IMPLEMENTASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN DALAM MEYEDIAKAN HUNIAN YANG LAYAK DI KOTA MEDAN
(Studi Kasus Pada Program Perbaikan Atap, Lantai Dan Dinding / ALADIN di Medan Sunggal)
SKRIPSI
Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S-1) Pada Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
DISUSUN OLEH:
JULIYANTI. M. MANALU
060903005
DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan oleh :
Nama : Juliyanti. M. Manalu NIM : 060903005
Departemen : Ilmu Administrasi Negara
Judul : Implementasi Perencanaan Pembangunan Perumahan Dalam Meyediakan Hunian Yang Layak Di Kota Medan (Studi Kasus Pada Program Perbaikan Atap, Lantai Dan Dinding / ALADIN Di Medan Sunggal)
Medan, April 2010
Pembimbing
Dra. Dahlia Hafni Lubis NIP : 194511151984032001
Ketua Departemen Ilmu Administrasi Negara
Prof.Dr. Marlon Sihombing, M.A. NIP : 195908161986111001
Pembantu Dekan I
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kepada Allah Tritungal yang telah menganugerahkan segala rahmat dan
petunjuk-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “
Implementasi Perencanaan Pembangunan Perumahan Dalam Meyediakan Hunian Yang
Layak Di Kota Medan (Studi Kasus Pada Program Perbaikan Atap, Lantai Dan Dinding /
ALADIN Di Medan Sunggal)” ini dengan baik.
Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bantuan dan
bimbingan, baik moril maupun materil dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini juga
dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang turut mengambil dalam membatu peneliti
menyelesaikan laporan ini, mulai dari pengarahan di kampus sampai praktek sesungguhnya
di lapangan kepada:
1. Bapak Prof. DR. Muhammad Arif Nasution, MA. selaku dekan Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Ketua Departemen Ilmu Administrasi Negara, Prof. DR. Marlon Sihombing,
MA. yang telah memberikan rekomendasi serta pembekalan untuk menyelesaikan
skripsi ini.
3. Ibu Dra. Dahlia Hafni Lubis, selaku dosen pembimbing yang penuh kesabaran dan
perhatian membimbing penulis menyelesaikan skripsi ini.
4. Teristimewa kepada orang tua penulis Mama dan Papa tercinta J. Manalu dan R.
Sitopu beserta abangku (Christosim), kakak ku( Evi) adikku (Candro), dan seluruh
keluarga yang telah membantu terutama dari segi materi, doa dan motivasi.
ku peroleh dari manapun. Sangat beruntung memiliki keluarga yang mendukungku
dari segala aspek, baik moril maupun materil. Thanks Lord for the Nice Familiy.
5. Bapak Regen selaku kepala Bidang Sosial Budaya Bappeda Kota Medan, Bapak
Azhar selaku ketua panitia ALADIN Kota Medan, ibu Isma Sekretaris panitia
ALADIN kota Medan serta ibu Lasminar Juliana selaku Koordinator KB di
kecamatan Medan Sunggal yang telah memberikan waktu dan ilmunya menjadi
informan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Data dan informasi yang
diberikan sangat berguna bagi penulis.
6. Kepada para masyarakat kecamatan Medan Sunggal Khususnya keluarga penerima
bantuan program ALADIN Kota Medan yang telah bersedia menyediakan waktu
luang untuk penulis dan telah memberikan informasi yang sangat berguna bagi
untuk penulisan skripsi ini.
7. Staf pengajar Departemen Ilmu Administrasi Negara yang telah banyak
memberikan ilmu dan pengetahuannya selama ini kepada penulis.
8. Kak Mega, Kak Emi dan Kak Dian yang telah membantu kami dalam mengurus
segala keperluan administrasi dan memberikan segala informasi-informasi dari
departemen.
9. Teman-teman magang di Samosir, juni (masih sempat pulak kau pulang kampung
pas lagi magang!!memang Cuma pulang ajanya kerjamu ku tengok hehe), elida
(teman seperjuangan di dinas Perhubungan..enak ya kita ditraktir makan siang sama
kabidnya. Walaupun pas wawancara agak2 bringas hihihi), martha (kayak bunglon
kau ku liat pas disamosir, kadang ke perhubungan kadang ke PU. Taunya aku di
samosir itu2 aja ku liat baju yang kau pake. Malas kali kau nyuci baju ku tengok.
Khahaha..), efriadi (ahhh, tak jolas juga kawan ini, kebanyakan sakit selama
magang. Jadi Cuma berdua aku dan elidong ke perhubungan, hufthh), ajo (ahh
berkurung teyus di kamar, anak mami banget dah pokoknya, ckckck), Terima kasih
atas kerjasama dan batuannya selama ini, banyak kenangan di samosir yang tak
terlupakan bersama kalian. Apalagi sewaktu diskusi tiap malam sambil makan
malam.hmm nice memory..
10. Kepada Callause Famz, Opungku(dindong) ada hukum yang wajib antara kita
berdua, yaitu kau lah yang harus duluan kawin, biar tau aku suntik apa gak.
Kwakwkakwkakkak), mami Butas (mi kok nganut poliandri sihh, dah kebanyakan
tuh anak mami, belum lagi yang anak pungut.hiyahahha), anak 1 tuteng (teng, harus
kawin kau tahun ini, biar dapat hadiah spring bed dari kami ber7,kekekekek), anak 2
(saya sendiri,he2), anak 3 martung( tung, agak kurang2i dulu narsis mu itu. Makin
menjadi2 aja kuliat..pisss tung!!), anak pungut oneng (wuihh kira2 kita saingan gak
ya lama nikah??kalo kau kelamaan aku duluan lah ya..huahahaha) dan mbak yul
(mhhh..apalah ya?? Enak juga rupanya telor bebek kalian itu kalo digoreng, sering2
lah aku ke samosir singgah drumahmu biar goyeng telor kita,cikcikcik), oh iyaa satu
lagi lupa tente elidong (mudah bisalah tante mencari pasangan hidup,huaaahahahh.
Kemaren janjinya semester 7, nih dah mau tamat belom ada juga. Piye
tohh??uhukuhuk). makasih ya teman2 ku..dengan kalian hidup seolah tak ada
masalah. Ngakakkkkkk aja kerjaan, gak tau malu pulak itu.
11. Kepada sobat ku yang selalu memberi semangat dan dukungan moril Brigita, thanks
ya git, you re always my best friend. Dan juga teman-teman ku Meriyanti, Karolina,
Fera makasih atas supportnya.
12. Ucapan spesial buat orang yang spesial, yang mau menemaniku malam-malam
lembur via telephon, konsultasi via telephon (abis kalo ketemu gak asyik
ngomongin skripsi, iya gak>>heheh), yaitu jeng...jeng...Bang Benny dan Sarif.
Makasih ya woii!!! Kalian pria-pria paling tangguh tahun 2010. Love U both.
13. Kepada anak –anak AN stambuk 06 yang mungkin tidak dapat disebutkan satu
persatu namanya. Makasih kerjasama semasa kuliah dulu terutama teman-teman
yang pernah satu kelompok dengan ku.
14. Kepada seluruh pihak yang mungkin tidak dapat penulis sebutkan satu demi satu,
yang telah banyak menuangkan ide yang bersifat membangun selama pembuatan
skripsi ini dilakukan.
Seperti kata pepatah “Tak Ada Gading yang Tak Retak” , demikian pula halnya
dengan skripsi ini, tentu ada kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu, dengan tangan
terbuka penulis menerima saran-saran yang konstruktif dan solutif dari pembaca sekalian.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan, April 2010
Penulis,
ABSTRAKSI
IMPLEMENTASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN DALAM MEYEDIAKAN HUNIAN YANG LAYAK DI KOTA MEDAN (STUDI KASUS PADA PROGRAM PERBAIKAN ATAP, LANTAI DAN DINDING / ALADIN DI
MEDAN SUNGGAL) Skripsi ini disusun oleh :
NAMA : Juliyanti Martoresia Manalu NIM : 060903005
Departemen : Ilmu Administrasi Negara Fakultas : Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Pembimbing : Dra. Dahlia Hafni Lubis
Dalam rangka mewujudkan hunian yang layak bagi semua orang, pemerintah bertanggungjawab untuk memberikan fasilitasi kepada masyarakat agar dapat menghuni rumah yang layak, sehat, aman, terjamin, mudah diakses dan terjangkau yang mencakup sarana dan prasarana pendukungnya. Pemerintah kota Medan dengan keterpaduan berdasarkan surat keputusan Menko Kesra dan Taskin nomor 13/1998 telah meluncurkan program perbaikan/pemugaran rumah yang diberi nama program ALADIN(Perbaikan atap, lantai, dan dinding) melalui Badan Keluarga Berencana (KB) yang pada tahap pertama dimulai tahun 2007 dan kemudian dilanjutkan pada tahap kedua tahun 2009. Program ALADIN ini bertujuan untuk memberikan bantuan kepada keluarga prasejahtera untuk meningkatkan taraf hidup yang layak, dan diharapkan dengan perbaikan rumah ini terpenuhi rumah yang layak huni dan dapat meningkatkan tahapan kehidupan. Dari latar belakang tersebut maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul : Implementasi Perencanaan Pembangunan Perumahan Dalam Meyediakan Hunian Yang Layak Di Kota Medan (Studi Kasus Pada Program Perbaikan Atap, Lantai Dan Dinding / ALADIN Di Medan Sunggal). Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimana Implementasi Perencanaan Pembangunan Perumahan Dalam Menyediakan Hunian Yang Layak Di Kota Medan Pada Program ALADIN (Atap,Lantai,Dinding).
Tujuan penelitian ini adalah untuk Untuk mengetahui kebijakan Pemerintah Kota Medan dalam menyediakan hunian yang layak di Kota Medan, serta untuk menganalisis perencanaan dan implementasi program ALADIN tahun 2009 di Kecamatan Medan Sunggal. Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk analisis deskriptif kualitatif. Unit analisis yang terdiri dari informan kunci yaitu Ketua, Sekretaris dan salah seorang Anggota Panitia ALADIN tahun 2009 di Kota Medan serta Masyarakat Medan Sunggal penerima bantuan ALADIN, informan utama yaitu Kepala Bidang Sosial Budaya Bappeda Kota Medan.
Kesimpulan yang diperoleh adalah Kebijakan pemerintah kota Medan dalam mengatasi kemiskinan pada bidang perumahan masyarakat dituangkan dalam program perbaikan rumah atap, lantai dan dinding atau disingkat dengan ALADIN, tujuan program bantuan perbaikan rumah ALADIN sendiri adalah untuk mensejahterakan masyarakat kota Medan dan masyarakat sendiri menyambut antuasias program ALADIN tersebut.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
ABSTRAK ... iii
DAFTAR ISI ... iv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 6
1.3 Tujuan Penelitian ... 6
1.4 Manfaat Penelitian ... 7
1.5 Kerangka Teori ... 7
1.5.1 Pengertian Implementasi Kebijakan ... 8
1.5.1.2. Model-Model Implemantasi Menurut Beberapa Ahli ... 12
1.5.2. Perencanaan Pembangunan ... 23
1.5.2.1 Perencanaan ... 23
1.5.2.2. Pengertian Pembangunan... 25
1.5.1.3 Perencanaan Pembangunan ... 27
1.5.3. Perumahan ... 30
1.5.4 Hunian Yang Layak ... 36
1.5.5 Program ALADIN(perbaikan Atap, Lantai, Dinding) ……… . 40
1.6 Defenisi Konsep ... 42
1.7 Defenisi Operasional ... 43
BAB II METODOLOGI PENELITIAN 2.1 Metode Penelitian ... 45
2.2 Lokasi Penelitian ... 45
2.3 Informan ... 45
2.4 Teknik Pengumpulan Data ... 46
BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN ... 48
1. Profil Kota Medan... 48
a. Kota Medan Secara Geografis ... 48
b. Kota Medan Secara Demografis ... 49
c. Kota Medan Secara Sosial ... 51
2. Profil Kecamatan Medan Sunggal ... 52
a. Letak Geografis ... 53
b. Penduduk ... 53
c. Struktur Organisasi Kecamatan Medan Sunggal ... 56
3. Profil Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana ... 57
a. Tugas Pokok dan fungsi ... 57
b. Visi dan Misi ... 58
c Tujuan Dan Sasaran ... 60
d. Struktur Organisasi BPP & KB ... 62
4. Profil Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Medan... 68
a. Visi Dan Misi ... 69
b. Tujuan Dan Sasaran ... 72
c. Struktur Organisasi Bappeda Kota Medan ... 73
5. Profil Program ALADIN di Kota Medan tahun 2009... 74
a. Dasar, Tujuan Dan Saran ... 75
b. Hasil Pendataan ... 76
e. Bentuk Kegiatan Dan Hasil Yang Diharapkan ... 78
f. Susunan Panitia ALADIN Tahun 2009 Kota Medan ... 79
BAB IV PENYAJIAN DATA ... 80
1. Hasil Penelitian ... 80
2. Pelaksanaan Wawancara ... 80
3. Hasil Wawancara ... 82
3.1. Sejauh Mana Kepentingan Kelompok Sasaran ... Termuat Dalam Isi Kebijakan ... 82
3.3 Derajat Perubahan Yang Diinginkan Dari Kebijakan. ... 87
3.4 Kedudukan Program Dalam Bidang Organisasi Pelaksana. ... 89
3.5 Seluruh Implementator Yang Akan Melaksanakan Kebijakan Tersebut. ... 90
BAB V ANALISIS DATA ... 95
1. Proses Implementasi Perencanaan ALADIN dalam Menyediakan Hunian yang layak di Medan Sunggal ... 98
a. Sejauh Mana Kepentingan Kelompok Sasaran... 98
Atau Target Group Termuat Dalam Isi Kebijakan b. Jenis Manfaat Yang Akan Diterima Oleh Para... 99
Target Group Atau Sasaran Dari Kebijakan c. Derajat Perubahan Yang Diinginkan Dari Sebuah Kebijakan ... 101
d. Kedudukan Program Apakah Sudah Tepat Dalam Bidang Dari Organisasi Pelaksana ... 102
e. Seluruh Implementator Yang Akan Melaksanakan Kebijakan Tersebut ... 102
f. Sumber Daya Yang Dikerahkan Telah Memenuhi Atau Tidak... 104
2. Kebijakan Pemerintah Kota Medan Dalam Menyediakan Hunian yang layak bagi Masyarakat kota Medan ... 104
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN-SARAN ... 108
1. Kesimpulan ... 108
2. Saran-Saran ... 109
DAFTAR PUSTAKA ... 110
ABSTRAKSI
IMPLEMENTASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN DALAM MEYEDIAKAN HUNIAN YANG LAYAK DI KOTA MEDAN (STUDI KASUS PADA PROGRAM PERBAIKAN ATAP, LANTAI DAN DINDING / ALADIN DI
MEDAN SUNGGAL) Skripsi ini disusun oleh :
NAMA : Juliyanti Martoresia Manalu NIM : 060903005
Departemen : Ilmu Administrasi Negara Fakultas : Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Pembimbing : Dra. Dahlia Hafni Lubis
Dalam rangka mewujudkan hunian yang layak bagi semua orang, pemerintah bertanggungjawab untuk memberikan fasilitasi kepada masyarakat agar dapat menghuni rumah yang layak, sehat, aman, terjamin, mudah diakses dan terjangkau yang mencakup sarana dan prasarana pendukungnya. Pemerintah kota Medan dengan keterpaduan berdasarkan surat keputusan Menko Kesra dan Taskin nomor 13/1998 telah meluncurkan program perbaikan/pemugaran rumah yang diberi nama program ALADIN(Perbaikan atap, lantai, dan dinding) melalui Badan Keluarga Berencana (KB) yang pada tahap pertama dimulai tahun 2007 dan kemudian dilanjutkan pada tahap kedua tahun 2009. Program ALADIN ini bertujuan untuk memberikan bantuan kepada keluarga prasejahtera untuk meningkatkan taraf hidup yang layak, dan diharapkan dengan perbaikan rumah ini terpenuhi rumah yang layak huni dan dapat meningkatkan tahapan kehidupan. Dari latar belakang tersebut maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul : Implementasi Perencanaan Pembangunan Perumahan Dalam Meyediakan Hunian Yang Layak Di Kota Medan (Studi Kasus Pada Program Perbaikan Atap, Lantai Dan Dinding / ALADIN Di Medan Sunggal). Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimana Implementasi Perencanaan Pembangunan Perumahan Dalam Menyediakan Hunian Yang Layak Di Kota Medan Pada Program ALADIN (Atap,Lantai,Dinding).
Tujuan penelitian ini adalah untuk Untuk mengetahui kebijakan Pemerintah Kota Medan dalam menyediakan hunian yang layak di Kota Medan, serta untuk menganalisis perencanaan dan implementasi program ALADIN tahun 2009 di Kecamatan Medan Sunggal. Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk analisis deskriptif kualitatif. Unit analisis yang terdiri dari informan kunci yaitu Ketua, Sekretaris dan salah seorang Anggota Panitia ALADIN tahun 2009 di Kota Medan serta Masyarakat Medan Sunggal penerima bantuan ALADIN, informan utama yaitu Kepala Bidang Sosial Budaya Bappeda Kota Medan.
Kesimpulan yang diperoleh adalah Kebijakan pemerintah kota Medan dalam mengatasi kemiskinan pada bidang perumahan masyarakat dituangkan dalam program perbaikan rumah atap, lantai dan dinding atau disingkat dengan ALADIN, tujuan program bantuan perbaikan rumah ALADIN sendiri adalah untuk mensejahterakan masyarakat kota Medan dan masyarakat sendiri menyambut antuasias program ALADIN tersebut.
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang
Permasalahan permukiman sudah sejak lama menjadi perhatian dunia internasional
pada umumnya dan negara-negara berkembang pada khususnya, karena memiliki dimensi
persoalan yang luas seiring dengan perkembangan sosio-ekonomi dan pertumbuhan
perkotaan. Didorong oleh rasa keprihatinan pada kondisi permukiman yang ada
diperkotaan, para wakil pemerintah dari berbagai negara dalam KTT millenium-PBB yang
dilaksanakan bulan September 2000, telah menyepakati tujuan pembangunan global yang
dituangkan dalam Millenium Development Goals (MDG). Salah satu target MDG tersebut
adalah meningkatkan kualitas kehidupan 100 juta masyarakat di permukiman kumuh pada
tahun 2020.
Amanat Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen II pasal 28 H, UU No 4 Tahun
1992 tentang Perumahan dan Permukiman, dan UU No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM
disebutkan bahwa hunian yang layak merupakan hak dasar warga Negara Indonesia. Dalam
Undang-undang Nomor 4/1992 tentang Perumahan Permukiman pasal 29 disebutkan
bahwa setiap warga negara mempunyai hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya
untuk berperan serta dalam pembangunan perumahan dan permukiman. Dengan demikian,
setiap warga negara berhak mendapat pelayanan akan kebutuhan perumahan. Karena itu,
terpenuhinya kebutuhan perumahan dan permukiman merupakan tuntutan dan kebutuhan
masyarakat Indonesia.
Sesudah manusia terpenuhi kebutuhan jasmaninya yaitu sandang, pangan, serta
pemgembangan hidup yang lebih tinggi. Khususnya bagi rakyat miskin, pemenuhan
kebutuhan papan amat mendesak. Apalagi pemukiman di tengah kota sudah semakin sesak,
hampir tak teratur lagi. Harus kita akui, bahwa masih banyak masyarakat Indonesia belum
memiliki rumah. Ataupun jika ada, banyak diantara mereka yang memiliki rumah namun
tidak layak huni, terutama jika ditinjau dari sudut kesehatan. Padahal pemenuhan
kebutuhan perumahan adalah termasuk indicator dari tingkat kesejahteraan masyarakat.
Dalam rangka mewujudkan hunian yang layak bagi semua orang (adequate shelter
for all), pemerintah bertanggungjawab untuk memberikan fasilitasi kepada masyarakat agar
dapat menghuni rumah yang layak, sehat, aman, terjamin, mudah diakses dan terjangkau
yang mencakup sarana dan prasarana pendukungnya. Untuk itu, pemerintah perlu
menyiapkan program-program pembangunan perumahan dan permukiman, baik berupa
intervensi langsung (provider) maupun melalui penciptaan iklim yang kondusif (enabler)
sehingga pembangunan perumahan dan permukiman dapat berjalan dengan efisien dan
berkelanjutan.
Pemerintah daerah (Pemda) memiliki peran yang penting dalam pembangunan
perumahan dan permukiman, sebab Pemda adalah pihak yang mengetahui berapa jumlah
kebutuhan hunian masyarakatnya. Meskipun pembangunan perumahan dan permukiman
yang layak sudah diarahkan agar terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah, akan
tetapi sasaran ini masih belum dapat tercapai secara menyeluruh.
Hal mendasar yang mengacu timbulnya berbagai tantangan dalam pembangunan
perumahan dan permukiman adalah fenomena pertambahan penduduk yang sangat pesat
yang disertai laju pertumbuhan ekonomi yang cukup signifikan (mantap) yang
hasil analisa tim Rencana Pembangunan Dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman
(RP4D) kota Medan, perkiraan jumlah penduduk kota Medan sampai tahun 2018 adalah
2.510.236 jiwa. Oleh sebab itu, diperlukan adanya suatu persiapan sejak dini untuk
mengantisipasi adanya kekurangan kebutuhan akan perumahan masyarakat.
Salah satu isu pokok permasalahan pembangunan perumahan dan permukiman baik
pada tingkat nasional maupun daerah adalah kurangnya akses yang sama bagi masyarakat
berpenghasilan rendah untuk maemilliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan rumah
yang layak. Kemampuan pemerintah yang terbatas dan berbagai sistem yang
mempengaruhi kepemilikan rumah oleh seluruh masyarakat hanya menempatkan
masyarakat dengan golongan ekonomi mampu yang hanya sanggup untuk memiliki rumah
yang layak bagi tempat tinggalnya. Sesuai dengan amanat Undang-Undang serta Kebijakan
Strategi Nasional Perumahan Permukiman mensyaratkan untuk memberikan akses yang
luas bagi masyarakat miskin untuk memiliki rumah yang layak.
Rumah kurang layak huni sesuai data di RTRW kota Medan tercatat sebanyak
88.166 unit yang tergolong rumah dengan kondisi buruk. Kriteria yang digunakan untuk
rumah kurang layak huni dilihat dari struktur bangunan (atap, dinding, dan lantai) ataupun
kelengkapan sarana dan prasarana rumah seperti ketersediaan kamar mandi, kondisi dapur,
dan lain sebagainya. Rumah kurang layak huni secara keseluruhan dihuni oleh keluarga
dengan kondisi ekonomi yang tergolong rendah. Karena alasan ekonomi rata-rata rumah
tangga tidak memiliki dana yang cukup untuk memperbaiki dan meningkatkan kondisi
rumahnya.
Pemerintah kota Medan dengan keterpaduan berdasarkan surat keputusan Menko
yang diberi nama program ALADIN(Perbaikan atap, lantai, dan dinding) melalui Badan
Keluarga Berencana (KB) yang pada tahap pertama dimulai tahun 2007. Program ALADIN
ini bertujuan untuk memberikan bantuan kepada keluarga prasejahtera untuk meningkatkan
taraf hidup yang layak, dan diharapkan dengan perbaikan rumah ini terpenuhi rumah yang
layak huni dan dapat meningkatkan tahapan kehidupan.
Program tahap pertama tahun 2007 tersebut telah berhasil melakukan pemugaran
125 unit rumah keluarga pra sejahtera yang berada di tingkat luar kota Medan yang berada
di 11 Kecamatan , yaitu: 14 unit di Kecamatan Medan Denai, 25 unit di kecamatan Medan
Labuhan, 7 Unit di Kecamatan Medan Johor, 16 unit di Kecamatan Medan Belawan, 16
unit di Kecamatan Medan Tuntungan, 14 unit di Kecqamatan Medan Sunggal, 5 Unit di
Kecamatan Medan Tembung, 10 unit di Kecamatan medan Selayang, 11 unit di Kecamatan
Medan Marelan, dan 5 Unit di Kecamatan Medan Amplas.
Namun program ini bersifat jangka pendek, yang bertujuan memberikan motivasi
bagi masyarakat untuk meningkatakan ekonomi dengan kondisi lingkungan rumah yang
cukup mendukung. Alokasi dana yang dapat disalurkan pada program
perbaikan/pemugaran rumah di Kota Medan Pemerintah Kota Medan dapat menganggarkan
dana dari APBD Kota Medan, selain sumber-sumber pembiayaan berasal dari dana yang
diusulkan ke pemerintah pusat melalui Menteri Perumahan Rakyat, peran serta swasta dan
BUMN ataupun pola perbaikan rumah melalui pendekatan partisipasi/swadaya dari
masyarakat sendiri.
Dengan melihat berbagai pertimbangan kepadatan penduduk ke depannya, serta
kemungkinan dan untuk menghindari terbentuknya perumahan masyarakat yang kumuh,
akan dibahas hasil dari perencanaan pemerintah kota Medan sendiri untuk menciptakan
kota Medan dari keluarga yang belum memperoleh rumah yang layak huni.
Maka dengan alasan tersebut penulis tertarik untuk melakukan suatu penelitian yang
berjudul “Implementasi Perencanaan Pembangunan Perumahan Dalam Menyediakan
Hunian Yang Layak Di Kota Medan studi kasus Pada Program ALADIN
I.2. Perumusan Masalah
Perumusan masalah sangat penting agar diketahui arah jalannya suatu penelitian.
Batasan masalah bukan batasan pengertian. Tidak jarang mahasiswa yang
mencampuradukkan kedua jenis batasan tersebut. Ada yang menganggap sebagai dua hal
tetapi sama. Ada yang menggunakan secara terbalik. Batasan masalah merupakan sejumlah
masalah yang merupakan pertanyaan penelitian yang akan dicari jawabannya melalui
penelitian. Dengan makna tersebut maka batasan masalah sebenarnya adalah batasan
permasalahan. (Arikunto, 2005 : 14)
Berpangkal tolak dari latar belakang masalah, dapat dirumuskan masalah dalam
penelitian ini sebagai berikut: “Bagaimana Implementasi Perencanaan Pembangunan
Perumahan Dalam Menyediakan Hunian Yang Layak Di Kota Medan Pada Program
ALADIN (Atap,Lantai,Dinding) ?
I.3. Tujuan Penelitian
Setiap penelitian yang dilakukan tentu mempunyai sasaran yang hendak dicapai
atau apa yang menjadi tujuan penelitian tentunya jelas diketahui sebelumnya. Adapun yang
menjadi tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui kebijakan Pemerintah Kota Medan dalam menyediakan hunian
yang layak di Kota Medan.
2. Untuk menganalisis perencanaan dan implementasi program ALADIN tahun 2009
di Kecamatan Medan Sunggal.
Setelah selesai penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat yang baik bagi
peneliti sendiri maupun pihak lain yang berkepentingan dalam penelitian ini. Adapun
manfaat penelitian yang diharapkan adalah:
1. Secara Subjektif, sebagai suatu sarana dalam melatih dan mengembangakan
kemampuan berpikir secara ilmiah, sistematis, dan metodologi dalam menyusun
karya ilmiah.
2. Secara Akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dalam menambah bahan kajian perbandingan
bagi yang menggunakannya.
3. Secara Praktis, Bagi Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana kota Medan, penelitian ini diharapkan mampu dijadikan sebagai sumbangan saran dan
pemikiran.
I.5. Kerangka Teori
Sebagai titik tolak atau landasan berfikir dalam menyoroti atau memecahkan
permasalahan perlu adanya pedoman teoritis yang dapat membantu. Untuk itu perlu disusun
kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana
masalah tersebut disoroti. Selanjutnya teori merupakan serangkaian asumsi, konsep, dan
konstruksi, defenisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara
sistematis dengan cara merumuskan hubungan antara konsep (Singarimbun, 1995 : 37).
Berdasarkan rumusan diatas, maka dalam bab ini penulis akan mengemukakan teori,
pendapat, gagasan yang akan dijadikan titik tolak landasan berfikir dalam penelitian ini.
Implementasi merupakan sebuah penempatan ide, konsep, kebijakan, atau inovasi
dalam suatu tindakan praktis sehingga memberikan dampak, baik berupa perubahan
pengetahuan, ketrampilan maupun nilai dan sikap. Dalam oxford advance leaner dictionary
dikemukakan bahwa implementasi adalah put something into effect yang artinya adalah
penerapan sesuatu yang memberikan efek atau dampak ( Susilo, 2007:174)
Implementasi kebijakan dalam arti yang luas dipandang sebagai alat administrasi
hukum dimana berbagai sistem , organisasi, prosedur dan teknik yang bekerja
bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang diinginkan.
Implementasi pada sisi yang lain merupakan fenomena yang kompleks yang mungkin dapat
dipahami sebagai proses, keluaran maupun sebagai hasil ( Winarno, 2002:101)
Pressman dan Wildasvky (dalam Putra, 2003:80) mengartikan implementasi sebagai
interaksi antara penyusunan tujuan dengan sarana-sarana tindakan dalam mencapai tujuan
tersebut, atau kemampuan untuk menghubungkan dalam hubungan kausal antara yang
diinginkan dengan cara untuk mencapainya.
Van Meter dan Van Horn (dalam Winarno, 2002:102) membatasi implementasi
kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu atau
kelompok-kelompok pemerintah maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan dan
sasaran yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan kebijakan sebelumnya.
Sedangkan Fullan (dalam Syaifuddin, 2006:100) memandang sebagai proses menerapkan
sebuah ide atau program baru dengan harapan akan terjadi sebuah perubahan.
Menurut Jenkis (dalam Parsons, 2005:463) studi implementasi adalah studi
perubahan: bagaimana perubahan terjadi, bagaimana kemungkinan perubahan bisa
bagaimana organisasi di luar dan di dalam sistem politik menjalankan urusan mereka dan
berinteraksi satu sama lain; apa motivasi-motivasi merka bertindak sepertiitu, dan apa
motivasi lain yang mungkin membuat mereka bertindak secara berbeda.
Kajian implementasi merupakan suatu proses mengubah gagasan atau program
menjadi tindakan dan bagaimana kemungkinan cara menjalankan perubahan tersebut.
dalam konteks menajemen, implementasi kebijakan berada di dalam kerangka
organizing-leading-controlling. Jadi ketika kebijakan sudah dibuat, maka tugas selanjutnya adalah
mengorganisasikan, melaksanakan kepemimpinan untuk memimpin pelaksanaan dan
melakukan pengendalian dari pelaksanaan tersebut. Untuk menganalisis bagaimana proses
implementasi kebijakan tersebut berlangsung secara efektif, maka dapat dilihat dari
berbagai model implementasi kebijakan.
Pengkajian mengenai tahap implementasi kebijakan merupakan bagian yang krusial
dalam proses kebijakan publik. Dari proses pengimplementasian kebijakan ini akan
menuntut sebuah konsekuensi – konsekuensi yang akan mempengaruhi beberapa aspek
kehidupan masyarakat. Sebagus apapun sebuah kebijakan tanpa diikuti proses
pengimplementasian yang tidak tepat tidak akan menunjukkan hasil yang sesuai dengan
tujuan yang diharapkan oleh pembuat keputusan.
Pemahaman lebih lanjut tentang konsep implementasi dikemukakan oleh Lineberry
dengan mengutip pendapat Van Meter dan Van Horn yang memberikan pernyataan bahwa
“policy implementation encompasses those action by public and private individuals (and
groups) that aredirected at the achievement of goals and objectives set forth in prior policy
decicions.” Pernyataan ini memberikan makna bahwa implementasi kebijakan adalah
pemerintah dan swasta yang diarahkan pada pencapaian tujuan dan sasaran yang menjadi
prioritas dalam keputusan kebijakan.secara sederhana dapat dikatakan bahwa implementasi
kebijakan meliputi semua tindakan yang berlangsung antara pernyataan atau perumusan
kebijakan dan dampak aktualnya.(Putra, 2003:84)
Dalam perumusan suatu kebijakan apakah menyangkut program maupun
kegiatan-kegiatan selalu diiringi dengan suatu tindakan pelaksanaan atau implementasi. Karena
betapapun baiknya suatu kebijakan tanpa implementasi maka tidak akan banyak berarti.
Dalam kaitan seperti ini dikemukakan oleh Wahab(1990:51), bahwa pelaksanaan kebijakan
adalah sesuatu yang penting, bahkan jauh lebih penting dari pada pembuatan kebijakan.
Kebijkasanaan hanya sekedar impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip
kalau tidak mampu diimplementasikan.
Ada beberapa defenisi yang dikemukakan oleh para ahli yang dikutip oleh
Sumaryadi dkk(2005) seperti yang berikut ini:
1. Donald Van Meter dan Carl Van Horn membatasi implementasi sebagai
tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu (atau kelompok) pemerintah dan
swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam
keputusan-keputusan kebijakan sebelumnya.
2. Daniel A Mazmanian dan Paul A Sabatier yang menyebutkan bahwa implementasi
adalah memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan
berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijaksanaan
yakni kejadian-kejadian dan kegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman
kebijaksanaan Negara, yang mencakup baik usaha untuk mengadministrasikannya
3. Cahrles O. Jones berpendapat bahwa implementasi adalah suatu proses interaktif
anatara suatu perangkat tujuan dengan tindakan atau bersifat interaktif dengan
kegiatan-kegiatan kebijaksanaan yang mendahuluinya.
Lingberry (dalam Putra, 2003: 81) menyatakan bahwa proses implementasi
setidak-tidaknya memiliki elemen –elemen sebagai bereikut:
1. pembentukan unit organisasi baru dan staf pelaksana
2. penjabaran tujuan kedalam berbagai aturan pelaksana
3. koordinasi sebagai sumber dan pengeluaran kepada kelompok sasaran, pembagian
tugas di dalam dan di antara dinas-dinas atau badan pelaksana.
4. Pengalokasian sumber-sumber untuk mencapai tujuan
Dari defenisi –defenisi diatas, maka penulis menyimpulkan bahwa implementasi
adalah kebijakan meliputi semua tindakan yang berlangsung antara pernyataan atau
perumusan kebijakan dan dampak yang dihasilkan.
Berkaitan dengan tahap implementasi kebijakan, Tangkilisan (2003:18)
mengemukakan 3 (tiga ) kegiatan yang utama yang paling penting dalam implementasi
yaitu; Penafsiran, yaitu merupakan kegiatan yang menerjemahkan makna program ke
dalam pengaturan yang dapat diterima dan dapat dijalankan; Organisasi, yaitu merupakan
unit atau wadah untuk menempatkan program kedalam tujuan kebijakan, dan Penerapan,
I.5.2. Model-Model Implementasi Menurut Beberapa Ahli
Untuk menjalankan kegiatan dalam tahap implementasi tersebut, para ahli
merumuskan beberapa model yang dapat digunakan demi lancarnya implementasi suatu
kebijakan. Berikut akan dibahas beberapa model implementasi yang dikemukana para ahli:
a. Model top-down oleh Sabatier dan Mazmanian
Model yang dikemukakan oleh Sabatier dan Mazmanian dalam Putra ( 2003:
86) ini, meninjau dari kerangka analissinya. Modelnya ini dikenal dan dianggap sebagai
salah satu model top down yang paling maju. Karena mereka telah mencoba
mensintesiskan ide-ide dari pencetus teori model top-down dan bottom up
Posisi model top-down yang diambil oleh Sabatier dan maznanian terpusat pada
hubungan antara keputusan-keputusan dengan pencapaiannya, formulasi dengan
implementasinya, dan potensi hierarki dengan batas-batasnya, serta kesungguhan
implementor untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam kebijakan tersebut.
Model Top-down yang dikemukakan oleh Sabatier dan Mazamanian ini akan
memberikan skor yang tinggi pada kesederhanaan dan keterpaduan, karena modelnya
memaksimalakan perilaku berdasarkan pemikiran tentang sebab akibat, dengan
tanggung jawab yang bersifat single atau penuh. Penekanannya terpusat pada
koordinasi, kompliansi dan control yang efektif yang mengabaikan manusia sebagai
Gambar 1.1.Implementasi Kebijakan Menurut Sabatier dan Mazmanian
(sumber: Putra, 2003: 89)
Karakteristik masalah
1. Ketersediaan teknologi dan teori teoritis 2. Keragaman perilaku kelompok sasaran 3. Sifat populasi
4. Derajat perubahan perilaku yang diharapkan
Daya dukung peraturan
1.kejelasan/konsistensi tujuan/sasaran 2. teori kasual yang memadai
3. sumber keuangan yang mensukupi 4. integrasi organisasi pelaksana 5. direksi pelaksana
6. rekrutmen dari pejabat
7. akses formal pelaksana organisasi
Variabel non-peraturan
1. Kondisi sosio ekonomi dan
2. Perhatian pers terhadap masalah kebijakan 3. Dukungan public
4. Sikap dan sumber daya 5. Dukungan kewenangan
6. Komitmen dan kemampuan pejabat pelaksana
Proses implementasi
Keluaran kesesuaian dampak actual dampak yang diperkirakan
Kebijakan dari keluaran kebijakan keluaran
Organisasi dengan kelompok kebijakan
b. Model Bottom - Up oleh Smith
Model yang dikemukakan oleh Smith (dalam Putra, 2003:90) ini memandang
implementasi sebagai proses atau alur, yang melihat proses kebijakan dari perspektif
perubahan sosial politik, dimana kebijakan yang dibuat oleh pemerintah bertujuan untuk
mengadakan perbaikan atau perubahan dalam masyarakat sebagai kelompok sasaran.
Smith menyatakan bahwa ada 4 (empat) variabel yang perlu diperhatikan dalam
proses implementasi kebijakan yaitu:1.idealized policy, yaitu suatu pola interaksi yang
diidealisasikan oleh perumus kebijakan dengan tujuan untuk mendorong , mempengaruhi
dan merangsang target group untuk melaksanakannya. 2. Target group, yaitu bagian dari
policy stakeholders yang diharapkan dapat mengadopsi pola-pola interaksi sebagaimana
yang diharapkan oleh perumus kebijakan. Karena mereka ini banyak mendapat pengaruh
dari kebijakan, maka diharapkan dapat menyesuaikan pola-pola perilakunya dengan
kebijakan yang dirumuskannya, 3. Implementing organization, yaitu badan-badan
pelaksana atau unit-unit birokrasi pemerintah yang bertanggungjawab dalam implementasi
kebijakan; 4. Environmental factor , yaitu unsur-unsur di dalam lingkungan yang
mempengaruhi implementasi kebijakan(seperti aspek budaya, sosial, ekonomi dan politik).
Keempat variabel diatas tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan satu kesatuan
yang saling mempengaruhi dan berinteraksi secara timbal balik, oleh karena itu sering
menimbulkan tekanan (tension) bagi terjadinya transaksi atau tawar-menawar antara
formulator dan implementor kebijakan.
Model pendekatan bottom-up yang dikemukakan oleh Smith ini memberikan skor
tinggi pada realisme dan kemampuan pelaksana. Karena modelnya memandang bahwa
peluang terjadinya transaksi melalui proses negoisasi, atau bargaining untuk menghasilkan
kompromi terhadap implementasi kebijakan yang berdimensi target group.
Gambar 1.2 Model Proses Alur Smith
Policy tensions
transaction
feedback institution
(Sumber: Putra, 2003:92)
c. Model Van Meter dan Van Horn
Model proses implementasi yang diperkenalkan Donald S. Van Meter dan Carl E.
Van Horn tidak dimaksudkan untuk mengukur dan menjelaskan hasil-hasil akhir dari
kebijakan pemerintah, tetapi untuk mengukur dan menjelaskan yang dinamakan pencapaian
program. Perlu diperhatikan bahwa pelayanan dapat diberikan tanpa mempunyai dampak
substansial pada masalah yang diperkirakan berhubungan dengan kebijakan. Suatu
kebijakan mungkin diimplementasikan secara efektif, tetapi gagal memperoleh dampak Policy
Making
process
Implementing organization
Target group
Idealized Policy
substansial karena keadaan-keadaan lainnya. Oleh karena itu, pelaksanaan program yang
berhasil mungkin merupakan kondisi yang diperlukan sekalipun tidak cukup bagi
pencapaian hasil akhir secara positif (Winanrno, 2002: 103)
Model yang ditawarkan Van Meter dan Van Horn ini mempunyai 6 (enam) variabel
yang membentuk ikatan (lingkage) antara kebijakan dan pencapaian ( performance) .
Variabel-variabel tersebut dijelaskan sebagai berikut( Winarno, 2002: 110-119):
1. Ukuran Dasar dan Tujuan Kebijakan
Variabel ini didasarkan pada kepentingan utama terhadap fsistem-fsistem yang
menentukan pencapaian kebijakan. - pencapaian ini menilai sejauh mana
ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan telah direalisasikan. Ukuran–ukuran-ukuran dasar
dan tujuan–tujuan berguna di dalam menguraikan tujuan-tujuan keputusan
kebijakan secara menyeluruh. Disamping itu, ukuran–ukuran dasar dan
tujuan-tujuan merupakan bukti itu sendiri dan dapat diukur dengan mudah dalam beberapa
kasus. Misalanya peemerintah berusaha menciptakan lapangan pekerjaan untuk para
pengangguran dengan membuat beberapa proyek padat karya. Untuk menjelaskan
apakah implementasi telah berhasil atau tidak, perlu ditentukan jumlah pekerjaan
yang telah diciptakan, identitas orang-orang dipekerjakan dan kemajuan
proyek-proyek pembangunan yang berhubungan.
2. Sumber-Sumber Kebijakan
Sumber-sumber layak mendapat perhatian karena menunjang keberhasilan
implementasi kebijakan. Sumber-sumber yang dimaksud mencakup dana atau
perangsang (incentive) lain yang mendorong dan memperlancar implementasi yang
3. Komunikasi Antar Organisasi Dan Kegiatan-Kegiatan Pelaksanaan.
Komunikasi di dalam dan antara organisasi-organisasi merupakan suatu proses yang
kompleks dan sulit. Dalam meneruskan pesan-pesan ke dalam suatu oraganisasi
atau dari suatu organisasi ke organisasinya, para komunikator dapat menyimpannya
atau meyebarluaskannya, baik secara sengaja atau tidak sengaja. Lebih dari itu, jika
sumber-sumber informasi yang berbeda memberikan interpretasi-interpretasi yang
tidak konsisten terhadap ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan atau jika
sumber-sumber yang sama memberikan interpretasi-interpretasi yang bertentangan, para
pelaksana akan mengahdapi kesulitan yang lebih besar untuk melaksanakan
maksud-maksud kebijakan.
Dalam hubungan-hubunghan antar organisasi maupun antarpemerintah, dua tipe
kegiatan pelaksanaan merupakan hal yang paling penting. Pertama, nasihat dan
bantuan teknis yang dapat diberikan. Pejabat-pejabat tingkat itnggi seingkali dapat
melakukan banyak hal untuk memperlancar implementasi kebijakan dengan jalan
membantu pejabat –pejabat bawahan menginterpretasikan peratuaran-perturan dan
garis-garis pedoman pemerintah, menstrukturkan tanggapan-tanggapan terhadap
inisiatif-inisiatif dan memperoleh sumber-sumber fisik dan teknis yang diperlukan
yang berguna dalam melaksanakan kebijakan. Kedua, atasan dapat menyandarkan
pada berbagai sanksi, baik positif maupun negatif.
4. Karakteristik Badan-Badan Pelaksana
Van meter dan Van Horn mengetengahkan beberapa unsur yang mungkin
berpengaruh terhadap suatu organisasi dalam mengimplementasikan kebijakan:
b. Tingkat pengawasan hierarkis terhdap keputusan-keputusan sub unit dan
proses-proses dalam badan-badan pelaksana
c. Sumber-sumber politik suatu organisasi (misalnya dukungan di antara
anggota-anggota legislatif dan eksekutif)
d. Vitalisasi suatu organisasi
e. Tingkat komunikasi-komunikasi “terbuka”, yang didefenisikan sebagai jaringan
kerja komunikasi horisontaldan vertikal secara bebas, serta tingkat kebebasan
yang secara relatif tinggi dalam komunikasi dengan individu-individu di luar
organisasi
f. Kaitan formal dan informal suatu badan dangan badan “pembuat keputusan”
atau “pelaksana keputusan”.
5. Kondisi-kondisi ekonomi, sosial dan politik
Para peminat perbandingan poltik Negara dan kebikan publik secara khusus tertarik
dalam mengidentifikasikan pengaruh variabel-variabel lingkungan pada hasil-hasil
kebijakan. Sekalipun dampak dari fsistem-fsistem ini pada implementasi
keputusan-keputusan kebijakan mendapat perhatian yang kecil, namun menurut Van Meter dan
Van Horn, fsistem-fsistem ini mungkin mempunyai efek yang mendalam terhadap
pencapaian badan-badan pelaksana.
6. Kecenderungan pelaksana(implementors)
Pada tahap ini pengalaman-pengalaman subyektifitas individu-individu memegang
peranan yang sangat besar. Van Meter dan Van Horn kemudian
mengidentifikasikan tiga unsur tanggapan pelaksana yang mungkin mempengaruhi
(komprehensi, pemahaman) tentang kebijakan, macam tanggapan terhadapnya
(penerimaan, netralitas, penolakan) dan in tensitas tanggapan itu. Pemahaman
pelaksana tentang tujuan umum maupun ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan
kebijakan merupakan suatu hal yang penting. Implementasi kebijakan yang berhasil
harus diikuti oleh kesadaran terhadap kebijakan tersebut secara menyeluruh. Hal ini
berarti bahwa kegagalan suatu implementasi kebijakan sering diakibatkan oleh
ketidaktaatan para pelaksana terhadap kebijakan. Dalam kondisi seperti ini, persepsi
individu memegang peran. Dalam keadaan ketidaksesuaian kognitif, individu
mungkin akan berusaha menyeimbangkan pesan yang tidak menyenangkan dengan
persepsinya tentang apa yang seharusnya merupakan keputusan kebijakan.
Intensitas kecenderungan pelaksanaan inilah yang akan mempengaruhi pencapaian
implementasi.
Adapun ikatan (linkage) antara keenam variabel tersebut di atas dengan
Gambar 1.3 Model Proses Implementasi Kebijakan menurut Van Horn dan Varn Meter
Ukuran-ukuran
Dasar Dan
Tujuan-Tujuan
pencapaian
(Sumber: winanrno, 2002:111)
Menurut Van Meter dan Van Horn, tipe dan tingkatan sumber-sumber yang
disediakan oleh keputusan kebijakan akan mempengaruhi kegiatan-kegiatan komunikasi
dan pelaksanaan. Bantuan teknik dan pelayanan-pelayanan lain hanya dapat ditawarkan jika
ditetapkan oleh keputusan kebijakan dan semangat para pelaksana hanya dapat dicapai
apabila sumber-sumber yang tersedia cukup untuk mendukung kegiatan tersebut. Pada sisi
yang lain, kecenderungan para pelaksana dapat dipengaruhi secara langsung oleh
tersedianya sumber-sumber. Juka jumlah uang atau sumber-sumber lain dipandang tersedia,
kebijaksanaan
Sumber-sumber
Komunikasi antar organisasi dan
kegiatan-kegiatan pelaksanaan
Kecenderung an pelaksana-pelaksana
Karakterisitik-karakteristik dari badan-badan pelaksana
maka para pelaksana mungkin memandang program dengan senang hati dan kemungkinan
besar hal ini akan mendorong ketaatan para pelaksana kebijakan karena mereka berharap
akan memperoleh keuntungan dari sumber-sumber tadi. Hal sebaliknya juga dapat terjadi,
bila suatu program tidak mempunyai cukup sumber-sumber pendukung dan dengan
demikian tidak prospektif, maka dukungan dan ketaatan terhadap program akan menurun.
d. Model Marilee S.Grindle
Model ini menyatakan bahwa implementasi kebijakan ditentukan oleh isi kebijakan dan
konteks implementasinya. Ide dasarnya adalah bahwa setelah kebijakan
ditransformasikan, maka implementasi kebijakan dilakukan. Keberhasilannya
ditentukan oleh derajat implementability dari kebijakan tersebut. isi kebijakan
mencakup:
a. sejauh mana kepentingan kelompok sasaran atau target group termuat dalam isi
kebijakan
b. jenis manfaat yang akan diterima oleh para target group atau sasaran dari
kebijakan
c. derajat perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan
d. kedudukan program apakah sudah tepat dalam bidang dari organisasi pelaksana
e. seluruh implementator yang akan melaksanakan kebijakan tersebut
f. sumber daya yang dikerahkan telah memenuhi atau tidak
Sementara itu konteks implementasinya adalah:1. kekuasaan, kepentingan, strategi actor
yang terlibat, 2. karakteriistik lembaga dan penguasa, 3. kepatuhan dan daya tanggap
Gambar 1. Model Proses Implementasi Kebijakan menurut Marilee S.Grindle
Gambar:model implementasi Marilee S Grindle
Sementara itu, Peters (dalam Tangkilisan, 2003: 22) mengatakan implementasi kebijakan
yang gagal disebabkan beberapa fsistem:
1. Informasi
Kekurangan informasi dengan mudah mengakibatkan adanya gambaran yang
kurang tepat, baik kepada obyek kebijakan maupun kepada para pelaksana dari isi
kebijakan yang akan dilaksanakannya dan hasil-hasil dari kebijakan itu.
2. Isi kebijakan
Implementasi kebijakan dipengaruhi oleh;
Implementasi kebijakan dapat gagal karena masih samarnya isi atau tujuan
kebijakan atau ketidaktepatan atau ketidaktegasan intern maupun ekstern atau
kebijakan itu sendiri, menunjukkan adanya kekurangan yang sangat berarti atau
adanya kekurangan yang menyangkut sember daya pembantu.
3. Dukungan
Implementasi kebijakan publik akan sangat sulit bila pelaksanaanya tidak cukup
dukungan untuk kebijakan tersebut
4. Pembagian potensi
Hal ini terkait dengan pembangian potensi di antara para sistem implementasi dan
juga mengenai organisasi pelaksana dalam kaitannya dengan diferensiasi tugas dan
wewenang.
Maka, dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan model implementasi
bottom-up oleh Grindle. Yang kemudian akan dijadikan sebagai indikator yang akan
menjadi batasan penelitian, serta alat untuk menganalisis data yang akan di peroleh di
lapangan.
I.5.2 Perencanaan Pembangunan I.5.2.1 Perencanaan
Perencanaan berasal dari kata rencana, yang berarti rancangan atau kerangka
sesuatu yang akan dikerjakan. Pada dasarnuya perencanaan sebagai fungsi manajemen
adalah proses penngambilan keputusan dari sejumlah pilihan untuk mencapai tujuan yang
dikehendaki (Kartasasmita, 1994)
Dari pengertian sederhana tersebut, dapat diuraikan beberapa komponen penting
waktu;kapan bilamana kegiatan tersebut hendak dilakukan. Apa yang hendak direncanakan
tentu saja merupakan tindakan-tindakan untuk masa depan.
Menurut Ardani (dalam Soekartawi (1990:21), perencanaan biasanya mengandung
beberapa elemen, antara lain:
1. Perencanaan yang dapat diartikan sebagai pemilihan alternatif
2. Perencanaan yang dapat diartikan sebagai pengalokasian berbagai sumberdaya yang
tersedia
3. Perencanaan yang dapat diartikan sebagai upaya untuk mencapai sasaran
4. Perencanaan yang dapat diartikan sebagai upaya untuk mencapai target sasaran
yang dikaitkan dengan waktu masa depan
Menurut Randy dan Riant (2006 : 39) Pengertian perencanaan sangat beraneka
ragam. Keanekaragaman pengertian dan defenisi perencanaan dipengaruhi pandangan dari
sudut-sudut pandangan tertentu sesuai kepentingan yang diharapkan. Berdasarkan berbagai
defenisi perencanaan yang ada, perencanaan merupakan:
a. Himpunan asumsi untuk mencapai tujuan. Perencanaan adalah pemilihan dan
menghubungkan fakta-fakta, membuat serta menggunakan asumsi-asumsi yang
berkaitan dengan masa datang dengan menggambarkan dan merumuskan
kegiatan- kegiatan tertentu yang diyakini diperlukan untuk mencapai suatu hasil
tertentu.
b. Seleksi tujuan. Perencanaan adalah proses dasar yang kita gunakan untuk
memilih tujuan-tujuan dan menguraikan bagaimana cara pencapaiannya.
c. Pemilihan alternatif dan alokasi sumber daya perencanaan adalah pemilihan
d. Rasionalitas. Perencanaan adalah pemikiran rasional berdasarkan fakta-fakta
atau perkiraan yang mendekat (estimate) sebagai persiapan untuk melaksanakan
tindakan-tindakan kemudian
e. Proses penentuan masa depan. Perencanaan adalah keseluruhan proses
pemikiran dan penentuan secara matang hal-hal yang akan dikerjakan di masa
yang akan datang dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetntukan
Maka, menurut penulis perencanaan adalah pemilihan berbagai alternatif dalam
mengalokasikan sumber daya yang ada untuk merumuskan tujuan guna mencapai
tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
I.5.2.2 Pengertian Pembangunan
Menurut Myndal (dalam Budiman, 1995: 1) memberikan defenisi pembangunan
bahwa Pembangunan seharusnya merupakan suatu proses yang saling terkait antara
proses pertumbuhan ekonomi, perubahan sosial, dan demokrasi politik yang terjadi
dalam lingkaran sebab akibat kumulatif(circular cumulative cautation). Pembangunan
sudah menjadi kata kunci bagi segala hal. Secara umum, kata pembangunan diartikan
sebagai usaha untuk memajukan kehidupan masyarakat dan warga negaranya
Randy dan Riant (2006 : 10) memberikan defenisi pembangunan secara
sederhana, yaitu Pembangunan secara sederhana diartikan sebagai suatu perubahan
tingkat kesejahteraan secara terukur dan alami. Dalam menyelenggarakan tindakan
pembangunan, pemerintah memerlukan dana untuk membiayai kegiatannya. Dana
tersebut dihimpun dari warga Negara dalam bentuk: pajak, pungutan, serta yang
Kesejahteraan manusia merupakan fokus dari tujuan pembangunan, motovasi pelaku
pembangunan, dan prioritas pembiayaan pembangunan. Menurut Suroto(1983 : 78),
pembangunan adalah usaha untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat. Guna
penetapan tujuan dan sasaran pembangunan pada tiap tahap, untuk alokasi sumber-
sumber serta untuk mengatasi rintangan keterbatasan dan pertentangan-pertentangan ini
dan untuk melakukan koordinasi kegiatan, diperlukan kebijaksanaan yang memuat
program dan cara – cara yang relevan dan efektif yang harus dilaksanakan untuk
mencapai tujuan pembangunan. Dengan kata lain, kebijaksanaan berisi tujuan
keseluruhan dan tujuan tiap program yang hendak dicapai pada tiap tahap
pembangunan, cara yang perlu dilakukan untuk mengatasi semua atau berbagai
keterbatasan, rintangan-rintangan dan pertentangan yang ada atau diperkirakan akan
terjadi, cara mengalokasikan sumber-sumber pembangunan yang optimal, serta cara
melakukan koordinasi semua kegiatan yang efektif.
Jadi, menurut penulis pembangunan merupakan usaha untuk peningkatan
kesejahteraan masyarakat yang merupakan suatu proses yang saling terkait antara
ekonomi, perubahan sosial, dan demokrasi politik. Pembangunan akan berhasil apabila
ada kerjasama yang baik antara pemerintah dan masyarakat dalam pelaksanaannya.
1.5.2.3. Perencanaan Pembangunan
Perencanaan pembangunan dapat diartikan sebagai suatu proses perumusan
alternatif-alternatif atau keputusan-keputusan yang didasarkan pada data-data dan
/ aktivitas kemasyarakatan. Baik yang bersifat fisik (materil) maupun nonfisik (mental
dan spiritual) dalam rangka mencapai tujuan yang lebih baik.
Secara umum, unsur-unsur pokok yang termasuk dalam perencanaan pembangunan
adalah sebagai berikut:
1. Kebijaksanaan dasar atau strategi dasar rencana pembangunan
2. Adanya kerangka rencana yang menunjukkan hubungan variabel-variabel
pembangunan dan implikasinya
3. Perkiraan sumber-sumber pembangunan utama pembiayaan
4. Adanya kebijksanaan yang konsisiten dan serasi, seperti kebijkasanaan
fiskal, moneter, anggaran, harga, sektoral, dan pembangunan daerah
5. Adanya program investasi yang dilakukan secara sektoral, seperti pertanian,
insudtri, pendidikan, kesehatan dan lain-lain. Dan
6. Adanya administrasi pembangunan yang mendukung perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan(Randy dan Riant, 2006 : 420)
Dalam beberapa buku literatur perencanaan pembangunan (development
planning), maka pembahasan terhadap pentingnya perencanaan ini sering dikaitkan
dengan pembangunan itu sendiri. Dengan demikian, pembahasan pentingnya aspek
perencanaan yang dikaitkan dengan aspek pembangunan dapat diklasifikasikan menjadi
dua topik utama, yaitu:
a. Perencanaan sebagai “alat” dari pembangunan, dan
b. Perencanaan sebagai tolok ukur dari berhasil- tidaknya pembangunan tersebut
Secara skematis, kaitan antara aspek perencanaan dan pembangunan dapat
Gambar 1.5. Skema Kaitan Antara Perencanaan Dan Pembangunan
Sebagai “alat”
Sebagai “ tolok ukur”
Sumber: Soekartawi, Prinsip-prinsip Dasar Perencanaan Pembangunan
Perencanaan diangggap sebagai “alat”pembangunan, karena perencanaan memang
merupakan alat strategis dalam menuntun jalannya pembangunan. Suatu perencanaan yang
di susun secara acak-acakan (tidak sisitematis) dan tidak memperhatikan aspirasi target
grup (sasaran), maka pembangunan yang dihasilkan juga tidak seperti yang diharapkan.
Dengan demikian, maka di dalam konteks perencanaan sebagai “alat” , maka ia mempunyai
keunggulan komprehensif, yang antara lain dapat dituliskan sebagai berikut:
a. Perencanaan dapat dipakai sebagai alat untuk dijadikan pedoman dalam
pelaksanaan pembangunan
b. Perencanaan dapat dipakai sebagai alat penentuan berbagai alternatif dari berbagai
kegiatan pembangunan
c. Perencanaan dapat dipakai sebagai penentuan skala prioritas
d. Perencaan dapat dipakai sebagai alat “peramalan” (forecasting) dari kegiatan pada
masa akan datang
Pembangunan Perencanaan
Disisi lain, perencanaan dipandang sebagai tolok ukur dari keberhsilan dan
kegagalan dari pembangunan yang mengandung arti bahwa kegiatan pembangunan yang
“gagal” bisa jadi karena aspek perencanaanya yang “tidak baik”, dan begitu pula
sebaliknya. Secara skematis hal ini dapatdilihat pada gambar skema 1.2.
Skema 1.6. Mekanisme Perencanaan dan Hasil Pembangunan
1. sampai seberapa besar kegagalan
perencanaan?
2. Identifikasi masalah
3. Revisi perencanaan
Sumber: Soekartawi, Prinsip-prinsip Dasar Perencanaan Pembangunan
Menurut sudut pandang ilmu administrasi, terdapat tiga asumsi agar perencanaan
pembangunan dapat berlangsung dengan baik, yaitu:
1. Kepemimpinan pembangunan
Kepemimpinan merupakan fsistem penentu munculnya pengambilan
keputusan yang baik. Pengambilan keputusan yang baik akan mementukan
mutu perencanaan pembangunan, sebagai syarat untuk mencapai
keberhasilan pencapaian tujuan perencanaan. Perencanaan
KegiatanPembangunan
Hasil sesuai denganperencan aan sebelumnya
2. Manajemen sumber daya pembangunan.
Sumberdaya pembangunan merupakan aspek utama untuk menetukan
perencanaan pembangunan agar asumsi perencanaan dapat dipenuhi.
3. Prosedur perencanaan
Prosedur perencanaan merupakan langkah- langkah terstruktur yang dimulai
dari langkah pengumpulan data, penyusunan informasi, perumusan
kebutuhan, penilaian anggaran, pengambilan keputusan, pelaksanaan
keputusan, pengendalian pelaksanaan , pemantauan dan evaluasi hasil,
pelaporan, analisis dampak, hingga diawali lagi dari pengumpulan data dan
seterusnya sebagai suatu siklus (Randy dan Riant 2006 : 57).
I.5. 3 Perumahan
Dalam pengertian yang luas, rumah tinggal bukan hanya sebuah bangunan
(struktural), melainkan juga tempat kediaman yang memenuhi syarat-syarat kehidupan
yang layak, dipandang dari berbagai segi kehidupan. Rumah dapat dimengerti sebagai
tempat perlindungan untuk menikmati kehidupan, beristirahat dan bersuka ria bersama
keluarga. Di dalam rumah, penghuni memperoleh kesan pertama dari kehidupannya di
dalam dunia ini. Rumah harus menjamin kepentingan keluarga, yaitu untuk tumbuh,
member kemungkinan untuk hidup bergaul dengan tetangganya; lebih dari itu, rumah harus
memberi ketenangan, kesenangan, kebahagiaan dan kenyamanan pada segala peristiwa
hidupnya.
Menurut Charles Brams (dalam Kuswartojo 2005: 3), perumahan sesungguhnya
berkaitan erat dengan insdustrialisasi, aktivitas ekonomi, dan pembangunan. Keberadaan
pembangunan perumahan juga ditentukan oleh perubahan sosial, ketidakmatangan sarana
hukum politik, dan administratif serta berkaitan pula dengan kebutuhan akan pendidikan.
Charles Brams menyimpulkan bahwa masalah perumahan tidaklah sederhana, tidak ada
obat mujarab yang dapat digunakan dan cocok untuk mengatasi masalah di semua Negara.
Bila dikaji melalui pengertian yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 4 tahun
1992 tentang perumahan dan permukiman, perumahan adalah kelompok rumah yang
berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi
dengan prasarana dan sarana lingkungan.(Sastra: 2006 : 29)
Pengertian perumahan menurut penulis adalah sebuah bangunan tempat tinggal
yang dilengkapi oleh sarana dan prasarana sebagai tempat berlindung maupun berinteraksi
dengan keluarga.
Perumahan dan permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dan
sistem penting dalam peningkatan harkat dan martabat manusia. Pemenuhan kebutuhan
tersebut perlu keterlibatan semua pihak baik masyarakat, pengusaha dan pemerintah.
Adanya ketidakselarasan masing- masing sektor di atas dapat memberikan dampak, yakni
meluasnya lahan tidur di kawasan perkotaan, maraknya spekulan tanah, tidak
seimbangnyapembangunan desa dan kota dan maraknya permasalahan sosial
kemasyarakatan terutama di perkotaan serta tumbuhnya kawasan kumuh. Sebagai
kewajiban otonomi maka penyelenggaraan urusan perumahan menjadi salah satu agenda
Secara operasional, penyelenggaraan urusan perumahan ini dituangkan dalam
beberapa program pokok, antara lain :Program Pelayanan Administrasi Perkantoran,
Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur, Program Pengembangan Perumahan,
Program Lingkungan Sehat Perumahan, Program Pemberdayaan Komunitas Perumahan,
Program Pendidikan Menengah, Program Pengembangan Data/Informasi/Statistik Daerah,
Program Lingkungan Sehat Perumahan (DAK), Program Lingkungan Sehat Perumahan
(BDB), Program Lingkungan Sehat Perumahan (Dana Penyesuaian), Program Pelaksanaan
Kegiatan Keagamaan dan Hari-Hari Besar, Program Peningkatan Kesiagaan dan
Pencegahan Bahaya Kebakaran, Program Peningkatan Disiplin Aparatur, Program
Peningkatan Pengembangan Sistem Pelaporan Capaian Kinerja dan Keuangan, Program
Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Aparatur.
Ada beberapa asas yang perlu diperhatikan dalam pembangunan perumahan dan
permukiman, yaitu:
a. Asas demokrasi, artinya pembangunan perumahan dan permukiman harus
memperhatikan pengelolaan sumber daya alam serta adanya pengakomodasian
kekuasaan dan kewenangan dalam mengelola antara pusat dan darah, transparan
dalam pemngambilan kepustusan, meningkatkan partisipasi semua pihak yang
terkait, tidak diskriminasi dalam perbuatan dan implementasi kebijakan,
bertanggung jawab kepada publik, penyelesaian konflik penguasaan dan
pemanfaatan secara bijakasana, dan menghargai hak-hak asasi manusia dalam
pengelolaan sumber daya alam.
b. Asas transparansi, artinya keterbukaan dalam proses pengambilan keputusan
mengelola sumber daya alam dan pembagunan perumahan permukiman, mulai
dari perencanan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi.
c. Asas koordinasi dan keterpaduan antar sektor, artinya pengelolaan pembangunan
perumahan dan permukiman dilakukan secara terintegrasi dengan saling
memperhatikan kepentingan antar sektor, sehingga dapat dibina hubungan yang
saling mendukung dan kerjasama yang menempatkan kepentingan pelestarian
fungsi lingkungan dan keberlanjutan fungsi perumahan dan permukiman diatas
kepentingan masing-masing sektor
d. Asas efisiensi, artinya pemanfaatan sumber daya alam bagi pembangunan
perumahan dan permukiman di dasarkan pada pengelolaan secara bijkasana
dengan memperhatikan sifat dapat diperbahaarukan (renewable) dan tidak
diperbaharukan (nonrenewable), dengan selalu memperhitungkan keberlanjutan
fungsi dan manfaat sumber daya alam bagi kepentingan generasi kini dan
mendatang.
e. Asas desentralisasi, yaitu penyerahan wewenang tanggung jawab pengelolaan
perumahan dan permukiman serta keterkaitannya dengan lingkungan hidup oleh
pemerintah kepada daerah otonom, atau mentri kepada tingkat birokrasi
dibawahnya, sehingga pengambilan keputusan dapat dilakukan sesuai dengan
karakteristik wilayah masing-masing daerah.
f. Asas partisipasi publik, artinya pemgelolaan perumahan dan permukiman dalam
kaitannya dengan kelestarian fungsi lingkungan, membuka kesempatan kepada
masyarakat dan semua pihak yang terkait (stekholders), untuk mengambil bagian
lingkungan, mulai dari kegiatan identifikasi dan inventarisasi, perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan, pemantauan, evaluasi.
g. Asas pengawasan publik, artinya mekanisme prodsedur pengawasan masyarakat
dan semua pihak yang terkait (steakholders) dalam pengelolaan perumahan dan
perumahan serta pelestraian fungsi lingkungan, dengan mengambil bagian aktif
dalam melakukan pengawasan yang efektif.
h. Asas akuntabilitas publik, artinya upaya yang harus direncanakan dan
dilaksanakan oleh pihak pengelola pembangunan perumahan dan permukiman
serta pelestarian fungsi lingkungan, khususnya mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan kebijakan publik dan kepentingan masyarakat, sebagai bentuk
pertanggungjawabannya kepada masyrakat atas segala tindakan yang dilakukan
dalam pengelolaan secara transparan
i. Asas iformasi dan persetujuan, artinya memberikan inforasi yang benar dan
meminta persetujuan masyarakat dalam pembangunan perumahan dan
permukiman serta pelestarian fungsi lingkungan, dengan persetujuan tersebut
didasarkan pada prinsip kebebasabn dari pihak yang memberi persetujuan (free
Gambar. 1.6 Kerangka Dasar Kebijkan Bidang Perumahan di Indonesia.
Sumber: Dwira N Aulia, Bahan Ajar Perumahan dan Permukiman
Dari kerangka dasar di atas, ada 6 kebijakan yang diambil pemerintah dalam
pengembangan permukiman, yaitu:
Kebijakan 1: pembangunan perumahan dan permukiman yang layak dan terjangkau
bagi seluruh lapisan masyarakat berpenghasilan rendah
Kebijakan 2: pembangunan perumahan dan permukiman yang berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan, dalam rangka pembangunan perkotaan dan
pedesaan yang seimbang menuju terbentuknya sistem permukiman
nasional yang mantap
Memampukan pasar perumahan untuk melayani lebih banyak masyarakat
Memberikan bantuan perumahan kepada masyarakat miskin agar tercapai berbagai macam tujuan pengembnagan perumahan
Meningkatkan kemampuan lembaga di bidang perumahan
Meningkatkan system pendukung dalam pengembangan perumahan dan permukiman
Sasaran mendesak/ keluarkan
Sasaran mendesak/ keluarkan Sasaran mendesak/ keluarkan Sasaran mendesak/ keluarkan
VISI SASARAN STRATEGIS SASARAN
Kebijakan 3:pemberdayaan masyarakat dan penigkatan peran serta petaruh dalam
pembangunan perumahan dan permukiman
Kebijkan 4: pemantapan kelembagaan dan pola pengelolaan pembangunan perumahan
dan permukiman
Kebijakan 5:pengembangan sumber-sumber dan sistem pembiayaan perumahan dan
permukiman
Kebijakan 6:pengembangan peraturan perundang-undangan bidang perumahan dan
permukiman (Dwira N,dkk, 2008 :63-64).
1.5.4. Hunian yang Layak
Amanat dari Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pasal
40 yang menyatakan bahwa: “Setiap orang berhak untuk bertempat tinggal serta
berkehidupan yang layak.” Pemenuhan kebutuhan hunian yang layak bagi semua orang
juga merupakan amanat dari berbagai Agenda Internasional, diantaranya Agenda Habitat
(The Habitat Agenda, Istanbul Declaration on Human Settlements). Sebagai salah satu dari
171 negara yang ikut menandatangani deklarasi tersebut, Indonesia turut melaksanakan
komitmen untuk menyediakan rumah layak huni yang sehat, aman, terjamin, dapat mudah
diakses dan terjangkau yang mencakup sarana dan prasarana pendukungnya bagi
masyarakat.
Kebutuhan akan perumahan atau tempat tinggal sangat dirasakan setiap manusia
karena perumahan merupakan kebutuhan dasar manusia yang mutlak dipenuhi. Kebutuhan
akan rumah saat ini menjadi prioritas utama bagi setiap orang. Fungsi dari sebuah rumah
dari itu semua rumah merupakan tempat terbaik untuk membina keluarga bahagia dan
sejahtera. Tidak heran kalau sekarang banyak orang berlomba untuk mendapatkan dan
membuat sebuah rumah yang nyaman untuk dihuni sesuai dengan kemampuanya.
Perumahan dan permukiman yang layak bagi semua orang, tidak ada diskriminasi
dalam hal ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik, atau berbeda pendapat,
pribumi atau tidak, kepemilikan, kelahiran atau status lainnya, kesempatan mendapatkan
rumah, sarana dan prasarana, pelayanan kesehatan, berkaitan dengan makanan dan air,
pendidikan dan area terbuka ( Alvi Syahrin, 2003 : 94).
Ukuran paling sempit dari pemenuhan perumahan yang layak adalah dengan
melihat perkembangan kemampuan pemerintah dalam membangun perumahan untuk
rakyat. Namun, ukuran ini menjadi tidak tepat karna penyediaan perumahan itu sebenarnya
lebih disebabkan oleh mekanisme pasar dan bukannya hasil dari penyediaan oleh
pemerintah semata. Kelayakan perumahan antara lain bisa dilacak dari kuantitas dan
kualitas rumah yang didiami oleh penduduk. Tingkat kelayakan rumah bisa dilihat
berdasarkan lantai yang dimiliki serta dinding rumah yang digunakan. Lantai rumah bisa
dijelaskan dari luas maupun kualitas( jenis) lantainya. Semakin luas lantai rumah, semakin
tinggi kelayakan nya. Lantai dari tanah dianggap mempunyai tingkat kelayakan yang lebih
rendah dibandingkan dengan lantai dari semen dan bata merah. (Revrisond, 2003 : 194)
Menurut BPS, ada 14 kriteria untuk menentukan keluarga/rumah tangga miskin, yaitu :
1. Luas bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang.
2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan.
3. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok