ANALISA KESESUAIAN KAWASAN DAN DAYA DUKUNG
UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI
DI PULAU PASUMPAHAN KOTA PADANG
ARTIKEL
MOHD. YUSUF AMRULLAH
NPM. 1310018112005
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS BUNG HATTA
ANALISA KESESUAIAN KAWASAN DAN DAYA DUKUNG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI
DI PULAU PASUMPAHAN KOTA PADANG Mohd. Yusuf Amrullah1, Arlius2, Suparno2 1
Mahasiswa Program Pascasarjana, Prodi Pengelolaan Sumberdaya Perairan, Pesisir dan Kelautan Universitas Bung Hatta, Padang
2
Dosen Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan, Pesisir dan Kelautan, Program Pascasarjana, Universitas Bung Hatta Padang
Email: siginjai1981@gmail.com
ABSTRAK.
Pulau Pasumpahan memiliki potensi sumberdaya perairan yang dapat dikembangan untuk wisata bahari dan pantai. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa kesesuaian kawasan serta daya dukung dalam pengembangan ekowisata bahari di Pulau Pasumpahan. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai April 2015 dengan stasiun penelitian sebanyak 8 stasiun. Adapun metode penelitian dilakukan melalui observasi, perhitungan, pengukuran dan wawancara langsung di lapangan. Untuk kategori ekowisata bahari di Pulau Pasumpahan adalah wisata selam, wisata snorkeling dan wisata pantai. Untuk wisata selam area kawasan yang dapat dimanfaatkan sebesar 23,94 ha dengan jumlah wisatawan yang dapat ditampung sebanyak 958 orang/hari, untuk wisata snorkeling area kawasan yang dapat dimanfaatkan sebesar 18,72 ha dengan jumlah wisatawan sebanyak 749 orang/hari. Total wisatawan yang dapat ditampung untuk wisata bahari sebanyak 1.707 orang/hari dengan luas area 23,94 ha. Sedangkan untuk wisata pantai dengan luas area 1,31 ha direkomendasikan wisatawan yang datang sebanyak 524 orang/hari.
Kata kunci: Kesesuaian Kawasan, Daya Dukung, Pulau Pasumpahan Abstract.
Pasumpahan has the potential of marine resources can be developed for the marine and coastal tourism. This study aimed to analyze the suitability of the area and the carrying capacity in the development of the marine ecotourism in Pasumpahan. This study was conducted in march to april 2015 the research stasion for 8 stasions. As for the method of research is done through observations, calculations, measurements and interviews on the field. For the category of marine ecotourism in Pasumpahan is dive, snorkel tours and shore excursions. For diving tourism, regional area which can be exploited by 23,94 ha the number of tourists that can be accommodated as many as 958 people/day, for a snorkeling tour regional areas which can exploited by 18,72 ha with the number of tourists as many as 749 people/day. Total tourists that can be accommodated for nautical tourism as many as 1.707 people/day with an area of 23,94 ha. Whereas to tour the coast and an area of 1,31 ha recommended that come as much as 524 people/day.
Key words: regional suitability, carrying capacity, Pasumpahan PENDAHULUAN
Pengembangan suatu kawasan pulau - pulau kecil merupakan suatu proses yang akan membawa suatu perubahan pada ekosistemnya yang berada dalam kawasan pulau tersebut. Semakin tinggi akan intensitas pengelolaan dan pembangunan yang dilaksanakan pada kawasan pulau berarti semakin tinggi tingkat pemanfaatan
sumberdaya, maka semakin tinggi pula perubahan-perubahan lingkungan yang akan terjadi (Jompa et.al, 2008).
Kegiatan pengelolaan pulau-pulau kecil sering kali menghadapi berbagai ancaman baik dari aspek ekologi yaitu terjadinya penurunan kualitas lingkungan, seperti pencemaran, perusakan ekosistem dan
penangkapan ikan yang berlebihan (overfishing) maupun dari aspek sosial yaitu rendahnya aksesibilitas dan kurangnya penerimaan masyarakat lokal. Oleh karena itu, di dalam mengantisipasi perubahan-perubahan dan ancaman-ancaman tersebut, pengelolaan pulau-pulau kecil harus dilakukan secara komprehensif dan terpadu.
Melalui program Kemenparekraf yang dituangkan dalam Rencana Strategi (Renstra) Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Padang (2014 – 2019) pada tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah Kota Padang Point 6 (a) menata kawasan objek wisata alam serta objek wisata buatan berdasarkan konsep ramah lingkungan serta berkesinambungan; (c) mengarahan perencanaan dan pengembangan pariwisata disuatu kawasan berdasarkan zona dengan spesifikasi atau karakteristik yang dimiliki.
Pulau Pasumpahan yang terletak di dalam Pencadangan Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-pulau Kecil sebagai Taman Pulau Kecil Kota Padang, berdasarkan SK Walikota No. 397 Tahun 2014 dimana kawasan tersebut dibagi
menjadi Area I, Pulau Bindalang, Pulau Sibonta, Kasiak Sibonta dan laut di sekitarnya seluas 1.005,7 Ha. Area II. Pulau Sikuai, Pulau Sironjong, Pulau Pasumpahan, Pulau Setan, Pulau Ula, Pulau Sirandah dan laut sekitarnya seluas 1.269,26 Ha. Untuk kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagai Taman Pulau Kecil Kota Padang.
Untuk mencapai pembangunan dibidang pariwisata secara berkelanjutan di Pulau Pasumpahan khususnya, dan memberikan manfaat ekonomi yang optimal bagi masyarakat sekitar maka diperlukan suatu kajian untuk menganalisa kesesuaian dan daya dukung dalam pengembangan wisata di Pasumpahan tetapi sumberdaya alam yang ada tetap terjaga yang maka Analisa Kesesuaian Kawasan Dan Daya Dukung Untuk Pengembangan Ekowisata Bahari Di Pulau Pasumpahan Kota Padang merupakan salah satu menjaga ekosistem yang ada, serta sebagai pendukung program Pemerintah Kota Padang tentang Taman Pulau Kecil Kota Padang sebagai Subzona pariwisata.
METODE PENELITIAN
Adapun lokasi penelitian ini dilakukan di Pulau Pasumpahan (gambar 1), dimana waktu penelitian
dilaksanakan pada bulan Maret
sampai April 2015.
Untuk titk koordinat penempatan stasiun penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 1.
Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mempelajari
literatur, laporan-laporan dari instansi terkait, jurnal dan artikel yang berhubungan dengan kesesuaian kawasan dan daya dukung untuk pengembangan ekowisata.
Tabel 1. Koordinat Lokasi Stasiun Penelitian
Adapun jenis data primer yang dikumpulkan meliputi: Fisika perairan; tipe pantai, kemiringan pantai, kecerahan, suhu, arus dan sedimen perairan; Kimia; pH (alat pH indikator), salinitas (refrakto meter), DO, BOD, Phospat dan Nitrat (sampling dan analisa laboratorium) ; Sosial ekonomi (Aspek Legalitas, Kemudahan Akses, Konflik Penggunaan) (parameter-parameter diatas dapat dilihat pada Tabel 2.) Tutupan karang, ikan karang ,Lebar hamparan karang, Lamun,Mangrove di ukur dan dianalisisi, peta dasar dari geogle earth 2015 melalui citra satelit Quickbird Juni 2015.
Kesesuaian ekowisata yaitu kriteria sumberdaya dan lingkungan terhadap kebutuhan akan pengembangan ekowisata. Matriks Kesesuaian untuk Snorkeling, Selam, wisata pantai dan Analisis Indeks Kesesuaian Wisata. Analisis kesesuaian pemanfaatan wisata bahari mencakup penyusunan matriks kesesuaian setiap kategori ekowisata bahari yang ada pada setiap stasiun pengamatan, pembobotan dan pengisian, serta analisis indeks kesesuaian setiap kategori wisata bahari (dimodifikasi) berdasarkan Yulianda (2007) seperti pada Tabel 3, Tabel 4 dan Tabel 5 dengan matriks rumus indeks kesesuaian wisata digunakan persamaan :
IK W = ∑ [ Ni/Nmaks] x 100 % Dimana :
IKW = Indeks Kesesuaian Wisata
Ni = Nilai parameter ke-i (Bobot x Skor) Nmaks = Nilai maksimum dari suatu
kategori wisata
Nilai persentase indeks kesesuaian di klasifikasikan menjadi empat kategori, yaitu S1: Sangat sesuai; dengan nilai 83 – 100 %; S2: Cukup sesuai; dengan nilai 50 - < 83 %; S3: Sesuai bersyarat; dengan nilai 17 - < 50 % dan TS: Tidak sesuai dengan nilai < 17 %.
Untuk penentuan daya dukung kawasan berupa jumlah maksimum pengunjung yang dapat ditampung pada suatu kawasan dan waktu tertentu tanpa menimbulkan pengaruh negatif pada lingkungan dan manusia sekitar. Berdasarkan Yulianda (2007) seperti pada Tabel 6 dan 7 untuk Daya dukung dapat dihitung dengan mengunakan persamaan sebagai berikut:
DDK = K x Lp x Wt Lt Wp
Keterangan:
DDK : Daya Dukung Kawasan K : Potensi ekologis pengunjung
per satuan unit area (orang) Lp : Luas area (m2) atau panjang
area (m) yang dapat dimanfaatkan.
Lt : Unit area untuk kategori
tertentu (m2 atau m)
Wt : Waktu yang disediakan untuk kegiatan dalam satu hari (jam)
Wp :Waktu yang dihabiskan pengunjung untuk setiap kegiatan (jam).
Tabel 2. Metode pengambilan data dan alat ukur untuk setiap parameter fisika, kimia dan sosial ekonomi
Tabel 3. Matriks untuk wisata selam
Tabel 4. Matriks untuk wisata snorkeling
Sumber: Modifikasi Yulianda (2007) Tabel 5. Matriks untuk wisata pantai
Tabel 6. Potensi pengunjung dan luas area kegiatan
Sumber: Yulianda, 2007
Tabel 7. Waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan wisata
Sumber: Yulianda, 2007
HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil penelitian yang dilakukan, kualitas perairan di Pulau Pasumpahan dapat dibagi menjadi 2
(dua) bagian parameter yaitu; berdasarkan parameter fisika dan kimiawi dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Kualitas perairan penelitian di Pulau Pasumpahan
Dari hasil kualitas perairan yang didapat, suhu perairan, arus, kecerahan, pH, salinitas, DO dan BOD masih dalam standar baku mutu Kepmen LH No. 51 Tahun 2004 untuk wisata bahari. Sedangkan untuk parameter Phosphat dan Nitrat melebihi standar baku mutu yang
telah ditetapkan dikarenakan masih banyaknya ditemukan kegiatan pembuangan minyak pelumas kapal, sabun atau diterjen, serta sisa-sisa produk minuman dan makanan yang berasal dari sisa pemakaian makanan dan minuman yang menjadi sampah.
Tipe Pantai dan kemiringan pantai dan substrat perairan Pulau Pasumpahan memiliki tipe
pantai yang hampir seragam dimana terbentang dari timur hingga bagian barat berupa di dominasi oleh pasir putih dan pasir putih bercampur sedikit karang yang terhampar yang berasal dari pecahan karang dengan jarak luas pasir putih berkisar ± 15 meter hingga terkena air laut.
Kemiringan pantai berkisar antara < 10° - < 40° masih bisa dikategorikan landai. Untuk pengembangan wisata bahari, Pulau Pasumpahan sangat sesuai dalam pengembangan wisata pantai, snorkeling apabila dilihat dari kemiringan pantai yang landai serta pasir putih yang terbentang luas. Dari substrat perairan yang berupa
pasir halus dapat dikategorikan sesuai untuk pengembangan wisata snorkeling dan pantai, sedangkan substrat yang berkarang sangat
cocok untuk kategori snorkeling dan diving. Ini sangat sesuai dengan analisa kesesuaian yang dimodifikasi dari Yulianda, 2007.
Kondisi Ekosistem Mangrove
Kondisi mangrove di Pulau Pasumpahan mulai mengalami penurunan, ditandai dengan ditemukannya abrasi pantai. Adapun jenis mangrove yang ditemukan
adalah jenis tumbuhan mangrove sejati yaitu Rhizophora apiculata (Ra) dan Sonneratia alba (Sa) berada disisi bagian selatan dan utara dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Nilai KR, FR, DR dan NP dari mangrove di Pulau Pasumpahan
Dari kriteria baku kerusakan mangrove KLH (2004) untuk hasil penelitian yang dilakukan dapat dikategorikan bahwa pada bagian selatan Pulau Pasumpahan dengan dominasi relatif dua jenis Rhizophora
apiculata dan Sonneratia alba
dengan nilai 40,571 dan 59,429 dapat dikategorikan jarang, sedangkan untuk bagian utara Pulau Pasumpahan dengan dominasi relatif sebesar 62,187 dan 37,813 dapat dikategorikan sedang. Bengen
(1999) mengatakan substrat tanah sangat menentukan pertumbuhan mangrove. Tipe substrat yang cocok untuk pertumbuhan mangrove adalah lumpur lunak yang mengandung slit, clay, dan bahan organik yang lembut. Tanah vulkanik juga merupakan substrat yang baik untuk pertumbuhan mangrove, sedangkan substrat yang mengandung quartztic dan granitic alluvial kurang baik untuk pertumbuhan mangrove. Mangrove lebih cocok tumbuh pada jenis tanah
slit dan clay karena tipe tanah tersebut dapat menunjang proses regenerasi, dimana partikel liat yang berupa lumpur akan menangkap buah tumbuhan mangrove yang jatuh ketika sudah masak. Proses inilah yang dapat menentukan kerapatan
zonasi mangrove. Pada substrat pasir yang bercampur dengan patahan karang kerapatan mangrove sangat rendah karena pasir tersebut tidak dapat menahan buah yang jatuh sehingga mudah dibawa oleh arus air laut.
Padang Lamun
Dari hasil penelitian di dapatkan bahwa penutupan lamun pada bagian Timur sebesar 13,59 % dan Selatan 7,731 % dengan melihat kriteria baku mutu status Padang Lamun berstatus kondisi rusak (< 29,9, sumber: KLH, 2004) dengan jenis Thalassia hemprichii dapat dilihat pada Tabel
10.
Rendahnya angka penutupan lamun di Pulau Pasumpahan pada saat penelitian diduga karena tingkat kekeruhan dan banyaknya partikel sedimentasi yang melayang-layang dan menutupi dasar perairan sehingga menghambat proses fotosintesis yang dibutuhkan oleh lamun. Salamuddin (2013)
mengungkapkan bahwa peningkatan kekeruhan dapat mengakibatkan terganggunya sistem osmoregulasi. Tingginya tingkat kekeruhan akan menghambat masuknya sinar matahari, sehingga kurang maksimalnya untuk melakukan proses fotosintesis. Kekeruhan pada sutau perairan bisa disebabkan oleh adanya pergolakan di atas permukaan air, misalnya adanya aktivitas perahu atau wisatawan yang bermain air serta juga yang disebabkan masuknya masa air tawar dari mulut muara sungai yang membawa partikel-partikel sedimentasi.
Tabel 10. Tutupan lamun di perairan Pulau Pasumpahan Jenis: Thalassia hemprichii
Terumbu Karang
Terumbu karang yang hidup di Pulau Pasumpahan dapat dijumpai tersebar rata pada semua stasiun penelitian, dimana kondisi terumbu karang di dominasi oleh karang hidup dengan total persentase sebesar
45,37 % (Tabel 11). Menurut Kepmen LH No.4 Tahun 2001 tentang baku mutu kerusakan terumbu karang, dapat dikategorikan “sedang”. Dinas Kelautan Perikanan Kota Padang, 2012 mencatat pertumbuhan karang
hidup di Pulau Pasumpahan sebesar 40,00%, jika dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan mengalami peningkatan sebesar 5,37% dimana ditemukan requipment karang yang sedang cukup berkembang pesat. Akan tetapi, pada
saat penelitian dilakukan juga ditemukan banyaknya sampah-sampah plastik yang menyangkut pada terumbu karang, apabila terus dibiarkan maka akan mempengaruhi pertumbuhan karang tersebut.
Tabel 11. Persentase karang hidup di Pulau Pasumpahan
Sumber: olahan data primer, 2015 Menurut Sukarno (1981) dalam Purnayanto et.al (2012) mengatakan bahwa pertumbuhan karang dalam suatu perairan sangat dipengaruhi oleh kondisi perairan tersebut (substrat perairan, kecerahan, suhu, salinitas dan unsur hara) dan juga aktivitas masyarakat. Di Pulau Pasumpahan kondisi terumbu karang pada semua stasiun penelitian rata-rata berada di kondisi Sedang hal ini disebabkan oleh faktor aktivitas manusia yang mana dahulunya banyak nelayan yang melakukan
penangkapan yang tidak ramah lingkungan, untuk kondisi sekarang ini juga dipengaruhi oleh banyaknya wisatawan yang datang untuk melakukan aktivitas wisatabahari seperti snorkeling, diving dan pantai. Dari kunjungan wisatawan yang datang, masih banyaknya yang belum menyadari akan artinya terumbu karang, seperti masih banyaknya wisatawan yang menginjak-injak karang serta membuang sampah ke laut.
Ikan Karang
Dari hasil pengambilan data ikan karang Pulau Pasumpahan dilakukan pada 8 (delapan) stasiun penelitian (stasiun 1,2,3,4,5,6,7 dan 8) sebanyak 122 jenis (spesies) ikan karang yang terbagi ke dalam 33 Family ikan karang. bahwa kelimpahan ikan karang (individu/ha) kelompok ikan mayor, ikan target dan ikan indikator berturut-turut adalah 4.157 individu/ha, 2.518 individu/ha
dan 475 individu/ha, sehingga perbandingannya adalah 9 : 5 : 1 ini berarti bahwa untuk setiap 15 ikan yang di jumpai pada satu hektar terumbu karang di perairan terumbu karang pulau Pasumpahan, kemungkinan besar komposisinya adalah 9 individu ikan mayor, 5 individu ikan target dan 1 individu ikan indikator.
Kesesuaian Kawasan
a. Kesesuaian Wisata Selam
Berdasarkan data fisik yang dilakukan pada saat penelitian
di Pulau Pasumpahan didapatkan luasan kesesuaian luasan lahan
sebesar 23,94 ha dengan kategori Sangat sesuai sebesar 3, 28 ha dan Cukup sesuai sebesar 20,66 ha. (Gambar 2). Secara umum untuk kesesuaian wisata selam tergolong cukup sesuai dengan rata-rata 78,86 % (Tabel 12) yang mana termasuk
pada kategori S2 yang berarti bahwa kawasan Pulau Pasumpahan cukup sesuai IKW 50 - < 83% (Modifikasi
Yulianda, 2007) dan
direkomendasikan untuk pengembangan wisata selam.
Tabel 12. Matriks kesesuaian wisata selam
Sumber: olahan data primer, 2015 Tingkat kesesuaian wisata selam di Stasiun 1, termasuk dalam kategori cukup sesuai, dimana nilai perkalian antara bobot dan skor sebesar 61 atau 72,62 % dari nilai maksimum. Pada stasiun penelitian di Pulau Pasumpahan terdapat nilai dan skor
yang sama sebesar 66 atau 78,6 % dengan kategori cukup sesuai untuk stasiun 2,3,4,6 dan 8. Pada Stasiun 5 memiliki kategori sangat sesuai sebesar 84,5 % atau 71 dan pada stasiun 7 dengan kategori cukup sesuai sebesar 64 atau 81 %.
Gambar 2. Peta kesesuaian wisata selam Pulau Pasumpahan Dari 8 stasiun penelitian yang
dilakukan, semua stasiun dapat digunakan sebagai kawasan wisata selam karena memiliki potensi yang bagus, akan tetapi agar lebih dioptimalkan untuk pengembangan wisata selam di Pulau Pasumpahan yaitu pada stasiun 5,6 dan 7 tetapi diperuntukan untuk kalangan yang memiliki sertifikat, sedangkan untuk wisatawan yang pemula lokasi wisata selam disarankan pada stasiun 2 dan stasiun 3 yang cukup dekat dengan rumah induk dan lebih safety.
Pada stasiun 5 dan 7 memiliki nilai di atas 80 % dikarenakan pada stasiun ini jumlah komunitas tutupan karangnya memiliki nilai yang tinggi pada matrik kesesuaian wisata selam yaitu pada point 15 (Tabel 12) dan
lifeform bentik karang untuk pada stasiun 5 dengan angka 77,1% dan stasiun 7 dengan angka 91,7 %, sedangkan pada pada stasiun 1,2,3,4,6 dan 8 berkisar pada angka 43,9 % – 54,8 %. Dari tingginya nilai yang didapat pada stasiun 5 dan 7, diharapkan masyarakat dan pengelola pulau dapat menjaga serta meningkatkan parameter lingkungan terutama tutupan dan jenis karang yang ada dijaga dan dapat juga melakukan aktivitas penanaman karang pada stasiun yang belum memiliki tutupan yang tinggi, yang mana nantinya dengan meningkatnya jumlah terumbu karang yang ada maka wisatawan yang datang akan kembali lagi berkunjung.
b. Kesesuaian Wisata Snorkeling Dari hasil parameter pengukuran dilapangan, untuk wisata snorkeling Pulau Pasumpahan dari 8 (delapan)
stasiun penelitian didapat secara berurutan nilai kesesuaiannya dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Matriks kesesuaian wisata snorkeling
Sumber: Olahan data primer, 2015
untuk stasiun 1 memiliki nilai 74,71 %, stasiun 2 sebesar 80,46 %, stasiun 3, 4, 6 dan 8 memiliki nilai kesesuaian yang sama sebesar 77 %, untuk stasiun 5 memiliki 82,8 % yang mana stasiun ini merupakan nilai kesesuaian yang paling tinggi dari stasiun penelitian yang lain dan stasiun 7 memiliki 79,3 %. Untuk pengembangan wisata snorkeling pada suatu kawasan perairan, maka aspek biofisik sangat diperlukan dan penting untuk diperhatikan dikarenakan aspek-aspek biofisik tersebut sangat menentukan kepuasan wisatawan dan
kenyamanan untuk berwisata pesisir pantai (Bahar, et.al. 2006).
Dari 8 stasiun penelitian yang dilakukan, semua stasiun dapat digunakan sebagai kawasan wisata snorkeling karena memiliki potensi yang bagus, akan tetapi dikarenakan stasiun 2 dan 3 lebih sering dimanfaatkan oleh wisatawan lokal yang pemula untuk menikmati suasana snorkeling dan pada Stasiun 5 dan 7 direkomendasikan untuk wisata selam, maka untuk kesesuaian wisata snorkeling pada stasiun 2 ini dapat direkomendasikan. c. Kesesuaian Wisata Pantai
Hasil pengukuran indeks kesesuaian wisata pantai di Pulau Pasumpahan memiliki kisaran nilai antara 68,3 % - 85,8 % dari 8 stasiun penelitian yang dilakukan. Nilai rata-rata untuk kesesuaian wisata snorkeling pada 8 stasiun penelitian berkisar 73,02 % yang mana nilai tersebut masuk dalam kategori S2 yang berarti cukup sesuai (IKW: 50 -<83%, modifikasi: Yulianda, 2007) dapat dilihat pada Tabel 14.
Dari 8 stasiun penelitian yang dilakukan luasan kawasan yang dapat digunakan untuk pengembangan wisata pantai sebesar 1,31 ha dengan kategori
Sangat Sesuai sebesar 0,59 ha dan Cukup sesuai sebesar 0,72 ha menurut hasil yang di peroleh bahwa stasiun 2 memiliki kategori sangat sesuai, akan tetapi dilihat dari topografi Pulau Pasumpahan yang layak untuk direkomendasikan adalah stasiun 2 dan 3 hal ini didasarkan pada kondisi lapangan yang dimiliki oleh Stasiun 2 dan 3 adalah memiliki pantai pasir putih dan kemiringan pantai yang cukup landai sehingga bisa dimanfaatkan oleh wisatawan yang ingin menikmati pantai di Pulau Pasumpahan.dapat dilihat pada Gambar 4.
Tabel 14. Matriks kesesuaian untuk wisata pantai
Sumber: Olahan data primer, 2015
Dari hasil penelitian yang dilakukan pada 8 (delapan) stasiun, untuk kesesuaian yang paling tepat untuk pengembangan ekowisata bahari di Pulau Pasumpahan adalah
untuk wisata selam pada Stasiun 5 dan 7, wisata snorkeling pada Stasiun 2 dan wisata pantai pada Stasiun 2 dan 3.
Daya Dukung Kawasan
Dari analisa yang didapat dilapangan, agar ekosistem yang berada di kawasan Pulau
Pasumpahan tetap terjaga, daya dukung kawasan dapat dilihat pada Tabel 15 berikut ini:
Tabel 15. Daya dukung kawasan
No Kegiatan Daya dukung/orang Luas (ha)
1. Selam 958 orang/hari sangat sesuai: 3,28 ha cukup sesuai: 20,66 ha 2. Snorkeling 749 orang/hari cukup sesuai: 18,72 ha 3. Pantai 524 orang/hari sangat sesuai: 0,59 ha
cukup sesuai: 0,72 ha
KESIMPULAN
Kesesuaian kawasan di Pulau Pasumpahan untuk kesesuaian wisata selam sebesar 78,86 % dengan luas area yang dapat dimanfaatkan sebesar 23,94 ha (sangat sesuai 3,28 ha dan cukup sesuai 20,66 ha), untuk kesesuaian wisata snorkeling sebesar 78,16 % dengan luas area yang dapat dimanfaatkan sebesar 18,72 ha , untuk kesesuaian wisata pantai sebesar 73,02 % dengan luas area sebesar 1,31 ha yang dapat dimanfaatkan (sangat sesuai 0,59 ha dan cukup sesuai 0,72 ha), dan
bahwa ekowisata yang dapat direkomendasikan untuk dikembangkan di Pulau Pasumpahan adalah wisata selam, wisata snorkeling dan wisata pantai.
Daya dukung yang dapat dikembangkan untuk ekowisata bahari di Pulau Pasumpahan agar tetap terjaga ekosistem yang ada adalah maksimal sebanyak 1.707/hari orang untuk wisatawan berwisata selam dan snorkeling dan untuk wisatawan pantai maksimal sebanyak 524 orang/hari.
DAFTAR PUSTAKA
Bahar A, M. Lamaru, Nasrullah. 2006. Analisis Kesesuaian Wisata Snorkeling dan Menyelam Berdasarkan Parameter Biofisik Di Daerah Terumbu Karang Pulau Samalona, Kota Makassar. “Jurnal Torani, Vol. 16 (6) Edisi Suplemen” Desember 2006: 427-437 ISSN: 0853-4489
Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Padang, 2014. “Laporan Akhir
Penyusunan Identifikasi Potensi dan Pemetaan Pulau-Pulau Kecil Kota Padang.
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Padang. 2014. “ Rencana Strategi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Padang 2014-2019”.
Jompa J, S. A Ali, S. Ilyas. 2008. Analisis Pemanfaatan Ruang Dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Studi Kasus Pulau Pasi, Kabupaten Selayar).
KepMen. LH No. 4 Tahun 2001, Tentang Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang
KepMen. LH No. 51 Tahun 2004, Tentang Baku Mutu Air laut
KepMenLH No-200/MENLH/2004, Tentang Persentase Tutupan Lamun
Purbayanto, A. Adriman, S. Budiharso, A. Damar. 2012. Analisa Keberlanjutan Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang di Kawasan Konservasi Laut Daerah Bintan Timur, Kepulauan Riau. “Jurnal Perikanan dan Kelautan” 17,1 (2012): 1 – 15
Syukri, M. 2003. Studi Kesesuaian dan Pemanfaatan Ruang Untuk Pengembangan Wisata Bahari Di Kawasan Pesisir Bandara Ketaping Kec. Batang Anai Padang Pariaman, Sekolah Pascasarjana. Institus Pertanian Bogor. Tesis.
Yulianda. F. 2007. Makalah “ Ekowisata Bahari Sebagai Alternatif Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir Berbasis Konservasi”. Seminar Sains Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, FPIK-IPB. 21 Februari 2007