STUDI KASUS DRAINASE
KOTA SEMARANG
M Fahmi Siregar (140404083)
Rizky Febriandi Arifin (140404085)
M Alfan Siddiqi Nst (140404088)
Gemilang Riansyah (140404089)
Faiz Syarif Htb (140404100)
A. PENDAHULUAN
Kota semarang merupakan ibu kota Provinsi Jawa Tengah, terletak di Pantai
Utara Jawa. Letak Kota Semarang secara geografis terletak di bagian Utara
Jawa Tengah, terbentang antara 110˚10’ - 110 ˚31’ Bujur Timur dan 06˚56’ -
07˚11’ Lintang Selatan.
Suhu udara kota Semarang 21˚-35˚c. curah hujan tahunan berkisar antara
1800 mm – 2600 mm. Jumlah hari hujan berkisar antara 105 sampai 160 hari
per tahun. Kelembapan udara rata tahunan 76% dan kecepatan angin
rata-rata tahunan 4 knots.
Perkembangan pengambilan air tanah oleh sumur bor yang pesat didaerah ini
telah mengakibatkan perubahan kondisi dan lingkungan air tanah, sebagai
pencerminan kerusakan tata air tanah.buktinya adalah
Penurunan jumlah air tanah pada sistem akuifer tertekan di daerah dataran
pantai semarang, yang menunjukkan penurunan lebih dari 25 m
Penurunan jumlah air tanah pada sistem akuifer tertekan di daerah dataran
pantai semarang ditunjukkan oleh semakin meluasnya sebaran zona air tanah payau/asin
Kota semarang dipilih sebagai studi kasus karena kota semarang terdiri dari
tiga wilayah yang sangat berbeda karakteristik fisiknya yaitu perbukitan,
dataran rendah , dan daerah transisi.
Dataran rendah : maksimal 10 m diatas muka air laut(m.a.l)
Dataran transisi : 50 – 200 m m.a.l
Dataran tinggi : 2050 m MSL
Geologi kota semarang dibagi tiga macam
Batuan vulkanik terdiri dari lahar, lava
Batuan sedimen yang berasal dari laut
Endapan aluvial
A. Permasalahan Banjir Di Kota Semarang
Semarang menghadapi dua jenis permasalahan banjir yaitu banjir musiman dan banjir
harian akibat rob.
Usaha penanggulangan banjir sudah dimulai sejak jaman belanda yaitu dengan
membangun banjir kanal barat dan banjir kanal timur pada awal abad ke-19 B. Kondisi Sistem Drainase di Kota Semarang
saluran drainase utama kota semarang di bagian hilir mempunyai elevasi dasar saluran
lebih rendah daripada elevasi dasar muara/pantai.
Sistem drainase utama sebagian besar belum mempunyai garis sempadan yang jelas dan
belum diperdakan.
Kondisi saluran drainase yang lebih kecil, kapasitas salurannya makin hari makin
menurun akibat sedimentasi , sampah dan pemeliharaan yang kurang. C. Amblesan Tanah
Dataran semarang bawah merupakan aluvial muda yang cukup tebal (40-45m) dengan
permeabilitas yang rendah tetapi proses penurunan tanah masih terus berlangsung akibat konsolidasi lapisan aluvial maupun amblesan akibat penyedotan air bawah tanah yang berlebih.
D. Sedimentasi
Merupakan akibat dari erosi yang terdapat pada daerah yang lebih rendah, terutama
pendangkalan mulut kanal. Sebagian material erosi yang dibawa aliran air akan terpendapkan di sepanjang saluran yang dilalui aliran. Endapan ini menyebabkan penyempitan dan penangkalan
B. Studi Terdahulu (Kajian
Pendahuluan)
A. Penataan Drainase dan Pengendalian Banjir. Usaha penataan sistem drainase dan penanggulangan banjir kota Semarang telah
menjadi perhatian sejak pemerintahan kolonial Belanda.
. Hal ini terlihat dengan dibangunnya 2 banjir kanal.
. Perkembangan kota yang begitu cepat mengakibatkan kedua banjir kanal tersebut
tidak lagi berada diluar kota, tapi sudah berada di dalam kota, sehingga fungsinya berkurang.
. Pada era daerah kemerdekaan, khususnya selama dekade terakhir ini, telah banyak
usaha yang dilakukan, yaitu di antaranya yang terpenting adalah :
1. Studi : The Master Plan on Water Resources Development and Feasibility Study for Urgent Flood Control and Urban Drainage in Semarang City and Suburbs (1993)
Dalam masterplan ini direkomendasikan 3 proyek prioritas yang merupakan perkerjaan urgent yang harus segera dilaksanakan, yaitu : perbaikan banjir Kanal Barat dan Kali Garang termasuk rekonstruksi bendungan Simongan, pembangunan bendungan Jatibarang di Kali Kreo, dan perbaikan sistem drainase lingkungan
2. Perencanaan : The Detailed design of Flood Control, Urban Drainage, and Water Resources Development in Semarang in the Republic Indonesia (1998)
Dalam perencaan ini meliputi : normalisasi Kali Garang, pembangunan waduk Jatibarang di sungai Kreo, perbaikan sistem drainasi kota Semarang.
3. Studi : Semarang Flood Control Project-Consolidated Preparation Study
Studi ini dilaksanakan oleh SMEC Australia pada tahun 1997-1999 dengan
kajian meliputi : normalisasi kali Bringin, normalisasi kali Silandak, normalisasi
kali Babon.
4. Studi : Semarang Urban Drainage Master Plan (2000)
Sistem drainase kota Semarang dibagi 5, yaitu: wilayah Tengah, Timur, Barat,
Tugu, Selatan. Wilayah Timur mencakup 47,8 km2. Wilayah Tengah meliputi
areal seluas 27,2 km2 . Wilayah Barat mencakup wilayah 12,4 km2 . Wilayah
Tugu mencakup daerah 35,4 km2. Wilayah Selatan mencakup areal seluas 250
km2.
5. Semarang-Surakarta Urban Development Project (SSUDP)
Proyek ini berupa perbaikan dan normalisasi saluran seperti : Kali Blorang, Kali
Bringin, Kali Silandak, Banjir Kanal Barat, Banjir Kanal Timur dan Kali Babon.
6. Pelaksanaan fisik : Sistem Polder Tawang
Sistem ini dirancang untuk mengamankan kota lama dari genangan banjir akibat
hujan dan rob. Sistem ini terdiri dari kolam tampungan air di lapangan PT. KAI
didepan stasiun Tawang.
C. METODELOGI PENELITIAN
A. Efektifitas Sistem Pengendalian Banjir Kota Semarang
Masyarakat kota Semarang masih mempertanyakan keefektifitasan sistem pengendalian banjir
kota Semarang. Hal itu dikarenakan sudah banyak usaha yang dilakukan dengan biaya yang besar, namun tidak dapat mengurangi intensitas banjir dikota Semarang. Bahkan intensitas nya melebar ke tempat yang lain.
Ada beberapa persoalan yang berkaitan dengan efektifitas tersebut, yaitu : 1. Persoalan Teknis
a. Upaya penanggulangan banjir yang pernah dilakukan belum menyentuh akar permasalahan. b. Masterplan pengendalian banjir belum dijadikan acuan dalam setiap penanggulangan banjir c. Perubahan karakteristik watak banjir, puncak banjir makin besar dan waktu datangnya makin singkat.
d. Kawasan dataran banjir telah berkembang sangat pesat, sehngga upaya yang dilakukan lebih bersifat seperti tambal sulam dan represif.
e. Masih banyak bangunan di daerah bantaran sungai yang belum ditertibkan.
f. Pengambilan air bawah tanah yang melebihi potensi dan berlangsung terus menerus.
g. Kinerja sistem pengendalian banjir yang belum optimal akibat tidak adanya O dan P yang memadai.
h. Penanganan masalah banjir secara teknis tidak mengenal batas administrasi dan merupakan satu sistem, namun dari segi administrasi sering harus dipisah.
2.
Persoalan non Teknis
a. Upaya yang ada selama ini masih berorientasi proyek dan bersifat
topdown dan represif berstruktur, sehingga peran masyarakat masih sangat
rendah.
b. Persepsi masyarakat yang kurang pas terhadap upaya penanganan yang
dilakukan oleh pemerintahan.
c. Kesadaran masyarakat untuk memelihara sarana dan prasarana drainase
masih sangat rendah.
d. Masyarakat belum memahami fenomena banjir yang bersifat dinamis.
e. Potensi konflik antar daerah sangat mungkin sehubungan dengan batas
administrasi yang berbeda dengan batas sistem drainase.
B. Perencanaan Rincian
Muncul beberapa alternatif
pemecahan permasalahan drainase. Uji kelayakan dilakukan sebelum dilakukan perencanaan rinci. Berikut diuraikan perencanaan drainase Semarang.
Debit rencana
Data yang diperlukan untuk mendapatkan debit rencana meliputi:
1. Daerah tangkapan air
Batas daerah tangkapan air
ditentukan oleh peta topografi yang dilengkapi dengan
ketinggian. Dari peta tersebut dapat diketahui pola jaringan drainase.
Setelah pola drainase ditentukan
maka pembagian sub-DTA masing masing sekmen dapat
digambarkan dalam peta.
Kemudian dihitung luas masing masing sub-DTA.
Tipe penggunaan lahan ditiap tiap
sub-DTA di indetifikasi untuk menentukan besarnya koefesien limpasan permukaan, C.
2.
Perhitungan debit banjir
debit banjir dihitung dengan menggunakan
persamaan rasional, dimana intensitas hujan
dihitung dari kurva IDF untuk kota
semarang.
Luas dan nilai C masing-masing sub-DTA
diambil dari langkah 1) hasil perhitungan
untuk banjir kala ulang 2-tahunan disajikan
dalam tabel
3.
Hidrograf banjir
.
Hidrograf banjir diperkirakan dengan
menggunakan hidrograf segitiga, di mana Qp
dan tc menggunakan harga-harga pada
perhitungan banjir pada langkah 2).
.
Berdasarkan hasil perhitungan debit (tabel)
besarnya debit puncak pada lokasi pompa kali
asin adalah sebesar 31,88 m3/detik dengan
waktu konsentrasi tc= 145 menit.
.