• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KUALITAS TIDUR DENGAN KEJADIAN TEMPER TANTRUM PADA ANAK USIA TODDLER DI KELURAHAN BANYUMANIK KECAMATAN BANYUMANIK KOTA SEMARANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN KUALITAS TIDUR DENGAN KEJADIAN TEMPER TANTRUM PADA ANAK USIA TODDLER DI KELURAHAN BANYUMANIK KECAMATAN BANYUMANIK KOTA SEMARANG"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KUALITAS TIDUR DENGAN KEJADIAN TEMPER TANTRUM PADA ANAK USIA TODDLER DI KELURAHAN BANYUMANIK

KECAMATAN BANYUMANIK KOTA SEMARANG

Tri Maria Ulfa *) Rosalina**)Puji Lestari **)

*) Alumni Program Studi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran **) Dosen Program Studi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran

Email: trmariaulfa@gmail.com

ABSTRAK

Temper tantrum yang tidak diatasi dapat membahayakan fisik anak, selain itu anak tidak akan bisa mengendalikan emosinya atau anak akan kehilangan kontrol dan akan lebih agresif. Faktor yang menyebabkan terjadinya temper tantrum, diantaranya tidak terpenuhinya kebutuhan (tidur). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kualitas tidur dengan kejadian temper tantrum pada anak usia toddler di Kelurahan Banyumanik Kecamatan Banyumanik Kota Semarang.

Desain penelitian ini deskriptif korelasional dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian ini adalah anak dan ibu yang memiliki anak usia toddler dengan jumlah sampel 90 responden menggunakan teknik proportionate random sampling. Analisis data yang digunakan distribusi frekuensi dan uji chi square.

Hasil penelitian menunjukkan kualitas tidur pada anak usia toddler sebagian besar kategori baik (70,0%), anak usia toddler sebagian besar mengalami temper tantrum normal (81,1%). Ada hubungan kualitas tidur dengan kejadian temper tantrum pada anak usia toddler di Kelurahan Banyumanik Kecamatan Banyumanik Kota Semarang, dengan p value sebesar 0,046 (α = 0,05).

Sebaiknya ibu yang mempunyai anak usia toddler mengurangi kejadian temper tantrum pada anak mereka diantaranya dengan menjaga kualitas tidur anak. Upaya yang dapat dilakukan dengan memberikan aturan dan jadwal tidur bagi anak serta melaksanakannya dengan disiplin tanpa mengurangi kebebasan dari anak dalam bermain.

Kata Kunci : kualitas tidur, temper tantrum, anak usia toddler Kepustakaan : 35 (2006-2015)

(2)

ABSTRACT

Unresolved temper tantrums can harm children's physical. Furthermore, the children will not be able to control their emotions or will lose control and become more aggressive. The triggering factors of temper tantrum include unmet need for sleep. The purpose of this study is to find the correlation between sleep quality and temper tantrum occurrence on toddler age children at Banyumanik sub-district Semarang.

This was a descriptive-correlative study with cross sectional approach. The population were children and mothers whith children in toddler age and the samples were 90 respondents that sampled by using proportionate random sampling technique. The data analysis used frequency distribution and chi square test.

The results of this study indicate that sleep quality in toddler is mostly in good category (70.0%), the toddlers mostly have normal temper tantrum (81.1%). There is a correlation between sleep quality and temper tantrum occurrence on toddler age children at Banyumanik Sub-District Semarang with the p-value of 0.046 (a = 0.05).

Mothers who have children in toddler age are expected to reduce the incidence of temper tantrum in their children such as by maintaining the quality of sleep for their children. The efforts should be made are providing the rule and sleeping schedule for children as well as implement it orderly without reducing the freedom of children in playing.

Keywords : Sleep quality, Temper tantrum, Toddler Bibliographies : 35(2006-2015)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Masa toddler meningkatkan

kewaspadaan orang tua terhadap

kemampuan anak untuk mengontrol dan senang dengan keberhasilan usaha keterampilan baru. Ketidakberhasilan usaha pada pengontrolan dapat menimbulkan perilaku negatif dan temper tantrum (Perry & Potter, 2005).

Temper tantrum merupakan episode dari kemarahan dan frustrasi yang ekstrim, yang tampak seperti kehilangan kendali seperti dicirikan oleh perilaku menangis, berteriak dan gerakan tubuh yang kasar atau agresif seperti membuang barang, berguling di lantai, membenturkan kepala dan menghentakkan kaki ke lantai. (Tandry, 2010). Tantrum lebih mudah terjadi pada anak-anak yang dianggap sulit dengan ciri-ciri memiliki kebiasaan tidur yang tidak teratur (Zaviera, 2008). Gangguan tidur pada anak dapat

mempengaruhi perilaku dan emosi anak, mengantuk pada siang hari, dapat mengurangi perhatian anak, mudah lelah, mengurangi aktivitas fisik, anak menjadi iritabel, impulsif, sering mengganggu, dapat mengurangi daya ingat anak, kadang anak menjadi rewel bahkan menyebabkan temper tantrum (Riadiani, 2010).

Menurut Quach et.,al. (2009), gangguan tidur akan meningkatkan rasa lelah pada siang hari. dan permasalahan dalam mengontrol perilaku. Menurut Hayes (2008), beberapa penyebab tantrum anak dipicu oleh hal-hal berupa mencari perhatian, menginginkan sesuatu yang tidak bisa dimilikinya bahkan rasa kelelahan yang ada pada anak.

Rasa lelah akan meningkat bila anak mengalami kurang tidur baik secara kualitas ataupun secara kuantitas dikarenakan tidur berguna untuk menyimpan energi selama tidur. Timbulnya rasa lelah akibat adanya

(3)

gangguan dalam tidur akan dapat memicu temper tantrum pada anak. Temper tantrum yang tidak terkendali mengakibatkan orang tua akan kehilangan suatu kesempatan mengajarkan anak bagaimana cara bereaksi terhadap emosi-emosi yang normal seperti marah, frustasi, takut, kesal dan lain-lain (Hasan, 2011).

Hasil studi pendahuluan yang

dilakukan di Kelurahan Banyumanik pada

bulan Oktober 2015 diperoleh hasil

wawancara dengan 10 orang ibu dari anak usia 1-3 tahun diperoleh hasil 6 anak (60,0%) mengalami tenpertantrum dimana 4 ibu (66,7%) menyatakan anaknya mudah

untuk jatuh tertidur, mudah

mempertahankan tidur dan jarang bangun di malam hari serta 2 ibu (33,3%) menyatakan anaknya kesulitan untuk jatuh tertidur, sulit mempertahankan tidur dan sering bangun di malam hari.

Diperoleh pula 4 anak (40,0%) tidak mengalami tempertantrum dimana 2 ibu (50,0%) menyatakan anaknya mudah untuk jatuh tertidur, mudah mempertahankan tidur dan jarang bangun di malam hari serta 2 ibu (50,0%) menyatakan anaknya kesulitan untuk jatuh tertidur, sulit mempertahankan tidur dan sering bangun di malam hari.

Rumusan Masalah

Adakah hubungan kualitas tidur dengan kejadian temper tantrum pada anak usia

toddler di Kelurahan Banyumanik

Kecamatan Banyumanik Kota Semarang?.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui hubungan kualitas tidur dengan kejadian temper tantrum pada anak usia toddler di Kelurahan Banyumanik Kecamatan Banyumanik Kota Semarang.

METODE PENELITIAN Desain penelitian

Penelitian ini menggunakan desain

deskriptif korelasional dengan pendekatan

cross sectional.

Populasi dan sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah anak dan ibu yang memiliki anak usia toddler di Kelurahan Banyumanik Kota Semarang sebanyak 879 anak, dengan sampel 90

responden menggunakan teknik

proportionate random sampling

HASIL PENELITIAN

1. Gambaran Kualitas Tidur Pada Anak Usia Toddler di Kelurahan Banyumanik Kecamatan Banyumanik Kota Semarang

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Kualitas Tidur Pada Anak Usia Toddler

Kualitas Frekuensi (f) Persentase (%)

Kurang 27 30,0

Baik 63 70,0

Total 90 100,0

Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa kualitas tidur pada anak usia toddler di

Kelurahan Banyumanik Kecamatan

Banyumanik Kota Semarang sebagian besar kategori baik yaitu sebanyak 63 orang (70,0%).

2. Gambaran Kejadian Temper Tantrum pada Anak Usia Toddler di Kelurahan Banyumanik Kecamatan Banyumanik Kota Semarang

Tabel 2 Distribusi Frekuensi

Kejadian Temper Tantrum pada Anak Usia Toddler Kejadian temper tantrum Frekuensi (f) Persentase (%) Abnormal 17 18,9 Normal 73 81,1 Total 90 100,0

Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa Anak Usia Toddler di Kelurahan Banyumanik Kecamatan Banyumanik Kota Semarang sebagian besar mengalami temper tantrum normal yaitu sebanyak 73 orang (81,1%).

(4)

3. Hubungan Kualitas Tidur dengan Kejadian Temper Tantrum pada Anak Usia Toddler Tabel 3 Hubungan Kualitas Tidur dengan Kejadian Temper Tantrum pada Anak Usia

Toddler di Kelurahan Banyumanik Kecamatan Banyumanik Kota Semarang

Kualitas tidur

Kejadian Temper Tantrum

p-value Abnormal Normal Total

f % F % F %

Kurang 9 33,3 18 66,7 27 100,0 0,046

Baik 8 12,7 55 87,3 63 100,0

Jumlah 17 18,9 73 81,1 90 100,0

Berdasarkan hasil analisis hubungan kualitas tidur dengan kejadian temper tantrum pada anak usia toddler di Kelurahan Banyumanik Kecamatan Banyumanik Kota Semarang, diperoleh hasil responden yang mempunyai kualitas tidur kategori kurang sebanyak 27 orang dimana sebagian besar mengalami tenper tantrum kategori normal yaitu sebanyak 18 orang (66,7%) lebih banyak dari pada yang mempunyai perilaku temper tantrum abnormal yaitu sebanyak 9 orang (33,3%). Responden yang mempunyai kualitas tidur kategori baik sebanyak 63 orang dimana sebagian besar mengalami tenper tantrum kategori normal yaitu sebanyak 55 orang (87,3%) lebih banyak dari pada yang mempunyai perilaku temper tantrum abnormal yaitu sebanyak 8 orang (12,7%).

Hasil uji statistik dengan

menggunakan uji chi square didapatkan nilai χ2 hitung (3,992) > χ2tabel (3,84) dan p value 0,046 (α = 0,05), maka dapat

disimpulkan ada hubungan kualitas tidur dengan kejadian temper tantrum pada anak usia toddler di Kelurahan Banyumanik Kecamatan Banyumanik Kota Semarang.

PEMBAHASAN

1. Gambaran Kualitas Tidur Pada Anak Usia Toddler

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas tidur pada anak usia toddler di

Kelurahan Banyumanik Kecamatan

Banyumanik Kota Semarang kategori baik

yaitu sebanyak 63 orang (70,0%). Kualitas tidur pada anak usia toddler kategori baik ditunjukan dengan anak tertidur dengan gerakan goyang atau berirama (82,5%), anak perlu objek khusus untuk tertidur (boneka, selimut khusus, boneka binatang) (84,2%), dan anak takut tidur dalam gelap (83,6%).

Anak usia toddler di Kelurahan Banyumanik Kecamatan Banyumanik Kota Semarang tertidur setelah diberikan gerakan goyang atau berirama. Biasanya ibu atau

pengasuh menggendongnya sambil

menggoyangkan badan atau menggunakan tempat ditidur yang didesain khusus untuk menidurkan bayi dengan fasilitas yang dapat digoyangkan. Mereka juga dapat tertidur dengan objek khusus diantaranya ditemani oleh benda-benda yang disukai misalnya boneka atau selimut yang disenangi. Ketika mereka memeluk atau menggunakan barang tersebut maka mereka akan mudah jatuh tertidur atau tidur lebih lelap.

Tidur bermanfaat untuk menjaga

keseimbangan mental, emosional dan

kesehatan. Selain itu, stres pada paru-paru sistem kardiovaskuler, endokrin dan lain lainnya juga menurun aktivitasnya setelah tidur. Energi yang tersimpan selama tidur diarahkan untuk fungsi-fungsi seluler yang penting bagi tubuh (Hidayat, 2008). Secara umum, terdapat dua efek fisiologis tidur, pertama efek pada sistem saraf yang diperkirakan dapat memulihkan kepekaan normal dan keseimbangan di antara berbagai susunan saraf. Kedua, efek pada struktur

(5)

tubuh yang dapat memulihkan kesegaran dan fungsi organ dalam tubuh, karena selama tidur telah terjadi penurunan

aktivitas organ-organ tubuh tersebut

(Hidayat, 2008). Kualitas tidur pada anak usia toddler di Kelurahan Banyumanik Kecamatan Banyumanik Kota Semarang

kategori baik didukung oleh faktor

lingkungan

Lingkungan dapat meningkatkan atau

menghalangi seseorang untuk tidur.

Lingkungan yang tenang memungkinkan seseorang dapat tidur dengan nyenyak, sebaliknya lingkungan yang ribut, bising dan gaduh akan menghambat seseorang untuk tidur (Asmadi, 2008).

2. Gambaran Kejadian Temper Tantrum pada Anak Usia Toddler

Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak usia toddler di Kelurahan Banyumanik Kecamatan Banyumanik Kota Semarang mengalami temper tantrum normal yaitu sebanyak 73 orang (81,1%). Temper tantrum merupakan suatu ledakan emosi yang kuat sekali, disertai rasa marah, serangan agresif, menangis, menjerit-jerit, menghentak-hentakkan kedua kaki dan tangan pada lantai atau tanah (Chaplin, 2009).

Cara orang tua mengasuh anak juga berperan untuk menyebabkan tantrum. Anak yang dimanjakan dan selalu mendapatkan yang diinginkan, bisa tantrum ketika permintaannya ditolak. Bagi anak yang terlalu dilindungi dan didominasi oleh orang

tuanya, anak bisa menjadi bereaksi

menentang dominasi orang tua dengan perilaku tantrum. Orang tua yang mengasuh

secara tidak konsisten juga bias

menyebabkan anak tantrum (Chaplin, 2009).

3. Hubungan Kualitas Tidur dengan Kejadian Temper Tantrum pada Anak Usia Toddler

Hasil uji statistik dengan

menggunakan uji chi square didapatkan nilai χ2 hitung (3,992) > χ2tabel (3,84) dan p

value 0,046 (α = 0,05), maka dapat

disimpulkan ada hubungan kualitas tidur dengan kejadian temper tantrum pada anak usia toddler di Kelurahan Banyumanik

Kecamatan Banyumanik Kota

Semarang.Anak usia toddler menunjukkan kemampuan untuk mengontrol dan senang dengan keberhasilan usaha keterampilan baru. Akan tetapi, dilain sisi ketika yang mereka alami adalah ketidakberhasilan maka secara spontan akan menimbulkan perilaku negatif dan temper tantrum yaitu kemarahan dan frustrasi yang ekstrim, yang tampak seperti kehilangan kendali seperti dicirikan oleh perilaku menangis, berteriak dan gerakan tubuh yang kasar atau agresif seperti membuang barang, berguling di

lantai, membenturkan kepala dan

menghentakkan kaki ke lantai. Perilaku temper tantrum dari anak yang tidak diatasi dapat membahayakan fisik anak,

selain itu anak tidak akan bisa

mengendalikan emosinya atau anak akan kehilangan kontrol dan akan lebih agresif. Penyebab perilaku tenper tantrum ini diantaranaya karena pada usia ini anak mulai menunjukkan sifat negativistic, kemandirian dan kelelahan.

Anak yang mengalami kelelahan cenderung meningkatkan kejadian tantrum karena mereka mengalami kesulitan untuk mengungkapkan keinginannya dengan menggunakan kata-kata sehingga memilih berlaku explosive (meluapkan emosi dengan berlebihan) atau meledak ledak. Salah satu upaya untuk mengurangi rasa

kelelahan pada anak adalah dengan

melakukan tidur. Bagi anak, tidur mempunyai arti yang lebih penting karena memegang peran yang sangat besar bagi pertumbuhan dan perkembangannya. Saat anak tidur terjadi perbaikan fungsi sel-sel tubuh termasuk sel otak dan diproduksinya hormon-hormon tubuh.

Gangguan tidur pada anak biasanya

(6)

dan kesulitan untuk mempertahankannya. Ketika tidur, terjadi pelepasan serum serotonin dari sel khusus yang berada di

ponds dan batang otak tengah, yaitu Bulbar Synchronizing Regional / BSR. Serotonin

dalam otak diyakini mampu memberikan rasa tenang dan memberikan efek tidur. Serotonin berefek memperbaiki kualitas tidur dan konsentrasi, meningkatkan tenaga, menjadikan suasana hati lebih baik dan menurunkan kecemasan ataupun

stres sehingga anak mendapatkan

ketidakseimbangan emosi dimana suasana hati menjadi lebih stabil, tenang, emosi stabil dan tidak menjadi histeris.

Perkembangan jaman yang semakin canggih, ternyata memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Salah satu aspek yang mendapatkan imbas dari perkembangan teknologi adalah menurunnya kualitas dan kuantitas tidur sebagian anak khususnya usia toddler.

Semakin beragamnya jenis permainan

berteknologi menyebabkan waktu tidur mereka berkurang khususnya pada siang hari. Mereka lebih asyik bermain game atau permainan sejenis dari pada tidur siang. Sementara di sisi lain, orang tua sebagai pihak yang bertanggung jawab cenderung membiarkan dengan pertimbangan asalkan anak diam, tidak menangis dan tidak bermain jauh dari rumah. Sebagian dari orang tua adalah pekerja karier sehingga waktu mereka lebih banyak di perusahaan atau tempat bekerja lainnya yang pada akhirnya pengasuhan anak dibebankan kepada baby sister dan kebanyakkan dari mereka melakukan pembiaran terhadap kebiasaan bermain tersebut yang pada

akhirnya mempengaruhi perkembangan

psikologis anak khususnya timbulnya atau meningkatkan kejadian temper tantrum pada anak usia toddler.

Masa toddler terus meningkatkan

kewaspadaan orang tua terhadap

kemampuan anak untuk mengontrol dan

senang dengan keberhasilan usaha

keterampilan baru. Keberhasilan ini

membuat mereka mengulangi usaha untuk

mengontrol lingkungan anak.

Ketidakberhasilan usaha pada pengontrolan dapat menimbulkan perilaku negatif dan temper tantrum (Perry & Potter, 2005).

Temper tantrum merupakan episode dari kemarahan dan frustrasi yang ekstrim, yang tampak seperti kehilangan kendali seperti dicirikan oleh perilaku menangis, berteriak dan gerakan tubuh yang kasar atau agresif seperti membuang barang, berguling di lantai, membenturkan kepala dan menghentakkan kaki ke lantai (Tandry, 2010). Temper tantrum yang tidak diatasi dapat membahayakan fisik anak,

selain itu anak tidak akan bisa

mengendalikan emosinya atau anak akan kehilangan kontrol dan akan lebih agresif (Dariyo, 2007).

Anak usia toddler sering terbangun di malam hari karena kebutuhan otonomi atau takut berpisah dari orang tua mereka (Potter & Perry, 2010). Sebagian besar anak mempunyai pola tidur yang normal, tetapi 15-30% anak mengalami gangguan tidur pada periode bayi. gangguan tidur pada anak disebabkan kurangnya Kuantitas tidur sesuai usia (kurang secara kuantitas) atau gangguan dan fragmentasi dari tidur (kualitas tidur yang buruk). Kurang tidur biasanya disebabkan oleh kesulitan memulai (delayed sleep onset) dan atau kesulitan untuk mempertahankannya (prolonged nights waking), sedangkan kualitas tidur yang buruk sebagian besar disebabkan gangguan yang sering, berulang-ulang, dan bermakna terhadap tidur seseorang (Sekartini & Adi, 2006).

Menurut Quach et.,al. (2009), gangguan tidur akan meningkatkan rasa lelah pada siang hari.

Rasa lelah akan meningkat bila anak mengalami kurang tidur baik secara kualitas ataupun secara kuantitas

(7)

dikarenakan tidur berguna untuk

menyimpan energi selama tidur.

Timbulnya rasa lelah akibat adanya gangguan dalam tidur akan dapat memicu temper tantrum pada anak. Temper tantrum yang tidak terkendali mengakibatkan orang tua akan kehilangan suatu kesempatan mengajarkan anak bagaimana cara bereaksi terhadap emosi-emosi yang normal seperti marah, frustasi, takut, kesal dan lain-lain (Hasan, 2009).

Ketika tidur, terjadi pelepasan serum serotonin dari sel khusus yang berada di ponds dan batang otak tengah, yaitu Bulbar

Synchronizing Regional / BSR (Potter dan

Perry, 2005). Durasi temper tantrum

meningkat drastis seiring dengan

peningkatan durasi stres. Reaksi emosional terhadap stress tampil dalam bentuk ketidakseimbangan emosi dimana suasana hati mudah berubah, cepat marah, emosi cepat meluap dan menjadi histeris (Gunarsa, 2008).

4. Keterbatasan Penelitian

Penelitian yang telah dilakukan ini tidak lepas dari keterbatasan, diantaranya

masih adanya variabel lain yang

mempengaruhi hasil penelitian ini yang tidak dapat sepenuhnya dapat dikendalikan oleh peneliti. Variabel ini secara langsung atau pun tidak langsung dikhawatirkan menurunkan atau meningkatkan perilaku tantrum dari anak. Variabel tersebut diantaranya pola asuh dari keluarga, peran dari keluarga dan kepribadian anak.

PENUTUP Kesimpulan

Kualitas tidur pada anak usia toddler di

Kelurahan Banyumanik Kecamatan

Banyumanik Kota Semarang sebagian besar kategori baik yaitu sebanyak 63 orang (70,0%). Anak usia toddler di Kelurahan Banyumanik Kecamatan Banyumanik Kota Semarang sebagian besar mengalami

temper tantrum normal yaitu sebanyak 73 orang (81,1%). Ada hubungan kualitas tidur dengan kejadian temper tantrum pada anak usia toddler di Kelurahan Banyumanik Kecamatan Banyumanik Kota Semarang, dengan p value sebesar 0,046 (α = 0,05).

Saran

Bagi Masyarakat : Sebaiknya masyarakat khususnya ibu yang mempunyai anak usia toddler mengurangi kejadian temper tantrum pada anal mereka diantaranya dengan menjaga kualitas tidur anak. Upaya yang dapat dilakukan dengan memberikan aturan

dan jadwal tidur bagi anak serta

melaksanakannya dengan disiplin tanpa mengurangi kebebasan dari anak dalam bermain.

Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan: Sebaiknya penelitian ini dapat dijadikan landasan bagi penelitian selanjutnya yang sejenis khususnya yang berkaitan dengan kualitas tidur dan kejadian temper tantrum.

Bagi Peneliti Selanjutnya: Sebaiknya

peneliti selajutnya meningkatkan hasil

penelitian ini dengan mengendalikan

variabel lain yang menggangu penelitian ini diantaranya pola asuh dari keluarga, peran dari keluarga, kepribadian anak dan masalah kesehatan yang dialami oleh anak dengan

menambahkannya sebagai variabel

independen sehingga diperoleh hasil

penelitian yang lebih optimal.

DAFTAR PUSTAKA

Alwisol, 2005. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press.

Aman, 2005. Penuhi Kebutuhan Tidur.

Diambil Pada Tanggal 27

November 2015.

www.republika.co.id

Arikunto, 2006. Prosedur Penelitian Suatu

Pendekatan Praktik, Ed Revisi VI,.

Jakarta : Penerbit PT Rineka Cipta. Asmadi, 2008. Konsep Dasar Keperawatan,

(8)

Boeree, 2008. Psikologi Sosial. Yogyakarta: Prismasophie

Buysse et.,al, 2008. The Pittsburgh Sleep

Quality Index (PSQI): A new Instrument for Psychiatric Practice and Research, Pittsburgh: Elsevier

Scientific Publishers Ireland Ltd. Chaplin, 2009. Kamus Lengkap Psikologi.

Jakarta: Raja Grafindo

Daniels, 2013.Emotional Intelligence.

Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Dariyo, 2007. Psikologi Perkembangan

Anak Tiga Tahun Pertama.

Bandung; PT Refika Aditama. Ferdinand, 2008. Mengenali dan Memahami

Tumbuh Kembang Anak.

Jogjakarta: Katahati

Gunarsa, 2008. Psikologis praktis: anak,

remaja dan keluarga.

Jakarta:Gunung Mulia

Hames, 2005. Menghadapi dan Mengatasi

Anak yang suka Ngamuk. Alih bahasa Susi Purwoko. Jakarta:

Gramedia

Hasan, 2011. Pendidikan Anak Usia Dini, Jogjakarta: Diva Press

Hayes, 2008. Tantrum. Jakarta: Erlangga

Hidayat, 2005. Pengantar Ilmu

Keperawatan Anak 1., Jakarta:

Salemba Medika

Hidayat, 2008. Pengantar Konsep Dasar

Keperawatan, Jakarta: Salemba

Medika

Hockenberry, et al., 2008. Buku Ajar

Keperawatan Pediatrik Alih

bahasa, Monica Ester;(6th.ed). volume 2. Jakarta: EGC

Hurlock, 2008. Psikologi Perkembangan

Anak Jilid 1. Alih Bahasa dr. Med Meitasar I Tjandrasa. Jakarta:

Erlangga

Kartono, 2011.Psikologi Anak (Psikologi

Perkembangan). Bandung: Mandar

Maju

Khasanah & Hidayati, 2012. Kualitas Tidur

Lansia Balai Rehabilitasi. Sosial “MANDIRI” Semarang.

Kozier, 2008. Fundamental of Nursing,

Seventh Edition, Vol.2, Jakarta:

EGC.

Lanywati, 2011. Insomnia: Gangguan Sulit

Tidur, Yogyakarta: Kanisius

Lyness, 2009. Psikologi Perkembangan:

Suatu pendekatan sepanjang

rentang kehidupan. Jakarta;

Erlangga

Maslim, 2008. Buku Saku Diagnosis

Gangguan Jiwa. Jakarta : PT Nuh

Jaya

Notoatmodjo, 2010. Metodologi Penelitian

Kesehatan. Jakarta : Penerbit PT.

Rineka Cipta.

Nursalam, 2011. Aplikasi Metodologi

Penelitian Kesehatan. Yogyakarta

:Nuha Medika

Potter & Perry, 2005. Buku Ajar

Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik.Edisi 4.Volume 2. Alih Bahasa : Renata Komalasari,dkk. Jakarta :

EGC.2005

Prasadja, 2009. Ayo Bangun Dengan Bugar

Karena Tidur Yang Benar. Jakarta:

PT. Mizan Utama.

Putram, 2011. Tips sehat dengan pola tidur

tepat dan cerdas.Yogjakarta:

Kanisius

Rafknoledge, 2004. Insomnia dan

Gangguan Tidur Lainnya, Jakarta:

PT. Elex. Media Komputindo. Salkind, 2012. Child Development. New

York. Macmillan Reference USA.

Santrock, 2007. Perkembangan Anak.

Jakarta: Erlangga.

Saryono, 2011. Metodologi Penelitian

Kesehatan. Yogyakarta: Mitra

Referensi

Dokumen terkait

Definisi operasional keputusan pembelian diturunkan menjadi dimensi keputusan pembelian, dengan dimensi pertama adalah masukan merupakan pengaruh luar seperti penjualan

Namun, konsep tersebut, paling tidak dapat membantu kita untuk memahami bahwa anak-anak kita itu menyimpan potensi yang luar biasa yang menjurus ke arah yang

Saran diberikan kepada para orang tua agar menerapkan pola asuh demokratis dimana anak 10-12 tahun dengan konsep diri positif terbanyak didapatkan dari pola asuh tersebut,

berbagai spesies pohon primer secara simultan ikut masuk. Jika demikian halnya, spesies pohon primer ini lambat laun akan menggantikan pohon-pohon hutan sekunder yang

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah dapat mempermudah dalam hal pencarian informasi lokasi tentang kerajinan kain tenun dan gerabah yang berada di kabupaten

Berdasarkan pengumpulan data dan hasil analisis struktur dan performans membran ultrafiltrasi untuk pengolahan limbah cair industri kelapa sawit yang telah dilakukan di

Hasil analisis pearson correlation menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara variabel Citra Merek Fotoku dengan loyalitas konsumen Fotoku di

Selain itu penegakan dapat dilakukan dengan melalui kerja sama internasional atau mutual legal assistance treaty atau judicial assistance treaty antara dua negara atau