• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teori UNDASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Teori UNDASI"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

Teori undasi

Terlipat dan mengalami gliding, Teori undasi dikemukakan oleh Van Bemmelen, teori ini menjelaskan terjadinya pelengseran batuan (gliding tectonics). Kebanyakan dari kita tidak sadar bahwa bumi ini hidup. Definisi hidup disini adalah, bumi mampu bergerak dan beraktivitas hingga aktivitasnya itu mempengaruhi makhluk yang ada dipermukaan. Hal-hal seperti gunung berapi, gempa, tsunami, dan kawan-kawan itu adalah bukti bahwa “sesuatu” tengah terjadi didalam perut bumi. Apabila sebelumnya saya menceritakan sedikit tentang lapisan bumi dan strata-strata yang ada didalamnya, maka hari ini mari saya coba jelaskan tentang Lempeng Tektonik (plate tectonics).

Apakah itu lempeng tektonik? Lempeng Tektonik adalah bagian terluar dari bumi (litosfer) yang dengan aktifnya bergerak kesana-kemari akibat pengaruh konveksi panas didalam perut bumi. Didunia ini, terdapat beberapa lempeng tektonik utama yang dikategorikan dalam dua yang utama : Lempeng Benua dan Lempeng Samudera. Pembeda dari kedua lempeng itu pada dasarnya terletak pada kandungan mineral yang mereka miliki. Ingat Si-Ma dan Si-Al. Silika Magnesium dimiliki oleh Lempeng Samudera dan Silikon Aluminium dimiliki oleh Lempeng Benua. Belum lagi masalah densitas yang berbeda diantara keduanya. Di Indonesia, kebetulan kita diapit oleh berbagai macam lempeng tektonik utama dunia. Dan bukan hanya diapit namun ada diperbatasan antar lempeng. Diselatan ada Lempeng Samudera Indo-Australia, lalu Lempeng Pasifik, dan Lempeng Benua Eurasi.

Bila teori tektonik lempeng lebih menyoroti gerak-gerak lempeng-lempeng litosfer dan semua fenomena dinamika di permukaan yang diakibatkannya, meskipun juga mendiskusikan arus konveksi mantel di bagian mantel paling atas (astenosfer) yang menyebabkan gerakan lempeng; teori undasi meliputi segmen Bumi yang lebih luas yaitu dari permukaan sampai mantel bagian bawah, bahkan inti bumi. Teori undasi mulai dari gerak konveksi material mantel secara periodik yang kemudian akan menyebabkan perbedaan gerakan vertikal di permukaan yang disebut undasi.

Undasi adalah differential vertical movements at the surface. Gerak vertikal undasi akan menghasilkan energi gayaberat potensial yang memiliki medan internal stress-nya tersendiri. Ini kemudian akan mengakibatkan gerakan lateral akibat gayaberat yang disebut gravity tectonics/tektonik gayaberat. Undasi berasal dari sebuah kata dalam bahasa Latin 'unda' yang artinya gelombang, van Bemmelen menerapkannya untuk proses dan struktur geodinamik yang disebabkan perbedaan gerakan vertikal Teori undasi memberikan sintesis komprehensif tektonik Bumi yang menyatukan fenomena geokimia dan geofisika mantel serta ekspresi geologi di permukaan. Apa yang diterangkan oleh plume tectonics yang mulai berkembang pada tahun 1990-an dan mendapatkan sokongan melalui teknik mantle tomography mulai pada tahun 2000, dan secara umum menerangkan gerakan material mantel (plume) dalam konteks keseimbangan geokimia dan geofisika, sebenarnya telah puluhan tahun sebelumnya digagas oleh van Bemmelen melalui teori undasi.

(2)

1. Prinsip Umum Teori Undasi

Prinsip umum proses pembentukan pegunungan di Indonesia menurut teori undasi sebagai berikut:

a. Siklus pembentukan pegunungan dimulai dari pusat diastropisme di sumbu geosinklin utama yang terbentuk pada era Paleozoikum muda.

b. Dari sumbu geosinklin ini terjadi pelengkungan ke atas membentuk geantiklin yang mungkin bersifat vulkanik. Pengangkatan geantiklin tersebut dikompensasikan oleh adanya pelengkungan ke bawah di kedua sisi geantiklin tadi yang disebut side deep (palung samping).

c. Setelah 20-30 juta tahun kemudian, dari palung samping tadi muncul genatiklin baru yang mula-mula bersifat non vulkanik. Palung kompensasi terbentuk lagi di sisi luar yang disebut palung depan (foredeep). Geantiklin I menurun kembali menjadi basin sentral.

d. Geantiklin yang terangkat dari foredeep sperti itu akan menghasilkan serangkaian penggelombangan di mana pengangkatan I bersifat non vulkanik, pengangkatan II bersifat vulkanik, dan pengangkatan III aktivitas vulaknisme telah padam (post vulkanik). Sifat ini khususnya berlaku untuk penggelombangan di daerah antara Asia dan Australia yaitu Maluku, Sulawesi dan Kalimantan. Di Filipina, Sumatera dan Jawa yang berbatasan dengan dasar laut dalam, pengangkatan III masih bersifat vulkanik karena teradi pengaktifan kembali vulkanisme. Lain lagi di daerah Birma, di mana busur dalamnya telah padam karena diapit oleh Semenanjung India dan massif Thailand-Kamboja. e. Setelah puluhan juta tahun kemudian, dari foredeep muncul lagi geantiklin baru dengan kompensasi berupa foredeep baru dari sisi luar, yang dalam melewati waktu mengalami pula serangkaian pengangkatan dan penurunan dengan ciri umum pengangkatan I nonvulkanik, pengangkatan II vulkanik dan pengangkatan III post vulkanik.

f. Demikianlah selanjutnya, pengangkatan geantiklin baru terjadi di foredeep sehingga semakin jauh dari pusat penggelombangan.

g. Gaya endogen di daerah bagian tengah (daerah yang disebutkan dalam point b dan c) pada masa ini kurang lebih telah padam, Basin sentral yang luas ini berkembang menjadi patahan blok antar pegunungan dengan ciri-ciri benua (sudah stabil).

Demikianlah serangkaian busur pegunungan terbentuk main menyebar ke arah luar dari pusat undasi di sumbu geosinklin, yang pada akhirnya akan berhenti bila telah mencapai tepi benua.

2. Tektogenesis

Tekotonik adalah segala gerak-gerak di dalam kerak bumi yang menyebabkan terjadinya perubahan/deformasi bentuk kerak bumi. Haarmann (1930) membedakan tektonik atas: Tektonik Primer dan Tektonik Sekunder. Tektonik Primer adalah gerak vertikal dari dalam yang menyebabkan deformasi kerak

(3)

bumi. Arah gerakan tegak lurus pada permukaan geoid. Undasi termasuk dalam tektonik primer. Berdasarkan besarnya undasi, Van Bemmelen membedakan undasi menjadi beberapa macam, yakni sebgai berikut:

a. Geo Undasi

Meliputi daerah yang lebarnya 1.000 km atau lebih, berupa plato benua dengan kompensasi berupa cekungan dasar laut/geosinklin. Menurut W. Wahl, interval terjadinya geo undasi rata-rata 165 juta tahun (maksimum 231 juta tahun dan minimum 95 juta tahun). Terjadinya penggelombangan ini berkaitan dengan peristiwa kimia fisika/hipodiferensiasi di lapisan subcrustal sampai kedalaman 800 km.

b. Meso Undasi

Lebarnya sampai beberapa ratus kilometer dengan interval penggelombangan hanya puluhan juta tahun, dan berkaitan dengan proses hipodiferensiasi di lapisan salsima dengan kedalaman kurang dari 100 km.

c. Minor Undasi

(4)

TEKTONIK DAN VULKANISME

Vulkanisma di Indonesia sangat erat hubungannya dengan gejala tektonik, yaitu seperti apa yang diperlihatkan oleh aktivitas magma yang menyertai gejala perkembangan tektonik dalam waktu geologi tertentu.

Aktivita magma tersebut menghasilkan berbagai jenis batuan beku, yang dicirikan oleh masing-masing kelompok batuan tersebut di dalam suatu Suite atau Provinsi batuan tertentu.

Konsep dan Pandangan Melalui Teori Undasi

Van Bemelen (1954), salah seorang geologiawan yang mengembangkan bidang geologi di Indonesia terutama penerapan teori Undasi-nya dalam evolusi tektonik, telah melakukan penelitian atas sistem pegunungan di Indonesia bagian barat. Penelitiannya menghasilkan suatu penampang yang ditarik mulai dari pulau Christmas yang terletak di Samudera Indonesia, melalui pulau Jawa ke arah utara sampai pulau Karimunjawa yang terletak di laut Jawa.

Tabel Skema Teoritis yang menunjukan hubungan antara Petrogenik dengan jenjang evolusi orogenesa (Stille 1924, dalam Van Bemmelen 1949)

Petrographic Provinces

Orogenic Zones

Zona Stages Of Orogenic Evolution

(5)

Prefa-tory

Embyo arc

Young

Early Mature

Mature

(I) Atlantic Suite

Foreland

Pre-Orogenic

x

(6)

x

x

x

(II) Ophiolitic Suite

Foredeep

Geosynclinal

x

(7)

x

x

(III) Pasific Suite

Geanticline

Orogenic

x

(8)

x

(IV) Mediterranean Suite

Backdeep

Late Orogenic

x

(9)

(V) Tholeiitic Plateau Basalts

Hinterland

Post Orogenic

X

Anggapan ahli tersebut diselaraskan dengan pandangan yang dikemukakan oleh Stille 1924 mengenai hubungan antara evolusi tektonik dengan gejala vulkanisma, yang kemudian diturunkan kembali oleh Katili et al (1963), seperti apa yang terlihat di bawah ini (gambar 1):

Pulau Chirstmas, yang terletak di Samudera Indonesia yaitu disebelah selatan pulau Jawa dimana merupakan daerah muka pegunungan, muncul sebagai suatu gunung api yang telah padam. Gunung api tersebut diduga pernah aktif pada Tersier Tua, yang menghasilkan lava yang bisa digolongkan dalam Suite Atlantik, dimana banyak mengandung mineral-mineral yang kaya akan unsur Natrium.

(10)

Batuan beku yang dihasilkan tersebut umumnya terdapat di luar sistem pegunungan yang sebenarnya.

Daerah Cekungan Geosinklin, yang mana merupakan suatu palung laut dalam yang terbagi dua oleh suatu punggung dalam laut yang sejajar dengan pulau jawa. Punggung dalam laut tersebut merupakan suatu pegunungan yang sedang muncul di atas permukaan air laut melalui suatu proses pengangkatan (geantiklin) dari suatu cekungan (geosinklin), yang diduga merupakan kelanjutan punggung dalam laut yang telah muncul dibeberapa tempat sebagai deretan pulau-pulau kecil seperti Nias, Siberut, Mentawai dan lain sebagainya disebelah barat pulau Sumatera.

Gejala vulkanisme dalam dicirikan oleh aktivitas magma yang menghasilkan batuan beku dalam bersusunan ultra basa – basa, yang digolongkan dalam Suite Ofiolit. Pembentukan batuan beku jenis tersebut menunjukan permulaan suatu gejala vulkanisme yang berlangsung dalam daerah cekungan geosinklin (“initiale vulkanismus”, Stille 1924).

Kemudian terjadi pengangkatan daerah cekungan sehingga terbentuk rantai pegunungan melalui proses pembumbungan geosinklin. Pegunungan tersebut merupakan sumbu pulau Sumatera, Jawa dan ke arah timur sampai kepulauan Sunda kecil. Vulkanisme dalam yang menyertai proses pengangkatan tersebut menurut Sitlle (1924) disebut “synorogenen Vulcanismus” dan akan membentuk tubuh-tubuh batuan beku dalam seperti batolit, stock dan lain sebagainya, yang bersusunan asam sampai menengah. Kemudian menjelang akhir pembentukan pegunungan lipatan, pada pertengahan Miosen masih berlangsung gejala vulkanisme yang dicirikan sebagai “Subsequence Vulkanismus” (Stille, 1924) yang menghasilkan batuan lelehan dan rempah vulkanik lepas bersusunan asam sampai menengah (riolit, dasit, andesit). Vulkanisme dalam yang menyertai aktivitas magma membentuk batuan beku dalam yang erat hubungannya dengan batuan lelehan tersebut.

Gejala vulkanisme luar masih berlanjut sampai Resen, halmana diperlihatkan oleh gunung api-gunung api Kuarter yang masih giat, yang menempati daerah-daerah pegunungan berantai tersebut. Di daerah-daerah zona sirkum Pasifik, gunung api-gunung api tersebut dicirikan dengan sifatnya yang sangat esplosif dimana banyak dihasilkan rempah vulkanik dengan kandungan unsur-unsur kalsium alkali yang cukup tinggi, yang bisa digolongkan dalam Suite Pasifik.

(11)

Suatu kelompok gunung api muda Kuarter yang telah padam pada Resen ini yang letaknya terpisah, menempati perbatasan kelompok gunung api aktif pada busur dalam vulkanik. Aktivitas magma pada masa lampau, yang menerobos daerah cekungan sedimen yang menempati daerah bagian utara pulau Jawa, yang terletak antara geantiklin – Jawa Selatan dan Tanah Sunda, menghasilkan batuan beku yang digolongkan dalam Suite Mediteran dan dicirikan dengan kandungan mineral-mineralnya yang kaya akan kalium.

Tanah Sunda yang terletak di sebelah utara pulau Jawa, sebagian besar telah digenangi laut kecuali beberapa pulau yang masih tersisa dan muncul di atas permukaan air laut seperti misalnya pulau Karimunjawa. Daerah tersebut merupakan daerah “hinterland” yang masih dipengaruhi oleh aktivitas magma, yang umumnya digolongkan dalam basal datar tinggi.

Evolusi tektonik yang mempengaruhi pembentukan pegunungan, yang disertai dengan gejala vulkanisme, dapat dilihat dalam evolusi pembentukan pegunungan lipatan Bukit Barisan di Pulau Sumatera.

Melalui penampang yang ditarik melalui pulau tersebut, yaitu mulai Samudera Indonesia dan Kepulauan Mentawai di sebelah barat kea rah timur laut melalui daerah Jambi – kepulauan Lingga yang terletak di sebelah barat selat Karimata, Van Bemmelen (1954) memberikan gambaran hubungan evolusi gejala-gejala di pulau Jawa, seperti yang terlihat pada penampang yang ditarik dari pulau Christmas melalui daerah bagian timur Jawa Barat (daerah Bandung) ke arah timurlaut sampai kepulauan Karimunjawa yang terletak di Laut Jawa.

Kepulauan Mentawai dalam penampang Sumatera, merupakan daerah busur luar bukan vulkanik, yang dicirikan oleh anomali isostatik negatif, serta sebagian besar terbentuk dari batuan serpentin dan terobosan batuan ultra basa, yaitu menempati daerah yang terletak antara cekungan muka dan cekungan antara yang dipengaruhi oleh gejala pensesaran naik selama pengangkatan pada kala pra-Miosen. Daerah yang memiliki isostatik negatif yang menempati busur dalam bukan vulkanik di pulau Jawa, menurut Van Bemmelen (1954) merupakan punggungan dalam yang terletak di bawah samudera Indonesia, dimana daerah tersebut sedang mengalami proses pengangkatan, halmana dicirikan dengan pusat-pusat gempa bumi dalam yang tersebar di daerah tersebut.

(12)

Van Bemmelen (1954), melalui skema tektonik yang mencirikan 9 pusat undasi, yang menggambarkan struktur Neogen yang terbentuk di kepulauan Indonesia ini, dapat memisahkan (Sukendar, 1976):

1) Daerah stabil yang tidak mengalami gejala transgresi pada kala Neogen

2) Daerah Semi Stabil dengan transgresi pada kala Neogen, tetapi tidak dipengaruhi oleh Undasi

3) Daerah-daerah orogen beserta sumber atau pusat-pusat undasi

4) Daerah-daerah yang diduga dimana jentara undasi dimulai.

Suatu peta tektonik yang disusun berdasarkan usia perlipatan, fasa mineralisasi dan bentuk struktur yang terdapat di berbagai pulau, telah diperkenalkan oleh Wester Veld (1952, dalam Sukendar, 1976), dimana bisa dipisahkan 4 (empat) daerah orogen yaitu:

1) Orogen Malaya,

Yang mempunyai fasa perlipatan utama, dan aktifitas magma pada akhir Jura, merupakan suatu sistem pegunungan yang membentang meliputi daerah Semenanjung Malaya, kepulauan Riau – Lingga dan daerah Timah (Singkep, Bangka dan Belitung), sebagian Kalimantan Barat, pulau-pulau di laut Cina Selatan dan kemungkinan sebagian daerah dataran rendah Sumatera sebelah timur. Aktivitas magmanya menghasilkan pluton-pluton besar bersusunan granitis dan tonalitis.

2) Orogen Sumatera,

Dicirikan dengan fasa perlipatannya yang berumur Kapur sampai Paleosen serta diikuti intrusi batuan beku dalam. Daerah orogen ini meliputi pulau Sumatera melalui pegunungan Serayu Selatan di pulau Jawa terus kea rah pegunungan Meratus di Kalimantan Tenggara. Aktifitas magma yang menyertai orogen ini berupa batuan gabro sampai granitis.

(13)

3) Orogen Sunda,

Terbentuk pada Miosen Tengah, tetapi di beberapa daerah mungkin terjadi lebih dahulu, menempati daerah yang terletak di bagian tengah antara daerah yang terkena orogen Sumatera dan Orogen Maluku, serta merupakan daerah yang ditempati oleh gejala vulkanisme Miosen. Daerah ini meliputi pesisir sebelah barat pulau Sumatera, pulau Jawa bagian Selatan, Kepulauan Sunda kecil, pulau-pulau yang termasuk dalam Busur dalam Banda, Sulawesi bagian barat, dan berakhir di daerah Mindanau (Filipina Selatan). Aktifitas magmanya menghasilkan gang-gang andesitis dan dasitis serta pluton-pluton granit dan diorite.

4) Orogen Maluku,

Dicirikan oleh adanya perlipatan yang sangat kuat yang disertai dengan gejala pensesaran lapisan batuan berumur paleozoik Akhir, Mesozoik dan Tersier Bawah. Selain itu juga dicirikan dengan terbentuknya batuan Ultra basa yang sangat besar berumur Mesozoik Akhir sampai permulaan Tersier, yaitu meliputi daerah-daerah kepulauan disebelah barat Sumatera, Pulau Timor, daerah yang termasuk dalam Busur luar Banda dan akhirnya daerah Sulawesi bagian timur.

Konsep dan Pandangan Melalui Teori Tektonik Lempeng

Melalui perkembangan bidang pengetahuan geodinamika yang semakin pesat sejak pertengahan abad 20, maka suatu konsep tektonik global yang baru telah diperkenalkan dan sekaligus dicoba penerapannya guna penyusunan peta tektonik yang menampilkan hubungannya dengan daerah mineralisasi.

Prinsip teori tektonik lempeng ini berawal dari suatu pengertian bahwasanya bagian dari kulit bumi atau lithosfera, termasuk juga di dalamnya bagian paling luar dari selimut bumi (“upper mantle”) dianggap sebagai lempeng-lempeng yang kaku. Lempeng-lempeng ini saling bergerak satu terhadap yang lain dengan kecepatan minimal 10 cm/tahun atau akan memindahkan lempeng-lempeng tersebut sejauh 100 km/10 juta tahun dan menurut beberapa ahli cenderung dipengaruhi oleh gaya-gaya konvektif yang terjadi pada daerah astenosfera yang bersifat cair-kenyal.

Akibat pergerakan tersebut, kemungkinan besar akan terjadi tumbukan antar lempeng, yang dibatasi oleh suatu palung laut yang dalam, dimana salah satu lempeng akan mengalami penyusupan yang sangat dalam di bawah lapisan kulit bumi melalui suatu bidang miring yang dikenal sebagai jalur Benioff.

(14)

Jalur tersebut memiliki kemiringan lereng yang berbeda-beda dan merupakan zona penyebaran pusat-pusat gempa bumi.

Menurut Sukendar (1976, hal.89), daerah dimana terjadi tumbukan lempeng akan merupakan suatu jalur dimana terjadi kegiatan orogen yang meliputi gejala-gejala seperti:

Konvergensi lempeng Pertumbuhan benua

Pengkerutan Lapisan-lapisan

Penebalan kerak bumi dalam pembubungan isostasi yang disertai dengan kegiatan magma dan gejala metamorfisma.

Ahli tersebut mencatat bahwa batas antara masing-masing lempeng merupakan daerah yang mengandung pusat-pusat gempa disamping gejala orogenesa dan tektonik dimana batas-batas tersebut akan berujud sebagai:

Pematang tengah samudera

Sesar mendatar (“transform faults”) Palung-palung laut dalam

Gejala tektonik yang terjadi di daerah tumbukan antara lempeng samudera dengan lempeng kontinen akan mencerminkan suatu bentuk sistem busur kepulauan yang mengandung unsur-unsur seperti palung laut dalam dan busur magmatic.

Sementara secara keseluruhan disebut dengan sistem palung busur (“arc trench system”). Daerah yang terletak diantara sistem-sistem palung busur tersebut berbentuk rumpang yang memanjang, dengan lebar yang berkisar antara 150-250 km dan rumpang palung busur (“arc trench gap”).

Sistem palung busur secara umum mengandung 4 (empat) unsur dimana setiap unsur memiliki cirri, jenis batuan dan sifat struktur geologi yang berbeda.

Kenampakan sistem tersebut, yang dicoba penerapannya di Indonesia, dikemukakan pertamakali oleh Katili (1971 dan 1974), kemudian W.Hamilton (1973) dan Sukendar (1976) dimana pengamatan dimulai dari samudera Indonesia kea rah benua (Paparan Sunda) yaitu dengan didapatkannya unsur-unsur:

1. Palung laut dalam,

Yang terdiri dari sedimen berbutir halus yang terendapkan di atas lantai samudera, kemudian lava yang berasal dari gejala vulkanisma luar di bawah laut yang bersifat basaltik dengan struktur bantal serta kumpulan batuan vulkanik bersusunan basa sampai ultra basa (ofiolit) yang diasosiasikan berasal dari selubung bumi, yang digolongkan dalam suite ofiolit. Endapan sedimen dan batuan vulkanik tersebut tercampur secara tektonik akibat gejala pensesaran dan perunjukan sehingga menghasilkan bentuk struktur yang sangat rumit.kumpulan batuan yang demikian ini disebut “mélange” .

(15)

2. Rumpang palung busur

Merupakan suatu bentuk geografi yang memanjang selebar 75-275 Km, dimana di dalamnya diendapkan batuan sedimen. Kadang-kadang secara setempat terjadi peninggian yang bentuknya memanjang, yang di kenal sebagai busur luar bukan vulkanik, yang muncul sebagai deretan pulau-pulau seperti misalnya kepulauan Mentawai di sebelah barat Sumatera. Daerah ini diduga ditempati oleh kumpulan batuan “mélange” yang mengalami desakan kea rah bawah, yang berasal dari jalur penekukan yang berumur lebih tua.

3. Busur Magmatik (“Magmatic Arc” atau “volcanic arc”)

Yang dicirikan oleh adanya jajaran gunung api dan tubuh-tubuh pluton yang mendapatkan penyaluran magma yang menghasilkan batuan lelehan yang umumnya bersusunan andesit, yang berkisar antara basal sampai dasit serta terobosan pluton-pluton granitis, granodiorit dan diorite.

Kumpulan batuan vulkanik tersebut digolongkan dalam suite Pasifik dengan mineral-mineral penyusunnya yang kaya akan ikatan kalsium alkali, dicirikan dengan terbentuknya batuan yang beraal dari gejala magmatic yang menyertai orogenesa.

4. Cekungan muka daratan (“foreland basin”)

Merupakan daerah yang terletak di bagian belakang busur magmatic, ditempati oleh endapan-endapan sedimen yang secara petrologis mempunyai sifat serupa dengan batuan sedimen yang menempati daerah di bagian rumpang palung busur.

Gejala vulkanisma yang bersumber dari magma yang letaknya sangat dalam, penyalurannya kea rah permukaan menerobos lapisan batuan sedimen yang cukup tebal. Keadaan ini dicirikan dengan dihasilkannya batuan vulkanik yang beragam yaitu antara basal sampai andesit, meskipun pada umumnya adalah basal dengan kandungan mineral-mineralnya yang kaya akan unsur Kalium. Dickinson (1970) mengartikan busur magmatic sebagai orogen vulkanik-plutonik yang terdiri dari lapisan vulkanik dan vulkanik klastik serta disertai pluton-pluton magma. Kelompok batuan tersebut, yang dikenal sebagai batuan penyerta jalur Orogen meliputi:

(16)

Urut-urutan batuan vulkanik andesit dengan sebagian besar terdiri dari andesit, basal dengan kadar aluminium yang tinggi (basal tholeiit), serta dasit dan lapisan endapan klastik gunung api.

anodiorit dan diorite kuarsa dengan sedikit granit dan diorite yang membentuk jalur batholit. Magma yang bersusunan kalsium alkali ini adalah gejala pelelehan sepihak (partial_melting) dari batuan lempungan asal samudera yang berada di bawah tekanan tinggi dan tegasan geser (shear stress) akibat peristiwa penekukan melalui jalur Benioff ke dalam lapisan selaput bumi. Magma ini akan mengalami perubahan yang besar akibat proses asimilasi dengan selaput dan kerak bumi yang dilaluinya pada saat magma naik dan melakukan diferensiasi. Peristiwa pelelehan ini terjadi pada daerah yang terletak pada kedalaman 75-275 kilometer pada jalur Benioff (Dickinson, 1971). Perbandingan antara unsur K terhadap Silikon yang terdapat di dalam batuan beku dari kedua kelompok tersebut meningkat secara teratur kearah yang sama dengan arah kemiringan jalur Benioff di bawahnya.

Katili (1971) melalui pendekatan yang didasarkan atas konsep tektonik lempeng, beranggapan bahwa busur kepulauan Indonesia merupakan daerah yang terbentuk akibat dari pertemuan 3 lempeng yaitu:

– Lempeng Samudera India-Australia

– Lempeng Samudera Pasifik

– Lempeng benua Eurasia

Lempeng samudera India-Australia bergerak relative ke utara, lempeng benua Eurasia ke selatan dan lempeng samudera Pasifik ke barat.

Adapun batas-batas lempeng di atas adalah:

– Palung dan sesar geser jurus di sebelah timur Filipina

– Palung dan sesar geser jurus di sebelah Barat Sumatera

(17)

– Sesar geser jurus di sebelah utara Papua

Sesar besar Sumatera, sesar Palu-Koro di Sulawesi dan sesar Filipina memencar dari selatan menuju ke utara yaitu dari lempeng samudera India-Australia. Sedangkan jalur sesar Sorong di Papua dan palung Filipina berkumpul pada gerakan yang menuju kea rah barat dari lempeng samudera Pasifik.

Agaknya selain dikontrol oleh jalur tumbukan 3 (tiga) lempeng seperti yang disebutkan di atas, adanya pertemuan 2 (dua) sistem pegunungan yaitu sirkum Pasifik dan sirkum Mediterania menyebabkan Wilayah Indonesia menjadi kawasan yang rumit dan labil, halmana keadaan tersebut bisa dibuktikan dengan:

– Hampir 1/10 episenter gempa dunia ada di Indonesia

– Merupakan daerah yang paling vulkanis, dimana terdapat kurang lebih 400 buah gunung api

– Masih berlangsungnya gejala pembentukan pegunungan, missal dengan didapatkannya terumbu-terumbu koral yang mengalami pengangkatan, terutama di wilayah Indonesia bagian timur yang berumur Kuarter sampai Resen

– Adanya kelainan gaya gravitasi yang sangat menyolok, dimana anomaly negative mencapai 240 milligal

Hamilton (1973) beranggapan bahwa Busur Andaman-Sumatera-Jawa-Timor-Busur luar Banda-Seram merupakan “Subduction System” yang menyatukan daerah Indonesia terhadap lempeng Samudera Indonesia-Australia.

Zona Benioff yang dicirikan sebagai pusat-pusat gempa bumi menunjukan kemiringan yang mula-mula landai dengan kedalaman yang dangkal kemudian berkembang menjadi semakin curam dan sangat dalam. Di daerah bagian atas zona Benioff tersebut terletak busur magmatik yang tersusun dari gunung api-gunung api yang mendapat penyaluran magmanya dari kedalaman antara 100-200 kilometer.

(18)

Batuan vulkanik yang dihasilkan oleh gunung api – gunung api Holosen, yang terletak di bagian atas zona Benioff sekarang, memperlihatkan perbandingan yang umum antara K2O dengan SiO2 terhadap kedalaman jalur seismic (Hatherton dan Dickinson dalam Hamilton, 1973).

Susunan batuan vulkanik tersebut sangat dipengaruhi oleh jenis dan susunan kerak bumi yang diterobos magma yang berasal dari zona Benioff. Batuan vulkanik di Sumatera umumnya bersifat lebih asam sampai menengah, halmana disebabkan magma menerobos kerak kontinen yang tua. Sedangkan di Jawa, yang memiliki kerak kontinen lebih tipis, bersifat mafik dan relatif lebih muda, gunung api nya menghasilkan batuan vulkanik yang menengah.

Sehingga berdasarkan komposisi batuan vulkanik, batuan dasar (“basement”) dan susunan kerak bumi, bisa disimpulkan adanya perbedaan antara pulau Sumatera dengan pulau Jawa yaitu sebagai berikut:

Komposisi batuan vulkanik hasil gunung api muda di Jawa relatif lebih basa dibandingkan dengan batuan vulkanik gunung api di Sumatera

Gunung api Tersier Akhir di Jawa kebanyakan berdiri di atas endapan Marine-Neogen dan bukannya di atas pra-Tersier. Sedangkan di Sumatera sebagai batuan dasar gunung api nya adalah batuan pra-Tersier (bukan “mélange”). Batuan dasar tempat bertumpunya gunung api di Jawa terdiri dari “Melange” yang berumur Kapur – Tersier Awal.

Di Jawa tidak ada indikasi adanya kerak benua, didasarkan atas data geofisika yaitu gaya berat dan seismik yang menunjukan bahwa di Jawa tidak ada batuan kristalin.

Konsep tektonik lempeng dalam hubungannya dengan proses mineralisasi akan banyak berkaitan dengan proses aktifitas magma atau gunung api, dimana intrusi dari magma akan mengubah batuan dan mineral disekitar daerah intrusi tersebut.

Daerah busur vulkanik merupakan tempat yang paling utama dalam pencarian mineral-mineral logam yang dihasilkan oleh aktifitas magma, dimana dari kumpulan data yang ada bisa disimpulkan bahwa “phorpyric copper” banyak ditemukan di daerah ini, selain “Volcanogenic stratiform Copper deposit”.

Adapun mineral-mineral lainnya yang biasa dijumpai di daerah tektonik ini adalah:

(19)

– Molybdenit yang berasosiasi dengan phorpyric copper

– Emas monzonit dan andesit

– Air raksa (seperti yang terdapat di daerah Purwakarta, “mercury Volcano”)

Pada daerah “acidic volcanic” dan daerah yang dulunya bermula pada “continental crust” diharapkan bisa didapatkan timah dan tungsten (misalnya di Bangka). Umumnya di daerah busur vulkanik ini mineral deposit letaknya sangat dalam sehingga tidak tersingkap di permukaan. Begitu pula pada busur vulkanik yang masih muda, deposit tersebut sangat sukar ditemukan.

Referensi

Dokumen terkait

Pelabuhan Tanjung Priok terletak di Pantai Utara Pulau Jawa tepatnya di Teluk Jakarta Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Wiayah hinterland yang dilayani Pelabuhan Tanjung Priok

Di wilayah Busur Banda dan Sulawesi, hanya cekungan sedimen di sekitar Busur Banda saja yang berpola semi-konsentris, sementara di daerah sebelah utara lengan utara

46 | Tektonostratigrafi dan Pola Sedimentasi Formasi Talang Akar dan Baturaja Daerah OCO, Sub-cekungan Jatibarang, Cekungan Jawa Barat Utara Aktifnya sesar OO sebagai sesar

Salah satu reservoar di Cekungan Jawa Timur bagian Utara yang mampu menghasilkan hidrokarbon terletak pada Formasi Kujung, dengan target utama eksplorasi pada Lapangan

Sayung adalah salah satu kecamatan yang terdapat di Kabupaten Demak yang terletak di daerah pesisir utara pulau Jawa. Makrozoobentos merupakan salah satu biota dalam

Di wilayah Busur Banda dan Sulawesi, hanya cekungan sedimen di sekitar Busur Banda saja yang berpola semi-konsentris, sementara di daerah sebelah utara lengan utara

Daerah penelitian berada pada Cekungan Bogor - Serayu Utara - Kendeng, tersusun oleh batuan sedimen turbidit laut dalam.Berdasarkan beberapa  peneliti, batuan

Dari hasil identifikasi daerah UKM dapat terlihat bahwa Pulau Jawa seperti Jawa Barat, Jawa tengah, Jawa Timur, DKI Jakarta dan untuk Pulau Sumatera ialah Sumatera