PA DA SISWA SEKOLAH DASAR
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia
Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-syarat Guna Memperoleh
Derajat Sarjana S1 Psikologi
VI f ISLAM
Of «S5 2
z 330
Oleh: YUSI SORAYA 00320154FAKULTAS PSIKOLOGI
ERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
PADA SISWA SEKOLAH DASAR
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia
Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-syarat Guna Memperoleh
Derajat Sarjana SI Psikologi
0!ch:
YUSI SORAYA 00320154
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
Dipertahankan di depan Dewan Penguji Skripsi Fakultas
Psikologi Universitas Islam Indonesia Untuk MemenuhiSebagian Dari Syarat-syarat Guna Memperoleh
Derajat Sarjana S-l PsikologiPada tanggal - •--. ^ r- fs f
Dewan Penguji
1. Sukarti, Dr
2. Hepi Wahyuningsih, S. Psi., M.Si
3. Irwan Nuryana Kurniawan, S. Psi
Mengesahkan,
Fakultas Psikologi
*fSfs1taTJsT&m^ Indonesia
Dekan
Bersama ini saya menyatakan bahwa selama melakukan penelitian dan
dalam membuat laporan penelitian tidak melanggar etika akademik seperti
penjiplakan, pemalsuan data, dan manipulasi data. Apabila di kemudian hari saya
terbukti melanggar etika akademik, maka saya sanggup menerima konsekwensi
berupa pencabutan gelar kesarjanaan yang telah saya peroleh.
Yrang menyatakan
Yusi Soraya
Xupersembaht^an karya ini kepada orang-orangyang
6erpengarufi datam hidupfiu.
(Papa tercinta
Terima fiasih tetah menjadi orang terpenting datam
hidupfiu. Semoga fiarya ini menjadi fiebanggaan 6uat papa.
l6u tersayang
Sebagai sumberfcasih sayang dan ^esabaran yang menjadi
cahaya datam hidupfiu.
Xabjbul
T^erima fcjisih untufi^semangat dan fiasih sayang yang hadir
datam wujudberbeda.
J4yu'Ity
JAtas perfiatian, pengertian, dan fiekiiatanyang setatu
bersama^u.
Artinya:
Dan Kami telah menyingkirkan bebanmu,
beban yang memberatkan
punggungmu, lalu Kami angkat martabatmu. Sungguh bersama kesukaran pasti
ada kemudahan. Dan bersama kesukaran pasti ada kemudahan.Karena itu, bila selesai suatu tugas, mulailah tugas yang lain dengan
AlhamdulillahirabbiFalamin. Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas
semua rahmat, karunia dan pertolongan-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa telah banyak pihak yang
memberikan bantuan, dalam penyusunan skripsi ini berupa dorongan, arahan, dan
data yang diperlukan mulai dari persiapan, tempat, dan pelaksanaam penelitian hingga tersusunnya skripsi ini. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Ibu Sukarti, DR selaku Dekan fakultas Psikologi Universitas Islam
Indonesia sekaligus Dosen Pembimbing utama yang memberikan
kemudahan dalam penyusunan skripsi.
2. Bapak Irwan Nuryana K, S.Psi selaku Pembimbing Pendamping yang banyak mengajarkan dan memberi semangat dalam penyusunan skripsi.
3. Ibu Mira Aliza R , S.Psi selaku Dosen Pembimbing Akademik.
4. Ibu Hepy Wahyuningsih, S. Psi., M.Si selaku dosen penguji. Terima kasih
untuk masukannya.
5. Seluruh dosen di fakultas Psikologi atas bimbingan dan bantuannya
selama ini.
6. Bapak Drs. Wajiman, selaku kepala sekolah SD Kentungan yang telah
memberi kesempatan untuk melakukan uji coba penelitian.
7. Bapak Drs. Nur Johan Budianto selaku kepala sekolah SD Condong Catur
dan Bapak Drs. Sukasbi selaku kepala sekolah SDN Gambiranom.
9. Bapak H.M.Hatta yang selalu memberikan petuah dan nasehat bijak. 10. Ibu Hj. Samsiah yang selalu sabar dan mengerti serta menjadi matahari
dalam hidupku. Terima kasih untuk doa dan dukungannya.
11. Ily Mirna, SH kakak sekaligus sahabat yang selalu membantu dan memberikan nasihat.
12. Ibul Gunawan, SH kakak yang tidak pernah berhenti memberikan
dukungan. Terima kasih atas doanya.
13. Kakak-kakakku di Cilacap, Bandung, dan Cimanggu terima kasih atas doa dan bantuan materilnya.
14. Keluarga besar, saudara-saudara di Palembang, dan keponakan-keponakan yang selalu memberi warna dalam hidupku. Terima kasih atas doanya. 15. Gum-gum dan pendidik di almamater kebangganku TK Srigunting, SD
YKPP 01, SMPN 2, SMUN 1 di Cilacap.
16. Marty Mawarpury sahabat terbaik terima kasih untuk dukungan, doa, bantuan dan kebersamaanya selama mengerjakan skripsi.
17. Fahrul Syukriandi yang selalu ada untuk mengajarkan ketegaran dalam hidup dan arti kesetiaan sebenamya. Terima kasih atas semua spirit dan
nasihat yang selalu menguatkanku.
18. Mama, Ami, bang Saleh dan keluarga bapak Sulaiman Porang di Aceh yang memberikan doa dan semangat dari jauh.
20. Pipit Lindung Bulan dan Nana sahabat yang membuat indah dunia. Terima
kasih atas terapi tertawanya setiap kali bertemu.
21. Lisa Fibriyenie teman sekaligus sahabat yang banyak memberikan spirit.
Mudah-mudahan setelah wisuda bisa sekota lagi.
22. Temen-temen angkatan 2000 : Ulin, Haiyun, Febby, Sonya, Gita, Deeta, Maya, Aan, Renny, Wisni, Fadly, Leo, Ando, Ahmad, Berliana, Gia, Ika, Eny, Suci, Rahma, Mega, Ulis, Tony, dan semua teman-teman yang tidak
bisa disebutkan salu persalu. Tetap berusaha karena perjuangan belum
berakhir.
23. Bapak dan ibu kost, terima kasih kepercayaannya. Temen-temen kost :
Kak Iza ( terima kasih printernya) dan terns berjuang. Lucky, Any, Ayu, Jihan, atas kebersamaan dan hari-hari di kost. Tanpa kalian kost sepi gosip.
24. Temen-temen Jatimulyo : Arie Cool, Fauzan, Kak Erna, Hendri Ndut. 25. Temen-temen KKN unit 15 : Dean, Ratna, Ujang, Endin, Dadi, Iman,
Mamat, Mas Nanang, Dian, Candra, Ridwan, Mumun. Jalin terns
komunikasi kita.
26. Temen-temen sedaerahku : Ida Noviana, Ruddy, Bowo, Kik, Primanda, Erwin, Adhit, Yessi. Terima kasih atas persahabatannya selama ini.
Pujo, Mas Oly, Mas Beng-beng, Mas Soto, Bibi di rumah.
28. Staff Laboratorium fakultas Psikologi UII: Mbak Rumi dan Ibu Miftah.
Terima kasih bantuannya.
29. Semua staf staf fakultas Psikologi UII: Pak Fathur, Pak Imron, Pak Arif,
Pak Alwies, Pak Zainal, Pak Ram, Pak Mino, Mas Ferry, Mas Wied, Mbak
Mus, Mbak Tiwi, dan Mas Nardi. Terima kasih atas bantuannya.Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Kepada semua pihak yang
telah membantu baik sengaja maupun tidak, semoga Allah SWT membalas
kebaikan yang telah diberikan.Yogyakarta, 27 Maret 2004
Penulis
HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN HALAMAN PERSEMBAHAN HALAMAN MOTTO PRAKATA DAFTAR ISI DAFTAR LABEL DAFTAR LAMPIRAN INTISARI BAB I. PENGANTAR
A. Latar Belakang Permasaiahan
B. Tujuan Penelitian
C. Manfaan Penelitian D. Keashan Penelitian
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Rivalitas Saudara Kandung
1. Pengertian Rivalitas Saudara Kandung
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Rivalitas
Saudara Kandung Halaman i n IV VI x u i x i v XV 10 10 11
i. Pengertian persepsi anak terhadap pola asuh
Autoritatif 26
2. Aspek-aspek Dalam persepsi anak terhadap
pola asuh autoritatif.
28
C. Dinamika psikologis persepsi anak terhadap pola
Asuh autoritatif dengan rivalitas saudara kandung
32
D. Hipotesis
35
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Identifikasi variabel-variabel Penelitian 36
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian
36
C. Subyek Penelitian
38
D. Metode Pengumpulan Data
38
E. Validitas dan Reliabilitas 42
F. Metode Analisis Data 43
BAB IV. PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN
A. Persiapan Penelitian
1. Orientasi Kancah Penelitian 44
2. Perijinan Penelitian
44
3. Persiapan Alat Ukur
45
a. Penyusunan Alat Ukur
45
b. Uji Coba Alat Ukur
45
2. Reliabilitas Aitem
43
B. Pelaksanaan penelitian
43
C. Hasil PenelitianI. Deskiipsi Subyek
49
2. Deskripsi Statistik
49
3. Uji Asumsi
5?
a. Uji Nonnalitas
52
b. Uji Linearitas
5->
4.
Lji Hipotesis
S3
D. Pembahasan 53 BABV. PENUTUPA. Kesimpulan
™
B. Saran DAFTAR PUSTAKA. LAMPIRAN x n 58 60 62Tabel
Halaman
Tabel I. Blue Pnnt Skala Rivalitas Saudara Kandung
40
Tabel 2. Blue Print Skala Persepsi Anak Terhadap
Pola Asuh Autoritatif.
41
Tabel 3. Spesifikasi Skala Rivalitas Saudara Kandung
setelah uji coba
47
Tabel 4. Spesifikasi Skala Persepsi Anak Terhadap Pola Asuh
Autoritatif setelah uji coba
47
Tabel 5. Deskripsi Subyek Penelitian Berdasarkan Kelas
49
Tabel 6. Deskripsi Subyek Penelitian Berdasarkan Umurdan
JenisKelamin...
49
Tabel 7. Deskripsi Data Penelitian
50
Tabel 8. Kriteria Kategonsasi Skala Rivalitas Saudara Kandung
50
Tabel 9. Kriteria Kategonsasi Skala Persepsi .Anak Terhadap
Pola Asuh Autoritatif.
5j
Lampiran
Halaman
Lampiran 1. Skala Uji coba 62
Lampiran 2. Data Uji Coba Skala 1 dan 2 63
Lampiran 3. Reliabilitas dan Validitas Skala 1 dan 2 75
Lampiran 4. Skala Penelitian 84
Lampiran 5. Distribusi Skortotal 85
Lampiran 6. Data Skala Penelitian 87
Lampiran 7. Hasil Deskriptif. 9[
Lampiran 8. Hasil Uji Nonnalitas 91
Lampiran 9. Hasil Uji Linearitas 91
Lampiran 10. Hasil Uji Korelasi
92
Lampiran 11. SumbanganEfektif. 91
Lampiran 12 Grafik Histogram Skala Rivalitas Saudara Kandung...
92
Lampiran 13. Grafik Histogram Skala Persepsi Anak Terhadap
Pola Asuh Autoritatif. 93
Lampiran 14. P-P Plot Rivalitas Saudara Kandung
93
Lampiran 15. P-P Plot Persepsi Anak Terhadap Pola Asuh
Autoritatif. 94
Lampiran 16. Kode Etik Penelitian
96
Lampiran 17. Sural ljin Penelitian
97
Lampiran 18. Surat Bukti Penelitian 98
SISWA SEKOLAH DASAR
Yusi Soraya
Dr Sukarti
Irwan Nuryana K, S.Psi
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan negatifantara persepsi anak terhadap polaasuh autoritatif dengan rivalitas saudara kandung Dugaan awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara persepsi anak terhadap pola asuh autontatif dengan rivalitas saudara kandung. Semakin tinggi persepsi anak terhadap pola asuh autontatif. semakin rendah rivalitas saudara kandung. Sebaliknya semakin rendah persepsi anak terhadap pola asuh autontatif. semakm tinggi rivalitas saudara kandung. Responden dalam penelitian ini adalah
siswa-siswi SD, berusia 10-13 tahun. dan bukan anak tunggal.
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode purposive sampling. Adapun skala yang digunakan adalah skala rivalitas saudara kandung yang berjumlah 33 aitem, mengacu padaaspekyang dikemukakan Boyse (2003) dan skalapersepsi anak terhadap pola asuhautoritatif yang berjumlah 36 aitem, mengacu pada aspek yang dikemukakan Baumnnd (Berndt. 1997). Rehabilitas skala rivalitas saudara kandung: 08765. dan skala persepsi anak terhadap pola asuh
autontatif: 0,8939.
Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan korelasi product moment dari Pearson menunjukkan korelasi sebesar r = -0,297 yang artinya ada hubungan yang signifikan antara persepsi anakterhadap polaasuh autoritatif dengan rivalitas saudara kandung. Jadi hipotesis
penelitian diterima. Penelitian ini menggunakan fasilitas program SPSS versi 10,0 untuk menguji apakah terdapat hubungan antara nvalitas saudara kandung dengan persepsi anak terhadap pola asuh autoritatif
Katakunci : Rivalitas saudara kandung. Persepsi anak terhadap pola asuh autoritatif
A. Latar belakang permasaiahan
Persaingan antar saudara kandung berasal dan keinginan alarm seorang
anak yang secara naluri mengharapkan dirinya menjadi pusat perhatian
orangtuanya. Setiap anak tumbuh sebagai makhluk egosentris sejak bayi hingga
kanak-kanak. Artinya, mereka percaya bahwa dunia berputar di sekeliling dirinya.
Menurut Turnip (http: www,takloid-nakita.com).Kakak-adik berantem terus memang wajar. "Sebab ada kesenjangan yang
jauh antara mereka berdua, sekalipun sama-sama masih anak-anak. Tapi
dalam hal sosialisasi dan kemampuan untuk berinteraksi dengan
lingkungan, mereka ada kesenjangan. Si kakak yang telah masuk usia
prasekolah sudah tahu yang namanya nilai-nilai berbagi dan nilai-nilai
kerja sama. Si adik karena masih di bawah tiga tahun, masih egosentris."
Tujuan hidup orangtua, dalam pandangan anak adalah untuk memenuhi
semua kebutuhan mereka saat itu juga. Kasarnya, semua yang ada adalah
miliknya, orang lain tak boleh punya ataupun meminta. Kebalikannya, si kakak
justru sudah ada tuntutan harus berbagi, juga hams bisa saling tolong-menolong.
"Sekalipun begitu, si kakak belum sampai pada tahap di mana dia menyadari
bahwa adiknya lebih terbatas kemampuannya dari dia. Yang si kakak tahu cuma
sebatas, semua orang harus bisa berbagi atau sharing" Ketidakklopan inilah yang
membuat mereka terus berantem. Pada saat seorang bayi merasa tidak nyaman
karena celananya basah, dia akan berpikir ketidaknyamanan ini akan beriangsung
saudaranya. Menunit Lestariningsih (Ayah bunda. 2000) setiap anak belajar
tentang dirinya dan juga orang lain melalui proses persaingan. Pada saat
bersamaan anak juga belajar untuk saling menyayangi. Hal ini antara lain terjadi
ketika anak memiliki adik baru, pada awalnya timbul rasa cembum yang besar
terhadap adik. Rasa cembum paling kuat dirasakan anak adalah cembum terhadap
saudara. Menunit Erik Enkson (Lestariningsih, 2000) rasa cembum mempakan
tahap perkembangan emosi yang wajar dialami seorang anak.
JCebergantungan anak-anak kepada orangtua pada awal tahun pertumbuhan
sangat besar. Untuk tetap bertahan hidup, anak mengandalkan orangtua untuk
memenuhi semua kebutuhannya. Apabila sesuatu menarik orangtua dari mereka,
anak akan menjadi takut dan akhirnya marah. Target kemarahan mereka adalah
saudara-saudara kandung yang dianggap sebagai pengacau sehingga anak sering
bersaing untuk memperebutkan perhatian dari orangtua.
"Huh! Bunda hanya perhatiin Adek aja," misal. Malah, bisa jadi perasaan itu
telah muncul saat adiknya masih di kandungan. Perasaan sibling rivalry ini,
menurut Cerly, sebenarnya wajar terjadi dalam sebuah keluarga. Sebab, mau tak
mau dalam setiap keluarga, antara adik dan kakak sudah alamiah terjadi
persaingan terselubung. Terlebih kalau usianya berdekatan. Pasalnya, mereka
sama-sama butuh perhatian, kasih sayang, pujian, hingga kedekatan dan orang
tuanya. "Karena itulah kesan yang timbul saat adik atau kakaknya mendapatkan
pujian dan orang tuanya, misalkan, yang lain akan merasa diabaikan. Padahal,
maksud orang tuatidak seperti itu." (http: www, tabloid-nakita.com).
Jadi, persaingan-persaingan yang timbul antara kakak dan adik hingga
timbul pertengkaran, disebabkan masing-masing pihak ingin menunjukkan bahwa
dengan mengajarkan bayi bahwa orangtua ada saat mereka membutuhkan. Pada
kenyataannya sebagai orangtua yang mempunyai lebih dari satu anak, tidak dapat
dan tidak seyogianya selalu memberikan apa yang anak inginkan, yaitu perhatian
yang tidak terbagi dan terns meneras.
Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan oeh Kurniawan (2003)
terhadap tujuh pasang suami istri yang memiliki anak lebih dari satu orang, anak
pertama rata-rata berusia 7 tahun 2 bulan dan anak kedua rata-rata bemsia 4 tahun
5 bulan, ditemukan bahwa mereka juga pemah mengalami dan meyaksikan
sendiri konflik yang terjadi di antara anak-anaknya seperti cembum/iri ketika
melihat saudaranya berbicara atau berada dekat ayah ibunya (100%), saling
mengejek satu sama lain (85.71%), menunjukkan kepada saudaranya bahwa dia
dapat melakukannya dengan baik atau bahkan lebih baik (85.71%), bertengkar
(71.41%o), dan memukul/menjambak rambut/mendorong hingga saudaranya
terjatuh (35.71%).
Survey pendahuluan juga menemukan bahwa para orangtua yang menjadi
subjek penelitian melaporkan bahwa mereka pernah memakai cara-cara berikut inidalam mengatasi konflik yang terjadi di antara anak-anaknya, yaitu meminta
penjelasan anak-anak sebab-sebab terjadinya konflik guna mencari kemungkinan
penyelesaiannya (100%), meminta salah satu anak mengalah (85.71%), memintamenghukum mereka semua (35.71%).
"Kamu, sih, nakal. Tuh, minuman Ayah tumpah. Aku bilangin, lo." Karena tidak
tenma perlakukan kakaknya, si adik pun membalas, "Bilangin sana. Yang
numpahin^ kan, Kakak. Aku nyenggol, kan, karena Kakak dorong. Huh! Dasar
liciki". (http: www.tabloid-nakita.com).
Kutipan di atas mempakan beberapa contoh nyata hubungan antara
saudara kandung yang seringkali diwarnai oleh saling membenci satu sama lain.
Ambivalensi perasaan positif dan negatif mi mempakan ciri khas yang mewarnai
interaksi antar saudara kandung sepanjang rentang kehidupan.
Saudara kandung saling mencintai. Saudara kandung saling membenci.
Kedua pernyataan tersebut benar dalam setiap hubungan antar saudara kandung.
Hal yang terpancar adalah perasaan positif dan negatif. Perasaan ini akan mucul
lebih cepat pada saudara yang lebih tua ketika menyambut kedatangan kelahiran
adik bam (Dunn dalam Berndt,1997).
Menumt Hopson dan Hopson (2002) rivalitas saudara kandung adalah
sesuatu yang normal karena tidak ada persaudaraan yang tidak diwarnai
pertengkaran. Pertengkaran dapat terjadi di setiap hubungan; seperti suami istri,
pertemanan, dan orang tua namun dalam hal ini mereka tetap saling menyayangi
satu sama lain sedangkan rivalitas saudara kandung lebih mengacu pada
dirinya dan adiknya." (http: www.tabloid-nakita.com).
Menunit Berry (Lestariningsih, 2000) kecembuman bukan sesuatu yang
salah karena si kakak merasa takut kehilangan kasih sayang kedua orangtuanya
karena kehadiran adik. Perasaan terancam ini membuatnya cemas dan marah pada
si adik.Schneider (hhtp www.yahoo.com 11 03 2004) mengatakan salah satirdari
banyaknya isu pola asuh orangtua adalah rivalitas saudara kandung. Hal ini
terlihat dengan banyaknya penelitian yang dimulai sejak 1987, meskipun belum
banyak infonnasi yang mendasari penelitian-penelitian tersebut. Beberapa
pertanyaan yang ada pada penelitian ini antara lain: kapan hams memiliki anak
kedua, bagaimana mempersiapkan kelahiran anak pertama, bagaimana membantu
anak pertama untuk tidak merasakan dendam dengan adanya bayi yang bam lahir,
bagaimana membantu anak pertama menerima dan membantu satu sama lain.
Menurut Cerly (http: www.tabloid-nakita.com) rivalitas saudara kandung
sebenarnya bagus buat anak, sebab bisa membantu membuat anak jadi lebih
matang dan dengan ada persaingan antara kakak dan adik sewaktu kecil, bisa
menjadi pengalaman atau pelajaran untuk menghadapi persaingan dengan
lingkungan luar setelah dia besar kelak. Rivalitas saudara kandung tidak dapat
dihindari tetapi dapat dijadikan sesuatu yang berguna jika orangtua menerapkan
hadiah pada anak). Orangtua dapat mengurangi konflik yang terjadi antar anak dengan menjadi penengah yang tidak berat sebelah, seperti pendapat dari Cerly
(http: www,tabloid-nakita.com)
Kita pun hams mengajarkan bagaimana cara menyelesaikan suatu konflik. "Ayo, bilang sama Ayah, kenapa kalian berantem. Mulai dari Kakak dulu, setelah itu Adek." Bamlah sesudahnya kita ambil jalan tengah, "Sekarang menunit Kakak, kalau Adek menyenggol gelas hingga isinya tumpah karena didorong oleh temannya, bagaimana? Bukan Adek, kan, yang menyebabkan gelas tumpah?"
Peristiwa tersebut mempakan suatu bentuk persaingan antar saudara akan
tetapi dengan memberikan perlakuan yang sama pada anak menunjukkan pola asuh orangtua memiliki andil besar dalam rivalitas saudara kandung.
Menunit Cerly (http: www.tabloid-nakita.com) adapun dampak negatif yang bisa langsung dirasakan anak pada saat ini adalah ia jadi besar kepala atau sebaliknya, merasa tak disayang, tersisih, dan tak dihargai. Dengan
kata lain, jika orang tua selalu berat sebelah dalam menghadapi
permasaiahan ini, si kakak atau si adik bisa jadi overconfident atau malah jadi minder.
Kakak-beradik umumnya bertengkar karena masalah keadilan. Orangtua harus belajar bahwa menciptakan keadilan mempakan dasar dalam membesarkan lebih dari satu anak, tetapi keadilan tidak selalu berarti sama, bersikap adil artinya
orangtua mengajarkan kepada anak sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
Anak-anak menjadi sadar bahwa adil tidak selalu sama dan sebagai orangtua dapat meyakinkan anak-anak untuk merasa bahwa dirinya didengar dan dihargai sebagai individu. Sudah diungkapkan perlakuan orangtua sangat penting, karena pola pikir
Berdasarkan beberapa penstiwa tersebut dapat dikatakan bahwa pola asuh
orangtua kepada anak dapat berpengamh pada mimculnya rivalitas saudara
kandung.
Sejak usia awal, orangtua memiliki peran yang besar bagi
perkembangan anak untuk memasuki masa remaja nantinya. Peranan orangtua di
usia awal anak diwujudkan dalam bentuk penerapan pola asuh orangtua terhadap
anak. Menunit Hethenngton dan Parke (1986) pola asuh orangtua diartikan
sebagai suatu interaksi antara dua dimensi perilaku orangtua. Dimensi pertama,
adalah hubungan emosional antara orangtua dan anak. Dimensi kedua, adalah
cara-cara orangtua dalam mengontrol perilaku anak-anaknya. Dimensi ini
mempakan kontrol orang tua yang bersifat perlakuan orangtua terhadap anak yang
diekspresikan secaranampak.
Menumt Amy Lew (Ayahbunda, 2000), dalam bukunya Raising Kids
Who Can menyediakan waktu dan melonggarkan kesempatan untuk bermain
bersama, sangat dibutuhkan untuk membentuk keluarga dengan hubungan yang
positif.
Setiap anak memiliki persepsi yang berbeda tentang hal yang
mendatangkan kebahagiaan. Karenanya, luangkanlah waktu khusus
dengan setiap anak. Perhatian yang tidak terbagi, mempakan hal
yang sangat berharga bagi si kecil. (Ira M. P, 2000).
Menumt Yati (Ayahbunda, 2000) mengatakan senngkali terdapat
perbedaan besar dalam pola pengasuhan anak antara suami dan istri. Pengaruh
adaptif dari cara orangtua mendidik anak membenkan pengamh yang besar pada
anak. orangtua, saudara, kerabat, pengalaman baik atau buruk, pasti sangat
Peters (Ayah bunda, 2000) mengatakan orangtua hams dapat menyatukan pandangan tentang pengasuhan, dan hal yang paling mungkin untuk dilakukan
adalah dengan sering mendiskusikan dengan pasangan sedini mungkin.
Ketidaksepakatan dalam pendidikan sebaiknya tidak diungkapkan di depan anak, namun didiskusikan berdua.
Suatu keluarga yang berpusat pada anak, hubungan antar saudara kandung mempunyai pengamh yang lebih besar daripada keluarga yang berpusat pada orang dewasa, jika hubungan antar saudara kandung baik, suasana di rumah
menyenangkan dan bebas dari perselisihan. Sebaliknya, bila hubungan antar
saudara penuh perselisihan dan ditandai rasa iri, permusuhan dan gejala ketidakharmonisan lainnya, hubungan ini memsak hubungan keluarga dan suasana rumah (Hopson&Hopson, 2000). Keluarga terutama orangtua mempakan komunitas pertama yang dapat dijadikan sumber informasi dan modelling utama bagi anak, namun tidak semua anggota kelompok keluarga mempunyai pengaruh
yang sama pada anak. Besamya pengamh seorang anggota keluarga bergantung
sebagian besar pada hubungan emosional yang terdapat antara anak dan anggota keluarga itu. Suatu hubungan saudara kandung, anak akan lebih dipengaruhi saudaranya yang lebih tua daripada yang lebih muda. Anak-anak juga lebih dipengaruhi saudara kandung yang sama jenisnya daripada yang berlawanan
adalah salah satu cm orangtua yang demokratik atau autontatif. Orangtua
memberikan dan menghargai kebebasan anak, namun kebebasan yang tidak
mutlak dan dengan bimbingan yang penuh pengertian antara kedua belah pihak.
Jadi ada komunikasi timbal balik antara orangtua dan anak. Sedangkan orangtua
memberikan peraturan yang luwes serta memberikan penjelasan bagi peraturan
dan perilaku yang diharapkan.
Apabila di dalam suatu keluarga kedua anak melakukan kesalahan namun
berbeda akibatnya, sebaiknya orangtua tetap memberikan hukuman dengan adil
atas perilaku anak yang salah bukan atas pribadi anak. Sebaliknya anak yang
berprestasi diberikan hadiah atau pujian sesuai dengan usaha mereka, sehingga
anak merasa orangtua menghargai segala usaha mereka dengan tidak pilih kasih.
Dampaknya, anak menganggap saudara kandung mereka bukan sebagai saingan
yang perlu disingkirkan melamkan pemicu atau motivator untuk hal-hal yang
membangun, dengan adanya kebebasan mengemukakan pendapat setiap anak
merasa dihargai dan didengarkan.
Pernyataan-pernyataan di atas, maka peneliti berasumsi ada hubungan
yang signifikan antara persepsi anak terhadap pola asuh autontatif dengan
rivalitas saudara kandung, dimana pola asuh autoritatif memberikan pengamh
yang signifikan terhadap tinggi rendahnya rivalitas saudara kandung. Untuk
menguji kebenaran asumsi tersebut, maka perlu dibuktikan secara empins.
Berdasarkan uraian tentang persepsi anak terhadap pola asuh autoritatif dan
rivalitas saudara kandung, maka yang menjadi pertanyaan adalah apakah ada hubungan yang cukup signifikan antara pola asuh autoritatif dengan rivalitas
saudara kandung?
B. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui secara empirik apakah ada hubungan persepsi anak terhadap pola asuh autontatif dengan rivalitas
saudara kandung pada siswa Sekolah Dasar.
C. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dan penelitian dengan judul "Hubungan
Persepsi Anak terhadap Pola Asuh Autoritatif dengan Rivalitas Saudara
Kandung" adalah :
1. Secara teoritis hasil penelitian ini nantinya dapat memberikan sumbangan
pemikiran untuk menambah khasanah llmu pengetahuan psikologi
khususnya psikologi anak dan sosial.
2. Secara praktis, diharapkan dapat mengurangi masalah yang terjadi pada anak khususnya masalah hubungan antara saudara kandung yang tumbuh
orangtua dengan agresivitas pada saudara kandung pemah dilakukan oleh
Fatiasari (2003). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi
pola asuh terhadap perlakuan orangtua semakin positif persepsi anak, semakin
rendah tingkat agresivitas anak pada saudara kandung. Sebaliknya semakin rendah
persepsi anak terhadap perlakuan orangtua, semakin negatif persepsi anak,
semakin tinggi tingkat agresivitas anak pada saudara kandung. Subjek penelitian
adalah anak laki-laki dan perempuan dengan usia 8-10 tahun, orangtua lengkap,
punya saudara kandung, tmggal bersama orangtua. Metode pengumpulan data
yang digunakan adalah skala persepsi terhadap perlakuan orangtua, dibagi
menjadi dua yaitu persepsi terhadap perlakuan ibu (48 aitem) dan persepsi
terhadap perlakuan ayah (48 aitem) dan skala agresivitas pada saudara kandung
(48 aitem). Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan negatif yang signifikan
antara persepsi terhadap perlakuan orangtua yang dibedakan persepsi terhadap
perlakuan ibu dan persepsi terhadap perlakuan ayah dengan agresivitas pada
saudara kandung. Perbedaan dengan penelitian ini, peneliti tidak membedakan
persepsi anak terhadap orangtua sedangkan penelitian sebelumnya membedakan
persepsi anak terhadap ibu dengan persepsi anak terhadap ayah.
Penelitian yang dilakukan oleh DeSteno and Salovey (1996) dengan judul
jealousy and the characteristics of one's rival: a self-evaluation maintenance
perspective. Menggunakan responden mahasiswa perguruan tinggi dengan 27 pria
sehmgga ditemukan cara untuk membedakan fungsi dan karakteristik persaingan
dengan perspektif evaluasi dm. Metode penelitian yang digunakan adalah
kuesioner. Perbedaan dengan penelitian penulis, peneliti tidak menggunakan anak
dengan usia 10-13 tahun, selain itu metode yang digunakan adalah kuesioer.
Penelitian mengenai nvalitas saudara kandung dilakukan oleh Johnson
(1998) dengan judul birth spacing as preventive medicine for sibling rivalry.
Menggunakan responden mahasiswa Universitas Miami dengan usia 17-26 tahun.
Penelitian ini menggunakan metode kuesioner. Hasil dari penelitian mengatakan
besamya jarak usia tidak mencegah rivalitas saudara kandung. Perbedaan dengan
penelitian, penulis menggunakan anak dengan rentang usia 10-13 tahun dan
metode yang berbeda.
Penelitian yang dilakukan oleh Dunn (1999), dengan judul siblings,
parents, andpartnes: family relationships within alongitudinal community study.
Penelitian menggunakan 3681 saudara kandung, dengan hasil penelitian saudara
kandung menumn sejalan dengan bertambahnya usia, anak-anak perempuan lebih
A. Rivalitassaudara kandung
l.Pengertian rivalitas saudara kandung
Menunit Chaplin (2001) saudara kandung adalah (saudara, kaum keluarga)
hubungan pasangan adik-kakak laki-laki, adik-kakak perempuan, atau adik
perempuan dan kakak laki-laki sedangkan rivalitas saudara kandung adalah satu
kompetisi antar saudara kandung (adik dan kakak laki-laki, adik dan kakak
perempuan, atau adik perempuan dan kakak laki-laki). Saudara kandung adalah
adik, kakak, adik dan kakak tiri, atau adik atau kakak adopsi, dalam hal ini mereka
tidak perlu berbagi orangtua biologis selama mereka menjadi anak dalam sebuah
keluarSa (http://www.yahoo.com). Horn (1995) mengatakan saudara kandung
adalah setiap dua atau lebih orang yang memiliki orangtua yang sama, sedangkan
menumt Pendley, J.S (2001) saudara kandung adalah saudara laki-laki dan
saudara perempuan.Menumt Dunn (Berndt,1997) rivalitas saudara kandung mempakan
hubungan dua sifat bertentangan atau percampuran antara hal positif dan negatif
yang terdapat di dalam hubungan saudara kandung dan terjadi sepanjang hidup.
Berdasarkan Hyperdictionary (2000) saudara kandung terjadi ketika anak melihat
saudara mereka dalam mimpi, menyadari perilaku saudaranya menjadi refleksi
diri
dan karakter anak. Melihat saudara kandung dalam mimpi akan
memperlihatkan kualitas dari karakteristik saudara kandung sehingga yang
dibutuhkan anak adalah pengakuan terhadap dirinya sendiri. Menumt Medical
dictionary search engine (2002) rivalitas saudara kandung adalah kompetisi yang
disebabkan kecemburuan di antara anak terhadap perhatian, kasih sayang, dan
penghargaan dari orangtua dalam suatu kompetisi yang normal atau tidak normal
yang terjadi sepanjang hidup.Rivalitas saudara kandung adalah kecemburuan antar anak yang terjadi dalam sebuah keluarga (The Nemours Foundation, 2002), sedangkan Faull {Free
Essay Network, 1999) menyatakan rivalitas berbeda dengan pertengkaran,
rivalitas terjadi karena anak-anak bersaing untuk mendapatkan kasih sayang dan perhatian orangtua. Menunit Boyse (2003) rivalitas saudara kandung adalah
kecemburuan, persaingan, dan pertengkaran antara saudara laki-laki dan
perempuan.
Berdasarkan beberapa teori di atas, maka rivalitas saudara kandung adalah
pertengkaran atau persaingan yang terjadi di dalam suatu keluarga untuk mendapatkan kasih sayang, perhatian dari orangtua dan terjadi sepanjang hidup. Pada penelitian ini menggabungkan antara anak yang memiliki saudara kandung
tiri dengan yang tidak memiliki saudara kandung tiri.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi rivalitas saudara kandung
Menumt Ferrer dan McCrea (2002) ada tiga hal yang mempengaruhi rivalitas saudara kandung. Pertama; kebutuhan pokok atau dasar. Kebutuhan
pokok anak yang tidak dapat dipenuhi dengan baik oleh orangtua akan mengarah pada rivalitas saudara kandung. Anak butuh perasaan nyaman, tenang, dan santai.
saja maka muncul rivalitas saudara kandung. Contoh : Pada saat makan, ibu tidak
memberikan makanan secara adil anata anak maka bisa saja terjadi pertengkaran
di atas meja makan. Hal ini didukung oleh pendapat Boyse (2003) yang
mengatakan anak-anak yang lapar, bosan, dan lelah lebih senang memulai
perkelahian.Kedua; perhatian. Perhatian pada anak yang kurang akibat dari ibu yang
terlalu sibuk dengan adik bayi akan menyebabkan anak terns berusaha
mengganggu adik mereka. Sikap ini untuk menunjukkan bahwa anak merasa
kurang nyaman dan butuh perhatian orangtua. Contoh : Kakak yang terns
menganggu atau mencubit adiknya ketika ibu tidak melihat mereka, sehingga adik
menangis. Ketiga; ketiadaan pengalaman. Anak yang tidak memiliki pengalaman
untuk mengungkapkan emosinya secara tepat akan menyerang saudaranya yang
lain ketika marah, kecewa, dan sedih. Kurangnya pengalaman ini akan membuat
anak melakukan sikap yang buruk seperti: memukul adik ketika marah dengan
ibu, mencubit adik ketika ayahmemarahinya.
Menumt Vandell dan Bailey (1992) rivalitas saudara kandung dapat
disebabkan oleh dua hal. Pertama; orangtua sebagai sumber konflik.
Bentuk-bentuk yang mengarah pada sumber konflik yang disebabkan oleh orangtua antara
lain :
a. Perbedaan perlakuan
Sikap orangtua yang pilih kasih membuat anak membenci saudara mereka.
Rasa benci yang muncul dalam diri anak akan mengarah pada rivalitas saudara
saudara kandung memiliki banyak
perbedaan terutama saat terjadinya
perkembangan dalam diri anak. Apabila terdapat rasa persaingan dan permusuhan,
sikap orangtua terhadap semua anak kurang menguntungkan dibandingkan bila
anak-anak satu sama lainbergaul cukup baik. Hal ini didukung oleh pendapat dari
Hopson dan Hopson (2002) yang mengatakan bahwa kakak beradik umumnya
bertengkar karena masalah keadilan. Orangtua hams belajar bahwa menciptakan
keadilan mempakan dasar dalam membesarkan lebih dari satu anak, tetapi
keadilan tidak selaluberarti sama. Bersikap adil bukan berarti sama. Bersikap adil
artinya orangtua mengajarkan kepada anak-anak sesuai dengan kebutuhan
masing-masing sehmgga anak tidak akan menuntut mendapat bagian yang persis
sama dengan saudara-saudaranya.b. Kebutuhan atau perhatian dari orangtua
Konflik tidak dilihat sebagai hasil dari perbedaan perlakuan orangtua pada
anak namun konflik lebih mengacu pada kegagalan orangtua untuk memenuhi
kebutuhan emosional anak. Hal ini diungkapkan oleh Faber dan Mazlish (Shantzdan Hartup, 1992). Orangtua yang sibuk dan tidak memperhatikan kebutuhan
anak akan memicu ketidakseimbangan emosional anak sehingga mereka akanberperilaku agresif. Anak meluapkan kekecewaan dan kekesalan anak pada orang
yang terdekat dengan dirinya yaitu saudara kandung mereka. Pendapat ini
didukung oleh Hopson dan Hopson (2002) yang mengatakan alasan yang
menimbulkan pertengkaran anak-anak adalah rasa cembum, iri, rasa tidak aman,
dan gangguan terhadap hak pribadi. Anak-anak akan merasa sangat marah bila
mereka merasa saudara-saudara mereka menerima perlakuan khusus dariorangtua. Oleh karena itu anak menjadi sangat marah dengan saudara mereka pada saat saudara mereka menjadi pengacau saat mereka butuh perhatian
orangtua.
c. Suasana emosional dalam keluarga
Komponen dari suasana emosional dalam keluarga meliputi tingkat psikis orangtua dan hubungan orangtua dengan sesama (ayah-ibu), apabila dalam sebuah
keluarga tidak terbentuk suasana yang harmonis dan nyaman maka setiap anggota
keluarga akan memiliki ketegangan yang tinggi. Hal ini bisa menyebabkan
kesalahpahaman antara anggota keluarga. Contoh spesifik adalah hubungan saudara kandung, ketika salah satu anak marah akan mencari pelampiasan dengan menyerang saudara kandung yang lebih lemah.
Menumt MacKinnon (Shantz dan Hartup, 1992) pernikahan yang positif akan memberikan hubungan positif pada hubungan saudara kandung, tapi konflik antara orangtua berkaitan dengan konflik antara saudara kandung. Anak laki-laki lebih mudah tersinggung pada saudara kandungnya sebagai akibat dari suasana yang tidak harmonis dalam keluarga atau perceraian..
d. Gaya pengasuhan
Menumt Grosman (Shantz dan Hartup, 1992), gaya pengasuhan orangtua yang
tidak konsisten dapat mengarah pada konflik saudara kandung, sebaliknya, gaya
pengasuhan dengan disiplin konsisten dapat menumnkan rivalitas saudara kandung.
e.Penalaran
Dunn (Shantz dan Hartup, 1992) menemukan, ibu yang dapat menjelaskan dan
memberi alasan kepada anak-anak ketika konflik terjadi akan cendenmg
mengurangi rivalitas saudara kandung. Kedua; konflik yang disebabkan oleh
anak-anak terjadi karena:a.Usia rata-rata saudara kandung
Anak yang lebih tua biasanya menjadi penyerang dan yang lebih muda
sebagai penerima agresi anak yang lebih tua. Hal ini memungkinkan anak yang
lebih tua untuk melakukan sesuatu sesuai dengan keinginannya. b. Jarak usia
Observasi dan wawancara yang sama dilakukan pada anak usia sekolah dan
remaja menunjukkan jarak kelahiran kurang dari 2 tahun akan lebih sering
melakukan pertengkaran daripada mereka yang jarak kelahirannya lebih dari 4
tahun Felson dkk (Shantz dan Hartup, 1992). Contohnya: menumt Brody dan
Hetherington (dalam Shantz dan Hartup, 1992) seorang anakyang memiliki usia6
tahun lebih tua dari adiknya terbukti sangat minim reaksi negatifnya pada anak
yang lebih muda.Menumt Istadi (2002) menjaga jarak kelahiran antara kakak dengan adiknya
adalah satu faktor penting yang tidak boleh diabaikan dalam proses mendidik
anak. Al-Qur'an sendiri telah menyiratkan perintah untuk menunda kehamilan
dengan cara menyusui penuh selama dua tahun. Ini adalah jarak minimum antara
kakak beradik yang sesuai dengan tahapan perkembangan psikologis seorang
anak. Sebelum usia dua tahun, umumnya egosentris seorang anak masih begitu
besar. Kakak belum siap menerima kehadiran adik yang mengharuskan mereka berbagi kasih-sayang ibu. Saat usia dua setengah tahun, barulah pengertian mulai tumbuh dan anak-anak mulai bisa menerima kenyataan jika hams berbagi dengan adik bam. Itu sebabnya jika seorang anak sudah hams menerima kehadiran adik sebelum usia dua setengah tahun maka proses penerimaan menjadi lebih sulit dilakukan. Akibatnya, akan lebih sulit untuk menumbuhkan rasa kebersamaan. c. Gender anak (relasi hubungan anak laki-laki dan perempuan)
Vandell dan Bailey (1992) mengatakan anak laki-laki lebih sering melakukan
perilaku negatif karena pengaruh dari saudara kandung laki-lakinya. Hal ini
didukung oleh pendapat dari Cicirelli (dalam Papalia dkk, 2002) anak-anak lebih
sring berselisih dengan saudara yang berjenis kelamin sama, misalnya dua adik kakak laki-laki lebih sering bertengkar daripada kakak laki-laki dengan adik perempuan. Berbeda dengan pendapat dari Dunn dkk (Shantz dan Hartup, 1992)
yang mengatakan saudara kandung yang berlainan kelamin lebih banyak
mengalami konflik daripada yang berjenis kelamin sama. Hal ini sejalan dengan
pendapat dari Kier dan Lewis (Papalia dkk, 2002) yang mengatakan anak yang
berjenis kelamin sama temtama pasangan anak perempuan lebih dekat dan sering
bermain bersama daripada pasangan anak perempuan dan laki-laki.d. Temperamen anak
Faktor lain yang mengkontribusi konflik saudara kandung adalah temperamen
anak. Stocker et.al (Shantz dan Hartup, 1992) menemukan bahwa anak yang lebih
muda dengan emosi yang kuat lebih kompetitif menghadapi saudara kandungnya daripada anak yang emosinya kurang. Anak yang lebih tua yang memilikiintensitas emosional yang baik akan lebih berperan dalam konflik antara saudara
kandung daripada anak yang kurang intens dan aktif dalam emosinya. Anak yang
memiliki temperamen sulit dengan ibunya pada umur 9 bulan memiliki lebih
banyak konflik saudara kandung setelah usianya 5 tahun daripada anak yang
memiliki temperamen mudah. Menumt Brody dkk (Papaha dkk, 2002) anak yang
lebih tua yang memiliki hubungan positif dengan ibu atau ayah dapat
meringankan efek dari temperamen anak sulit dalam interaksi saudara kandung.
e. Anak-anak cacat
Menumt Hurlock (2000) anak-anak cacat memerlukan perhatian yang lebih
besar dari orangtua mereka daripada anak-anak normal, hal ini terjadi karena fisik
dan mental mereka yang kurang. Semua anak normal tidak senang berbagi
perhatian dan waktu orangtua dengan adik-adik, demikian pula mereka tidak
senang bila orangtua terus-menerus selama bertahun-tahun memberikan lebih
banyak waktu pada saudara yang cacat. Walaupun anak-anak bersimpati dengan
saudaranya itu dan mengerti mengapa anak cacat membutuhkan lebih banyak
perhatian. Anak-anak merasa kasihan dengan diri mereka sendiri. Anak yang
cacat meskipun sering dibantu dengan kakak atau adik yang normal akan
cendenmg mengeluh atau mengkritik saudara yang membantu mengasuhnya.
Contohnya: mereka akan lebih bersikap agresif pada saudara kandung dengan
mengganggu, membentak dan mengadu serta sering merusak barang milik
saudaranya. Sebaliknya mereka bisa berubah pasif dengan memikirkan diri sendiri
menegangkan hubungan keluarga banyak orangtua memasukkan mereka ke
tempat perawatan khusus.
Menumt Hopson dan Hopson (2002) alasan yang paling mungkin
menimbulkan pertengkaran anak-anak adalah rasa cembum, iri, rasa tidak aman,
dan gangguan terhadap hak pribadi. Anak-anak akan merasa sangat marah bila mereka merasa saudara-saudara mereka menerima perlakuan khusus dari orangtua. Persaingan antar saudara berasal dari keinginan alami seorang anak yang secara naluri mengharapkan dirinya menjadi pusat perhatian orangtuanya.
Persaingan antar saudara dimulai ketika seorang anak harus menunggu perhatian
orangtua yang sedang sibuk dengan adik bayinya. Oleh karena itu anak-anakmenjadi sangat marah dengan saudara mereka ketika saudara mereka menjadi
pengacau saat mereka butuh perhatian orangtua. Hal yang dapat mengarah
kepada rivalitas saudara kandung adalah jika salah satu anak dimanja sehingga
menimbulkan egosentris dan rasa sosial yang kurang, sensitif, terisolasi,kurang
komunikatif, dan sangat tergantung pada orangtuanya. Para ahli mengatakan
bahwa hal tersebut masuk ke dalam faktor kausatif yaitu anak-anak mempunyai
kebutuhan besar akan asosiasi dengan saudaranya dan anak menerima perhatian
yang terlalu banyak dari orangtuanya.Faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan saudara kandung menumt
Hurlock (2000) adalah sikap orangtua, urutan posisi, jenis kelamin saudara
kandung, perbedaan usia, jumlah saudara, jenis disiplin, dan pengaruh orang luar.
Orangtua sering lebih menyukai anak pertama, sebaliknya anak yang lahir
kemudian merasa tidak dihiraukan dan merasa orangtua pilih kasih dan mereka
membenci saudara mereka. Sikap demikian akan menimbulkan hubungan negatif
antar saudara kandung. Semua anak akan diberi peran sesuai dengan urutan
kelahiran. Apabila anak menyukai peran yang diberikan padanya maka semua
berjalan dengan baik, tapi peran di sini peran yang diberikan bukan peran yang
dipilih sendiri makakemungkinan terjadi perselisihan besar terjadi.
Berdasarkan jenis kelamin, anak perempuan lebih banyak hi hati dan lebih
cerewet dengan saudara mereka temtama saudara perempuan, sedangkan anak
laki-laki lebih sering berkelahi dengan saudara laki-laki daripada dengan saudara
perempuannya . Hal ini sering mempunyai pengaruh yang bumk dalam hubungan
saudara kandung dan keluarga temtama jika orangtua menunjukkan sikap pilih
kasih. Kecilnya jarak usia juga mendorong orangtua memperlakukan anak-anak
dengan cara yang sama. Sebaliknya dengan jarak usia yang jauh, orangtua akan
mengharapkan anak yang lebih tua sebagai contoh yang baik dan akan mengecam
bila anak gagal sedangkan anak yang lebih muda diharapkan meniru. Harapan
orangtua ini akan memperburuk hubungan antar saudara. Faktor lain yang juga
berpengamh adalah jumlah saudara yang kecil akan cendenmg menghasilkan
hubungan yang lebih banyak perselisihan daripada jumlah saudara yang besar,
sedangkan dengan anak-anak yang jumlah saudaranya banyak menyebabkan
frekuensi kontak antarsaudara berkurang.
Secara keseluruhan disiplin demokratis lebih dapat menciptakan hubungan
antarsaudara yang lebih menyenangkan dan sehat daripada disiplin otoriter dan
permissif. Anak akan belajar mengapa mereka memberi dan menerima atas dasardapat menimbulkan dan memperhebat ketegangan yang telah ada antara saudara
kandung dengan cara membandingkan antara anak yang satu dengan yang lain
apalagi bila perbandingan tersebut merugikan (Hurlock, 2000).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan faktor- faktor
yang mempengaruhi rivalitas saudara kandung yaitu sikap atau perlakuan
orangtua, perhatian orangtua, jarak usia anak, jenis kelamin anak, pola asuh dan
disiplin, serta jumlah saudara kandung. Faktor-faktor ini ditentukan peneliti sesuai
dengan subyek yang digunakan. Temperamen anak, anak-anak cacat, tidak
dimasukkan karena hal tersebut tidak menjadi variabel yang akan diteliti dalam
diri subjek dan tidak sesuai dengan cir-ciri subyek yang digunakan dalam
penelitian ini.
3. Aspek-aspek rivalitas saudara kandung
Berdasarkan padapengalaman di LosAngeles Child Guidance Clinic, Neal
(Shantz dan Hartup, 1992) menyatakan beberapa karakteristik masalah pada anak
dengan saudaranya di antaranya cembum, egois, agresif, tergantung, dan
dominasi. Menumt Vandell dan Bailey (1992) pada tahun-tahun pertama
kehidupan, konflik antar saudara kandung disebabkan oleh kebutuhan anak-anak
akan perhatian yang sama dari orangtuanya. Adanya konflik ini sering
diperlihatkan oleh anak-anak yang lebih tua, benvujud meningkatnya masalah
perilaku yang berkaitan dengan tidur, makan, dan temper tantrum. Menginjak usia
satu tahun, karena bayi menjadi lebih mampu melakukan manipulasi
dipersepsi saudaranya yang lebih tua menjadi lebih sering melakukan
pertentangan secara langsung. Pada rentang usia satu sampai dua tahun, konflik
antar saudara kandung menunjukkan peningkatan karena lebih asertif terhadap
saudara kandungnya dan mulai menunjukkan penolakan terhadap usaha saudara
tuanya untuk mengendalikan sumber daya yang ada.
Saat anak-anak berumur dua sampai tiga tahun konflik antar saudara
kandung muncul karena perebutan kontrol atas sumber daya yang ada di rumah.
Pada tahap ini konflik terfokus pada isu keadilan dan ekualitas distribusi
barang-barang yang ada. Rebutan mainan dan barang-barang menunjukkan frekuensi yang
meningkat, anak yang lebih tua mencoba mengambil mainan saudaranya yang
lebih muda dan akhirnya saudara yang lebih muda akan menyerah pada tuntutan
saudara yang lebih tua. Pada tahap ini konflik yang terjadi lebih bersifat verbal
dan potensi konflik menjadi konstruktif menunjukkan peningkatan. Pada masa
prasekolah menumt Abramovitch, dkk (Shantz dan Hartup, 1992) konflik antar
saudara kandung terjadi karena perebutan atas properti, hak, dan kepemilikan.
Konflik terfokus pada gangguan sosial, ruang pribadi, dan aturan keluarga.
Menumt Smith dan Rosenberg, (Shantz dan Hartup, 1992) pada masa sekolah,
frekuensi konflik antar saudara kandung menunjukkan penurunan. Konflik yang
terjadi lebih banyak yang bersifat verbal, dan penyelesaian konflik lebih sering
memakai cara menarik diri atau mengabaikan satu sama lain. Felson (Shantz dan
Hartup, 1992) pada masa remaja, konflik antar saudara kandung dipicu oleh isu
kontrol atas televisi, telepon, perilaku dan kepemilikan pribadi. Konflik yang
terjadi melibatkan pemaksaan, beriangsung singkat, intensitas afeksi negatif
tinggi, dan kompromi rendah. Pada tahap remaja akhir, konflik antar saudara
kandung menjadijarang terjadi.Perilaku anak yang suka mengejek satu sama lain bisa menunjukkan
adanya rivalitas saudara kandung. Misalnya saja seorang kakak yang selalu
mengejek adiknya pada saat makan selalu disuapi ibu. Ejekan yang terns menerus
dilakukan
akan
membuat
adik
menangis,
orangtua
tidak
selalu
mempertimbangkan bahwa saat seorang kakak mengejek adiknya mungkin hal ini
disebabkan karena ia merasa ditinggalkan, diabaikan, dan tidak didengar.
Pertengkaran yang terns menems dilakukan menunjukkan pada rivalitas
saudara kandung, misalnya saja seorang kakak yang mengganggu adiknya saat
menonton televisi atau seorang adik yang mengotori buku saudaranya dengan
permen coklat. Hal-hal kecil seperti ini jika terns dibiarkan akan memicu
persaingan yang tidak sehat. Dunn (Berndt, 1997) berpendapat kecemburuan yang
timbul dari seorang anak mempakan akibat perhatian orangtua yang lebih pada
adik bayi. Kakak menunjukkan sikap cembum ketika ibu menunjukkan kasih
sayang untuk bayi yang bam lahir.Menumt Stewart (Bemdt, 1992) anak yang lebih tua akan berusaha
mendapatkan perhatian orangtua dengan menunjukkan kesedihan dan kebutuhan
akan kenyamanan). Ayah dapat memperbaiki penilaian anak terhadap saudaranya
yang akan lahir yaitu dengan memelihara dan meningkatkan interaksi antara ibu
dan anak yang lebih tua. Campur tangan ayah bisa menimbulkan efek positif pada
hubungan anak dengan saudara kandung pada masa yang akan datang. Orangtua
yang respon terhadap anak yang lebih tua pada saat mereka membutuhkan
perhatian dan stimulasi, tidak hanya mengurangi masalah perilaku pada anak
tetapi juga membantu anak membentuk hubungan yang lebih baik dengan
saudaranyayang bam lahir.
Jadi aspek-aspek rivalitas saudara kandung adalah sikap saling
memperebutkan sesuatu, saling mengejek, pertengkaran antar saudara kandung,
kecemburuan antar anak, memperebutkan perhatian dari orangtua.
B. Pola asuh autoritatif
1. Pengertian persepsi anak terhadap pola asuh autoritatif
? ^Persepsi menumt Chaplin (2001) adalah proses mengetahui atau
mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan indera atau proses yang
didahului oleh penginderaan dengan penambahan arti-arti yang berasal dari
pengalaman masa lalu, Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
persepsi mempakan suatu tanggapan individu terhadap suatu kejadian, benda,
ringkah laku manusia yang ditemuinya sehari-hari berdasarkan pengamatan
terhadap informasi yang masuk dalam dirinya dengan menggunakan indera-indera
yang dimilikinya. Objek persepsi dalam hal ini adalah pola asuh orangtua
autoritatif.Menumt Maccoby dan Martin (Atkinson, 2000) pada pola asuh autoritatif,
orangtua memiliki tingkat pengendalian yang tinggi dan menghamskan
anak-anaknya bertindak pada tingkat intelektual dan sosial yang konsisten dengan usia
dan kemampuan mereka. Tetapi orangtua autoritatif mengkombinasikan kendali
dan tututan mereka dengan kehangatan, bimbingan, dan komunikasi dua arah.
Selain itu orangtua lebih mendengarkan pendapat dan perasaan anak saat
mengambil keputusan untuk keluarga maupun saat anak-anak diberikan hukuman.
JPola asuh autoritatif dalam klasifikasi Hurlock dikatakan sebagai pola
asuh demokrasi. Menumt Hurlock (2000) pola asuh demokrasi menekankan pada
segi komunikasi timbal balik antara orangtua-anak agar terbentuk sikap mandiri.
Anak-anak diberi kesempatan untuk mengalami setiap kejadian apapun secara
bertahap di bawah bimbingan orangtua. Cara pendidikan demokratis adalah anak
boleh mengemukakan pendapat sendiri, mendiskusikan pandangan-pandangan
mereka dengan orangtua, menentukan dan mengambil keputusan, akan tetapi
orangtua masih melaksanakan pengawasan dalam hal mengambil keputusan
terakhir dan bila diperlukan persetujuan orangtua.
Baumrind (Berndt, 1997) mengatakan pola asuh autoritatif akan membuat
orangtua tetap bemsaha mengontrol dan memberikan dukungan pada anak
sehingga anak dapat mandiri. Orangtua selalu konsisten pada peraturan yang
mereka buat dan menghargai anak yang patuh pada aturan tersebut namun tetap
mendiskusikan pendapat dan pandangan mereka dengan anak-anak. Orangtua
mengharapkan anak bisa bersikap dewasa dengan memberikan anak-anak
kebebasan untuk mandiri namun masih dalam batasan-batasan yang tidak
melanggar norma maupun aturan.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas persepsi anak terhadap pola asuh
autoritatif adalah tanggapan anak terhadap tingkah laku orangtua yang memiliki
konsisten dengan usia dan kemampuan anak serta memberikan kontrol dan
dukungan sehingga anak dapat mandiri.
2. Aspek-aspek pola asuh autoritatif
Menumt Baumrind (Berndt, 1997) orangtua yang autoritatif akan memiliki
tingkat kehangatan dan tingkat acceptance serta kontrol yang tinggi. Orangtua
akan merespon terhadap kebutuhan anak, mendorong anak untuk menyatakan
pendapat, serta memberikan penjelasan tentang dampak dari perbuatan yang baik
maupun yang bumk, sehingga perilaku anak akan mampu mengendalikan diri,
percaya diri, dan mau diajak bekerja sama. Berikut ini adalah ciri-ciri pola asuh
autoritatif:
a. Orangtua yang hangat adalah orangtua yang:
1). Respon
Orangtua merespon setiap kebutuhan anak dan membantu pada saat anak
menghadapi masalah. Contohnya: bila bayi menangis, ibu pasti akan lebih
memilih mengendong dan mendiamkan bayi daripada membiarkan bayi
menangis. Sesibuk apapun, orangtua yang autoritatif tetap meluangkan waktu
untuk membantu anak mengerjakan PR.
2). Pujian
Orangtua yang hangat akan memberikan pujian pada anak khususnya saat anak
dapat menyelesaikan dengan baik tugas-tugas yang sulit dan mendapatkan nilai
yang baik di sekolah atau ketika anak menjadi anak yang patuh pada perintah
3). Ekspresi emosi yang positif
Orangtua yang hangat akan mengekspresikan cinta dan sayang mereka kepada
anak-anak baik melalui fisik maupun verbal. Misalkan: orangtua akan
memberikan ucapan selamat ketika anak-anak ulang tahun atau membuatkan
anak-anak kue ulangtahun, membuat suasana rumali yang bahagia dan menjadikan
rumah sebagai tempat yang menyenangkan untuk anak-anak.
Menumt Gmsec dan Goodnow (Papalia dkk, 2002) seorang anak akan
lebih termotivasi untuk menerima pesan jika orangtua hangat dan responsif. Erel
dan Burman(Berndt, 1997) mengatakan orangtua yang hangat akan melakukan
kompromi saat mereka mengalami konflik.
Menururt Bemdt (1997) orangtua yang hangat akan lebih berhasil dalam
mensosialisasikan anak-anak daripada orangtua yang dingin dan menolak,
sehingga di dalam kehidupannya anak akan bisa memberikan respon pada
oranglain yang membutuhkan. Hal ini bisa terjadi jika ibu sebagai orangtua juga
merespon kebutuhan anak-anak. Jadi jelas teriihat pada saat anak mengikuti
perilaku orangtua temtama ibu akan sangat berpengaruh pada kehidupan anak
selanjutnya.b. Selain dimensi orangtua yang hangat ada pula dimensi pola asuh orangtua yang
memberikan kontrol. Efek positifyang timbul dari dimensi ini antara lain:
1). Menempatkan harapan yang tinggi terhadap perilaku anak dan mencoba agar
anak mencapai harapan tersebut. Orangtua yang tidak mengharapkan anak untuk
memiliki rasa sosial yang layak akan membuat anak menghadapi masalah.
Anak-anak juga tidak menyukai orangtua yang menentukan standar yang tinggi
sehingga membatasi tingkah laku anak.
2). Memberikan aturan yang konsisten. Menumt Maccoby (dalam Bemdt, 1997)
orangtua yang memberikan anak-anak batasan dalam bertingkah laku hams
memiliki sikap yang konsisten sehingga anak akan lebih sering menahan atau
menghentikan tingkah laku mereka (yang buruk) sebelum melewati aturan yang
dibuat orangtua. Contohnya: Orangtua akan memberikan hadiah pada anak yang
mendapat nilai yang tinggi untuk berlibur ke Bali sehingga ketika anak malas
belajar mereka akan termotivasi dengan hadiah tersebut.
3). Menjaga komunikasi yang terbuka antara orangtua dan anak. Orangtua yang
memiliki komunikasi yang terbuka akan menjelaskan alasan dari aturan yang
mereka buat kemudian membiarkan ank-anaknya untuk mengutarakan pendapat
mereka tentang orangtua. Orangtua yang demikian akan belajar bagaimana
anak-anak merasakan dan siap menerima alasan dari anak-anak-anak-anak namun orangtua tidak
menyerah ketika anak-anak mengeluh mengenai aturan. Selanjutnya orangtua
akan mempertahankan kontrol dengan memberikan hak untuk membuat keputusan
akhir. Komunikasi terbuka mendukung kepercayaan diri yang tinggi.
4). Manajemen situasi praktis
Seringnya orangtua yang mampu mengantisipasi masalah situasi dan mampu
menyelesaikannya akan membuat anak juga memiliki sikap tersebut. Bentuk
manajemen situasi lebih mudah dimengerti dengan contoh. Contohnya: Pada saat
orangtua bersama anak yang berusia dua tahun berada di supermarket. Tujuan ke
supermarket adalah berbelanja keperluan rumah tangga tanpa membdi junkfood
yang diminta anak. Jika anak merengek agar dibelikan junk food orangtua dapat
mengalihkan perhatian anak dengan memberikan sesuatu yang dibawa dari rumah
berupa makanan untuk dimakan, buku untuk dibaca atau mainan untuk anak
mainkan. Anak akan sedikit meminta ketika ibu menggunakan cara ini sehingga
mengurangi konflik ibu dan anak. Manajemen situasi ini sangat penting dalam
pengasuhan model kontrol sehingga orangtua mampu menjaga kontrol tanpa
memprovokasi konflik.
Sebuah keluarga yang mampu mengkombinasikan dimensi pola asuh
dalam keluarga akan membentuk suasana yang nyaman baik untuk anak-anak
maupun dengan pasangannya. Hubungan antara anak-anak dapat berjalan dengan
baik jika orangtua memberikan pola asuh yang tidak terlalu mengekang dan juga
tidak terlalu mengikat, anak diajarkan untuk menghargai bagaimana cara
menyampaikan pendapat, bagaimana saat mereka membutuhkan perhatian
orangtua tanpa hams terjadi rivalritas saudara kandung.
Jadi aspek-aspek pola asuh autoritatif adalah tingkat respon, pujian,
ekspresi emosi positif, harapan orangtua, aturan yang konsisten orangtua,
C. Hubungan Persepsi Anak Terhadap Pola Asuh Autoritatif Dengan
Rivalitas Saudara Kandung
Kebanyakan keluarga mempunyai dua anak atau lebih. Kelahiran anak
kedua mempakan awal dari perubahan tanggungjawab dan pola asuh orangtua.
Rivalitas saudara kandung biasanya terjadi setelah kelahiran anak kedua, karena pada saat ini kelahiran anak kedua dan setemsnya mendorong ke arah perbedaan dalam pola asuh. Rivalitas saudara kandung adalah pertengkaran atau persaingan yang terjadi di dalam suatu keluarga untuk mendapatkan kasih sayang, perhatian dari orangtua dan terjadi sepanjang hidup. Beberapa karakteristik masalah pada
anak dengan saudaranya di antaranya cembum, egois, agresif, tergantung, dominasi. Berdasarkan sifat-sifat yang berbeda antara anak yang satu dengan yang lain maka faktor-faktor yang mempengaruhi rivalitas saudara kandung dapat muncul antara lain karena sikap atau perlakuan orangtua, perhatian orangtua, jarak
usia anak, jenis kelamin anak, pola asuh dan disiplin, serta jumlah saudara
kandung.
Menumt Adler (Lawrence dan Bornstein, 1995) posisi anak dalam suatu
keluarga akan mempunyai pengaruh utama pada pengalaman anak-anak ketika
tumbuh dewasa. Hipotesa Adler (dalam Lawrence dan Bornstein, 1995) adalah anak yang paling tua mempunyai dua pengalaman berbeda. Pada awalnya anak tertua adalah satu-satunya anak yang menerima perhatian dari orangtua tanpa ada
orang lain yang mengganggu hubungannya dengan orangtua.. Sejalan dengan kelahiran anak kedua, kasih sayang dan perhatian dari orangtua hams dibagi dengan anak kedua. Cara untuk mendapatkan perhatian dan kasih sayang tersebut
sering dilakukan dengan cara persaingan dan tidak jarang anak pertama membenci
saudaranya karena merasa mempunyai saingan. Orangtua perlu merubah masa
transisi itu agar anak pertama tetap merasa dirinya dilindungi meskipun ada
kehadiran anggota bam dalamkeluarga.
Anak pertama akan menjadi model bagi anak kedua. Hal ini bisa terjadi
karena anak akan selalu belajar dari orang-orang terdekatnya. Kakak akan menjadi
panutan setelah ibu dan ayah. Figur kakak bahkan kerap menjadi kebanggaan
adik, apalagi keduanya kerap bermain bersama. Kakak dengan gayanya yang khas
akan mengembangkan naluri untuk mengatur dan memerintah adik. Sementara
adik cendenmg mengikuti karena mereka sedang melalui proses belajar dengan
cara imitasi. Memberikan contoh pada adiknya dengan cara yang ambisius dan
merasa dirinya lebih berkuasa dari adik, sehingga dengan perlakuan yang sering
tidak sesuai adik akan menerima pengalaman yang sedikit traumatis.
Persepsi anak terhadap pola asuh autoritatif adalah tanggapan anak
terhadap pola asuh orangtua yang di dalamnya melibatkan kehangatan dan
kontrol. Orangtua sering memanjakan anak yang lebih kecil. Seringnya
pengasuhan anak yang lebih kecil yang tidak melibatkan anak pertama
menimbulkan sikap yang manja dan merusak. Anak yang lebih kecil tadi akan
memiliki perasaaan yang lebih lekat dengan orangtua dan merasa orangtua yang
hams merawat dan menjaganya, akibatnya memanjakan anak akan membawa
pada sifat rendah diri dan ketidakmampuan beradaptasi. Anak yang lebih tua
menganggap
orangtua
tidak
bersiJcap
hangat
seperti
ketika
orangtua
memperiakukan adik yang lebih muda. Persepsi anak akan bembah, anak
menganggap orangtua memperiakukan mereka secara tidak adil. Perilaku yang
tampak dari orangtua adalah anak diperlakukan berbeda sehingga muncul
perlakuan lebih menyukai salah satu anak. Hal tersebut menimbulkan anak yang
lain diperlakukan dengan kasih sayang yang kurang dan cenderung dibedakan,
maka akan terjadi rivalitas saudara kandung dan mungkin anak akan
melampiaskan perasaan kecewanya terhadap saudara kandungnya bempa perilaku
agresif. Hal ini dapat memicu konflik antara orangtua dan anak.
Beberapa perubahan perilaku dari orangtua setelah kelahiran anak kedua
menimbulkan kurangnya kehangatan antara ibu dan anak pertama akibat dari
perhatian orangtua temtama ibu pada anak yang masih kecil. Konfrontasi akan
lebih sering terjadi dan kenakalan anak pertama akan lebih sering dilakukan
temtama saat ibu sedang sibuk dengan anak yang bam lahir sehingga teriihat
perbedaan interaksi setelah kelahiran anak kedua. Suatu studi mengatakan
mengasuh anak-anak sama dengan memperiakukan mereka secara rasional dan
demokratis, dengan memperiakukan anak-anak secara demokratis berarti orangtua
telah melakukan komunikasi timbal-balik sehingga terbentuk sikap mandiri dari
anak-anak. Anak-anak diberi kesempatan untuk mengalami setiap kejadian
apapun secara bertahap di bawah bimbingan orangtua.
Pola asuh orangtua yang autoritatif akan membuat anak mau bekerjasama
dan mampu mengendalikan diri (self control) sehingga di dalam keluarga
anak-anak akan belajar untuk mengendalikan diri saat marah pada saudara kandung
mereka. Begitu pula saat salah satu saudara mereka kesulitan akan dengan senang
hati untuk membantu. Hetherington dan Parke (1986) menyatakan pola asuh
autoritatif mendorong perkembangan self esteem, mempunyai penyesuaian sosial
yang baik, kompeten, mempunyai kontrol internal dan popular di antara teman
sebaya. Dua dimensi yang terdapat di dalam pola asuh autoritatif adalah
kehangatan dan kontrol yang tinggi. Orangtua yang hangat akan merespon setiap
kebutuhan anak dan membantu pada saat anak menghadapi masalah, orangtua
akan memberikan pujian pada anak yang melakukan hal-hal positif, selain itu
ekspresi cinta dan sayang dari orangtua yang hangat akan tampak melalui fisik
dan verbal.
Demikian juga orangtua yang memiliki kontrol yang tinggi akan
menempatkan dan membantu anak mencapai harapan yang dicita-citakan.Orangtua akan konsisten pada aturanyang mereka buat untuk anak-anak dan tetap
memberikan komunikasi yang terbuka antara orangtua dan anak sehingga
orangtuadan anak sama-sama mampu mengantisipasi masalah situasi dan mampu
menyelesaikannyaD. Hipotesis
Berdasarkan uraian singkat diatas, maka hipotesis yang diajukan dalam peneUtian ini adalah : ada hubungan negatif antara persepsi anak terhadap pola asuh autoritatif dengan rivalitas saudara kandung pada anak-anak. Semakin positif
persepsi anak terhadap pola asuh autoritatif maka semakin rendah pula rivalitas
saudara kandung yang dimiliki anak sebaliknya semakin negatif persepsi anak
terhadap pola asuh autoritatif maka semakin tinggi rivalitas saudara kandung padaA. Identifikasi variabel-variabel Penelitian
1. Variabel tergantung
: Rivalitas saudara kandung
2. Variabel bebas
: Persepsi anak terhadap pola asuh autoritatif
B. Definisi Operasional 1. Rivalitas saudara kandung