• Tidak ada hasil yang ditemukan

REFERAT Cephalgia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "REFERAT Cephalgia"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

REFERAT

CEPHALGIA

Oleh:

Devi Eliani Chandra (11.2013.255)

PEMBIMBING:

Dr. Dini Adriani, Sp.S

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT SARAF

RSU BHAKTI YUDHA DEPOK

PERIODE 20 OKTOBER 2014 – 22 NOVEMBER 2014

(2)

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatNya saya dapat menyelesaikan referat ini. Saya diberikan kesempatan menyusun referat yang berjudul Cephalgia untuk menyelesaikan salah satu tugas pada kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana di RSU BHAKTI YUDHA, DEPOK. Pada kesempatan ini, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Dini Adriani, Sp.S selaku dokter pembimbing untuk referat kali ini.

Pada referat ini masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki. Untuk itu saya sangat mengharapkan saran dan kritik agar dapat memperbaikinya pada kesempatan mendatang. Saya berharap referat ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi pembaca. Saya mohon maaf untuk kesalahan-kesalahan yang ada. Terima kasih kepada semua yang mendukung dalam bentuk apapun untuk menyelesaikan referat ini.

Depok, 26 oktober 2014

(3)

PENDAHULUAN

Cephalgia adalah nyeri atau sakit sekitar kepala, termasuk nyeri di belakang bola mata serta perbatasan antara leher dan kepala bagian belakang. Sakit kepala pada kenyataannya adalah gejala dan dapat menunjukkan penyakit organic, respon stress, vasodilatasi, tegangan otot rangka, atau kombinasi respon tersebut.

Sakit kepala dapat diklasifikasikan menjadi sakit kepala primer, sakit kepala sekunder, serta sakit kepala lainnya. Sakit kepala primer dapat dibagi menjadi migraine, tension type headache, cluster headache dengan sefalgia trigeminal / autonomik, dan sakit kepala primer lainnya. Sakit kepala sekunder dapat dibagi menjadi sakit kepala yang disebabkan oleh karena trauma pada kepala dan leher, sakit kepala akibat kelainan vaskular kranial dan servikal, sakit kepala yang bukan disebabkan kelainan vaskular intrakranial, sakit kepala akibat adanya zat atau

withdrawal, sakit kepala akibat infeksi, sakit kepala akibat gangguan

homeostasis, sakit kepala atau nyeri pada wajah akibat kelainan kranium, leher, telinga, hidung, gigi, mulut atau struktur lain di kepala dan wajah, sakit kepala akibat kelainan psikiatri.

DEFINISI

Nyeri kepala atau cephalgia merupakan rasa nyeri atau rasa tidak nyaman pada daerah atas kepala, memanjang dari orbita sampai ke arah belakang kepala yaitu area oksipital dan sebagian daerah tengkuk. Ada pendapat lain mengatakan cephalgia adalah rasa nyeri atau tidak enak di antara daerah orbital dan oksipital yang muncul dari struktur nyeri yang sensitif.1,2

Nyeri kepala diklasifikasikan oleh International Headache Society, menjadi nyeri kepala primer dan sekunder. Yang termasuk ke dalam nyeri kepala primer antara lain adalah: nyeri kepala tipe tegang (TTH - Tension Type Headache), migrain, nyeri kepala cluster dan nyeri kepala primer lain, contohnya hemicrania continua. Nyeri kepala primer merupakan 90%

(4)

dari semua keluhan nyeri kepala. Nyeri kepala juga dapat terjadi sekunder, yang berarti disebabkan kondisi kesehatan lain.2

EPIDEMIOLOGI

Berdasarkan hasil penelitian multisenter berbasisi rumah sakit pada 5 rumah sakit di Indonesia, didapatkan prevalensi penderita nyeri kepala sebagai berikut, Migren tanpa aura 10%, Migren dengan aura 1,8%, Episodik Tension Type Headache 31%, Chronic Tension Type Headache 24%, Cluster Headache 0,5%, Mixed Headache 14%.2,3

Penelitian berbasis populasi menggunakan kriteria International Headache Society untuk Migrain dan Tension Type Headache (TTH), juga penelitian Headache in General dimana Chronis Daily Headache juga disertakan. Secara global, presentase populaasi orang dewasa dengan gangguan nyeri kepala 46%, 11% Migren, 42% Tension Type Headache dan 3% untuk Chronic Daily Headache.2

ETIOLOGI

Bangunan yang mengandung ujung saraf yang sensitif terhadap rasa nyeri, dapat distimulasikan oleh traksi (tarikan), inflamasi, tekanan, infiltrasi neoplasma (keganasan), zat biokimiawi yang terlepas pada nyeri kepala tertentu.

Stimulasi bangunan peka nyeri yang berada di atas tentorium serebellum cenderung menimbulkan rasa nyeri di daerah oksipital dan suboksipital. Semua jaringan kulit kepala (scalp), wajah, leher, dan kuduk peka terhadap rangsang nyeri. Nyeri kepala dapat langsung terjadi pada penyakit di mata dan bangunan di orbita, rongga hidung dan sinus paranasal, gigi, telinga bagian eksterna dan bagian tengah.

Secara ringkas dapat dikatakan bahwa nyeri kepala dapat disebabkan oleh :

 Traksi atau trombosis atau peranjakan vena sinus atau cabang kortikalnya

(5)

 Traksi, dilatasi atau inflamasi yang melibatkan dura fosa anterior dan fosa posterior atau arteri intrakranial atau ekstrakranial.

 Traksi, peranjakan atau penyakit pada saraf kranila V, IX, X dan tiga saraf spinal servikal bagian pertama (saraf spinal C1, C2, dan C3)  Perubahan tekanan intrakranial

 Penyakit di jaringan kulit kepala, wajah, mata, hidung telinga dan leher kuduk.

Secara garis besar dan sederhana nyeri kepala dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :

Vaskular.

Kontraksi otot (nyeri kepala jenis tegang).

Keadaan ekstrakranial atau intrakranial, struktural atau inflamasi. 3

FAKTOR RISIKO

Faktor resiko terjadinya nyeri kepala adalah kelelahan berkendara, mengkonsumsi alkohol berlebihan, trauma kepala, kelainan vaskular, saraf atau metabolisme, penyakit sistemik seperti anemia, hipertensi, hipotensi, postur/posisi tubuh yang salah, gaya hidup, jenis kelamin, riwayat keluarga dan genetik.2

ANATOMI NYERI KEPALA

Nyeri kepala dipengaruhi oleh nukleus trigeminoservikalis yang merupakan nosiseptif yang penting untuk kepala, tenggorakan dan leher

(6)

bagian atas. Semua aferen nosiseptif dari saraf trigeminus, fasial, glosopharingeus, vagus dan saraf dari C1-3 beramifikasi pada grey matter area ini. Nukleus trigeminoservikalis terdiri dari tiga bagian pars oralis yang berhubungan dengan sensasi taktil diskriminatif dari region orofasial, pars interpolaris yang berhubungan dengan transmisi sensasi taktil diskriminatif seperti sakit gigi, pars kaudalis yang berhubungan dengan transmisi nosiseptif dan suhu.

Saraf trigeminus terdiri dari 3 yaitu V1, V2 dan V3. V1 yaitu oftalmikus, menginervasi daerah orbita dan mata, sinus frontalis, duramater dari fossa cranial dan falx serebri serta pembuluh darah yang berhubungan dengan duramater ini. V2 maksilaris menginervasi daerah hidung, sinus paranasal, gigi bagian atas dan duramater bagian fossa cranial medial. V3 yaitu mandibularis menginervasi daerah duramater bagian fossa cranial medial, rahang bawah dan gigi, telinga, sendi temporomandibular dan otot mengunyah.4

Selain saraf trigeminus terdapat saraf cranial VII, IX, X yang menginervasi meatus auditorius eksterna dan membrane timpani. Saraf cranial IX menginervasi rongga telinga tengah, saraf cranial IX dan X menginervasi faring dan laring. Servikalis yang terlibat dalam sakit kepala adalah C1, C2 dan C3. Ramus dorsalis dari C1 menginervasi otot suboksipital triangle obliqus superior, inferior dan rectus capitis posterior major dan minor. Ramus dorsalis dari C2 memiliki cabang lateral yang masuk ke otot leher superficial posterior, longissimus capitis dan splenius. Sedangkan cabang besarnya bagian medial menjadi greater occipital nerve.4,5

PATOFISIOLOGI

Nyeri merupakan mekanisme protektif yang dapat terjadi setiap saat bila ada jaringan manapun yang mengalami kerusakan, dan melalui nyeri inilah, seorang individu akan bereaksi dengan cara menjauhi stimulus nyeri tersebut.5

Rasa nyeri dimulai dengan adanya perangsangan pada reseptor nyeri oleh stimulus nyeri. Stimulus nyeri dapat dibagi tiga, yaitu mekanik,

(7)

termal, dan kimia. Mekanik, spasme otot merupakan penyebab nyeri yang umum karena dapat mengakibatkan terhentinya aliran darah ke jaringan (iskemia jaringan), meningkatkan metabolisme di jaringan dan juga perangsangan langsung ke reseptor nyeri sensitif mekanik.

Termal, rasa nyeri yang ditimbulkan oleh suhu yang tinggi tidak berkorelasi dengan jumlah kerusakan yang telah terjadi melainkan berkorelasi dengan kecepatan kerusakan jaringan yang timbul. Hal ini juga berlaku untuk penyebab nyeri lainnya yang bukan termal seperti infeksi, iskemia jaringan, memar jaringan, dan lainnya. Pada suhu 450C, jaringan–

jaringan dalam tubuh akan mengalami kerusakan yang didapati pada sebagian besar populasi.5

Kimia, ada beberapa zat kimia yang dapat merangsang nyeri seperti bradikinin, serotonin, histamin, ion kalium, asam, asetilkolin, dan enzim proteolitik. Dua zat lainnya yang diidentifikasi adalah prostaglandin dan substansi P yang bekerja dengan meningkatkan sensitivitas dari free

nerve endings. Prostaglandin dan substansi P tidak langsung merangsang

nyeri tersebut. Dari berbagai zat yang telah dikemukakan, bradikinin telah dikenal sebagai penyebab utama yang menimbulkan nyeri yang hebat dibandingkan dengan zat lain. Kadar ion kalium yang meningkat dan enzim proteolitik lokal yang meningkat sebanding dengan intensitas nyeri yang dirasakan karena kedua zat ini dapat mengakibatkan membran plasma lebih permeabel terhadap ion. Iskemia jaringan juga termasuk stimulus kimia karena pada keadaan iskemia terdapat penumpukan asam laktat, bradikinin, dan enzim proteolitik.

Semua jenis reseptor nyeri pada manusia merupakan free nerve

endings. Reseptor nyeri banyak tersebar pada lapisan superfisial kulit dan

juga pada jaringan internal tertentu, seperti periosteum, dinding arteri, permukaan sendi, falx, dan tentorium. Kebanyakan jaringan internal lainnya hanya diinervasi oleh free nerve endings yang letaknya berjauhan sehingga nyeri pada organ internal umumnya timbul akibat penjumlahan perangsangan berbagai nerve endings dan dirasakan sebagai slow –

(8)

Nyeri dapat dibagi atas dua yaitu fast pain dan slow pain. Fast pain, nyeri akut, merupakan nyeri yang dirasakan dalam waktu 0,1 s setelah stimulus diberikan. Nyeri ini disebabkan oleh adanya stimulus mekanik dan termal. Signal nyeri ini ditransmisikan dari saraf perifer menuju korda spinalis melalui serat Aδ dengan kecepatan mencapai 6-30 m/s. Neurotransmitter yang mungkin digunakan adalah glutamat yang juga merupakan neurotransmitter eksitatorik yang banyak digunakan pada CNS. Glutamat umumnya hanya memiliki durasi kerja selama beberapa milliseconds.

Slow pain, nyeri kronik, merupakan nyeri yang dirasakan dalam

wkatu lebih dari 1 detik setelah stimulus diberikan. Nyeri ini dapat disebabkan oleh adanya stimulus mekanik, kimia dan termal tetapi stimulus yang paling sering adalah stimulus kimia. Signal nyeri ini ditransmisikan dari saraf perifer menuju korda spinalis melalui serat C dengan kecepatan mencapai 0,5 – 2 m/s. Neurotramitter yang mungkin digunakan adalah substansi P.5

Meskipun semua reseptor nyeri adalah free nerve endings, jalur yang ditempuh dapat dibagi menjadi dua pathway yaitu fast-sharp pain

pathway dan slow-chronic pain pathway. Setelah mencapai korda spinalis

melalui dorsal spinalis, serat nyeri ini akan berakhir pada relay neuron pada kornu dorsalis dan selanjutnya akan dibagi menjadi dua traktus yang selanjutnya akan menuju ke otak. Traktus itu adalah neospinotalamikus untuk fast pain dan paleospinotalamikus untuk slow pain.6

Traktus neospinotalamikus untuk fast pain, pada traktus ini, serat Aδ yang mentransmisikan nyeri akibat stimulus mekanik maupun termal akan berakhir pada lamina I (lamina marginalis) dari kornu dorsalis dan mengeksitasi second-order neurons dari traktus spinotalamikus. Neuron ini memiliki serabut saraf panjang yang menyilang menuju otak melalui kolumn anterolateral. Serat dari neospinotalamikus akan berakhir pada: (1) area retikular dari batang otak (sebagian kecil), (2) nukleus talamus bagian posterior (sebagian kecil), (3) kompleks ventrobasal (sebagian besar). Traktus lemniskus medial bagian kolumn dorsalis untuk sensasi taktil juga berakhir pada daerah ventrobasal.Adanya sensori taktil dan

(9)

nyeri yang diterima akan memungkinkan otak untuk menyadari lokasi tepat dimana rangsangan tersebut diberikan.

Traktus paleospinotalamikus untuk slow pain, traktus ini selain mentransmisikan sinyal dai serat C, traktus ini juga mentransmisikan sedikit sinyal dari serat Aδ. Pada traktus ini , saraf perifer akan hampir seluruhnya nerakhir pada lamina II dan III yang apabila keduanya digabungkan, sering disebut dengan substansia gelatinosa. Kebanyakan sinyal kemudian akan melalui sebuah atau beberapa neuron pendek yang menghubungkannya dengan area lamina V lalu kemudian kebanyakan serabut saraf ini akan bergabung dengan serabut saraf dari fast-sharp

pain pathway. Setelah itu, neuron terakhir yang panjang akan

menghubungkan sinyal ini ke otak pada jaras anterolateral.

Ujung dari traktus paleospinotalamikus kebanyakan berakhir pada batang otak dan hanya sepersepuluh ataupun seperempat sinyal yang akan langsung diteruskan ke talamus. Kebanyakan sinyal akan berakhir pada salah satu tiga area yaitu :

 nukleus retikularis dari medulla, pons, dan mesensefalon.  area tektum dari mesensefalon,

 regio abu – abu dari peraquaductus yang mengelilingi aquaductus Silvii.

Ketiga bagian ini penting untuk rasa tidak nyaman dari tipe nyeri. Dari area batang otak ini, multipel serat pendek neuron akan meneruskan sinyal ke arah atas melalui intralaminar dan nukleus ventrolateral dari talamus dan ke area tertentu dari hipotalamus dan bagian basal otak.5,6

KLASIFIKASI

Nyeri kepala merupakan gejala yang dapat disebabkan oleh berbagai kelainan baik struktural maupun fungsional, maka diperlukan klasifikasi dan kriteria diagnosis dan masing-masing jenis nyeri kepala agar didapatkan kesamaan pengertian. Usaha klasifikasi tersebut membutuhkan waktu bertahun-tahun, melibatkan para pakar dari seluruh

(10)

dunia, dan pada tahun 2004 dihasilkan klasifikasi nyeri kepala oleh

International Headache Society (IHS).1-3

1. Sakit kepala bisa merupakan keluhan primer atau sekunder:

 Primer : suatu nyeri kepala tanpa disertai adanya penyebab struktural organik merupakan diagnosis utama, bukan disebabkan karena adanya penyakit lain.

 Sekunder : sakit kepala merupakan gejala ikutan karena adanya penyakit lain

Tabel 1. Klasifikasi IHS 2004 PRIMER

 Migraine

 nyeri kepala tension  nyeri kepala cluster

 sefalgia trigeminal / autonomik, dan sakit kepala primer lainnya. SEKUNDER

 nyeri kepala berhubungan dengan cedera kepala  nyeri kepala berhubungan dengan gangguan vaskuler

 nyeri kepala berhubungan denagn gangguan intrakranial non vaskuler

 nyeri kepala berhubungan dengan zat-zat atau putus zat obat  nyeri kepela berhubunggan dengan infeksi non cephalic

 nyeri kepala berhubungan dengan gangguan metabolic

 nyeri kepala atau nyeri wajah dengan gangguan tengkorak, leher, mata, hidung, gigi, mulut, atau struktur-struktur wajah kranium  neuralgia cranialis, nyeri batang syaraf dan nyeri deafness  nyeri kepala yang terklasifikasi

(11)

Gambar 1. Tipe berdasarkan Lokasi sakit kepala

3. Berdasarkan perjalanan penyakit 3

Tabel 2. Nyeri kepala berdasarkan perjalanan penyakit

(12)

*pendarahan subaraknoid *penyakit serebrovaskuler *meningitis & encephalitis

*glaukoma dan iritis akut

*Penyakit yang kurang sering: epilepsi *Massa intracranial (tumor, abses) *Neuralgia trigeminal *Neuralgia glosofaringeal *migren

*nyeri kepala tegang *nyeri di daerah tulang servikal leher

*sinusitis *penyakit gigi

*nyeri kepala klaster

Adapun karakteristik sakit kepala yang menjadi tanda penyakit serius

(red flag) adalah sebagai berikut :

 Sangat sakit – paling sakit ( “worst” headache ever) : rasa sakit yang dirasakan sangat sakit, jauh lebih sakit dibandingkan sakit kepala sebelumnya

 Sakit kepala yang bertambah berat dalam beberapa hari atau beberapa minggu

 Ada gangguan saraf seperti kelumpuhan, kebutaan, dan lain-lain  Sakit kepala disertai demam (yang penyebab demam tidak

diketahui dengan jelas)

 Muntah yang terjadi mendahului sakit kepala  Sakit kepala timbul segera setelah bangun tidur  Usia lebih dari 55 tahun

 Sakit kepala pada anak

BEBERAPA JENIS CEPHALGIA TERSERING

Tension Type Headache (TTH) Definisi TTH

TTH merupakan sensasi nyeri pada daerah kepala akibat kontraksi terus menerus otot- otot kepala dan tengkuk (M.splenius kapitis, M.temporalis, M.maseter, M.trapezius, M.sternokleidomastoid, M.servikalis posterior, dan M.levator skapula).

(13)

Etiologi Tension Type Headache (TTH) adalah stress, depresi, bekerja dalam posisi yang menetap dalam waktu lama, kelelahan mata, kontraksi otot yang berlebihan, berkurangnya aliran darah, dan ketidakseimbangan neurotransmitter seperti dopamin, serotonin, noerpinefrin, dan enkephalin.1

Faktor risiko TTH

Satu studi menemukan bahwa hampir 90 % wanita dan sekitar 70 % pria mengalami sakit kepala tension sepanjang hidup mereka. Kejadian sakit kepala tension memuncak pada usia 40-an, meskipun orang-orang dari segala usia dapat terkena jenis sakit kepala ini. 1,8

Epidemiologi TTH

TTH terjadi 78 % sepanjang hidup dimana Tension Type Headache episodik terjadi f3 % danTension Type Headache kronik terjadi 3 %. Tension Type Headache episodik lebih banyak mengenai pasien wanita yaitu sebesar 71% sedangkan pada pria sebanyak 56 %.Biasanya mengenai umur 20 – 40 tahun.1,2

Klasifikasi TTH

Klasifikasi TTH adalah Tension Type Headache episodik dan dan Tension Type Headache kronik. Tension Type Headache episodik, apabila frekuensi serangan tidak mencapai 15 hari setiap bulan.Tension Type Headache episodik (ETTH) dapat berlangsung selama 30 menit–7 hari. Tension Type Headache kronik (CTTH) apabila frekuensi serangan lebih dari 15 hari setiap bulan dan berlangsung lebih dari 6 bulan.

Diagnosa TTH

Tension Type Headache harus memenuhi syarat yaitu sekurang – kurangnya 2 dari berikut ini:

1. adanya sensasi tertekan/terjepit, 2. intensitas ringan–sedang,

(14)

4. tidak diperburuk aktivitas. Selain itu, tidak dijumpai mual muntah,

tidak ada salah satu dari fotofobia dan fonofobia.1,3

Gambaran klinis TTH

Gejala klinis dapat berupa nyeri ringan- sedang – berat, tumpul seperti ditekan atau diikat, tidak berdenyut, menyeluruh, nyeri lebih hebat pada daerah kulit kepala, oksipital, dan belakang leher, terjadi spontan, memburuk oleh stress, insomnia, kelelahan kronis, iritabilitas, gangguan konsentrasi, kadang vertigo, dan rasa tidak nyaman pada bagian leher, rahang serta temporomandibular.1

Pemeriksaan Penunjang TTH

Tidak ada uji spesifik untuk mendiagnosis TTH dan pada saat dilakukan pemeriksaa neurologik tidak ditemukan kelainan apapun. TTH biasanya tidak memerlukan pemeriksaan darah, rontgen, CT scan kepala maupun MRI.1

Diferensial Diagnosa TTH

Diferensial Diagnosa dari TTH adalah sakit kepala pada spondilo-artrosis deformans, sakit kepala pasca trauma kapitis, sakit kepala pasca punksi lumbal, migren klasik, migren komplikata, cluster headache, sakit kepala pada arteritis temporalis, sakit kepala pada desakan intrakranial, sakit kepala pada penyakit kardiovasikular, dan sakit kepala pada anemia.1

PENATALAKSANAAN TTH

Meskipun sakit kepala tension-type umum dan berdampak besar pada masyarakat, sangat sedikit studi yang terkontrol-baik dari pengobatannya yang telah dilakukan. Banyak percobaan sebelumnya termasuk pasien dengan gabungan-tipe tension dan migrain tanpa aura dan pasien dengan sakit kepala akibat penggunaan berlebihan-pengobatan.1,3

(15)

Tidak ada obat baru yang disetujui oleh FDA khususnya untuk pengobatan sakit kepala tension. Namun, mengingat sifat kronis gangguan ini dan risiko penggunaan berlebihan-obat-obatan sakit kepala pada pasien dengan sakit kepala sering, terapi profilaksis tampaknya terjamin untuk kebanyakan pasien. Sejak sakit kepala tension-type kronis adalah sebuah gangguan pengolahan nyeri sentral, obat dengan sentral efek modulasi nyeri cenderung paling efektif.3,7

Obat antidepresan

Antidepresan trisiklik obat pilihan untuk mencegah sakit kepala tension-type kronis, dan beberapa daripadanya juga efektif sebagai profilaksis migrain. Antidepresan diuji pada studi double-blind, dikontrol plasebo yang mencakup amitriptyline, doxepin, dan maprotiline. 7,8,9

Amitriptyline mengurangi jumlah sakit kepala harian atau durasi sakit kepala sekitar 50% pada sekitar sepertiga pasien dalam beberapa studi, meskipun studi lain menemukan ini tidak lebih baik daripada placebo. 9

Pada anak dan pasien tua, dosis awal biasa amitriptyline (atau obat serupa) adalah 10 mg pada waktu tidur. Pada dewasa, dosis awal biasa adalah 25 mg pada waktu tidur. Dosis dapat ditingkatkan sampai hasil terapeutik diperoleh atau efek samping tidak dapat ditoleransi. Antidepresan biasanya diberikan dari 4 sampai 6 minggu untuk bisa menunjukkan efek menguntungkan. 9

Antidepresan trisiklik lainnya mungkin juga efektif, sebagaimana disarankan oleh pengalaman klinis, meskipun belum diteliti pada sakit kepala tension-type kronis. 9

SSRI: fluoxetine, paroxetine, dan citalopram belum menunjukkan efikasi studi-terkontrol. Obat ini sering digunakan, namun, karena mereka memiliki insiden efek samping lebih rendah. 9

Relaksan otot

Relaksan otot seperti chlorzoxazone, orphenadrine sitrat, carisoprodol, dan metaxalone umumnya digunakan oleh pasien dengan

(16)

sakit kepala tension-type kronis, tetapi belum terbukti efektif untuk melegakan nyeri akut.3,9

Cyclobenzaprine adalah relaksan otot struktural terkait dengan amitriptyline. Pada 1972 studi double-blind, 10 dari 20 pasien menerima cyclobenzaprine mengalami 50 % atau lebih perbaikan pada sakit kepala tension-type, dibandingkan dengan 5 dari 20 pasien yang menerima plasebo. Dosis biasa cyclobenzaprine adalah 10 mg pada waktu tidur.

Tizanidine, sebuah penghambat alfa-adrenergik, dilaporkan efektif untuk sakit kepala tension-type kronis pada percobaan plasebo-terkontrol tunggal. Dosis biasanya dititrasi dari 2 mg pada waktu tidur hingga 20 mg per hari, dibagi menjadi tiga dosis. Sedasi adalah efek samping paling umum dari agen ini.

Anti konvulsi

Antikonvulsi agonis asam gamma-aminobutyric (GABA), asam valproate telah dievaluasi untuk keberhasilannya pada migraine, dan “sakit kepala harian kronis”. Mathew dan Ali mengevaluasi kemanjuran valproate 1.000 hingga 2.000 mg per hari pada 30 pasien dengan sakit kepala harian kronis membandel (migrain tanpa aura dan sakit kepala tension-type kronis) dalam percobaan open-label. Level darah dipertahankan antara 75 dan 100 mg/mL. Pada bulan ketiga terapi, dua pertiga pasien telah membaik secara signifikan. Efek samping yang paling sering dilaporkan adalah berat bertambah, gemetaran, rambut rontok, dan mual.9

Obat anti-inflamasi non steroid

Obat anti-inflamasi non steroid (NSAID) secara luas diresepkan baik sebagai terapi tambahan sakit kepala tension-type dan untuk profilaksis dari migraine. Tidak ada acak percobaan terkontrol acak akan efikasi mereka pada profilaksis sakit kepala tension-type kronis, meskipun mereka sering digunakan untuk tujuan ini. 3,9

(17)

Toksin botulinum

Suntikan toksin botulinum pada otot kepala dan leher ditemukan efektif untuk meredakan sakit kepala tension-type kronis pada seri kecil pasien. Hasil dari uji klinis kecil telah dicampur, dan dua uji terkontrol-plasebo besar saat ini sedang dilakukan.9

Sumatriptan

Sumatriptan telah dievaluasi pada beberapa studi sakit kepala tension-type. Obat ini tidak lebih efektif daripada plasebo untuk serangan akut pada pasien dengan sakit kepala tension-type kronis; namun, sakit kepala tension-type episodik berat pada pasien bersama dengan migrain tampaknya merespon terhadap agen ini.3

Komplikasi TTH

Komplikasi TTH adalah rebound headache, yaitu nyeri kepala yang disebabkan oleh penggunaan obat – obatan analgesia seperti aspirin, asetaminofen, dll yang berlebihan.3

Pencegahan TTH

Pencegahan TTH adalah dengan mencegah terjadinya stress dengan olahraga teratur, istirahat yang cukup, relaksasi otot (massage, yoga, stretching), meditasi, dan biofeedback. Jika penyebabnya adalah kecemasan atau depresi maka dapat dilakukan behavioral therapy.Selain itu, TTH dapat dicegah dengan mengganti bantal atau mengubah posisi tidur dan mengkonsumsi makanan yang sehat.1,3,7

MIGRAINE

Definisi Migraine

Menurut International Headache Society (IHS), migren adalah nyeri kepala dengan serangan nyeri yang berlansung 4 – 72 jam. Nyeri biasanya unilateral, sifatnya berdenyut, intensitas nyerinya sedang sampai berat

(18)

dan diperhebat oleh aktivitas, dan dapat disertai mual muntah, fotofobia dan fonofobia.10

Etiologi dan Faktor Resiko Migraine

Penyebab pasti migraine tidak diketahui, namun 70-80% penderita migraine memiliki anggota keluarga dekat dengan riwayat migraine juga. Risiko terkena migraine meningkat 4 kali lipat pada anggota keluarga para penderita migraine dengan aura. Namun, dalam migraine tanpa aura tidak ada keterkaitan genetik yang mendasarinya, walaupun secara umum menunjukkan hubungan antara riwayat migraine dari pihak ibu. Migraine juga meningkat frekuensinya pada orang-orang dengan kelainan mitokondria seperti MELAS (mitochondrial myopathy, encephalopathy,

lactic acidosis, and strokelike episodes). Pada pasien dengan kelainan

genetik CADASIL (cerebral autosomal dominant arteriopathy with

subcortical infarcts and leukoencephalopathy) cenderung timbul migrane

dengan aura.

Faktor Pencetus Migraine  Faktor Ekstrinsik

- Ketegangan jiwa (stress) : emosional maupun fisik dapat memperberat serangan migraine.

- Makanan tertentu : makanan atau zat tertentu dapat memicu timbulnya serangan migraine. Pemicu migraine tersering adalah alkohol dan bir.

- Lingkungan : perubahan lingkungan (cuaca, musim, tekanan udara, terik matahari; lingkungan kerja tak menyenangkan dan suara yang tak menyenangkan).

- Obat-obatan : vasodilator (nitrogliserin, isosorbid dinitrat), antihipertensi (nifedipine, captopril, prazosin, reserpin, minoxidil), histamin-2 bloker (simetidin, ranitidin), antibiotik (trimetoprim sulfa, griseofulvin, tetrasiklin), selective serotinin reuptake inhibitor, vitamin A dosis tinggi,dan lain-lain.

 Faktor Instrinsik

- Hormonal : Fluktuasi hormonal merupakan faktor pemicu pada 60% wanita. Nyeri kepala migren di picu oleh turunnya kadar 17-b

(19)

estradiol plasma saat akan haid. Serangan migraine berkurang selama kehamilan karena kadar estrogen yang relatif tinggi dan konstan. Pemakaian pil kontrasepsi, clomiphene, danazol juga meningkatkan frekuensi serangan migraine.

- Menopause : Nyeri kepala migraine akan meningkat frekuensi dan berat ringannya pada saat menjelang menopause. Tetapi beberapa kasus membaik setelah menopause. Terapi hormonal dengan estrogen dosis rendah dapat di berikan untuk mengatasi serangan migraine pasca menopause.

Selain itu juga yang merupakan faktor resiko migraine adalah adanya riwayat migraine dalam keluarga, wanita, dan usia muda.

Epidemiologi migraine

Migraine dapat terjadi pada 18 % dari wanita dan 6 % dari pria sepanjang hidupnya. Prevalensi tertinggi berada diantara umur 25-55 tahun. Migraine timbul pada 11 % masyarakat Amerika Serikat yaitu kira-kira 28 juta orang. Prevalensi migraine ini beranekaragam bervariasi berdasarkan umur dan jenis kelamin. Migraine dapat tejadi dari mulai kanak-kanak sampai dewasa. Migraine lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan sebelum usia 12 tahun, tetapi lebih sering ditemukan pada wanita setelah pubertas, yaitu paling sering pada kelompok umur 25-44 tahun. Onset migraine muncul pada usia di bawah 30 tahun pada 80% kasus. Migraine jarang terjadi setelah usia 40 tahun. Wanita hamil pun tidak luput dari serangan migraine yang biasanya menyeang pada trimester I kehamilan. Risiko mengalami migraine semakin besar pada orang yang mempunyai riwayat keluarga penderita migraine.10

Klasifikasi migraine

migraine dapat diklasifikasikan menjadi migren dengan aura, tanpa aura: •Migraine Tanpa Aura

Nyeri kepala berulang dengan manifestasi serangan selama 4–72 jam. Karakteristik unilateral, berdenyut, intensitas sedang atau berat,

(20)

bertambah berat dgn aktifitas fisik yang rutin dan diikuti dengan nause dan atau muntah dan fotofobia dan fonofobia.

Kriteria Diagnosis :

A. Sekurang- kurang 5 kali serangan yang termasuk kriteria B-D.

B. Serangan nyeri kepala berlangsung antara 4-72 jam (tidak diobati atau pengobatan tidak cukup).

C. Nyeri kepala yang terjadi sekurang- kurangnya dua dari karakteristik sebagai berikut:

o Lokasi unilateral o Sifatnya mendenyut

o Intensitas sedang sampai berat o Diperberat oleh kegiatan fisik

D. Selama serangan sekurang- kurangnya ada satu dari yang tersebut di bawah ini :

o mual dan atau muntah o fotofobia dan fonofobia

E. Tidak berkaitan dengan kelainan lain. •Migraine Dengan Aura

Terdiri dari aural visual yang muncul secara gradual yang mendahului nyeri kepala dan berlangsung sekitar 15 – 30 menit. Gangguan visual dapat berupa scotoma yang bersintilasi, bergerak, atau dapat juga gangguan dilapang penglihatan seperti garis, spectra fortifikasi (garis bergerigi) atau distorsi penglihatan yang muncul di sebagian atau seluruh lapang pandang.

Gejala nonvisual, yang tidak berkaitan dengan penglihatan, dapat berlangsung singkat, seperti hemiparesis, yang dapat juga mendahului nyeri kepala sebagai aura.

Kriteria Diagnosis :

A.sekurang-kurangnya terdapat 2 serangan seperti kriteria B – D.

B.Adanya aura paling sedikit satu dibawah ini tetapi tidak dijumpai kelemahan motorik.

- Gangguan visual reversibel seperti : Positif (cahaya berkedi-kedip, bintik-bintik atau garis). Negatif (hilang penglihatan).

(21)

- Gangguan sensoris reversibel termasuk positif (nyeri) / negatif (hilang rasa).

- Gangguan bicara disfasia yg reversibel sempurna C.Paling sedikit 2 dibawah ini.

- Gejala visual homonim dan/ gejala sensoris unilateral.

- Paling tidak timbul satu macam aura secara gradual ≥ 5 mnt dan / jenis aura lainnya ≥ 5 menit.

- Masing – masing gejala berlangsung 5 – 60 menit D.Nyeri kepala memenuhi kriteria migraine tanpa aura E.Tidak berkaitan dengan kelainan lain

Patofisiologi Migraine Teori vaskular

Menurut teori atau hipotesis vascular aura disebabkan oleh vasokontriksi intraserebral diikuti dengan vasodilatasi ekstrakranial. Aura merupakan manifestasi penyebaran depresi, suatu peristiwa neuronal yang di karakteristik oleh gelombang penghambatan yang menyebabkan turunnya aliran darah otak sampai 25-35%. Nyeri diakibatkan oleh aktivitas trigeminal yang menyebabkan pelepasan neuropeptida vasoaktif →vasodilatasi plasma protein ekstravasation dan nyeri. Aktivitas di dalam trigeminal di regulasi oleh saraf noreadrenergik dan serotonergik. Resptor 5HT, terutama 5HT1 dan 5HT2→ ikut terlibat dalam patofisiologi migren.4,8

Peningkatan kadar 5HT menyebabkan vasokonstriksi → menurunkan aliran darah cranial → terjadi iskemia → aura. Iskemi selanjutnya akan berkurang dan diikuti oleh periode vaodilatasi serebral, neurogenic inflamasi dan nyeri.

Teori Neurovaskular dan Neurokimia

Teori vaskular berkembang menjadi teori neurovaskular yang dianut oleh para neurologist di dunia. Pada saat serangan migraine terjadi, nervus trigeminus mengeluarkan CGRP (Calcitonin Gene-related Peptide) dalam jumlah besar. Hal inilah yang mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah multipel, sehingga menimbulkan nyeri kepala. CGRP adalah peptida yang tergolong dalam anggota keluarga calcitonin yang

(22)

terdiri dari calcitonin, adrenomedulin, dan amilin. Seperti calcitonin, CGRP ada dalam jumlah besar di sel C dari kelenjar tiroid.

Namun CGRP juga terdistribusi luas di dalam sistem saraf sentral dan perifer, sistem kardiovaskular, sistem gastrointestinal, dan sistem urologenital. Ketika CGRP diinjeksikan ke sistem saraf, CGRP dapat menimbulkan berbagai efek seperti hipertensi dan penekanan pemberian nutrisi. Namun jika diinjeksikan ke sirkulasi sistemik maka yang akan terjadi adalah hipotensi dan takikardia. CGRP adalah peptida yang memiliki aksi kerja sebagai vasodilator poten. Aksi keja CGRP dimediasi oleh 2 reseptor yaitu CGRP 1 dan CGRP 2.

Pada prinsipnya, penderita migraine yang sedang tidak mengalami serangan mengalami hipereksitabilitas neuron pada korteks serebral, terutama di korteks oksipital, yang diketahui dari studi rekaman MRI dan stimulasi magnetik transkranial. Hipereksitabilitas ini menyebabkan penderita migraine menjadi rentan mendapat serangan, sebuah keadaan yang sama dengan para pengidap epilepsi. Pendapat ini diperkuat fakta bahwa pada saat serangan migraine, sering terjadi alodinia (hipersensitif nyeri) kulit karena jalur trigeminotalamus ikut tersensitisasi saat episode migraine. Mekanisme migraine berwujud sebagai refleks trigeminal vaskular yang tidak stabil dengan cacat segmental pada jalur nyeri. Cacat segmental ini yang memasukkan aferen secara berlebihan yang kemudian akan terjadi dorongan pada kortibular yang berlebihan. Dengan adanya rangsangan aferen pada pembuluh darah, maka menimbulkan nyeri berdenyut.

Teori cortical spreading depression (CSD)

Patofisiologi migraine dengan aura dikenal dengan teori cortical

spreading depression (CSD). Aura terjadi karena terdapat eksitasi neuron

di substansia nigra yang menyebar dengan kecepatan 2-6 mm/menit. Penyebaran ini diikuti dengan gelombang supresi neuron dengan pola yang sama sehingga membentuk irama vasodilatasi yang diikuti dengan vasokonstriksi. Prinsip neurokimia CSD ialah pelepasan Kalium atau asam

(23)

amino eksitatorik seperti glutamat dari jaringan neural sehingga terjadi depolarisasi dan pelepasan neurotransmiter lagi.4,8

CSD pada episode aura akan menstimulasi nervus trigeminalis nukleus kaudatus, memulai terjadinya migraine. Pada migraine tanpa aura, kejadian kecil di neuron juga mungkin merangsang nukleus kaudalis kemudian menginisiasi migren. Nervus trigeminalis yang teraktivasi akan menstimulasi pembuluh kranial untuk dilatasi. Hasilnya, senyawa-senyawa neurokimia seperti calcitonin gene-related peptide (CGRP) dan substansi P akan dikeluarkan, terjadilah ekstravasasi plasma. Kejadian ini akhirnya menyebabkan vasodilatasi yang lebih hebat, terjadilah inflamasi steril neurogenik pada kompleks trigeminovaskular. Selain CSD, migren juga terjadi akibat beberapa mekanisme lain, di antaranya aktivasi batang otak bagian rostral, stimulasi dopaminergik, dan defisiensi magnesium di otak. Mekanisme ini bermanifestasi pelepasan 5-hidroksitriptamin (5-HT) yang bersifat vasokonstriktor. Pemberian antagonis dopamin, misalnya Proklorperazin, dan antagonis 5-HT, misalnya Sumatriptan dapat menghilangkan migraine dengan efektif.

MANIFESTASI KLINIS

Migraine dengan aura dapat dibagi menjadi empat fase, yaitu:3

Fase I Prodromal

Sebanyak 50% pasien mengalami fase prodromal ini yang berkembang pelan-pelan selama 24 jam sebelum serangan. Gejala: kepala terasa ringan, tidak nyaman, bahkan memburuk bila makan makanan tertentu seperti makanan manis, mengunyah terlalu kuat, sulit/malas berbicara.

Fase II Aura

Berlangsung lebih kurang 30 menit, dan dapat memberikan kesempatan bagi pasien untuk menentukan obat yang digunakan untuk mencegah serangan yang dalam. Gejala dari periode ini adalah gangguan penglihatan (silau/fotofobia), kesemutan, perasaan gatal pada wajah dan tangan, sedikit lemah pada ekstremitas dan pusing.

(24)

Periode aura ini berhubungan dengan vasokonstriksi tanpa nyeri yang diawali dengan perubahan fisiologi awal. Aliran darah serebral berkurang, dengan kehilangan autoregulasi lanjut dan kerusakan responsivitas CO2.

Fase III sakit kepala

Fase sakit kepala berdenyut yang berat dan menjadikan tidak mampu yang dihubungkan dengan fotofobia, mual dan muntah. Durasi keadaan ini bervariasi, beberapa jam dalam satu hari atau beberapa hari. Fase IV pemulihan

Periode kontraksi otot leher dan kulit kepala yang dihubungkan dengan sakit otot dan ketegangan lokal. Kelelahan biasanya terjadi, dan pasien dapat tidur untuk waktu yang panjang.

DIAGNOSA MIGRAINE

Anamnesa riwayat penyakit dan ditegakkan apabila terdapat tanda– tanda khas migraine. Kriteria diagnostic IHS untuk migraine dengan aura mensyaratkan bahwa harus terdapat paling tidak tiga dari empat karakteristik berikut : (1) migraine dengan satu atau lebih aura reversibel yang mengindikasikan disfungsi serebral korteks dan atau tanpa disfungsi batang otak, (2) paling tidak ada satu aura yang terbentuk berangsur – angsur lebih dari 4 menit, (3) aura tidak bertahan lebih dari 60 menit, (4) sakit kepala mengikuti aura dalam interval bebas waktu tidak mencapai 60 menit. 1,3,10

Kriteria diagnostik IHS untuk migraine tanpa aura mensyaratkan bahwa harus terdapat paling sedikit lima kali serangan nyeri kepala seumur hidup yang memenuhi kriteria berikut : (a) berlangsung 4 – 72 jam, (b) paling sedikit memenuhi dua dari : (1) unilateral , (2) sensasi berdenyut, (3) intensitas sedang berat, (4) diperburuk oleh aktifitas, (3) bisa terjadi mual muntah, fotofobia dan fonofobia.

(25)

Diferensial diagnosa Migraine

Diferensial diagnosa migraine adalah malformasi arteriovenus, aneurisma serebri, glioblastoma, ensefalitis, meningitis, meningioma, sindrom lupus eritematosus, poliarteritis nodosa, dan cluster headache. Pemeriksaan Penunjang Migraine

Pemeriksaan untuk menyingkirkan penyakit lain (jika ada indikasi) adalah pencitraan ( CT scan dan MRI) dan punksi lumbal

Laboratorium

Dilakukan untuk menyingkirkan sakit kepala yang diakibatkan oleh penyakit struktural, metabolik, dan kausa lainnya yang memiliki gejala hampir sama dengan migraine. Selain itu, pemeriksaan laboratorium dapat menunjukkan apakah ada penyakit komorbid yang dapat memperparah sakit kepala dan mempersulit pengobatannya.

Pencitraan

CT scan dan MRI dapat dilakukan dengan indikasi tertentu, seperti: pasien baru pertama kali mengalami sakit kepala, ada perubahan dalam frekuensi serta derajat keparahan sakit kepala, pasien mengeluh sakit kepala hebat, sakit kepala persisten, adanya pemeriksaan neurologis abnormal, pasien tidak merespon terhadap pengobatan, sakit kepala unilateral selalu pada sisi yang sama disertai gejala neurologis kontralateral.

Pungsi Lumbal

Indikasinya adalah jika pasien baru pertama kali mengalami sakit kepala, sakit kepala yang dirasakan adalah yang terburuk sepanjang hidupnya, sakit kepala rekuren, onset cepat, progresif, kronik, dan sulit disembuhkan. Sebelum dilakukan LP seharusnya dilakukan CT scan atau MRI terlebih dulu untuk menyingkirkan adanya massa lesi yang dapat meningkatkan tekanan intracranial.

PENATALAKSANAAN Medikamentosa

(26)

Terapi Abortif 1.Sumatriptan

Sumatriptan cukup efektif sebagai terapi abortif jika diberikan secara subkutan dengan dosis 4-6 mg. Dapat diulang sekali setelah 2 jam kemudian jika dibutuhkan. Dosis maksimum 12 mg per 24 jam. Triptan merupakan serotonin 5-HT1B/1D–receptor agonists. Golongan obat ini ditemukan dalam suatu penelitian mengenai serotonin dan migraine yang mendapatkan adanya suatu atypical 5-HT receptor. Aktivasi reseptor ini menyebabkan vasokontriksi dari arteri yang berdilatasi. Sumatriptan juga terlihat menurunkan aktivitas saraf trigeminal. Terdapat tujuh subkelas utama dari HT receptors. Semua triptan dapat mengaktivasi reseptor 5-HT1B/1D, serta dalam potensi yang lebih ringan dapat mengaktivasi reseptor 5-HT1A atau 5-HT1F. Namun, aktivitas 5-HT1B/1D–agonist merupakan mekanisme utama dari efek terapeutik golongan triptan.

Indikasi: serangan migren akut dengan atau tanpa aura. Dosis & Cara Pemberian: dapat diberikan secara subkutan dengan dosis 4-6 mg. Dapat diulang sekali setelah 2 jam kemudian jika dibutuhkan. Dosis maksimum 12 mg per 24 jam.

2.Zolmitriptan

Zolmitriptan efektif untuk pengobatan akut. Dosis awal oral 5 mg. Gejala-gejala akan berkurang dalam 1 jam. Obat ini dapat diulang sekali lagi setelah 2 jam jika diperlukan. Dosis maksimal adalah 10 mg untuk 24 jam. Zolmitriptan juga dapat digunakan melalui nasal spray.

Indikasi: Untuk mengatasi serangan migraine akut dengan atau tanpa aura pada dewasa. Tidak ditujukan untuk terapi profilaksjis migren atau untuk tatalaksana migren hemiplegi atau basilar.

Dosis & Cara Pemberian : Pada uji klinis, dosis tunggal 1; 2,5 dan 5 mg efektif mengatasi serangan akut. Pada perbandingan dosis 2,5 dan 5 mg, hanya terjadi sedikit penambahan manfaat dari dosis lebih besar, namun efek samping meningkat. Oleh karena itu, pasien sebaiknya mulai dengan

(27)

doss 2,5 atau lebih rendah. Jika sakit terasa lagi, dosis bisa diulang setelah 2 jam, dan tidak lebih dari 10 mg dalam periode 24 jam.

Efek Samping: hiperestesia, parestesia, sensasi hangat dan dingin, nyeri dada, mulut kering, dispepsia, disfagia, nausea, mengantuk, vertigo, astenia, mialgia, miastenia, berkeringat.

Kontraindikasi: Pasien dengan penyakit jantung iskemik (angina pectoris, riwayat infark miokard, coronary artery vasospasm, Prinzmetal's angina), dan pasien hipersensitif.

3.Eletriptan

Eletriptan terikat dengan afinitas tinggi terhadap reseptor 5-HT1B, 5-HT1D dan 5-HT1F. Aktivasi reseptor 5-HT1 pada pembuluh darah intrakranial menimbulkan vasokontriksi yang berkorelasi dengan meredanya sakit kepala migraine. Selain itu, aktivasi reseptor 5-HT1 pada ujung saraf sensoris pada sistem trigeminal menghambat pelepasan pro-inflammatory neuropeptida.

Indikasi: Penanganan migraine akut dengan atau tanpa aura.

Dosis & Cara Pemberian: 20–40 mg po saat onset berlangsung, dapat diulang 2 jam kemudian sebanyak 1 kali. Dosis maksimum tidak melebihi 80 mg/24 jam.

Efek Samping: parestesia, flushing, hangat, nyeri dada, rasa tidak enak pada perut, mulut kering, dispepsia, disfagia, nausea, pusing, sakit kepala, mengantuk.

Terapi Profilaktif

Tujuan dari terapi profilaktif adalah untuk mengurangi frekuensi berat dan lamanya serangan, meningkatkan respon pasien terhadap pengobatan, serta pengurangan disabilitas. Terapi preventif yang dilaksanakan mencakup pemakaian obat dimulai dengan dosis rendah yang efektif dinaikkan pelan-pelan sampai dosis efektif. Efek klinik tercapai setelah 2-3 bulan pengobatan, pemberian edukasi supaya pasien teratur memakai obat, diskusi rasional tentang pengobatan, efek samping

(28)

obat. Pasien juga dianjurkan untuk menulis headache diary yang berguna untuk mengevaluasi serangan, frekuensi, lama, beratnya serangan, disabilitas dan respon terhadap pengobatan yang diberikan. Obat-obatan yang sering diberikan:

a.Beta-blocker:

- propanolol yang dimulai dengan dosis 10-20 mg 2-3x1 dan dapat ditingkatkan secara gradual menjadi 240 mg/hari.

- atenolol 40-160 mgg/hari - timolol 20-40 mg/hari

- metoprolol 100-200 mg/hari b. Calcium Channel Blocker:

- verapamil 320-480 mg/hari - nifedipin 90-360 mg/hari

c. Antidepresan, misalnya amitriptilin 25-125 mg, antidepresan trisiklik, yang terbukti efektif untuk mencegah timbulnya migraine.

d. Antikonvulsan:

- asam valproat 250 mg 3-4x1 - topiramat

e. Methysergid, derivatif ergot 2-6 mg/hari untuk beberapa minggu sampai bulan efektif untuk mencegah serangan migraine.

TERAPI NON-MEDIKAMENTOSA Terapi abortif

Para penderita migraine pada umumnya mencari tempat yang tenang dan gelap pada saat serangan migraine terjadi karena fotofobia dan fonofobia yang dialaminya. Serangan juga akan sangat berkurang jika pada saat serangan penderita istirahat atau tidur.

Terapi profilaktif

Pasien harus memperhatikan pencetus dari serangan migraine yang dialami, seperti kurang tidur, setelah memakan makanan tertentu misalnya kopi, keju, coklat, MSG, akibat stress, perubahan suhu ruangan dan cuaca, kepekaan terhadap cahaya terang, kelap kelip, perubahan cuaca, dan lain-lain. Selanjutnya, pasien diharapkan dapat menghindari faktor-faktor pencetus timbulnya serangan migraine. Disamping itu,

(29)

pasien dianjurkan untuk berolahraga secara teratur untuk memperlancar aliran darah. Olahraga yang dipilih adalah yang membawa ketenangan dan relaksasi seperti yoga dan senam. Olahraga yang berat seperti lari, tenis, basket, dan sepak bola justru dapat menyebabkan migraine.

Komplikasi Migraine

Komplikasi migraine adalah rebound headache, nyeri kepala yang disebabkan oleh penggunaan obat–obatan analgesia seperti aspirin, asetaminofen, dan lainnya yang berlebihan.

Pencegahan Migraine

Pencegahan migraine adalah dengan mencegah kelelahan fisik, tidur cukup, mengatasi hipertensi, menggunakan kacamata hitam untuk menghindari cahaya matahari, mengurangi makanan (seperti keju, coklat, alkohol), makan teratur, dan menghindari stress.1,10,11

CLUSTER HEADACHE

Nyeri kepala atau muka unilateral yang hebat selama 15 menit-3 jam yang disertai injeksi konjungtiva, lakrimasi, penyumbatan hidung ipsilateral beberapa kali dalam sehari dalam kurun waktu beberapa minggu hingga bulan. Pada sebagian penderita menimbulkan nyeri tekan di daerah dasar tengkorak dan leher ipsilateral. 6,11

Bentuk-bentuk Cluster Headache

 Tipe episodik, paling sering (80%): 1-3 serangan singkat periorbital seharinya selama 2-12 minggu diikuti masa bebas serangan selama 3 bulan - 3 tahun.

(30)

 Tipe kronik (20%) : tidak ada remisi selama lebih dari 1 tahun atau remisi singkat kurang dari 14 hari (NKK tipe primer), sedangkan yang berkembang dari tipe episodik disebut sebagai NKK tipe sekunder. Manifestasi klinis Cluster Headache

Nyeri timbul mendadak, eksplosif dan unilateral (mencapai puncak dalam 10-15 menit dan berlangsung hingga 2 jam) berupa nyeri seperti dibor disekitar dan belakang mata, seperti biji mata mau keluar, nyeri seperti dibakar, menetap tak berdenyut, tanpa disertai gejala aura, frekuensi 4-6 serangan dalam sehari. Nyeri menjalar ke daerah supraorbita, pelipis, maksila dan gusi atas (daerah divisi 1 dan 2 nervus trigeminus). Sering ditemukan nyeri tumpul yang ditemukan menetap di mata, pelipis rahang atas di luar serangan. Serangan sering terjadi tepat setelah tertidur dan gangguan pernafasan waktu tidur dapat mencetuskan serangan.6,11

Gejala penyerta Cluster Headache

- Gejala otonom: penyumbatan hidung ipsilateral, pembengkakan jaringan lunak, dahi berkeringat, lakrimasi, mata merah (injeksi konjungtiva) akibat aktivitas berlebihan parasimpatis.

- Paralisis parsial simpatis sindroma Horner ringan (ptosis, miosis, anhidrosis), bradikardia, muka merah atau pucat, nyeri di muka dan daerah arteri karotis ipsilateral.

- Gejala migren : ggn gastrointestinal, fotofobia dan fonofobia ( tdk sebanyak migren)

- Perubahan perilaku selama serangan berupa kegelisahan : berlari-lari atau duduk dalam posisi tertentu dengan mata yang dikompres, berteriak kesakitan dan kadang-kadang ada upaya untuk bunuh diri. - Gejala neurologik : hiperalgesia pada muka dan kepala

Faktor pencetus

Beberapa pemicu cluster headache meliputi:

1. Injeksi subkutan histamine memprovokasi serangan pada 69% pasien.

(31)

2. Serangan yang dipicu pada beberapa pasien karena stres, alergi, perubahan musiman, atau nitrogliserin.

3. Perokok berat.

4. Gangguan dalam pola tidur normal. 5. Keabnormalan kadar hormon tertentu.

6. Alkohol menginduksi serangan selama cluster tetapi tidak selama remisi.

Pasien dengan cluster headache, 80% adalah perokok berat dan 50% memiliki riwayat penggunaan etanol berat.9

PENATALAKSANAAN CLUSTER HEADACHE

Penatalaksanaan medis terhadap cluster headache dapat dibagi ke dalam pengobatan terhadap serangan akut, dan pengobatan preventif, yang bertujuan untuk menekan serangan. Pengobatan akut dan preventif dimulai secara bersamaan saat periode awal cluster. Pilihan pengobatan pembedahan yang terbaru dan neurostimulasi telah menggantikan pendekatan pengobatan yang bersifat merugikan.6

1. Pengobatan Serangan Akut

Serangan cluster headache biasanya singkat, dari 30 sampai 180 menit, sering memberat secara cepat, sehingga membutuhkan pengobatan awal yang cepat. Penggunaan obat sakit kepala yang berlebihan sering didapatkan pada pasien-pasien cluster headache, biasanya bila mereka pernah memiliki riwayat menderita migren atau mempunyai riwayat keluarga yang menderita migren, dan saat pengobatan yang diberikan sangat tidak efektif pada serangan akut, seperti triptan oral, acetaminofen dan analgetik agonis reseptor opiate.12

Oksigen: inhalasi oksigen, kadar 100% sebanyak 10-12 liter/menit selama 15 menit sangat efektif, dan merupakan pengobatan yang aman untuk cluster headache akut.

Triptan: Sumatriptan 6 mg subkutan, sumatriptan 20 mg intranasal, dan zolmitriptan 5 mg intranasal efektif pada pengobatan akut cluster

(32)

diterima. Tidak terdapat bukti yang mendukung penggunaan triptan oral pada cluster headache.

Dihidroergotamin 1 mg intramuskular efektif dalam menghilangkan serangan akut cluster headache. Cara intranasal terlihat kurang efektif, walaupun beberapa pasien bermanfaat menggunakan cara tersebut.

Lidokain: tetes hidung topikal lidokain dapat digunakan untuk mengobati serangan akut cluster headache. Pasien tidur telentang dengan kepala dimiringkan ke belakang ke arah lantai 30° dan beralih ke sisi sakit kepala. Tetes nasal dapat digunakan dan dosisnya 1 ml lidokain 4% yang dapat diulang setekah 15 menit.12

2. Profilaksis

Pilihan pengobatan pencegahan pada cluster headache ditentukan oleh lamanya serangan, bukan oleh jenis episodik atau kronis. Preventif dianggap jangka pendek, atau jangka panjang, berdasarkan pada seberapa cepat efeknya dan berapa lama dapat digunakan dengan aman. Bnayak ahli sekarang ini mengajukan verapamil sebagai pilihan pengobatan lini pertama, walaupun pada beberapa pasien dengan serangan yang singkat hanya perlu kortikosteroid oral atau injeksi nervus oksipital mungkin lebih tepat.12

Verapamil lebih efektif dibandingkan dengan placebo dan lebih baik dibandingkan dengan lithium. Praktek klinis jelas mendukung penggunaan dosis verapamil yang relatif lebih tinggi pada cluster headache, tentu lebih tinggi dari pada dosis yang digunakan untuk indikasi kardiologi. Setelah dilakukan pemeriksaan EKG, pasien memulai dosis 80 mg tiga kali sehari, dosis harian akan ditingkatkan secara bertahap dari 80 mg setiap 10-14 hari. Pemeriksaan EKG dilakukan setiap kenaikan dosis dan paling kurang sepuluh hari setelah dosis berubah. Dosis ditingkatkan sampai serangan cluster menghilang, efek samping atau dosis maksimum sebesar 960 mg perhari. Efek samping termasuk konstipasi dan pembengkakan kaki dan hiperplasia ginggiva (pasien harus terus memantau kebersihan giginya).

(33)

Kortikosteroid dalam bentuk prednison 1 mg/kgbb sampai 60 mg selama empat hari yang diturunkan bertahap selama tiga minggu diterima sebagai pendekatan pengobatan perventif jangka pendek. Pengobatan ini sering menghentikan periode cluster, dan dapat digunakan tidak lebih dari sekali setahun untuk menghindari nekrosis aseptik.

Lithium karbonat terutama digunakan untuk cluster headache kronik karena efek sampingnya, walaupun kadang digunakan dalam berbagai episode. Biasanya dosis lithium sebesar 600 mg sampai 900 per-hari dalam dosis terbagi. Kadar lithium harus diperiksa dalam minggu pertama dan secara periodik setelahnya dengan target kadar serum sebesar 0,4 sampai 0,8 mEq/L. Efek neurotoksik termasuk tremor, letargis, bicara cadel, penglihatan kabur, bingung, nystagmus, ataksia, tanda-tanda ekstrapiramidal, dan kejang. Penggunaan bersama dengan diuretik yang mengurangi natrium harus dihindari, karena dapat mengakibatkan kadar lithium meningkat dan neurotoksik. Efek jangka panjang seperti hipotiroidisme dan komplikasi renal harus dipantau pada pasien yang menggunakan lithium untuk jangka waktu yang lama. Peningkatan leukosit polimorfonuklear adalah reaksi yang timbul karena penggunaan lithium dan sering salah arti akan adanya infeksi yang tersembunyi. Penggunaan bersama dengan indometasin dapat meningkatkan kadar lithium.

Topiramat digunakan untuk mencegah serangan cluster headache. Dosis biasanya adalah 100-200 mg perhari, dengan efek samping yang sama seperti penggunaannya pada migraine.

Melatonin dapat membantu cluster headache sebagai preventif dan salah satu penelitian terkontrol menunjukan lebih baik dibandingkan placebo. Dosis biasa yang digunakan adalah 9 mg perhari. 12

Obat-obat pencegahan lainnya termasuk gabapentin (sampai 3600 perhari) dan methysergide (3 sampai 12 mg perhari). Methysergide tidak tersedia dengan mudah, dan tidak boleh dipakai secara terus-menerus dalam pengobatan untuk menghindari komplikasi fibrosis. Divalproex tidak efektif untuk pengobatan cluster headache.

(34)

Injeksi pada saraf oksipital: Injeksi metilprednisolon (80 mg) dengan lidokain ke dalam area sekitar nervus oksipital terbesar ipsilateral sampai ke lokasi serangan mengakibatkan perbaikan selama 5 sampai 73 hari. Pendekatan ini sangat membantu pada serangan yang singkat dan untuk mengurangi nyeri keseluruhan pada serangan yang memanjang dan pada

cluster headache kronis.

Pendekatan Bedah: Pendekatan bedah modern pada cluster headache didominasi oleh stimulasi otak dalam pada area hipotalamus posterior grey matter dan stimulasi nervus oksipital. Tidak terdapat tempat yang jelas untuk tindakan destruktif, seperti termoregulasi ganglion trigeminal atau pangkal sensorik nervus trigeminus.12

CEPHALGIA SEKUNDER

Cephalgia sekunder terdiri dari nyeri kepala yang berkaitan dengan trauma kepala dan leher, nyeri kepala akibat kelainan vaskuler cranial atau servikal, nyeri kepala akibat kelainan non vascular intracranial, nyeri kepala yang berkaitan dengan zat maupun withrawalnya, nyeri kepala akibat infeksi, nyeri kepala yang dikarenakan kelainan hemostasis, nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan cranium, leher, mata, telinga, hidung, sinus, gigi, mulut, atau struktur fasial atau cranial lainnya, nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan psikiatri.1,3,7

Nyeri kepala sekunder merupakan sakit kepala yang disebabkan adanya suatu penyakit tertentu (underlying disease). Pada kelompok ini sakit kepala merupakan tanda dari berbagai penyakit.

Kriteria diagnosis nyeri kepala sekunder menurut IHS adalah : A). Nyeri kepala dengan satu atau lebih memenuhi criteria C dan D

B). Penyakit lain diketahui dapat menimbulkan nyeri kepala telah diketahui sebelumnya

C). Nyeri kepala yang timbul berhubungan dengan penyakit lain

D). Nyeri kepala berkurang dengan hebat atau sembuh dalam waktu 3 bulan (lebih singkat dari kelainan lainnya) setelah pengobatan yang baik atau remisi spontan dari penyakit penyebabnya.

(35)

Beberapa nyeri kepala sekunder yang sering terjadi adalah:

1) Nyeri kepala karena sakit gigi

Keluhan sakit gigi dapat disebabkan oleh berbagai macam penyakit gigi, sehingga kelainan atau penyakit gigi perlu dicari dan ditangani oleh dokter gigi.

2) Nyeri kepala pada sinusitis

Nyeri kepala ringan hingga hebat dirasakan di daerah muka, pipi, atau dahi, biasanya juga disertai keluhan THT (Telinga hidung tenggorokan) misal berdahak, hidung mampet, hidung meler, dan sebagainya.

3) Nyeri kepala pada kelainan mata

Kelainan pada mata seperti iritis, glaucoma, dan papilitis dapat menimbulkan nyeri sedang hingga berat pada mata dan sekitarnya. Mata tampak merah disertai dengan gangguan penglihatan.

4) Nyeri kepala pada tekanan darah tinggi

Penderita tekanan darah tinggi dapat mengeluhkan nyeri kepala. Minum obat sakit kepala saja tanpa menurunkan tekanan darah dapat berbahaya, karena tekanan darah tinggi merupakan ancaman terjadinya kerusakan organ-organ seperti ginjal, otak, jantung, dan pembuluh darah.

5) Nyeri kepala akibat putus zat (withdrawal headache)

Nyeri kepala dapat terjadi akibat terlalu lama (lebih dari 15 hari) minum obat sakit kepala, kemudian ketika putus obat malah menimbulkan nyeri kepala.

TRIGEMINAL NEURALGIA

Trigeminal neuralgia (TN), juga dikenal sebagai tic douloureux, adalah sindrom nyeri umum dan berpotensi melumpuhkan, patofisiologi tepat yang tetap tidak jelas. Kondisi ini telah dikenal untuk mendorong pasien dengan neuralgia trigeminal ke jurang bunuh diri. Meskipun temuan pemeriksaan neurologis normal pada pasien dengan berbagai idiopatik, jenis yang paling umum dari neuralgia nyeri wajah, sejarah klinis yang khas. Trigeminal neuralgia ditandai dengan nyeri unilateral mengikuti distribusi sensorik dari saraf kranial V-biasanya menjalar ke rahang atas (V2) atau mandibula (V3) daerah di 35% dari pasien yang terkena dampak (lihat gambar di bawah)-sering disertai dengan kejang

(36)

wajah singkat atau tic. Keterlibatan terisolasi divisi oftalmik jauh kurang umum (2,8%).

Biasanya, respon awal terhadap terapi carbamazepine adalah diagnostik dan sukses. Meskipun mendapatkan bantuan ini awal memuaskan dengan obat, pasien mungkin mengalami nyeri terobosan yang membutuhkan obat tambahan dan, pada beberapa pasien, satu atau lebih dari berbagai intervensi bedah. 3,7

Saraf trigeminal adalah yang terbesar dari semua saraf kranial. Ini keluar lateral pada tingkat pertengahan pons dan memiliki 2 divisi-akar motor yang lebih kecil (porsi kecil) dan akar sensorik yang lebih besar (sebagian besar). Akar motorik memasok temporalis, pterygoideus, tensor timpani, tensor palati, mylohyoid, dan perut anterior digastric tersebut. Akar motor juga mengandung serat saraf sensorik yang terutama memediasi sensasi rasa sakit.

Ganglion gasserian terletak di fosa trigeminus (Meckel) dari tulang petrosa di fosa kranial tengah. Ini berisi orde pertama umum serat sensorik somatik yang membawa rasa sakit, suhu, dan sentuhan. Proses perifer neuron dalam bentuk ganglion 3 divisi saraf trigeminal (yaitu, mata, rahang atas, dan bawah). Keluar Divisi oftalmik tempurung kepala melalui fisura orbital superior, keluar divisi maksila dan mandibula foramen rotundum melalui dan foramen ovale, masing-masing. Serat aferen proprioseptif perjalanan dengan akar eferen dan aferen. Mereka adalah proses perifer dari neuron unipolar terletak di pusat inti mesensefalik dari saraf trigeminal.

Karena patofisiologi yang tepat masih kontroversial, etiologi trigeminal neuralgia (TN) dapat pusat, perifer, atau keduanya. Saraf trigeminal (saraf kranial V) bisa menyebabkan nyeri, karena fungsi utama adalah sensorik. Biasanya, tidak ada lesi struktural hadir (85%), meskipun banyak peneliti setuju bahwa kompresi pembuluh darah, biasanya vena atau loop arteri di pintu masuk ke saraf trigeminal pons, sangat penting untuk patogenesis berbagai idiopatik. Ini hasil kompresi dalam demielinasi saraf trigeminal fokus. Etiologi idiopatik diberi label secara default dan kemudiandikategorikan sebagai trigeminal neuralgia klasik.

(37)

Meskipun pengelompokan keluarga dipertanyakan ada, trigeminal neuralgia (TN) yang paling mungkin adalah multifaktorial. Kebanyakan kasus neuralgia trigeminal adalah idiopatik, namun kompresi akar trigeminal oleh tumor atau anomali vaskuler dapat menyebabkan rasa sakit serupa, seperti yang dibahas dalam Patofisiologi. Dalam satu studi, 64% dari kapal mengompresi diidentifikasi sebagai arteri, paling sering serebelum superior (81%) vena kompresi diidentifikasi pada 36% kasus.

Neuralgia trigeminal dibagi menjadi 2 kategori, klasik dan gejala. Bentuk klasik, dianggap idiopatik, sebenarnya termasuk kasus-kasus yang disebabkan oleh arteri yang normal hadir dalam kontak dengan syaraf, seperti arteri serebelum superior atau bahkan arteri trigeminal primitif.

Bentuk gejala dapat mempunyai beberapa. Aneurisma, tumor, peradangan meningeal kronis, atau lesi lainnya dapat mengiritasi akar saraf trigeminal sepanjang pons menyebabkan gejala neuralgia trigeminal. Kursus vaskular yang abnormal dari arteri serebelum superior sering disebut sebagai penyebabnya. Jarang, daerah demielinasi dari multiple sclerosis mungkin tergesa-gesa (lihat gambar berikut), lesi pada pons di zona akar masuknya serat trigeminus telah dibuktikan. Lesi ini dapat menyebabkan sindrom nyeri yang sama seperti pada trigeminal neuralgia. Mikroskopis demonstrasi demielinasi dalam demonstrasi primMicroscopic dari demielinasi dalam trigeminal neuralgia primer. Sebuah akson berbelit-belit ini dikelilingi oleh mielin abnormal

terputus-putus. (Mikroskop elektron; 3300×).12

EPIDEMIOLOGI TN

Pada tahun 1968, Penman melaporkan prevalensi AS trigeminal neuralgia (TN) sebagai kira-kira 107 pria dan 200 wanita per 1 juta orang Pada tahun 1993, Mauskop mencatat sekitar 40.000 pasien memiliki kondisi ini pada waktu tertentu. dengan kejadian 4-5 kasus per 100.000. Perkiraan terbaru menunjukkan prevalensi sekitar 1,5 kasus per 10.000 penduduk, dengan kejadian sekitar 15.000 kasus per tahun.

Rushton dan Olafson melaporkan bahwa sekitar 1% dari pasien dengan multiple sclerosis (MS) mengembangkan trigeminal neuralgia,

(38)

bahwa Jensen dkk mencatat bahwa 2% dari pasien dengan neuralgia trigeminal memiliki multiple sclerosis Pasien dengan kedua kondisi. Sering memiliki bilateral trigeminal neuralgia.

Tidak ada kecenderungan geografis atau perbedaan rasial telah ditemukan untuk neuralgia trigeminal. Namun, perempuan yang terkena sampai dua kali sesering laki-laki (kisaran, 3:02-2:01). Selain itu, dalam 90% pasien, penyakit dimulai setelah usia 40 tahun, dengan onset khas 60-70 tahun (usia pertengahan dan kemudian). Pasien yang hadir dengan penyakit ketika berusia 20-40 tahun lebih mungkin untuk menderita lesi demielinasi di pons sekunder multiple sclerosis; pasien yang lebih muda juga cenderung memiliki gejala neuralgia trigeminal atau sekunder. Ada juga laporan sesekali kasus pediatrik neuralgia trigeminal. Faktor risiko lain untuk sindrom ini adalah hipertensi. 3,12

PENATALAKSANAAN Medika mentosa

Carbamazepinetetapmerupakan kriteria standard, tetapi sejumlah obat lain telah digunakan untuk waktu yang lamadandengan sukses adil dalam trigeminal neuralgia(TN). Agen iniharus dipertimbangkan berturut-turut dalam kasus perlawanan. Jarang, terapi kombinasi dapat diberikan, tetapi harus tetap luar biasa karena alasan toleransi dan karena efek sinergis jarang terjadi Jangka waktu pengobatan. Tergantung pada evolusi klinis tetapi biasanya jangka panjang, sering bertahun-tahun berlangsung. Analgesik topikal telah gagal pada pasien dengan manifestasi ophthalmologic neuralgia trigeminal. 2

Komplikasi TN

Komplikasi utama dalam neuralgia trigeminal adalah efek samping dan toksisitas yang berpengalaman secara rutin dengan penggunaan jangka panjang agen antikonvulsan. Komplikasi lain adalah kemanjuran berkurang selama beberapa tahun obat ini pada neuralgia mengendalikan, yang memerlukan penambahan antikonvulsan kedua, yang dapat menyebabkan lebih terkait obat reaksi yang merugikan.

(39)

Standar perawatan harus diterapkan untuk prosedur invasif, yang paling tunduk pada klaim potensial. Perkutan bedah saraf prosedur dan prosedur dekompresi mikrovaskuler menimbulkan risiko komplikasi jangka panjang. Risiko perioperatif juga ada. Lihat Neuralgia Trigeminal Bedah. Selain itu, pasien mungkin harus menunggu selama beberapa minggu atau bulan setelah operasi untuk bantuan, dan beberapa menemukan kelegaan hanya untuk 1-2 tahun dan kemudian harus mempertimbangkan pilihan operasi kedua.

Beberapa pasien secara permanen kehilangan sensasi atas sebagian dari wajah atau mulut. Kadang-kadang, pasien mungkin menderita kelemahan rahang dan / atau anestesi kornea. Ulserasi kornea dapat hasil karena gangguan trofik dari deafferentation saraf. Setelah setiap perawatan invasif, reaktivasi dari infeksi herpes simpleks tidak jarang. Komplikasi anestesi dolorosa terburuk adalah, suatu dysesthesia wajah keras, yang mungkin lebih melumpuhkan daripada trigeminal neuralgia asli. Dysesthesia ini dapat disebabkan oleh prosedur dan, kadang-kadang, operasi.

Pencegahan

Tidak ada terapi pencegahan yang spesifik. Pasien mungkin memiliki rasa sakit selama berbulan-bulan atipikal pertanda, karena itu, pemahaman yang tepat terhadap sindrom ini neuralgia trigeminal pra-dapat mengakibatkan pengobatan dini dan lebih efisien. Pasien harus menghindari manuver yang memicu nyeri. Setelah diagnosis ditegakkan, menasihati mereka bahwa ekstraksi gigi tidak mampu lega, memancarkan sakit bahkan jika ke dalam gusi. Pada pasien yang ingin menjalani prosedur, mereka harus menyadari potensi efek samping, serta melaporkan setiap sensasi diubah di wajah, terutama setelah prosedur. Mereka harus diberitahu tentang potensi untuk dolorosa anestesi.3,12

Tabel 3. Diagnosis Banding Cephalgia3

Cephalg ia

Sifat Lokasi Lama nyeri

Intensitas & Frekuensi nyeri

(40)

Migren tanpa aura Berdeny ut Unilateral 4-72 jam Sedang-berat <5 serangan nyeri Diperberat aktivitas Mual muntah, fotofobia,fonofo bia Migren dengan aura Berdeny ut Unilateral 4-72 jam Aura < 60 menit Sedang-berat Minimal 2x serangan didahului gejala neurologi fokal 5-20 menit Diperberat aktivitas Gangguan neurologi: visual, sensorik, bicara Cluster Headac he Tajam, menusu k Unilateral orbita, supraorbi tal 15-180 menit Berat 1x tiap 2 hari – 8x perhari Lakrimasi ipsilateral., rhinorrhea ipsilateral, miosis/ptosis ipsilateral ,dahi & wajah berkeringat ipsilateral Tension Type Headac he (TTH) Tumpul, tekan diikat Bilateral 30 menit -7 hari Ringan-sedang Terus menerus Tidak diperberat aktivitas Depresi, ansietas, stress Neuralg ia trigemi nus Ditusuk-tusuk, seperti tersenga t listrik Unilateral , jarang bilateral Bebera pa detik-2 menit Ringan-sedang Beberapa kali sehari

Spasme otot pada sisi wajah yang terkena (Dermatom saraf V) sekund er Berdeny ut tergantun g lokasi > 3 bulan Tergantung derajat penyakit dasar Gejala penyakit dasar PENUTUP

Sakit kepala/nyeri kepala bisa disebabkan oleh kelainan: (1) vaskular, (2) jaringan saraf, (3) gigi, (4) orbita, (5) hidung dan (6) sinus paranasal, (7) jaringan lunak di kepala, kulit, jaringan subkutan, otot, dan periosteum kepala. Sakit kepala dapat diklasifikasikan menjadi sakit

Gambar

Tabel 2. Nyeri kepala berdasarkan perjalanan penyakit

Referensi

Dokumen terkait

mendeskripsikan pembelajaran sejarah di SMAN 1 Ponggok, (2) Mengembangkan model pembelajaran sejarah berbasis Pemikiran Soekarno untuk meningkatkan sikap kepemimpinan

Setelah dibiarkan selama 1-2 minggu bedengan kasar dirapihkan kemudian dilakukan pemberian pupuk dasar dan kapur, selanjutnya dilakukan penutupan oleh plastik mulsa hitam

Penulisan data ke register perintah digunakan untuk memberikan perintah- perintah pada Modul M1632 sesuai dengan data-data yang dikirimkan ke register tersebut.. Gambar

Fungsi dari pengukuran debit aliran adalah untuk mengetahui seberapa  banyak air yang mengalir pada suatu sungai dan seberapa cepat air tersebut mengalir dalam

Dokter umum akan mencurigai seseorang adalah tersangka penderita Kusta apabila ada tiga cardinal sign berikut ini, yaitu : kelainan kulit yang mati rasa, penebalan

Untuk melakukan deteksi komunitas pada data tokoh politik Indonesia yang digunakan pada penelitian ini, fitur yang paling baik adalah menggunakan fitur mentions atau interaksi

Senyawa turunan vinkadiformina yang tidak memiliki nilai aktivitas antimalaria pada rentang tersebut tidak dapat diterima sebab berada di luar rentang intrapolasi model

Model pembelajaran SiMaYang dapat menumbuhkan model mental stoikiometri mahasiswa dengan kategori “sedang” (skor = 0,56) yang lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol