalah rivalitas saudara kandung. Hal ini

terlihat dengan banyaknya penelitian yang dimulai sejak 1987, meskipun belum

banyak infonnasi yang mendasari penelitian-penelitian tersebut. Beberapa

pertanyaan yang ada pada penelitian ini antara lain: kapan hams memiliki anak

kedua, bagaimana mempersiapkan kelahiran anak pertama, bagaimana membantu

anak pertama untuk tidak merasakan dendam dengan adanya bayi yang bam lahir,

bagaimana membantu anak pertama menerima dan membantu satu sama lain.

Menurut Cerly (http: www.tabloid-nakita.com) rivalitas saudara kandung

sebenarnya bagus buat anak, sebab bisa membantu membuat anak jadi lebih

matang dan dengan ada persaingan antara kakak dan adik sewaktu kecil, bisa

menjadi pengalaman atau pelajaran untuk menghadapi persaingan dengan

lingkungan luar setelah dia besar kelak. Rivalitas saudara kandung tidak dapat

dihindari tetapi dapat dijadikan sesuatu yang berguna jika orangtua menerapkan

(22)

hadiah pada anak). Orangtua dapat mengurangi konflik yang terjadi antar anak dengan menjadi penengah yang tidak berat sebelah, seperti pendapat dari Cerly

(http: www,tabloid-nakita.com)

Kita pun hams mengajarkan bagaimana cara menyelesaikan suatu konflik. "Ayo, bilang sama Ayah, kenapa kalian berantem. Mulai dari Kakak dulu, setelah itu Adek." Bamlah sesudahnya kita ambil jalan tengah, "Sekarang menunit Kakak, kalau Adek menyenggol gelas hingga isinya tumpah karena didorong oleh temannya, bagaimana? Bukan Adek, kan, yang menyebabkan gelas tumpah?"

Peristiwa tersebut mempakan suatu bentuk persaingan antar saudara akan

tetapi dengan memberikan perlakuan yang sama pada anak menunjukkan pola asuh orangtua memiliki andil besar dalam rivalitas saudara kandung.

Menunit Cerly (http: www.tabloid-nakita.com) adapun dampak negatif yang bisa langsung dirasakan anak pada saat ini adalah ia jadi besar kepala atau sebaliknya, merasa tak disayang, tersisih, dan tak dihargai. Dengan

kata lain, jika orang tua selalu berat sebelah dalam menghadapi

permasaiahan ini, si kakak atau si adik bisa jadi overconfident atau malah jadi minder.

Kakak-beradik umumnya bertengkar karena masalah keadilan. Orangtua harus belajar bahwa menciptakan keadilan mempakan dasar dalam membesarkan lebih dari satu anak, tetapi keadilan tidak selalu berarti sama, bersikap adil artinya

orangtua mengajarkan kepada anak sesuai dengan kebutuhan masing-masing.

Anak-anak menjadi sadar bahwa adil tidak selalu sama dan sebagai orangtua dapat meyakinkan anak-anak untuk merasa bahwa dirinya didengar dan dihargai sebagai individu. Sudah diungkapkan perlakuan orangtua sangat penting, karena pola pikir

(23)

Berdasarkan beberapa penstiwa tersebut dapat dikatakan bahwa pola asuh

orangtua kepada anak dapat berpengamh pada mimculnya rivalitas saudara

kandung.

Sejak usia awal, orangtua memiliki peran yang besar bagi

perkembangan anak untuk memasuki masa remaja nantinya. Peranan orangtua di

usia awal anak diwujudkan dalam bentuk penerapan pola asuh orangtua terhadap

anak. Menunit Hethenngton dan Parke (1986) pola asuh orangtua diartikan

sebagai suatu interaksi antara dua dimensi perilaku orangtua. Dimensi pertama,

adalah hubungan emosional antara orangtua dan anak. Dimensi kedua, adalah

cara-cara orangtua dalam mengontrol perilaku anak-anaknya. Dimensi ini

mempakan kontrol orang tua yang bersifat perlakuan orangtua terhadap anak yang

diekspresikan secaranampak.

Menumt Amy Lew (Ayahbunda, 2000), dalam bukunya Raising Kids

Who Can menyediakan waktu dan melonggarkan kesempatan untuk bermain

bersama, sangat dibutuhkan untuk membentuk keluarga dengan hubungan yang

positif.

Setiap anak memiliki persepsi yang berbeda tentang hal yang

mendatangkan kebahagiaan. Karenanya, luangkanlah waktu khusus

dengan setiap anak. Perhatian yang tidak terbagi, mempakan hal

yang sangat berharga bagi si kecil. (Ira M. P, 2000).

Menumt Yati (Ayahbunda, 2000) mengatakan senngkali terdapat

perbedaan besar dalam pola pengasuhan anak antara suami dan istri. Pengaruh

adaptif dari cara orangtua mendidik anak membenkan pengamh yang besar pada

anak. orangtua, saudara, kerabat, pengalaman baik atau buruk, pasti sangat

(24)

Peters (Ayah bunda, 2000) mengatakan orangtua hams dapat menyatukan pandangan tentang pengasuhan, dan hal yang paling mungkin untuk dilakukan

adalah dengan sering mendiskusikan dengan pasangan sedini mungkin.

Ketidaksepakatan dalam pendidikan sebaiknya tidak diungkapkan di depan anak, namun didiskusikan berdua.

Suatu keluarga yang berpusat pada anak, hubungan antar saudara kandung mempunyai pengamh yang lebih besar daripada keluarga yang berpusat pada orang dewasa, jika hubungan antar saudara kandung baik, suasana di rumah

menyenangkan dan bebas dari perselisihan. Sebaliknya, bila hubungan antar

saudara penuh perselisihan dan ditandai rasa iri, permusuhan dan gejala ketidakharmonisan lainnya, hubungan ini memsak hubungan keluarga dan suasana rumah (Hopson&Hopson, 2000). Keluarga terutama orangtua mempakan komunitas pertama yang dapat dijadikan sumber informasi dan modelling utama bagi anak, namun tidak semua anggota kelompok keluarga mempunyai pengaruh

yang sama pada anak. Besamya pengamh seorang anggota keluarga bergantung

sebagian besar pada hubungan emosional yang terdapat antara anak dan anggota keluarga itu. Suatu hubungan saudara kandung, anak akan lebih dipengaruhi saudaranya yang lebih tua daripada yang lebih muda. Anak-anak juga lebih dipengaruhi saudara kandung yang sama jenisnya daripada yang berlawanan

(25)

adalah salah satu cm orangtua yang demokratik atau autontatif. Orangtua

memberikan dan menghargai kebebasan anak, namun kebebasan yang tidak

mutlak dan dengan bimbingan yang penuh pengertian antara kedua belah pihak.

Jadi ada komunikasi timbal balik antara orangtua dan anak. Sedangkan orangtua

memberikan peraturan yang luwes serta memberikan penjelasan bagi peraturan

dan perilaku yang diharapkan.

Apabila di dalam suatu keluarga kedua anak melakukan kesalahan namun

berbeda akibatnya, sebaiknya orangtua tetap memberikan hukuman dengan adil

atas perilaku anak yang salah bukan atas pribadi anak. Sebaliknya anak yang

berprestasi diberikan hadiah atau pujian sesuai dengan usaha mereka, sehingga

anak merasa orangtua menghargai segala usaha mereka dengan tidak pilih kasih.

Dampaknya, anak menganggap saudara kandung mereka bukan sebagai saingan

yang perlu disingkirkan melamkan pemicu atau motivator untuk hal-hal yang

membangun, dengan adanya kebebasan mengemukakan pendapat setiap anak

merasa dihargai dan didengarkan.

Pernyataan-pernyataan di atas, maka peneliti berasumsi ada hubungan

yang signifikan antara persepsi anak terhadap pola asuh autontatif dengan

rivalitas saudara kandung, dimana pola asuh autoritatif memberikan pengamh

yang signifikan terhadap tinggi rendahnya rivalitas saudara kandung. Untuk

menguji kebenaran asumsi tersebut, maka perlu dibuktikan secara empins.

Berdasarkan uraian tentang persepsi anak terhadap pola asuh autoritatif dan

(26)

rivalitas saudara kandung, maka yang menjadi pertanyaan adalah apakah ada hubungan yang cukup signifikan antara pola asuh autoritatif dengan rivalitas

saudara kandung?

B. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui secara empirik apakah ada hubungan persepsi anak terhadap pola asuh autontatif dengan rivalitas

saudara kandung pada siswa Sekolah Dasar.

C. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dan penelitian dengan judul "Hubungan

Persepsi Anak terhadap Pola Asuh Autoritatif dengan Rivalitas Saudara

Kandung" adalah :

1. Secara teoritis hasil penelitian ini nantinya dapat memberikan sumbangan

pemikiran untuk menambah khasanah llmu pengetahuan psikologi

khususnya psikologi anak dan sosial.

2. Secara praktis, diharapkan dapat mengurangi masalah yang terjadi pada anak khususnya masalah hubungan antara saudara kandung yang tumbuh

(27)

orangtua dengan agresivitas pada saudara kandung pemah dilakukan oleh

Fatiasari (2003). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi

pola asuh terhadap perlakuan orangtua semakin positif persepsi anak, semakin

rendah tingkat agresivitas anak pada saudara kandung. Sebaliknya semakin rendah

persepsi anak terhadap perlakuan orangtua, semakin negatif persepsi anak,

semakin tinggi tingkat agresivitas anak pada saudara kandung. Subjek penelitian

adalah anak laki-laki dan perempuan dengan usia 8-10 tahun, orangtua lengkap,

punya saudara kandung, tmggal bersama orangtua. Metode pengumpulan data

yang digunakan adalah skala persepsi terhadap perlakuan orangtua, dibagi

menjadi dua yaitu persepsi terhadap perlakuan ibu (48 aitem) dan persepsi

terhadap perlakuan ayah (48 aitem) dan skala agresivitas pada saudara kandung

(48 aitem). Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan negatif yang signifikan

antara persepsi terhadap perlakuan orangtua yang dibedakan persepsi terhadap

perlakuan ibu dan persepsi terhadap perlakuan ayah dengan agresivitas pada

saudara kandung. Perbedaan dengan penelitian ini, peneliti tidak membedakan

persepsi anak terhadap orangtua sedangkan penelitian sebelumnya membedakan

persepsi anak terhadap ibu dengan persepsi anak terhadap ayah.

Penelitian yang dilakukan oleh DeSteno and Salovey (1996) dengan judul

jealousy and the characteristics of one's rival: a self-evaluation maintenance

perspective. Menggunakan responden mahasiswa perguruan tinggi dengan 27 pria

(28)

sehmgga ditemukan cara untuk membedakan fungsi dan karakteristik persaingan

dengan perspektif evaluasi dm. Metode penelitian yang digunakan adalah

kuesioner. Perbedaan dengan penelitian penulis, peneliti tidak menggunakan anak

dengan usia 10-13 tahun, selain itu metode yang digunakan adalah kuesioer.

Penelitian mengenai nvalitas saudara kandung dilakukan oleh Johnson

(1998) dengan judul birth spacing as preventive medicine for sibling rivalry.

Menggunakan responden mahasiswa Universitas Miami dengan usia 17-26 tahun.

Penelitian ini menggunakan metode kuesioner. Hasil dari penelitian mengatakan

besamya jarak usia tidak mencegah rivalitas saudara kandung. Perbedaan dengan

penelitian, penulis menggunakan anak dengan rentang usia 10-13 tahun dan

metode yang berbeda.

Penelitian yang dilakukan oleh Dunn (1999), dengan judul siblings,

parents, andpartnes: family relationships within alongitudinal community study.

Penelitian menggunakan 3681 saudara kandung, dengan hasil penelitian saudara

kandung menumn sejalan dengan bertambahnya usia, anak-anak perempuan lebih

(29)

A. Rivalitassaudara kandung

l.Pengertian rivalitas saudara kandung

Menunit Chaplin (2001) saudara kandung adalah (saudara, kaum keluarga)

hubungan pasangan adik-kakak laki-laki, adik-kakak perempuan, atau adik

perempuan dan kakak laki-laki sedangkan rivalitas saudara kandung adalah satu

kompetisi antar saudara kandung (adik dan kakak laki-laki, adik dan kakak

perempuan, atau adik perempuan dan kakak laki-laki). Saudara kandung adalah

adik, kakak, adik dan kakak tiri, atau adik atau kakak adopsi, dalam hal ini mereka

tidak perlu berbagi orangtua biologis selama mereka menjadi anak dalam sebuah

keluarSa (http://www.yahoo.com). Horn (1995) mengatakan saudara kandung

adalah setiap dua atau lebih orang yang memiliki orangtua yang sama, sedangkan

menumt Pendley, J.S (2001) saudara kandung adalah saudara laki-laki dan

saudara perempuan.

Menumt Dunn (Berndt,1997) rivalitas saudara kandung mempakan

hubungan dua sifat bertentangan atau percampuran antara hal positif dan negatif

yang terdapat di dalam hubungan saudara kandung dan terjadi sepanjang hidup.

Berdasarkan Hyperdictionary (2000) saudara kandung terjadi ketika anak melihat

saudara mereka dalam mimpi, menyadari perilaku saudaranya menjadi refleksi

diri

dan karakter anak. Melihat saudara kandung dalam mimpi akan

memperlihatkan kualitas dari karakteristik saudara kandung sehingga yang

dibutuhkan anak adalah pengakuan terhadap dirinya sendiri. Menumt Medical

(30)

dictionary search engine (2002) rivalitas saudara kandung adalah kompetisi yang

disebabkan kecemburuan di antara anak terhadap perhatian, kasih sayang, dan

penghargaan dari orangtua dalam suatu kompetisi yang normal atau tidak normal

yang terjadi sepanjang hidup.

Rivalitas saudara kandung adalah kecemburuan antar anak yang terjadi dalam sebuah keluarga (The Nemours Foundation, 2002), sedangkan Faull {Free

Essay Network, 1999) menyatakan rivalitas berbeda dengan pertengkaran,

rivalitas terjadi karena anak-anak bersaing untuk mendapatkan kasih sayang dan perhatian orangtua. Menunit Boyse (2003) rivalitas saudara kandung adalah

kecemburuan, persaingan, dan pertengkaran antara saudara laki-laki dan

perempuan.

Berdasarkan beberapa teori di atas, maka rivalitas saudara kandung adalah

pertengkaran atau persaingan yang terjadi di dalam suatu keluarga untuk mendapatkan kasih sayang, perhatian dari orangtua dan terjadi sepanjang hidup. Pada penelitian ini menggabungkan antara anak yang memiliki saudara kandung

tiri dengan yang tidak memiliki saudara kandung tiri.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi rivalitas saudara kandung

Menumt Ferrer dan McCrea (2002) ada tiga hal yang mempengaruhi rivalitas saudara kandung. Pertama; kebutuhan pokok atau dasar. Kebutuhan

pokok anak yang tidak dapat dipenuhi dengan baik oleh orangtua akan mengarah pada rivalitas saudara kandung. Anak butuh perasaan nyaman, tenang, dan santai.

(31)

saja maka muncul rivalitas saudara kandung. Contoh : Pada saat makan, ibu tidak

memberikan makanan secara adil anata anak maka bisa saja terjadi pertengkaran

di atas meja makan. Hal ini didukung oleh pendapat Boyse (2003) yang

mengatakan anak-anak yang lapar, bosan, dan lelah lebih senang memulai

perkelahian.

Kedua; perhatian. Perhatian pada anak yang kurang akibat dari ibu yang

terlalu sibuk dengan adik bayi akan menyebabkan anak terns berusaha

mengganggu adik mereka. Sikap ini untuk menunjukkan bahwa anak merasa

kurang nyaman dan butuh perhatian orangtua. Contoh : Kakak yang terns

menganggu atau mencubit adiknya ketika ibu tidak melihat mereka, sehingga adik

menangis. Ketiga; ketiadaan pengalaman. Anak yang tidak memiliki pengalaman

untuk mengungkapkan emosinya secara tepat akan menyerang saudaranya yang

lain ketika marah, kecewa, dan sedih. Kurangnya pengalaman ini akan membuat

anak melakukan sikap yang buruk seperti: memukul adik ketika marah dengan

ibu, mencubit adik ketika ayahmemarahinya.

Menumt Vandell dan Bailey (1992) rivalitas saudara kandung dapat

disebabkan oleh dua hal. Pertama; orangtua sebagai sumber konflik.

Bentuk-bentuk yang mengarah pada sumber konflik yang disebabkan oleh orangtua antara

lain :

a. Perbedaan perlakuan

Sikap orangtua yang pilih kasih membuat anak membenci saudara mereka.

Rasa benci yang muncul dalam diri anak akan mengarah pada rivalitas saudara

(32)

saudara kandung memiliki banyak

perbedaan terutama saat terjadinya

perkembangan dalam diri anak. Apabila terdapat rasa persaingan dan permusuhan,

sikap orangtua terhadap semua anak kurang menguntungkan dibandingkan bila

anak-anak satu sama lainbergaul cukup baik. Hal ini didukung oleh pendapat dari

Hopson dan Hopson (2002) yang mengatakan bahwa kakak beradik umumnya

bertengkar karena masalah keadilan. Orangtua hams belajar bahwa menciptakan

keadilan mempakan dasar dalam membesarkan lebih dari satu anak, tetapi

keadilan tidak selaluberarti sama. Bersikap adil bukan berarti sama. Bersikap adil

artinya orangtua mengajarkan kepada anak-anak sesuai dengan kebutuhan

masing-masing sehmgga anak tidak akan menuntut mendapat bagian yang persis

sama dengan saudara-saudaranya.

b. Kebutuhan atau perhatian dari orangtua

Konflik tidak dilihat sebagai hasil dari perbedaan perlakuan orangtua pada

anak namun konflik lebih mengacu pada kegagalan orangtua untuk memenuhi

kebutuhan emosional anak. Hal ini diungkapkan oleh Faber dan Mazlish (Shantz

dan Hartup, 1992). Orangtua yang sibuk dan tidak memperhatikan kebutuhan

anak akan memicu ketidakseimbangan emosional anak sehingga mereka akan

berperilaku agresif. Anak meluapkan kekecewaan dan kekesalan anak pada orang

yang terdekat dengan dirinya yaitu saudara kandung mereka. Pendapat ini

didukung oleh Hopson dan Hopson (2002) yang mengatakan alasan yang

menimbulkan pertengkaran anak-anak adalah rasa cembum, iri, rasa tidak aman,

dan gangguan terhadap hak pribadi. Anak-anak akan merasa sangat marah bila

mereka merasa saudara-saudara mereka menerima perlakuan khusus dari

(33)

orangtua. Oleh karena itu anak menjadi sangat marah dengan saudara mereka pada saat saudara mereka menjadi pengacau saat mereka butuh perhatian

orangtua.

c. Suasana emosional dalam keluarga

Komponen dari suasana emosional dalam keluarga meliputi tingkat psikis orangtua dan hubungan orangtua dengan sesama (ayah-ibu), apabila dalam sebuah

keluarga tidak terbentuk suasana yang harmonis dan nyaman maka setiap anggota

keluarga akan memiliki ketegangan yang tinggi. Hal ini bisa menyebabkan

kesalahpahaman antara anggota keluarga. Contoh spesifik adalah hubungan saudara kandung, ketika salah satu anak marah akan mencari pelampiasan dengan menyerang saudara kandung yang lebih lemah.

Menumt MacKinnon (Shantz dan Hartup, 1992) pernikahan yang positif akan memberikan hubungan positif pada hubungan saudara kandung, tapi konflik antara orangtua berkaitan dengan konflik antara saudara kandung. Anak laki-laki lebih mudah tersinggung pada saudara kandungnya sebagai akibat dari suasana yang tidak harmonis dalam keluarga atau perceraian..

d. Gaya pengasuhan

Menumt Grosman (Shantz dan Hartup, 1992), gaya pengasuhan orangtua yang

tidak konsisten dapat mengarah pada konflik saudara kandung, sebaliknya, gaya

pengasuhan dengan disiplin konsisten dapat menumnkan rivalitas saudara kandung.

(34)

e.Penalaran

Dunn (Shantz dan Hartup, 1992) menemukan, ibu yang dapat menjelaskan dan

memberi alasan kepada anak-anak ketika konflik terjadi akan cendenmg

mengurangi rivalitas saudara kandung. Kedua; konflik yang disebabkan oleh

anak-anak terjadi karena:

a.Usia rata-rata saudara kandung

Anak yang lebih tua biasanya menjadi penyerang dan yang lebih muda

sebagai penerima agresi anak yang lebih tua. Hal ini memungkinkan anak yang

lebih tua untuk melakukan sesuatu sesuai dengan keinginannya. b. Jarak usia

Observasi dan wawancara yang sama dilakukan pada anak usia sekolah dan

remaja menunjukkan jarak kelahiran kurang dari 2 tahun akan lebih sering

melakukan pertengkaran daripada mereka yang jarak kelahirannya lebih dari 4

tahun Felson dkk (Shantz dan Hartup, 1992). Contohnya: menumt Brody dan

Hetherington (dalam Shantz dan Hartup, 1992) seorang anakyang memiliki usia6

tahun lebih tua dari adiknya terbukti sangat minim reaksi negatifnya pada anak

yang lebih muda.

Menumt Istadi (2002) menjaga jarak kelahiran antara kakak dengan adiknya

adalah satu faktor penting yang tidak boleh diabaikan dalam proses mendidik

anak. Al-Qur'an sendiri telah menyiratkan perintah untuk menunda kehamilan

dengan cara menyusui penuh selama dua tahun. Ini adalah jarak minimum antara

kakak beradik yang sesuai dengan tahapan perkembangan psikologis seorang

anak. Sebelum usia dua tahun, umumnya egosentris seorang anak masih begitu

(35)

besar. Kakak belum siap menerima kehadiran adik yang mengharuskan mereka berbagi kasih-sayang ibu. Saat usia dua setengah tahun, barulah pengertian mulai tumbuh dan anak-anak mulai bisa menerima kenyataan jika hams berbagi dengan adik bam. Itu sebabnya jika seorang anak sudah hams menerima kehadiran adik sebelum usia dua setengah tahun maka proses penerimaan menjadi lebih sulit dilakukan. Akibatnya, akan lebih sulit untuk menumbuhkan rasa kebersamaan. c. Gender anak (relasi hubungan anak laki-laki dan perempuan)

Vandell dan Bailey (1992) mengatakan anak laki-laki lebih sering melakukan

perilaku negatif karena pengaruh dari saudara kandung laki-lakinya. Hal ini

didukung oleh pendapat dari Cicirelli (dalam Papalia dkk, 2002) anak-anak lebih

sring berselisih dengan saudara yang berjenis kelamin sama, misalnya dua adik kakak laki-laki lebih sering bertengkar daripada kakak laki-laki dengan adik perempuan. Berbeda dengan pendapat dari Dunn dkk (Shantz dan Hartup, 1992)

yang mengatakan saudara kandung yang berlainan kelamin lebih banyak

mengalami konflik daripada yang berjenis kelamin sama. Hal ini sejalan dengan

pendapat dari Kier dan Lewis (Papalia dkk, 2002) yang mengatakan anak yang

berjenis kelamin sama temtama pasangan anak perempuan lebih dekat dan sering

bermain bersama daripada pasangan anak perempuan dan laki-laki.

d. Temperamen anak

Faktor lain yang mengkontribusi konflik saudara kandung adalah temperamen

anak. Stocker et.al (Shantz dan Hartup, 1992) menemukan bahwa anak yang lebih

muda dengan emosi yang kuat lebih kompetitif menghadapi saudara kandungnya daripada anak yang emosinya kurang. Anak yang lebih tua yang memiliki

(36)

intensitas emosional yang baik akan lebih berperan dalam konflik antara saudara

kandung daripada anak yang kurang intens dan aktif dalam emosinya. Anak yang

memiliki temperamen sulit dengan ibunya pada umur 9 bulan memiliki lebih

banyak konflik saudara kandung setelah usianya 5 tahun daripada anak yang

memiliki temperamen mudah. Menumt Brody dkk (Papaha dkk, 2002) anak yang

lebih tua yang memiliki hubungan positif dengan ibu atau ayah dapat

meringankan efek dari temperamen anak sulit dalam interaksi saudara kandung.

e. Anak-anak cacat

Menumt Hurlock (2000) anak-anak cacat memerlukan perhatian yang lebih

besar dari orangtua mereka daripada anak-anak normal, hal ini terjadi karena fisik

dan mental mereka yang kurang. Semua anak normal tidak senang berbagi

perhatian dan waktu orangtua dengan adik-adik, demikian pula mereka tidak

senang bila orangtua terus-menerus selama bertahun-tahun memberikan lebih

banyak waktu pada saudara yang cacat. Walaupun anak-anak bersimpati dengan

saudaranya itu dan mengerti mengapa anak cacat membutuhkan lebih banyak

perhatian. Anak-anak merasa kasihan dengan diri mereka sendiri. Anak yang

cacat meskipun sering dibantu dengan kakak atau adik yang normal akan

cendenmg mengeluh atau mengkritik saudara yang membantu mengasuhnya.

Contohnya: mereka akan lebih bersikap agresif pada saudara kandung dengan

mengganggu, membentak dan mengadu serta sering merusak barang milik

saudaranya. Sebaliknya mereka bisa berubah pasif dengan memikirkan diri sendiri

(37)

menegangkan hubungan keluarga banyak orangtua memasukkan mereka ke

tempat perawatan khusus.

Menumt Hopson dan Hopson (2002) alasan yang paling mungkin

menimbulkan pertengkaran anak-anak adalah rasa cembum, iri, rasa tidak aman,

dan gangguan terhadap hak pribadi. Anak-anak akan merasa sangat marah bila mereka merasa saudara-saudara mereka menerima perlakuan khusus dari orangtua. Persaingan antar saudara berasal dari keinginan alami seorang anak yang secara naluri mengharapkan dirinya menjadi pusat perhatian orangtuanya.

Persaingan antar saudara dimulai ketika seorang anak harus menunggu perhatian

orangtua yang sedang sibuk dengan adik bayinya. Oleh karena itu anak-anak

menjadi sangat marah dengan saudara mereka ketika saudara mereka menjadi

pengacau saat mereka butuh perhatian orangtua. Hal yang dapat mengarah

kepada rivalitas saudara kandung adalah jika salah satu anak dimanja sehingga

menimbulkan egosentris dan rasa sosial yang kurang, sensitif, terisolasi,kurang

komunikatif, dan sangat tergantung pada orangtuanya. Para ahli mengatakan

bahwa hal tersebut masuk ke dalam faktor kausatif yaitu anak-anak mempunyai

kebutuhan besar akan asosiasi dengan saudaranya dan anak menerima perhatian

yang terlalu banyak dari orangtuanya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan saudara kandung menumt

Hurlock (2000) adalah sikap orangtua, urutan posisi, jenis kelamin saudara

kandung, perbedaan usia, jumlah saudara, jenis disiplin, dan pengaruh orang luar.

Orangtua sering lebih menyukai anak pertama, sebaliknya anak yang lahir

kemudian merasa tidak dihiraukan dan merasa orangtua pilih kasih dan mereka

(38)

membenci saudara mereka. Sikap demikian akan menimbulkan hubungan negatif

antar saudara kandung. Semua anak akan diberi peran sesuai dengan urutan

kelahiran. Apabila anak menyukai peran yang diberikan padanya maka semua

berjalan dengan baik, tapi peran di sini peran yang diberikan bukan peran yang

dipilih sendiri makakemungkinan terjadi perselisihan besar terjadi.

Berdasarkan jenis kelamin, anak perempuan lebih banyak hi hati dan lebih

cerewet dengan saudara mereka temtama saudara perempuan, sedangkan anak

laki-laki lebih sering berkelahi dengan saudara laki-laki daripada dengan saudara

perempuannya . Hal ini sering mempunyai pengaruh yang bumk dalam hubungan

saudara kandung dan keluarga temtama jika orangtua menunjukkan sikap pilih

kasih. Kecilnya jarak usia juga mendorong orangtua memperlakukan anak-anak

dengan cara yang sama. Sebaliknya dengan jarak usia yang jauh, orangtua akan

mengharapkan anak yang lebih tua sebagai contoh yang baik dan akan mengecam

bila anak gagal sedangkan anak yang lebih muda diharapkan meniru. Harapan

orangtua ini akan memperburuk hubungan antar saudara. Faktor lain yang juga

berpengamh adalah jumlah saudara yang kecil akan cendenmg menghasilkan

hubungan yang lebih banyak perselisihan daripada jumlah saudara yang besar,

sedangkan dengan anak-anak yang jumlah saudaranya banyak menyebabkan

frekuensi kontak antarsaudara berkurang.

Secara keseluruhan disiplin demokratis lebih dapat menciptakan hubungan

antarsaudara yang lebih menyenangkan dan sehat daripada disiplin otoriter dan

permissif. Anak akan belajar mengapa mereka memberi dan menerima atas dasar

(39)

dapat menimbulkan dan memperhebat ketegangan yang telah ada antara saudara

kandung dengan cara membandingkan antara anak yang satu dengan yang lain

apalagi bila perbandingan tersebut merugikan (Hurlock, 2000).

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan faktor- faktor

yang mempengaruhi rivalitas saudara kandung yaitu sikap atau perlakuan

orangtua, perhatian orangtua, jarak usia anak, jenis kelamin anak, pola asuh dan

disiplin, serta jumlah saudara kandung. Faktor-faktor ini ditentukan peneliti sesuai

dengan subyek yang digunakan. Temperamen anak, anak-anak cacat, tidak

dimasukkan karena hal tersebut tidak menjadi variabel yang akan diteliti dalam

diri subjek dan tidak sesuai dengan cir-ciri subyek yang digunakan dalam

penelitian ini.

3. Aspek-aspek rivalitas saudara kandung

Berdasarkan padapengalaman di LosAngeles Child Guidance Clinic, Neal

(Shantz dan Hartup, 1992) menyatakan beberapa karakteristik masalah pada anak

dengan saudaranya di antaranya cembum, egois, agresif, tergantung, dan

dominasi. Menumt Vandell dan Bailey (1992) pada tahun-tahun pertama

kehidupan, konflik antar saudara kandung disebabkan oleh kebutuhan anak-anak

akan perhatian yang sama dari orangtuanya. Adanya konflik ini sering

diperlihatkan oleh anak-anak yang lebih tua, benvujud meningkatnya masalah

perilaku yang berkaitan dengan tidur, makan, dan temper tantrum. Menginjak usia

satu tahun, karena bayi menjadi lebih mampu melakukan manipulasi

(40)

dipersepsi saudaranya yang lebih tua menjadi lebih sering melakukan

pertentangan secara langsung. Pada rentang usia satu sampai dua tahun, konflik

antar saudara kandung menunjukkan peningkatan karena lebih asertif terhadap

saudara kandungnya dan mulai menunjukkan penolakan terhadap usaha saudara

tuanya untuk mengendalikan sumber daya yang ada.

Saat anak-anak berumur dua sampai tiga tahun konflik antar saudara

kandung muncul karena perebutan kontrol atas sumber daya yang ada di rumah.

Pada tahap ini konflik terfokus pada isu keadilan dan ekualitas distribusi

barang-barang yang ada. Rebutan mainan dan barang-barang menunjukkan frekuensi yang

meningkat, anak yang lebih tua mencoba mengambil mainan saudaranya yang

lebih muda dan akhirnya saudara yang lebih muda akan menyerah pada tuntutan

saudara yang lebih tua. Pada tahap ini konflik yang terjadi lebih bersifat verbal

dan potensi konflik menjadi konstruktif menunjukkan peningkatan. Pada masa

prasekolah menumt Abramovitch, dkk (Shantz dan Hartup, 1992) konflik antar

saudara kandung terjadi karena perebutan atas properti, hak, dan kepemilikan.

Konflik terfokus pada gangguan sosial, ruang pribadi, dan aturan keluarga.

Menumt Smith dan Rosenberg, (Shantz dan Hartup, 1992) pada masa sekolah,

frekuensi konflik antar saudara kandung menunjukkan penurunan. Konflik yang

terjadi lebih banyak yang bersifat verbal, dan penyelesaian konflik lebih sering

memakai cara menarik diri atau mengabaikan satu sama lain. Felson (Shantz dan

Hartup, 1992) pada masa remaja, konflik antar saudara kandung dipicu oleh isu

kontrol atas televisi, telepon, perilaku dan kepemilikan pribadi. Konflik yang

terjadi melibatkan pemaksaan, beriangsung singkat, intensitas afeksi negatif

(41)

tinggi, dan kompromi rendah. Pada tahap remaja akhir, konflik antar saudara

kandung menjadijarang terjadi.

Perilaku anak yang suka mengejek satu sama lain bisa menunjukkan

adanya rivalitas saudara kandung. Misalnya saja seorang kakak yang selalu

mengejek adiknya pada saat makan selalu disuapi ibu. Ejekan yang terns menerus

dilakukan

akan

membuat

adik

menangis,

orangtua

tidak

selalu

mempertimbangkan bahwa saat seorang kakak mengejek adiknya mungkin hal ini

disebabkan karena ia merasa ditinggalkan, diabaikan, dan tidak didengar.

Pertengkaran yang terns menems dilakukan menunjukkan pada rivalitas

saudara kandung, misalnya saja seorang kakak yang mengganggu adiknya saat

menonton televisi atau seorang adik yang mengotori buku saudaranya dengan

permen coklat. Hal-hal kecil seperti ini jika terns dibiarkan akan memicu

persaingan yang tidak sehat. Dunn (Berndt, 1997) berpendapat kecemburuan yang

timbul dari seorang anak mempakan akibat perhatian orangtua yang lebih pada

adik bayi. Kakak menunjukkan sikap cembum ketika ibu menunjukkan kasih

sayang untuk bayi yang bam lahir.

Menumt Stewart (Bemdt, 1992) anak yang lebih tua akan berusaha

mendapatkan perhatian orangtua dengan menunjukkan kesedihan dan kebutuhan

akan kenyamanan). Ayah dapat memperbaiki penilaian anak terhadap saudaranya

yang akan lahir yaitu dengan memelihara dan meningkatkan interaksi antara ibu

dan anak yang lebih tua. Campur tangan ayah bisa menimbulkan efek positif pada

hubungan anak dengan saudara kandung pada masa yang akan datang. Orangtua

yang respon terhadap anak yang lebih tua pada saat mereka membutuhkan

(42)

perhatian dan stimulasi, tidak hanya mengurangi masalah perilaku pada anak

tetapi juga membantu anak membentuk hubungan yang lebih baik dengan

saudaranyayang bam lahir.

Jadi aspek-aspek rivalitas saudara kandung adalah sikap saling

memperebutkan sesuatu, saling mengejek, pertengkaran antar saudara kandung,

kecemburuan antar anak, memperebutkan perhatian dari orangtua.

B. Pola asuh autoritatif

1. Pengertian persepsi anak terhadap pola asuh autoritatif

? ^Persepsi menumt Chaplin (2001) adalah proses mengetahui atau

mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan indera atau proses yang

didahului oleh penginderaan dengan penambahan arti-arti yang berasal dari

pengalaman masa lalu, Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa

persepsi mempakan suatu tanggapan individu terhadap suatu kejadian, benda,

ringkah laku manusia yang ditemuinya sehari-hari berdasarkan pengamatan

terhadap informasi yang masuk dalam dirinya dengan menggunakan indera-indera

yang dimilikinya. Objek persepsi dalam hal ini adalah pola asuh orangtua

autoritatif.

Menumt Maccoby dan Martin (Atkinson, 2000) pada pola asuh autoritatif,

orangtua memiliki tingkat pengendalian yang tinggi dan menghamskan

anak-anaknya bertindak pada tingkat intelektual dan sosial yang konsisten dengan usia

dan kemampuan mereka. Tetapi orangtua autoritatif mengkombinasikan kendali

dan tututan mereka dengan kehangatan, bimbingan, dan komunikasi dua arah.

(43)

Selain itu orangtua lebih mendengarkan pendapat dan perasaan anak saat

mengambil keputusan untuk keluarga maupun saat anak-anak diberikan hukuman.

JPola asuh autoritatif dalam klasifikasi Hurlock dikatakan sebagai pola

asuh demokrasi. Menumt Hurlock (2000) pola asuh demokrasi menekankan pada

segi komunikasi timbal balik antara orangtua-anak agar terbentuk sikap mandiri.

Anak-anak diberi kesempatan untuk mengalami setiap kejadian apapun secara

bertahap di bawah bimbingan orangtua. Cara pendidikan demokratis adalah anak

boleh mengemukakan pendapat sendiri, mendiskusikan pandangan-pandangan

mereka dengan orangtua, menentukan dan mengambil keputusan, akan tetapi

orangtua masih melaksanakan pengawasan dalam hal mengambil keputusan

terakhir dan bila diperlukan persetujuan orangtua.

Baumrind (Berndt, 1997) mengatakan pola asuh autoritatif akan membuat

orangtua tetap bemsaha mengontrol dan memberikan dukungan pada anak

sehingga anak dapat mandiri. Orangtua selalu konsisten pada peraturan yang

mereka buat dan menghargai anak yang patuh pada aturan tersebut namun tetap

mendiskusikan pendapat dan pandangan mereka dengan anak-anak. Orangtua

mengharapkan anak bisa bersikap dewasa dengan memberikan anak-anak

kebebasan untuk mandiri namun masih dalam batasan-batasan yang tidak

melanggar norma maupun aturan.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas persepsi anak terhadap pola asuh

autoritatif adalah tanggapan anak terhadap tingkah laku orangtua yang memiliki

(44)

konsisten dengan usia dan kemampuan anak serta memberikan kontrol dan

dukungan sehingga anak dapat mandiri.

2. Aspek-aspek pola asuh autoritatif

Menumt Baumrind (Berndt, 1997) orangtua yang autoritatif akan memiliki

tingkat kehangatan dan tingkat acceptance serta kontrol yang tinggi. Orangtua

akan merespon terhadap kebutuhan anak, mendorong anak untuk menyatakan

pendapat, serta memberikan penjelasan tentang dampak dari perbuatan yang baik

maupun yang bumk, sehingga perilaku anak akan mampu mengendalikan diri,

percaya diri, dan mau diajak bekerja sama. Berikut ini adalah ciri-ciri pola asuh

autoritatif:

a. Orangtua yang hangat adalah orangtua yang:

1). Respon

Orangtua merespon setiap kebutuhan anak dan membantu pada saat anak

menghadapi masalah. Contohnya: bila bayi menangis, ibu pasti akan lebih

memilih mengendong dan mendiamkan bayi daripada membiarkan bayi

menangis. Sesibuk apapun, orangtua yang autoritatif tetap meluangkan waktu

untuk membantu anak mengerjakan PR.

2). Pujian

Orangtua yang hangat akan memberikan pujian pada anak khususnya saat anak

dapat menyelesaikan dengan baik tugas-tugas yang sulit dan mendapatkan nilai

yang baik di sekolah atau ketika anak menjadi anak yang patuh pada perintah

(45)

3). Ekspresi emosi yang positif

Orangtua yang hangat akan mengekspresikan cinta dan sayang mereka kepada

anak-anak baik melalui fisik maupun verbal. Misalkan: orangtua akan

memberikan ucapan selamat ketika anak-anak ulang tahun atau membuatkan

anak-anak kue ulangtahun, membuat suasana rumali yang bahagia dan menjadikan

rumah sebagai tempat yang menyenangkan untuk anak-anak.

Menumt Gmsec dan Goodnow (Papalia dkk, 2002) seorang anak akan

lebih termotivasi untuk menerima pesan jika orangtua hangat dan responsif. Erel

dan Burman(Berndt, 1997) mengatakan orangtua yang hangat akan melakukan

kompromi saat mereka mengalami konflik.

Menururt Bemdt (1997) orangtua yang hangat akan lebih berhasil dalam

mensosialisasikan anak-anak daripada orangtua yang dingin dan menolak,

sehingga di dalam kehidupannya anak akan bisa memberikan respon pada

oranglain yang membutuhkan. Hal ini bisa terjadi jika ibu sebagai orangtua juga

merespon kebutuhan anak-anak. Jadi jelas teriihat pada saat anak mengikuti

perilaku orangtua temtama ibu akan sangat berpengaruh pada kehidupan anak

selanjutnya.

b. Selain dimensi orangtua yang hangat ada pula dimensi pola asuh orangtua yang

memberikan kontrol. Efek positifyang timbul dari dimensi ini antara lain:

1). Menempatkan harapan yang tinggi terhadap perilaku anak dan mencoba agar

anak mencapai harapan tersebut. Orangtua yang tidak mengharapkan anak untuk

memiliki rasa sosial yang layak akan membuat anak menghadapi masalah.

(46)

Anak-anak juga tidak menyukai orangtua yang menentukan standar yang tinggi

sehingga membatasi tingkah laku anak.

2). Memberikan aturan yang konsisten. Menumt Maccoby (dalam Bemdt, 1997)

orangtua yang memberikan anak-anak batasan dalam bertingkah laku hams

memiliki sikap yang konsisten sehingga anak akan lebih sering menahan atau

menghentikan tingkah laku mereka (yang buruk) sebelum melewati aturan yang

dibuat orangtua. Contohnya: Orangtua akan memberikan hadiah pada anak yang

mendapat nilai yang tinggi untuk berlibur ke Bali sehingga ketika anak malas

belajar mereka akan termotivasi dengan hadiah tersebut.

3). Menjaga komunikasi yang terbuka antara orangtua dan anak. Orangtua yang

memiliki komunikasi yang terbuka akan menjelaskan alasan dari aturan yang

mereka buat kemudian membiarkan ank-anaknya untuk mengutarakan pendapat

mereka tentang orangtua. Orangtua yang demikian akan belajar bagaimana

anak-anak merasakan dan siap menerima alasan dari anak-anak-anak-anak namun orangtua tidak

menyerah ketika anak-anak mengeluh mengenai aturan. Selanjutnya orangtua

akan mempertahankan kontrol dengan memberikan hak untuk membuat keputusan

akhir. Komunikasi terbuka mendukung kepercayaan diri yang tinggi.

4). Manajemen situasi praktis

Seringnya orangtua yang mampu mengantisipasi masalah situasi dan mampu

menyelesaikannya akan membuat anak juga memiliki sikap tersebut. Bentuk

manajemen situasi lebih mudah dimengerti dengan contoh. Contohnya: Pada saat

(47)

orangtua bersama anak yang berusia dua tahun berada di supermarket. Tujuan ke

supermarket adalah berbelanja keperluan rumah tangga tanpa membdi junkfood

yang diminta anak. Jika anak merengek agar dibelikan junk food orangtua dapat

mengalihkan perhatian anak dengan memberikan sesuatu yang dibawa dari rumah

berupa makanan untuk dimakan, buku untuk dibaca atau mainan untuk anak

mainkan. Anak akan sedikit meminta ketika ibu menggunakan cara ini sehingga

mengurangi konflik ibu dan anak. Manajemen situasi ini sangat penting dalam

pengasuhan model kontrol sehingga orangtua mampu menjaga kontrol tanpa

memprovokasi konflik.

Sebuah keluarga yang mampu mengkombinasikan dimensi pola asuh

dalam keluarga akan membentuk suasana yang nyaman baik untuk anak-anak

maupun dengan pasangannya. Hubungan antara anak-anak dapat berjalan dengan

baik jika orangtua memberikan pola asuh yang tidak terlalu mengekang dan juga

tidak terlalu mengikat, anak diajarkan untuk menghargai bagaimana cara

menyampaikan pendapat, bagaimana saat mereka membutuhkan perhatian

orangtua tanpa hams terjadi rivalritas saudara kandung.

Jadi aspek-aspek pola asuh autoritatif adalah tingkat respon, pujian,

ekspresi emosi positif, harapan orangtua, aturan yang konsisten orangtua,

(48)

C. Hubungan Persepsi Anak Terhadap Pola Asuh Autoritatif Dengan

Rivalitas Saudara Kandung

Kebanyakan keluarga mempunyai dua anak atau lebih. Kelahiran anak

kedua mempakan awal dari perubahan tanggungjawab dan pola asuh orangtua.

Rivalitas saudara kandung biasanya terjadi setelah kelahiran anak kedua, karena pada saat ini kelahiran anak kedua dan setemsnya mendorong ke arah perbedaan dalam pola asuh. Rivalitas saudara kandung adalah pertengkaran atau persaingan yang terjadi di dalam suatu keluarga untuk mendapatkan kasih sayang, perhatian dari orangtua dan terjadi sepanjang hidup. Beberapa karakteristik masalah pada

anak dengan saudaranya di antaranya cembum, egois, agresif, tergantung, dominasi. Berdasarkan sifat-sifat yang berbeda antara anak yang satu dengan yang lain maka faktor-faktor yang mempengaruhi rivalitas saudara kandung dapat muncul antara lain karena sikap atau perlakuan orangtua, perhatian orangtua, jarak

usia anak, jenis kelamin anak, pola asuh dan disiplin, serta jumlah saudara

kandung.

Menumt Adler (Lawrence dan Bornstein, 1995) posisi anak dalam suatu

keluarga akan mempunyai pengaruh utama pada pengalaman anak-anak ketika

tumbuh dewasa. Hipotesa Adler (dalam Lawrence dan Bornstein, 1995) adalah anak yang paling tua mempunyai dua pengalaman berbeda. Pada awalnya anak tertua adalah satu-satunya anak yang menerima perhatian dari orangtua tanpa ada

orang lain yang mengganggu hubungannya dengan orangtua.. Sejalan dengan kelahiran anak kedua, kasih sayang dan perhatian dari orangtua hams dibagi dengan anak kedua. Cara untuk mendapatkan perhatian dan kasih sayang tersebut

(49)

sering dilakukan dengan cara persaingan dan tidak jarang anak pertama membenci

saudaranya karena merasa mempunyai saingan. Orangtua perlu merubah masa

transisi itu agar anak pertama tetap merasa dirinya dilindungi meskipun ada

kehadiran anggota bam dalamkeluarga.

Anak pertama akan menjadi model bagi anak kedua. Hal ini bisa terjadi

karena anak akan selalu belajar dari orang-orang terdekatnya. Kakak akan menjadi

panutan setelah ibu dan ayah. Figur kakak bahkan kerap menjadi kebanggaan

adik, apalagi keduanya kerap bermain bersama. Kakak dengan gayanya yang khas

akan mengembangkan naluri untuk mengatur dan memerintah adik. Sementara

adik cendenmg mengikuti karena mereka sedang melalui proses belajar dengan

cara imitasi. Memberikan contoh pada adiknya dengan cara yang ambisius dan

merasa dirinya lebih berkuasa dari adik, sehingga dengan perlakuan yang sering

tidak sesuai adik akan menerima pengalaman yang sedikit traumatis.

Persepsi anak terhadap pola asuh autoritatif adalah tanggapan anak

terhadap pola asuh orangtua yang di dalamnya melibatkan kehangatan dan

kontrol. Orangtua sering memanjakan anak yang lebih kecil. Seringnya

pengasuhan anak yang lebih kecil yang tidak melibatkan anak pertama

menimbulkan sikap yang manja dan merusak. Anak yang lebih kecil tadi akan

memiliki perasaaan yang lebih lekat dengan orangtua dan merasa orangtua yang

hams merawat dan menjaganya, akibatnya memanjakan anak akan membawa

pada sifat rendah diri dan ketidakmampuan beradaptasi. Anak yang lebih tua

menganggap

orangtua

tidak

bersiJcap

hangat

seperti

ketika

orangtua

memperiakukan adik yang lebih muda. Persepsi anak akan bembah, anak

(50)

menganggap orangtua memperiakukan mereka secara tidak adil. Perilaku yang

tampak dari orangtua adalah anak diperlakukan berbeda sehingga muncul

perlakuan lebih menyukai salah satu anak. Hal tersebut menimbulkan anak yang

lain diperlakukan dengan kasih sayang yang kurang dan cenderung dibedakan,

maka akan terjadi rivalitas saudara kandung dan mungkin anak akan

melampiaskan perasaan kecewanya terhadap saudara kandungnya bempa perilaku

agresif. Hal ini dapat memicu konflik antara orangtua dan anak.

Beberapa perubahan perilaku dari orangtua setelah kelahiran anak kedua

menimbulkan kurangnya kehangatan antara ibu dan anak pertama akibat dari

perhatian orangtua temtama ibu pada anak yang masih kecil. Konfrontasi akan

lebih sering terjadi dan kenakalan anak pertama akan lebih sering dilakukan

temtama saat ibu sedang sibuk dengan anak yang bam lahir sehingga teriihat

perbedaan interaksi setelah kelahiran anak kedua. Suatu studi mengatakan

mengasuh anak-anak sama dengan memperiakukan mereka secara rasional dan

demokratis, dengan memperiakukan anak-anak secara demokratis berarti orangtua

telah melakukan komunikasi timbal-balik sehingga terbentuk sikap mandiri dari

anak-anak. Anak-anak diberi kesempatan untuk mengalami setiap kejadian

apapun secara bertahap di bawah bimbingan orangtua.

Pola asuh orangtua yang autoritatif akan membuat anak mau bekerjasama

dan mampu mengendalikan diri (self control) sehingga di dalam keluarga

anak-anak akan belajar untuk mengendalikan diri saat marah pada saudara kandung

mereka. Begitu pula saat salah satu saudara mereka kesulitan akan dengan senang

hati untuk membantu. Hetherington dan Parke (1986) menyatakan pola asuh

(51)

autoritatif mendorong perkembangan self esteem, mempunyai penyesuaian sosial

yang baik, kompeten, mempunyai kontrol internal dan popular di antara teman

sebaya. Dua dimensi yang terdapat di dalam pola asuh autoritatif adalah

kehangatan dan kontrol yang tinggi. Orangtua yang hangat akan merespon setiap

kebutuhan anak dan membantu pada saat anak menghadapi masalah, orangtua

akan memberikan pujian pada anak yang melakukan hal-hal positif, selain itu

ekspresi cinta dan sayang dari orangtua yang hangat akan tampak melalui fisik

dan verbal.

Demikian juga orangtua yang memiliki kontrol yang tinggi akan

menempatkan dan membantu anak mencapai harapan yang dicita-citakan.

Orangtua akan konsisten pada aturanyang mereka buat untuk anak-anak dan tetap

memberikan komunikasi yang terbuka antara orangtua dan anak sehingga

orangtuadan anak sama-sama mampu mengantisipasi masalah situasi dan mampu

menyelesaikannya

D. Hipotesis

Berdasarkan uraian singkat diatas, maka hipotesis yang diajukan dalam peneUtian ini adalah : ada hubungan negatif antara persepsi anak terhadap pola asuh autoritatif dengan rivalitas saudara kandung pada anak-anak. Semakin positif

persepsi anak terhadap pola asuh autoritatif maka semakin rendah pula rivalitas

saudara kandung yang dimiliki anak sebaliknya semakin negatif persepsi anak

terhadap pola asuh autoritatif maka semakin tinggi rivalitas saudara kandung pada

(52)

A. Identifikasi variabel-variabel Penelitian

1. Variabel tergantung

: Rivalitas saudara kandung

2. Variabel bebas

: Persepsi anak terhadap pola asuh autoritatif

B. Definisi Operasional 1. Rivalitas saudara kandung

Rivalitas saudara kandung adalah seberapa sering anak-anak yang memiliki

hubungan saudara kandung melakukan pertengkaran atau persaingan yang terjadi

di dalam suatu keluarga untuk mendapatkan kasih sayang, perhatian dari orangtua

dan terjadi sepanjang hidup. Tinggi rendah rivalitas saudara kandung diketahui

dengan skor yang diperoleh subjek setelah mengisi skala rivalitas saudara

kandung yang terdiri dari aspek sikap saling memperebutkan sesuatu, saling

mengejek, pertengkaran antar saudara kandung, kecembuman antar anak,

memperebutkan perhatian dari orangtua. Peneliti menggabungkan antara aspek

sikap saling memperebutkan sesuatu dengan pertengkaran antar saudara kandung.

Alasannya karena terdapat hubungan dan banyak persamaan sikap diantara kedua

aspek tersebut, sehingga aspek rivalitas saudara kandung terdiri atas empat aspek

yaitu pertengkaran karena saling memperebutkan sesuatu, saling mengejek,

kecembuman antar anak, dan perhatian orangtua. Skala rivalitas saudara kandung

disusun peneliti berdasarkan teori dari Boyse (2003) yang mengatakan rivalitas

Gambar

Tabel 1. Spesifikasi Skala Rivalitas Saudara Kandung
Tabel 2. Spesifikasi Skala Pola Asuh Autoritatif

Referensi

Dokumen terkait

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6 ayat (2), Pasal 7 ayat (2) dan Pasal 15 ayat (3) Peraturan Daerah Kabupaten Kebumen Nomor 10 Tahun 2017 tentang

Virus Dengue menyebabkan spektrum penyakit yang bervariasi dari infeksi yang tidak menimbulkan gejala sampai demam ringan/demam dengue (DD) juga dapat menyebabkan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan kombinasi sagu kukus dan tepung keong mas memberikan pengaruh yang nyata (P < 0,05) terhadap konsumsi pakan, tetapi tidak

Hasil dari analisis ragam terhadap kelangsungan hidup ikan mas koki didapat bahwa penambahan tepung udang rebon pada pakan buatan tidak memberikan pengaruh

Penelitian ini dilakukan dengan mempelajari karya-karya ilmiah yang disajikan dalam bentuk buku, jurnal, makalah, tesis, disertasi ataupun artikel yang relevan dengan topik

Seni di Indonesia merupakan sebuah unsur seni yang menjadi bagian hidup pada masyarakat dalam sebuah suku bangsa tertentu. Selain itu seni tradisi merupakan sebuah karya

Ringkasan Penjabaran Rinci dari Model Regresi Data Panel untuk Lahan Terbangun, Suhu Minimum, Suhu Maksimum, Suhu Rata-Rata. Lahan Terbangun

Hal ini dimaksudkan untuk melihat jenis buah apel mana yang paling digemari konsumen buah apel sesuai dengan selera konsumen buah apel di kota Manado berdasarkan