• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi, 2003:588).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi, 2003:588)."

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Konsep adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi, 2003:588). Sesuai dengan topik dalam tulisan ini digunakan beberapa konsep yaitu alih kode, dan masyarakat Pasar Bilah I A.

2.1.1 Alih Kode

Kontak yang terjadi terus-menerus antara dua bahasa atau lebih dalam situasi masyarakat yang bilingual cenderung mengakibatkan gejala kebahasaan yang disebut alih kode. Alih kode merupakan salah satu aspek ketergantungan bahasa di dalam masyarakat dwibahasawan, artinya di dalam masyarakat dwibahasawan hampir tidak mungkin seorang penutur menggunakan satu bahasa secara mutlak tanpa sedikit pun memanfaatkan bahasa lain.

Alih kode adalah peristiwa peralihan dari kode yang satu ke kode yang lain, jadi apabila seorang penutur mula-mula menggunakan kode A dan kemudian beralih menggunakan kode B, maka peralihan bahasa seperti inilah yang disebut sebagai alih kode (Suwito dalam Rahardi, 2001: 10). Kode biasanya berbentuk variasi bahasa yang secara nyata dipakai berkomunikasi oleh anggota suatu masyarakat bahasa (Poedjosedarmo dalam Rahardi, 2001:22). Kode adalah salah satu varian di dalam hierarki kebahasaan yang dipakai dalam berkomunikasi Suwito (dalam Rahardi, 2001:22). Jadi kode merupaka varian bahasa.

Sosiolinguistik terdiri atas dua unsur, yaitu “sosio”dan “linguistik”. Linguistik merupakan ilmu yang mempelajari atau membicarakan bahasa, khususnya unsur-unsur

(2)

bahasa (fonem, morfem, kata, dan kalimat) dan hubungan antara unsur-unsur itu (struktur). Termasuk hakekat dan pembentukan unsur-unsur itu. Unsur sosio adalah seakar dengan sosial. Yang berhubungan dengan masyarakat, kelompok-kelompok masyarakat, dan fungsi kemasyarakatan (Nababan, 1991:2). Jadi jelas bahwa sosiolinguistik mempertimbangkan keterkaitan antara dua hal, yakni dengan linguistik untuk segi kebahasaannya dan dengan sosiologi untuk segi kemasyarakatannya.

Dalam kajian sosiolinguistik, terdapat beberapa peristiwa kebahasaan yang mungkin terjadi sebagai akibat adanya kontak bahasa antara bahasa di antara penutur bahasa, yaitu bilingualisme, diglosia, alih kode, campur kode, interferensi, intergrasi, konvergensi, dan pergeseran bahasa yang terjadi pada masyarakat multilingual. Masyarakat multilingual atau masyarakat tutur bilingual adalah masyarakat yang mampu menguasai bahasa paling tidak dua bahasa, yakni bahasa pertama dan kedua.

Pada masyarakat bilingual sering terjadi kontak antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lain. Fishman (dalam Rahardi, 2001:16) mengatakan bahwa seseorang dapat menjadi individu bilingual bukan melalui pengajaran dan pembelajaran formal, melainkan melalui interaksi langsung dengan kelompok etnik lain yang memiliki bahasa yang berbeda dengan bahasa orang itu. Kondisi yang demikian dapat membawa hubungan saling ketergantungan antara bahasa pertama dan bahasa kedua yang terjadi pada masyarakat tutur. Artinya, bahwa tidak pernah akan mungkin seorang penutur dalam masyarakat tutur yang demikian hanya menggunakan satu bahasa secara murni, tidak terpengaruh oleh bahasa yang lainnya yang sebenarnya memang sudah ada dalam diri penutur.

Suwito (dalam Chaedar, 1985:17) yang mengemukan bahwa apabila terdapat dua bahasa atau lebih digunakan secara bergantian oleh penutur yang sama akan terjadilah kontak bahasa. Dikatakan demikian karena memang terjadi peristiwa saling kontak antara

(3)

bahasa yang satu dengan bahasa yang lainnya dalam peristiwa komunikasi. Dengan perkataan lain di dalam bilingualisme, baik pengertian individu maupun masyarakat pastilah terjadi apa yang disebut kontak bahasa itu. Apabila kontak bahasa itu terjadi pada individu pemakai bahasa itu maka dapatlah dikatakan bahwa orang atau individu bilingual itulah yang merupakan tempat terjadinya kontak bahasa. Hal demikian dapat menimbulkan gejala menarik dalam studi sosiolinguistik yang disebut sebagai gejala alih kode (code swiching).

Alih kode dapat terjadi karena kamampuan berbahasa. Jika alih kode terjadi karena penutur telah terbiasa menggunakan dua bahasa atau lebih yang disebut dengan istilah bilingualisme demi kemudahan belaka maka gejala ini bersumber dari kemampuan berkomunikasi, tetapi alih kode belum teratur digunakan penutur bahasa itu maka gejala itu datang dari kemampuan berbahasa. Berdasarkan pendapat (Chaer, 1995:143) terjadinya alih kode disebabkan oleh:

1. Pembicara atau penutur. 2. Pendengar atau lawan tutur.

3. Perubahan situasi dengan hadirnya orang ketiga. 4. Perubahan topik pembicaraan.

5. Perubahan dari formal ke informal.

Suatu konteks harus memenuhi delapan komponen yang diakronimkan sebagai SPEAKING Hymes (dalam Chaer dan Leonie, 1995:62). Komponen tersebut adalah.

1. S (setting dan scene). Setting berkenaan dengan tempat dan waktu berlangsung, scene adalah situasi tempat dan waktu.

2. P (paticipant). Pihak –pihak yang terlibat dalam tuturan. 3. E (end). Merujuk pada maksud dan tujuan tuturan.

(4)

5. K (keys). Mengacu pada nada, cara, dan semangat dimana suatu pesan disampaikan dengan senang hati, serius, mengejek, dan bergurau.

6. I (instrumentalis). Mengacu pada bahasa yang digunakan.

7. N (norm of interaction an interpretation). Mengacu pada tingkah laku yang berkaitan dengan peristiwa tutur.

8. G (genre). Mengacu pada jenis penyampaian.

Dalam berbagai kepustakaan linguistik, secara umum penyebab terjadinya alih kode adalah sebagai berikut:

1.Pembicara / Penutur

Seorang penutur kadang-kadang dengan sadar berusaha beralih kode terhadap lawan tuturnya karena sesuatu hal. Misalnya apabila seorang bawahan menghadap atasannya di kantor ( dalam situasi resmi), seharusnya mereka berbahasa Indonesia. Namun kenyataannya tidaklah demikian. Apabila seorang atasan menggunakan bahasa Indonesia, maka tampak dari bawahannya untuk sedapat mungkin beralih kode dengan bahasa daerahnya. Usaha demikian dilakukan dengan maksud mengubah situasi, yaitu situasi resmi ke situasi tidak resmi.

2.Penutur / Lawan tutur

Setiap penutur pada umumnya ingin mengimbangi bahasa yang dipergunakan oleh lawan tuturnya. Di dalam masyarakat multilingual, seorang penutur akan beralih kode sebanyak lawan tutur yang dihadapinya. Dalam hal ini lawan tutur dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu:

1. Latar belakang kebahasaan yang sama dengan penuturnya.

Menghadapi lawan tutur golongan ini, alih kode mungkin berwujud alih varian baik rasional maupun sosial, alih ragam, dan alih gaya.

(5)

2. Latar belakang kebahasaan yang berlainan dengan penutur.

Menghadapi lawan tutur pada golongan ini, alih kode mungkin terjadi dari bahasa daerah kebahasa daerah lain yang dikuasainya, dari bahasa daerah ke bahasa nasional, atau mungkin pula dari keduanya ke bahasa asing tertentu.

3.Perubahan situasi dengan hadirnya orang ketiga

Dua orang yang berasal dari kelompok etnik yang sama, pada umumnya berinteraksi dengan bahasa kelompok etniknya. Tetapi apabila hadir orang ketiga dalam pembicaraan itu, yang berbeda latar belakang kebahasaannya, biasanya dua orang yang pertama beralih kode kebahasa yang dikuasai dan sekaligus menghormati hadirnya orang ketiga tersebut. Apabila tetap dipergunakannya bahasa kelompok etnik keduanya, padahal mereka tahu bahwa orang ketiga tidak mengerti bahasa mereka, dianggap sebagai perilaku yang kurang terpuji.

4.Perubahan Topik Pembicara

Salah satu faktor yang dominan yang menentukan terjadinya alih kode adalah pokok pembicaraan atau topik pembicaraan. Dengan memahami pokok pembicaraan dapat diketahui ragam bahasa yang akan dipilih seseorang dalam satu pembicara. Pada dasarnya pokok pembicaraan dapat dibedakan menjadi dua golongan besar yaitu:

1. Pokok pembicaraan yang bersifat formal misalnya masalah kedinasan, keilmuan, kependidikan dan sebagainya. Topik golongan ini biasanya disampaikan dengan resmi secara serius.

2. Pokok pembicaraan yang bersifat nonformal misalnya masalah kekeluargaan, persaudaraan dan sebagainya biasanya disampaikan dengan bahasa yang tidak baku yaitu bahasa santai.

(6)

5.Perubahan dari Formal ke Informal

Perubahan situasi bicara dapat menyebabkan terjadinya alih kode, sebagai contoh perubahan situasi tersebut adalah: beberapa orang mahasiswa sedang duduk-duduk di muka ruang kuliah sambil bercakap-cakap dalam bahasa santai. Tiba-tiba datang seorang ibu dosen dan turut berbicara, maka kini para mahasiswa itu beralih kode dengan menggunakan indonesia ragam formal.

Pada ilustrasi di atas kita lihat sebelum kuliah dimulai situasinya adalah tidak formal tetapi begitu kuliah dimulai yang berarti situasi kebahasaan menjadi formal, maka terjadilah peralihan kode.

Dalam Bahasa Indonesia juga membicarakan tentang jenis alih kode. Salah satu jenis kode yang ada dalam suatu masyarakat tutur, khususnya masyarakat tutur bilingual dan diglosik. Jenis yang dimaksud adalah sistem tingkat tutur atau yang sering pula disebut sebagai sistem undha usuk. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa kode atau varian bahasa dapat dibedakan menjadi tiga, yakni dialek, undha usuk, atau tingkat tutur, dan ragam. Dialek dapat dibedakan berdasarkan geografi, sosial, usia, jenis kelamin, aliran, dan suku. Undha usuk atau tingkat tutur dapat dibedakan menjadi tingkat tutur hormat dan tingkat tutur tidak hormat, sedangkan ragam dapat dibedakan menjadi ragam suasana, ragam komunikasi, dan ragam register. Hanya kode yang berupa sistem tingkat tutur sajalah yang akan diterangkan.

1.Bentuk Tingkat Tutur

Di dalam sebuah bahasa terdapat cara-cara tertentu untuk menentukan perbedaan sikap hubungan antara penutur dengan mitra tutur dalam bertutur. Sikap hubungan itu biasanya bervariasi dan sangat ditentukan oleh anggapan tentang tingkatan sosial para peserta tutur itu. Bentuk tingkat tutur itu secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua,

(7)

yakni bentuk hormat dan bentuk biasa. Di dalam bahasa Jawa terdapat tingkat tutur ngoko, tingkat tutur madya, dan tingkat tutur krama.

1. Tingkat Tutur Ngoko (Rendah)

Tingkat tutur ngoko memiliki makna rasa yang tak berjarak antara orang pertama atau penutur dengan orang kedua atau mitra tutur. Dengan perkataan lain hubungan antara keduanya tidak dibatasi oleh semacam rasa segan.

Contoh :

Latar belakang : Teras rumah.

Para pembicara : Ibu rumah tangga. Inong dan Iteng orang yang

Mengerti bahasa Kualuh, Idah tidak mengerti bahasa Kualuh.

Topik : Mati Lampu.

Latar belakang : Perkampungan.

Peristiwa Tutur

Inong : Tak marak- marak lampu ni jang.

(Tidak hidup-hidup lampunya).

Iteng : Aba botul baya Inong. Tak marak-marak lampu.

(Betul Inong. Tidak hidup-hidup lampunya). Dari jam berapa mati lampu Idah.

(8)

Dari peristiwa tutur di atas dapat kita lihat antara penutur dengan mitra tutur tidak dibatasi oleh sama-sama rasa segan satu sama lain. Dari contoh di atas dapat di lihat terjadinya alih kode karena buk Iteng beralih kode ke dalam bahasa Indonesia kepada mitra tuturnya buk Idah.

2. Tingkat Tutur Krama (Tinggi)

Tingkat tutur krama adalah tingkat yang memancarkan arti penuh sopan – santun antara sang penutur dengan mitra tutur, dengan kata lain tingkat tutur ini menandakan adanya perasaan segan.

Contoh :

Latar belakang : Teras rumah.

Para pembicara : Ibu rumah tangga. Nanik dan Jimah orang yang

Mengerti bahasa Kualuh, Nalem orang yang tidak

Mengerti bahasa Kualuh.

Topik : Minjam Kreta.

Latar belakang : Perkampungan.

Peristiwa Tutur

Nanik : Jimah, boleh tidak yo maminjam kareta buk enon,

Sogan aku baya.

(Jimah, boleh tidak ya pinjam kereta ibuk itu,segan

(9)

Jimah : Boleh baya, pala sogan kau maminjamnyo, dikasi

nyo itu).

(Boleh, kenapa segan kau di kasih nya itu). Segan

Nanik Bik mau pinjam kereta buk Enon.

Nalem : Ya ampun, dikasihnya itu baik kok ibuk itu.

Dari peristiwa tutur di atas dapat kita lihat bahwa antara penutur adanya perasaan segan dengan mitra tuturnya. Dari contoh di atas terlihat bahwa alih kode terjadi karena kak Jimah beralih kode ke dalam bahasa Indonesia karena mitra tuturnya bik Nalem tidak mengerti bahasa Kualuh.

3. Tingkat Tutur Madya (Sedang)

Tingkat tutur madya adalah tingkat tutur menengah yang berada diantara tingkat tutur krama dan tingkat tutur ngoko. Tingkat tutur madya ini menunjukkan perasaan sopan tetapi tingkatnya tidak terlalu tinggi dan juga tidak terlalu rendah, dengan kata lain kadar kesopanan yang ada dalam tingkat tutur ini adalah kadar yang sedang-sedang saja.

Contoh :

Latar belakang : Teras rumah.

Para pembicara : Ibu rumah tangga. Ulam dan Eti orang yang

mengerti Bahasa Kualuh, Nalem orang yang tidak mengerti Bahasa Kualuh.

(10)

Latar belakang : Perkampungan.

Peristiwa Tutur

Ulam : Ondak kamano kau jang Eti.

(Mau kemana kau Eti).

Eti : Wak, kawani dulu aku ka sanan moh.

(Wak, kawani aku dulu ke sana).

Ulam : Ondak kamano rupo nyo.

(Mau ke mana rupanya).

Eti : Ondak ka kode baya.

(Mau ke kedai). Moh bik ikut ke kedai.

Nalem : Malas lah, bibik mau masak.

Dari peristiwa tutur di atas dapat kita lihat di antara penutur dengan mitra tutur terdapat rasa hormat dan sopan yang tidak terlalu tinggi, tetapi biasa-biasa saja. Dari contoh di atas dapat di lihat alih kode terjadi karena kak Eti beralih kode ke dalam bahasa Indonesia pada mitra tuturnya buk Nalem.

(11)

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Sosiolinguistik

Kata sosiolinguistik merupakan gabungan dari kata sosiologi dan linguistik. Sosiologi adalah kajian yang objektif dan ilmiah mengenai manusia dalam masyarakat dan mengenai lembaga-lembaga serta proses sosial yang ada didalam masyarakat (Chaer dan Agustina, 1995:3). Linguistik adalah ilmu bahasa atau bidang yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya. Dengan demikian sosiolinguistik merupakan bidang ilmu antardisiplin yang mempelajari bahasa di dalam masyarakat.

Sosiolingustik memendang bahasa sebagai sistem sosial dan sistim komunikasi serta merupakan bagian dari masyarakat dan kebudayaan tertentu, sedangkan yang dimaksud dengan pemakaian bahasa adalah bentuk interaksi sosial yang terjadi yang terjadi dalam situasi kongkret (Appel dalam Suwito, 1982:2). dengan demikian, dalam sosiolinguistik, bahasa tidak dilihat secara internal, tetapi dilihat sebagai sarana interaksi atau komunikasi didalam masyarakat.

Didalam masyarakat, seseorang tidak lagi dipandang sebagai individu yang terpisah, tetapi sebagai anggota dari kelompok sosial. Oleh karena itu,bahasa dan pemakaiannya tidak diamati secara individual,tetapi dihubungkan dengan kegiatannya didalam masyarakat atau dipandang secara sosial. Dipandang secara sosial, bahasa dan pemakaiannya dipengaruhi oleh faktor linguistik dan faktor nonlinguistik.

Faktor linguistik yang memengaruhi bahasa dan pemakaiannya terdiri atas fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Disamping itu, faktor nonlinguistik yang memengaruhi bahasa dan pemakaiannya terdiri dari status sosial, tingkat pendidikan, umur, jenis kelamin,dan lain-lain, sedangkan faktor situasional yang memengaruhi bahasa dan pemakaiannya terdiri dari siapa yang berbicara,dengan bahasa apa, kepada siapa,di mana,dan masalah apa (Fishman dalam Suwito,1982:3).

(12)

2.2.2 Bilingualisme

Istilah bilingualisme ( Inggris:bilingualism) dalam bahasa Indonesia disebut juga kedwibahasaan. Dari istilah secara harfiah sudah dapat dipahami apa yang dimaksud dengan bilingualisme itu, yaitu berkenaan dengan penggunaan dua bahasa atau dua kode bahasa. Secara sosiolinguistik, secara umum, bilingualisme diartikan sebagai penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian (Mackey, 1962 :12, Fishman, 1975:72). Untuk dapat menggunakan dua bahasa tentunya seseorang harus menguasai kedua bahasa itu.

Samsuri (dalam Matondang, 1997:35) mengatakan bahwa kebiasaan untuk memakai dua bahasa atau lebih secara bergiliran disebut kedwibahasaan. Samsuri membedakan kedwibahasaan atas dua bagian yaitu kedwibahasaan sejajar dan kedwibahasaan bawahan. Apabila penguasaan seseorang terhadap dua bahasa sama, dan dapat menggunakan kedua bahasa itu secara bergiliran tanpa menyebabkan dislokasi yang berarti atau kurang berarti secara struktural, walaupun ciri-ciri bahasa pertama kelihatan di celah-celah ucapannya itu, kedwibahasaan ini disebut kedwibahasaan sejajar. Kedwibahasaan bawahan yaitu apabila seorang penutur makin berat berstandar pada bahasa pertama atau bahasa ibu. Dengan kata lain, ciri-ciri kedaerahannya yang lebih menonjol.

Mackey (dalam Alwasilah, 1985:106) mengatakan bahwa kedwibahasaan atau bilingualisme itu bukanlah gejalah bahasa, tetepi merupakan karakteristik penggunaannya. Lebih lanjut Mackey menjelaskan bahwa kalau bahasa milik kelompok, maka bilingualisme adalah kekayaan perorangan. Pemakaian perorangan akan dua bahasa berarti adanya dua masyarakat bahasa yang berbeda. Bilingualisme diartikan sebagai pemakaian yang bergantian dari dua bahasa atau lebih. Seorang dwibahasawan memperoleh atau mempelajari bahasa secara beruntun, dalam pengertian bahwa satu

(13)

bahasa dikuasai sebelum bahasa lainnya. Urutan bahasa yang dikuasai ini satu sama lain akan memiliki perbedaan, baik secara penguasa maupun dalam penggunaannya. Dari beberapa pendapat di atas,

maka dapat disimpulkan bahwa bilingualisme adalah kemampuan penutur dalam memahami, mengerti, atau menggunakan dua bahasa.

2.3 Beberapa Contoh Alih Kode Antara Bahasa Kualuh Hilir dan Bahasa

Indonesia.

Setelah dibicarakan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya peristiwa alih kode antara bahasa Kualuh dan bahasa Indonesia di Kecamatan Kualuh Hilir, ada baiknya dibicarakan pula beberapa contoh pembicaraan yang mereka lakukan yang mengandung peristiwa alih kode antarbahasa dari kedua bahasa tersebut antara lain:

Contoh: 1

Alih kode yang terjadi adalah dari bahasa Kualuh Hilir ke dalam bahasa Indonesia.

Latar belakang : Emperan teras rumah

Para pembicara : Ibu rumah tangga.Wak Nurlam dan Bu idah orang yang menggerti Bahasa kualuh, Bik Nalem asli orang jawa.

Topik : Membicarakan kenapa aku pulang kampung.

Sebab alih kode : Kehadiran bik Nalem dalam peristiwa tutur.

(14)

Peristiwa Tutur

Wak Nurlam : Bilo kau sampek Tika.

(kapan kau sampai Tika)

Bu Idah : Kok kau lah Tika balek-balek sajo lah korjo kau yo.

(pulang-pulang saja lah kerja mu Tika). Iya kan bik pulang

aja Si Tika ini.

Bik Nalem : Ya, biar orang dia rindu sama ibunya.

Dari contoh tersebut terlihat bahwa alih kode terjadi kerena hadirnya orang ketiga. Alih kode tersebut terjadi dari bahasa kualuh hilir ke dalam bahasa Indonesia.Bu Idah beralih kode ke dalam bahasa Indonesia karena mitra tuturnya Bik Nalem (orang jawa) tidak mengerti bahasa Kualuh.

Contoh: 2

Alih kode yang terjadi adalah dari bahasa Kualuh Hilir ke dalam bahasa Indonesia.

Latar belakang : Perkampungan.

Para pembicara : Ibu rumah tangga. Wak Nurlam, Kak Jimah, Bik Nalem.

Topik : Membicarakan hasil panen padi.

(15)

Peristiwa Tutur

Wak Nurlam : Tak elok padi si Poniran kan.

(Tidak bagus padinya poniran)

Kak Jimah :Iyo, baya yang jolekan padinyo.

(Iya, jelek padinya).Kurang baguskan Bik padinya.

Bik Nalem :Iya, gak ada yang bagus padi tahun ini.

(Iya, tidak ada padi yang bagus tahun ini)

Dari contoh tersebut terlihat bahwa alih kode terjadi karena hadirnya orang ketiga. Alih kode tersebut terjadi dari bahasa Kualuh Hilir ke dalam bahasa Indonesia.Kak Jimah beralih kode ke dalam bahasa Indonesia karena mitra tuturnya Bik Nalem (orang jawa) tidak mengerti bahasa Kualuh.

Contoh: 3

Alih kode yang terjadi adalah dari bahasa Kualuh Hilir ke dalam bahasa Indonesia.

Latar belakang : Depan rumah.

Para pembicara : Wak Nurlam, Kak Nanik, si Penjual.

Topik : Proses jual beli.

Sebab alih kode : Wak Nurlam beralih kode dari bahasa kualuh ke bahasa

(16)

Peristiwa Tutur

Kak Nanik : Ini lagak Wak Ulam.

(Ini cantik Wak Ulam)

Wak Nurlam : Mano, ini berapa kak.

(Mana, ini berapa kak)

Penjual : Tujuh puluh ribu.

Dari peristiwa tutur di atas dapat dilihat bahwa alih kode dapat terjadi melalui proses jual beli. Wak Ulam beralih kode saat ingin menanyakan harga pakaian pada si penjual.

Contoh : 4

Latar belakang : Di depan rumah.

Para pembicara : Juriah, Inong, Iteng.

Topik : Panasnya terik matahari.

Sebab alih kode : Datangnya Juriah yang beralih kode ke dalam bahasa

Indonesia.

Peristiwa Tutur

Inong : Wis...panas bonar lah hari ni jang.

(17)

Iteng : Iyo, baya yang panasan.

(Iya, kan panas)

Juriah : Mau hujan kayaknya nanti malam ini.

(Mau hujan nanti malam)

Dari peristiwa tutur di atas dapat dilihat bahwa alih kode terjadi karena datangnya Juriah yang beralih kode ke dalam bahasa Indonesia.

Contoh : 5

Latar belakang : Depan rumah.

Para pembicara : Nurainun, Kak Eti, Bik Nalem.

Topik : Lihat hiburan.

Sebab alih kode : Bik Nalem beralih kode ke dalam bahasa Indonesia.

Peristiwa Tutur

Ainun : Tak nengok kibot kau Eti.

(Tidak melihat kibot kau Eti)

Kak Eti : Tak ado kawan ku.

(Tidak ada teman ku)

Bik Nalem : Itu lho ngajak si Tika.

(18)

Dari peristiwa tutur di atas dapat dilihat alih kode terjadi karena Bik Nalem beralih kode ke dalam bahasa Indonesia.

2.4 Tinjauan Pustaka

Ada sejumlah sumber yang relevan untuk dikaji dalam penelitian ini sebagai berikut:

Mujiyanti (1995),dalam skripsinya “alih kode antara Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa: Studi kasus di SMA Persiapan Stabat Tahun Ajaran 1992-1993”. Dia menyimpulkan bahwa alih kode yang terjadi di SMA Persiapan Stabat sering terjadi melihat kenyataan besarnya jumlah kedwibahasaan Indonesia-Jawa SMA Persiapan Stabat mengakibatkan seringnya ditemui kegiatan alih kode antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa di lingkungan sekolah. Mujiyanti juga menyimpulkan bahwa sebagai siswa yang ada di sekolah tersebut menggunakan bahasa Jawa di lingkungan sekolahnya, sehingga interferensi antarbahasa dari bahasa Jawa dan bahasa Indonesia sulit dihindari.

Erni J.Matondang (1997) dalam skripsinya yang berjudul “Bilingualisme pada Masyarakat Cina di Kecamatan Medan Denai S” yang membicarakan tentang bagaimana proses terjadinya bilingualsme pada masyarakat Cina di Kecamatan Medan Denai. Menurut Matondang, karena adanya bilingualisme maka sering terjadi alih kode dan campur kode dalam masyarakat Cina.

Risma Jojor Sinaga(1996) dalam skripsinya yang berjudul “Bilingualisme pada Masyarakat Batak Toba “ yang membicarakan bagaimana proses terjadinya bilingualisme pada masyarakat Batak Toba. Teori yang digunakan adalah teori struktural (melihat bahasa dari strukturnya) dan sosiolingustik. Dari hasil penelitiannya, masyarakat Batak Toba di Balige merupakan masyarakat bilingual, kerena di samping bahasa daerah yaitu bahasa Batak Toba, masyarakat Balige juga menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi. Masyarakat Batak Toba di Balige memperoleh bahasa kedua dari situasi

(19)

formal yaitu proses belajar disekolah dan diajarkan secara informal di tengah-tengah keluarga. Di Kecamatan Balige anak yang berusia 4-5 tahun juga diajari menggunakan bahasa Indonesia di tengah-tengah keluarga, walaupun kosakata yang dimiliki anak-anak tersebut, tidak jarang dalam berbicara sehari-hari yang terjadi alih kode, campur kode, dan interferensi.

Penelitian ini menjelaskan jenis-jenis alih kode dan mengkaji beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya alih kode dalam masyarakat Pasar Bilah I A, Kecamatan Kualuh Hilir, Kabupaten Labuhan Batu Utara. Hasil penelitian alih kode sebelumnya dapat menjadi informasi bagi peneliti saat ini dalam meneliti alih kode dalam masyarakat Pasar Bilah IA, Kecamatan Kualuh Hilir,Kabupaten Labuhan Batu Utara.

Referensi

Dokumen terkait

baru yaitu Datum Geodesi Nasional (DGN-95). Datum ini ditentukan dengan pengamatan GPS dan menggunakan ellipsoid referensi WGS-84. Berkaitan dengan batas maritim, Datum

Pengaruh dosis radiasi sinar gamma terhadap persentase hidup tunas Nepenthes pada umur dua bulan setelah perlakuan (atas) dan umur lima bulan pasca perlakuan pada

Analisis Kandungan Protein Terlarut Daun Kedelai Edamame (Glycine max (L.) Merr) Hasil fermentasi Oleh Aspergillus niger.. Noni Anwar

– Cantumkan semua attribute dari relationship R sebagai attribute biasa dalam skema relasi – Primary key dari S biasanya berupa kombinasi dari semua FK yang terbentuk di atas.

Menulis syair tembang macapat paling sderhana (pocung) Tugas individu Tes tertulis Tes lisan perbuatan • Pilihan ganda • Isian • Uraian Kurikulum Bahasa Jawa SMA/SMK 2011

Peradilan militer di Indonesia saat ini merupakan penjelmaan dari Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan aturan hukum yang ada

(3) memberdayakan masyarakat pengolah sabut kelapa (UMKM) dalam upaya menemukan strategi pengembangan dengan menggunakan teknologi tepat guna dalam pengolahan sabut

· Lepaskan selalu daya listrik AC dengan mencabut kabel daya dari colokan daya sebelum menginstal atau melepaskan motherboard atau komponen perangkat keras lainnya.. ·