• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Perencanaan Pembangunan Perumahan Dalam Meyediakan Hunian Yang Layak Di Kota Medan (Studi Kasus Pada Program Perbaikan Atap, Lantai Dan Dinding / ALADIN di Medan Sunggal)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Implementasi Perencanaan Pembangunan Perumahan Dalam Meyediakan Hunian Yang Layak Di Kota Medan (Studi Kasus Pada Program Perbaikan Atap, Lantai Dan Dinding / ALADIN di Medan Sunggal)"

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN DALAM MEYEDIAKAN HUNIAN YANG LAYAK DI KOTA MEDAN

(Studi Kasus Pada Program Perbaikan Atap, Lantai Dan Dinding / ALADIN di Medan Sunggal)

SKRIPSI

Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S-1) Pada Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

DISUSUN OLEH:

JULIYANTI. M. MANALU

060903005

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan oleh :

Nama : Juliyanti. M. Manalu NIM : 060903005

Departemen : Ilmu Administrasi Negara

Judul : Implementasi Perencanaan Pembangunan Perumahan Dalam Meyediakan Hunian Yang Layak Di Kota Medan (Studi Kasus Pada Program Perbaikan Atap, Lantai Dan Dinding / ALADIN Di Medan Sunggal)

Medan, April 2010

Pembimbing

Dra. Dahlia Hafni Lubis NIP : 194511151984032001

Ketua Departemen Ilmu Administrasi Negara

Prof.Dr. Marlon Sihombing, M.A. NIP : 195908161986111001

Pembantu Dekan I

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

(3)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Allah Tritungal yang telah menganugerahkan segala rahmat dan

petunjuk-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “

Implementasi Perencanaan Pembangunan Perumahan Dalam Meyediakan Hunian Yang

Layak Di Kota Medan (Studi Kasus Pada Program Perbaikan Atap, Lantai Dan Dinding /

ALADIN Di Medan Sunggal)” ini dengan baik.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bantuan dan

bimbingan, baik moril maupun materil dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini juga

dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang turut mengambil dalam membatu peneliti

menyelesaikan laporan ini, mulai dari pengarahan di kampus sampai praktek sesungguhnya

di lapangan kepada:

1. Bapak Prof. DR. Muhammad Arif Nasution, MA. selaku dekan Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Ketua Departemen Ilmu Administrasi Negara, Prof. DR. Marlon Sihombing,

MA. yang telah memberikan rekomendasi serta pembekalan untuk menyelesaikan

skripsi ini.

3. Ibu Dra. Dahlia Hafni Lubis, selaku dosen pembimbing yang penuh kesabaran dan

perhatian membimbing penulis menyelesaikan skripsi ini.

4. Teristimewa kepada orang tua penulis Mama dan Papa tercinta J. Manalu dan R.

Sitopu beserta abangku (Christosim), kakak ku( Evi) adikku (Candro), dan seluruh

keluarga yang telah membantu terutama dari segi materi, doa dan motivasi.

(4)

ku peroleh dari manapun. Sangat beruntung memiliki keluarga yang mendukungku

dari segala aspek, baik moril maupun materil. Thanks Lord for the Nice Familiy.

5. Bapak Regen selaku kepala Bidang Sosial Budaya Bappeda Kota Medan, Bapak

Azhar selaku ketua panitia ALADIN Kota Medan, ibu Isma Sekretaris panitia

ALADIN kota Medan serta ibu Lasminar Juliana selaku Koordinator KB di

kecamatan Medan Sunggal yang telah memberikan waktu dan ilmunya menjadi

informan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Data dan informasi yang

diberikan sangat berguna bagi penulis.

6. Kepada para masyarakat kecamatan Medan Sunggal Khususnya keluarga penerima

bantuan program ALADIN Kota Medan yang telah bersedia menyediakan waktu

luang untuk penulis dan telah memberikan informasi yang sangat berguna bagi

untuk penulisan skripsi ini.

7. Staf pengajar Departemen Ilmu Administrasi Negara yang telah banyak

memberikan ilmu dan pengetahuannya selama ini kepada penulis.

8. Kak Mega, Kak Emi dan Kak Dian yang telah membantu kami dalam mengurus

segala keperluan administrasi dan memberikan segala informasi-informasi dari

departemen.

9. Teman-teman magang di Samosir, juni (masih sempat pulak kau pulang kampung

pas lagi magang!!memang Cuma pulang ajanya kerjamu ku tengok hehe), elida

(teman seperjuangan di dinas Perhubungan..enak ya kita ditraktir makan siang sama

kabidnya. Walaupun pas wawancara agak2 bringas hihihi), martha (kayak bunglon

kau ku liat pas disamosir, kadang ke perhubungan kadang ke PU. Taunya aku di

(5)

samosir itu2 aja ku liat baju yang kau pake. Malas kali kau nyuci baju ku tengok.

Khahaha..), efriadi (ahhh, tak jolas juga kawan ini, kebanyakan sakit selama

magang. Jadi Cuma berdua aku dan elidong ke perhubungan, hufthh), ajo (ahh

berkurung teyus di kamar, anak mami banget dah pokoknya, ckckck), Terima kasih

atas kerjasama dan batuannya selama ini, banyak kenangan di samosir yang tak

terlupakan bersama kalian. Apalagi sewaktu diskusi tiap malam sambil makan

malam.hmm nice memory..

10. Kepada Callause Famz, Opungku(dindong) ada hukum yang wajib antara kita

berdua, yaitu kau lah yang harus duluan kawin, biar tau aku suntik apa gak.

Kwakwkakwkakkak), mami Butas (mi kok nganut poliandri sihh, dah kebanyakan

tuh anak mami, belum lagi yang anak pungut.hiyahahha), anak 1 tuteng (teng, harus

kawin kau tahun ini, biar dapat hadiah spring bed dari kami ber7,kekekekek), anak 2

(saya sendiri,he2), anak 3 martung( tung, agak kurang2i dulu narsis mu itu. Makin

menjadi2 aja kuliat..pisss tung!!), anak pungut oneng (wuihh kira2 kita saingan gak

ya lama nikah??kalo kau kelamaan aku duluan lah ya..huahahaha) dan mbak yul

(mhhh..apalah ya?? Enak juga rupanya telor bebek kalian itu kalo digoreng, sering2

lah aku ke samosir singgah drumahmu biar goyeng telor kita,cikcikcik), oh iyaa satu

lagi lupa tente elidong (mudah bisalah tante mencari pasangan hidup,huaaahahahh.

Kemaren janjinya semester 7, nih dah mau tamat belom ada juga. Piye

tohh??uhukuhuk). makasih ya teman2 ku..dengan kalian hidup seolah tak ada

masalah. Ngakakkkkkk aja kerjaan, gak tau malu pulak itu.

(6)

11. Kepada sobat ku yang selalu memberi semangat dan dukungan moril Brigita, thanks

ya git, you re always my best friend. Dan juga teman-teman ku Meriyanti, Karolina,

Fera makasih atas supportnya.

12. Ucapan spesial buat orang yang spesial, yang mau menemaniku malam-malam

lembur via telephon, konsultasi via telephon (abis kalo ketemu gak asyik

ngomongin skripsi, iya gak>>heheh), yaitu jeng...jeng...Bang Benny dan Sarif.

Makasih ya woii!!! Kalian pria-pria paling tangguh tahun 2010. Love U both.

13. Kepada anak –anak AN stambuk 06 yang mungkin tidak dapat disebutkan satu

persatu namanya. Makasih kerjasama semasa kuliah dulu terutama teman-teman

yang pernah satu kelompok dengan ku.

14. Kepada seluruh pihak yang mungkin tidak dapat penulis sebutkan satu demi satu,

yang telah banyak menuangkan ide yang bersifat membangun selama pembuatan

skripsi ini dilakukan.

Seperti kata pepatah “Tak Ada Gading yang Tak Retak” , demikian pula halnya

dengan skripsi ini, tentu ada kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu, dengan tangan

terbuka penulis menerima saran-saran yang konstruktif dan solutif dari pembaca sekalian.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, April 2010

Penulis,

(7)

ABSTRAKSI

IMPLEMENTASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN DALAM MEYEDIAKAN HUNIAN YANG LAYAK DI KOTA MEDAN (STUDI KASUS PADA PROGRAM PERBAIKAN ATAP, LANTAI DAN DINDING / ALADIN DI

MEDAN SUNGGAL) Skripsi ini disusun oleh :

NAMA : Juliyanti Martoresia Manalu NIM : 060903005

Departemen : Ilmu Administrasi Negara Fakultas : Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Pembimbing : Dra. Dahlia Hafni Lubis

Dalam rangka mewujudkan hunian yang layak bagi semua orang, pemerintah bertanggungjawab untuk memberikan fasilitasi kepada masyarakat agar dapat menghuni rumah yang layak, sehat, aman, terjamin, mudah diakses dan terjangkau yang mencakup sarana dan prasarana pendukungnya. Pemerintah kota Medan dengan keterpaduan berdasarkan surat keputusan Menko Kesra dan Taskin nomor 13/1998 telah meluncurkan program perbaikan/pemugaran rumah yang diberi nama program ALADIN(Perbaikan atap, lantai, dan dinding) melalui Badan Keluarga Berencana (KB) yang pada tahap pertama dimulai tahun 2007 dan kemudian dilanjutkan pada tahap kedua tahun 2009. Program ALADIN ini bertujuan untuk memberikan bantuan kepada keluarga prasejahtera untuk meningkatkan taraf hidup yang layak, dan diharapkan dengan perbaikan rumah ini terpenuhi rumah yang layak huni dan dapat meningkatkan tahapan kehidupan. Dari latar belakang tersebut maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul : Implementasi Perencanaan Pembangunan Perumahan Dalam Meyediakan Hunian Yang Layak Di Kota Medan (Studi Kasus Pada Program Perbaikan Atap, Lantai Dan Dinding / ALADIN Di Medan Sunggal). Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimana Implementasi Perencanaan Pembangunan Perumahan Dalam Menyediakan Hunian Yang Layak Di Kota Medan Pada Program ALADIN (Atap,Lantai,Dinding).

Tujuan penelitian ini adalah untuk Untuk mengetahui kebijakan Pemerintah Kota Medan dalam menyediakan hunian yang layak di Kota Medan, serta untuk menganalisis perencanaan dan implementasi program ALADIN tahun 2009 di Kecamatan Medan Sunggal. Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk analisis deskriptif kualitatif. Unit analisis yang terdiri dari informan kunci yaitu Ketua, Sekretaris dan salah seorang Anggota Panitia ALADIN tahun 2009 di Kota Medan serta Masyarakat Medan Sunggal penerima bantuan ALADIN, informan utama yaitu Kepala Bidang Sosial Budaya Bappeda Kota Medan.

Kesimpulan yang diperoleh adalah Kebijakan pemerintah kota Medan dalam mengatasi kemiskinan pada bidang perumahan masyarakat dituangkan dalam program perbaikan rumah atap, lantai dan dinding atau disingkat dengan ALADIN, tujuan program bantuan perbaikan rumah ALADIN sendiri adalah untuk mensejahterakan masyarakat kota Medan dan masyarakat sendiri menyambut antuasias program ALADIN tersebut.

(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

1.5 Kerangka Teori ... 7

1.5.1 Pengertian Implementasi Kebijakan ... 8

1.5.1.2. Model-Model Implemantasi Menurut Beberapa Ahli ... 12

1.5.2. Perencanaan Pembangunan ... 23

1.5.2.1 Perencanaan ... 23

1.5.2.2. Pengertian Pembangunan... 25

1.5.1.3 Perencanaan Pembangunan ... 27

1.5.3. Perumahan ... 30

1.5.4 Hunian Yang Layak ... 36

1.5.5 Program ALADIN(perbaikan Atap, Lantai, Dinding) ……… . 40

1.6 Defenisi Konsep ... 42

1.7 Defenisi Operasional ... 43

BAB II METODOLOGI PENELITIAN 2.1 Metode Penelitian ... 45

2.2 Lokasi Penelitian ... 45

2.3 Informan ... 45

2.4 Teknik Pengumpulan Data ... 46

(9)

BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN ... 48

1. Profil Kota Medan... 48

a. Kota Medan Secara Geografis ... 48

b. Kota Medan Secara Demografis ... 49

c. Kota Medan Secara Sosial ... 51

2. Profil Kecamatan Medan Sunggal ... 52

a. Letak Geografis ... 53

b. Penduduk ... 53

c. Struktur Organisasi Kecamatan Medan Sunggal ... 56

3. Profil Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana ... 57

a. Tugas Pokok dan fungsi ... 57

b. Visi dan Misi ... 58

c Tujuan Dan Sasaran ... 60

d. Struktur Organisasi BPP & KB ... 62

4. Profil Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Medan... 68

a. Visi Dan Misi ... 69

b. Tujuan Dan Sasaran ... 72

c. Struktur Organisasi Bappeda Kota Medan ... 73

5. Profil Program ALADIN di Kota Medan tahun 2009... 74

a. Dasar, Tujuan Dan Saran ... 75

b. Hasil Pendataan ... 76

e. Bentuk Kegiatan Dan Hasil Yang Diharapkan ... 78

f. Susunan Panitia ALADIN Tahun 2009 Kota Medan ... 79

BAB IV PENYAJIAN DATA ... 80

1. Hasil Penelitian ... 80

2. Pelaksanaan Wawancara ... 80

3. Hasil Wawancara ... 82

3.1. Sejauh Mana Kepentingan Kelompok Sasaran ... Termuat Dalam Isi Kebijakan ... 82

(10)

3.3 Derajat Perubahan Yang Diinginkan Dari Kebijakan. ... 87

3.4 Kedudukan Program Dalam Bidang Organisasi Pelaksana. ... 89

3.5 Seluruh Implementator Yang Akan Melaksanakan Kebijakan Tersebut. ... 90

BAB V ANALISIS DATA ... 95

1. Proses Implementasi Perencanaan ALADIN dalam Menyediakan Hunian yang layak di Medan Sunggal ... 98

a. Sejauh Mana Kepentingan Kelompok Sasaran... 98

Atau Target Group Termuat Dalam Isi Kebijakan b. Jenis Manfaat Yang Akan Diterima Oleh Para... 99

Target Group Atau Sasaran Dari Kebijakan c. Derajat Perubahan Yang Diinginkan Dari Sebuah Kebijakan ... 101

d. Kedudukan Program Apakah Sudah Tepat Dalam Bidang Dari Organisasi Pelaksana ... 102

e. Seluruh Implementator Yang Akan Melaksanakan Kebijakan Tersebut ... 102

f. Sumber Daya Yang Dikerahkan Telah Memenuhi Atau Tidak... 104

2. Kebijakan Pemerintah Kota Medan Dalam Menyediakan Hunian yang layak bagi Masyarakat kota Medan ... 104

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN-SARAN ... 108

1. Kesimpulan ... 108

2. Saran-Saran ... 109

DAFTAR PUSTAKA ... 110

(11)

ABSTRAKSI

IMPLEMENTASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN DALAM MEYEDIAKAN HUNIAN YANG LAYAK DI KOTA MEDAN (STUDI KASUS PADA PROGRAM PERBAIKAN ATAP, LANTAI DAN DINDING / ALADIN DI

MEDAN SUNGGAL) Skripsi ini disusun oleh :

NAMA : Juliyanti Martoresia Manalu NIM : 060903005

Departemen : Ilmu Administrasi Negara Fakultas : Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Pembimbing : Dra. Dahlia Hafni Lubis

Dalam rangka mewujudkan hunian yang layak bagi semua orang, pemerintah bertanggungjawab untuk memberikan fasilitasi kepada masyarakat agar dapat menghuni rumah yang layak, sehat, aman, terjamin, mudah diakses dan terjangkau yang mencakup sarana dan prasarana pendukungnya. Pemerintah kota Medan dengan keterpaduan berdasarkan surat keputusan Menko Kesra dan Taskin nomor 13/1998 telah meluncurkan program perbaikan/pemugaran rumah yang diberi nama program ALADIN(Perbaikan atap, lantai, dan dinding) melalui Badan Keluarga Berencana (KB) yang pada tahap pertama dimulai tahun 2007 dan kemudian dilanjutkan pada tahap kedua tahun 2009. Program ALADIN ini bertujuan untuk memberikan bantuan kepada keluarga prasejahtera untuk meningkatkan taraf hidup yang layak, dan diharapkan dengan perbaikan rumah ini terpenuhi rumah yang layak huni dan dapat meningkatkan tahapan kehidupan. Dari latar belakang tersebut maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul : Implementasi Perencanaan Pembangunan Perumahan Dalam Meyediakan Hunian Yang Layak Di Kota Medan (Studi Kasus Pada Program Perbaikan Atap, Lantai Dan Dinding / ALADIN Di Medan Sunggal). Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimana Implementasi Perencanaan Pembangunan Perumahan Dalam Menyediakan Hunian Yang Layak Di Kota Medan Pada Program ALADIN (Atap,Lantai,Dinding).

Tujuan penelitian ini adalah untuk Untuk mengetahui kebijakan Pemerintah Kota Medan dalam menyediakan hunian yang layak di Kota Medan, serta untuk menganalisis perencanaan dan implementasi program ALADIN tahun 2009 di Kecamatan Medan Sunggal. Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk analisis deskriptif kualitatif. Unit analisis yang terdiri dari informan kunci yaitu Ketua, Sekretaris dan salah seorang Anggota Panitia ALADIN tahun 2009 di Kota Medan serta Masyarakat Medan Sunggal penerima bantuan ALADIN, informan utama yaitu Kepala Bidang Sosial Budaya Bappeda Kota Medan.

Kesimpulan yang diperoleh adalah Kebijakan pemerintah kota Medan dalam mengatasi kemiskinan pada bidang perumahan masyarakat dituangkan dalam program perbaikan rumah atap, lantai dan dinding atau disingkat dengan ALADIN, tujuan program bantuan perbaikan rumah ALADIN sendiri adalah untuk mensejahterakan masyarakat kota Medan dan masyarakat sendiri menyambut antuasias program ALADIN tersebut.

(12)

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Permasalahan permukiman sudah sejak lama menjadi perhatian dunia internasional

pada umumnya dan negara-negara berkembang pada khususnya, karena memiliki dimensi

persoalan yang luas seiring dengan perkembangan sosio-ekonomi dan pertumbuhan

perkotaan. Didorong oleh rasa keprihatinan pada kondisi permukiman yang ada

diperkotaan, para wakil pemerintah dari berbagai negara dalam KTT millenium-PBB yang

dilaksanakan bulan September 2000, telah menyepakati tujuan pembangunan global yang

dituangkan dalam Millenium Development Goals (MDG). Salah satu target MDG tersebut

adalah meningkatkan kualitas kehidupan 100 juta masyarakat di permukiman kumuh pada

tahun 2020.

Amanat Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen II pasal 28 H, UU No 4 Tahun

1992 tentang Perumahan dan Permukiman, dan UU No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM

disebutkan bahwa hunian yang layak merupakan hak dasar warga Negara Indonesia. Dalam

Undang-undang Nomor 4/1992 tentang Perumahan Permukiman pasal 29 disebutkan

bahwa setiap warga negara mempunyai hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya

untuk berperan serta dalam pembangunan perumahan dan permukiman. Dengan demikian,

setiap warga negara berhak mendapat pelayanan akan kebutuhan perumahan. Karena itu,

terpenuhinya kebutuhan perumahan dan permukiman merupakan tuntutan dan kebutuhan

masyarakat Indonesia.

Sesudah manusia terpenuhi kebutuhan jasmaninya yaitu sandang, pangan, serta

(13)

pemgembangan hidup yang lebih tinggi. Khususnya bagi rakyat miskin, pemenuhan

kebutuhan papan amat mendesak. Apalagi pemukiman di tengah kota sudah semakin sesak,

hampir tak teratur lagi. Harus kita akui, bahwa masih banyak masyarakat Indonesia belum

memiliki rumah. Ataupun jika ada, banyak diantara mereka yang memiliki rumah namun

tidak layak huni, terutama jika ditinjau dari sudut kesehatan. Padahal pemenuhan

kebutuhan perumahan adalah termasuk indicator dari tingkat kesejahteraan masyarakat.

Dalam rangka mewujudkan hunian yang layak bagi semua orang (adequate shelter

for all), pemerintah bertanggungjawab untuk memberikan fasilitasi kepada masyarakat agar

dapat menghuni rumah yang layak, sehat, aman, terjamin, mudah diakses dan terjangkau

yang mencakup sarana dan prasarana pendukungnya. Untuk itu, pemerintah perlu

menyiapkan program-program pembangunan perumahan dan permukiman, baik berupa

intervensi langsung (provider) maupun melalui penciptaan iklim yang kondusif (enabler)

sehingga pembangunan perumahan dan permukiman dapat berjalan dengan efisien dan

berkelanjutan.

Pemerintah daerah (Pemda) memiliki peran yang penting dalam pembangunan

perumahan dan permukiman, sebab Pemda adalah pihak yang mengetahui berapa jumlah

kebutuhan hunian masyarakatnya. Meskipun pembangunan perumahan dan permukiman

yang layak sudah diarahkan agar terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah, akan

tetapi sasaran ini masih belum dapat tercapai secara menyeluruh.

Hal mendasar yang mengacu timbulnya berbagai tantangan dalam pembangunan

perumahan dan permukiman adalah fenomena pertambahan penduduk yang sangat pesat

yang disertai laju pertumbuhan ekonomi yang cukup signifikan (mantap) yang

(14)

hasil analisa tim Rencana Pembangunan Dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman

(RP4D) kota Medan, perkiraan jumlah penduduk kota Medan sampai tahun 2018 adalah

2.510.236 jiwa. Oleh sebab itu, diperlukan adanya suatu persiapan sejak dini untuk

mengantisipasi adanya kekurangan kebutuhan akan perumahan masyarakat.

Salah satu isu pokok permasalahan pembangunan perumahan dan permukiman baik

pada tingkat nasional maupun daerah adalah kurangnya akses yang sama bagi masyarakat

berpenghasilan rendah untuk maemilliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan rumah

yang layak. Kemampuan pemerintah yang terbatas dan berbagai sistem yang

mempengaruhi kepemilikan rumah oleh seluruh masyarakat hanya menempatkan

masyarakat dengan golongan ekonomi mampu yang hanya sanggup untuk memiliki rumah

yang layak bagi tempat tinggalnya. Sesuai dengan amanat Undang-Undang serta Kebijakan

Strategi Nasional Perumahan Permukiman mensyaratkan untuk memberikan akses yang

luas bagi masyarakat miskin untuk memiliki rumah yang layak.

Rumah kurang layak huni sesuai data di RTRW kota Medan tercatat sebanyak

88.166 unit yang tergolong rumah dengan kondisi buruk. Kriteria yang digunakan untuk

rumah kurang layak huni dilihat dari struktur bangunan (atap, dinding, dan lantai) ataupun

kelengkapan sarana dan prasarana rumah seperti ketersediaan kamar mandi, kondisi dapur,

dan lain sebagainya. Rumah kurang layak huni secara keseluruhan dihuni oleh keluarga

dengan kondisi ekonomi yang tergolong rendah. Karena alasan ekonomi rata-rata rumah

tangga tidak memiliki dana yang cukup untuk memperbaiki dan meningkatkan kondisi

rumahnya.

Pemerintah kota Medan dengan keterpaduan berdasarkan surat keputusan Menko

(15)

yang diberi nama program ALADIN(Perbaikan atap, lantai, dan dinding) melalui Badan

Keluarga Berencana (KB) yang pada tahap pertama dimulai tahun 2007. Program ALADIN

ini bertujuan untuk memberikan bantuan kepada keluarga prasejahtera untuk meningkatkan

taraf hidup yang layak, dan diharapkan dengan perbaikan rumah ini terpenuhi rumah yang

layak huni dan dapat meningkatkan tahapan kehidupan.

Program tahap pertama tahun 2007 tersebut telah berhasil melakukan pemugaran

125 unit rumah keluarga pra sejahtera yang berada di tingkat luar kota Medan yang berada

di 11 Kecamatan , yaitu: 14 unit di Kecamatan Medan Denai, 25 unit di kecamatan Medan

Labuhan, 7 Unit di Kecamatan Medan Johor, 16 unit di Kecamatan Medan Belawan, 16

unit di Kecamatan Medan Tuntungan, 14 unit di Kecqamatan Medan Sunggal, 5 Unit di

Kecamatan Medan Tembung, 10 unit di Kecamatan medan Selayang, 11 unit di Kecamatan

Medan Marelan, dan 5 Unit di Kecamatan Medan Amplas.

Namun program ini bersifat jangka pendek, yang bertujuan memberikan motivasi

bagi masyarakat untuk meningkatakan ekonomi dengan kondisi lingkungan rumah yang

cukup mendukung. Alokasi dana yang dapat disalurkan pada program

perbaikan/pemugaran rumah di Kota Medan Pemerintah Kota Medan dapat menganggarkan

dana dari APBD Kota Medan, selain sumber-sumber pembiayaan berasal dari dana yang

diusulkan ke pemerintah pusat melalui Menteri Perumahan Rakyat, peran serta swasta dan

BUMN ataupun pola perbaikan rumah melalui pendekatan partisipasi/swadaya dari

masyarakat sendiri.

Dengan melihat berbagai pertimbangan kepadatan penduduk ke depannya, serta

kemungkinan dan untuk menghindari terbentuknya perumahan masyarakat yang kumuh,

(16)

akan dibahas hasil dari perencanaan pemerintah kota Medan sendiri untuk menciptakan

kota Medan dari keluarga yang belum memperoleh rumah yang layak huni.

Maka dengan alasan tersebut penulis tertarik untuk melakukan suatu penelitian yang

berjudul “Implementasi Perencanaan Pembangunan Perumahan Dalam Menyediakan

Hunian Yang Layak Di Kota Medan studi kasus Pada Program ALADIN

(17)

I.2. Perumusan Masalah

Perumusan masalah sangat penting agar diketahui arah jalannya suatu penelitian.

Batasan masalah bukan batasan pengertian. Tidak jarang mahasiswa yang

mencampuradukkan kedua jenis batasan tersebut. Ada yang menganggap sebagai dua hal

tetapi sama. Ada yang menggunakan secara terbalik. Batasan masalah merupakan sejumlah

masalah yang merupakan pertanyaan penelitian yang akan dicari jawabannya melalui

penelitian. Dengan makna tersebut maka batasan masalah sebenarnya adalah batasan

permasalahan. (Arikunto, 2005 : 14)

Berpangkal tolak dari latar belakang masalah, dapat dirumuskan masalah dalam

penelitian ini sebagai berikut: “Bagaimana Implementasi Perencanaan Pembangunan

Perumahan Dalam Menyediakan Hunian Yang Layak Di Kota Medan Pada Program

ALADIN (Atap,Lantai,Dinding) ?

I.3. Tujuan Penelitian

Setiap penelitian yang dilakukan tentu mempunyai sasaran yang hendak dicapai

atau apa yang menjadi tujuan penelitian tentunya jelas diketahui sebelumnya. Adapun yang

menjadi tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui kebijakan Pemerintah Kota Medan dalam menyediakan hunian

yang layak di Kota Medan.

2. Untuk menganalisis perencanaan dan implementasi program ALADIN tahun 2009

di Kecamatan Medan Sunggal.

(18)

Setelah selesai penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat yang baik bagi

peneliti sendiri maupun pihak lain yang berkepentingan dalam penelitian ini. Adapun

manfaat penelitian yang diharapkan adalah:

1. Secara Subjektif, sebagai suatu sarana dalam melatih dan mengembangakan

kemampuan berpikir secara ilmiah, sistematis, dan metodologi dalam menyusun

karya ilmiah.

2. Secara Akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dalam menambah bahan kajian perbandingan

bagi yang menggunakannya.

3. Secara Praktis, Bagi Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana kota Medan, penelitian ini diharapkan mampu dijadikan sebagai sumbangan saran dan

pemikiran.

I.5. Kerangka Teori

Sebagai titik tolak atau landasan berfikir dalam menyoroti atau memecahkan

permasalahan perlu adanya pedoman teoritis yang dapat membantu. Untuk itu perlu disusun

kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana

masalah tersebut disoroti. Selanjutnya teori merupakan serangkaian asumsi, konsep, dan

konstruksi, defenisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara

sistematis dengan cara merumuskan hubungan antara konsep (Singarimbun, 1995 : 37).

Berdasarkan rumusan diatas, maka dalam bab ini penulis akan mengemukakan teori,

pendapat, gagasan yang akan dijadikan titik tolak landasan berfikir dalam penelitian ini.

(19)

Implementasi merupakan sebuah penempatan ide, konsep, kebijakan, atau inovasi

dalam suatu tindakan praktis sehingga memberikan dampak, baik berupa perubahan

pengetahuan, ketrampilan maupun nilai dan sikap. Dalam oxford advance leaner dictionary

dikemukakan bahwa implementasi adalah put something into effect yang artinya adalah

penerapan sesuatu yang memberikan efek atau dampak ( Susilo, 2007:174)

Implementasi kebijakan dalam arti yang luas dipandang sebagai alat administrasi

hukum dimana berbagai sistem , organisasi, prosedur dan teknik yang bekerja

bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang diinginkan.

Implementasi pada sisi yang lain merupakan fenomena yang kompleks yang mungkin dapat

dipahami sebagai proses, keluaran maupun sebagai hasil ( Winarno, 2002:101)

Pressman dan Wildasvky (dalam Putra, 2003:80) mengartikan implementasi sebagai

interaksi antara penyusunan tujuan dengan sarana-sarana tindakan dalam mencapai tujuan

tersebut, atau kemampuan untuk menghubungkan dalam hubungan kausal antara yang

diinginkan dengan cara untuk mencapainya.

Van Meter dan Van Horn (dalam Winarno, 2002:102) membatasi implementasi

kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu atau

kelompok-kelompok pemerintah maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan dan

sasaran yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan kebijakan sebelumnya.

Sedangkan Fullan (dalam Syaifuddin, 2006:100) memandang sebagai proses menerapkan

sebuah ide atau program baru dengan harapan akan terjadi sebuah perubahan.

Menurut Jenkis (dalam Parsons, 2005:463) studi implementasi adalah studi

perubahan: bagaimana perubahan terjadi, bagaimana kemungkinan perubahan bisa

(20)

bagaimana organisasi di luar dan di dalam sistem politik menjalankan urusan mereka dan

berinteraksi satu sama lain; apa motivasi-motivasi merka bertindak sepertiitu, dan apa

motivasi lain yang mungkin membuat mereka bertindak secara berbeda.

Kajian implementasi merupakan suatu proses mengubah gagasan atau program

menjadi tindakan dan bagaimana kemungkinan cara menjalankan perubahan tersebut.

dalam konteks menajemen, implementasi kebijakan berada di dalam kerangka

organizing-leading-controlling. Jadi ketika kebijakan sudah dibuat, maka tugas selanjutnya adalah

mengorganisasikan, melaksanakan kepemimpinan untuk memimpin pelaksanaan dan

melakukan pengendalian dari pelaksanaan tersebut. Untuk menganalisis bagaimana proses

implementasi kebijakan tersebut berlangsung secara efektif, maka dapat dilihat dari

berbagai model implementasi kebijakan.

Pengkajian mengenai tahap implementasi kebijakan merupakan bagian yang krusial

dalam proses kebijakan publik. Dari proses pengimplementasian kebijakan ini akan

menuntut sebuah konsekuensi – konsekuensi yang akan mempengaruhi beberapa aspek

kehidupan masyarakat. Sebagus apapun sebuah kebijakan tanpa diikuti proses

pengimplementasian yang tidak tepat tidak akan menunjukkan hasil yang sesuai dengan

tujuan yang diharapkan oleh pembuat keputusan.

Pemahaman lebih lanjut tentang konsep implementasi dikemukakan oleh Lineberry

dengan mengutip pendapat Van Meter dan Van Horn yang memberikan pernyataan bahwa

“policy implementation encompasses those action by public and private individuals (and

groups) that aredirected at the achievement of goals and objectives set forth in prior policy

decicions.” Pernyataan ini memberikan makna bahwa implementasi kebijakan adalah

(21)

pemerintah dan swasta yang diarahkan pada pencapaian tujuan dan sasaran yang menjadi

prioritas dalam keputusan kebijakan.secara sederhana dapat dikatakan bahwa implementasi

kebijakan meliputi semua tindakan yang berlangsung antara pernyataan atau perumusan

kebijakan dan dampak aktualnya.(Putra, 2003:84)

Dalam perumusan suatu kebijakan apakah menyangkut program maupun

kegiatan-kegiatan selalu diiringi dengan suatu tindakan pelaksanaan atau implementasi. Karena

betapapun baiknya suatu kebijakan tanpa implementasi maka tidak akan banyak berarti.

Dalam kaitan seperti ini dikemukakan oleh Wahab(1990:51), bahwa pelaksanaan kebijakan

adalah sesuatu yang penting, bahkan jauh lebih penting dari pada pembuatan kebijakan.

Kebijkasanaan hanya sekedar impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip

kalau tidak mampu diimplementasikan.

Ada beberapa defenisi yang dikemukakan oleh para ahli yang dikutip oleh

Sumaryadi dkk(2005) seperti yang berikut ini:

1. Donald Van Meter dan Carl Van Horn membatasi implementasi sebagai

tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu (atau kelompok) pemerintah dan

swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam

keputusan-keputusan kebijakan sebelumnya.

2. Daniel A Mazmanian dan Paul A Sabatier yang menyebutkan bahwa implementasi

adalah memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan

berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijaksanaan

yakni kejadian-kejadian dan kegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman

kebijaksanaan Negara, yang mencakup baik usaha untuk mengadministrasikannya

(22)

3. Cahrles O. Jones berpendapat bahwa implementasi adalah suatu proses interaktif

anatara suatu perangkat tujuan dengan tindakan atau bersifat interaktif dengan

kegiatan-kegiatan kebijaksanaan yang mendahuluinya.

Lingberry (dalam Putra, 2003: 81) menyatakan bahwa proses implementasi

setidak-tidaknya memiliki elemen –elemen sebagai bereikut:

1. pembentukan unit organisasi baru dan staf pelaksana

2. penjabaran tujuan kedalam berbagai aturan pelaksana

3. koordinasi sebagai sumber dan pengeluaran kepada kelompok sasaran, pembagian

tugas di dalam dan di antara dinas-dinas atau badan pelaksana.

4. Pengalokasian sumber-sumber untuk mencapai tujuan

Dari defenisi –defenisi diatas, maka penulis menyimpulkan bahwa implementasi

adalah kebijakan meliputi semua tindakan yang berlangsung antara pernyataan atau

perumusan kebijakan dan dampak yang dihasilkan.

Berkaitan dengan tahap implementasi kebijakan, Tangkilisan (2003:18)

mengemukakan 3 (tiga ) kegiatan yang utama yang paling penting dalam implementasi

yaitu; Penafsiran, yaitu merupakan kegiatan yang menerjemahkan makna program ke

dalam pengaturan yang dapat diterima dan dapat dijalankan; Organisasi, yaitu merupakan

unit atau wadah untuk menempatkan program kedalam tujuan kebijakan, dan Penerapan,

(23)

I.5.2. Model-Model Implementasi Menurut Beberapa Ahli

Untuk menjalankan kegiatan dalam tahap implementasi tersebut, para ahli

merumuskan beberapa model yang dapat digunakan demi lancarnya implementasi suatu

kebijakan. Berikut akan dibahas beberapa model implementasi yang dikemukana para ahli:

a. Model top-down oleh Sabatier dan Mazmanian

Model yang dikemukakan oleh Sabatier dan Mazmanian dalam Putra ( 2003:

86) ini, meninjau dari kerangka analissinya. Modelnya ini dikenal dan dianggap sebagai

salah satu model top down yang paling maju. Karena mereka telah mencoba

mensintesiskan ide-ide dari pencetus teori model top-down dan bottom up

Posisi model top-down yang diambil oleh Sabatier dan maznanian terpusat pada

hubungan antara keputusan-keputusan dengan pencapaiannya, formulasi dengan

implementasinya, dan potensi hierarki dengan batas-batasnya, serta kesungguhan

implementor untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam kebijakan tersebut.

Model Top-down yang dikemukakan oleh Sabatier dan Mazamanian ini akan

memberikan skor yang tinggi pada kesederhanaan dan keterpaduan, karena modelnya

memaksimalakan perilaku berdasarkan pemikiran tentang sebab akibat, dengan

tanggung jawab yang bersifat single atau penuh. Penekanannya terpusat pada

koordinasi, kompliansi dan control yang efektif yang mengabaikan manusia sebagai

(24)

Gambar 1.1.Implementasi Kebijakan Menurut Sabatier dan Mazmanian

(sumber: Putra, 2003: 89)

Karakteristik masalah

1. Ketersediaan teknologi dan teori teoritis 2. Keragaman perilaku kelompok sasaran 3. Sifat populasi

4. Derajat perubahan perilaku yang diharapkan

Daya dukung peraturan

1.kejelasan/konsistensi tujuan/sasaran 2. teori kasual yang memadai

3. sumber keuangan yang mensukupi 4. integrasi organisasi pelaksana 5. direksi pelaksana

6. rekrutmen dari pejabat

7. akses formal pelaksana organisasi

Variabel non-peraturan

1. Kondisi sosio ekonomi dan

2. Perhatian pers terhadap masalah kebijakan 3. Dukungan public

4. Sikap dan sumber daya 5. Dukungan kewenangan

6. Komitmen dan kemampuan pejabat pelaksana

Proses implementasi

Keluaran kesesuaian dampak actual dampak yang diperkirakan

Kebijakan dari keluaran kebijakan keluaran

Organisasi dengan kelompok kebijakan

(25)

b. Model Bottom - Up oleh Smith

Model yang dikemukakan oleh Smith (dalam Putra, 2003:90) ini memandang

implementasi sebagai proses atau alur, yang melihat proses kebijakan dari perspektif

perubahan sosial politik, dimana kebijakan yang dibuat oleh pemerintah bertujuan untuk

mengadakan perbaikan atau perubahan dalam masyarakat sebagai kelompok sasaran.

Smith menyatakan bahwa ada 4 (empat) variabel yang perlu diperhatikan dalam

proses implementasi kebijakan yaitu:1.idealized policy, yaitu suatu pola interaksi yang

diidealisasikan oleh perumus kebijakan dengan tujuan untuk mendorong , mempengaruhi

dan merangsang target group untuk melaksanakannya. 2. Target group, yaitu bagian dari

policy stakeholders yang diharapkan dapat mengadopsi pola-pola interaksi sebagaimana

yang diharapkan oleh perumus kebijakan. Karena mereka ini banyak mendapat pengaruh

dari kebijakan, maka diharapkan dapat menyesuaikan pola-pola perilakunya dengan

kebijakan yang dirumuskannya, 3. Implementing organization, yaitu badan-badan

pelaksana atau unit-unit birokrasi pemerintah yang bertanggungjawab dalam implementasi

kebijakan; 4. Environmental factor , yaitu unsur-unsur di dalam lingkungan yang

mempengaruhi implementasi kebijakan(seperti aspek budaya, sosial, ekonomi dan politik).

Keempat variabel diatas tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan satu kesatuan

yang saling mempengaruhi dan berinteraksi secara timbal balik, oleh karena itu sering

menimbulkan tekanan (tension) bagi terjadinya transaksi atau tawar-menawar antara

formulator dan implementor kebijakan.

Model pendekatan bottom-up yang dikemukakan oleh Smith ini memberikan skor

tinggi pada realisme dan kemampuan pelaksana. Karena modelnya memandang bahwa

(26)

peluang terjadinya transaksi melalui proses negoisasi, atau bargaining untuk menghasilkan

kompromi terhadap implementasi kebijakan yang berdimensi target group.

Gambar 1.2 Model Proses Alur Smith

Policy tensions

transaction

feedback institution

(Sumber: Putra, 2003:92)

c. Model Van Meter dan Van Horn

Model proses implementasi yang diperkenalkan Donald S. Van Meter dan Carl E.

Van Horn tidak dimaksudkan untuk mengukur dan menjelaskan hasil-hasil akhir dari

kebijakan pemerintah, tetapi untuk mengukur dan menjelaskan yang dinamakan pencapaian

program. Perlu diperhatikan bahwa pelayanan dapat diberikan tanpa mempunyai dampak

substansial pada masalah yang diperkirakan berhubungan dengan kebijakan. Suatu

kebijakan mungkin diimplementasikan secara efektif, tetapi gagal memperoleh dampak Policy

Making

process

Implementing organization

Target group

Idealized Policy

(27)

substansial karena keadaan-keadaan lainnya. Oleh karena itu, pelaksanaan program yang

berhasil mungkin merupakan kondisi yang diperlukan sekalipun tidak cukup bagi

pencapaian hasil akhir secara positif (Winanrno, 2002: 103)

Model yang ditawarkan Van Meter dan Van Horn ini mempunyai 6 (enam) variabel

yang membentuk ikatan (lingkage) antara kebijakan dan pencapaian ( performance) .

Variabel-variabel tersebut dijelaskan sebagai berikut( Winarno, 2002: 110-119):

1. Ukuran Dasar dan Tujuan Kebijakan

Variabel ini didasarkan pada kepentingan utama terhadap fsistem-fsistem yang

menentukan pencapaian kebijakan. - pencapaian ini menilai sejauh mana

ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan telah direalisasikan. Ukuran–ukuran-ukuran dasar

dan tujuan–tujuan berguna di dalam menguraikan tujuan-tujuan keputusan

kebijakan secara menyeluruh. Disamping itu, ukuran–ukuran dasar dan

tujuan-tujuan merupakan bukti itu sendiri dan dapat diukur dengan mudah dalam beberapa

kasus. Misalanya peemerintah berusaha menciptakan lapangan pekerjaan untuk para

pengangguran dengan membuat beberapa proyek padat karya. Untuk menjelaskan

apakah implementasi telah berhasil atau tidak, perlu ditentukan jumlah pekerjaan

yang telah diciptakan, identitas orang-orang dipekerjakan dan kemajuan

proyek-proyek pembangunan yang berhubungan.

2. Sumber-Sumber Kebijakan

Sumber-sumber layak mendapat perhatian karena menunjang keberhasilan

implementasi kebijakan. Sumber-sumber yang dimaksud mencakup dana atau

perangsang (incentive) lain yang mendorong dan memperlancar implementasi yang

(28)

3. Komunikasi Antar Organisasi Dan Kegiatan-Kegiatan Pelaksanaan.

Komunikasi di dalam dan antara organisasi-organisasi merupakan suatu proses yang

kompleks dan sulit. Dalam meneruskan pesan-pesan ke dalam suatu oraganisasi

atau dari suatu organisasi ke organisasinya, para komunikator dapat menyimpannya

atau meyebarluaskannya, baik secara sengaja atau tidak sengaja. Lebih dari itu, jika

sumber-sumber informasi yang berbeda memberikan interpretasi-interpretasi yang

tidak konsisten terhadap ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan atau jika

sumber-sumber yang sama memberikan interpretasi-interpretasi yang bertentangan, para

pelaksana akan mengahdapi kesulitan yang lebih besar untuk melaksanakan

maksud-maksud kebijakan.

Dalam hubungan-hubunghan antar organisasi maupun antarpemerintah, dua tipe

kegiatan pelaksanaan merupakan hal yang paling penting. Pertama, nasihat dan

bantuan teknis yang dapat diberikan. Pejabat-pejabat tingkat itnggi seingkali dapat

melakukan banyak hal untuk memperlancar implementasi kebijakan dengan jalan

membantu pejabat –pejabat bawahan menginterpretasikan peratuaran-perturan dan

garis-garis pedoman pemerintah, menstrukturkan tanggapan-tanggapan terhadap

inisiatif-inisiatif dan memperoleh sumber-sumber fisik dan teknis yang diperlukan

yang berguna dalam melaksanakan kebijakan. Kedua, atasan dapat menyandarkan

pada berbagai sanksi, baik positif maupun negatif.

4. Karakteristik Badan-Badan Pelaksana

Van meter dan Van Horn mengetengahkan beberapa unsur yang mungkin

berpengaruh terhadap suatu organisasi dalam mengimplementasikan kebijakan:

(29)

b. Tingkat pengawasan hierarkis terhdap keputusan-keputusan sub unit dan

proses-proses dalam badan-badan pelaksana

c. Sumber-sumber politik suatu organisasi (misalnya dukungan di antara

anggota-anggota legislatif dan eksekutif)

d. Vitalisasi suatu organisasi

e. Tingkat komunikasi-komunikasi “terbuka”, yang didefenisikan sebagai jaringan

kerja komunikasi horisontaldan vertikal secara bebas, serta tingkat kebebasan

yang secara relatif tinggi dalam komunikasi dengan individu-individu di luar

organisasi

f. Kaitan formal dan informal suatu badan dangan badan “pembuat keputusan”

atau “pelaksana keputusan”.

5. Kondisi-kondisi ekonomi, sosial dan politik

Para peminat perbandingan poltik Negara dan kebikan publik secara khusus tertarik

dalam mengidentifikasikan pengaruh variabel-variabel lingkungan pada hasil-hasil

kebijakan. Sekalipun dampak dari fsistem-fsistem ini pada implementasi

keputusan-keputusan kebijakan mendapat perhatian yang kecil, namun menurut Van Meter dan

Van Horn, fsistem-fsistem ini mungkin mempunyai efek yang mendalam terhadap

pencapaian badan-badan pelaksana.

6. Kecenderungan pelaksana(implementors)

Pada tahap ini pengalaman-pengalaman subyektifitas individu-individu memegang

peranan yang sangat besar. Van Meter dan Van Horn kemudian

mengidentifikasikan tiga unsur tanggapan pelaksana yang mungkin mempengaruhi

(30)

(komprehensi, pemahaman) tentang kebijakan, macam tanggapan terhadapnya

(penerimaan, netralitas, penolakan) dan in tensitas tanggapan itu. Pemahaman

pelaksana tentang tujuan umum maupun ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan

kebijakan merupakan suatu hal yang penting. Implementasi kebijakan yang berhasil

harus diikuti oleh kesadaran terhadap kebijakan tersebut secara menyeluruh. Hal ini

berarti bahwa kegagalan suatu implementasi kebijakan sering diakibatkan oleh

ketidaktaatan para pelaksana terhadap kebijakan. Dalam kondisi seperti ini, persepsi

individu memegang peran. Dalam keadaan ketidaksesuaian kognitif, individu

mungkin akan berusaha menyeimbangkan pesan yang tidak menyenangkan dengan

persepsinya tentang apa yang seharusnya merupakan keputusan kebijakan.

Intensitas kecenderungan pelaksanaan inilah yang akan mempengaruhi pencapaian

implementasi.

Adapun ikatan (linkage) antara keenam variabel tersebut di atas dengan

(31)

Gambar 1.3 Model Proses Implementasi Kebijakan menurut Van Horn dan Varn Meter

Ukuran-ukuran

Dasar Dan

Tujuan-Tujuan

pencapaian

(Sumber: winanrno, 2002:111)

Menurut Van Meter dan Van Horn, tipe dan tingkatan sumber-sumber yang

disediakan oleh keputusan kebijakan akan mempengaruhi kegiatan-kegiatan komunikasi

dan pelaksanaan. Bantuan teknik dan pelayanan-pelayanan lain hanya dapat ditawarkan jika

ditetapkan oleh keputusan kebijakan dan semangat para pelaksana hanya dapat dicapai

apabila sumber-sumber yang tersedia cukup untuk mendukung kegiatan tersebut. Pada sisi

yang lain, kecenderungan para pelaksana dapat dipengaruhi secara langsung oleh

tersedianya sumber-sumber. Juka jumlah uang atau sumber-sumber lain dipandang tersedia,

kebijaksanaan

Sumber-sumber

Komunikasi antar organisasi dan

kegiatan-kegiatan pelaksanaan

Kecenderung an pelaksana-pelaksana

Karakterisitik-karakteristik dari badan-badan pelaksana

(32)

maka para pelaksana mungkin memandang program dengan senang hati dan kemungkinan

besar hal ini akan mendorong ketaatan para pelaksana kebijakan karena mereka berharap

akan memperoleh keuntungan dari sumber-sumber tadi. Hal sebaliknya juga dapat terjadi,

bila suatu program tidak mempunyai cukup sumber-sumber pendukung dan dengan

demikian tidak prospektif, maka dukungan dan ketaatan terhadap program akan menurun.

d. Model Marilee S.Grindle

Model ini menyatakan bahwa implementasi kebijakan ditentukan oleh isi kebijakan dan

konteks implementasinya. Ide dasarnya adalah bahwa setelah kebijakan

ditransformasikan, maka implementasi kebijakan dilakukan. Keberhasilannya

ditentukan oleh derajat implementability dari kebijakan tersebut. isi kebijakan

mencakup:

a. sejauh mana kepentingan kelompok sasaran atau target group termuat dalam isi

kebijakan

b. jenis manfaat yang akan diterima oleh para target group atau sasaran dari

kebijakan

c. derajat perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan

d. kedudukan program apakah sudah tepat dalam bidang dari organisasi pelaksana

e. seluruh implementator yang akan melaksanakan kebijakan tersebut

f. sumber daya yang dikerahkan telah memenuhi atau tidak

Sementara itu konteks implementasinya adalah:1. kekuasaan, kepentingan, strategi actor

yang terlibat, 2. karakteriistik lembaga dan penguasa, 3. kepatuhan dan daya tanggap

(33)

Gambar 1. Model Proses Implementasi Kebijakan menurut Marilee S.Grindle

Gambar:model implementasi Marilee S Grindle

Sementara itu, Peters (dalam Tangkilisan, 2003: 22) mengatakan implementasi kebijakan

yang gagal disebabkan beberapa fsistem:

1. Informasi

Kekurangan informasi dengan mudah mengakibatkan adanya gambaran yang

kurang tepat, baik kepada obyek kebijakan maupun kepada para pelaksana dari isi

kebijakan yang akan dilaksanakannya dan hasil-hasil dari kebijakan itu.

2. Isi kebijakan

Implementasi kebijakan dipengaruhi oleh;

(34)

Implementasi kebijakan dapat gagal karena masih samarnya isi atau tujuan

kebijakan atau ketidaktepatan atau ketidaktegasan intern maupun ekstern atau

kebijakan itu sendiri, menunjukkan adanya kekurangan yang sangat berarti atau

adanya kekurangan yang menyangkut sember daya pembantu.

3. Dukungan

Implementasi kebijakan publik akan sangat sulit bila pelaksanaanya tidak cukup

dukungan untuk kebijakan tersebut

4. Pembagian potensi

Hal ini terkait dengan pembangian potensi di antara para sistem implementasi dan

juga mengenai organisasi pelaksana dalam kaitannya dengan diferensiasi tugas dan

wewenang.

Maka, dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan model implementasi

bottom-up oleh Grindle. Yang kemudian akan dijadikan sebagai indikator yang akan

menjadi batasan penelitian, serta alat untuk menganalisis data yang akan di peroleh di

lapangan.

I.5.2 Perencanaan Pembangunan I.5.2.1 Perencanaan

Perencanaan berasal dari kata rencana, yang berarti rancangan atau kerangka

sesuatu yang akan dikerjakan. Pada dasarnuya perencanaan sebagai fungsi manajemen

adalah proses penngambilan keputusan dari sejumlah pilihan untuk mencapai tujuan yang

dikehendaki (Kartasasmita, 1994)

Dari pengertian sederhana tersebut, dapat diuraikan beberapa komponen penting

(35)

waktu;kapan bilamana kegiatan tersebut hendak dilakukan. Apa yang hendak direncanakan

tentu saja merupakan tindakan-tindakan untuk masa depan.

Menurut Ardani (dalam Soekartawi (1990:21), perencanaan biasanya mengandung

beberapa elemen, antara lain:

1. Perencanaan yang dapat diartikan sebagai pemilihan alternatif

2. Perencanaan yang dapat diartikan sebagai pengalokasian berbagai sumberdaya yang

tersedia

3. Perencanaan yang dapat diartikan sebagai upaya untuk mencapai sasaran

4. Perencanaan yang dapat diartikan sebagai upaya untuk mencapai target sasaran

yang dikaitkan dengan waktu masa depan

Menurut Randy dan Riant (2006 : 39) Pengertian perencanaan sangat beraneka

ragam. Keanekaragaman pengertian dan defenisi perencanaan dipengaruhi pandangan dari

sudut-sudut pandangan tertentu sesuai kepentingan yang diharapkan. Berdasarkan berbagai

defenisi perencanaan yang ada, perencanaan merupakan:

a. Himpunan asumsi untuk mencapai tujuan. Perencanaan adalah pemilihan dan

menghubungkan fakta-fakta, membuat serta menggunakan asumsi-asumsi yang

berkaitan dengan masa datang dengan menggambarkan dan merumuskan

kegiatan- kegiatan tertentu yang diyakini diperlukan untuk mencapai suatu hasil

tertentu.

b. Seleksi tujuan. Perencanaan adalah proses dasar yang kita gunakan untuk

memilih tujuan-tujuan dan menguraikan bagaimana cara pencapaiannya.

c. Pemilihan alternatif dan alokasi sumber daya perencanaan adalah pemilihan

(36)

d. Rasionalitas. Perencanaan adalah pemikiran rasional berdasarkan fakta-fakta

atau perkiraan yang mendekat (estimate) sebagai persiapan untuk melaksanakan

tindakan-tindakan kemudian

e. Proses penentuan masa depan. Perencanaan adalah keseluruhan proses

pemikiran dan penentuan secara matang hal-hal yang akan dikerjakan di masa

yang akan datang dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetntukan

Maka, menurut penulis perencanaan adalah pemilihan berbagai alternatif dalam

mengalokasikan sumber daya yang ada untuk merumuskan tujuan guna mencapai

tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

I.5.2.2 Pengertian Pembangunan

Menurut Myndal (dalam Budiman, 1995: 1) memberikan defenisi pembangunan

bahwa Pembangunan seharusnya merupakan suatu proses yang saling terkait antara

proses pertumbuhan ekonomi, perubahan sosial, dan demokrasi politik yang terjadi

dalam lingkaran sebab akibat kumulatif(circular cumulative cautation). Pembangunan

sudah menjadi kata kunci bagi segala hal. Secara umum, kata pembangunan diartikan

sebagai usaha untuk memajukan kehidupan masyarakat dan warga negaranya

Randy dan Riant (2006 : 10) memberikan defenisi pembangunan secara

sederhana, yaitu Pembangunan secara sederhana diartikan sebagai suatu perubahan

tingkat kesejahteraan secara terukur dan alami. Dalam menyelenggarakan tindakan

pembangunan, pemerintah memerlukan dana untuk membiayai kegiatannya. Dana

tersebut dihimpun dari warga Negara dalam bentuk: pajak, pungutan, serta yang

(37)

Kesejahteraan manusia merupakan fokus dari tujuan pembangunan, motovasi pelaku

pembangunan, dan prioritas pembiayaan pembangunan. Menurut Suroto(1983 : 78),

pembangunan adalah usaha untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat. Guna

penetapan tujuan dan sasaran pembangunan pada tiap tahap, untuk alokasi sumber-

sumber serta untuk mengatasi rintangan keterbatasan dan pertentangan-pertentangan ini

dan untuk melakukan koordinasi kegiatan, diperlukan kebijaksanaan yang memuat

program dan cara – cara yang relevan dan efektif yang harus dilaksanakan untuk

mencapai tujuan pembangunan. Dengan kata lain, kebijaksanaan berisi tujuan

keseluruhan dan tujuan tiap program yang hendak dicapai pada tiap tahap

pembangunan, cara yang perlu dilakukan untuk mengatasi semua atau berbagai

keterbatasan, rintangan-rintangan dan pertentangan yang ada atau diperkirakan akan

terjadi, cara mengalokasikan sumber-sumber pembangunan yang optimal, serta cara

melakukan koordinasi semua kegiatan yang efektif.

Jadi, menurut penulis pembangunan merupakan usaha untuk peningkatan

kesejahteraan masyarakat yang merupakan suatu proses yang saling terkait antara

ekonomi, perubahan sosial, dan demokrasi politik. Pembangunan akan berhasil apabila

ada kerjasama yang baik antara pemerintah dan masyarakat dalam pelaksanaannya.

1.5.2.3. Perencanaan Pembangunan

Perencanaan pembangunan dapat diartikan sebagai suatu proses perumusan

alternatif-alternatif atau keputusan-keputusan yang didasarkan pada data-data dan

(38)

/ aktivitas kemasyarakatan. Baik yang bersifat fisik (materil) maupun nonfisik (mental

dan spiritual) dalam rangka mencapai tujuan yang lebih baik.

Secara umum, unsur-unsur pokok yang termasuk dalam perencanaan pembangunan

adalah sebagai berikut:

1. Kebijaksanaan dasar atau strategi dasar rencana pembangunan

2. Adanya kerangka rencana yang menunjukkan hubungan variabel-variabel

pembangunan dan implikasinya

3. Perkiraan sumber-sumber pembangunan utama pembiayaan

4. Adanya kebijksanaan yang konsisiten dan serasi, seperti kebijkasanaan

fiskal, moneter, anggaran, harga, sektoral, dan pembangunan daerah

5. Adanya program investasi yang dilakukan secara sektoral, seperti pertanian,

insudtri, pendidikan, kesehatan dan lain-lain. Dan

6. Adanya administrasi pembangunan yang mendukung perencanaan dan

pelaksanaan pembangunan(Randy dan Riant, 2006 : 420)

Dalam beberapa buku literatur perencanaan pembangunan (development

planning), maka pembahasan terhadap pentingnya perencanaan ini sering dikaitkan

dengan pembangunan itu sendiri. Dengan demikian, pembahasan pentingnya aspek

perencanaan yang dikaitkan dengan aspek pembangunan dapat diklasifikasikan menjadi

dua topik utama, yaitu:

a. Perencanaan sebagai “alat” dari pembangunan, dan

b. Perencanaan sebagai tolok ukur dari berhasil- tidaknya pembangunan tersebut

Secara skematis, kaitan antara aspek perencanaan dan pembangunan dapat

(39)

Gambar 1.5. Skema Kaitan Antara Perencanaan Dan Pembangunan

Sebagai “alat”

Sebagai “ tolok ukur”

Sumber: Soekartawi, Prinsip-prinsip Dasar Perencanaan Pembangunan

Perencanaan diangggap sebagai “alat”pembangunan, karena perencanaan memang

merupakan alat strategis dalam menuntun jalannya pembangunan. Suatu perencanaan yang

di susun secara acak-acakan (tidak sisitematis) dan tidak memperhatikan aspirasi target

grup (sasaran), maka pembangunan yang dihasilkan juga tidak seperti yang diharapkan.

Dengan demikian, maka di dalam konteks perencanaan sebagai “alat” , maka ia mempunyai

keunggulan komprehensif, yang antara lain dapat dituliskan sebagai berikut:

a. Perencanaan dapat dipakai sebagai alat untuk dijadikan pedoman dalam

pelaksanaan pembangunan

b. Perencanaan dapat dipakai sebagai alat penentuan berbagai alternatif dari berbagai

kegiatan pembangunan

c. Perencanaan dapat dipakai sebagai penentuan skala prioritas

d. Perencaan dapat dipakai sebagai alat “peramalan” (forecasting) dari kegiatan pada

masa akan datang

Pembangunan Perencanaan

(40)

Disisi lain, perencanaan dipandang sebagai tolok ukur dari keberhsilan dan

kegagalan dari pembangunan yang mengandung arti bahwa kegiatan pembangunan yang

“gagal” bisa jadi karena aspek perencanaanya yang “tidak baik”, dan begitu pula

sebaliknya. Secara skematis hal ini dapatdilihat pada gambar skema 1.2.

Skema 1.6. Mekanisme Perencanaan dan Hasil Pembangunan

1. sampai seberapa besar kegagalan

perencanaan?

2. Identifikasi masalah

3. Revisi perencanaan

Sumber: Soekartawi, Prinsip-prinsip Dasar Perencanaan Pembangunan

Menurut sudut pandang ilmu administrasi, terdapat tiga asumsi agar perencanaan

pembangunan dapat berlangsung dengan baik, yaitu:

1. Kepemimpinan pembangunan

Kepemimpinan merupakan fsistem penentu munculnya pengambilan

keputusan yang baik. Pengambilan keputusan yang baik akan mementukan

mutu perencanaan pembangunan, sebagai syarat untuk mencapai

keberhasilan pencapaian tujuan perencanaan. Perencanaan

KegiatanPembangunan

Hasil sesuai denganperencan aan sebelumnya

(41)

2. Manajemen sumber daya pembangunan.

Sumberdaya pembangunan merupakan aspek utama untuk menetukan

perencanaan pembangunan agar asumsi perencanaan dapat dipenuhi.

3. Prosedur perencanaan

Prosedur perencanaan merupakan langkah- langkah terstruktur yang dimulai

dari langkah pengumpulan data, penyusunan informasi, perumusan

kebutuhan, penilaian anggaran, pengambilan keputusan, pelaksanaan

keputusan, pengendalian pelaksanaan , pemantauan dan evaluasi hasil,

pelaporan, analisis dampak, hingga diawali lagi dari pengumpulan data dan

seterusnya sebagai suatu siklus (Randy dan Riant 2006 : 57).

I.5. 3 Perumahan

Dalam pengertian yang luas, rumah tinggal bukan hanya sebuah bangunan

(struktural), melainkan juga tempat kediaman yang memenuhi syarat-syarat kehidupan

yang layak, dipandang dari berbagai segi kehidupan. Rumah dapat dimengerti sebagai

tempat perlindungan untuk menikmati kehidupan, beristirahat dan bersuka ria bersama

keluarga. Di dalam rumah, penghuni memperoleh kesan pertama dari kehidupannya di

dalam dunia ini. Rumah harus menjamin kepentingan keluarga, yaitu untuk tumbuh,

member kemungkinan untuk hidup bergaul dengan tetangganya; lebih dari itu, rumah harus

memberi ketenangan, kesenangan, kebahagiaan dan kenyamanan pada segala peristiwa

hidupnya.

(42)

Menurut Charles Brams (dalam Kuswartojo 2005: 3), perumahan sesungguhnya

berkaitan erat dengan insdustrialisasi, aktivitas ekonomi, dan pembangunan. Keberadaan

pembangunan perumahan juga ditentukan oleh perubahan sosial, ketidakmatangan sarana

hukum politik, dan administratif serta berkaitan pula dengan kebutuhan akan pendidikan.

Charles Brams menyimpulkan bahwa masalah perumahan tidaklah sederhana, tidak ada

obat mujarab yang dapat digunakan dan cocok untuk mengatasi masalah di semua Negara.

Bila dikaji melalui pengertian yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 4 tahun

1992 tentang perumahan dan permukiman, perumahan adalah kelompok rumah yang

berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi

dengan prasarana dan sarana lingkungan.(Sastra: 2006 : 29)

Pengertian perumahan menurut penulis adalah sebuah bangunan tempat tinggal

yang dilengkapi oleh sarana dan prasarana sebagai tempat berlindung maupun berinteraksi

dengan keluarga.

Perumahan dan permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dan

sistem penting dalam peningkatan harkat dan martabat manusia. Pemenuhan kebutuhan

tersebut perlu keterlibatan semua pihak baik masyarakat, pengusaha dan pemerintah.

Adanya ketidakselarasan masing- masing sektor di atas dapat memberikan dampak, yakni

meluasnya lahan tidur di kawasan perkotaan, maraknya spekulan tanah, tidak

seimbangnyapembangunan desa dan kota dan maraknya permasalahan sosial

kemasyarakatan terutama di perkotaan serta tumbuhnya kawasan kumuh. Sebagai

kewajiban otonomi maka penyelenggaraan urusan perumahan menjadi salah satu agenda

(43)

Secara operasional, penyelenggaraan urusan perumahan ini dituangkan dalam

beberapa program pokok, antara lain :Program Pelayanan Administrasi Perkantoran,

Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur, Program Pengembangan Perumahan,

Program Lingkungan Sehat Perumahan, Program Pemberdayaan Komunitas Perumahan,

Program Pendidikan Menengah, Program Pengembangan Data/Informasi/Statistik Daerah,

Program Lingkungan Sehat Perumahan (DAK), Program Lingkungan Sehat Perumahan

(BDB), Program Lingkungan Sehat Perumahan (Dana Penyesuaian), Program Pelaksanaan

Kegiatan Keagamaan dan Hari-Hari Besar, Program Peningkatan Kesiagaan dan

Pencegahan Bahaya Kebakaran, Program Peningkatan Disiplin Aparatur, Program

Peningkatan Pengembangan Sistem Pelaporan Capaian Kinerja dan Keuangan, Program

Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Aparatur.

Ada beberapa asas yang perlu diperhatikan dalam pembangunan perumahan dan

permukiman, yaitu:

a. Asas demokrasi, artinya pembangunan perumahan dan permukiman harus

memperhatikan pengelolaan sumber daya alam serta adanya pengakomodasian

kekuasaan dan kewenangan dalam mengelola antara pusat dan darah, transparan

dalam pemngambilan kepustusan, meningkatkan partisipasi semua pihak yang

terkait, tidak diskriminasi dalam perbuatan dan implementasi kebijakan,

bertanggung jawab kepada publik, penyelesaian konflik penguasaan dan

pemanfaatan secara bijakasana, dan menghargai hak-hak asasi manusia dalam

pengelolaan sumber daya alam.

b. Asas transparansi, artinya keterbukaan dalam proses pengambilan keputusan

(44)

mengelola sumber daya alam dan pembagunan perumahan permukiman, mulai

dari perencanan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi.

c. Asas koordinasi dan keterpaduan antar sektor, artinya pengelolaan pembangunan

perumahan dan permukiman dilakukan secara terintegrasi dengan saling

memperhatikan kepentingan antar sektor, sehingga dapat dibina hubungan yang

saling mendukung dan kerjasama yang menempatkan kepentingan pelestarian

fungsi lingkungan dan keberlanjutan fungsi perumahan dan permukiman diatas

kepentingan masing-masing sektor

d. Asas efisiensi, artinya pemanfaatan sumber daya alam bagi pembangunan

perumahan dan permukiman di dasarkan pada pengelolaan secara bijkasana

dengan memperhatikan sifat dapat diperbahaarukan (renewable) dan tidak

diperbaharukan (nonrenewable), dengan selalu memperhitungkan keberlanjutan

fungsi dan manfaat sumber daya alam bagi kepentingan generasi kini dan

mendatang.

e. Asas desentralisasi, yaitu penyerahan wewenang tanggung jawab pengelolaan

perumahan dan permukiman serta keterkaitannya dengan lingkungan hidup oleh

pemerintah kepada daerah otonom, atau mentri kepada tingkat birokrasi

dibawahnya, sehingga pengambilan keputusan dapat dilakukan sesuai dengan

karakteristik wilayah masing-masing daerah.

f. Asas partisipasi publik, artinya pemgelolaan perumahan dan permukiman dalam

kaitannya dengan kelestarian fungsi lingkungan, membuka kesempatan kepada

masyarakat dan semua pihak yang terkait (stekholders), untuk mengambil bagian

(45)

lingkungan, mulai dari kegiatan identifikasi dan inventarisasi, perencanaan,

pelaksanaan, pengawasan, pemantauan, evaluasi.

g. Asas pengawasan publik, artinya mekanisme prodsedur pengawasan masyarakat

dan semua pihak yang terkait (steakholders) dalam pengelolaan perumahan dan

perumahan serta pelestraian fungsi lingkungan, dengan mengambil bagian aktif

dalam melakukan pengawasan yang efektif.

h. Asas akuntabilitas publik, artinya upaya yang harus direncanakan dan

dilaksanakan oleh pihak pengelola pembangunan perumahan dan permukiman

serta pelestarian fungsi lingkungan, khususnya mengenai hal-hal yang berkaitan

dengan kebijakan publik dan kepentingan masyarakat, sebagai bentuk

pertanggungjawabannya kepada masyrakat atas segala tindakan yang dilakukan

dalam pengelolaan secara transparan

i. Asas iformasi dan persetujuan, artinya memberikan inforasi yang benar dan

meminta persetujuan masyarakat dalam pembangunan perumahan dan

permukiman serta pelestarian fungsi lingkungan, dengan persetujuan tersebut

didasarkan pada prinsip kebebasabn dari pihak yang memberi persetujuan (free

(46)

Gambar. 1.6 Kerangka Dasar Kebijkan Bidang Perumahan di Indonesia.

Sumber: Dwira N Aulia, Bahan Ajar Perumahan dan Permukiman

Dari kerangka dasar di atas, ada 6 kebijakan yang diambil pemerintah dalam

pengembangan permukiman, yaitu:

Kebijakan 1: pembangunan perumahan dan permukiman yang layak dan terjangkau

bagi seluruh lapisan masyarakat berpenghasilan rendah

Kebijakan 2: pembangunan perumahan dan permukiman yang berkelanjutan dan

berwawasan lingkungan, dalam rangka pembangunan perkotaan dan

pedesaan yang seimbang menuju terbentuknya sistem permukiman

nasional yang mantap

Memampukan pasar perumahan untuk melayani lebih banyak masyarakat

Memberikan bantuan perumahan kepada masyarakat miskin agar tercapai berbagai macam tujuan pengembnagan perumahan

Meningkatkan kemampuan lembaga di bidang perumahan

Meningkatkan system pendukung dalam pengembangan perumahan dan permukiman

Sasaran mendesak/ keluarkan

Sasaran mendesak/ keluarkan Sasaran mendesak/ keluarkan Sasaran mendesak/ keluarkan

VISI SASARAN STRATEGIS SASARAN

(47)

Kebijakan 3:pemberdayaan masyarakat dan penigkatan peran serta petaruh dalam

pembangunan perumahan dan permukiman

Kebijkan 4: pemantapan kelembagaan dan pola pengelolaan pembangunan perumahan

dan permukiman

Kebijakan 5:pengembangan sumber-sumber dan sistem pembiayaan perumahan dan

permukiman

Kebijakan 6:pengembangan peraturan perundang-undangan bidang perumahan dan

permukiman (Dwira N,dkk, 2008 :63-64).

1.5.4. Hunian yang Layak

Amanat dari Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pasal

40 yang menyatakan bahwa: “Setiap orang berhak untuk bertempat tinggal serta

berkehidupan yang layak.” Pemenuhan kebutuhan hunian yang layak bagi semua orang

juga merupakan amanat dari berbagai Agenda Internasional, diantaranya Agenda Habitat

(The Habitat Agenda, Istanbul Declaration on Human Settlements). Sebagai salah satu dari

171 negara yang ikut menandatangani deklarasi tersebut, Indonesia turut melaksanakan

komitmen untuk menyediakan rumah layak huni yang sehat, aman, terjamin, dapat mudah

diakses dan terjangkau yang mencakup sarana dan prasarana pendukungnya bagi

masyarakat.

Kebutuhan akan perumahan atau tempat tinggal sangat dirasakan setiap manusia

karena perumahan merupakan kebutuhan dasar manusia yang mutlak dipenuhi. Kebutuhan

akan rumah saat ini menjadi prioritas utama bagi setiap orang. Fungsi dari sebuah rumah

(48)

dari itu semua rumah merupakan tempat terbaik untuk membina keluarga bahagia dan

sejahtera. Tidak heran kalau sekarang banyak orang berlomba untuk mendapatkan dan

membuat sebuah rumah yang nyaman untuk dihuni sesuai dengan kemampuanya.

Perumahan dan permukiman yang layak bagi semua orang, tidak ada diskriminasi

dalam hal ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik, atau berbeda pendapat,

pribumi atau tidak, kepemilikan, kelahiran atau status lainnya, kesempatan mendapatkan

rumah, sarana dan prasarana, pelayanan kesehatan, berkaitan dengan makanan dan air,

pendidikan dan area terbuka ( Alvi Syahrin, 2003 : 94).

Ukuran paling sempit dari pemenuhan perumahan yang layak adalah dengan

melihat perkembangan kemampuan pemerintah dalam membangun perumahan untuk

rakyat. Namun, ukuran ini menjadi tidak tepat karna penyediaan perumahan itu sebenarnya

lebih disebabkan oleh mekanisme pasar dan bukannya hasil dari penyediaan oleh

pemerintah semata. Kelayakan perumahan antara lain bisa dilacak dari kuantitas dan

kualitas rumah yang didiami oleh penduduk. Tingkat kelayakan rumah bisa dilihat

berdasarkan lantai yang dimiliki serta dinding rumah yang digunakan. Lantai rumah bisa

dijelaskan dari luas maupun kualitas( jenis) lantainya. Semakin luas lantai rumah, semakin

tinggi kelayakan nya. Lantai dari tanah dianggap mempunyai tingkat kelayakan yang lebih

rendah dibandingkan dengan lantai dari semen dan bata merah. (Revrisond, 2003 : 194)

Menurut BPS, ada 14 kriteria untuk menentukan keluarga/rumah tangga miskin, yaitu :

1. Luas bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang.

2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan.

3. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok

Gambar

Gambar 1.1.Implementasi Kebijakan Menurut Sabatier dan Mazmanian
Gambar 1.2 Model Proses Alur Smith
Gambar 1.3 Model Proses Implementasi Kebijakan menurut Van Horn dan Varn Meter
Gambar 1. Model Proses Implementasi Kebijakan menurut Marilee S.Grindle
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul Perbedaan hasil belajar siswa dengan menggunakan model kooperatif TPS