2.1. WILAYAH ADMINSITRASI
Secara geografis Kabupaten Sumba Barat terletak antara 9˚22’ – 9˚47’ Lintang Selatan (LS) dan 119˚08’ – 119˚32’ Bujur Timur (BT). Berdasarkan posisi geografisnya, Kabupaten Sumba Barat memiliki batas-batas: Utara – Selat Sumba, Selatan – Samudera Indonesia, Barat – Kabupaten Sumba Barat Daya, Timur – Kabupaten Sumba Tengah. Kabupaten Sumba Barat memiliki luas daratan mencapai 737 Km2. Sebagian besar wilayahnya berbukit-bukit dimana hampir 50% wilayahnya memiliki kemiringan 14˚- 40˚.
Secara administratif, wilayah Kabupaten Sumba Barat terdiri dari enam (6) Kecamatan (Kota Waikabubak, Loli, Wanokaka, Lamboya, Lamboya Barat dan Tana Righu), 63 Desa, dan 11 Kelurahan. Jumlah Desa/Kelurahan terbanyak di Kecamatan Tana Righu (18 Desa), sedangkan yang paling sedikit jumlah desa/kelurahannya adalah Kecamatan Laboya Barat (4 Desa), dengan luas wilayah mencapai 737,42 KM2. Dengan Akses menuju Kabupaten Tersebut hanya dapat dilakukan dengan menggunakan transportasi Udara, Laut dan Darat antar kabupaten.
NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (Km2) PENDUDUK (JIWA) KEPADATAN PENDUDUK (JIWA/Km2) 1 Lamboya 125,65 17.043 135,64 2 Wanokaka 133,68 15.387 115,10 3 Laboya Barat 161,23 8.170 50,67 4 Loli 132,36 30.113 227,66 5 Kota Waikabubak 44,71 31.834 712,01 6 Tana Righu 139,79 19.354 138,45 TOTAL 737,42 121.921 165,33
Sumber : Kabupaten Sumba Barat Dalam Angka 2016
2.2. POTENSI WILAYAH KABUPATEN SUMBA BARAT
2.2.1. Pertanian
a. Tanaman Pangan
Komoditi pangan yang paling banyak diproduksi di Kabupaten Sumba Barat adalah : jagung, kacang tanah, kedele, padi sawah, padi ladang, ubi jalar, dan ubi kayu.
Produksi padi sawah di Kabupaten Sumba Barat tersebar hampir diseluruh kecamatan, Lamboya, Wanukaka, Lamboya Barat, Loli, Kota Waikabubak, Tana Righu dengan luas area panen 9 326 Ha dengan produktifitas rata-rata 37,27 KU/Ha yang menghasilkan produksi sebesar 34 762 ton untuk produksi padi ladang dengan luas lahan 2 140 Ha produktifitas rata-rata 20,42 KU/Ha yang menghasilkan produksi sebesar 4 374 ton Sehingga pada tahun 2015 hanya menghasilkan 4 374 ton gabah kering. Jumlah ini sangat sedikit bila dibandingkan dengan hasil produksi padi sawah. Ini berarti produksi padi yang ada Kabupaten Sumba Barat berasal dari padi sawah yang menggunakan sistem irigasi sehingga dapat memanen padi hingga 2 kali dalam setahun. Sedangkan produksi pangan lainnya di Kabupaten Sumba Barat di tahun 2015 ini adalah jagung 25,45 ton, ubi kayu 190,3 ton dan ubi jalar 70,53 ton, Tanaman Kedelai 8,89 ton, Kacang Tanah 11 ton, Kacang Hijau 8,46 ton, Produksi pangan yang tertinggi adalah ubi, ini dikarenakan program pemerintah Kabupaten untuk wajib mengkonsumsi pangan lokal ( jagung dan ubi). Untuk lebih jelasnya lihat Tabel berikut :.
Tabel 2.2.Luas Panen, Rata-Rata Hasil Produksi Padi Sawah Menurut Kecamatan di Kabupaten Sumba Barat Tahun 2016
KECAMATAN LUAS PANEM TOTAL PRODUKSI (TON) LAMBOYA 920 3379,95 WANOKAKA 1693 6351,85 LAMBOYA BARAT 678 2400,94 KOTA WAIKABUBAK 3970 14900,97 TANA RIGHU 80 288,26 SUMBA BARAT 7341 27321,97
Selain itu Komoditi tanaman pangan hortikultura sayur-sayuran yang paling banyak diproduksi di Kabupaten Sumba Barat adalah : bawang merah, cabai, Kentang, Kubis, Petsai dan lain-lain
Komoditi tanaman pangan hortikultura Buah-buahan yang paling banyak diproduksi di Kabupaten Sumba Barat berturut-turut adalah : pisang, pepaya, mangga, jeruk, nanas dan lain-lain
b. Perkebunan
Untuk produksi Perkebunan yang dominan di Kabupaten Sumba Barat adalah :
1. kelapa Pada tahun 2015 memproduksi kelapa 1132 Ton dengan luas areal 7873 ha. Rata-rata produksi di 6 kecamatan adalah 0,14 ton/ha.
4. Kakao memproduksi 46 Ton dengan luas areal 618 ha. Rata-rata produksi di 6 kecamatan adalah 0,07 ton/ha.
5. Kopi memproduksi 302 Ton dengan luas areal 1949 ha. Rata-rata produksi di 21 kecamatan adalah 0,15 ton/ha.
2.2.2. Peternakan
Populasi ternak besar di Kabupaten Sumba Barat terdiri dari sapi, kerbau, dan kuda, dan terbanyak adalah ternak kerbau, Pada tahun 2015 ternak sapi 1 296 ekor, kuda 4 328 ekor dan kerbau 11 264 ekor. Untuk populasi ternak kecil terdiri dari babi, kambing, dan domba dan paling banyak diternak adalah babi.
Sedangkan jenis unggas terdiri dari ayam dan itik, yang paling banyak diternak adalah ayam buras,karena cepat dalam memenuhi pelayanan konsumen daging ayam di Kota Sumba Barat .
Tabel 2.3. Populasi Ternak di Kabupaten Sumba Barat Tahun 2016
NO TERNAK JUMLAH ( EKOR )
1 Besar 16.888 2 Kecil 54.714 3 Unggas 344.445 416.047 TOTAL SUMBA BARAT
2.2.3. Perikanan
Sektor perikanan di Kabupaten Sumba Barat cukup menjanjikan untuk dikembangkan dimana sampai dengan tahun 2015 sesuai data BPS banyak produksi ikan berdasarkan jenis Ikan menurut Kecamatan :
1. Lamboya = 441 2. Wanokaka = 1 125 3. Lamboya Barat = 152 4. Loli = - 5. Kota Waikabubak = - 6. Tana Righu = 76
Dari data tersebut total produksi perikanan laut di Kabupaten Sumba Barat = 1 794 ton
2.2.4. Industri
Sektor Industri di Kabupaten Sumba Barat memiliki perusahaan/sector industry pengolahan menurut golongan Industri yang terdiri dari :
1. Perusahan Manufacturing terdiri dari :
Industri Sedang/Medium Industry, industri = 0 Industri Industri kecil /Small Industri = 0 Industr
Industri IKKR/Handcraft Industry = 75 Industri 2. Tenaga Kerja / Man Power :
Industri Sedang/Medium Industri = 0 Industri Industri kecil /Small Industri = 0 Industri Industri IKKR/Handcraft Industry = 858 orang
Dari total industry yang ada output yang dihasilkan sebesar Rp. 1 169 100 000 atau Pada Tahun 2014, jumlah industri minuman di Kabupaten Sumba Barat sebanyak 5 perusahaan dengan jumlah tenaga kerja 15 orang dan nilai produksi 733 140 000.
2.2.5. Pariwisata
Sektor Pariwisata di Kabupaten Sumba Barat terdapat beberapa lokasi wisata yang menjadi tujuan wisata bagi para pengunjung yang datang ke Sumba Barat diantaranya : a. Pantai Marosi dan Pantai Karewei di Kecamatan Lamboya.
b. Pantai Wanukaka, Pantai Rua, Pantai Nihi Watu, Pantai Lahi Liang, Air Terjun Lai Popu, Air Terjun Matayangu dan Danau Mau Ranni di Kecamatan Wanukaka
c. Goa Weemangura di Kec. Loli
d. Pantai Bina Natu dan Tebing Manu Kuku di Kec. Tana Righu
e. Kampung Adat Kadenger, Sodana, Malesu, Wora Djawa dan Watu Karere di Kec. Lamboya
f. Kampung Adat Prai Goli, Ubu Bewi, Wai Galli, Kabba dan Kadoku di Kec. Wanukaka g. Kampung Adat Tarung, Weetabur, Tabera, Gelle Koko, Bondo Ede dan Wee Kalowo di Kec. Loli
h. Kampung Adat Prai Ijing, Bodo Maroto, Gollu, Prairame dan Paleti Lolu di Kec. Kota Waikabubak
i. Kampung adat Dikita, Homba Rade di Kec. Tana Righu j. Pasola Lamboya dan Podu Sodana di Kec. Lamboya
k. Pasola Wanukaka, Bijalungu Hiu Pa Ana, Wula Podu Kadoku dan Pajura di Kec. Wanukaka
l. Atraksi kesenian Wulla Podu Tarung, Wulla Podu Tabera, Wulla Podu Gella Koko dan Wulla Podu Kalowo di Kecamatan Loli
m. Atraksi kesenian Wulla Podu Bondo Maroto, Wulla Podu Gollu Pajura dan pacuan kuda di Kecamatan Kota Waikabubak;
n. Atraksi kesenian Wulla Podu Dikita dan Wulla Podu Ombo Rade di Kecamatan Tana Righu
Sektor pariwisata Kabupaten Sumba Barat pada tahun 2014 menyediakan tempat penginapan sebanyak 9 Unit
2.3. DEMOGRAFI DAN URBANISASI
2.3.1. Jumlah dan Sebaran Penduduk
Jumlah penduduk Kabupaten Sumba Barat tahun 2015 sebanyak 121 921 jiwa, menyebar dalam 6 Kecamatan. Kecamatan dengan jumlah penduduk terpadat berada di Kecamatan Kota Waikabubak. Kepadatan penduduk Kabupaten Sumba Barat sesuai data Kabupaten Sumba Barat dalam Angka 2015, sebesar 165,33 jiwa/km². Kepadatan tertinggi terdapat di Kecamatan Kota Waikabubak sebesar 712,01 jiwa/km2, dan kepadatan penduduk terendah terdapat di Kecamatan Loli, sebesar 50,67 jiwa/km². Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah, kepadatan dan persentase penduduk, luas daerah antar kecamatan di Kabupaten Sumba Barat dapat dilihat pada Tabel dan Gambar berikut ini.
Tabel 2.4. Jumlah Penduduk, Jenis Kelamin, Luas daerah dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Sumba Barat Tahun 2015
Kecamatan Nama Kecamatan Luas Daerah (Km2) Kepadatan Penduduk Per Km Jumlah Penduduk 01. Lamboya 125, 65 135,64 17 043 02. Wanukaka 133,68 115,10 15 387 03. Lamboya Barat 161,23 50,67 8 170 04. Loli 132,36 227,66 30 113 05 Kota Waikabubak 44,71 712,01 31 834 06 Tana Righu 139,79 138,45 19 354 Sumba Barat 737,42 165,33 121 921
Gambar 2.2.Presentase Penduduk Menurut Kecamatan Tahun 2015
Sumber : Kabupaten Sumba Barat Dalam Angka 2015
2.3.2. Penduduk Miskin
Penduduk miskin di Kabupaten Sumba Barat sejak tahun 2011-2015 mengalami fluktuasi. Pada tahun 2015 jumlah penduduk miskin Kabupaten Sumba Barat sebanyak 11 815 jiwa atau sebesar 9,69%, lebih tinggi jika dibandingkan dengan penduduk miskin Propinsi NTT sebesar 3,04 %.
2.3.3. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk
Penduduk Ekisting Kabupaten Sumba Barat Tahun 2015 berjumlah 121 921 jiwa dan diproyeksikan hingga tahun 2020 menjadi 132.417 jiwa, dengan rata-rata pertumbuhan 1,68%/tahun.
17043 15387 8170 30113 31834 19354 LAMBOYA WANOKAKA LAMBOYA BARAT LOLI KOTA WAIKABUBAK TANA RIGHU
Tabel 2.5.
Proyeksi Penduduk Kabupaten Sumba Barat tahun 2016-2021 menurut Kecamatan
Kabupaten Sumba Barat Dalam Angka 2015
2.4. ISU STRATEGIS SOSIAL, EKONOMI DAN LINGKUNGAN
2.4.1. Perkembangan PDRB dan Potensi Ekonomi
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Sumba Barat tahun 2012 berdasarkan
harga konstan 2012 adalah Rp 3.312.753.000,- dan tahun 2015 meningkat menjadi Rp. 4.140.972.600,- atau meningkat 20,00%. PDRB terbesar adalah sektor Pertanian,
Kehutanan dan Perikanan sedangkan terkecil adalah sektor Pengadaan Listrik dan Gas. Untuk lebih jelasnya mengenai komposisi PDRB dapat dilihat pada tabel-tabel berikut ini.
Tabel 2.6. PDRB & Distribusi Persentase PDRB Kab. Sumba Barat Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2012-2014
LAPANGAN USAHA
PDRB (Rp.Juta)
2012 2013 2014 2015
1. Pertanian 893 573,7 1 002 670,4 1 108 796,8 2. Pertambangan & Penggalian 48 312,0 54 008,0 58 611,3 3. Industri Pengolahan 48 025,5 53 571,7 60 045,0 4. Listrik & Gas 1 457,3 1 393,8 1 647,6 5. Air, Sampah, Limbah & Daur Ulang 2 726,6 2 988,3 3 314,0 6. Konstruksi 351 676 383 920,8 424 207,5 7. Perdagangan besar & Eceran 536 738,1 609 584,4 678 965,8 8. Transportasi & Pergudangan 205 236,3 235 922,8 266 136,0 9. Penyediaan Akomodasi & Makan 9 550,7 10 968,2 12 367,4 10. Informasi & Komunikasi 165 999,1 188 344,2 209 372,1 11. Jasa Keuangan & Asuransi 126 264,9 143 598,4 162 399,4 12. Real Estate 99 611,7 109 132 119 408,5 13. Jasa Perusahaan 126 264,9 143 598,4 17 151,7 15. Administrasi Pemerintahan, dll 352 905,8 380 631,5 423 617,1 16. Jasa Pendidikan 317 121,8 362 968,6 419 081,6 17.490 18.418 18.901 19.396 19.904 15.704 16.358 16.695 17.039 17.390 8.232 8.358 8.421 8.485 8.550 30.477 31.219 31.597 31.979 32.366 32.327 33.337 33.854 34.379 KECAMATAN TK PERTUMBUHAN PENDUDUK JUMLAH PENDUDUK 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 0,0262 0,0206 0,0076 0,0121 0,0155 0,0178 0,0168 LAMBOYA 17.0 43 WANUKAKA 15.3 87 LAMBOYA BARAT 8.17 0 LOL I 30.1 13 KOTA WAIKABUBAK 31.8 34 TANA RIGHU 19.3 54 SUMBA BARAT 34.912 19.699 20.406 20.769 21.139 21.515 123.929 125.994 128.096 130.237 132.417 134.636 17.948 16.027 8.295 30.846 32.829 20.049
Harga Konstan menurut lapangan usaha tahun 2012 – 2014 seperti pada table di atas penyumbang PDRB tersebesar adalah bidang pertanian secara 3 (tiga) tahun berurut – turut jika disbanding dengan sector lainnya.
2.4.2. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sumba Barat tahun dapat dilihat seperti grafik di bawah ini :
Gambar 2.3.
Pertumbuhan Ekonomi 2012-2014
2.4.3. Kondisi Lingkungan Strategis
2.4.3.1. Geologi 1. Sejarah Geologi
Kondisi geologi di wilayah Sumba Barat tidak bisa lepas dari konteks pulau Sumba secara keseluruhan, karena wilayah Sumba Barat merupakan bagian dari wilayah pulau Sumba. Sejarah geologi dan perkembangan tektonik pulau ini sangat berbeda dengan kawasan sekitarnya. Keadaan geologi pulau ini pada masa sebelum kapur tidak diketahui, tampaknya pulau ini secara geologi berasal dari sekitar lereng atas palung yang berbentuk sebagai akibat menunjamnya lempeng samudera di bawah pinggiran Benua Eurasia. Pada
akhir kapur atau tampaknya di daerah ini merupakan lereng bagian atas dari
palung, Tidak dikategorikan = 16,90 %.
dimana diendapkan Formasi Praikajelu dalam lingkupan kipas laut dalam. Bersamaan dengan pengendapan sedimen ini terjadi pula leleran batuan gunung api yang menghasilkan Formasi Masu dan diikuti terobosan granit, granodiorit dan sienit terjadi pada Kala Paleosen. Perkembangan selanjutnya, pada kala Eosen batuan karbonat (Formasi Watopata) dan batuan ”flysch” (Formasi Tanah roong) terendapkan. Zaman Paleogen di daerah ini diakhiri dengan terendapkannya batu gamping susut laut (Formasi Paumbapa).
1. Fisiografi
Pulau Sumba berbentuk agak lonjong dengan sumbu panjangnya sebagian berarah barat - timur dan kemudian membelok ke arah barat laut tenggara. Sungai disini umumnya berpola mendaun dan hanya berair pada waktu tertentu. Morfologi daearah ini dapat terbagi dalam pesisir berundak, pebukitan, medan keras dan pegunungan.
Daerah keras berketinggian antara 450 m dan 750 m di atas permukaan air laut diberapa tempat dijumpai adanya sungai bawah tanah, dolina dan gua-gua. Sungai yang mengalir berbentuk pola hampir sejajar. Bantuan pembentuknya adalah batu gamping dari Formasi Waikabubak. Morfologi ini terbesar di bagian tengah barat pulau sekitar daerah Lewa, Anabalon dan Waikabubak. Daerah pegunungan mempunyai ketinggian antara 800 m dan 1.200 m diatas permukaan laut dan pola pengaliran memancar. Bantuan penyusun morfologi ini terdiri dari batuan gunung api, batuan beku dan batuan sedimen yang merupakan batuan tertua di Pulau Sumba. Morfologi pegunungan ini terdapat di bagian selatan pulau yang meliputi
Kapunduh (1040 m), G. Ananjaki (1175 m), G. Paneteng (1002 m) G. Jawila (888 m) dan Peg. Tindaro dengan ketinggian 913 m. Sungai yang mengalir di Pulau Sumba seluruhnya bermuara langsung ke laut yang mengalir ke timur bermuara ke Laut Sawu dan yang mengalir ke Selatan dan Barat bermuara ke Samudera Hindia. Lembah di daerah ini menunjukkan tingkat morfologi menjelang dewasa.
2. Stratigrafi
Satuan batuan tertua yang di jumpai di daerah ini adalah Formasi Praikajelu; terdiri dari batu pasir grewake berselingan dengan serpih, batu lanau, batu lempung, napal lanauan dan sedikit konglomerat berumur kapur dan terendapkan dalam daerah lereng bawah laut. Kegiatan gunung api terjadi setelah Formasi Praikajelu terendapkan berupa leleran bersusunan andesit dan unakit. Batuan gunung api (FormasiMesu) terdiri dari lava, breksi gunung api dan tuf. Kegiatan gunung api kemudian diikuti terobosan batuan sienit, diorit, granodiorit, granit dan gabro semu. Berdasarkan hasil penarikan radiometri pada gabro semu, batuan ini mempunyai umur 61,5 juta tahun atau berkisar umur Paleosen. Formasi praikajelu, Formasi Mesu dan batuan terobosan merupakan batuan alas dari batuan yang terendapkan kemudian. Secara tekselaras di atas batuan alas terendapkan Formasi Watopata yang terdiri dari batu gamping dan Formasi tanah roong yang terdiri dari grewake, batu pasir gampingan dengan sisipan batu lanau dan batu lempung. Kedua batuan ini berumur Eosen; terendapkan dalam lingkungan laut dalam. Formasi Paumbapa yang
berumur Oligosen menutupi satuan yang tua secara tak selaras. Formasi Paumbapa terdiri dari batu gamping berlapis dan batu gamping terumbu terendapkan dalam lingkungan laut dangkal. Kegiatan gunung api kembali terjadi pada awal Neogen yang menghasilkan Formasi Jawila berupa leleran lava dan piroklastika andesitik. Di atasnya terendapkan Formasi Pomalar secara tak selaras, yang terdiri dari batu gamping dan batu lempung; berumur Miosen Awal terendapkan dalam lingkungan laut dangkal. Bagian atas satuan ini menjemari dengan Formasi Tanadoro yang terdiri dari batu lempung berumur Miosen Tengah Miosen Akhir; terendapakan dalam lingkungan laut dalam. Formasi Kananggar dan Formasi Waikabubak menindih Satuan Batu lempung secara tak selaras. Formasi Kananggar terdiri dari perselingan napal, napal pasiran, napal tufan, batu pasir tufan bersisipan batu gamping. Formasi Waikabubak terdiri dari batu gamping. Kedua satuan ini mempunyai hubungan menjemari, berumur Miosen Akhir hingga Pliosen dan terendapkan dalam lingkungan laut dalam. Satuan batuan termuda terdiri dari batu gamping terumbu Formasi Kaliangga dan batu lempung berumur Plistosen yang menindih satuan batuan di bawahnya secara tak selaras. Di atas satuan batuan tersebut secara tak selaras, terendapkan endapan aluvial yang terdiri dari lempung, lanau, pasir, kerikil dan bongkah.
3. Keadaan Jenis Tanah
Faktor pembentuk tanah dipengaruhi 5 (lima) faktor yaitu : iklim, relief, bahan induk, vegetasi dan waktu. Daerah penelitian merupakan wilayah dataran rendah beriklim kering dan faktor pembentuk tanah yang dominan adalah iklim relief.
Tanah di daerah beriklim kering dicirikan oleh keadaan tanah yang kering pada penampang kontrol kelembapan tanah, selama 90 hari kumulatif (Soil Survey Staff, 2003) dan umumnya curah hujan rendah dengan bulan kering (<100 mm) cukup lama (rejim kelembapan ustik). Curah hujan yang relatif rendah dengan temperatur tinggi mengakibatkan proses peguapan (evapotranspirasi) tinggi dan sebaliknnya proses pencucian basa-basa kurang intensif, hal ini yang menyebabkan tanah mempunyai basa-basa relatif tinggi, yang dicerminkan oleh reaksi tanah (pH) agak masam sampai netral, tanah diklasifikasi kedalam Grup Ustropepts, Haplustolls, Haplusterts. Untuk tanah-tanah yang berkembang dari bahan yang mengandung kapur, tanahnnya mempunyai sifat kalkarius.
Pada daerah cekungan dan/atau mendapat masukan air irigasi memberikan pengaruh terhadap rejim kelembapan tanah menjadi udik atau akuik, tanah diklasifikasikan kedalam Grup Endoaquepts, Endoaquolls, Hapludolls, Eutrudepts.
1. Entisols
Entisols merupakan tanah-tanah yang belum mempunyai perkembangan struktur dengan susunan horison AC atau AR dan bersolum tipis. Tanah berkembang dari bahan endapan pasir, tufa pasiran berkapur dan batu gamping.
Entisols di daerah marin mempunyai tekstur kasar (pasir), drainase cepat dan reaksi tanah agak alkalis sampai alkalis mempunyai rejim kelembapan akuik dengan drainase terhambat diklasifikasikan kedalam grup Psammaquents, dan pada daerah kering yang tidak terpengaruh oleh fluktuasi air tanah, mempunyai rejim kelembapan ustik diklasifikasikan ke dalam grup Psamaquents, dan pada daerah kering tidak yang tidak
terpengaruh oleh fluktuasi air tanah, mempunyai rejim kelembapan ustik diklasifikasikan kedalam grup Ustipsamments.
Pada jalur aliran ditemukan tanah yang belum berkembang dan terdapat stratifikasi bahan dengan tekstur agak kasar, rejim kelembapan tanah aquic, tanahnnya diklasifikasikan kedalam grup Fluvaquents dan pada daerah kering yang tidak terpengaruh oleh fluktuasi air tanah, mempunyai rejim kelembapan ustik diklasifikasikan kedalam grup Ustifluvents. Entisols didaerah punggung angkatan mendatar dan perbukitan/pegunungan tektonik mempunyai drainase cepat, tekstur sedang dan umumnya bercampur dengan kerikil/batu yang bersifat porus, reaksi tanah netral sampai agak alkalis dan mempunyai sifat kalkarius serta kelembapan tanah ustik, diklasifikasikan kedalam Grup Ustorthents, sedangkan yang mempunyai rejim kelembapan udik diklasifikasikan kedalam Grup Udorthents.
2. Inceptisols
Inceptisols adalah tanah-tanah yang telah mengalami perkembangan struktur yang dicirikan dengan terbentuknnya horison kambik. Penyebaran ordo ini cukup luas terutama pada landform aluvial, marin dan tektonik. Inceptisol di daerah penelitian berkembang dari berbagai macam bahan induk. Di dataran aluvial dan dataran koluvial yang disawahkan, tanah berkembang dari endapan halus dan kasar. Pada landform karst tanah berkembang dari batu gamping. Sedangkan di daerah volkan dan tektonik berkembang dari tufa pasiran berkapur dan batugamping.
Inceptisol pada dataran aluvial yang disawahkan, dibudidayakan untuk tanaman pangan (padi, palawija) mempunyai drainase agak terhambat-ssedang dengan memperlihatkan sifat akuik, tekstur tanah umumnnya sedang sampai agak halus, reaksi tanah agak masam sampai netral. Tanah diklasifikasikan kedalam Grup Epiaquepts. Dystrudepts dan Eutrudepts. Pada landporm karst, tektonik dan vulkan, tanah mempunyai ketebalan solum dan tekstur beragam. Pada tekstur curam, tanah dangkal dan berkerikil/berbatu, pada lereng yang lebih landai umumnnya mempunyai solum dalam. Tekstur tanah beragam mulai dari sedang sampai agak halus
Tanah diklasifikasikan kedalam Grup Dystrustepts, haplustepts dan Dystrupdeps.
3. Vertisols
Tanah ini dicirikan oleh adannya retak-retak (vertik) pada musim kemarau dan bagian dalam tanah terdapat bidang kilir. Umumnnya posisinnya dibagian cekungan atau melandai. Tanah ini berkembang dari bahan endapan halus dan kasar serta batu gamping.
Tanah memperlihatkan warma gelap (hitam), dalam sampai sangat dalam, darinase agak terhambat, tekstur halus, struktur kuat (mengarah ke prismatik), konsistensi sangat teguh, reaksi tanah netral. Tanah yang ditemukan mempunyai rejim kelembapan tanah aquic, diklasifikasikan kedalam Grup Endoaquerts.
4. Molisolls
Tanah ini mempunyai penyebaran paling luas didaerah penelitian. Mollisols terbentuk dari berbagai bahan induk. Di daerah aluvials, tanah terbentuk dari bahan induk endapan halus dan kasar, di daerah marin tanah berkembang dari batu gamping dan tufa pasiran berkapur. Mollisols merupakan tanah yang memiliki perkembangan profil yang dicirikan oleh adannya epipedon molik dan horison B-kambik. Epipedon molik umumnnya tebal dan dapat mencapai >60 cm (sifat pachic), kecuali pada daerah tererosi atau berbatu. Sifat-sifat morfologi tanah ini sangat dipengaruhi oleh perbedaan bahan induk dan relief/posisi. Pada daerah kering berlereng sifat morfologi tanah lebih banyak dipengaruhi oleh posisi/letak dan tingkat erosi.
Tanah di dataran koluvial umumnnya berdrainase baik dan memperlihatkan tingkat prkembangan cukup yang dicirikan oleh terbentuknnya struktur tanah dan peningkatan kadar liat di lapisan bawah. Kedalaman tang mencapai >100 cm, mempunyai rejim kelembapan tanah ustik. Tanah ini diklasifikasikan kedalam grup Haplustolls, sedangkan yang mempunyai rejim kelembapan udik diklasifikasikan kedalam Grup Haplusdolls. Lahan yang telah diusahakan untuk persawahan, mempunyai drainase agak terhambat yang dicirikan oleh adannya warna-warna redoks
dan adannya karatan didalam penampang tanahnnya. Tanah ini diklasifikasikan kedalam Grup Endoaquolls.
Di daerah karst, punggungan angkatan mendatar dan
perbukitan/pegunungan tektonik, tanah ini umumnnnya berdrainase baik, mempunyai variasi ketebalan epipedon molik dan kedalam tanh. Pada lahan yang berkembang dari batu gamping, banyak mengandung batuan atau fragmen batuan dan berada diatas batuan kukuh dengan kedalaman tanah dangkal (lithic). Tekstur umumnnya halus, struktur gumpal, konsistensi sangat teguh dan reaksi tanah netral dan mempunyai sifat kalkarius. Tanah ini umumnnya berasosiasi dengan Inceptisols. Tanah tersebut diklasifikasikan kedalam grup Haplustolls.
5. Alfisols
Tanah-tanah yang telah berkembang lanjut, dicirikan oleh adannya horison iluviasi liat silikat yang memenuhi persyaratan argilik, bereaksi netral sampai dengan alkalis (pH>6) dan ditunjukkan oleh kejenuhan basa >35%. Tanah ini didaerah penelitian dengan rejim kelembapan udic menurunkan grup Haplustalfs.
Alfisols yang mempunyai penampang tanah dangkal (<50 cm) diklasifiasikan kedalam Lihic Hapludalfs. Alfisol yang mempunyai tanah dalam diklasifikasikan Typic Hapludalfs/Typic Haplustalfs. Alfisol lainnya yang mempunyai penampang tanah sangat dalam, batas antar lapisan baur diklasifikasikan Typic Paleudalfs/Typic paleusdalfs. Tanah-tanah tersebut mempunyai drainase baik, warna tanah coklat kekuningan (10YR 4/6-6/6), struktur gumpal bersudut, tekstur liat, reaksi tanah netral sampai alkalis (pH>6.0). Pada lahan yang dipengaruhi oleh fluktuasi air tanah mempunyai sifat aquic dan diklasifikasikan kedalam Oxiaquic Hapludalfts/Oxiaquic Haplustalfs.
6. Ultisols
Utisols adalah tanah-tanah di Kabupaten Sumba Barat yang telah berkembang lanjut, dicirikan oleh adannya horison iluviasi liat silikat yang memenuhi persyaratan argilik/kandik dan kejenuhan basa rendah (<35%).
Penyebaran utisols di Kabupeten Sumba Barat ditemukan pada landprm volkan dari bahan induk andesit dengan berbagai elief dan kelerengan. Pada wilayah yang mempunyai rejim kelembapan udic menurunkan grup Kandiudults dan Hapludults, pada wilayah yang mempunyai kelembapan ustic menurunkan grup Haplustults.
Kandiudults
Tanah ini berkembang dari bahan volkan, penyebarannya banyak ditemukan pada lahan dengan kelerengan <25%, sehingga proses pelapukan dan pencucian unsur hara yang sangat intensif. Penggunaan lahan saat ini umumnnya berupa hutan dan semak belukar. Kaniudults mempunyai penempang tanah sangat dalam (>150cm), drainase baik, warna tanah lapisan atas coklat gelap dan lapisan bawah coklat merah sampai coklat kekuningan, tekstur halus, struktur sampai bersudut, konsistensi kondisi lembab agak teduh. Reaksi tanah sangat masam (pH 5,5), kandungan bahan organik rendah, basa-basa dan kadar tuka ktion rendah, kejenuhan alumunium tingggi. Kandiudults yang ditemukan menurunkan Typic kandiudults.
Hapludults
Tanah ini berkembang dari bahan volkan, penyebarannya banyak ditemukan pada lahan dengan kelerengan 15-25%, sehingga proses pelapukan dan pencucian unsur hara sangat intensif. Penggunaan lahan umumnnya saat ini hutan dan belukar. Hapludults mempunyai penempang tanah dalam (100-150cm), draainase baik, warna tanah lapisan atas coklat gelap dan lapisan bawah merah kekuningan, tekstur halus, struktur gumpal bersudut, konsistensi kondisi lembab teguh. Reaksi tanah sangat masam (pH <5,0), kandungan bahan organik rendah, basa-basa dan kapasitas tukar kation rendah, kejenuhan alumunium tinggi. Hapludults yang ditemukan menurunkan Typic Hapludults.
Bab II. Profil Kabupaten Sumba Barat ...1
2.1. WILAYAH ADMINSITRASI ... 1
2.2. POTENSI WILAYAH KABUPATEN SUMBA BARAT ... 3
2.2.1. Pertanian ... 3
2.2.2. Peternakan ... 4
2.2.3. Perikanan ... 5
2.2.4. Industri ... 5
2.2.5. Pariwisata ... 6
2.3. DEMOGRAFI DAN URBANISASI ... 7
2.3.1. Jumlah dan Sebaran Penduduk ... 7
2.3.2. Penduduk Miskin ... 8
2.3.3. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk ... 8
2.4. ISU STRATEGIS SOSIAL, EKONOMI DAN LINGKUNGAN... 9
2.4.1. Perkembangan PDRB dan Potensi Ekonomi... 9
2.4.2. Pertumbuhan Ekonomi ...10