• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN AKHIR PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN AKHIR PENELITIAN DISERTASI DOKTOR"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN AKHIR

PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

Pemodelan Artificial Immune System Terdistribusi

Berbasis Clonal Selection

(Studi Kasus Persoalan Optimasi Traveling Sales Person Problem)

Tahun ke 1 dari rencana 1 tahun

PENGUSUL:

Ayi Purbasari, ST.MT

0424057201

UNIVERSITAS PASUNDAN

Juni, 2014

Dibiayai oleh DIPA Kopertis Wilayah IV

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Hibah Nomor: 1074/K4/KM2014 Tanggal 5 Mei 2014

(2)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Penelitian :

Pemodelan Artificial Immune System Terdistribusi Berbasis Clonal Selection (Studi Kasus Persoalan Optimasi Traveling Sales Person Problem)

Judul Disertasi : Pemodelan Artificial Immune System Terdistribusi Berbasis Clonal Selection

Kode/Nama Rumpun

Ilmu : Informatika

Peneliti :

a. Nama Lengkap : Ayi Purbasari, ST., MT.

b. NIDN : 0424057201

c. Jabatan Fungsional : Lektor

d. Program Studi : Teknik Informatika

e. Nomor HP : 08122311547

f. Alamat surel (e-mail) : pbasari@unpas.ac.id

g. NIM : 332 09 011

h. Semester ke : 9 (sembilan) PT Penyelenggara

Program Doktor : Institut Teknologi Bandung Nama Promotor : Prof. Dr. Ir. Iping Supriana S NIDN Promotor : 0013065201

Biaya yang Diusulkan : Rp 47.500.000,00 (Empat puluh tujuh juta lima ratus rupiah)

Mengetahui, Bandung, 15 Desember 2014

Ketua lembaga penelitian Ketua Peneliti,

Dr. Yaya M. Abdul Azis, M.Si ( Ayi Purbasari, ST., MT. )

(3)

PRAKATA

Penulis mengucapkan syukur dan Alhamdulillah ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang telah dilimpahkan kepada penulis, sehingga penelitian hibah doktor dan penyusunan laporan ini dapat diselesaikan pada waktunya.

Terima kasih disampaikan kepada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan atas bantuan Hibah Doktor yang diterima.

Terima kasih disampaikan kepada Universitas Pasundan, khususnya Lembaga Penelitian (Lemlit) Universitas Pasundan, sertaFakultas Teknik dan Program Studi Informatika, atas bantuan dan dukungan yang diterima selama melakukan penelitian Hibah Doktor ini.

Penulis sangat berterima kasih pada Prof. Dr. Ir. Iping Supriana S. sebagai ketua Tim Pembimbing, dan dari anggota Tim Pembimbing Dr. Oerip S. Santoso, M.Sc. dan Dr. Ir. Rila Mandala, M.Eng. atas segala saran, bimbingan dan nasehatnya.

Dan terima kasih tak terhingga disampaikan kepada seluruh keluarga, khususnya keluarga Sarijadi, atas doa, bantuan, dan dukungan yang diterima selama penelitian Hibah Doktor ini.

Serta terima kasih kepada seluruh pihak yang namanya tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian Hibah Doktor ini.

Bandung, 15 Desember 2014

(4)

RINGKASAN

Artificial Immune System (AIS) merupakan bidang dari bidang ilmu komputer

dan teknik yang menggunakan metafora sistem kekebalan memecahkan persoalan dengan solusi baru. Pemahaman yang lebih mendalam dari sistem kekebalan tubuh melalui penggunaan teknik pemodelan diharapkan mengarah pada pengembangan AIS yang lebih kaya serta lebih efektif untuk komputasi.

Penelitian ini pada dasarnya merupakan bagian dari penelitian disertasi yang bertujuan menunjukkan bahwa bio-sistem dieksplorasi sedemikian, sehingga

SURSHUWL VSHVLILNQ\D_ VHSHUWL ³LQKHUHQWO\ GLVWULEXWHG´ GDQ ³HPEDUDVVLQJO\

SDUDOOHOLVP´_ GDSDW PHQMDGL PRGHO NRPSXWDVL XQWXN SHUVRDODQ NRPSOHNV_ khususnya komputasi terdistribusi. Sebagai bagian dari penelitian disertasi, secara

khusus penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan algoritma terdistribusi berdasarkan inspirasi dari sistem imun, spesifik pada peristiwa seleksi clonal (disebut Clonal Selection Algorithms / CSA). Algoritma ini akan digunakan untuk menyelesaikan persoalan optimasi, dalam hal ini penelitian memilih kasus

Travelling Salesperson Problem (TSP). Dengan pendekatan karakteristik

terdistribusi yang dimiliki oleh sistem imun, algoritma akan didesain untuk solusi paralel dan terdistribusi. Penelitian akan dilengkapi dengan simulasi/eksperimen

terhadap data kasus, untuk menghasilkan parameter kinerja komputasi dan juga parameter kompleksitas algoritma berupa complete, optimal, dan time complexity.

Penelitian ini melakukan penghalusan/refining dari model Artificial Immune

System (AIS) yang sudah dibangun peneliti lainnya lalu melakukan pemodelan

perilaku terdistribusi dari sistem imun. Penelitian menghasilkan konstruksi Algoritma CSA terdistribusi yang sudah diimplementasi untuk kasus optimasi

Travelling Salesperson Problem. Implementasi dilakukan di lingkungan

komputasi paralel Message Passing Interface (MPI), dalam bahasa pemrograman C# menggunakan integrator Visual C# dan MPJExpress dengan bahasa pemrograman Java..Hasil memperlihatkan, model dengan komunikasi message passing antar seluruh elemen pemroses, menghasilkan solusi TSP yang

baik, sesuai dengan known best cost dengan waktu eksekusi yang lebih baik. Algoritma yang dihasilkan dapat dikembangkan di penelitian selanjutnya, dengan

menerapkan di kasus optimasi lainnya, misalkan multi Traveling Salesperson

Problem (m-TSP) atau Vehicle Routing Problem (VRP).

Kata kunci: Artificial Immune System (AIS), Clonal Selection Algorithms (CSA),

Distributed Clonal Selection Algorithms, Travelling Salesperson Problem (TSP), Message Passing Interface (MPI), C#, Visual C#, MPJExpress.

(5)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN... i PRAKATA ... ii RINGKASAN ... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL ... v DAFTAR GAMBAR... vi Bab I PENDAHULUAN ...I-1 I.1 Latar Belakang ...I-1 I.2 Masalah Penelitian ...I-2 I.3 Keterkaitan Penelitian dan Disertasi ...I-3 I.4 Kontribusi Penelitian dalam Bidang IPTEKSOSBUD ...I-4 I.5 Target Luaran Penelitian... I-5 Bab II Tinjauan Pustaka ...II-1 II . 1 Artificial Immune System ... II-1 II . 1.1 Tinjauan Artificial Immune System ... II-1 II . 1.2 Definisi Artificial Immune System ... II-4 II . 1.3 Rekayasa pada Artificial Immune System ... II-6 II . 1.4 Aplikasi Artificial Immune System... II-6 II . 2 Clonal Selection Algorithm (CSA)... II-9 II . 2.1 Inspirasi... II-9 II . 2.2 Taksonomi... II-11 II . 2.3 Algoritma ... II-11 II . 2.4 Aplikasi Clonal Selection Algorithm ... II-14 II . 2.5 Algoritma Seleksi Clonal dan Persoalan Optimasi ... II-15 II . 3 Penelusuran Pustaka (State of the Art)... II-17 Bab III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ... III-1 III . 1 Tujuan Penelitian ... III-1 III . 2 Manfaat Penelitian ... III-1 Bab IV METODE PENELITIAN... IV-1 Bab V HASIL DAN PEMBAHASAN... V-1 V.1 Inspirasi Paralel Clonal Selection ... V-1 V.1.1 Model Komputasi Paralel... V-3 V.1.2 Aspek-Aspek Perancangan Komputasi Paralel... V-4 V.2 Paralelisasi Algoritma Seleksi Clonal... V-5 V.2.1 Penetapan Potensi Paralelisme... V-5 V.2.2 Model Komputasi Paralel untuk CSA... V-5 V.3 Verifikasi dengan Eksperimen ... V-10 V.3.1 Penetapan Persoalan Penelitian... V-10 V.3.2 Langkah Eksperimen... V-12 V.3.3 Perancangan Eksperimen ... V-12 V.3.4 Hasil Eksperimen ... V-16 V.3.5 Rangkuman dan Diskusi ... V-33 Bab VI KESIMPULAN ...VI-1

VI.1 Kesimpulan Penelitian ... VI-1 VI.2 Saran... VI-2

(6)

DAFTAR TABEL

Tabel II-1 Pemrakarsa Artificial Immune System... II-4 Tabel II-2 Representasi sistem imun untuk persoalan TSP ... II-6 Tabel II-3 Gambaran umum algoritma ClonalG... II-12 Tabel II-4 Parameter pada ClonalG ... II-12 Tabel II-5 Klasifikasi algoritma optimasi ... II-16 Tabel II-6 Penelitian terkait CSA, aplikasi, dan model paralel... II-17 Tabel II-7 Penelitian terkait CSA, aplikasi, dan model paralel (lanjutan)... II-18 Tabel V-1 Model Komputasi Paralel ... V-4 Tabel V-2 Aspek-aspek Perancangan Pemrograman Paralel... V-4 Tabel V-3 Algoritma CSA dan Potensi Paralelisme... V-5 Tabel V-4 Model Komputasi Paralel ... V-6 Tabel V-5 Model Paralel dan Potensi Paralelisme Algoritma CSA ... V-7 Tabel V-6 Skenario eksperimen... V-14 Tabel V-7 Hasil eksperimen untuk best cost... V-18 Tabel V-8 Hasil eksperimen untuk waktu eksekusi... V-19 Tabel V-9 Hasil eksperimen frekuensi komunikasi untuk best cost... V-24 Tabel V-10 Hasil eksperimen frekuensi komunikasi untuk waktu eksekusi .... V-28

(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar I-1. Diagram Blok Lingkup Penelitian...I-4 Gambar II-1 Seleksi negatif (Castro & Zuben, 1999)... II-2 Gambar II-2 Seleksi clonal (Castro & Zuben, 1999) ... II-3 Gambar II-3 Hirarki Artificial Immune System... II-3 Gambar II-4 Perkembangan AIS... II-4 Gambar II-5 Penelitian AIS berdasarkan ICARIS 2002-2011 ... II-9 Gambar II-6 Affinity Maturation (Brownlee, 2009) ... II-10 Gambar II-7 Algoritma seleksi clonal... II-13 Gambar II-8 Domain persoalan untuk CSA (Ulutas BH, 2011) ... II-14 Gambar II-9 Kelompok pustaka ... II-17 Gambar IV-1 Bagan Penelitian ...IV-1 Gambar V-1 Seleksi Clonal ... V-2 Gambar V-2 Interaksi pada Seleksi Clonal... V-3 Gambar V-3 Paralelisasi Algoritma Seleksi Clonal Model I ... V-8 Gambar V-4 Paralelisasi Algoritma Seleksi Clonal Model II... V-9 Gambar V-5 Parameter dan Model Komputasi Paralel... V-10 Gambar V-6 Perancangan eksperimen... V-13 Gambar V-7 Gambaran partisi populasi ... V-14 Gambar V-8 Gambaran umum skenario eksperimen... V-15 Gambar V-9 Waktu eksekusi dataset Berlin52 dengan np2... V-20 Gambar V-10 Waktu eksekusi Berlin52 per generasi dengan np2 ... V-20 Gambar V-11 Waktu eksekusi dataset Berlin52 dengan np4... V-21 Gambar V-12 Waktu eksekusi Berlin52 per generasi dengan np4 ... V-21 Gambar V-13 Waktu eksekusi dataset Berlin52 dengan np8... V-22 Gambar V-14 Waktu eksekusi Berlin52 per generasi dengan np8 ... V-22 Gambar V-15 Waktu eksekusi Berlin52 per jumlah pemroses... V-23 Gambar V-16 Waktu eksekusi untuk dataset per simpul... V-24 Gambar V-17 Best cost Berlin52 terhadap frekuensi komunikasi, np2 ... V-26 Gambar V-18 Best cost Berlin52 terhadap frekuensi komunikasi, np4 ... V-27 Gambar V-19 Best cost Berlin52 terhadap frekuensi komunikasi, np8 ... V-28 Gambar V-20 Execution time Berlin52 dengan frekuensi komunikasi, np2... V-30 Gambar V-21 Execution time Berlin52 dengan frekuensi komunikasi, np4... V-30 Gambar V-22 Execution time Berlin52 dengan frekuensi komunikasi, np8... V-31 Gambar V-23 Pengaruh frekuensi komunikasi pada best cost (KroA100)... V-32 Gambar V-24 Pengaruh frekuensi komunikasi pada waktu eksekusi (KroA100)V-32

(8)

Bab I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Terdapat banyak inspirasi dari sistem biologi (bio-inspired) dalam memecahkan persoalan komputasi. Penelitian terkait jaringan syaraf yang berasal dari pengamatan kerja otak, algoritma optimasi berdasarkan perilaku koloni semut atau lebah, juga sistem evolusi pada sel yang mendasari algoritma evolusioner, misalkan algoritma genetika. Perilaku biological system diekstraksi dan kemudian diadopsi dan menjadi inspirasi untuk menangani persoalan komputasi pada sistem kompleks. Salah satu bio-inspired system yang memungkinkan untuk diamati dan menjadi dasar komputasi adalah sistem kekebalan/sistem imun (Timmis, 2006) dan dikenal sebagai cabang ilmu $UWL¿FLDO ,PPXQH 6\VWHP (AIS). Pada prinsipnya, AIS menggunakan metafora sistem imun vetebrata

untuk menciptakan solusi baru untuk persoalan kompleks - atau setidaknya memberikan cara-cara baru dalam memandang masalah ini.

Sejumlah kontribusi bidang AIS telah menyelesaikan persoalan pada bidang optimasi, deteksi intrusi, dan learning (Castro & Zuben, 2002). Tidak seperti

bio-inspired lainnya, AIS terdiri ragam algoritma yang berasal dari implementasi

properti yang berbeda dari sel yang berbeda. Semua algoritma AIS meniru perilaku dan sifat sel imun, tetapi algoritma yang dihasilkan menunjukkan tingkat kompleksitas yang berbeda. Dibandingkan bio-inspired yang terlebih dahulu, AIS memiliki tantangan agar dapat menghasilkan kinerja yang setara. Untuk persoalan deteksi intrusi, AIS memiliki keunggulan dikarenakan natur sistem imun sangat sesuai dengan persoalan deteksi intrusi. Walaupun demikian, AIS dapat menyelesaikan persoalan optimasi, dengan beberapa kekurangan jika dibandingkan algoritma lainnya.

Salah satu persoalan optimasi klasik yang masih terus dikembangkan peneliti adalah Travelling Salesperson Problem (TSP). TSP adalah persoalan kompleks

yang memiliki kompleksitas O(n!) dan termasuk persoalan NP-hard. Diberikan graf berarah dengan bobot (weight) pada setiap sisinya. Sebuah tur di dalam graf tersebut dimulai dari sebuah simpul, mengunjungi simpul lainnya tepat sekali dan

(9)

kembali lagi ke simpul asalnya. Dengan pendekatan teori graf, TSP mencari sirkuit Hamilton untuk graf tersebut. Terapan TSP berlaku di banyak domain keilmuan, misalnya untuk penetapan rute tranportasi, rute jaringan pada internet, dan lain sebagainya.

Pada kasus persoalan TSP algoritma AIS memberikan hasil yang cukup baik dan lebih efisien jika dibandingkan dengan pendekatan algoritma terinspirasi biologi (bio-inspired) lain yang mencoba semua kemungkinan, seperti Algoritma Genetika (GA) dan Ant Colony Optimization (ACO). Solusi yang dihasilkan AIS tidak selalu yang terbaik/ optimal, namun masih selalu mendekati optimal (Bakhouya M, 2007).

Di satu sisi, sistem imun merupakan sistem kompleks dengan berbagai perilaku

yang dapat dijadikan inspirasi komputasi. Salah satunya adalah perilaku yang bersifat inherently distributed (Watkins A. B., 2005). Perilaku ini sangat cocok

dengan pendekatan komputasi paralel dan terdistribusi. Namun belum banyak penelitian yang memfokuskan kepada pemanfaatan inspirasi ini. Oleh karena itu, penelitian difokuskan kepada bagaimana mengekesploitasi perilaku ini sehingga menghasilkan algoritma terinspirasi biologi (bio-inspired) yang maksimal, khususnya untuk menyelesaikan persoalan optimasi Travelling Salesperson

Problem.

I.2 Masalah Penelitian

Salah satu masalah utama dalam mendesain algoritma yang terinspirasikan biologi (bio-inspired algorithms) adalah bagaimana

memutuskan aspek dan properti apa dari sistem biologi yang diperlukan dan aspek mana yang merupakan nilai tambah (Timmis, Andrew, Owen, & Clark ,

2008) (Timmis & Hart). Demikian juga dengan sistem biologi berupa sistem imun. Beberapa properti dari sistem imun menunjukkan kekayaaan dan kompleksitas dari sistem yang mungkin menarik untuk para saintis komputer sebagai inspirasi dalam mencari solusi baru untuk persoalan kompleks.

(10)

antibody, dan pencocokannya dengan antigen serta menerapkan prinsip seleksi (Castro & Zuben, 1999). Padahal, peristiwa terjadinya perbanyakan antibody, terjadi interaksi antar komponen sistem yang lain, yaitu antara sel B dengan sel T, MHC, dan sitokin. Skema ini berlangsung secara terdistribusi tanpa pengontrol terpusat. Seluruh elemen sistem kekebalan bekerja secara kolektif dan terkoordinir secara self organizing (Castro & Zuben, 1999).

Bedasarkan hal tersebut di atas, maka dirumuskan konsep penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana model perilaku interaksi antar komponen sistem imun yang berlangsung secara terdistribusi?

2. Bagaimana model perilaku interaksi terdistribusi antar komponen tersebut dapat menjadi inspirasi komputasi?.

I.3 Keterkaitan Penelitian dan Disertasi

Penelitian disertasi yang saat ini dilakukan adalah mengembangkan model

Artificial Immune System (AIS) Terdistribusi berbasis Clonal Selection. Model ini

menjadi acuan untuk mengkonstruksi algoritma Artificial Immune System (AIS) dengan sifat terdistribusi sebagai inspirasi komputasi terdistribusi. Model yang dihasilkan pada penelitian disertasi harus diuji cobakan (eksperimental) ke dalam

sebuah persoalan optimasi. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian disertasi, dimana pada penelitian ini fokus utamanya adalah menerapkan algoritma AIS terdistribusi untuk menyelesaikan persoalan optimasi sebagai pengujian algoritma. Diharapkan, algoritma yang dihasilkan mempunyai kinerja yang lebih baik daripada algoritma TSP lainnya.

(11)

Gambar I-1. Diagram Blok Lingkup Penelitian

Penelitian disertasi diawali dengan studi literatur terkait sistem Imun dilengkapi dengan observasi sistem imun secara in silico, dengan memanfaatkan model- model yang sudah dikembangkan oleh peneliti lain. Dari studi dan observasi tersebut dihasilkan model sistem imun khusus untuk perilaku terdistribusi. Model tersebut dijadikan acuan untuk mengkontruksi algoritma. Selanjutnya algoritma diimplementasikan dan diujicobakan dalam bentuk simulasi. Simulasi menggunakan studi kasus persoalan TSP. hasil simulasi dianalisis dan ditarik kesimpulan. Lingkup penelitian difokuskan kepada konstruksi algoritma, implementasi, dan simulasi yang dilengkapi dengan hasil analisis.

I.4 Kontribusi Penelitian dalam Bidang IPTEKSOSBUD

Penelitian distertasi berkontribusi pada aspek sains dan aspek rekayasa. Pada aspek sain, dihasilkan model perilaku terdistribusi sistem imun yang dapat bermanfaat untuk peneliti di bidang bio-inspired, sebagai jembatan penelitian baik dari peneliti bidang biologi maupun peneliti di bidang rekayasa. Sedangkan pada

aspek rekayasa, penelitian berkontribusi dalam menghasilkan algoritma sebagai solusi untuk menyelesaikan persoalan optimasi, khususnya optimasi Travelling

Salesperson Problem. Algoritma ini dapat digunakan dan diadopsi untuk •Studi Literatur dan

Observasi (in siilico)

Sistem Imun •Pemodelan perilaku sistem imun: •Interaksi dan Terdistirbusi Model Sistem

Imun Terdistribusi •Konstruksi Algoritma

•Implementasi Algoritma Algoritma Paralel dan Terdistribusi •Simulasi (dengan Studi Kasus TSP) •Analisis Hasil Simulasi Kesimpulan Hasil Analisis Lingkup penelitian

(12)

I.5 Target Luaran Penelitian

Penelitian ditargetkan menghasilkan beberapa hal:

 Refining model perilaku sistem imun dalam bentuk pemodelan tertentu

(berupa agent based modeling, atau unified modeling)

 Algoritma untuk persoalan optimasi yang diselesaikan secara paralel dan terdistribusi

 Hasil simulasi untuk kasus TSP, dengan implementasi di lingkungan pengembangan komputasi paralel dan terdistribusi.

Selain itu, luaran lainnya adalah terdapatnya framework untuk melakukan pemodelan sampai dengan konstruksi algoritma terinspirasi biologi (bio-inspired algorithms), khususnya terinspirasi sistem imun.

(13)
(14)
(15)

Bab II

Tinjauan Pustaka

Bab tinjauan pustaka ini berisi uraian tentang state of the art dari penelitian dan posisi penelitian. Bab ini berisi elaborasi hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan masalah penelitian yang didasari oleh bio-inspired computing, khususnya

Artificial Immune System (AIS). Tinjuan Pustaka diawali dengan tinjauan Sistem

Imun dan Artificial Immune System (AIS), dilanjutkan dengan sub bab Clonal

Selection Algorithm, yang terdiri dari sub bab model, algoritma, dan aplikasi. Bab

ini disertai penulusuran pustaka pada akhir bab yang berisi uraian tentang state of

the art.

II.1 Artificial Immune System

II.1.1 Tinjauan Artificial Immune System

Perilaku sistem dalam membedakan self dan non-self memperlihatkan sistem imun memiliki sifat belajar (learning), adaptif, dan mampu mengingat (memorized), yaitu mengingat adanya non-self yang pernah terjadi sehingga mampu menghasilkan respon yang sesuai di kemudian hari. Perilaku ini menjadi inspirasi cabang keilmuan yang disebut Artificial Immune System (AIS). Sejumlah kontribusi di bidang AIS dari mulai pemodelan sistem kekebalan, algoritma komputasi, dan penyelesaian persoalan dengan memanfaatkan komputasi berbasis model sistem imun (Castro & Zuben, 1999) (Castro & Zuben, 2000) (Dasgupta, 1999) (Abbod MF, 2010) (Timmis & Castro, 2002).

Terdapat empat teori utama yang menjadi landasan pemodelan dan pembuatan algoritma pada AIS, yaitu Teori Jaringan Imun (Immune Network) oleh Jerne pada

tahun 1974, teori Negative Selection, teori Clonal Selection oleh Burnet pada tahun 1959, dan Danger Theory dari Matzinger tahun 1994 (Greensmith J, 2008).

Teori jaringan imun menyatakan bahwa sel pembentuk antibody (yaitu sel B) membentuk suatu jaringan yang saling terhubung dalam rangka mengenali antigen

(16)

cara tertentu yang mengarah kepada kestabilan jaringan. Dua buah sel akan terhubung jika terdapat kemiripan yang melebihi nilai batas (threshold ) tertentu (Abbod MF, 2010) (Castro & Zuben, 1999) (Timmis & Castro, 2002).

Teori Seleksi Negative menyatakan bahwa terdapat skema seleksi dimana sel yang mengenali dirinya sendiri (self) akan dihancurkan, sementara sel yang tidak mengenali self tersebut akan dimatangkan dan disebar ke seluruh tubuh untuk mengenali non-self dan menghancurkannya. Sel yang terseleksi dalam hal ini adalah Sel T dan proses seleksi berlangsung di suatu tempat yang bernama

Thymus. Berikut gambaran proses Seleksi negatif (Castro & Zuben, 1999) dapat

dilihat pada Gambar II-1 di bawah ini:

Gambar II-1 Seleksi negatif (Castro & Zuben, 1999)

Teori Seleksi Clonal menyatakan bahwa terdapat skema seleksi dimana sel yang mengenali non-self akan dipertahankan dan mengalami proses klon melalui skema

somatic hypermutation (mutasi dengan probabilitas tinggi). Sel yang diseleksi

merupakan sel B yang bertanggung jawab membentuk antibodi yang spesifik. Berikut Gambar II-2 memperlihatkan gambaran peristiwa seleksi Clonal:

(17)

Gambar II-2 Seleksi clonal (Castro & Zuben, 1999)

Pada perkembangannya, terdapat Danger Theory (Greensmith J, 2008) yang mempertimbangkan respon imun yang bersifat innate. Danger Theory banyak dimanfaatkan untuk aplikasi pengenalan intrusi dan keamanan jaringan komputer lainnya.

Secara diagramatis, keluarga AIS dapat dikelompokkan seperti yang tercantum pada Gambar II-3 berikut ini:

Gambar II-3 Hirarki Artificial Immune System

AIS

Selection Based

Negative Selection

Clonal Selection

Network Based Immune Network

(18)

Perkembangan AIS tidak lepas dari teori imun yang menyertainya. Tabel II-1 di bawah ini merangkum perkembangan AIS dan para permarkasanya:

Tabel II-1 Pemrakarsa Artificial Immune System

Teori AIS Pemarkasa Tahun Penerapan

Immune Network (Jerne, 74)

Immune Network Hunt dan Cooke,

dilanjut Timmis dan Neal,

1 9 9 5 Model jaringan imun

Negative Selection Negative Selection Forrest dkk 1 9 9 4 Mendeteksi manipulasi data yang disebabkan oleh virus di sistem komputer Clonal Selection

(Burnet, 59)

Clonal Selection de Castro dan Von Zuben

2 0 0 2 Penyelesaian persoalan

pengenalan pola dan fungsi

optimasi multimodal. Danger Theory (Matzinger 1994) Dendrit Cell Algorithms Greensmith dan Aickelin 2 0 0 4 Klasifikasi

Secara diagramatis,perkembangan AIS terangkum pada Gambar II-4 di bawah ini:

Gambar II-4 Perkembangan AIS

II.1.2 Definisi Artificial Immune System

Terdapat beberapa pendekatan AIS berdasarkan definisi yang diungkapkan beberapa peneliti. De Castro dan Von Zuben (Castro & Zuben, 2002) mengemukakan AIS sebagai ³a computational system based upon metaphors of

Awal: ‡1986 - Farmer, Packard & Perelson. ‡1990 - Bersini and Varela: immune networks. 1994 - Forrest et al. Kephart, Dasgupta: negative selection. 1995 ± Hunt & Cooke and Timmis & Neal: Immune Network models 2002 - De Castro & Von Zuben and Nicosia & Cutello: Clonal selection 2004 - Smith dan Aickelin: Dendrit Cell Algorithm

(19)

WKH ELRORJLFDO LPPXQH V\VWHP´. Sementara De Castro dan Timmis (Timmis & Castro, 2002) kemudian mengemukakan definisi Immune Engineering (IE)

VHEDJDL_ ³a meta-synthesis process that uses the information contained in the

problem itself to define the solution tool to a given problem, and then apply it to

REWDLQ WKH SUREOHP VROXWLRQ´ . Immune Engineering merupakan proses rekayasa pada umumnya, dengan mengacu kepada proses biologi dalam hal ini adalah

sistem imun. Immune Engineering diformulasi oleh de Castro dan Timmis

mengusulkan tiga prinsip sebagai framework untuk membangun algoritma AIS yang terdiri dari: 1). Representasi dari komponen sistem, 2). Mekanisme untuk

mengevaluasi interaksi dari individu ke lingkungannya dan dari individu ke individu lainnya 3). Prosedur dari adaptasi yang mengatur dinamika sistem. Dengan demikian, definisi AIS menurut de Castro dan Timmis adalah sebagai ³DGDSWLYH V\VWHPV, LQVSLUHG E\ WKHRUHWLFDO LPPXQRORJ\ DQG REVHUYHG

immunological functions, principles and models, which are applied to problem

VROYLQJ´.

Sementara itu, Ishida (Ishida, 2004.) memandang sistem imun dari aspek perancangan, dan mendefinisikan Immunity Based System (IMBS) sebagai ³VHOI-

PDLQWHQDQFH V\VWHPV OHDUQHG IURP DQG LQVSLUHG E\ WKH LPPXQH V\VWHP´. Ishida menekankan IMBS memiliki 3 properti penting yaitu 1) sistem yang dapat

mengelola dirinya sendiri (self-maintanance) dilengkapi dengan pemantauan/monitoring terhadap non-self, 2) sebuah distributed sistem dengan komponen yang otonom yang mampu melakukan evaluasi antar komponen, 3) sebuah sistem yang adaptif dengan keberagaman/diversity dan seleksi.

Pemarkasa AIS lainnya, Tarakanov et al. pada (Aickelin & Dasgupta) memperkenalkan interpretasi lain dari bidang ini, yaitu sebagai Immunocomputing (IC) VHEDJDL_ ³a new computing approach that replicates the principles of the

(20)

II.1.3 Rekayasa pada Artificial Immune System

Per definisi, AIS terkait erat dengan Immune Engineering dan Immunocomputing; yang pada dasarnya merupakan bidang dengan kajian terkait prinsip dan model sistem imun serta pengaplikasiannya untuk penyelesaian persoalan sulit.

De Castro dan Timmis (Timmis & Castro, 2002) mengusulkan struktur rekayasa pada AIS, terdiri dari:

1) Sebuah representasi untuk membuat abstrak model dari organ imun/sel/molekul. Representasi akan berbeda untuk setiap domain persoalan, misalkan domain persoalan jaringan akan berbeda dengan persoalan klasifikasi. Representasi ini dapat dinyatakan dalam bentuk bilangan real atau binner, atau representasi lainnya.

2) Sekumpulan fungsi afiniti untuk menghitung interaksi antar elemen artifisial,

dapat dengan perhitungan jarak Hamming atau Euclidian.

3) Algoritma yang diperlukan, bisa berupa seleksi negatif atau seleksi clonal.

Berikut adalah contoh representasi untuk persoalan Traveling Salesman Problem (TSP) (Bakhouya M, 2007) terangkum pada Tabel II-2 berikut ini:

Tabel II-2 Representasi sistem imun untuk persoalan TSP Sistem Imun Representasi Persoalan

Patogen Permasalahan, merupakan lingkungan antigen. Dalam hal ini simpul graf merepresentasikan antigen

Respon Imun Solusi yang dicari. Dalam hal ini solusi adalah lintasan terpendek

B-cells Agen yang ditumbuhkan untuk mengeksplor lingkungan (mencari solusi terbaik) Seleksi clonal Menciptakan agen pencari baru untuk menjelajah kota

Positive/negative selection

Penyeleksian agen yang buruk/tidak berguna untuk membunuh dirinya sendiri (apoptosis)

II.1.4 Aplikasi Artificial Immune System

AIS banyak berkontribusi pada komputasi evolusioner (evolutionary computation) dan komputasi intelejensia (computational intellegence) (Timmis & Castro, 2002). Beberapa penelitian terkait model sistem imun, khususnya berdasarkan seleksi clonal, telah menghasilkan algoritma yang dipergunakan untuk

(21)

penyelesaian persoalan learning, optimasi, dan pengenalan pola serta deteksi anomali (Brownlee, 2009) (Castro & Zuben, 2000) (Castro & Zuben, 2002) (Dasgupta, 1999).

Aickelin dan Dasgupta (Aickelin & Dasgupta) menyandingkan AIS dengan Algoritma Genetika dan Jaringan Syarat Tiruan. Algoritma Genetika umumnya digunakan untuk persoalan optimasi sedangkan Jaringan Syaraf Tiruan umumnya digunakan untuk persoalan learning, sementara AIS dapat digunakan untuk kedua persoalan tersebut, meskipun secara alami AIS digunakan untuk persoalan deteksi intrusi. Dasgupta menyatakan, dibandingkan algoritma genetika, AIS mempunyai metafora jaringan idiotypic yang dapat digunakan untuk penyelesaian persoalan learning. Sedangkan dibandingkan dengan Jaringan Syarat Tiruan, AIS memiliki metafora solusi berbasis populasi dengan mekanisme seleksi dan mutasi.

Bevilacqua (Bevilacqua, de Musso, Menolascina, Mastronardi, & Pedone, 2007), melakukan penelitian terhadap pendekatan Artificial Neural Net (ANN) dan AIS untuk persoalan learning dengan dataset Wisconsin Breast Cancer Database. Komparasi dilakukan untuk parameter waktu dan akurasi, dengan kesimpulan bahwa waktu yang diperlukan untuk learning pada AIS lebih baik tetapi tingkat akurasi lebih baik untuk ANN.

Sementara itu, Freschi (Freschi & Repetto, 2006) membandingkan kinerja AIS dengan Algoritma Genetika pada aspek kinerja jumlah fungsi yang dievaluasi untuk persoalan optimasi. Algoritma Genetika dinyatakan lebih cepat, tetapi AIS mampu mendeteksi sejumlah besar titik-titik optimal. Freschi menerapkan algoritma terinspirasi dari seleksi clonal yang bernama ClonalG dari Castro dan

Von Zuben (Castro & Zuben, 2002) ClonalG yang diterapkan untuk persoalan multimodal, memiliki biaya komputasi yang lebih rendah daripada Algoritma Genetika.

(22)

Ulker (Ülker & Ülker, 2012) melakukan pembandingan algoritma Clonal dengan algoritma Genetika untuk enam tipe persoalan optimasi unimodal dan multimodal. Dengan percobaan terhadap nilai parameter untuk kedua algoritma, didapatkan kesimpulan bahwa dari sisi kecepatan, algoritma Clonal lebih cepat untuk kasus

optimasi unimodal dan multimodal. Sedangkan untuk kasus highly multimodal, Algoritma Genetika lebih cepat daripada algoritma Clonal.

Berdasarkan konferensi International Conference of ARtificial Immune System (ICARIS) (ICARIS, 2011), penelitian AIS dikelompokkan menjadi dua kategori,

teknis dan konseptual. Teknis terdiri dari $SSOLFDWLRQV RI $UWL¿FLDO ,PPXQH 6\VWHPV, $XJPHQWDWLRQV RI $UWL¿FLDO ,PPXQH 6\VWHP $OJRULWKPV, GDQ

Representations and Operators. Sementara kategori konseptual terdiri dari Future

$SSOLFDWLRQV RI $UWL¿FLDO ,PPXQH 6\VWHPV, (PHUJLQJ 0HWDSKRUV, dan Theory of $UWL¿FLDO ,PPXQH 6\VWHPV . Pengelompokkan kategori berubah dari tahun ke

tahun, tetapi pada dasarnya dibedakan antara teknis dan konseptual. Pada ICARIS 2011, terdapat tiga kategori yaitu Immunoinformatics and Computational

Immunology, Theory of Immunological Computation, dan Applied Immunological Computation.

Berikut rangkuman pemetaan penelitian AIS berdasarkan ICARIS dapat dilihat pada Gambar II-5 di bawah ini:

(23)

Gambar II-5 Penelitian AIS berdasarkan ICARIS 2002-2011

II.2 Clonal Selection Algorithm (CSA)

Pada bagian ini akan dijelaskan terkait Artificial Immune System berdasarkan inspirasi Seleksi Clonal.

II.2.1 Inspirasi

Clonal Selection Algorithm diinspirasi dari teori Clonal Selection tentang

imunitas yang diperlukan (acquired immunity). Teori ini digagas Burnet tentang perilaku dan kemampuan dari antibody pada sistem imun acquired. Inspirasi itu

sendiri datang dari prinsip seleksi natural dari teori Darwinian, bahwa antigen memilih limfosit yang bersesuaian, baik sel B atau sel T. Ketika limfosit terpilih,

maka akan terikat ke daerah antigenik dan sel akan memperbanyak diri dan melebur ke dalam sel plasma atau membentuk sel memori. Sel plasma memilik

waktu hidup yang pendek, sementara sel memori hidup lebih lama dan berperan untuk antisipasi ketika terjadi peristiwa pengenalan antigen yang sama. Beberapa hal penting terkait teori ini adalah affinity maturation dan somatic hypermutation. (Castro & Zuben, 2002) (Brownlee, 2009) (Brownlee, 2008).

28 35 37 34 36 37 30 32 36 8 3 10 1 4 4 8 5 7 3 4 1 3 2 4 2 3 2 0 5 10 15 20 25 30 35 40 2 0 0 3 2 0 0 4 2 0 0 5 2 0 0 6 2 0 0 7 2 0 0 8 2 0 0 9 2 0 1 0 2 0 1 1 J u m la h Tahun

Kontribusi ICARIS 2003-2011

(24)

II.2.1.1 Affinity Maturation

$I¿QLW\ adalah derajat ikatan antara reseptor sel dengan antigen. Setiap reseptor menganali antigen dengan derajat afiniti yang berbeda. Affinity yang tinggi dan

melampaui batas threshold akan memicu pengenalan dan respon sistem imun.

Affinity ini terjadi pada sel B. Berikut gambaran affinity terlihat pada Gambar II-6

GL EDZDK LQL´

Gambar II-6 Affinity Maturation (Brownlee, 2009)

Sel dengan affinity yang melampui ambang threshold akan melakukan perbanyakan diri dengan mekanisme cloning.

II.2.1.2 Somatic Hypermutation

Pada dasarnya peristiwa perbanyakan diri atau cloning, menghasilkan salinan sel dengan tidak sempurna. Terjadilah mutasi dengan kecepatan tinggi yang disebut

somatic hypermutation yang menghasilkan sel dengan reseptor bermutasi. Sel ini

berpeluang terikat ke antigen terkait. Jika salinan sel ini mempunyai affinity yang tinggi terhadap antigen, maka sel akan aktif dan terjadi perbanyakan/cloning. Semakin tinggi affinity dari sel B terhadap patogen, semakin besar kemungkinan sel B tersebut melakukan kloning. Sel B akan berhenti berkompetisi untuk antigen yang ada, dengan affinity tertinggi menjadi yang terbaik (fittest) dan akan paling banyak terjadi replikasi.

(25)

II.2.2 Taksonomi

Algoritma Seleksi Clonal/Clonal Selection Algorithms (CSA) merupakan algoritma yang terinspirasi dari prinsip seleksi clonal/ Clonal Selection Principle (CSP) yang diturukan dari teori seleksi clonal / Clonal Selection Theory (CST). Bidang ini merupakan bagian dari bidang Artificial Immune Systems (AIS) yang umumnya terkait erat dengan komputasi terinspirasi biologi. Biologically-Inspired

Computation (BIC) atau komputasi intelijen / Computational Intelligence (CI).

(Brownlee, 2009)

Terdapat beragam algoritma dengan prinsip CSA. Galeano, Veloza-Suan dll., mengusulkan pegelompokkan ragam algoritma yang dilengkapi oleh Brownlee (Brownlee, 2009) sebagai berikut: kelompok algoritma Artificial Immune

Recognition System (AIRS) dari Watskin dan Timmis 2004, B-Cell Algorithm

(BCA) dari Kelsey dan Timmis 2003, the Clonal Selection Algorithm (CLONALG) dari De Castro dan Zuben 2002, Immunological Algorithm (IA) dari Mario Pavone, Giuseppe Narzisi dan Giuseppe Nicosia, Multi-objective

Immune System Algorithm (MISA) dari Nareli Cruz Cortés, dan beberapa yang

tidak terkelompokkan. Kecuali AIRS, seluruh algoritma ini ditujukan untuk aplikasi persoalan optimasi, sedangkan MISA khusus untuk optimasi multiobjektif.

II.2.3 Algoritma

Algoritma seleksi clonal yang pertama digagas adalah ClonalG dari DeCastro dan Van Zuben (Castro & Zuben, 2002). Pada prinsipnya, algoritma ini menerapkan skema seleksi, seperti halnya algoritma genetika. Perbedaannya, tentu karena berasal dari metafora yang berbeda, seleksi pada clonal didasari dari affinity yang tinggi yaitu besarnya nilai kecocokan antara reseptor pada permukaan antigen dan sel-B, yang melebihi ambang batas (threshold ). Sel B yang lolos seleksi akan mengalami perbanyakan (cloning), yang tidak lolos seleksi akan dimusnahkan (tidak diperbanyak).

(26)

Prinsip dasar ClonalG adalah menghasilkan populasi antibodi N, masing-masing menetapkan solusi acak untuk proses optimasi. Pada setiap iterasi, beberapa antibodi yang ada terbaik dipilih, kloning, dan bermutasi untuk membangun suatu calon populasi baru. Antibodi baru kemudian dievaluasi dan persentase tertentu dari antibodi terbaik ditambahkan ke populasi asli. Prosentase antibodi terburuk dari generasi sebelumnya kemudian diganti dengan yang baru secara acak. Gambaran umum algoritma ClonalG dapat dilihat pada Tabel II-3 berikut ini:

Tabel II-3 Gambaran umum algoritma ClonalG Tahap Nama Tahap Deskripsi

1 Inisialisasi Inisialisasi populasi dari individual (N) secara random.

2 Evaluasi Terdapat pola yang akan dikenali (P), untuk setiap pola tentukan

kecocokan (affinity) setiap elemen dalam populasi terhadap pola tersebut.

3 Seleksi dan Kloning Pilih sejumlah n dari N elemen dengan affinity tertinggi, bangkitkan copy dari individual ini dengana proposional terhadap affinity masing-masing dengan antigen.

4 Hypermutation Mutasikan seluruh copy dengan kecepatan yang propoposional terhadap affinity masing-masing dengan pola masukan.

5 Editing

Receptor/Replacement

Tambahkan individual yang termutasi ke dalam populasi dan seleksi ulang sejumlah d dari individu yang matured sebagai sel memori.

6 Ulangi tahap 1-5 sampai dengan kriteria terminasi terpenuhi Terdapat 8 (delapan) parameter yang didefinisikan user pada skema ClonalG,

yaitu terangkum pada Tabel II-4 berikut ini:

Tabel II-4 Parameter pada ClonalG

No Parameter Simbol Deskripsi

1 Ukuran populasi antibody N Jumlah antibodi yang dikelola sistem

2 Ukuran memory pool Ukuran memory pool

3 Ukuran seleksi n Jumlah antibodi dengan affinity tinggi yang akan dipilih

untuk diperbanyak/kloning

4 Ukuran replacement d Jumlah antibody dengan affinity terburuk yang akan direplace

oleh antibody hasil kloning

5 Clonal factor ß Konstanta untuk pengali jumlah kloning 6 Mutate factor  Konstanta untuk hipermutasi

7 Jumlah generasi G Jumlah generasi, digunakan untuk kriteria penghentian iterasi 8 Seed untuk random generator Bilangan random untuk ukuran populasi

Secara diagramatis, algoritma seleksi clonal dapat digambarkan seperti pada Gambar II-7 berikut ini:

(27)

Gambar II-7 Algoritma seleksi clonal

Leandro (Castro & Zuben, 2002) menjelaskan bahwa Afiniti menggambarkan kecocokan reseptor antara Antibodi yang terbentuk (Ab) dengan Antigen (Ag). Kematangan afiniti (affinity maturation) dihitung dari tingkat shape-space Ab-Ag yang dapat direpresentasikan dengan perhitungan Hamming Distance sebagai berikut:

L Ã Å Ü@5 Ü Ü .

Dimana

Ü Ü LsQJPQG#> ÞÜ M #C ÝÜ dan Ü Ü LrQJPQG#> ÞÜ L #C ÝÜ

L adalah jumlah atribut dari Ab dan Ag.

(28)

berikut: 0 Ö L Ã á Ü@5 NKQJ@ : Ú0 ; . Dimana Nc, merupakan jumlah total klon yang

GLEDQJNLWNDQ XQWXN VHWLDS $E_ _ DGDODK SHQJDOL_clone factor, N adalah total jumlah Ab.

Sementara itu, aturan untuk hipermutasi adalah menetapkan nilai probabilitas

mutasi dengan persamaan a=exp(-_I__ GLPDQD _ SDUDPHWHU SHQJDOL GDQ I DGDODK fitness dari sel awal dengan nilai [0,1], dimana semakin besar nilai, semakin baik

fitness yang diperoleh. (Castro & Zuben, 2002). Nilai probabilitas ini yang digunakan untuk melakukan hipermutasi.

II.2.4 Aplikasi Clonal Selection Algorithm

Penelitian DeCastro dan Van Zuben berupa ClonalG melahirkan gagasan-gagasan algoritma seleksi clonal (Clonal Selection Algorithms/CSA) lainnya mengacu pada prinsip-prinsip yang diterapkan pada ClonalG, ClonalG diimplementasikan untuk persoalan learning dan optimasi (Castro & Zuben, 2002). Ulutas (Ulutas BH, 2011) menyatakan bahwa domain persoalan yang diselesaikan Algoritma Clonal

Selection dalam kurun waktu 2002-2010 terkelompok dalam Gambar II-8 di bawah ini:

(29)

Fungsi Optimasi, terdiri dari multi modal optimization dan continuous function

optimization. Pattern recognition (PR) untuk binary character and face detection.

Design misalkan continuous design, electromagnetic design, dan

hardware/software design. Penjadwalan/scheduling, misalkan job shop scheduling

dan project scheduling. Problem yang terkait dengan rekayasa industri (Industrial

engineering/IE) misalkan facility location, layout, assembly planning, dan material handling systems. Problema klasik Traveling Salesman Problem (TSP)

dan persoalan lainnya misalkan time series prediction, classification, fault

diagnosis,machine learning, and virus detection.

Selain itu, Ulutas menyatakan bahwa CSA banyak digunakan sebagai pelengkap

untuk algoritma evolusioner lainnya seperti Jaringan Syaraf Tiruan, Algoritma Genetika, Optimasi Koloni Semut.

II.2.5 Algoritma Seleksi Clonal dan Persoalan Optimasi

Persoalan optimasi adalah persoalan menemukan solusi terbaik (best solution) dari seluruh solusi yang mungkin (feasible solution). Persoalan optimasi dengan

variabel diskrit dikenal sebagai persoalan optimasi kombinatorial. Persoalan optimasi merupakan persoalan sulit karena tidak terdapat solusi dengan waktu polinomial untuk menyelesaikannya dan membutuhkan non-deterministic

polynomial-time algorithm. Contoh persoalan optimasi adalah Traveling

Salesman Problem (TSP), Knapsack Problem, dan lain sebagainya.

Persoalan optimasi merupakan kelompok persoalan NP (non-deterministik

polynomial), yaitu kelompok persoalan yang dapat diselesaikan oleh algoritma non-deterministik dalam waktu polinom. Diperlukan algoritma optimasi untuk

menyelesaikan persoalan optimasi. Terdapat berbagai algoritma ke dalam kelompok algoritma optimasi. Setiap algoritma memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing dalam menyelesaikan suatu persoalan. Dengan

(30)

untuk menyelesaikan semua jenis persoalan. Berdasarkan metode penyelesaiannya, algoritma optimasi dapat dikelompokkan menjadi algoritma deterministik dan algoritma probabilistik. Untuk ruang persoalan yang besar, para ahli umumnya menggunakan algoritma probabilistik Pada dasarnya algoritma ini menerapkan prinsip Monte Carlo, yaitu mengambil sampel secara acak dan secara berulang sampai dengan mendapatkan solusi yang optimal (repeated random

sampling).

Kedua kelompok algoritma deterministik dan algoritma probabilistik terangkum pada Tabel II-5 sebagai berikut:

Tabel II-5 Klasifikasi algoritma optimasi

Deterministik Probabilistik

Langkah yang dilakukan:

terdapat satu jalan untuk diproses, jika tidak ada jalan maka algoritma dianggap selesai.

terdapat beberapa jalan untuk menemukan VROXVL \DQJ ³EDJXV´ tanpa melebihi batasan waktu yang telah ditentukan

Solusi yang dihasilkan:

menghasilkan solusi yang tetap untuk suatu input yang diberikan.

menghasilkan solusi yang bagus, belum tentu yang paling optimal, namun sudah dapat diterima oleh user

Ruang masalah:

digunakan untuk masalah yang ruang solusinya tidak terlalu besar.

digunakan untuk menyelesaikan ruang masalah dengan ruang solusi yang sangat besar, bahkan tak terbatas.

Sebagai contoh, persoalan optimasi kombinatorial adalah Traveling Salesman

Problem (TSP). Sebagai persoalan klasik, TSP telah menjadi persoalan dengan

berbagai pendekatan penyelesaian (Davendra, 2010). Beberapa pendekatan probabilistik berasal dari inspirasi sistem biologi, antara lain dengan Algoritma Genetika (Larranaga, Kuijpers, Murga, I, & Dizdarevic, 1999), Ant Colonies (Dorigo & Gambardella, 1997) dan Bee Colony (Wong, Chong, & Low, 2008) serta Particle Swarm Optimization (PSO) (Wang, Huang, Zhou, & Pang, 2003). M. Bakhouya dan J. Gaber (Bakhouya M, 2007) memetakan sistem imun dengan persoalan TSP demikian juga dengan Chingtham (Chingtham, 2010). Dibandingkan dengan pendekatan Ant Colony Optimization, algoritma imun menghasilkan waktu eksekusi yang lebih cepat dan hasil optimasi yang lebih baik (Bakhouya M, 2007).

(31)

II.3 Penelusuran Pustaka (State of the Art)

Dalam mendukung disertasi, dilakukan penelusuran pustaka yang terdiri dari kelompok makalah sebagai berikut: 1) kelompok Bio-inspired computing yang berfokus kepada Artificial Immune System (AIS) khususnya Clonal Selection

Algorithm (CSA). 2) kelompok makalah persoalan optimasi khususnya optimasi

kombinatorial yang diselesaikan oleh CSA. 3) kelompok makalah tentang komputasi paralel/terdistribusi yang terkait dengan bio-inspired

computing/AIS/CSA dan menyelesaikan persoalan optimasi/optimasi

kombinatorial. Secara diagramatis, Gambar II-9 berikut ini memperlihatkan kelompok pustaka yang digunakan pada disertasi ini:

Komputasi Terinspirasi Biologi

Model Paralel dan Terdistribusi IS/AIS CS/CSA Persoalan Optimasi Persoalan Optimasi Kombinatorial

Gambar II-9 Kelompok pustaka

Fokus utama penelitian adalah model terdistribusi dari CSA untuk penyelesaian optimasi kombinatorial. Pustaka yang relevan dengan penelitian adalah penelitian AIS/CSA untuk persoalan optimasi/kombinatorial optimasi dan penelitian tentang AIS/CSA dengan model paralel/terdistribusi, serta AIS/CSA paralel/terdistribusi untuk penyelesaian persoalan optimasi/optimasi kombinatorial. Terangkum pada Tabel II-6 berikut ini:

(32)

No Referensi Bio/AIS/CS A Aplikasi Komputasi Paralel Model Paralel

1 (Alba & Troya, 1999) GA Paralel Survey

Model

Paralel 2 (Bakhouya M, 2007) CSA TSP

3 (Bayraktar, Bossard, Wang, & Werner, 2010) CSA Optimasi Rancangan Electromagnetic s Paralel

4 (Cantú-Paz, 1998) GA Paralel Survey

Model

Paralel

5 (Castro & Zuben, 2002) AIS Optimasi

Pengenalan Pola 6 (Chen, Lin, & Hu, 2008) CSA Multiobjektif 7 (Chingtham, 2010) CSA TSP

8 (Dabrowski & Kubale, 2008) CSA Graph Coloring

Problem

Paralel - 9 (Dorigo & Gambardella, 1997) ACO TSP

10 (Forrest & Beauchemin, 1997) AIS IDS

11 (Freschi & Repetto, 2006) CSA/GA Optimasi

Electrical

Engineering 12 (Freschi, Repetto, & CAC., 2008) AIS Multiobjektif 13 (Gao, Dai, Yang, & Tang, 2007) Csa Tsp

14 (Hongbing, Sicheng, & Jianguo, 2 0 1 0 )

CSA Protein

Prediction

Paralel -

15 (KA, 2010) CSA Numerical

Optimization 16 (Larranaga, Kuijpers, Murga, I, &

Dizdarevic, 1999)

GA TSP 17 (N & AD., 2007) EA/AIS Multimodal

18 (Ülker & Ülker, 2012) CSA/GA Numerical

Optimization

Tabel II-7 Penelitian terkait CSA, aplikasi, dan model paralel (lanjutan)

No Referensi Bio/AIS/CS A Aplikasi Komputasi Paralel Model Paralel 19 (Wang, Huang, Zhou, & Pang, 2003) PSCO TSP

20 (Watkins A. B., 2005) IS/AIS Klasifikasi Paralel 21 (Wong, Chong, & Low, 2008) BCO TSP

22 (Wu, 2007) AIS Global

Optimization 23 (Yan, Zhang, Luo, Li, Chen, & Liu) PSO TSP 24 (Yutao, Liu , & Jiao, 11-14 December

2 0 0 9 )

AIS Optimization Paralel Coarse

Grain 25 (Zhao, et al., 2008) CSA TSP

26 Peneliti CSA Optimasi

Kombinatorial

Paralel Model

Paralel

Berdasarkan penelusuran pustaka, terlihat bahwa algoritma CSA sudah diterapkan untuk persoalan optimasi, khususnya TSP, tetapi tidak untuk lingkungan paralel. Beberapa pendekatan paralelisasi CSA sudah dilakukan oleh peneliti lain Sebagai penggagas awal, Watskin (Watkins, Bi, & Phadke, 2003) tidak spesifik untuk

(33)

algoritma seleksi clonal dan diterapkan untuk persoalan pengenalan pola. Hongbing (Hongbing, Sicheng, & Jianguo, 2010) menerapkan paralelisme CSA untuk prediksi struktur protein dengan menggunakan Open-MPI. Sedangkan Dabrowski dan Kobale (Dabrowski & Kubale, 2008) menggunakan komputasi CSA paralel untuk persoalan pewarnaan graf. Berdasarkan paralelisasi algoritma genetika, terdapat peluang dalam melakukan paralelisasi CSA, khususnya untuk persoalan optimasi kombinatorial (sebagai kasus awal adalah persoalan TSP).

(34)

Bab III

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

III.1 Tujuan Penelitian

Dalam rangka memutuskan aspek apa dari sistem biologi yang diperlukan sebagai inspirasi komputasi dan aspek mana yang merupakan nilai tambah, maka diperlukan pemodelan (Timmis, Andrew, Owen, & Clark , 2008). Pemodelan merupakan langkah abstraksi untuk mendapatkan perilaku dan properti-properti dari sistem yang memberi peran penting sebagai inspirasi. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan sebagai berikut:

 Memodelkan interaksi antar komponen sistem imun dan perilaku terdistribusi sistem imun,

 Mengkontruksi algoritma paralel dan terdistribusi berdasarkan perilaku sistem imun yang sudah dituangkan dalam model.

 Menguji cobakan algoritma paralel dan terdistribusi untuk persoalan optimasi, dalam hal ini adalah persoalan Travelling Salesperson Problem (TSP).

III.2 Manfaat Penelitian

Dalam rangka memutuskan aspek apa dari sistem biologi yang diperlukan sebagai inspirasi komputasi dan aspek mana yang merupakan nilai tambah, maka diperlukan pemodelan (Timmis, Andrew, Owen, & Clark , 2008) . Pemodelan merupakan langkah abstraksi untuk mendapatkan perilaku dan properti-properti dari sistem yang memberi peran penting sebagai inspirasi. Model yang dihasilkan

akan menjadi acuan konstruksi algoritma untuk menyelesaikan persoalan optimasi. Untuk menguji algoritma, diperlukan studi kasus persoalan, maka penelitian ini diperlukan untuk menguji algoritma yang dihasilkan, khususnya berkontribusi dalam penyelesaian persoalan Traveling Sales Person Problem.

TSP merupakan persoalan optimasi klasik yang dapat mewakili ribuan persoalan

optimasi lainnya. Dasar-dasar dari TSP dapat digunakan untuk menyelesaikan persoalan lainnya, seperti penetapan rute transportasi dan terapan lainnya

(35)

Bab IV

METODE PENELITIAN

Penelitian disertasi yang saat ini dilakukan adalah mengembangkan model

Artificial Immune System (AIS) Terdistribusi berbasis Clonal Selection. Model

yang dihasilkan pada penelitian disertasi harus diuji cobakan (eksperimental) ke dalam sebuah persoalan optimasi. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian disertasi, dimana pada penelitian ini fokus utamanya adalah menerapkan algoritma AIS terdistribusi untuk menyelesaikan persoalan optimasi sebagai pengujian algoritma. Diharapkan, algoritma yang dihasilkan mempunyai kinerja yang lebih baik daripada algoritma TSP lainnya. Berikut gambaran diagram blok penelitian disertasi dan lingkup penelitian dapat dilihat di Bab I.5.

Berikut adalah tahapan penelitian terdiri dari:

1. Refining model sistem imun berbasis seleksi clonal yang sudah dikembangkan peneliti,

2. Eksploitasi perilaku terdistribusi dari model interaksi sistem imun berbasis seleksi clonal,

3. Konstruksi algoritma terdistribusi dan paralel, 4. Implementasi algoritma terdistribusi dan paralel, 5. Simulasi dan analisis hasil

Berikut berikut ini menjelaskan tahapan penelitian, tediri dari input, proses, dan output sebagai berikut:

(36)

Input: Model sistem imun yang sudah dikembangkan Model yang sudah direfining Model dengan aspek terdistribusi

Algoritma Penetapan parameter kinerja paralelisme dan terdistribusi: speed up, utilisasi Data set untuk

kasus TSP

Penetapan kinerja

kompleksitas algoritma: complete, optimal, time complexity

Library untuk

pengembangan komputasi paralel dan terdistribusi

Penetapan skenario simulasi: data set, jumlah generasi, akhir komputasi (batasan

waktu, generasi, atau solusi)

CoMPIler untuk pengkodean algoritma paralel dan terdistribusi Lingkungan pengembangan komputasi terdistribusi Proses:

Output: Model yang sudah direfining Model yang sudah dilengkapi aspek terdistribusi Algoritma terdistribusi Algoritma yang sudah dikoding dalam bahasa C#, dilengkapi dengan library pemrosesan paralel MPI dalam Visual C#

Hasil analisis kinerja paralelisme dan, parameter kompleksitas

Gambar IV-1 Bagan Penelitian

Refining model Eksploitasi perilaku terdistribusi Konstruksi algoritma Implementai algoritma Simulasi dan analisis hasil

(37)

Bab V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bagian ini akan diuraikan pemodelan sistem imun sebagai inspirasi untuk komputasi paralel. Diawali dengan inspirasi paralel dari perilaku terdistribusi sistem imun, dikaitkan dengan model komputasi paralel dan aspek-aspek terkait

perancangan model paralel. Selanjutkan dilakukan paralelisasi Clonal Selection

Algorithm yang diawali dengan penetapan potensi paralelisme dan menyusun

model komputasi paralel. Sub bab ini dilanjutkan dengan verifikasi melalui eksperimen yang diawali dengan penetapan persoalan, perancangan eksperimen berupa parameter-parameter pengamatan, dan pemaparan hasil eksperimen.

V.1 Inspirasi Paralel Clonal Selection

Secara umum, respon sistem imun terdiri dari peristiwa Antigen Presenting,

Recognition, dan diakhiri dengan Destruction. Antigen presenting adalah

peristiwa penyajian bagian dari antigen agar dikenali oleh sel T-Helper. Peristiwa ini terjadi pada limfosit. Recognition pada sistem imun terdiri dari peristiwa pengenalan bagian dari antigen tersebut oleh sel T-Helper yang kemudian mengaktivasi sel B yang mempunyai reseptor yang bersesuaian dengan antigen. Peristiwa seleksi clonal terjadi pada saat recoginition: Sel B dengan reseptor yang bersesuaian akan mengalami perbanyakan/kloning yang kemudian menjadi

plasma sel yang mengeluarkan antibodi dan sebagai menjadi memori sel yang mengingat reseptor yang bersesuaian. Desctruction adalah peristiwa penghancuran antigen yang telah ditandai oleh antibody. Penghacuran dapat dilakukan oleh sel T-Killer atau oleh makrofag.

Seleksi clonal terjadi pada peristiwa recognition. Seleksi dan perbanyakan sel (kloning) terjadi di nodus limfa (kelenjar getah bening), yang secara fisik berada di leher, ketiak, perut, dan pangkal paha. Seleksi clonal dipicu dari aktivasi sel B melalui sinyal dari sel T-Helper, sementara seleksi clonal ini terhenti ketika seluruh antigen telah berhasil didestruksi. Peristiwa kloning ini berpacu dengan peristiwa perbanyakan sel antigen itu sendiri.

(38)

Respon sistem imun (Castro & Zuben, 1999)

Seleksi clonal di Nodus Limfa (Castro & Zuben, 1999)

Gambar V-1 Seleksi Clonal

Seleksi clonal berlangsung secara simultan di tiap-tiap kelenjar getah bening. Tidak ada komunikasi langsung antar nodus limfa, semua berlangsung independen tanpa pengontrol terpusat.

(39)

Gambar V-2 Interaksi pada Seleksi Clonal V.1.1 Model Komputasi Paralel

Pada sub bab ini, kita akan memetakan antara model paralel secara konseptual dengan inspirasi dari fenomena seleksi clonal. Terdapat tiga kelompok model paralel, yaitu shared memory, distributed computing, dan data parallel (Barney)

response interleukin-1 secrete interleukin-2 response interleukin-2 and activated differentiate into plasma cells become a memory cell release antibodies

recognize and bind to the antigens on the surfaces of the pathogens

marking them for desctruction

by macrophages recognize the antigen fragment binding to antigen fragment B-Cells T-Helper Cells

(40)

antar nodus limfa dan seleksi clonal intra nodus limfa. Berikut kesesuaian antara model paralel dengan fenomena seleksi clonal:

Tabel V-1 Model Komputasi Paralel Model

Pemrograman Paralel

Deskripsi Seleksi Clonal

(antar nodus limfa)

Seleksi Clonal (intra nodus limfa) Shared Memory Task berbagi ruang alamat yang

sama yang diakses (baca dan tulis) secara asinkron.

Tidak ada shared

memory dalam peristiwa seleksi clonal

Tidak ada shared

memory dalam

peristiwa seleksi clonal Distributed

Memory /

Message Passing

Sekumpulan tasks menggunakan memori lokal untuk komputasi. Beberapa task berada di mesin yang sama atau lintas mesin. Task saling bertukar data melalui skema

komunikasi (sending dan

receiving).

Peristiwa kloning terjadi secara terdistribusi. Seleksi dan kloning berhenti ketika terdapat message untuk seluruh

nodus agar

menghentikan aktivitas.

Peristiwa kloning

terjadi secara

terdistribusi, tidak ada message passing antar task

Data Parallel Data berada di ruang alamat yang sama, tiap task mengakses bagian data yang berbeda.

Tidak ada data yang diakses secara paralel

Tidak ada data yang diakses secara paralel

Peristiwa seleksi clonal yang berlangsung secara independent dan paralel tanpa kontrol terpusat, lebih menyerupai model distributed memory namun tanpa

message passing. Pada penelitian ini, lebih difokuskan kepada seleksi klonal yang

terjadi pada sebuah nodus limfa (intra nodus limfa). V.1.2 Aspek-Aspek Perancangan Komputasi Paralel

Dalam membangun model paralel yang terinspirasi seleksi clonal, terdapat beberapa aspek yang akan dipertimbangkan, yaitu:

Tabel V-2 Aspek-aspek Perancangan Pemrograman Paralel

Aspek Deskripsi Kesesuaian dengan fenomena seleksi clonal

Dekomposisi Terdapat dua kategori

dekomposisi: data atau fungsi

Dekomposisi dapat dalam bentuk data (jumlah sel b yang direplika/kloning) atau dekomposisi fungsi (tiap sel melakukan kloning)

Komunikasi, Apakah diperlukan komunikasi

antar task?

Komunikasi berupa pengiriman sinyal aktivasi

Sinkronisasi, Bagaimana sinkronisasi

diperoleh?

Sinkronisasi melalui sinyal aktivasi

Depedensi data, Apakah data bersifat depedensi? Data (sel) hasil kloning akan digunakan untuk kloning berikutnya

Load Balancing, Pendistribusian jumlah

pekerjaan yang sama untuk meminimasi task idle

Kemampuan sel untuk melakukan kloning adalah sama/balance.

Granularitas Perbandingan antara komputasi terhadap komunikasi.

(41)

V.2 Paralelisasi Algoritma Seleksi Clonal

V.2.1 Penetapan Potensi Paralelisme

Algoritma CSA diawali dengan inisiasi populasi awal. Kemudian dilakukan evaluasi terhadap populasi yang diikuti dengan seleksi. Untuk populasi yang memiliki affinity tinggi, maka terjadi kloning dan hipermutasi. Hasil kloning dan mutasi akan ditimpahkan ke populasi awal tersebut. Dilakukan pengulangan sampai dengan kriteria berhenti dicapai.

Dari deskripsi algoritma, dilakukan eksploitasi terhadap potensi-potensi paralelisme. Terdapat 2 kelompok potensi, yaitu potensi paralelisme terhadap data dan potensi paralelisme terhadap proses/task. Berikut ringkasan algoritma CSA dan potensi paralelismenya:

Tabel V-3 Algoritma CSA dan Potensi Paralelisme

No Langkah Potensi paralelisme

1 Populasi awal diinisiasi secara random dari seluruh kemungkinan solusi. Jumlah populasi ditetapkan sebagai variabel awal.

Paralelisme data, yaitu data populasi dipartisi sedemikian dan diassign ke pemroses tertentu.

2 Terdapat fungsi seleksi terhadap affinity untuk mengecek bobot dari tour yang paling minimum. Jumlah seleksi ditetapkan sebagai variabel awal. Affinity tinggi dinyatakan dengan bobot minimum.

Paralelism task, yaitu proses seleksi dapat dilakukan secara independen terhadap data populasi yang udah dikelompokkan / terpartisi.

3 Terdapat fungsi kloning dan hipermutasi. Kloning adalah copy dari populasi terseleksi, jumlah copy tersebut ditetapkan sebagai variabel awal. Hasil copy tersebut kemudian dimutasi/hipermutasi, yaitu mutasi yang sesuai dengan ketetapan nilai affinity. Semakin baik nilai affinity, semakin kecil kemungkinan mutasi.

Paralelisme task, yaitu proses kloning dan hipermutasi, terhadap data populasi terseleksi yang sudah terpartisi.

4 Populasi hasil kloning dan mutasi kemudian digabungkan dengan populasi awal untuk selanjutnya dilakukan seleksi populasi, populasi dengan bobot terbaik (rendah) akan dipilih sebanyak jumlah populasi awal, sedangkan sisanya diabaikan.

Paralelisme task, yaitu tiap pemroses bertanggung jawab untuk melakukan seleksi terhadap populasi terbaik hasil kloning dan hipermutasi. Kemudian tiap proses kemudian mengirimkan data populasi terbaik tersebut ke pemroses lainnya.

5 Hal ini dilakukan sampai dengan kriteria berhenti terpenuhi. Kriteria berhenti dapat berupa maksimal jumlah pengulangan, konvergensi hasil fungsi seleksi (bobot sudah konvergen), atau seluruh tour sudah selesai dievaluasi

Paralelisme task. Tiap pemroses mengecek apakah kriteria berhenti telah tercapai di salah satu pemroses.

V.2.2 Model Komputasi Paralel untuk CSA.

Berdasarkan potensi-potensi paralelisme yang telah teridentifikasi, langkah berikutnya adalah menetapkan model komputasi paralel. Terdapat dua kelompok model komputasi paralel, yaitu Single Program Multiple Data (SPMD) merupakan

(42)

model pemrograman paralel. Model SPMD terdiri dari Single Program, yaitu seluruh tugas mengeksekusi program yang sama secara simultan, dapat berupa threads, message passing, paralel data atau gabungannya. Selain single program, model SPMD juga berupa Multiple, dimana seluruh tugas menggunakan bagian data yang berbeda. Pada program SPMD, tugas-tugas dapat melakukan pencabangan dan pengkondisian, sehingga memungkinkan tugas-tugas tersebut tidak perlu mengeksekusi keseluruhan program, hanya sebagian dari program tersebut (Barney) (Foster, 1995). Berbeda dengan SMPD, MPMD ± Multple Program Multiple Data, tugas mengeksekusi program yang berbeda secara simultan, terhadap bagian data yang berbeda pula.

Pada penelitian ini, digunakan pendekatan dengan Model SPMD.

Terdapat dua model pemrograman paralel, model pertama berupa fork-join model dengan proses 0 sebagai akar/master proses, sedangkan model kedua berupa mess-

model, dimana semua proses setara dan saling berkomunikasi satu sama lainnya.

Berikut gambaran kedua model paralel:

Tabel V-4 Model Komputasi Paralel

No Model Komputasi Paralel Deskripsi

I ± Coarse Graine Proses 1 Proses 2 Proses n Proses 0 Proses 2

Pada model ini, proses 0

bertanggung jawab untuk

menginisiasi data, kemudian data disebar ke seluruh proses termasuk untuk dirinya sendiri. Program dieksekusi di masing- masing-masing proses, data hasil

eksekusi kemudian

disebar/broadcast ke seluruh proses lain untuk diagregasi di masing-masing proses.

Jika terjadi pengulangan, skema yang sama akan dilakukan kembali

(43)

II ± Master Slave

Proses 1 Proses 2 Proses n

Proses 0 Proses 0

Pada model ini, terdapat proses utama/root sebagai pengelola proses paralel.

Proses utama bertanggung jawab untuk inisiasi data dan memecah data untuk disebar ke proses lainnya.

Data hasil eksekusi di setiap proses kemudian dikirimkan kembali ke proses utama. Jika terjadi pengulangan, skema yang sama akan dilakukan kembali.

Berikut perbandingan kedua model dilihat dari aspek potensi paralelisme: Tabel V-5 Model Paralel dan Potensi Paralelisme Algoritma CSA

Potensi Paralelisme CSA Model I Model II

Paralelisme Data populasi Dilakukan oleh proses 0/master Dilakukan oleh proses 0/master Paralelisme Task seleksi populasi

terbaik

Dilakukan oleh masing-masing proses

Dilakukan oleh masing-masing proses

Paralelisme Task fungsi kloning dan hipermutasi

Dilakukan oleh masing-masing proses

Dilakukan oleh masing-masing proses

Paralelisme Task penggabungan hasil kloning dan hipermutasi dengan populasi awal

Dilakukan oleh masing-masing proses

Dilakukan oleh masing-masing proses

Paralelisme Task fungsi seleksi populasi terbaik

Dilakukan oleh masing-masing

proses dan kemudian

mengirimkan data populasi terbaik ke seluruh proses lain.

Dilakukan oleh masing-masing proses yang kemudian mengirim data populasi terbaik ke proses 0 Potensi paralelisme kriteria

berhenti

Dilakukan oleh masing-masing proses

Dilakukan oleh proses 0

(44)

Gambar V-3 Paralelisasi Algoritma Seleksi Clonal Model I Sedangkan model II terdapat pada gambar di bawah ini:

Inisialisasi Populasi Evaluasi Seleksi Kloning Edit Reseptor Finalisasi Populasi Terbaik

Cek Kondiri Berhenti, Terpenuhi? Cek Affinity Tinggi? Hipermutasi Seleksi Populasi Terbaik (Lokal)

Seleksi Seluruh Populasi

Terbaik (Lokal) Evaluasi Seleksi Kloning Edit Reseptor Cek Affinity Tinggi? Hipermutasi Seleksi Populasi Terbaik (Lokal) Evaluasi Seleksi Kloning Edit Reseptor Cek Affinity Tinggi? Hipermutasi Seleksi Populasi Terbaik (Lokal)

Seleksi Seluruh Populasi

Terbaik (Lokal)

Seleksi Seluruh Populasi

Terbaik (Lokal)

Cek Kondiri Berhenti, Terpenuhi?

Finalisasi

Populasi Terbaik

Cek Kondiri Berhenti, Terpenuhi?

Finalisasi

Gambar

Gambar I-1. Diagram Blok Lingkup Penelitian
Gambar II-1 Seleksi negatif (Castro & Zuben, 1999)
Gambar II-3 Hirarki Artificial Immune System               AIS
Tabel II-1 Pemrakarsa Artificial Immune System
+7

Referensi

Dokumen terkait

Selain faktor status gizi yang merupakan faktor internal, prestasi belajar juga dipengaruhi oleh faktor ekternal.Faktor eksternal terdiri dari faktor fisik dan faktor

Namun demikian, bila terdapat permasalahan yang sama dengan karakteristik yang sama pada subjek lain, maka hasil penelitian kualitatif ini dapat pula menjadi

f) pelaksanaan pedokumentasian hasil pelayanan pencatatan sipil; g) pengendalian dan evaluasi pelaksanaan pencatatan sipil; dan h) pelaksanaan fungsi lain yang diberikan

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang dilakukan dengan mendeskripsikan bagaimana efektifitas PERMA Nomor 2 Tahun 2008 tentang Kompilasi

Terkait dengan penelitian ini, variabel-variabel yang ingin diuji pembuktian hipotesisnya adalah ada atau tidak ada pengaruh terpaan Soompi.com (X) terhadap sikap komunitas Jogja

2.2 Bagi memperkemaskan lagi kaedah perlantikan Skim Perkhidmatan Perjawatan Akademik UPSI, Bahagian Sumber Manusia telah menyediakan garis panduan Skim Perkhidmatan

(1) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 huruf h meliputi upaya untuk pengembangan pertanian melalui sektor agribisnis, Pemerintah Kota Parepare

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyusun laporan Tugas Akhir ini dengan judul “Kajian Kuat Tekan