• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jñānasiddhânta Jurnal Prodi Teologi Hindu STAHN Mpu Kuturan Singaraja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jñānasiddhânta Jurnal Prodi Teologi Hindu STAHN Mpu Kuturan Singaraja"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Siva Nataraja

Perspektif Teo-Estetik

Oleh

Ni Made Evi Kurnia Dewi

Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri Mpu Kuturan Singaraja E-mail:evie.lemoeet@gmail.com

ABSTRACT

Siva Nataraja is Shiva in the form of dancing. Siva Nataraja is a symbol of the cosmic awareness dance. The Siva Nataraja dance contains very high artistic value and is full of expressions of religiosity. As the master of art, He is called Adiguru or the first art teacher who taught art to gods and mankind. Various mystical movements (mudras) symbolizing the cosmic dance. The Siva Nataraja dance is a combination of the forces of Sekala (Real) and Niskala (Unreal). The essence of the Shiva Nata Raja dance is to guide the soul of every being to realize his divine nature in order to attain the highest awareness of Shiva, as 'sangkan paraning dumadi'.

The cosmic dance of Siva Nataraja symbolizes the 5 (five) activities of God called Pancakriya and Panca Aksara (five characters). Pancakriya consists of 1) Srsti (Creation), 2) Shtiti (Maintenance), Samhara (Mengembikan), Tirobhava (Khayal / Illusion), and Anugraha (Gift / Blessing). Panca Aksara is a power that can remove blemishes and sins. Si Wa Ya Na Ma, is a mantra. Si reflects God, Wa is a gift, Yes is the soul, Na is the power that covers the intellect, Ma is the egoism that shackles the soul. The five characters form the body of Shiva and it occurs within each individual soul, at the atomic level. Offerings of beauty or art can be interpreted as an expression of one's devotion to God, In order to attain Siva's cosmic consciousness, the art of devotional service is capable of being a bridge to attaining union with Siva and attaining Samarasya, the pinnacle of aesthetic and mystical experience which culminates in becoming one, namely the highest ananda. Keywords: Siva Nataraja, Cosmic Dance, Siva Siddhanta

I. PENDAHULUAN

Kesenian Hindu merupakan kesenian yang memiliki karakteristik religius yang unik. Keunikan akan kesenian Hindu bahkan menjadi salah satu daya tarik bagi berbagai pencinta seni di seluruh mancanegara. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa seni menciptakan keindahan, aseni selalu hadir dalam keindahan, maka dari itu sejak zaman dahulu hingga kini keindahan adalah sesuatu yang selalu dicari oleh manusia.

Bali merupakan salah satu bagian dari Negara Indonesia yang mengadopsi

dan mengkolaborasikan kesenian Hindu dengan kebudayaan asli setempat, hal ini dapa terlihat dalam berbagai kesenian Bali, baik dari kesenian tari hingga pada pertunjukan wayang kulit. Berbagai ritual upacara Hindu di Bali selalu di identikan dengan kesenian, kesenian tersebut dapat dilihat dari segi seni suara, tarian, seni rupa maupun seni sastra (Wartayasa I Ketut, 2020)

Menurut pandangan Yudabakti & Watra (2007: 11-12). Kesenian berasal dari kata dasar “seni” mendapat awalan kata “ke” dan akhiran kata “an” dan setelah disatukan atau disandikan menjadi kesenian. Lazimnya orang

(2)

mengartikan kesenian sama dengan objek seni, seperti seni tari, seni drama, seni kerawitan, seni rupa dan lain-lainnya. Masyarakat lebih mengenal objek-objek kesenian daripada apa arti seni, makna seni, dan definisi seni. Hal tersebut terjadi karena masyarakat lebih biasa melihat penuangan rasa seni dalam praktek seni di masyarakat daripada berteori tentang seni yang sangat menyusahkan. Sebagai contoh orang akan lebih memahami tentang bagaimana rasa seni tari legong atau tari jauk...seni berasal dari bahasa sanskerta, yaitu dari kata sani yang berarti pemujaan, pelayanan donasi, permintaan atau pencarian dengan hormat dan jujur. Akan tetapi ada juga yang mengatakan bahwa seni berasal dari bahasa Belanda yaitu geni atau jenius.

Istilah seni tidak hanya merujuk pada hal-hal yang mengungkapkan keindahan saja. Sebagian seniman ada yang mengatakan bahwa seni merupakan suatu bahasa perasaan. Kesenian selalu melukiskan suatu unsur atau aspek kodrat, tanggapan atau pengalaman manusia. Keindahan membawa serta ekspansi rasa hidup dan kesadaran diri sebagai bagian dari keseluruhan, sifat sosial, dari kesenian meratakan pengalaman dan perasaan dari seorang seniman kepada orang lain yang berkat kesenian memanusiakan fitrah diri dan mengasah fitrahnya lebih dengan sempurna. Seni adalah segenap kegiatan budi pikiran seseorang (seniman) secara keseluruhan sebagai pengungkapan rasa estetika, etika dan sikap yang persembahkan sebagai wujud Bhakti serta kerinduan pada Hyang Siva atau Sang Hyang Widhi Wasa sebagai sumber kesenian. Berkesenian adalah sebuah upaya mencari kepuasan bhatin, mencari kesenangan, mencari keseimbangan, mencari pembebasan dalam penyatuan dengan sang pencipta sebagai sumber dari seni itu sendiri

yakni Sang Hyang Siwa. Menciptakan suatu karya sebagai pengungkapkan perasaan dengan mengadakan penyerahan diri dengan karya seni terbesar dimana Siva sebagai dewanya kesenian yakni Siva Nataraja. Dengan penyerahan diri yang iklas akan dapat menghasilkan suatu bentuk karya seni sebagai wujud ungkapan perasaan kedalam bentuk fisik yang dapat dinikmati oleh para penikmat seni.

Sebagai proses kreatif dari hasil karya seni terbesar yang memiliki unsur-unsur yang bersifat sakral dikaitkan dengan beberapa ciri-ciri tokoh dan penokohan dalam karya sastra Hindu dan ditonjolkan dalam bentuk sebuah cerita yang muncul sebagai jawaban atas keyakinan masyarakat Hindu kemudian divisualisasikan melalui karya seni sakral salah satunya perwujudan Hyang Siva dalam menefestasinya sebagai unsur utama dalam kesenian yakni Siva Nataraja yang merupakan simbol dari tarian kosmis Siva yang mengandung nilai seni yang sangat tinggi dan penuh dengan ungkapan religiusitas. Tari Siwa Nata Raja menjadi gambaran puncak keagungan pada kesenian tari. Tari dalam konsep Hindu bukanlah sekedar gerakan-gerakan ritmis yang indah, melainkan memiliki hubungan erat dengan nilai-nilai spiritual agama, sebagaimana tersirat dalam rumusan: Satyam-Siwam-Sundaram, Navyo Jayatam Rtam, :"benar-suci-indah, biarlah ritus baru tumbuh" (Rg Weda, 105.15). Dalam hal hindu memaknainya sebagai kesenian yang ditujukan untuk pemujaan terhadap Tuhan yang Maha Kuasa. Juga sebagai penggambaran manifestasi dari Tuhan selaku penari tertinggi atau dewanya penari.

II. METODE PENELITIAN

Metode memiliki peran penting dalam suatu penelitian. Tanpa metode penelitian maka secara ilmiah data yang

(3)

disajikan akan diragukan validitasnya. Secara harfiah kata metode berasal dari bahasa Yunani metodos, yang artinya menuju, melalui, mengikuti, jalan, cara atau arah. Kata metode juga dapat didefinisikan sebagai cara bertindak menurut sistem atau aturan tertentu, sedangkan dalam arti khusus adalah cara berpikir menurut aturan atau sistem tertentu (Sudarto, 2002:2).

Metode Penelitian dalam penelitian Siva Nataraja Perspektif Teo-Estetik menggunakan metode penelitian Kualitatif. Bogdan dan Tailor menyatakan penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (dalam Moleong, 2001:3).

Penelitian kualitatif dalam penelitian ini mengutamakan penggunaan data kulitatif dengan pertimbangan penelitian yang bersifat deskritif yang menekankan pada landasan Teo-estetik sehingga mendapat data yang lebih akurat. Teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan dalam penelitian ini, antara lain metode observasi atau pengamatan langsung, dan studi dokumen. sebelum melakukan penelitian maka terlebih dahulu diperlukan adanya observasi guna mendapatkan gambaran umum tentang apa yang diteliti terkait dengan Siva Nataraja Perspektif Teo-estetik, untuk memperkuat data yang diperoleh maka studi dokumen atau Studi pustaka perlu untuk dilakukan dengan cara membaca dan mencatat berbagai literatur yang terkait dan berhubungan dengan penelitian. Setelah mendapatkan informasi awal terkait objek yang akan diteliti, maka dilanjutkan dengan terjun kelapangan untuk pengumpulan data. Data yang telah terkumpul kemudian akan dianalisis secara deskriptif kualitatif untuk mendapatkan

kesimpulan umum tentang Siva Nataraja Perspektif Teo-estetik.

III. PEMBAHASAN

3.1 Siva Nataraja Simbol Tarian Kosmis

Siva Nataraja adalah sebuah simbol yang mengandung nilai seni filsafat tentang berkesenian menurut perspektif Hindu. Simbol tersebut mengandung beberapa ungkapan tentang religiusitas, estetika, etika dan filsafat yang sangat kental serta bernilai tinggi khususnya dalam pemahaman kehidupan berkesenian (Yudabakti & Watra, 2007:58).

Nataraja adalah lambang “kehancuran (pralaya)” dan sekaligus “penciptaan”. Makna yang demikian tergambar jelas dalam tarian ini, yakni lambang penghapusan dan peleburan ilusi (maya), lantas mengubahnya menjadi “kekuatan dan pencerahan”. Kaitan dengan Pralaya itu sesuai dengan fungsi dari Dewa Siwa sebagai “Dewa Penghancur (pralina) “. Siwa Nataraja adalah Siwa dalam wujud sedang menari. Siwa adalah 'penari kesadaran kosmis. Siwa adalah rajanya penari, pencipta tari-tarian yang terindah, terhebat dari segala jenis tarian yang ada. Karenanya, Siwa disebut sebagai sumber dari mana kesadaran dan kreativitas kesenian menyebar dan kepadanya menyatu di dunia ini. Siwa Nataraja dilihat dari asal katanya terdiri dari tiga akar kata yaitu: Siwa, Nata dan Raja. Siwa merupakan perwujudan manifestasi dari Brahman, Nata yang dimaknai dengan berkesenian dalam perspektif Hindu, Raja artinya Maha besar atau Maha kuasa. Siwa Nataraja merupakan perwujudan tokoh dari Brahman yaitu Siva yang memiliki keindahan dan unsur-unsur berkesenian dalam rangka pemujaan kemaha kuasaan Siva atau Brahman. Mengacu kepada Siwa Nataraja dalam Siwatattwa di India

(4)

terdapat beberapa versi tarian dan pose sesuai dengan peran yang dilakoni-Nya misalnya, Samhara adalah tarian Siwa ketika dunia pralaya. Kodu Koti adalah tarian setelah penghancuran/peleburan alam semesta. Pandam adalah tarian setelah penghancuran tiga kota. Kodu; atau Kapalam adalah tarian dengan memegang kepala Brahma. Juga disebutkan delapan tarian yang terdiri dari Srishti, Sthiti, Samhara, Tirobhava dan Anugraha serta Muni Tandava, Anavarata Tandava dan Ananda Tandava. Masih banyak lagi nama tari dan versinya.

Yudabakti & Watra dalam bukunya filsafat seni sakral dalam kebudayaan bali (2007:60) menegaskan bahwa Banerjea mencatat ada 180 jenis tarian Siva Narataraja...variasi tarian Nataraja ini sudah jelas memperlihatkan betapa indahnya gerakan-gerakan anggota tubuh Siva. Gerakan-gerakan mudra (tangan) siva memperlihatkan keragaman yang sangat banyak dan variatif. ... Siva dalam bentuk Siva nataraja adalah Siva dalam postur sedang menari. Gerakannya sangat indah, ritmis, dan eksotik-mistik yang menggetarkan siapa saja yang menyaksiakan. Gerakan dan ritmiknya sangat harmonis dan melahirkan keindahan.

Dilihat dari bentuknya tarian Siva dibagi menjadi dua yaitu; Lasya (bentuk Tarian yang lembut) yang dikaitkan dengan penciptaan dunia dan Tandava (bentuk tarian kekerasan) yang dikaitkan dengan penghancuran alam semesta ini, namun pada dasarnya lasya dan tandava hanyalah dua aspek dari Siva, karena Beliau menghancurkan untuk menciptakan, menghancurkan untuk membangun kembali. Dari sekian banyak versi tarian kosmis atau pose Siwa Nataraja yang berjumlah 108, Tarian yang paling indah dari Nataraja adalah Urdhva Tandava. Pada tarian ini kaki kiri diangkat dan jari kaki menekan

langit. Ini adalah bentuk yang paling sukar dari tarian. Nataraja berhasil mengalahkan Kali melalui sikap di dalam menari. Kiranya dapat kita ambil salah satu contoh berikut untuk memahami filosopi tarian-Nya dengan menilik atribut atau properti yang dikenakannya sebagai berikut.

1. Tangan kanan atas memegang drum berbentuk jam pasir (yang disebut damaru). Gerakan tangan tertentu (mudra) yang disebut damaru-hasta digunakan untuk memegang drum. Ini melambangkan suara asal atau ciptaan.

2. Tangan kiri atas berisi agni atau api, yang menandakan kehancuran. Konsep –konsep yang berlawanan diatas tangan menunjukkan tandingan penciptaan dan kehancuran. 3. Tangan kanan kedua

menunjukkan Abhaya mudra (artinya tanpa rasa takut), memberikan perlindungan dari kejahatan dan ketidaktahuan kepada mereka yang mengikuti kebenaran Dharma.

4. Tangan kiri menunjuk kearah kaki terangkat yang menandakan peningkatan dan pembebasan. 5. Orang kerdil dimana Nataraja

menari adalah asura Muyalaka yang melambangkan kemenangan atas ketidaktahuan. 6. Nataraja melakukan Tandaf,

tarian dimana alam semesta ini diciptakan, dipelihara, dan diselesaikan.

7. Api yang berada mengelilingi-Nya mewakili semesta yang nyata.

8. Ular yang berputar di pinggangnya adalah kundalini, shakti atau kekuatan ilahi yang diperkirakan berada didalam segalanya.

(5)

9. Wajah Siva yang tenang ketika menari mewakili netralitasnya, keseimbangan dan kebijaksanaan.

10. Nataraja menari dengan kaki kananya diatas asura muyalaka mewakili kontrol diri atas ketidak tahuan, dan kaki kirinya yang terangkat melambangkan moksa (pembebasan)

Siwananda (2007:63) telah menjelaskan bahwa ketika Siwa memulai tarian-nya. Brahma, Wisnu, Siwa-Gana dan Kali dengan mangkuk tengkorak-Nya, bersama Ia. Ketika itu Kali sangat bangga akan kemampuan menari. Siwa mulai menari menaklukkan kebanggaan kali, Siva menari sangat indah, amat artristik. Kali telah menundukkan kepalanyadengan malu. Siva memakai rusa disebelah kiri atas tangan-Nya. Ia memiliki Trisula pada tangan sebelah bawah. Ia memakai lima ular sebagai perhiasan. Ia memakai kalungan tengkorak. Ia menekan dengan kaki-Nya raksasa Muyalaka, orang kerdil memegang cobra. Ia menghadap keselatan. Pancaksari dibadan-Nya. Siva berkata “kontrol lima indria yang mendesis seperti ular. Pikiran meloncat seperti rusa. Kontrol pikiran. Bakar dengan api meditasi. Tekan kebawah dengan Trisula diskriminasi. Kamu akan mencapai Aku”. Nataraja menari dengan kaki kanan diangkat ini merupakan sikap Gajahasta atau Nritya. Nataraja menari terus menerus tanpa mengganti kakiNya sekalipun. Terdapat sikap tarian yang lain pada kepala gajah. Pada bentuk ini, Siwa dikenal sebagai Gajasana Murti. Pada kaki dari Siwa terdapat kepala gajah yang besar. Siwa memiliki delapan tangan. Ia memegang Trisula, drum dan jerat pada tiga tangan kananNya. Tangan ketiga sebelah kiri adalah berpose di dalam Vismaya. Asura diandaikan dalam wujud gajah membunuh brahmana yang duduk mengitari Visvanatha di Benares,

terserap di dalam meditasi. Siwa keluar secara tiba-tiba dari lingga dan membunuh gajah lalu menggunakan kulitnya sebagai pakaianNya. Gajah sebagai binatang yang sangat kuat, dan dengan menggunakan kulitnya sebagai pakaian-Nya.

Inti dari tarian Siwa Nata Raja telah menandakan bahwa Siwa telah sepenuhnya menundukkan segala kecendrungan hewani dan dengan berbagai gerakan siva membimbing jiwatman setiap makhluk untuk dapat menyadari hakikat ilahi dirinya, dengan berbagai simbolis yang terkandung dalam tarian kosmis Siva Nataraja, menegaskan pada setiap insan di dunia ini dalam rangka pencapaian kesadaran tertinggi Siwa, sebagai 'sangkan paraning dumadi' dapat dilakukan melalui jalan seni sebagai sadhana. Dalam sloka 15 buku Menari Bersama Siva kataksismus Kontemporer Hinduisme (Subramuniyaswami, 2019:17) juga Dijelaskan tentang tarian kosmis yang sarat dengan simbol dan makna, yaitu.

Simbolisme Siva Nataraja adalah agama, seni dan sains digabung menjadi satu. Dalam tarian penciptaan Tuhan yang tak ada habisnya, pelestarian, peleburan dan anugrah yang dipasangkan tersembunyi pemahaman yang mendalam tentang alam semesta kita. Aum Namah Sivaya.

Bhashya:

Nataraja, Raja Tari, memiliki empat lengan. Tangan kanan atas memegang gendang dari mana masalah penciptaan terjadi. Tangan kanan bawah diangkat dalam berkah, menandakan pelestarian. Tangan kiri atas memegang api, yang merupakan penghancuran, peleburan bentuk. Kaki kanan, mewakili kasih karunia yang dikaburkan, berdiri

(6)

diatas Apasmarapurusha, jiwa yang sementara terikat di bumi oleh kemalasan, kebingungan, dan kelupaan diri. Kaki kiri yang terangkat menampakkan rahmat, yang melepaskan jiwa dewasa dari belenggu. Gerakan tangan kiri bawah mengarah kekaki suci itu dengan jaminan bahwa anugerah Siva adalah perlindungan bagi semua orang, jalan menuju pembebasan. Lingkaran api mewakili kosmos dan terutama kesadaran. Bentuk yang melahap semua menjulang diatas adalah mahakala, “Waktu Agung” kobra disekitar pinggang nataraja adalah kundalini sakti, penghuni kekuatan kosmik yang membangkitkan jiwa didalam semua. Tari Nataraja bukan hanya simbol. Itu terjadi dalam diri kita masing-masing, pada tingkat atom, saat ini juga. Agama memberitakan, “kelahiran dunia, pemeliharaannya, peleburannya, pelepas ikatan jiwa dan pembebesan adalah lima aksi tarian-Nya” Aum Namah Sivaya. Siwananda (2007:65-66) menjelaskan pada malam Brahman atau selama Pralaya, prakrti adalah tak berdaya, tak bergerak. Terdapat Guna-Samya-avastha. Ketiga Guna didalamkeadaan seimbang atau tenang, ia tak dapat menari sampai Tuhan Siva menghendakinya, Tuhan Siva bangun dari ketenangan mendalam dan mulai menari. Suara yang tak terbedakan menjadi terbedakan melalui getaran oleh pergerakan Damaru atau dram. Sabda Brahman menjadi makhluk. Energi yang tak terbedakan juga menjadi terbedakan. Ketenangan didalam Tri Guna menjadi terganggu. Tiga Guna, sattva, rajas dan tamas bermanifestasi. Semua bintang, atom dan elektron juga menari secara berirama dan teratur. Atom menari

didalam molekul, dan molekul menari dalam seluruh badan. Bintang-bintang menari didalam waktu dan ruang. Prakrti juga mulai menari disekeliling sebagai keagungan-Nya atau vibhuti. Prana mulai beroprasi pada akasa atau materi halus, bermacam-macam wujud bermanifestasi. Hiranyagarbha atau telur emas atau pikian kosmis juga bermanifestasi. Ketika saatnya tiba, siva mengembalikan semua nama dan wujud oleh api selama menari. Ini adalah simbol yang dibawa serta di dalam wujud Nataraja. Rusa ditangan Siva menjelaskanAsuddha Maya. Kapak menjelaskan pengetahuan menghancurkan kegelapan. Drum, tangan terbentang yang membawa api, air (gangga), tangan dengan kapak, kaki berdiri diatas Asura Muyalaka, adalah tanpa wujud atau suksma pancaksara. Srsti (penciptaan) adalah di dalam drum; sthiti (pemeliharaan) adalah tangan dalam posisi mudra Abhaya; Smhara (mengembalikan) adalah dalam tangan memegang kapak, Tirobhava (tabir) adalah didalam kaki menekan; dan Anugraha (karunia) adalah didalam kaki terangkat.

“Ya” didalam Nama Sivaya menjelaskan Jiva atau Atman individu. Pancaksara Nama Sivaya wujud badan Tuhan Siva. Tangan yang memegang api adalah “Na”. kaki yang menekan raksasa Muyalaka adalah “Ma”. tangan yang memegang Damaru adalah “Si”. tangan kanan dan kiri yang bergerak adalah “Va”. tangan yang memperlihatkan Abhaya adalah “Ya” Siwananda (2007:67).

Pandangan tersebut menegaskan bahwa Tari Nataraja bukan hanya sebuah simbolik belaka. Dalam konsepsi Shiva Nataraja, aspek-aspek : (a) agama, (b) seni, maupun (c) ilmu pengetahuan digabungkan menjadi satu. Tarian itu adalah tarian yang “tak berujung”, menggambarkan proses yang sikikal

(7)

(berwujud sebagai siklus), yang terdiri atas 5 (lima) kegiatan Tuhan yang disebut pancakriya. 1) Srsti (Penciptaan), 2) Shtiti (Pemeliharaan), 3) Samhara (Mengemblikan), 4) Tirobhava (Khayal/Ilusi), dan 5) Anugraha (Karunia/ Berkah / Pengadugahan) melalui penciptaan kembali.

Rangkaian kelima kegiatan Tuhan tersebut itu melambangkan “proses kosmik”, yang berputar dan terus-menerus berulang di dalam lingkaran kehidupan alam semesta, sebagaimana tergambar pada lingkaran api (prabha), yang melingkarinya. Lingkaran api suci itu sekaligus mewakili kosmos dan kesadaran sejati. Bentuknya menjulang ke atas, lambang Mahakala, yakni “Waktu Yang Agung”. Sebagaimana Sri Krisna dalam pustaka suci Bhagawadgita bersabda sebagai berikut:

Utsideyur ime loka, na kuryam karma ched aham

Samkarasya cha karta syam, upahanyam imah prajah

Terjemahannya:

Jika Aku berhenti bekerja, dunia ini akan hancur lebur

Dan Aku jadi pencipta keruntuhan, memusnahkan manusia ini semua (Bhagawadgita, III.24)

Uraian sloka menguraikan bahwa alam ini memang bergerak untuk menyokong keberlangsungan kehidupan mahluk hidup di alam semesta ini, maka dari itu lima kegitan dari Siva berlangsung secara terus menerus melalui tarian kosmik Siva Nataraja. Tarian Siwa melambangkan pergerakan dunia spirit dan kesadaran kosmis. Dalam tarian tersebut, semua kekuatan jahat dan kegelapan menjadi sirna. Tujuan Siwa menari adalah untuk kesejahteraan dan keselamatan dari alam semesta ini, membebaskan roh dari belenggu mala. Setiap

gerakan-gerakannya dalam ritmis tarian Siva Nataraja tersebut sangat harmonis dan melahirkan suatu keindahan.

Gerakan dalam Siwa Nata Raja juga merupakan simbolisasi dari Panca Aksara. Panca Aksara adalah kekuatan yang dapat menghapus noda dan dosa. Si Wa Ya Na Ma, adalah mantra. Si mencerminkan Tuhan, Wa adalah anugerah, Ya adalah jiwa, Na adalah kekuatan yang menutupi kecerdasan, Ma adalah egoisme yang membelenggu jiwa. Panca Aksara membentuk tubuh Siwa dan Itu terjadi dalam setiap diri individu jiwatman masing-masing, pada tingkat atom. Semua gerakan dalam Nataraja merupakan jiwa kosmik yang menjadi spirit dari alam semesta ini. Semua yang kita lihat, didengar dan bayangkan adalah gerakan. Galaksi melonjak dalam gerakan, atom berputar juga dalam sebuah gerakan. Semua gerakan merupakan pengejawantahan dari gerakan tarian kosmik Siva yang menjadi sumber utama dari semua ciptaan, semua tindakan, semua gerakan dan semua meditasi di alam semesta ini.

Dalam ilmu Fisika modern juga telah dijelaskan bahwa materi sama sekali bukan sebagai sesuatu yang pasif dan lamban, tetapi berwujud dalam tarian yang berkesinambungan dan gerak yang bergetar dalam pola-pola ritmisnya yang ditentukan oleh struktur-struktur molekuler, atom, dan nuklir. Hal ini juga merupakan cara yang didalamnya para bijak dari Timur melihat dunia immateri. Para bijak ini menekankan bahwa alam semesta harus dipahami secara dinamis, karena alam ini bergerak, bergetar dan menari, bahwa alam tidak berada dalam posisi berhenti, melainkan dalam titik keseimbangan dinamis (Capra dalam Donder, 2007 : 269).

Uraian diatas dapat digarisbawahi bahwa alam pada intinya bergerak menghasilkan vibrasi-vibrasi getaran dan ritmis layaknya alam ini

(8)

menari untuk tetap menjaga keseimbangan alam semesta ini. Demikian halnya berlaku kepada seluruh mahluk di alam semesta ini termasuk juga manusia.

Apapun yang manusia lakukan dalam setiap aktivitas kehidupannya akan menghasilkan vibrasi getaran yang berpengaruh kepada aktivitas alam semesta. Hal ini terjadi disebabkan karena keterhubungan antara manusia dengan alam semesta (Heriyanti, Komang, 2020)

3.2 Siva Nataraja Sebagai Konkretisasi Ajaran Siva Siddhanta

Siwa Nataraja merupakan tarian kosmis Siva yang sarat dengan makna religius. Oleh para seniman Siva Nataraja yang diwujudkan dalam bentuk tiga dimensi mengandung simbol yang sarat dengan makna Religius yang sangat dalam. Makna religius yang terkandung dalam Siva Nataraja dikaitkan sebagai konkretisasi ajaran Siva Siddhanta. Secara metafisika, Saiwa Siddhanta mengakui tiga realitas atau Tripadartha: Pati, Pasu dan Pasa. Secara agama Pati adalah Siwa, Pasu adalah Atma atau Jiwa dan Pasa adalah belenggu (Gunawijaya, 2020).

Pati mengacu pada Para yang berarti Siva atau Brahman. Para berarti yang terbaik, tertinggi, Yang Maha Agung, Kausa Prima, sebagai kesadaran murni, penyebab dari segala yang ada, dan lain sebagainya. Para adalah Kesadaran tertinggi (Cit). Cit atau

Parasamvit adalah tak dapat

diterjemahkan pada bahasa lain apapun. Umumnya diterjemahkan ‘kesadaran’ (Dewi, 2020).

Pati adalah Siva. Ia adalah obyek dari seluruh veda dan agama untuk menjelakan konsep dari Tuhan (Pati) , dan Jiwatman yang terikat (Pasu) yang arti sebenarnya adalah binatang, dan

beban (Pasa) (Siwananda, 2006:47). Pati (Siwa) merupakan unsur pertama tanpa sebab (Frst among equals) . menjadi penguasa atas semesta, meresapi segalanya abadi tanpa awal dan akhir, bebas dari segala pengaruh kekotoran (mala), dan terbebas dari pengaruh sebab-akibat (Krishna, 2015:43).

Dijelaskan dalam Siwananda (2006:48) bahwa pasu adalah jiwatman seseorang yang tenggelam dalam lumpur samsara. Ia diberi badan untuk melakukan baik dan jahat dan dilahirkan sebagai makhluk lebih rendah dan lebih tinggi sesuai dengan hakekat karma. Mereka melakukan kebajikan dan cacat selama mengalami buah karma dan memiliki kelahiran dan kematian yang tak terhitung. Pasa adalah ikatan. Jaringan ikatan dibedakan kedalam avidya atau anawamala, karma dan maya.

Beranjak pada pandangan diatas bahwa antara Pati, Pasu, dan Pasa merupakan bagian dari Siva. Untuk mengembalikan (Pasu menuju Pati) maka harus melepaskan diri dari Pasa sebagai belenggu yang membelenggu atau mengikat jiwatman (Pasu) seseorang, yang terdiri dari 1) avidya sebagai sifat kebodohan. Keterbatasan akan pengetahuan menyebabkan jiwatman tersebut terbelenggu oleh avidya sehingga ia lupa akan hakikat ke Ilahiannya. 2) Karma adalah perbuatan bagian kedua yang membelenggu jiwatman, yang merupakan penyebab dari badan, iya merupakan pengikat antara badan yang tanpa kesadaran dengan jiwatman yang memiliki kesadaran yang menyebabkan kematian dan kelahiran yang berulang-ulang. 3) Maya adalah penyebab material (ilusi) yang membantu mengikat jiwatman di dunia ini, karena maya adalah benih dari dunia ini (Dewi, 2020).

Seperti yang dijelaskan dalam buku Siva dan Pemujanya (Siwananda,

(9)

2006:63) menyebutkan bahwa Tarian Siva adalah diperuntukkan bagi kemakmuran dunia. Sasaran tarian Siva adalah pembebasan Jiwatman dari Anava, Karma dan Maya. Ia bukan menghancurkan tapi ia adalah pembaharu . ia adalah Mangala Datta Ananda Datta, pemberi keselamatan dan pemberi kebahagiaan. Ia lebih mudah disenangkan, Ia memberi krunia cepat sekali, untuk tapas yang sedikit atau mengulang-ulang lima aksara suci (Namah Sivaya).

Pandangan tersebut sesuai dengan Konsep-konsep Siva Siddhanta yang telah dijelaskan di atas secara halus dan simbolis tergambar di dalam Siwa Nataraja. Jika semua ajaran Siwa siddhanta mengacu kepada pembebasan jiwa-jiwa dari belenggu samsara, maka demikian juga konsep Siwa Nataraja mengajak seluruh umat manusia menari, berkreasi seni untuk mencapai suatu pembebasan. Di dalam buku menari bersama siva dijelaskan baimana kita menari bersama Siva sloka 3 dan 4 dalam Subramuniyaswami, (2019: 3-4) menyebutkan sebagai berikut;

Sloka 3:

Tari adalah gerakan, tarian yang paling indah adalah tarian yang paling disiplin. Disiplin spiritual Hindu menyebabkan kesatuan dengan Tuhan melalui refleksi diri, penyerahan diri, transformasi pribadi dan banyak yoga. Aum.

Sloka 4:

Semua gerakan dimulai dari dalam Tuhan dan berakhir di dalam Tuhan. Seluruh alam semesta terlibat dalam arus perubahan dan aktivitas yang berputar-putar. Ini tarian Siva. Kita semua menari bersama Siva, dan Dia bersama kita. Pada akhirnya, kita menari Siva. Aum.

Tarian Siwa menyatakan suatu proses terus-menerus dari penciptaan, pemeliharaan dan pemusnahan. Tarian Siva mampu membawa situasi baru dan

membuat penari dengan kepribadian baru dan lebih tinggi. Memiliki efek kosmogonik yang mampu membangkitkan energi aktif dari penari. Sementara menari, penari mejadi makhluk yang diberkahi dengan kekuatan supra-normal. Kepribadiannya dapat berubah. Seperti halnya yoga, tarian tersebut menyebabkan penarinya kesurupan, ekstaksi, pengalaman ilahi, realisasi sifat rahasia seseorang, dan akhirnya dapat menyatu dengan esensi ilahi. Segala bentuk kesenian adalah sebuah bhakti. Persembahan atas keindahan atau seni dapat diartikan sebagai suatu ungkapan perasaan bhakti seseorang kepada Tuhan dalam suatu karya seni.

IV. SIMPULAN

Siva Nataraja adalah Siwa dalam wujud sedang menari yang merupakan simbol dari tarian kosmis Siva yang mengandung nilai seni yang sangat tinggi dan penuh dengan ungkapan religiusitas.Inti dari tarian Siwa Nata Raja adalah untuk membimbing jiwatman setiap makhluk dapat menyadari hakikat ilahi dirinya dalam rangka pencapaian kesadaran tertinggi Siwa, sebagai 'sangkan paraning dumadi'. Tarian tersebut merupakan tarian kesadaran kosmis yang menyimbolkan 5 (lima) kegiatan Tuhan yang disebut pancakriya dan Panca Aksara (lima aksara). Pancakriya terdiri dari 1) Srsti (Penciptaan), 2) Shtiti (Pemeliharaan), (3) Samhara (Mengemblikan), (4) Tirobhava (Khayal/Ilusi), dan (5) Anugraha (Karunia/ Berkah).

Makna religius Tarian Siva Nataraja sering kali diakaitkan sebagai konkretisasi ajaran Siva Siddhanta yang mengakui tiga realitas atau Tripadartha: Pati (Siva), Pasu (Atma atau Jiwa) dan Pasa (Belenggu). Sebagai bentuk realitas pasu (atman atau jiwatman) menuju

(10)

penyatuan dengan Pati (Siva) maka harus dapat melepaskan diri dari ikatan Pasa (belenggu) salah satu cara dapat dilakukan melalui jalan seni (tarian kosmik Siva Nataraja). ikut menari dalam pengertian yang luas sebagai bentuk dari jalan praktek spriritual (sadhana) guna mencapai Samarasya, puncak pengalaman estetika dan mistik yang bermuara menjadi satu, yaitu ananda tertinggi, Dalam istilah filsafat kondisi ini disebut mukti, dimana menyatunya kebenaran (satyam), kesucian (siwam) dan keindahan (sundaram).

DAFTAR PUSTAKA

O Kattsof. 1987. Pengantar Filsafat. Yogyakarta.Tiara Wacana

Darmawan, I. P. A., Somawati, A. V., WINDYA, I. M., Gunawijaya, I. W. T., Hartaka, I. M., Kariarta, I. W., ... & Rahayu, K. Y. (2020). Hindu Nusantara: Antara

Tradisi dan Upacara. Nilacakra. Dewi, N. M. E. K. (2020). Konsep

Ketuhanan dalam Teks Tattwa Jnana. ŚRUTI: Jurnal Agama Hindu, 1(1), 11-19.

Dewi, N. M. E. K. (2020). Konsep

Ketuhanan Filsafat Saiva

Advaita. Sanjiwani: Jurnal Filsafat, 11(2), 126-137.

Donder, I Ketut. 2006. Brahmavidya Teologi Kasih Sesta Kritik Terhadap Epistemologi Teologi, Klaim Kebenaran, Program Misi, Komparasi Teologi, dan Konfersi. Surabaya: Paramita

Heriyanti, K. (2020). Bhakti Marga

Jalan menuju Tuhan dan Mempertahankan Kebudayaan Lokal. ŚRUTI: Jurnal Agama

Hindu, 1(1), 20-25.

. 2007. Kosmologi Hindu. Surabaya : Paramita

. 2009. Toeologi

Memasuki Gerbang Ilmu

Pengetahuan Ilmiah tentang

Tuhan Paradigma Sanatana

Dharma. Surabaya: Paramita Krishna, Ida Bagus Wika. 2015. Siwa

Siddhanta. Yogyakarta.

Lingkarantarnusa

Madra, I Ketut. 2007. Intisari Ajaran Saiva Advaita. Surabaya: Paramita Maswinara, I wayan. 1999. Sistem Filsafat Hindu (Sarva darsana Samgraha). Surabaya: Paramita Moleong, Lexy. 2001.Metodologi

Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Pudja, Gede. 1999. Bhagawadgita. Surabaya : Paramita.

Sivananda, Sri Swami. 2006. Tuhan Siva

dan Pemujanya. Surabaya:

Paramita

Subramuniyaswami, satguru Sivaya. 2019. Menari Bersama Siva

Katakismus kontemporer

Hinduisme. Surabaya. Paramita Sudarto, 2002. Metodologi Penelitian

Filsafat. Jakarta : PT. Grafindo Persada.

Vasu, Rai Bahadur Srisa Candra. 2000. Siva Samhita. Surabaya: Paramita.

Wartayasa, I. K., & Heriyanti, K. (2020). Penjor Galungan Sebuah Seni Religius. Jñānasiddhânta: Jurnal

Teologi Hindu, 2(1), 1-10.

Yasa dan Sarjana. 2015. Siwa Siddhanta Brahma Widya Teks Tattwa Jnana. Denpasar: Widya Dharma

Yudabakti dan Watra. 2007. Filsafat Seni Sakral dalam Kebudayaan Bali. Surabaya. Paramita

Referensi

Dokumen terkait

Akademi Kebidanan Mitra Husada Karanganyar telah memiliki Video Profil dalam bentuk Digital Video Disc (DVD) yang dapat digunakan untuk sarana promosi yang efektif.

Tingkat persepsi tertinggi petani terhadap alih fungsi lahan padi sawah menjadi lahan hortikultura dan jagung berada pada faktor produksi dengan pencapaian skor

Dengan demikian hipotesis yang berbunyi “Ada pengaruh yang signifikan dari Implementasi Kebijakan Peraturan Bupati Ciamis Nomor 1-A Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan

 Peta yang menunjukkan daerah yang harus dihindari dan daerah potensial untuk penanaman baru  Tabel dan bagan yang meringkaskan emisi GHG yang terkait dengan pembuatan

Glaukoma adalah sekelompok gangguan yang melibatkan beberapa perubahan atau gejala patologis yang ditandai dengan peningkatan tekanan intraokuler (TIO) dengan segala

Guru meminta siswa bersama kelompoknya mencari informasi dari surat kabar bekas atau majalah bekas contoh peristiwa alam yang terjadi di Indonesia dan mengidentifikasi

[r]

Nestlé sebagai perusahaan besar senantiasa responsif terhadap tuntutan perdagangan global agar produknya berdaya saing tinggi, mengantisipasi masyarakat yang dinamis dan