• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) BAGI PERENCANAAN PENGHIJAUAN DI KELURAHAN SATRIA KOTA TEBING TINGGI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) BAGI PERENCANAAN PENGHIJAUAN DI KELURAHAN SATRIA KOTA TEBING TINGGI"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) BAGI PERENCANAAN PENGHIJAUAN

DI KELURAHAN SATRIA KOTA TEBING TINGGI

STUDY OF GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEMS (GIS) FOR AFFORESTATION PLANNING IN SATRIA DISTRICT AT TEBING TINGGI.

Andi Syahputraa*, Anita Zaitunahb,Deni Elfiatib

aProgram Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Jl. Tri Dharma Ujung No.1

Kampus USU Medan 20155(*Penulis korespondensi, Email: andisyah021@gmail.com)

bStaff Pengajar Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan 20155

ABSTRACT

There are some environmental problems in the development of urban areas including air, water and soil pollution. The high growth level of population which are followed by the establishment of industrial zones and settlements areas have cause less of vegetation areas. The purpose of this study was to identify areas which is potential to be developed as afforestation areas using geographic information systems by applications using SPOT 5 satellite imagey.

Afforestation planning of bare land is in the form of afforestation in settlements areaswith total area of 7.14 hectares. Afforestation planning in the green belt is afforestation along roads and the river. There is 169.52 kilometers of road length to be afforested. Suitable plant species could be Pterocarpus indicus, Filicium decipiens, Polyalthia longifolia, Mimusops elengi, Switenia mahagoni, Casuarina equisetifolia, and Oreodoxa regia. Along the river bank of 17.27 kilometers length is recommended to be afforested with bamboo plants.

Keywords: Reboisation Planning, SPOT 5 imagery, Geographic Information Systems (GIS) PENDAHULUAN

Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan telah mengalami transformasi lingkungan fisik lahan yang semakin padat oleh berbagai infrastruktur

sehingga berdampak terhadap kualitas

kehidupan masyarakat dan lingkungan.

Transformasi lingkungan fisik lahan tersebut apabila tidak diimbangi dengan pertambahan ruang terbuka hijau dapat menyebabkan

menurunnya kualitas air dan udara,

berkurangnya daerah tangkapan air (catchment

area) dan meningkatnya pencemaran lingkungan, sehingga kota hanya maju secara ekonomi, namun mundur secara ekologi. Tebing Tinggi adalah kota yang sedang berkembang baik dari segi pembangunan, perekonomian,

maupun penduduknya, dalam aktifitas

pembangunan sejauh ini banyak terlihat penggunaan ruang yang semakin besar sehingga memicu menurunnya keberadaan ruang hijau, dimana pemerintah kota sepertinya kurang memperhatikan keberadaan ruang-ruang hijau di Kota Tebing Tinggi.

Ruang terbuka hijau memiliki manfaat yang sangat besar terhadap lingkungan perkotaan, baik dari segi ekologi maupun segi ekonomi. Hilangnya ekosistem sumberdaya lingkungan merupakan masalah ekonomi, karena

hilangnya ekosistem berarti hilangnya

kemampuan ekosistem tersebut dalam

menyediakan barang dan jasa (Pranoto,2009). Areal lahan hijau di perkotaan merupakan bagian penataan ruang kawasan perkotaan yang memiliki manfaat kehidupan yang sangat tinggi, tidak saja dapat menjaga dan mempertahankan kualitas lingkungan tapi juga dapat menjadi kebanggaan identitas kota. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, menyatakan bahwa penataan

ruang perkotaan diselenggarakan untuk

mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan dengan :

1. Terwujudnya keharmonisan antara

lingkungan alam dan lingkungan buatan ;

2. Terwujudnya keterpaduan dalam

penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber manusia ; dan

3. Terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negartif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.

Penghijauan kota dapat menciptakan suasana hutan di kawasan perkotaan karena penghijauan kota dapat memberikan beberapa manfaat yang sama dengan manfaat hutan seperti manfaat estetis, orologis, hidrologis, klimatologis, edaphis, ekologi, protektif, hygienis dan edukatif. Adapun tujuan penghijauan kota

(2)

adalah untuk kelestarian, dan keseimbangan ekosistem perkotaan yang meliputi unsur lingkungan, sosial dan budaya. Dengan terciptanya suasana hutan di kawasan perkotaan melalui pelaksanaan penghijauan kota, maka permasalahan seperti suhu lingkungan yang panas dan sarat pencemaran dapat segera diatasi (Nazaruddin,1996).

Untuk mendapatkan sasaran dan tujuan yang maksimal, penghijauan kota harus dilaksanakan dengan yang terarah dan terpadu. Berdasarkan PP No. 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota, penyelenggaraan penghijauan kota meliputi penunjukan, pembangunan, penetapan dan pengelolaan. Agar perencanaan dapat dilaksanakan dengan baik, maka diperlukan berbagai sarana media yang mendukung kesuksesan rencana tersebut.

Pada saat ini telah banyak teknologi yang diciptakan dan diterapkan sebagai sarana serta media dalam mendukung suatu perencanaan. Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan salah satu teknologi yang banyak digunakan dalam bidang kehutanan terutama

dalam perencanaan kehutanan.Dalam

menggunakan data berupa citra satelit, peta dasar dan data penunjang lainnya yang dikelola dengan menggunakan sistem berbasis komputer menjadikan sistem informasi geografis(SIG) sebagai teknologi yang memberikan kemudahan dan pemahaman yang baik bagi setiap perencana yang menggunakannya.

Sistem Informasi Geografis (SIG) akan mempermudah perencanaan penghijauan kota terutama dalam menentukan posisi geografis suatu lokasi dan menyajikan tampilan dari kawasan perkotaan tersebut. Pemanfaatan sistem informasi geografis (SIG) akan

mendukung kelancaran perencanaan

penghijauan kota, sehingga tujuan dan sasarannya akan tercapai.

Tujuan dari penelitian ini yaitu : (1) Memetakan lahan yang sesuai bagi ruang terbuka hijau di Kota Tebing Tinggi; (2) Membuat perencanaan penghijauan Kota Tebing Tinggi dengan analisis sistem informasi geografis (SIG)

METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret – Mei 2015, yaitu persiapan penelitian, pelaksanaan penelitian di lapangan, pengolahan data dan penyajian hasil. Penelitian dilaksanakan di Kelurahan Satria Kota Tebing Tinggi, Propinsi Sumatera Utara. Analisis data dilakukan di Laboratorium Manajemen Hutan Terpadu,

Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Alat dan Data

Data yang digunakan dalam penelitian adalah : 1. Citra Satelit SPOT 5 (Satellite Pour

l’Observtion de la Terre) rekaman 2013

2. Peta administrasi Kota Tebing Tinggi, Propinsi Sumatera Utara.

3. Data dasar yaitu kondisi umum wilayah penelitian, yang mencakup kondisi fisik lapangan (letak geografis, luas wilayah, tanah) kondisi sosial masyarakat (kepadatan

penduduk, sarana dan prasarana,

penggunaan lahan, sosial budaya). Alat yang digunakan dalam penelitian adalah : 1. Personal Computer (PC) dengan perangkat

lunak (software) Arc GISVersi 10.1sebagi alat untuk membantu dalam mendisplay dan mengolah data.

2. Global Positioning System (GPS) sebagai alat bantu dalam menentukan titik koordinat di lapangan.

3. Tally Sheet sebagai pencatat data dari lapangan

4. Kamera sebagai alat bantu dalam melihat kondisi umum di lapangan.

5. Alat tulis menulis sebagai alat bantu dalam hal pencatatan data.

Tahapan Penelitian 1. Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa dta primer dan data sekunder, yaitu :

1. Pengumpulan data primer

Diperoleh dari pengambilan 60 titik koordinat yang tersebar di Kelurahan Satria Kota Tebing Tinggi, Propinsi Sumatera Utara. 2. Data-data sekunder

Diperoleh dari berbagai instansi dan stu di literatur, terdiri dari:

1. Data spasial : Citra Satelit SPOT 5

yang diperoleh dari Badan

Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Sumatera Utara dan peta digital Kota Tebing Tinggi yang diperoleh dari Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Provinsi Sumatera Utara.

2. Data non spasial :Data kondisi umum Kota Tebing Tinggi yang diperoleh Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Tebing Tinggi dan studi literatur dari berbagai sumber.

(3)

2. Pengolahan Citra Koreksi citra

Citra satelit SPOT 5 yang diperlukan diperoleh dari Badan Perencanaan Pembagunan Daerah. Citra yang diperoleh adalah citra rekaman tahun 2013. Sebelum diolah lebih lanjut citra SPOT5 yang diperolehterlebih dahulu diperbaiki dengan tujuan untuk mendapatkan kenampakan objek yang jelas yang ada pada citra. Sehingga dapat memudahkan kegiatan interpretasi citra secara visual. Kegiatan koreksi citra dilakukan dengan software Erdas 8,5.Koreksi ini terdiri atas : (a) Koreksi Radiometrik, (b) Koreksi Geometrik, (c) Penajaman Citra (Image Enhacement)

Clip Citra dengan Batas Kawasan

Citra satelit SPOT 5 yang diperlukan diperolehbukan hanya mencakup Kota Tebing Tinggi, tetapi mencakup Kabupaten Serdang Bedagai untuk itulah pemotongan citra dilakukan. Kawasan yang dilakukan pemotongan adalah kawasan Kota Tebing Tinggi yang ada pada citra.

Pemotongan dilakukan dengan dengan

menggunakan software ArcGis 10,1 dapat dilakukan dengan menggunakan perintah pengaturan data atau tools Data management.

Training Area (Titik Sampel)

Citra tahun rekaman 2013 diolah secara digital dengan menggunakan metode klasifikasi terbimbing (Supervised Classification). Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode interpretasi secara visual. Pada metode ini terdapat pertimbangan berbagai faktor, diantaranya adalah peluang dari suatu piksel ataupun kenampakan pada citra untuk dikelaskan kedalam kelas atau kategori tertentu.Seperti pengelompokan pemukiman dikelompokan sebagai tutupan lahan yang memiliki pola rapat pada kenampakan citra.

Pada penelitian ini diambil satu kelurahan yang dijadikan daerah penelitian.

Penentuan dilakukan secara purposive

samplingyaitu dengan melihat sebaran kawasan

yang potensial untuk dihijaukan dan kawasan hijau yang sudah ada agar tetap dipertahankan yang diketahui dari hasil analisis secara visual pada citra tutupan lahan Kota Tebing Tinggi. Pemilihan areal penelitian didasarkan pada keadaan demografi, sebaran sumber polusi, wilayah dan ketersediaan sumber data. Hasil analisis ditetapkan Kelurahan Satria menjadi areal yang dijadikan daerah penelitian.

Digitasi Citra

Citra yang sudah dikoreksi kemudian

dapat diklasifikasikan dengan metode

interpretasi visualuntuk mengelompokkan dan

mengenali kembali segala kenampakan obyek yang berhasil ditangkap oleh alat sensor citra satelit. Langkah selanjutnya setelah citra dikoreksi adalah dengan melakukan digitasi daerah-daerah yang berpotensi untuk dihijaukan kembali ataupun daerah yang sudah ada dan tetap untuk dipertahankan.

Digitasi ini dilakukan untuk mengubah

data spasial analog dari peta dasar yang digunakan ke dalam format peta digital yaitu penerjemah dalam koordinat. Peta Kota Tebing Tinggi kemudian di identifikasi secara visual. Kemudian diamati daerah yang masih kosong atau belum ada tanamannya. Daerah ini dapat diketahui dengan tanda berwarna coklat. Kemudian diamati seluruh wilayah Kota Tebing Tinggi dan di lakukan pendigitasian citra daerah yang berwarna coklat.

Ground Check / Pengecekan lapangan

Kegiatan survei lapangan bertujuan

untuk pengecekan kebenaran klasifikasi

penggunaan lahan dan mengetahui bentuk-bentuk perubahan fungsi lahan kawasan kelurahan Satria.Pengecekan dilakukan dengan bantuan Global Positioning System (GPS). Titik

pengamatan ditentukan dengan metode

purposive sampling. Masing-masing kelas

tutupan lahan diwakili dengan minimal sepuluh titik observasi. Setiap titik didatangi kemudian

dilakukan pendataan, pengamatan serta

pencatatan informasi penting. Data yang diambil adalah data rekam koordinat titik pengamatan lapangan dari GPS.

Analisis Akurasi

Uji ketelitian dimaksudkan untuk

mempengaruhi besarnya kepercayaan pengguna terhadap setiap jenis data maupun metode analisisnya (Purwadhi 2006). Akurasi sering dianalisi menggunakan matrik kontingensi, yaitu suatu matrik bujur sangkar yang memuat jumlah piksel yang diklasifikasi. Matrik ini sering juga disebut dengan “error matrix” atau “confusion

matrix”. Matrik kesalahan membandingkan

informasi dari area referensi denganinformasi dari citra hasil klasifikasi pada sejumlah area yang terpilih. Matrik kesalahan berbentuk bujur sangkar dengan elemen pada baris matrik mewakili area pada citra hasil klasifikasi, sedangkan elemen pada kolom matrik mewakili area pada data yang dijadikan referensi (Hendrawan, 2003).

(4)

Prosedur menghitung User Accurasy Z x100% Nfakta

Keterangan:

Nfakta = Jumlah koordinat validasi

Z = Jumlah koordinat yang terbukti pada validasi

Prosedur menghitung Prosedur Accurasy X x100%

Nfakta

Keterangan:

Nfakta = Jumlah koordinat validasi

X= Jumlah koordinat yang terbukti pada validasi Prosedur menghitung Overal Accuracy

M x100% N

Keterangan:

N = Jumlah total validasi

M= Jumlah total yang terbukti pada validasi Prosedur menghitung Kappa Accurasy

100% N

X

X

N

X

X

X

i i 2 r i r i i i ii

      r i Keterangan:

Xii = nilai diagonal dari matrik kontingensi

baris ke-i dan kolom ke-i

X+i = jumlah titik dalam kolom ke-i

Xi+ = jumlah titik dalam baris ke-i

N = banyaknya titik

3. Metode Pengambilan Titik Koordinat

Mengingat populasi penelitian tersebar tidak merata, maka perlu dilakukan pengambilan sampel guna mengatasi keterbatasan sumber daya yang digunakan dalam penelitian ini tenaga, waktu, dan biaya. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode

purposivesampling yang bersumber dari populasi

penelitian. Purposive sampling adalah pemilihan sekelompok subjek didasarkan atas ciri atau sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri atau sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Metode

purposive sampling ini digunakan untuk

mencapai tujuan tertentu dalam suatu penelitian. Langkah penarikan sampel dalam penelitian ini selengkapnya adalah sebagai berikut:

1. Menentukan areal (kelurahan) yang

dijadikan daerah penelitian. Penentuan

dilakukan secara purposive sampling yaitu dengan melihat sebaran kawasan yang potensial untuk dihijaukan dan kawasan hijau yang sudah ada agar tetap dipertahankan yang diketahui dari hasil analisis secara visual pada citra tutupan lahan Kota Tebing Tinggi. Hasil analisis ditetapkan Kelurahan Satria menjadi areal yang dijadikan daerah penelitian.

2. Dari areal yang terpilih sebagai daerah penelitian, diambil data koordinat lokasi dengan menggunakan Global Positioning

System (GPS) diambil 56 titik sampel yang

tersebar di Kelurahan Satria, 3 titik di Kelurahan Sri Padang, dan 1 titik di Kelurahan Tambangan. Pengambilan titik diluar kelurahan didasari oleh pertimbangan lokasi tersebut potensial untuk dilakukan penghijauan.

Dari areal yang terpilih sebagai daerah penelitian, diambil data koordinat lokasi dengan menggunakan Global Positioning System (GPS) diambil 56 titik sampel yang tersebar di Kelurahan Satria, 3 titik di Kelurahan Sri Padang, dan 1 titik di Kelurahan Tambangan. Pengambilan titik diluar kelurahan didasari oleh pertimbangan lokasi tersebut potensial untuk dilakukan penghijauan.

HASIL DAN PEMBAHASAN Klasifikasi Tutupan Lahan

Hasil interpretasi secara visual didasari dengan asosiasi kenampakan pada citra didapat enam tutupan lahan yang dominan pada Kelurahan Satria yaitu pemukiman (lahan terbangun), perkebunan (tanaman sawit, karet dan coklat), pertanian kering (tanaman ubi, jagung dan pisang), tanah kosong (areal tanah yang belum dimanfaatkan untuk kegiatan produktif, baik kegiatan pertanian maupun non pertanian) badan air (sungai) badan jalan (jalan utama). Menurut pendapat Muyani (2010) mengenai penutupan lahan, yaitu perwujudan secara visual dari vegetasi, benda alam, dan unsur-unsur budaya yang ada di permukaan bumi tanpa memperhatikan kegiatan manusia terhadap objek tersebut.

Dalam proses klasifikasi terlebih dahulu ditentukan daerah contoh yaitu daerah yang menginformasikan jenis jenis tutupan lahan yang diklasifikasikan sebagai pemukiman, vegetasi, lahan kosong, badan air, ataupun badan jalan. Dalam penelitian ini diambil minimal 10 titik lapangan yang mewakili setiap tutupan lahan yang ada dan diuji ketelitiannya. Setelah daerah contoh ditentukan, langkah selanjutnya adalah dengan mendigit tutupan lahan yang ada dan daerah-daerah yang dianggap masih Kappa Akurasi=

(5)

berpotensi untuk dihijaukan kembali ataupun daerah yang sudah ada dan tetap untuk dipertahankan. Hasil dari digitasi tutupan lahan

disajikan pada Gambar 1. Dari hasil pengamatan secara visual

Kelurahan Satria terbagi menjadi 6 kelas tutupan lahan dominan. Luas tutupan lahan Kelurahan Satria yang telah di digitasi tutupa lahan dapat dilihat pada Tabel 2.

Gambar 1. Peta Tutupan Lahan Kelurahan Satria

No Tutupan Lahan Luas (Ha) Persentase (%)

1. Pemukiman 33,59 30,44 2. Pertanian Kering 28,36 25,70 3. Tanah Kosong 7,14 6,47 4. Badan air 1,72 1,58 5. Badan jalan 16,95 15,35 6. Perkebunan 22,58 20,46 Total 110,34 100

Tabel 2. Hasil Digitasi Tutupan Lahan Berdasarkan Tabel 2 tutupan lahan

paling besar adalah kawasan pemukiman dengan luas 33,59 ha (30,44%) sedangkan yang paling kecil adalah badan air (sungai) dengan

luas 1,72 ha (1,58%).Tutupan lahan yang mendominasi lainnya adalah pertanian lahan kering yaitu seluas 28,36 ha (25,70%).

(6)

Pada peta tutupan lahan dapat dilihat vegetasi yang terdiri dari (pohon, belukar, perkebunan, dan pertanian campuran) tersebar di merata di Kelurahan Satria hal ini sesuai dengan data pada Badan Pusat Statistik Kota Tebing Tinggi (2013) sebagian besar lahan di Kota Tebing Tinggi digunakan sebagai lahan pertanian yaitu sebesar 45,55 % dari luas kota.

Cek Lapangan (Ground Check)

Resolusi spasial citra satelit SPOT 5 yang mencapai 10 x 10 m, memberikan kenampakan obyek pada citra hampir sama dengan yang ada di lapangan. Oleh karena itu, kegiatan cek lapangan menjadi lebih mudah karena lokasi pada peta yang akan dicek kelihatan dengan jelas. Lokasi yang dicek menjadi lebih tepat dengan melakukan penyesuaian koordinat lokasi pada peta dengan koordinat lokasi di lapangan pada GPS.

Berdasarkan fakta di lapangan, umumnya lokasi yang dicek adalah jalan, bantaran sungai, RTH dan pemukiman. Pada jalan umum masih sedikit yang ditanami vegetasi berpohon yang tumbuh di sekitar jalan maupun di median jalan. Ada juga beberapa jalur hijau yang vegetasinya sudah tidak berdaun dan mati. Selain itu dapat juga dijumpai pada sempadan jalan, dan median jalan yang sama sekali belum ada ditanami tumbuhan hijau.

Kondisi Terkini

Kondisi vegetasi pada lokasi jalur hijau yang sudah ada (existing) didominasi oleh pohon mahoni, tanjungdan bunga kertas. Dari ketiga jalan utama di Kelurahan Satria hanya jalan Sudirman yang memilikijalur hijau di median jalan sedangkan di kedua jalan utamanya tidak memiliki, sehingga perlu direncanakan.

Pada lokasi penghijauan sempadan sungai tidak banyak ditemukan vegetasi. hanya di dominasi rumput, semak belukar dan tanaman MPTS (Multi Purpose Tree Spesies) seperti pisang, mangga, dan tanaman ubi kayu. Di beberapa lokasi sempadan sungai di wilayah penelitian berdiri bangunan yang menjadi pemukiman yang seharusnya diperuntukan bagi ruang terbuka hijau.

Kelurahan Satria memiliki luas areal 110,34 ha. Hasil pengecekan lapangan dan analisis citra diketahui luasan kawasan pemukiman dominan di daerah ini yaitu sebesar 30,44%. Di daerah Kelurahan Satria masih banyak terdapat perkebunan yang ditanami

dengan tanaman karet, coklat, dan sawit. Peruntukan lahan yang digunakan sudah sesuai dengan Rencana Tata Ruang Kota (RTRW) Tebing Tinggi (Lampiran 6).

Peruntukan lahan perkebunan telat diatur dan disarankan di tempatkan di daerah batas kawasan kelurahan. Sedangkan di wilayah kelurahan yang mengarah ke pusat kota diperuntukan untuk pemukiman dan pusat pelayanan masyarakat. Untuk di daerah ini masih kurang dilakukan penghijauan dilihat masih sedikitnya vegetasi yang ada dilingkungan pekarangan rumah warga ataupun di lingkungan yang lain. Pada Rencana Tata Ruang Kota (RTWR) Tebing Tinggi tahun 2008-2028 wilayah Kelurahan Satria di peruntukan sebagai wilayah pemukiman dan daerah industri

Perencanaan Penghijauan

Lokasi penelitian masih tergolong daerah yang cukup seimbang dari segi kehijauannya. Tetapi seiring berjalannya waktu dan semakin pesatnya pertumbuhan penduduk di perkotaan membuat daerah-daerah yang dulunya hijau semakin terancam berubah menjadi daerah pemukiman atau daerah industri. Keterbatasan luasan kota versus kemajuan

pembangunan kota. Permintaan akan

pemanfaatan lahan kota yang terus tumbuh sering mengubah konfigurasi alami lahan / bentang alam perkotaan juga menyita lahan-lahan tersebut dan berbagai bentukan ruang terbuka lainnya.

Data yang diperoleh luas wilayah Kelurahan Satria sebesar 110,34 ha dengan didominasi oleh tutupan lahan kawasan pemukiman sebesar 33, 59 ha (30,44%) dari luas kelurahan dan tutupan lahan terkecil sungai dengan luas 1,72 ha (1,55%) dari luas kelurahan. Hasil dari digitasi dan analisis citra diperoleh daerah daerah yang berpotensi dihijaukan mencakup luasan sebesar 59,43 ha yang terdapat pada lokasi pemukiman, tanah kosong, badan jalan, dan sempadan sungai.

Hasil analisis citra satelit dan pengecekan lapangan (ground check) yang telah dilakukan. Bentuk perencanaan penghijauan di sarankan dilakukan pada tiga lokasi yaitu perencanaan penghijauan di lahan kosong dan pemukiman, perencanaan penghijauan di jalur hijau dan perencanaan penghijauan di

sempadan sungai. Peta perencanaan

(7)
(8)

Perencanaan Penghijauan di Tanah Kosong dan Pemukiman

Daerah hijau merupakan daerah yang sangat penting pada saat ini untuk dikembangkan. Daerah hijau sangat banyak manfaatnya dirasakan pada saat ini mengingat daerah perkotaan yang semakin lama bertambah padat oleh karena jumlah penduduk yang semakin bertambah. Saat ini suhu permukaan bumi sudah sangat panas diakibatkan karena semakin sedikitnya daerah hijau di bumi dan semakin sulitnya ditemukan lahan yang ingin dihijaukan kembali. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nazaruddin (1996), penghijauan kota bertujuan mewujudkan sutau kawasan hunian yang berwawasan lingkungan, suasana yang asri, serasi dan sejuk berusaha ditampilkan kembali. Oleh karena itu perencanaan penghijauan ini perlu dicanangkan.

Hasil dari identifikasi penelitian ini diketahui lahan kosong 7,14 ha dan lahan hijau (lahan bervegetasi) 50,94 ha. Dari lahan kosong yang didapat berupa tanah lapang, lahan non pertanian serta lahan tidur yang tidak terurus. Begitu juga dengan lahan hijau yang ada di daerah penelitian yang masih ada berupa lahan budidaya seperti ladang dan kebun campuran. Daerah-daerah di KelurahanSatria ini masih tergolong daerah yang berkembang. Hal ini dilihat dari kondisi umum masyarakat setempat yang memiliki tanah yang ingin dikonversi menjadi tempat pemukiman yaitu berupa rumah maupun dijadikan kompleks perumahan.

Bentuk penghijauan yang cocok untuk dibuat di daerah lokasi adalah bentuk penghijauan pemukiman penduduk. Daerah lahan kosong yang ada di daerah penelitian merupakan daerah dekat pemukiman penduduk dan terpisah-pisah di berbagai tempat. Adapun daerah yang lain berada di pekarangan rumah penduduk dan di belakang rumah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nazaruddin (1996) yang mengatakan halaman atau pekarangan rumah penduduk merupakan ruang terbuka hijau yang cocok untuk dilakukan penghijauan. Lokasi ini sesuai apabila ruang terbuka tersebut memadai untuk dilakukan penanaman pepohonan atau tanaman hias. Pemukiman penduduk yang padat dan sarat tanpa ada halaman atau pekarangan dapat melakukan penghijauan dengan cara melakukan penanaman tanaman di dalam pot.

Perencanaan Penghijauan Di Jalur Hijau

Penghijauan di jalur hijau maksudnya adalah penghijauan yang dilakukan di sekitar jalan seperti median jalan dan sempadan jalan. Dari hasil penelitian terdapat beberapa jalan utama yang kondisi tanaman dan kondisi

penghijauannya sudah perlu diperbaiki dan ditambah lagi. Terdapat beberapa jalan yang tidak memiliki penghijauan. Kelurahan Satria memiliki 3 jalan utama yang ramai dilalui oleh pengguna jalan.

Bentuk penghijauan yang cocok untuk jalan adalah bentuk penghijauan jalur hijau ini sesuai dengan pernyataan Nazaruddin (1996), Penghijauan di jalan umum biasanya berbentuk penanaman pohon dibagian jalan yang disebut jalur hijau. Jalur hijau dapat berada di tengah jalan untuk jalan raya maupun di kanan kiri jalan. Jalan protokol umumnya lebar dan terang dengan pandangan tidak terhalang. Biasanya di jalan protokol dilengkapi lampu jalan yang tidak boleh terhalangi oleh pepohonan yang terlalu rimbun, sehingga jalan protokol tidak boleh ditanami dengan vegetasi secara penuh. Jenis tanaman yang biasa di lokasi ini dapat berupa rumput, bunga-bungaan, atau tanaman hias kecil.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka akan didapatkan pula suatu bentuk penghijauan di tengah kota dengan bentuk penghijauan di

jalur hijau. Karena penghijauan yang

direncanakan berbentuk jalur maka sesuai dengan pernyataan Iwan (2005) yang

menyatakan bentuk penghijauan kota

dikelompokkan dalam 3 bentuk yaitu :

1. Bergerombol atau menumpuk, yaitu hutan kota

dengan komunitas vegetasinya

terkonsentrasi pada suatu areal dengan jalan vegetasinya minimal 100 pohon dengan jarak tanam rapat tidak beraturan.

2. Menyebar, yaitu hutan kota yang tidak mempunyai pola tertentu, dengan komunitas vegetasinya tumbuh menyebar terpencar-pencar dalam bentuk rumput atau gerombolan-gerombolan kecil.

3. Berbentuk jalur, yaitu komunitas vegetasinya tumbuh pada lahan yang berbentuk jalur lurus atau melengkung, mengikuti bentuk sungai, jalan dan pantai.

Perencanaan Penghijauan Di Sempadan Sungai

Sempadan sungai adalah kawasan tertentu sepanjang kiriatau kanan sungai yang

mempunyai manfaat penting untuk

mempertahankan kelestarian fungsi sungai (Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 2007). Pada lokasi penelitian dilalui oleh Sungai Padang yang bermuara ke Selat Malaka dengan panjang aliran sungai yang melalui Kelurahan Satria 17,27 km dan lebar yang bervariatif dari 34 meter hingga 50 meter. Dari hasil identifikasi di lapangan diperoleh kondisi bantaran sungai

(9)

yang minim vegetasi hanya ada rumput dan tanaman MPTS (Multi Purpose Tree Spesies) seperti pisang, mangga, dan tanaman ubi kayu.

Upaya perencanaan penghijauan di sepadan sungai sangat perlu dilakukan dikarenakan fungsi buffer dari bahaya banjir. Penyempitan alur sungai akibat bantaranya banyak digunakan untuk pemukiman penduduk juga menjadi salah satu penyebab banjir. Idealnya lahan di sepanjangan daerah aliran sungai (DAS) ini ditertibkan dan diperuntukannya kembali sebagai jalur area terbuka hijau minimal paling sedikit berjarak 10 m (sepuluh meter) dari tepi kiridan kanan palung sungai sepanjang alur sungai, dalamhal kedalaman sungai kurang dari atau sama dengan 3 meter(Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2011 Tentang Sungai).

Menurut Rahma (2011), penanaman pohon peneduh dan tanaman bambu bisa dipertimbangkan, mengingat vegetasi jenis ini sangat potensial untuk dikembangkan.Bambu dapat menyerap karbon dioksida lebih banyak dari tumbuhan lainnya yaitu sekitar 35% karena bambu merupakan tumbuhan paling aktif yang dapat tumbuh dan berkembang dengan cepat sehingga bisa mencapai dua atau sampai tiga kali perhari. Selama pertumbuhan, bambu tidak membutuhkan penyubur atau pestisida supaya berkembang lebih baik, sehingga bambu dapat

menstabilkan tanah dan menahan erosi ketika tumbuh di daerah pinggiran sungai. Tanaman bambu mempunyai sistem perakaran serabut

dengan akar rimpang yang sangat kuat. Karakteristik perakaran bambu memungkinkan tanaman ini menjaga sistem hidrologis sebagai pengikat tanah dan air, sehingga dapat digunakan sebagai tanaman konservasi.

Disamping fungsi ekologi pemilihan bambu sebagai tanaman penghijauan di sempadan sungai juga memberi manfaat lain pada masyarakat yang ada disekitaran bantaran sungai. Bambu dapat dimanfaatkan menjadi kerajinan rumah tangga yang dapat di pasaran dan menjadi tambahan pendapatan bagi masyarakat sekitar sungai. Pengelolaan sungai dilakukan secara menyeluruh, terpadu dan berwawasan lingkungan dengan tujuan untuk mewujudkan kemanfaatan fungsi sungai yang berkelanjutan.

Jenis Tanaman Penghijauan

Dilihat dari tanaman yang ditanam (existing) di jalan daerah penelitian didominasi oleh tanaman pepohonan seperti mahoni, tanjung, dan tanaman hias. Jika diamati dari fungsinya tanaman yang ditanam pada jalur hijau baik di tepi kiri jalan maupun di tepi kanan jalan

mengarah pada fungsi pelindung dan keindahan. Pohon mahoni dan tanjung yang memiliki cabang yang banyak dan kayu yang keras serta tajuk yang lebar banyak ditemukan di daerah Jalan Setia budi dan Jalan Juanda.

Tanaman jenis ini mampu melindungi dari cahaya matahari dan juga mampu menapis bau dan menyerap partikel timbal yang sesuai menurut Tepi Jalan

1. Peneduh Kerai Payung(Filicium decipiens)

Tanjung (Mimusops elengi) Angsana (Pterocarpus indicus)

2. Penyerap Polusi Udara Angsana (Pterocarpus indicus)

3. Penyerap Kebisingan Kerai Payung(Filicium decipiens)

Tanjung (Mimusops elengi) 4. Pemecah Angin

5. Pembatas Pandang Cemara (Casuarina equisetifolia) Angsana (Pterocarpus indicus)

Kerai Payung(Filicium decipiens) Bambu (Bambusa sp)

Cemara (Casuarina equisetifolia) Median

1. Penahan Silau Kendaraan Bougenvil (Bougenville sp)

Kembang Sepatu (Hibiscus rosa sinensis) Nusa indah (Mussaenda sp)

Tikungan/Persimpangan

1. Pengarah Pandang Cemara (Casuarina eq uisetifolia)

Mahoni (Switenia mahagoni) Palem Raja (Oreodoxa regia)

2. Pembentuk Pandangan Cemara (Casuarina equisetifolia)

Palem Raja (Oreodoxa regia) Bambu (Bambusa sp)

(10)

Peraturan Menteri Kehutanan (2004). Pemilihan jenis ini sangatlah cocok karena fakta di lapangan ditemukan bahwa akar mahoni tidak merusak bahu jalan. Ini merupakan bukti bahwa jenis tanaman ini sudah disarankan untuk jenis tanaman penghijauan di pinggir jalan.

Tanaman hias banyak dijumpai dii median jalan Sudirman. Pemilihan jenis ini sudah sesuai dikarenakan penanaman dilakukan di median jalan, sehingga tidak mengganggu pengguna jalan dan tetap memberikan kesan indah dan teduh.

Penentuan jenis tanaman sangat perlu diperhatikan dengan tipe dan fungsi serta penghijauan dari tanaman itu sendiri. Adapun fungsi penghijauan akan berpengaruh terhadap kondisi lingkungan itu sendiri. Oleh karena itu Direktorat Jenderal Bina Marga (1996) membuat suatu tabulasi fungsi tanaman jenis tanaman yang sesuai untuk dibuat penghijauan di jalur hijau yang disajikan pada Tabel 3.

Berdasarkan hasil tabulasi jenis tanaman penghijauan yang sesuai di jalur hijau pada Tabel 3. Diketahui bahwa tanaman berpohon jenis ini mempunyai fungsi lain.

Menurut Haryani (2011), pohon

angsana(Pterocarpus indicus) selain mampu menyerap polusi udara dalam kapasitas yang tinggi, pohon angsana juga dapat dimanfaat lain seperti menjadi tanaman obat untuk penderita diare dengan mengekstrak daun mudanya dan meminumnya. Tanaman angsana(Pterocarpus

indicus) yang selama ini telah ditanam di

lingkungan perkotaan, sudahdiketahui berfungsi baik sebagai tanaman peneduh jalan, penyejuk, penyaman dan dapat mengurangi pencemaran

udara khususnya NO dan SO2.

Pemilihan jenis pohon penghijauan yang sesuai juga dilihat sisi ekologi nya seperti pada pohon mahoni(Switenia mahagoni), tanjung(Mimusops elengi) dan kerai paying (Filicium decipiens) adalah pohon yang memiliki tingkat perawatan yang rendah dan memiliki kemampuan penyerapan polusi udara yang tinggi. Disamping fungsi utama yang didapat pemilihan juga ditentukan berdasarkan manfaat lain yang didapat dari pohon penghijauan. Pohon penghijauan diatas juga memiliki perakaran yang baik dalam mempertahankan air sehingga jenis pohon diatas sesuai dikembangkan di jalur hijau.

Pada pemilihan pohon yang tidak memiliki pemanfaatan ganda, pemilihan didasari pada fungsi estetika. Dari hasil penelitian (Putridkk., 2013) pohon glodokan (Polyalthia

longifolia) mampu mengabsorsi massa CO2

(32,90 mg/50 ml). Selain kemampuan penyerapan karbon pohon glodokan juga memiliki kenampakan bentuk yang indah

sehingga dapat menciptakan kesan asri pada jalur hijau. Pada pohon Palem Raja (Oreodoxa

regia) dan Cemara (Casuarina equisetifolia)pemilihan didasarkan atas fungsi

estetika dan kemampuannya dalam memberi manfaat sebagai tanaman pemecah angin.

Untuk jenis tanaman yangsangat cocok di tanam di median jalan disamping memberi kesan indah dan sejuk. Pemilihan jenis perdu ini cocok dikarenakan tidak mengganggu para penggguna jalan, tanaman jenis tersebut adalah Bougenvil (Bougenville sp), Kembang Sepatu

(Hibiscus rosa sinensis), danNusa indah (Mussaenda sp)

KESIMPULAN

1. Ruang terbuka hijau yang sudah ada di Kelurahan Satria yaitu berupa lahan perkebunan, pertanian lahan kering dan vegetasi yang sudah ada di sepanjang sungai dan pinggir jalan.

2. Perencanaan penghijauan di Kelurahan Satria berupa perencanaan penghijauan di lahan kosong yang direncanakan dalam dengan bentuk berupa pemukiman penduduk dengan luas lahan 7,14 ha. Perencanaan penghijauan di jalur hijaudirencanakan pada 3 jalan utama di Kelurahan Satria dengan panjang total 169,52 km. Dan perencanaan pengijauan di sempadan sungaidengan panjang total 17,27 km dengan rekomendasi tanaman bambu.

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Lembaga Swadaya Informasi.Institut Pertanian Bogor. Bogor

Badan Pusat Statistik [BPS]. 2013. Kota Tebing Tinggi Dalam Angka. Tebing Tinggi Budianto, E. 2002. System Informasi Geografis

Menggunakan Arc View GIS. Penerbit Andi. Yogyakarta

Direktorat JenderalBina Marga. 1996. Tata Cara Perencanaan Teknik Lansekap

Jalan No.033.TBM/1996.

Departemen Pekerjaan Umum Hafidzh, M. 2013. Evaluasi Tutupan Kota

Pematang

Siantar.Skripsi.Manajemen Hutan. Universitas Sumatera Utara Haryani, D. 2011. Pohon Ramah Lingkungan dan

Anti Polusi. E-journal. Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang

(11)

Hendrawan, D. 2003. Monitoring Perubahan Penutupan Lahan Menggunakan Citra Landsat TM di DAS Citarik Kabupaten Bandung Jawa Barat.

[Skripsi]. Bogor. Fakultas

Kehutanan. Institut Pertanian Bogor Howard, J. A. 2003. Penginderaan Jauh Untuk Sumber Daya Hutan Teori dan Aplikasi. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.

Iwan. 2005. Penghijaun Perkotaan dan Manfaatnya Bagi Lingkungan Kota. Bogor

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional

[LAPAN]. 2011. Spesifikasi

Berbagai Macam Citra Satelit. Jakarta

Muyani, M. 2010. Konversi Lahan Pertanian dan

Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhinya di Kabupaten Bandung Utara.Skripsi. Jurusan Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Nazaruddin. 1996. Penghijauan Kota. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun

2007 Tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 38

Tahun 2011 Tentang Sungai Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 5 Tahun

2008 Tentang Pedoman

Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau Di Kawasan Perkotaan

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 35 Tahun 2002. Tentang Dana Reboisasi.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 63 Tahun 2002. Tentang Hutan Putri, AR. Lila, KA. Dan Nyoman GA. 2013. Studi

Tanaman PenghijauanGlodokan

Tiang (Polythea longifolia),Kasia Emas (Cassia surattensis), Kelapa (Cocos nucifera) sebagai Penyerap Emisi Gas Karbondioksida E-Jurnal

Agroekoteknologi Tropika.

Universitas Udayana. Denpasar

Purwadi, AP. 2006. Uji Akurasi Dalam Penggunaan Data Satelit. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta Pranoto S. A. 2009. Valuasi Ekonomi

Sumberdaya Hutan. Skripsi.

Jurusan Manajemen Hutan.

Fakultas Kehutanan. Institut

Pertanian Bogor. Bogor

Rahma, I. 2011. Upaya Penghijauan dan

Pelestarian. Diakses dari

http://rahmaisama.blogspot.com/20 11/08/upaya-penghijauan-dan-pelestarian.html [23 mei 2015] [10.40 WIB]

Rayes, L. 2007. Metode Inventarisasi Sumber Daya Lahan. Penerbit Andi. Yogyakarta

Setiawan, A. I. 2000. Penghijauan Dengan

Tanaman Potensial. Penerbit

Penebar Swadaya. Jakarta Susanto. 1994. Penginderaan Jauh. Gadjah

Mada University Press. Yogyakarta Syahriar, H. 2013. Analisis Ruang Terbuka Hijau

Pada Wilayah Perkotaan. Penerbit Cipta Pustaka. Jakarta

Undang-Undang No 26 tahun 2007 Tentang Penataaan Ruang

Utomo. H. 2004. Komponen Perancangan Arsitektur Lanskap. Bumi Aksara. Jakarta

Wibowo, A, Djamaluddin, R. Dan Hendrato ,G. 1994. Remote Sensing And

Geografic Information System. BPPT AgencyFor Assesment and Application of Technology. Jakarta

Wolf, P. R. 1993. Elemen Fotogrametri. Gajah

Mada University

Gambar

Gambar 1. Peta Tutupan Lahan Kelurahan Satria
Gambar 2. Peta Perencanaan Penghijauan

Referensi

Dokumen terkait

4 Memahami arti surat pendek dan hadits tentang Niat, Silaturahim. 4.1 Mengartikan surat

4.2 Menjelaskan isi kandungan surat Al-Qadr tentang malam Lailatul Qadr secara sederhana. 5 Memahami arti hadits tentang taqwa dan ciri- ciri

peserta yang lulus kualifikasi pada proses prakualifikasi kurang dari 3 (tiga) peserta,. kecuali pada Pelelangan

Bentuk Usaha Tetap ( Permanent Establishment ) adalah bentuk usaha yang digunakan oleh Subjek Pajak luar negeri untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di

Siswa SMA Indonesia TIDAK WAJIB MEMBACA BUKU SASTRA SAMA SEKALI (atau nol buku) sehingga dianggap sebagai siswa yang BERSEKOLAH TANPA KEWAJIBAN MEMBACA. FAKTA TENTANG

Sebagai unit yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk me- lead proses peningkatan penerapan pengendalian intern di lingkungan Kementerian Keuangan, Inspektorat Jenderal

Setelah boiler dimodifikasi, mengganti burner BBM dengan pembakar siklon batubara ternyata pembakar siklon dapat berinteraksi baik dengan boiler yang ditunjukkan

Dari hasil analisis yang telah dilakukan kepada 50 responden orang jepang dan menyesuaikan dengan tujuan dari penelitian ini, telah didapat kesimpulan bahwa secara umum,