• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang Masalah. Johnson (dalam Mastuti,2001) menyatakan bahwa manusia diciptakan bukan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang Masalah. Johnson (dalam Mastuti,2001) menyatakan bahwa manusia diciptakan bukan"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah

Johnson (dalam Mastuti,2001) menyatakan bahwa manusia diciptakan bukan untuk mengisolasi diri ataupun saling mengekang diri, melainkan untuk berhubungan. Namun untuk memulai suatu dalam berinterakasi dengan orang lain tidaklah mudah. Karena masing- masing individu harus memiliki kepercayaan diri terlebih dahulu, sehingga akan memudahkannya untuk menyesuaikan diri dengan orang lain.

Bandura (2008) mengatakan kepercayaan diri adalah suatu keyakinan yang dimiliki seseorang bahwa dirinya mampu berperilaku sesuai yang diharapkan (Martani dan Adiyanti, 1991). Setiap individu memiliki kepercayaan diri yang berbeda-beda, sebagian individu ada yang merasa penuh percaya diri. Menurut Lauster (dalam Afiatian dan Martinah, 1998) individu yang mempunyai kepercayaan diri akan optimis, bertanggungjawab atas keputusan dan perbuatannya, berani mengemukakan pendapat dan bersikap tenang. Sedangkan individu yang kurang percaya diri akan mengalami kesulitan dalam mengadakan hubungan dengan orang lain, kurang bertanggungjawab, selalu membandingkan diri dengan orang lain dan pesimis.

Kepercayaan diri sangat diperlukan bagi setiap individu, terutama remaja. Menurut Mastuti (2001) hal ini disebabkan karena pada diri remaja muncul kebutuhan dan keinginan yang kuat untuk dapat berkomunikasi serta mempunyai banyak teman. Hal ini terjadi karena pada masa tersebut mereka sangat menyukai

(2)

2

kebersamaan dan kedekatan dengan orang lain. Pendapat ini didukung oleh Hurlock (1999) yang menyatakan remaja ya ng memiliki kepercayaan diri tidak akan mengalami hambatan dalam berinteraksi karena mampu menilai teman-temannya dengan lebih baik dan mampu menyesuaikan diri dengan situasi sosial.

Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, yang mana dalam masa remaja terjadi perubahan-perubahan seperti fisik, emosi, dan sosial (Hurlock,1999). Perubahan fisik pada remaja misalnya bentuk badan yang terlalu gemuk, terlalu kurus, terlalu pendek, wajah kurang cantik, tampan dan ada jerawat. Remaja mengalami ketidakstabilan emosi, cepat marah, emosinya cenderung “ meledak” atau mudah sedih. Sedangkan perubahan sosial yang dihadapi oleh remaja yaitu harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam hubungan yang sebelumnya belum pernah berlangsung.

Bagi remaja putra yang tinggal di panti asuhan, untuk memiliki kepercayaan diri tidaklah mudah jika dibandingkan dengan remaja putra yang tinggal dengan keluarganya. Menurut Walgito (1993) hal ini disebabkan karena kepercayaan diri terbentuk dalam interaksi dengan lingkungan, khususnya lingkungan sosial, termasuk lingkungan keluarga merupakan lingkungan yang pertama dalam perkembangan kepribadian seseorang.

Menurut Hartini (2001), Karena latar belakang keluarga yang kurang baik yaitu yang berasal dari keluarga yang tidak mau menerima, kelompok keluarga yang tidak dapat berjalan secara efektif, maupun yang berasal dari kelompok yang terpecah menyebabkan remaja putra tidak dapat merasakan kasih sayang dan

(3)

3

perhatian dari orang tua. Mereka harus berada pada suatu lembaga yang di asuh oleh pemerintah maupun swasta yaitu Panti Asuhan.

Panti Asuhan adalah lembaga kesejahteraan sosial bagi anak terlantar dengan melaksanakan penyantunan dan pengentasan anak terlantar, memberikan pelayanan pengganti orang tua atau wali anak dalam memenuhi kebutuhan fisik, mental dan sosial pada anak asuh sehingga memperoleh kesempatan yang luas, tepat dan memadai bagi perkembangan kepribadiannya sesuai dengan yang diharapkan sehingga bagian generasi penerus cita-cita bangsa dan sebagai insan yang kuat turut serta aktif di dalam bidang pembangunan nasional (Dinas Kesejahteraan Sosial, 2001). Tujuan Panti Asuhan adalah memberikan pelayanan yang berdasarkan pada profesi pekerja sosial kepada anak-anak terlantar dengan cara membantu dan membimbing mereka ke arah perkembangan pribadi yang wajar serta mempunyai ketrampilan kerja sehinggga mereka dapat menjadi anggota masyarakat yang dapat hidup layak dan penuh dengan tanggungjawab, baik terhadap diri sendiri, keluarga maupun masyarakat (Hartini,2001). Tahun 2004 Priyanto melakukan penelitian terhadap kepercayaan diri di Panti Asuhan Taman Harapan Salatiga menemukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara dukungan sosial yang diperoleh dari pengasuh Panti Asuhan terhadap kepercayaan diri anak asuh.

Di Panti Asuhan seorang anak asuh mendapatkan pelayanan untuk pemenuhan kebutuhan fisik dan non fisik meliputi kebutuhan makan minum, pakain, tempat tinggal, dan kebutuhan fisik lainnya. Kebutuhan non fisik meliputi pemberian perlindungan, hiburan, dan pendidikan. Untuk memenuhi kebutuhan fisik dan non fisik tersebut Panti Asuhan milik pemerintah atau Dinas Kesejahteraan Sosial

(4)

4

mendapat anggaran belanja dari pemerintah dan sumbangan dari masyarakat yang memberi bantuan.

Selama menghuni Panti Asuhan anak asuh akan mengalami perubahan baik akibat adanya pembinaan, interaksi dengan pengasuh dan sesama penghuni maupun akibat proses pendidikan formal yang diterimanya. Sikap mental seperti kepercayaan diri anak asuh akan memberikan pengaruh yang besar terhadap keberhasilan anak asuh. Tujuan Panti Asuhan adalah memberikan pelayanan yang berdasarakan pada profesi pekerja sosial kepada anak-anak terlantar dengan cara membantu dan membimbing mereka ke arah perkembangan pribadi yang wajar. Anak asuh di Panti asuhan dapat menerima hal- hal mereka secara penuh dan dapat melaksanakan kewajibannya dengan didasari atas kesadaran dan tanggungjawab yang ia peroleh dari bimbingan, pembinaan, asuhan yang intensif, terprogram dan berkesinambungan (Laporan tahunan Panti Asuhan, Kumuda Magelang, 2000).

Pembinaan yang diberikan anak asuh di Panti Asuhan Salib Putih meliputi pembinaan kehidupan sosial, pembinaan keagamaan, olahraga dan pelatihan ketrampilan produktif. Pembinaan kehidupan sosial ini bertujuan untuk menghilangkan perasaan sebagai anak terlantar atau terbuang dengan tujuan anak asuh dapat memiliki kepercayaan diri yang tinggi dalam menapaki kehidupan kemasyarakatan dikemudian hari setelah mereka keluar dari Panti Asuhan.

Individu yang tinggal di Panti Asuhan sering me mpunyai perasaan bahwa dirinya tidak dapat seperti anak-anak lain dalam keluarga yang normal. Adanya Panti Asuhan orangtua dan keluarga pengganti yang diperoleh di Panti Asuhan tidak selamanya membantu perkembangan kepribadian jiwa anak tersebut. Hal ini

(5)

5

cenderung mengakibatkan kemunduran dan akan berdampak pada kepercayaan diri pada anak-anak ini (Ancok,1995).

Hartini (2001) dalam penelitiannya untuk mengetahui kebutuhan psikolgis anak-anak Panti Asuhan menemukan bahwa 52% menunjukkan kepercayaan diri anak asuh yang rendah menggambarkan adanya kebutuhan psikologis untuk mendapatkan dorongan dan dukungan dari lingkungannya.

Remaja putra yang tinggal di Panti Asuhan akan dididik oleh beberapa pengasuh. Pengasuh berperan sebagai pengganti orangtua dalam memberikan kasih sayang, perhatian dan mendidik. Namun demikian jumlah antara pengasuh dengan remaja putra yang tinggal di Panti Asuhan tidak seimbang. Jumlah remaja putra lebih banyak dibandingkan dengan jumlah pengasuh, sehingga akan membuat perhatian dan kasih sayang yang diberikan pengasuh menjadi tidak maksimal lagi. Hal ini didukung oleh Departemen Sosial (Kuryanto, 2003) yang mengatakan bahwa suasana yang penuh dengan kewajaran sulit diciptakan dalam lingkunga n panti asuhan. Hal ini dikarenakan terbatasnya jumlah pengasuh yang dapat membimbing dan mendidik anak dengan penuh kasih sayang dan perhatian sehingga anak merasa kurang memperoleh kasih sayang dan perhatian dari pengasuhnya.

Hidup di Panti Asuhan tidaklah mudah karena panti asuhan menerapkan aturan-aturan yang harus ditaati oleh anak asuh. Hal ini sering kali membuat remaja putra yang tinggal di panti asuhan menjadi kurang bebas, sehingga remaja asuh sering kali melanggar . dari hasil wawancara dengan pengasuh Panti Asuhan Salatiga tahun 2013, diketahui bahwa setiap tahun selalu mendapat pelanggaran

(6)

6

kedisiplinan yang dilakukan oleh anak asuh, seperti tidak pulang tepat waktu, pulang ke rumah atau menginap di rumah teman tanpa ijin dari ibu pengasuh, tidak pulang sekolah tepat waktu, dan masih banyak lagi pelanggaran yang dilakukan oleh anak asuh di Panti Asuhan tersebut. Hal ini tentu saja bertolak belakang dengan keadaan remaja yang tinggal dengan orangtua ataupun keluarga mereka sendiri.

Remaja yang tinggal dengan keluarga juga mendapatkan atura n-aturan dari orangtua mereka yang mereka patuhi. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya, peraturan untuk remaja yang tinggal di Panti Asuhan lebih ketat karena apabila salah satu anak asuh mendapatkan perlakuan yang berbeda, maka akan menimbulkan kecemburuan sosial bagi anak asuh lain. Keadaan ini menyebabkan Panti Asuhan memberikan sanki-sanki apabila anak asuh yang melanggar tata tertib di Panti Asuhan. Lain halnya dengan remaja yang tinggal dengan orangtua asli mereka. Pelanggaran-pelanggaran dalam taraf normal yang dilakukan oleh remaja masih dapat ditolerir oleh orangtua mereka dan juga dalam pelaksanaannya tidak sekaku di Panti Asuhan.

Menurut Searson (Rohman dan Prihartanti, 1997) dukungan sosial adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang d iperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya. Dari interaksi ini individu tahu bahwa orang lain memperhatikan, menghargai dan mencintai dirinya. Dukungan sosial pada remaja putra di Panti Asuhan ini didapat dari orang-orang yang berada dekat dengan remaja putra tersebut seperti pengasuh, teman-teman di panti asuhan, guru di sekolah atau teman-teman di sekolah. Dengan dukungan sosial yang diberikan pada remaja putra

(7)

7

di panti asuhan diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan dirinya, dengan keyakinan akan kemampuan yang dimilikinya sehingga akhirnya memudahkan mereka dalam menjalin hubungan dengan yang baik dengan lingkungan. Namun kenyataannya dukungan sosial tidak selalu membuat remaja putra yang tinggal di panti asuhan memiliki kepercayaan diri, karena mereka menganggap dukungan sosial yang diberikan pengasuh, teman-teman, guru di sekolah, hanya diberikan berdasarkan pada rasa kasihan pada mereka. Remaja putra yang merasa demikian akan menjadi kurang percaya diri. Hal ini menyebabkan mereka kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan orang lain.

Soethiono (2002) mengadakan penelitian mengenai hubungan antara dukungan sosial dengan kepercayaan diri pada anak asuh di Panti Asuhan Suko mulyo Tegal. Hasilnya didapatkan hubungan yang signifikan yang berarti dukungan sosial yang diberikan oleh para pengasuh dan pekerja di Panti Asuhan tersebut menambah kepercayaan diri para anak asuh. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi (2000) menunjukkan adanya hubungan yang tidak signifikan antara dukungan sosial dengan kepercayaan diri pada anak asuh di Panti Asuhan SOS Semarang.

I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis kemukakan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “ Adakah hubungan yang signifikan antara dukungan sosial yang diperoleh dari pengasuh Panti asuhan dengan kepercayaan diri pada remaja putra di Panti Asuhan Salib Putih Salatiga?”

(8)

8 I.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah : “ Untuk mengetahui signifika nsi hubungan antara dukungan sosial yang diperoleh dari pengasuh Panti Asuhan dengan kepercayaan diri pada remaja putra di Panti Asuhan Salib Putih Salatiga” I.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritik

Apabila dari hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara dukungan sosial dengan kepercayaan diri maka penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Soethiono (2002), akan tetapi apabila penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan antara dukungan sosial dengan kepercayaan diri berarti penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Pratiwi (2000).

1.4.2. Manfaat Praktis

1.Memberikan sumbangan pengetahuan yang berguna bagi remaja di Panti Asuhan tentang kepercayaan diri pada remaja

2. Memberikan sumbangan yang berguna bagi para pengasuh agar dapat memahami dan memberikan pembinaan tentang kepercayaan diri pada remaja putra agar lebih mampu memberikan dukungan sosial kepada remaja putra di Panti Asuhan.

1.5. Sistematika Penulisan

Bab I dengan judul Pendahuluan yang berisi : Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

(9)

9

Bab II dengan judul Landasan Teori yang berisi : Pengertian Kepercayaan Diri, Cirri-ciri individu yang memiliki kepercayaan diri, Faktor- faktor yang membentuk kepercayaan diri, Kepercayaan diri remaja putra di Panti Asuhan, Pengertian dukungan sosial, Jenis-jenis dukungan sosial, Sumber-sumber dukungan sosial, Pengertian Panti Asuhan, Hubungan dukungan sosial dengan kepercayaan diri pada remaja putra di Panti Asuhan, Kajian yang relevan, hipotesis

Bab III dengan judul Metode Penelitian yang berisi : Jenis Penelitian, Variabel Penelitian, Definisi Operasional, Populasi dan Sampel,Tehnik Pengumpulan Data, dan Uji Coba Instrumen, Tehnik Analisis Data.

Bab IV dengan judul Hasil dan Pembahasan Hasil Penelitian yang berisi : Gambaran Subyek Penelitian, Pelaksanaan Penelitian, Hasil dan Pembahasan, Analisis data, Uji Hipotesis ,dan Pembahasan.

Referensi

Dokumen terkait

thuringiensis H-14 strain lokal yang telah dibiakkan dalam buah kelapa menunjukkan penurunan kepadatan larva Anopheles sp dan Culex sp serta efektivitas yang tidak

Karena proses belajar mengajar pada masa pandemi ini sudah tidak melalui tatap muka lagi, melainkan melalui daring sehingga pengalokasian dana tahun 2020 ini

Relasi antar tabel menggambarkan hubungan antar tabel yang akan digunakan untuk mengolah data agar menghasilkan informasi yang dibutuhkan dengan kunci primer

7 Untuk meredakan konflik pada bulan Februari, dalam pertemuanya di Riyadh, pada 10 Maret 2011 menteri luar negeri Arab Saudi menyimpulkan bahwa GCC meyediakan

Terkait dengan teknik pembiusan yang dilakukan pada pasien dengan kelainan faktor koagulasi, dari beberapa literatur menyebutkan tindakan harus dikelola secara individu, dengan

Penelitian terdahulu yang dijadikan bahan rujukan yang ketiga dilakukan oleh Fitria (2016) yang mengangkat penelitian dengan judul “Pengaruh Likuiditas, Kualitas

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar,

Pada tanggal 30 Juni 2006, pinjaman tertentu sejumlah USD 177,3 juta dan Rp 981,3 miliar atau setara dengan Rp 2,63 triliun (2005: USD 145,5 juta, JPY 0,3 miliar, dan Rp