• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "V. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Rantai Pasok Ikan Laut Tangkapan di Wilayah Utara Jawa Barat

Berdasarkan hasil pengamatan di enam tempat pelelangan ikan (TPI) yang terdapat di Kabupaten Subang, Kabupaten Indramayu serta Kota dan Kabupaten Cirebon, pada umumnya ikan hasil tangkapan nelayan dipasok pada TPI untuk dilelang kepada pihak pembeli. Hal tersebut juga telah diatur di dalam ketentuan pada Peraturan Daerah no. 5 tahun 2005 pasal 3 yang mengharuskan setiap komoditas perikanan laut bernilai ekonomis hasil tangkapan nelayan yang akan dipasarkan kepada pedagang maupun industri dilelang di tempat pelelangan ikan (TPI), kecuali komoditas perikanan yang digunakan oleh konsumen akhir yang memanfaatkan ikan langsung untuk dikonsumsi. Pihak pengelola TPI yang berbadan usaha koperasi mengatur mekanisme pelelangan ikan yang dipasok dari nelayan. Proses pelelangan akan menentukan harga dasar ikan pada rantai pemasaran pertama. Harga dasar komoditas ikan lelang yang ditawarkan kepada pembeli ditentukan oleh pihak pengelola TPI berdasarkan perkiraan dan pengamatan terhadap kondisi permintaan dan harga ikan yang berada di pasar. Ikan yang ditawarkan oleh pelelang akan dibeli oleh pembeli yang mampu membeli ikan dengan harga tertinggi dari pesaingnya.

Walaupun telah terdapat ketentuan yang mengharuskan ikan laut tangkapan yang akan diperdagangkan dilelang terlebih dahulu di TPI, namun ikan laut tangkapan tidak selalu diperdagangkan melalui proses lelang. Berikut ini merupakan beberapa keadaan dimana ikan laut tangkapan tidak dilelang.

a. Hasil tangkapan yang diperoleh nelayan tidak banyak, dan nelayan langsung menjualnya sebagai ikan segar kepada pedagang eceran di pasar tradisional. Biasanya nelayan tersebut merupakan nelayan kecil dengan perahu sederhana dan melabuhkan perahunya di dekat pasar-pasar tradisional di atas.

b. Nelayan menjual hasil tangkapannya kepada pedagang pengumpul yang telah menjadi pelanggannya atau pembeli sendiri karena telah terdapat kerjasama antara nelayan atau pemilik kapal dengan pedagang pengumpul. Dengan demikian ikan yang didaratkan di TPI hanya ditimbang saja, tetapi tidak dilelang.

(2)

Nelayan Nelayan Nelayan

Pelelangan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI)

Pedagang Pengumpul

Pihak Pengumpul dari Usaha Produk Ikan Olahan

Tradisional (Ikan asin, pindang, ikan peda, dll)

Rumah Makan/ Restoran Pedagang Grosir Pedagang Eceran di Pasar Tradisional

Pedagang Eceran Kecil (Warung, Pedagang Keliling)

Konsumen Dalam Negeri

Pihak Pengumpul dari Usaha Produk Ikan Olahan Modern (baso

ikan, krispi ikan, dendeng ikan, abon ikan, kerupuk ikan, dll)

Pihak Pengumpul dari Industri Pengolahan Ikan Berbasis Ekspor

Pedagang Eceran di Pasar Modern (Supermarket) Distributor Pasar Ekspor (RRC, Korea Selatan, Hongkong, Jepang, Perancis, Vietnam) Industri Pengolahan Ikan Berbasis Ekspor Usaha Produk Ikan

Olahan Modern Usaha Produk

Ikan Olahan Tradisional

c. Nelayan terpaksa menjual seluruh ikan hasil tangkapannya kepada pembeli (bakul) yang telah memberikan modal untuk melaut.

d. Ikan laut tangkapan yang diperoleh langsung dipasok pada industri pengolahan ikan, terutama yang berorientasi ekspor, karena pemilik kapal adalah industri pengolahan ikan tersebut, atau pemilik kapal telah melakukan kerja sama untuk memasok ikan pada industri pengolahan ikan. Nelayan penangkap merupakan pekerja yang diberi upah oleh pemilik kapal. Ikan yang didaratkan hanya ditimbang oleh pengelola TPI tetapi tidak dilelang.

Pada aktivitas pelelangan di TPI, pihak pembeli terdiri dari pedagang pengumpul/bakul ikan segar, pihak pengumpul dari usaha atau industri pengolahan ikan, serta pihak pengumpul ikan dari industri pengolahan ikan yang juga memasarkan produknya untuk tujuan ekspor. Pada Gambar 15 diperlihatkan skema rantai pasok ikan laut tangkap berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara di lapangan.

(3)

5.1.1. Peran Pelaku atau Aktor pada Rantai Pasok Ikan Laut Tangkapan

Setiap pelaku atau aktor pada rantai pasok ikan laut tangkapan memiliki peran penting sesuai dengan aktivitasnya yang sangat diperlukan bagi kelancaran pasokan ikan laut tangkapan segar maupun produk olahannya. Pada Tabel 19 berikut didaftar beragam aktivitas penting setiap peran pelaku pada rantai pasok ikan laut tangkapan berdasarkan hasil pengamatan dan konfirmasi dengan responden pakar.

Tabel 19. Peran dan aktivitas pelaku/aktor dalam rantai pasok ikan laut tangkap

No Pelaku/Aktor Dalam Rantai Pasok Ikan

Laut Tangkap

Aktivitas yang Terkait di Dalam Rantai Pasok Ikan Laut Tangkap

1 Nelayan - Pengadaan bekal dan sarana pendukung perkapalan, seperti solar, es balok, peralatan menangkap ikan (seperti alat pancing, jaring, dll) yang diperlukan untuk penangkapan ikan di laut. - Penangkapan ikan di laut.

- Penyimpanan ikan tangkapan di dalam kotak penyimpanan (palka) dengan jumlah es atau garam yang cukup hingga kapal mendarat - Pembongkaran ikan dari kapal dan

pengelompokkan serta penyortiran ikan

berdasarkan jenis maupun karakteristik mutunya untuk pelelangan di TPI

- Penerimaan pembayaran ikan yang dipasok ke TPI dari KUD pengelola TPI

2 Pengelola TPI (KUD) - Pendaftaran nelayan atau kapal yang memasok ikan untuk dilelangkan di TPI

- Penyediakan fasilitas penunjang bagi nelayan seperti bekal dan sarana penangkapan ikan (es balok, BBM, dan air bersih)

- Pengaturan jalannya aktivitas pelelangan

- Negosiasi harga ikan lelang antara nelayan dengan pembeli

- Penerimaan pembayaran lelang dari pembeli/bakul

- Pembayaran nelayan untuk ikan yang terlelang di TPI

- Penyediaan fasilitas yang memadai bagi pembeli/bakul seperti ketersediaan air bersih dan es

- Penyediaan jaminan keamanan di Pangkalan pendaratan ikan serta lokasi TPI

(4)

Tabel 19. Lanjutan

No Pelaku/Aktor Dalam Rantai Pasok Ikan

Laut Tangkap

Aktivitas yang Terkait di Dalam Rantai Pasok Ikan Laut Tangkap

3 Bakul/Pedagang Pengumpul

- Penerimaan ikan yang diperoleh dari hasil lelang - Usaha penjagaan mutu ikan sejak pasca

pelelangan hingga didistribusikan pada pihak pasar pengecer atau industri pengolahan melalui pembersihan atau penanganan ikan dan pengemasan ikan dengan es yang cukup dalam

wadah penyimpanan yang mampu

mempertahankan mutu komoditas.

- Pembayaran harga ikan yang telah diperoleh kepada KUD/pihak pelelang

- Pengadaan komoditas perikanan laut untuk didistribusikan ke pasar pengecer atau industri pengolahan sesuai dengan keinginan pihak pembelinya

4 Pihak pengumpul dari usaha atau industri pengolahan ikan

- Penerimaan ikan yang diperoleh dari hasil lelang - Usaha penjagaan mutu ikan sejak pasca

pelelangan hingga didistribusikan pada industri pengolahan melalui pembersihan atau penanganan ikan dan pengemasan ikan dengan es yang cukup dalam wadah penyimpanan yang mampu mempertahankan mutu komoditas.

- Pembayaran harga ikan yang telah diperoleh kepada KUD/pihak pelelang

- Pengadaan komoditas perikanan laut untuk dipasok ke usaha atau industri pengolahan sesuai dengan yang diinginkan oleh usaha atau industri pengolahan

5 Usaha atau Industri Pengolahan

- Penerimaan ikan sebagai bahan baku dari pihak pengumpul

- Pengolahan ikan sesuai dengan standar operasi yang baik dan benar

6 Pedagang Grosir, Distributor, pedagang pengecer

- Pengadaan ikan segar atau produk olahannya yang akan dipasarkan kepada konsumen

(5)

5.1.2. Sumber Pasokan Ikan Laut Tangkapan pada Enam TPI yang Dikaji

Seluruh pasokan ikan pada enam TPI yang dikaji berasal dari hasil tangkapan nelayan yang didaratkan pada masing-masing pelabuhan pendaratan ikan tempat TPI berada. Adanya perbedaan ukuran dan banyaknya kapal serta jenis alat tangkap yang digunakan oleh nelayan pemasok menyebabkan adanya perbedaan jumlah pasokan ikan dan dominasi jenis ikan yang dipasok ke TPI yang dikaji. Pada Tabel 20 diperlihatkan daftar lama waktu melaut serta hasil tangkapan utama kapal atau perahu pada enam pelabuhan tempat pendaratan ikan dan TPI yang dikaji.

Tabel 20. Kapal atau perahu nelayan pemasok ikan pada enam TPI yang dikaji

No Pelabuhan pendaratan ikan dan TPI Jenis Perahu/Kapal Pemasok Ikan Lama Melaut (Satu trip) Hasil Tangkapan 1 PPI Blanakan-TPI Mina Fajar Sidik

Perahu motor

tempel 1-2 hari

Ikan peperek, kuniran, udang, pari,

Kapal motor

20-30GT 7 hari

Ikan tongkol, tenggiri, manyung, remang, kakap, kembung, pari 2 PPI Eretan Kulon-TPI Mina Bahari Perahu motor tempel 1-2 hari Ikan karang

(peperek, kuniran, biji nangka, mata besar, bloso, kerapu)

Kapal motor

20GT 5-7 hari

3 PPP Eretan Wetan-

TPI Misaya Mina

Kapal purse

seine 30GT 7-10 hari

Ikan pelagis

(bawal, tenggiri, tongkol, layur, layang) 4 PPI Karangsong-TPI Mina Sumitra Kapal motor 5 GT-50GT 7-20 hari

Tongkol, tenggiri, kakap, bawal, remang, manyung, kurisi, cucut, kwe. 5 PPN Kejawanan-TPI Kejawanan Kapal dengan alat tangkap bouke ami (30-100GT) 30 hari

Tangkapan utama: cumi-cumi. Hasil tangkapan lainnya: kakap, tenggiri, manyung, kembung Kapal dengan alat tangkap jaring dasar (30-100GT) 60-90

hari Pari dan cucut Kapal dengan alat tangkap utama bubu (30-50GT) 30-40 hari

Tangkapan utama: kakap. Hasil tangkapan lainnya: kerapu, kaci, kwe, kurisi, kambing-kambing. 6 PPI Gebang-TPI

Mina Bumi Bahari

Perahu motor

(6)

a. TPI Mina Fajar Sidik, Kabupaten Subang

Di Kabupaten Subang terdapat enam pangkalan pendaratan ikan (PPI) yang dilengkapi oleh tempat pelelangan ikan laut tangkap, namun saat ini hanya terdapat empat TPI yang aktif melakukan kegiatan pelelangan. TPI Mina Fajar Sidik di PPI Blanakan merupakan tempat pelelangan ikan laut tangkap dengan aktivitas yang paling ramai karena memiliki jumlah pasokan ikan yang terbanyak dan total nilai lelang tertinggi di Kabupaten Subang. Jumlah ikan pasokan maupun nilai ikan yang dilelang di TPI tersebut merupakan 83.9% dari total jumlah ikan hasil tangkapan yang diperoleh di Kabupaten Subang (Dinas Perikanan Kab. Subang, 2008).

Jenis ikan yang secara rutin dipasok pada TPI Mina Fajar Sidik minimal terdiri dari 28 jenis ikan. Pada tahun 2007 jenis ikan yang dominan dipasok terdiri dari ikan tongkol, peperek, tigawaja, tembang, selar, dan pari. Berdasarkan hasil wawancara dengan Manajer TPI Fajar Mina Sidik, sekitar 97% ikan yang dipasok ke TPI Fajar Mina Sidik diperoleh dari nelayan pendatang. Mayoritas nelayan pendatang berasal dari Tegal, Eretan, Indramayu, Jakarta (Kepulauan Seribu), Pekalongan, Kerawang, dan Brebes. Sebagian kecil nelayan pendatang berasal dari Cirebon, Jepara, Pemalang, dan Tuban-Jawa Timur (Dinas Perikanan Kab. Subang, 2008).

Nelayan pendatang memasok ikan dengan kapal motor 20-30GT. Kapal motor tersebut mampu berlayar sekitar tujuh hingga sepuluh hari dan mampu memasok ikan yang diperoleh dari hasil tangkapan di perairan Banten dan Kalimantan. Nelayan lokal atau nelayan setempat yang memasok ikan ke TPI Mina Fajar Sidik menangkap ikan dengan perahu motor tempel. Jenis ikan yang diperoleh oleh nelayan lokal pada umumnya merupakan ikan yang digunakan sebagai bahan baku ikan olahan tradisional. Wilayah jangkauan perairan tangkapan nelayan lokal berada di sekitar muara Blanakan dan pantai utara perairan Subang. Pada Gambar 16 dan 17 diperlihatkan contoh kapal yang digunakan oleh nelayan pemasok ikan di TPI Mina Fajar Sidik.

(7)

Gambar 16. Contoh kapal motor 30GT yang digunakan oleh nelayan pendatang pemasok ikan di TPI Mina Fajar Sidik, Blanakan-Subang

Gambar 17. Perahu motor tempel yang digunakan oleh nelayan lokal pemasok ikan di TPI Mina Fajar Sidik, Blanakan-Subang

b. TPI Mina Bahari, TPI Misaya Mina, dan TPI Mina Sumitra – Kabupaten Indramayu

Di daerah Indramayu terdapat 13 pangkalan pendaratan ikan (PPI) dan satu pelabuhan perikanan pantai (PPP) yang dilengkapi dengan TPI. Dari 14 TPI yang terdapat di Kabupaten Indramayu, terdapat tiga TPI yang merupakan sumber utama pasokan ikan laut tangkapan daerah Indramayu yaitu TPI Mina Bahari, TPI Misaya Mina, dan TPI Mina Sumitra. Pada ketiga TPI tersebut sebagian besar pemasok ikan tangkapan merupakan nelayan lokal.

(8)

Lokasi TPI Mina Bahari dan TPI Misaya Mina berada pada wilayah yang sama di pantai Eretan. Nelayan yang memasok ikan pada TPI Mina Bahari merupakan nelayan dengan perahu motor tempel atau kapal motor dengan alat tangkap yang didominasi oleh jaring dogol sehingga perahu atau kapal yang digunakan sering disebut kapal dogol. Nelayan yang memasok ikan pada TPI Misaya Mina menggunakan kapal motor dengan dominasi penggunaan alat tangkap purse sein dan pukat kantong sehingga kapalnya lebih dikenal sebagai kapal purse seine. Rata-rata kapal purse seine tersebut mencari ikan selama tujuh hingga sepuluh hari. Wilayah perairan sumber ikan tangkapan yang dipasok ke TPI Misaya Mina lebih luas dibandingkan dengan wilayah perairan sumber ikan tangkapan yang dipasok ke TPI Mina Bahari, meliputi perairan utara Jawa (Perairan Banten hingga Tegal) serta perairan Kalimantan. Wilayah perairan sumber ikan tangkapan yang dipasok ke TPI Misaya Mina hanya meliputi perairan utara Jawa Barat.

Adanya perbedaan jenis alat tangkap dan jenis kapal yang digunakan, menyebabkan jenis ikan yang dipasok pada dua TPI tersebut berbeda. Ikan yang dipasok ke TPI Mina Bahari lebih banyak merupakan jenis ikan karang sedangkan pada TPI PPP Misaya Mina merupakan jenis ikan pelagis. Ikan yang secara rutin dipasok ke TPI Mina Bahari terdiri dari ikan peperek, ikan kuniran, ikan mata besar, dan ikan julung-julung. Ikan yang dipasok ke TPI Mina Bahari sebagian besar dimanfaatkan sebagai bahan baku ikan olahan seperti ikan asin, ikan kering, dan kerupuk. Jenis ikan yang dominan dipasok ke TPI Mina Bahari hampir serupa dengan ikan yang dominan dipasok pada TPI Mina Fajar Sidik, Subang. Jenis ikan yang dominan dipasok pada TPI PPP Misaya Mina terdiri dari ikan kembung, selar, bawal, tongkol, tembang, layang, tenggiri, dan kakap. Jenis ikan tersebut memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi daripada ikan yang dipasok pada TPI Mina Bahari. Ikan-ikan tersebut lebih banyak ditujukan bagi pembeli yang membutuhkan ikan segar bukan untuk bahan baku ikan olahan.

TPI PPI Karangsong memiliki pasokan ikan dengan jumlah terbesar di Kabupaten Indramayu (sekitar 53% dari total ikan laut tangkapan yang dipasok ke TPI di Kabupaten Indramayu). Jenis ikan yang dipasok juga didominasi oleh ikan bernilai ekonomi tinggi. Wilayah perairan sumber ikan laut tangkap yang dipasok ke TPI PPI Karangsong meliputi perairan Jawa dan Kalimantan. Jenis ikan laut tangkapan yang dominan meliputi kakap

(9)

merah, bawal putih dan hitam, tongkol, tenggiri, manyung, remang, dan kembung. Pada TPI tersebut terdapat pula jenis ikan yang tidak dipasok di TPI Mina Bahari dan Misaya Mina yaitu ikan hiu kecil, cucut martil, dan layaran. Pada Gambar 18, 19 dan 20 diperlihatkan contoh perahu dan kapal motor yang digunakan oleh nelayan pemasok ikan TPI Mina Bahari, Misaya Mina dan TPI Mina Sumitra.

Gambar 18. Contoh perahu motor dan kapal motor 20 GT yang digunakan nelayan pemasok ikan TPI Mina Bahari, Indramayu

Gambar 19. Kapal purse seine 30GT yang mendominasi kapal nelayan pemasok ikan TPI Misaya Mina, Indramayu

Gambar 20. Contoh kapal 30GT yang digunakan oleh nelayan pemasok ikan di TPI PPI Karangsong, Indramayu

(10)

c. TPI PPN Kejawanan, Kota Cirebon

TPI PPN Kejawanan saat ini merupakan satu-satunya TPI yang masih beraktivitas dan terbesar di kota Cirebon. Pada awalnya kota Cirebon memiliki empat TPI, namun karena jumlah ikan tangkapan nelayan tidak banyak dan lebih ditujukan untuk konsumen yang mengkonsumsi ikan secara langsung, maka tidak terdapat aktivitas di tiga TPI kota Cirebon tersebut. Selain hal tersebut, pengaruh bakul yang kuat memaksa nelayan-nelayan kecil yang berhutang kepada bakul menjual langsung ikan hasil tangkapannya kepada bakul. Ikan hasil tangkapan nelayan kecil dijual kepada bakul sebagai pembayaran hutang. Di TPI PPN Kejawanan sendiri tidak terdapat lagi aktivitas lelang ikan hasil tangkapan. Aktivitas yang terdapat di TPI hanya penimbangan dan pencatatan jumlah ikan hasil tangkapan maupun nilai dari total penjualannya oleh KUD. Kegiatan pelelangan ikan di TPI PPN Kejawanan hanya dilakukan pada satu tahun pertama setelah PPN Kejawanan didirikan. Pada tahun berikutnya proses lelang ditiadakan karena jumlah pembeli yang tidak banyak. Tingkat persaingan pembeli untuk memperoleh ikan di TPI Kejawanan rendah sehingga kekuatan tawar nelayan lemah dan harga ikan yang diperoleh nelayan dari hasil lelang tidak terlalu menguntungkan. Nelayan juga tidak terlalu menyukai untuk berlabuh di PPN Kejawanan dengan alasan jauh dari tempat tinggalnya.

Saat ini pasokan ikan yang terdapat di PPN Kejawanan berasal dari kapal-kapal yang dimiliki oleh industri pengolahan ikan (termasuk PT DSFI), perusahaan penangkapan ikan dan pemilik kapal yang telah melakukan kerja sama dengan pedagang pengumpul atau industri pengolahan ikan untuk menjual hasil tangkapannya kepada pihak industri pengolahan ikan. Nelayan penangkap ikan pada kapal-kapal tersebut merupakan nelayan pekerja (buruh) yang memperoleh upah dari pemilik kapal. Banyaknya upah yang diterima nelayan pekerja tergantung oleh lamanya kapal menangkap ikan. Pemilik kapal memberikan upah bersih Rp. 20.000 per hari melaut kepada setiap nelayan yang bekerja di kapalnya.

Jumlah kapal yang terdaftar dan aktif mendaratkan ikan di PPN Kejawanan mencapai 60 kapal. Kapal-kapal tersebut berukuran 10 - 114 GT dengan cakupan wilayah perairan ikan tangkapan meliputi perairan Jawa, Kalimantan, Sulawesi hingga Papua. Dengan waktu mencari ikan yang cukup

(11)

lama, dalam satu bulan terdapat minimal 10 kapal yang berlabuh memasok ikan ke PPN Kejawanan (ketika musim tangkapan tidak baik) dan 34 kapal ketika musim tangkapan ikan yang baik. Pada Gambar 21 diperlihatkan contoh kapal motor 80GT dengan alat tangkap gill net dasar yang memasok ikan cucut dan pari ke PPN Kejawanan.

Gambar 21. Salah satu kapal motor 80GT dengan alat tangkap gill net dasar yang memasok ikan pari dan cucut ke TPI PPN Kejawanan Kapal-kapal pemasok ikan di PPN Kejawanan dikelompokkan berdasarkan tiga jenis alat tangkap utama yang digunakan yaitu kapal dengan alat tangkap bubu, kapal dengan alat tangkap Bouke Ami, serta kapal dengan alat tangkap gill net dasar (liong bun). Rata-rata waktu kapal dengan alat tangkap Bubu dan Bouke Ami dalam mencari ikan adalah 30 hari, sedangkan kapal dengan alat tangkap gill net dasar mencapai 60-90 hari. Setiap kelompok kapal menghasilkan hasil tangkapan utama yang berbeda. Kapal dengan alat tangkap Bubu menghasilkan tangkapan utama berupa ikan kakap. Kapal dengan alat tangkap gill net dasar menghasilkan tangkapan utama berupa ikan pari dan cucut. Kapal dengan alat tangkap Bouke Ami menghasilkan tangkapan utama berupa cumi-cumi. Selain empat jenis hasil tangkapan tersebut terdapat pula ikan hasil tangkapan lainnya. Dalam satu tahun memungkinkan terdapat 72 jenis ikan hasil tangkapan laut yang didaratkan di PPN Kejawanan. Jenis ikan tangkapan utama adalah kakap, pari, dan cucut sedangkan jenis non ikan adalah cumi-cumi.

(12)

d. TPI Mina Bumi Bahari, Kabupaten Cirebon

Bagi Kabupaten Cirebon, ikan teri nasi merupakan komoditas ikan unggulan yang bernilai relatif mahal bila dibandingkan dengan jenis ikan lainnya (untuk kategori perikanan rakyat). Salah satu tempat nelayan memasok ikan teri nasi adalah TPI Mina Bumi Bahari yang merupakan tempat pendaratan hasil tangkap payang terbesar di Kabupaten Cirebon. Jenis ikan yang dipasok melalui TPI Mina Bumi Mandiri hanya ikan teri nasi. Jenis ikan hasil tangkapan lainnya selain ikan teri nasi dijual oleh nelayan langsung ke pasar tradisional atau untuk dikonsumsi sendiri karena jumlah hasil tangkapannya sedikit. Ikan teri nasi dipasok oleh nelayan lokal yang menggunakan perahu motor dengan alat tangkap payang (Gambar 22). Wilayah perairan tangkapan berada di perairan laut kabupaten Cirebon yang merupakan tempat penangkapan ikan teri cukup besar di Jawa Barat. Berdasarkan data Dinas Perikanan Jawa Barat (1999), untuk wilayah perairan Jawa Barat (perairan laut Jawa) produksi ikan teri di Cirebon merupakan ke tiga terbesar setelah Indramayu dan Serang.

Gambar 22. Perahu motor dengan alat tangkap payang yang digunakan oleh nelayan pemasok ikan teri nasi

5.1.3. Pedagang Pengumpul sebagai Pihak Pembeli Ikan pada Enam TPI yang Dikaji

Pedagang pengumpul ikan untuk ikan non olahan memasok ikan segar kepada usaha rumah makan atau restoran, hotel, pasar grosir, dan pasar eceran modern (supermarket) maupun tradisional. Selain terdapat pedagang pengumpul untuk ikan yang dipasarkan secara segar, terdapat pula pedagang pengumpul yang khusus memasok ikan kepada usaha pengolahan ikan. Adanya perbedaan

(13)

jenis ikan yang dipasok pada setiap TPI, menyebabkan terdapat perbedaan dominasi jenis pedagang pengumpul untuk ikan olahan di TPI. Di TPI Fajar Mina Sidik dan TPI Mina Bahari terdapat kesamaan mayoritas pembeli yaitu pengumpul yang memasarkan ikan untuk bahan baku produk olahan tradisional seperti ikan asin, peda, dan pindang. Di TPI Mina Fajar Sidik mayoritas pedagang pengumpul berasal dari Kabupaten Subang. Pembeli lainnya berasal dari Bandung, Jakarta, Purwakarta, dan Indramayu. Pembeli utama di TPI Mina Bahari berasal dari daerah Eretan dan Indramayu.

Di TPI Misaya Mina, pembeli mayoritas adalah pedagang pengumpul yang memasarkan ikan segar. Pedagang pengumpul tersebut terutama berasal dari Indramayu dan Jakarta. Pedagang pengumpul di TPI Mina Sumitra yang memasarkan ikan segar bukan sebagai bahan baku ikan olahan memasarkan ikan yang diperolehnya untuk wilayah Indramayu serta Jakarta (diantaranya memasok ikan untuk pasar ikan Muara Angke). Pedagang pengumpul ikan untuk bahan baku ikan olahan memasarkan ikan kepada usaha pengolahan ikan yang mayoritas merupakan usaha pembuatan ikan asin dan kerupuk yang berada di wilayah Indramayu. Di TPI PPN Kejawanan, pihak yang berperan sebagai pedagang pengumpul adalah pemilik kapal yang menjual ikan hasil tangkapan kapalnya kepada usaha pengolahan ikan.

Di TPI Mina Bumi Bahari pihak pembeli terdiri dari industri pengekspor teri nasi dan pengolah ikan teri untuk konsumsi lokal. Pihak pembeli dari industri pengekspor merupakan pembeli utama ikan teri nasi. Terdapat empat perusahaan pengolahan ikan teri untuk ekspor yang memperoleh pasokan ikan teri nasi di TPI Mina Bumi Bahari. Pembeli lokal merupakan pengolahan ikan teri nasi asin yang terdapat di Cirebon, namun kadang-kadang terdapat pula pembeli yang berasal dari Indramayu.

5.1.4. Usaha dan Industri Pengolahan Ikan

Jenis usaha pengolahan ikan yang mendominasi di daerah Subang, Indramayu dan Cirebon adalah usaha produk ikan olahan tradisional terutama ikan asin, pindang dan peda. Subang dan Indramayu menjadi pemasok utama bagi Jawa Barat untuk produk tersebut. Selain memiliki banyak usaha pengolahan ikan asin, Indramayu menjadi sentra usaha kerupuk ikan. Mayoritas usaha pengolahan ikan di daerah Subang, Indramayu dan Cirebon merupakan jenis usaha mikro dan kecil. Pada umumnya usaha pengolahan produk ikan

(14)

tradisional terdapat di sekitar wilayah yang berdekatan dengan PPI dan TPI yang menjadi sumber pasokan bahan baku. Di sekitar TPI Mina Fajar Sidik dapat ditemukan kelompok usaha pengolahan ikan asin dan pembuatan pakan ikan dari limbah ikan. Beragam kelompok usaha pengolahan ikan di sekitar TPI Mina Bahari dan TPI Misaya Mina juga dapat ditemukan yaitu usaha pengolahan ikan asin, dendeng ikan, dan fillet ikan kuniran kering.

Usaha pembuatan tepung ikan memperoleh bahan baku dari pengumpul yang mendapatkan limbah ikan dari proses penyiangan ikan yang dilakukan di TPI atau di sentra pengolahan ikan asin. Tepung ikan tersebut dipasarkan sebagai pakan ikan. Usaha pengolahan ikan di daerah Subang dan Indramayu memperoleh bahan baku dengan membeli ikan dari pedagang pengumpul namun ada juga yang memperoleh bahan baku langsung melalui proses pelelangan di TPI. Pihak usaha pembuatan ikan asin, peda dan pindang di daerah Subang memperoleh bahan baku dari ikan hasil tangkapan yang dipasok ke TPI di Subang. Bila kebutuhan pasokan bahan baku ikan tidak mencukupi, pihak usaha pengolahan ikan akan mencari ikan yang dipasok pada TPI di wilayah Eretan atau TPI di wilayah Indramayu. Hal yang sama juga dilakukan oleh usaha pengolahan ikan di wilayah Eretan atau Indramayu yang akan mencari ikan yang dipasok ke Subang bila mengalami kekurangan pasokan bahan baku.

Produk ikan asin, peda, dan pindang yang dihasilkan di daerah Subang selain dipasarkan kepada pembeli lokal atau daerah, dipasarkan juga menuju wilayah Eretan, Jakarta, Purwakarta, Cikampek, Indramayu, dan Bandung. Wilayah pemasaran ikan asin dari Indramayu lebih luas lagi, yaitu memasok hampir sebagian besar wilayah Jawa Barat hingga Jakarta. Unit usaha pembuatan kerupuk ikan di Indramayu memperoleh bahan baku ikan dari pedagang pengumpul atau membeli dari proses pelelangan, dimana bahan baku tersebut merupakan ikan yang dipasok pada TPI di Indramayu maupun di Subang. Pemasaran produk kerupuk ikan yang dihasilkan di Indramayu telah menjangkau sebagian besar wilayah Jawa dan sedang mengembangkan wilayah pemasaran dan distribusi produk kerupuk ikan Indramayu ke luar pulau Jawa. Hasil produksi fllet ikan kuniran yang diproduksi di sentra pengolahan fillet kuniran yang terdapat di sekitar TPI Mina Bahari pada umumnya dipasarkan untuk konsumsi lokal, namun telah terdapat pula satu usaha berbentuk koperasi yang mulai memasarkan produk krispi fillet ikan kuniran ke Malaysia.

(15)

Berdasarkan pengamatan di TPI yang terdapat di Subang dan Indramayu, terdapat juga usaha mikro yang dilakukan oleh ibu-ibu rumah tangga di sekitar TPI di wilayah Subang dan Indramayu yang mengolah ikan laut tangkapan menjadi produk makanan. Ibu-ibu tersebut membeli ikan dari pedagang pengumpul yang menjual ikan di TPI. Di TPI Mina Bahari sebagian ibu-ibu rumah tangga langsung membersihkan dan menyiangi ikan yang dibelinya di lokasi TPI (Gambar 23). Ikan segar dibuat menjadi produk makanan berupa ikan bakar, ikan goreng atau makanan olahan lainnya yang dapat langsung dikonsumsi. Ikan bakar dijual di warung makan sedangkan makanan olahan dipasarkan dengan cara ditawarkan berkeliling ke berbagai desa. Bahan baku ikan segar yang digunakan berkisar antara 10-15 kg per hari.

Gambar 23. Pembersihan dan penyiangan ikan yang telah dibeli oleh ibu-ibu rumah tangga di TPI Eretan Kulon, Indramayu

Cirebon merupakan pusat industri pengolahan ikan berbasis ekspor di wilayah utara Jawa Barat. Hal tersebut juga didukung oleh adanya PPN Kejawanan yang merupakan pelabuhan kapal dengan fasilitas yang memadai bagi kapal-kapal pemasok ikan untuk industri pengolahan ikan berbasis ekspor. Industri pengolahan ikan berorientasi ekspor memperoleh bahan baku ikan laut tangkapan yang berasal dari kapal sendiri atau pemilik kapal lain (berperan sebagai pengumpul bagi industri) yang telah melakukan perjanjian kerjasama untuk memasok ikan hasil tangkapanya. Rantai distribusi ikan laut hasil tangkapan oleh nelayan kepada pihak industri pengolahan yang sangat pendek dilakukan oleh industri pengolahan agar kondisi pasokan yang terjamin secara jumlah maupun mutunya dapat dipenuhi dengan baik. Pada Gambar 24 diperlihatkan skema rantai pasok ikan tangkapan yang dipasok melalui TPI beserta estimasi persentase volume ikan yang terdapat dalam rantai pasok.

(16)

Keterangan : TPI MFS = TPI Mina Fajar Sidik ; TPI MB = TPI Mina Bahari ; TPI MM = TPI Misaya Mina ; TPI MS = TPI Mina Sumitra ; TPI KJ = TPI Kejawanan ; TPI MBB = TPI Mina Bumi Bahari ** = khusus pasokan ikan teri

Gambar 24. Estimasi persentase volume ikan laut tangkapan dalam rantai pasok ikan laut tangkapan yang didaratkan di wilayah utara Jawa Barat Pasokan Ikan yang Didaratkan Nelayan di Wilayah Utara Jawa Barat

Kab. Subang Kab. Indramayu

Kota Cirebon Kab. Cirebon Kab. Bekasi dan Kerawang Tiga TPI Lainnya TPI MFS 11 TPI

Lainnya TPI MB TPI MM TPI MS

TPI KJ Tiga TPI Lainnya TPI MBB* TPI Lainnya 1.9% 10.1% 7.6% 9.5% 8.1% 28.8% 1.23% 0.77% 0.5% 28.5% 12% 54% 2% 29% 3% Konsumsi Segar Pasar Lokal Pengolahan Ikan Tradisional Konsumsi Segar - Mutu A : Industri katering, supermarket - Mutu B : Pasar tradisional Usaha Pengolahan Ikan - Ikan asin - Pindang - Peda - Kerupuk - Tepung ikan Usaha Pengolahan Ikan Konsumsi Segar 0.9% 1% 5.45% 4.65% 4.1% 3.5% 5.1% 4.4% Usaha Pengolahan Ikan - Ikan asin - Filet ikan - Surimi - Ikan asap - Tepung ikan 5.6% 2.4% Usaha/Industri Pengolahan Ikan - Dendeng ikan - Ikan asin - Tepung ikan 21.6% 7.2% Konsumsi Segar Usaha Pengolahan Ikan - Ikan asin - Kerupuk ikan - Surimi Konsumsi Segar - Mutu A : Industri katering, supermarket - Mutu B : Pasar tradisional Konsumsi Segar Usaha/Industri Pengolahan Ikan Ekspor: - Filet ikan - Ikan beku - Surimi 0.35% Konsumsi Segar Usaha Pengolahan Ikan - Ikan asin - Pindang - Peda 0.42% 0.15% Usaha/ Industri Pengolahan Ikan Teri Nasi Kering Ekspor Usaha Pengolahan Ikan Teri Nasi Pasar Lokal 0.35% 13.11% Konsumsi Segar Usaha Pengolahan Ikan - Ikan asin - Pindang - Peda 15.39% Konsumsi Segar - Industri katering - Supermarket Usaha/Industri Pengolahan Ikan Lokal: - Ikan asin - Kulit ikan pari 0.23% 0.49% 0.51% 6 2 6 2

(17)

5.1.5. Kondisi Peningkatan Nilai Tambah dan Keuntungan Pada Rantai Pasok Ikan Laut Tangkapan di Wilayah Utara Jawa Barat

Perhitungan nilai tambah dan keuntungan pada aktivitas pelaku dalam rantai pasok ikan laut tangkapan di wilayah utara Jawa Barat dilakukan pada enam contoh kasus yaitu a) kegiatan pelelangan di TPI; b) pemasaran ikan segar yang dipasok dari TPI di pasar grosir ikan; c) produksi kerupuk ikan kualitas II di Indramayu; d) produksi ikan asin jambal roti usaha skala kecil di Eretan; e) produksi fillet ikan industri kecil yang dipasarkan untuk pasar lokal serta f) kegiatan produksi fillet ikan ekspor di PT DSFI. Kondisi tingkat nilai tambah dan keuntungan pada seluruh contoh kasus aktivitas pelaku rantai pasok ikan laut tangkapan diperlihatkan pada Gambar 25.

Gambar 25. Nilai tambah dan tingkat keuntungan pada contoh kasus aktivitas pelaku rantai pasok ikan laut tangkapan

5.0% 3.0% 8.1% 12.1% 18.9% 32.7% 4.4% 2.3% 4.9% 10.9% 12.2% 29.3% 0% 5% 10% 15% 20% 25% 30% 35% A B C D E F Pe rs e n ta se N il a i T a m b a h d a n K e u n tu n g a n

Aktivitas Pengolahan Ikan pada Rantai Pasok nilai tambah keuntungan

Keterangan: A = kegiatan pennganan ikan di TPI

B = pemasaran ikan segar di pasar tradisional; C = produksi kerupuk ikan kualitas II di Indramayu;

D = produksi ikan asin jambal roti usaha kecil di Eretan Wetan; E = produksi fillet ikan industri kecil yang dipasarkan untuk pasar lokal; F = kegiatan produksi fillet ikan ekspor di PT DSFI

(18)

Dari enam contoh kasus aktivitas pelaku rantai pasok ikan laut tangkapan, tingkat nilai tambah yang tinggi dihasilkan dari aktivitas produksi industri pengolahan ikan. Nilai tambah dan keuntungan tertinggi terdapat pada aktivitas produksi fillet ikan ekspor, sedangkan tingkat nilai tambah dan keuntungan yang rendah terdapat pada aktivitas di TPI dan pemasaran ikan segar. Tingginya nilai tambah dan keuntungan pada produk fillet ikan yang dihasilkan PT DSFI disebabkan oleh penerimaan pasar dan nilai jual produk yang tinggi di pasar ekspor.

Pada kegiatan pemasaran ikan segar, tingkat nilai tambah dan keuntungan rendah namun margin antara harga ikan yang dijual dengan harga pembelian dari pemasok ikan tinggi. Cukup tingginya biaya penanganan ikan pada aktivitas penjualan per kg bobot ikan mempengaruhi biaya yang dikelurkan dalam pemasaran ikan segar. Pada kegiatan di TPI, margin antara harga ikan yang dibayarkan oleh pembeli dengan harga ikan yang dibayarkan kepada nelayan merupakan sebagai pendapatan bagi KUD yang digunakan untuk membiayai kegiatan operasional TPI, retribusi yang disetorkan kepada pemerintah daerah, maupun biaya lainnya yang mendukung aktivitas perbaikan kerja KUD maupun nelayan pemasok TPI. Pada Tabel 21 diperlihatkan perhitungan nilai tambah dan keuntungan pada contoh kasus aktivitas pelaku rantai pasok ikan laut tangkapan di wilayah utara Jawa Barat.

(19)

Tabel 21. Perhitungan nilai tambah dan keuntungan aktivitas pelaku rantai pasok ikan di wilayah utara Jawa Barat

No Variabel

Contoh kasus aktivitas pelaku rantai pasok ikan laut tangkapan

A B C D E F

A Output, Input, dan Harga

1 Output (Kg/hr) 5 289 500 720 250 1 429 15 227

2 Bahan baku (Kg/hr) 5 289 500 1 375 822 4 010 17 500

3 Tenaga Kerja (Hok/hr) 10 2 20 4 38 600

4 Faktor konversi (1:2) 1.00 1.00 0.52 0.30 0.36 0.87 5 Koefisien tenaga kerja (3:2) 0.002 0.004 0.015 0.005 0.009 0.034 6 Harga output (Rp/Kg) 6152 12 000 11 000 43 000 15 000 45 000 7 Upah rata-rata tenaga kerja

(Rp/Hok) 20 000 30 000 12 600 30 000 37 850 39 000 B Pendapatan dan

Keuntungan

8 Harga bahan baku (Rp) 5 844 11 000 5 047 7 500 4 000 22 643 9 Sumbangan input lain (Rp) 0 5 000 248 4 000 334 3 698 10 Nilai output (4x6) 6 152 16 500 5 760 13 078 5 345 39 155 11 a. Nilai tambah (10-8-9) 308 500 465 1 578 1 011 12 814

b. Rasio nilai tambah

(11a : 10) x 100% 5.0% 3.0% 8.1% 12.1% 18.9% 32.7% 12 a. Imbalan tenaga kerja

(5x7) 38 120 183 146 359 1 337

b. Bagian tenaga kerja

(12a:11a) x 100% 12.3% 24.0% 39.4% 9.3% 35.5% 10.4% 13 a. Keuntungan (11a – 12a) 270 380 282 1 432 653 11 477

b. Tingkat keuntungan

(13a :10) x 100% 4.4% 2.3% 4.9% 10.9% 12.2% 29.3%

14 Margin (10-8) 308 5 500 713 5 578 1 345 16 512

Keterangan: A =kegiatan pennganan ikan di TPI

B =pemasaran ikan segar di pasar tradisional; C =produksi kerupuk ikan kualitas II di Indramayu;

D=produksi ikan asin jambal roti usaha kecil di Eretan Wetan;

E = produksi fillet ikan industri kecil yang dipasarkan untuk pasar lokal; F = kegiatan produksi fillet ikan ekspor di PT DSFI

(20)

5.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Mutu dalam Rantai Pasok Industri Pengolahan Ikan

Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja mutu rantai pasok industri pengolahan ikan dilakukan berdasarkan wawancara mendalam dan pengamatan aktivitas produksi di pabrik pengolahan ikan PT Dharma Samudera Fishing Industries Tbk (PT DSFI) yang berlokasi di Jakarta. PT DSFI mendapatkan sebagian bahan baku ikan yang didaratkan di pantai utara Jawa Barat. Profil PT DSFI dan beberapa gambar terkait aktivitas produksi PT DSFI diperlihatkan pada Lampiran 1 dan 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja mutu industri pengolahan ikan dipengaruhi oleh empat faktor yaitu mutu bahan baku, jaminan mutu, pelayanan pada pelanggan, dan kemampuan teknologi. Empat faktor tersebut masing-masing dipengaruhi oleh beberapa subfaktor seperti yang diperlihatkan pada Fishbone Diagram (Diagram Ishikawa) (Gambar 26).

Gambar 26. Faktor-faktor yang mempengaruhi keunggulan kinerja mutu di PT DSFI Ketertelusuran Informasi Kinerja Mutu Jaminan Mutu Pelayanan Pelanggan Mutu Ikan Hasil Tangkapan Kemampuan Teknologi Fasilitas Penanganan

Ikan Sanitasi Pekerja dan Peralatan Penanganan Ikan Penerapan Good Handling Practices (GHdP) Jaminan Mutu Bahan Baku Jaminan Mutu Produk Sertifikasi Kesesuaian Produk Keberlanjutan Pasokan Produk untuk Konsumen Pengiriman Produk Tepat Waktu dan Jumlah

Mutu Sumber Daya Manusia (SDM) Ketersediaan

teknologi dan sarana pendukung kegiatan operasional industri

(21)

5.2.1. Mutu Bahan Baku

Karakteristik bahan baku sangat mempengaruhi proses pengolahan dan mutu produk akhir yang dihasilkan. Produk akhir dengan mutu baik dihasilkan dari bahan baku yang bermutu baik. Pengaruh mutu bahan baku bagi keunggulan nilai industri sangat besar. Beberapa subfaktor yang mempengaruhi kondisi mutu bahan baku terdiri dari penerapan Good Handling Practices (GHdP) pada aktivitas penangkapan hingga penanganan ikan di industri, fasilitas penanganan ikan yang dipasok untuk industri, dan penerapan sanitasi pada pekerja, peralatan penanganan ikan serta lingkungan.

a. Penerapan Good Handling Practices (GHdP) pada aktivitas penangkapan hingga penanganan ikan di industri

Penerapan GHdP dapat meminimalkan penurunan mutu pada ikan yang dipasok ke industri. Nelayan harus memiliki pengetahuan dan keterampilan penanganan ikan yang baik saat penangkapan dan penyimpanan di kapal untuk meminimalkan kerusakan ikan yang ditangkap. Untuk meminimalkan penurunan mutu ikan selama berada di TPI hingga ditransportasikan ke industri, pengelola dan pekerja TPI serta pemasok ikan untuk industri harus menerapkan GHdP dengan baik.

Bagi industri pengolahan berorientasi ekspor, pasokan ikan dengan mutu yang baik setiap waktu dan sesuai jumlah yang dibutuhkan sangat diperlukan. Industri-industri tersebut, termasuk juga PT DSFI menggunakan ikan yang berasal dari hasil tangkapan kapal perusahaan sendiri, pemasok dan nelayan mitra yang telah dipercaya. Industri atau pemasok melakukan pengawasan terhadap penanganan ikan mulai penangkapan hingga distribusi ke industri untuk menjamin mutu ikan hasil tangkapan. Salah satu perusahaan penangkap ikan di Cirebon yang mendaratkan ikan hasil tangkapan di PPN Kejawanan untuk industri berorientasi ekspor memiliki petugas pengawas kegiatan penangkapan pada setiap kapal yang melaut dan bertanggung jawab terhadap kondisi mutu ikan hasil tangkapan.

Pada industri yang menghasilkan produk utama berupa fillet ikan seperti PT DSFI, penanganan yang baik terhadap bahan baku ikan sangat penting. Potensi kerusakan fisik pada ikan seperti memar pada daging ikan harus diminimalkan pada setiap penanganan ikan dalam rantai pasok ikan industri mulai dari penanganan di kapal, pengangkutan hingga distribusi yang dilakukan dengan cepat. PT DSFI memberikan bimbingan dan pengetahuan

(22)

tentang perikanan termasuk juga pananganan hasil tangkap kepada nelayan mitra. PT DSFI akan menolak bahan baku ikan yang dipasok oleh nelayan dengan karakteristik dibawah standar akibat penanganan yang tidak baik.

Pada saat ikan kakap merah, kerapu, gindara, kurisi, layur dan kuniran, yang digunakan sebagai bahan baku produk fillet ikan oleh PT DSFI telah berada di pabrik untuk diolah, kehati-hatian dan penanganan bahan baku yang baik tetap diperhatikan. Terjadinya benturan ikan pada bak penampung dan meja kerja dapat menimbulkan kerusakan bahan baku yang akan diolah. Ikan dengan daging yang memar sudah tidak memenuhi syarat organoleptik untuk dijadikan produk fillet ikan. Ikan dengan struktur daging yang kurang baik bila diolah menjadi produk fillet ikan akan memiliki penampakan yang kurang baik dan menurunkan nilai jualnya.

Selain kehati-hatian terhadap terjadinya memar pada daging ikan, penanganan ikan yang baik dengan mempertahankan suhu ikan tidak lebih dari 50C dan penggunaan air klorin untuk pencucian ikan merupakan titik kritis penanganan bahan baku. Kurangnya es curai pada bahan baku ikan yang akan diolah meningkatkan suhu ikan dan mempercepat penurunan kesegaran ikan. Pemberian es curai yang kurang untuk mendinginkan bahan baku ikan maupun pada saat ikan diolah menjadi penyebab utama adanya ketidaksesuaian produk dengan standar. Pemberian es curai dengan jumlah memadai pada ikan selama pengolahan dapat mengurangi pemborosan bahan baku dan biaya kegiatan produksi akibat dihasilkannya produk yang tidak sesuai dengan standar.

Pencucian ikan dalam proses produksi fillet ikan di PT DSFI dilakukan sebanyak dua kali dengan menggunakan air yang mengandung klorin. Pencucian pertama dilakukan setelah penimbangan pada tahap penerimaan dan sortasi bahan baku. Ikan dalam keranjang plastik besar disiram dengan air dingin yang mengandung klorin 20 ppm, sedangkan pencucian kedua, dilakukan setelah ikan dibuang sisiknya. Ikan yang telah dibuang sisiknya, dicelupkan ke dalam bak plastik yang berisi air klorin dingin dengan konsentrasi 10 ppm. Pencucian ikan dengan klorin dilakukan untuk membersihkan kotoran dan lendir yang melekat pada permukaan kulit ikan serta meminimalkan jumlah bakteri yang terdapat pada permukaan kulit ikan.

(23)

b. Fasilitas penanganan ikan yang dipasok untuk industri

Pasokan bahan baku ikan dengan mutu baik ditunjang oleh tersedianya fasilitas penanganan yang baik. Fasilitas penanganan ikan harus mampu meminimalkan terjadinya penurunan mutu ikan akibat kerusakan fisik maupun kontaminasi. Fasilitas terpenting adalah berkaitan dengan terjaganya rantai dingin pada aktivitas distribusi ikan.

Kapal-kapal nelayan yang memasok ikan ke PT DSFI belum dilengkapi dengan refrigerator untuk mendinginkan ikan sehingga es balok masih digunakan sebagai media pendingin. Kebutuhan es balok nelayan mitra dicukupi dari es balok yang diproduksi oleh unit penghasil es balok PT DSFI. Ruang penyimpanan ikan berpendingin baru terdapat pada kapal pengangkut ikan PT DSFI mulai tahun 1999. Kapal pengangkut tersebut mengangkut ikan dari nelayan mitra di laut serta pos-pos pembelian (pengumpulan bahan baku ikan hasil tangkapan) yang terdapat di Sumatera, Jawa dan beberapa lokasi di wilayah timur Indonesia.

Untuk mengangkut bahan baku ikan yang dipasok ke pabrik, PT DSFI memiliki kendaraan colt mini thermoking. Selain digunakan untuk mengangkut bahan baku, kendaraan tersebut digunakan juga untuk mengangkut produk yang dipasarkan di dalam negeri. Pihak-pihak pemasok ikan PT DSFI menggunakan sarana transportasi sendiri seperti truck dan mobil pick up untuk mengirimkan ikan ke pabrik PT DSFI. Selama pengangkutan ke pabrik, ikan-ikan tersebut ditempatkan dalam wadah-wadah yang memiliki daya insulasi tinggi seperti fiberbox dan sterofoam. Es curai menjadi media pendingin ikan selama transportasi. Selain cara pengiriman ikan di atas, ada juga pemasok yang mengirimkan ikan dengan cara menyusun ikan dan es secara berlapis dalam bak mobil kemudian ditutup oleh terpal plastik. Cara pengepakan ikan tersebut biasanya dilakukan oleh para pemasok yang mengirimkan ikan dengan jarak tempuh hingga ke pabrik tidak terlalu lama (kurang dari satu jam).

c. Penerapan sanitasi pada pekerja dan peralatan penanganan ikan

Meningkatnya kepedulian dan perhatian konsumen terhadap kebersihan dan higienitas produk pangan berdampak pada semakin perlunya penerapan sanitasi dalam setiap proses pengolahan maupun komoditas pangan yang diperdagangkan. Melalui penerapan sanitasi pekerja dan peralatan

(24)

penanganan ikan, potensi bahaya pada bahan baku industri pengolahan ikan akibat kontaminasi dapat diminimalkan. Sebagai perusahaan dengan pasar utama adalah pasar ekspor, penerapan sanitasi oleh pekerja maupun peralatan penanganan ikan di PT DSFI sangat diperhatikan. Penerapan sanitasi dimulai dari kegiatan penangkapan ikan dengan menjaga kebersihan palka kapal dan wadah penyimpanan ikan, serta nelayan. Standar sanitasi peralatan yang digunakan dalam penanganan ikan diterapkan oleh perusahaan.

Fasilitas penting yang berkaitan dengan sanitasi bahan baku maupun lingkungan penanganan bahan baku adalah ketersediaan air bersih. PT DSFI menggunakan dua jenis sumber air dalam kegiatan produksinya. Air bor (sumur) yang dialirkan melalui pipa berwarna merah, digunakan untuk membersihkan lantai sebelum dan sesudah proses pengolahan berlangsung. Air PAM (Perusahaan Air Minum) dialirkan melalui pipa berwarna biru, digunakan untuk mencuci produk dan mencuci semua peralatan produksi, sebelum dan sesudah proses produksi berlangsung. Air PAM juga digunakan sebagai bahan baku pembuatan es balok yang difiltrasi terlebih dahulu.

Untuk menghindari kontaminasi bahan baku, ruang penerimaan dan sortasi bahan baku PT DSFI tidak berhubungan langsung dengan tempat pembongkaran ikan. Bahan baku yang telah dibongkar dimasukkan ke ruang penerimaan dan sortasi melalui jendela khusus untuk memasukkan bahan baku. Jendela tersebut dilengkapi tirai plastik untuk meminimalkan kontaminasi dari lingkungan luar. Bahan baku kemudian disortasi di atas meja sortasi. Pintu masuk ruang produksi juga dilengkapi dengan tirai plastik untuk mencegah kontaminasi dari udara di luar area produksi selama pengolahan ikan. Untuk mencegah kontaminasi yang berasal dari alas kaki, di bagian depan pintu masuk ruang produksi terdapat bak berisi air klorin 200 ppm untuk mencuci kaki sebelum masuk dan keluar dari proses. Lantai ruang pengolahan dan dinding dilapisi keramik putih untuk memudahkan menilai kebersihan di area produksi. Area produksi juga dilengkapi dengan alat perangkap serangga yang dipasang di setiap sudut ruangan produksi.

(25)

5.2.2. Jaminan Mutu

Menurut Retnowati (2007), terjadinya penolakan produk hasil perikanan Indonesia di pasar global adalah kurang cermatnya penanganan mutu pada aktivitas produksi di bagian hulu (misalnya perairan daerah tangkapan tercemar dan tercemarnya ikan pada saat penangkapan atau pengumpulan oleh pemasok) hingga aktivitas produksi di bagian hilir (industri pengolahan). Bagi industri pengolahan berbasis ekspor, jaminan mutu terhadap bahan baku dan produk serta dimilikinya sertifikat mutu merupakan syarat utama untuk memperoleh kepercayaan konsumen terhadap mutu produk yang dihasilkan.

a. Jaminan mutu bahan baku

Jaminan mutu bahan baku diperoleh melalui pengawasan mutu terhadap setiap ikan segar yang dipasok ke industri. Pengawasan mutu meliputi penilaian kesesuaian mutu ikan yang dipasok dengan standar mutu yang digunakan oleh industri. Standar bahan baku pada industri berperan dalam hal pengendalian mutu, mempermudah proses pengolahan serta keseragaman produk akhir yang dihasilkan. Standar bahan baku yang diterapkan oleh industri perikanan meliputi standar organoleptik, fisik, kimia, dan mikrobiologi.

Standar fisik bahan baku terdiri dari ketentuan ukuran bobot ikan dan suhu ikan. Standar ukuran bahan baku ikan diperlukan untuk mempermudah dihasilkannya produk akhir sesuai dengan standar permintaan pelanggan. Suhu ikan pada saat diterima oleh bagian penerimaan bahan baku menjadi indikator adanya perubahan mutu pada ikan selama transportasi menuju industri. Suhu ikan yang baik pada saat diterima adalah tidak lebih dari 50C. Bila ikan yang dipasok memiliki suhu lebih dari standar, telah dapat dipastikan adanya pertumbuhan dan peningkatan aktivitas mikroorganisme yang menurunkan mutu ikan.

Di PT DSFI, ikan yang diperoleh dari pemasok disortasi berdasarkan standar mutu organoleptik dan fisik. Sortasi dilakukan oleh pegawai yang telah berpengalaman secara teliti. Apabila dalam sortasi bahan baku diperoleh ikan yang dianggap ragu-ragu antara diterima ataupun ditolak, karena walaupun terlihat seperti mutu di bawah standar tetapi masih memiliki beberapa ciri mutu baik yang dapat diterima, maka ikan disayat mulai dari belakang kepala menuju ekor, sejajar tulang belakang sepanjang sirip punggung (dorsal). Perlakuan tersebut dimaksudkan untuk memeriksa apakah terdapat bercak putih seperti panu (milky white spot) pada daging, daging yang berwarna

(26)

kehijauan (greenish meet) ataupun bau yang menusuk. Apabila diperoleh salah satu dari tiga hal di atas maka ikan dinyatakan di bawah standar dan dikembalikan kepada pemasok, sedangkan jika tidak diperoleh ketiga hal seperti di atas, maka ikan diterima untuk diproses lebih lanjut. Pada Tabel 22 dan 23 diperlihatkan standar mutu organoleptik dan kriteria ukuran ikan yang digunakan oleh PT DSFI.

Tabel 22. Kriteria mutu organoleptik bahan baku ikan di PT DSFI

Mutu Baik BS (Below Standar)

• Mata jernih dan masih menonjol • Sisik melekat kuat

• Warna tubuh tidak pucat (cemerlang) • Warna insang merah

• Bau khas ikan segar

• Daging kenyal / elastis (bila ditekan dengan jari akan kembali pada keadaan semula)

• Lendir sedikit dan rupa lendir cemerlang

• Tidak ada kerusakan fisik

• Mata redup dan masuk ke dalam • Sisik mudah lepas

• Insang berwarna coklat hingga kekuningan • Bau busuk yang menusuk

• Daging lunak

• Terdapat bercak putih seperti panu (milky white spot) pada daging

• Daging yang berwarna kehijauan (greenish meat)

• Warna tubuh pucat dan tidak menarik • Terdapat kerusakan (cacat) fisik

Tabel 23. Kriteria ukuran bahan baku pada PT DSFI

Ukuran (Size) Bobot (Weight)

Al (Large) As (Small) B C D BS (Bellow Standard) 2,50 Kg – Up 1,50 Kg – 2,49 Kg 1,00 Kg – 1,49 Kg 0,50 Kg – 0,99 Kg 0,35 Kg – 0,49 Kg Tidak ditentukan Sumber : Divisi Produksi PT DSFI, 2008

b. Jaminan mutu produk

Jaminan mutu produk diperoleh melalui pengawasan titik kritis pengolahan serta kesesuaian produk dengan standar produk dan pengolahan yang digunakan oleh perusahaan. Standar produk meliputi karakteristik fisik, kimia, dan mikrobiologi. Standar fisik merupakan kriteria fisik produk berupa penampilan dan ukuran. Kesesuaian produk dengan batas toleransi bahaya

(27)

pada standar kimia dan mikrobiologi menjadi jaminan bagi konsumen bahwa produk yang dihasilkan aman untuk dikonsumsi.

Standar mutu produk yang digunakan oleh PT DSFI mengacu pada standar Codex Alimentarius yang dikeluarkan oleh Food and Drugs Administration (FDA). Codex Alimentarius menjadi standar yang diacu secara internasional, sehingga PT DSFI yang mengekspor produknya ke Amerika Serikat (45%), Jepang (35%), Uni Eropa (15%) dan beberapa negara Asia lain (5%) seperti Singapura, Hongkong, dan Malaysia mengikuti standar dan persyaratan produk yang dikeluarkan oleh FDA. Perusahaan selalu mengupayakan diproduksinya produk olahan tepat mutu sesuai dengan standar mutu yang digunakan.

Untuk menjamin mutu produk yang dihasilkan, pemeriksaan mutu produk akhir dilakukan sebelum produk dikemas oleh petugas bagian pengepakan dan pengawasan mutu. Untuk produk fillet ikan, daging fillet beku diperiksa satu persatu berdasarkan standar organoleptik dari setiap pan pembeku yang dikeluarkan dari blast air freezer. Produk yang telah dikemas kemudian disimpan di dalam cold storage. Penyimpanan di cold storage menggunakan sistem FIFO (First-In First-Out) dan master carton disusun berdasarkan jenis ikan dan jenis potongan, di atas palet kayu agar tidak berhubungan langsung dengan lantai. Cold storage dioperasikan pada suhu -30 ºC atau lebih rendah untuk menjaga kestabilan mutu produk. Supervisor cold storage memonitor suhu cold storage setiap satu jam sekali dan dicatat oleh pengawas Quality Control.

c. Sertifikasi mutu

Sertifikasi mutu berkaitan erat dengan diperolehnya sertifikat jaminan mutu oleh perusahaan. Peran penting kepemilikan sertifikat mutu oleh industri adalah mampu meningkatkan daya saing industri melalui kepercayaan pelanggan dan penerimaan produk yang dihasilkan oleh industri tersebut. Untuk meningkatkan daya saing industri pengolahan ikan Indonesia, Menteri Kelautan dan Perikanan mengeluarkan peraturan No. 01/MEN/2007 tentang pengendalian sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan. Peraturan tersebut mengharuskan setiap industri pengolahan ikan memiliki sertifikat jaminan mutu yang meliputi Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP), Sertifikat Penerapan Program Manajemen Mutu Terpadu (PMMT) atau hazard analysis critical control point (HACCP) dan Sertifikat Kesehatan.

(28)

Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP) adalah sertifikat yang diberikan kepada unit pengolahan ikan yang telah menerapkan Good Manufacturing Practices (GMP), serta memenuhi persyaratan Standard Sanitation Operating Procedure (SSOP) dan Good Hygiene Practices (GHP) sesuai dengan standar dan regulasi dari Otoritas Kompeten. Sertifikat Penerapan PMMT atau HACCP merupakan sertifikat yang diberikan kepada perusahaan yang telah menerapkan konsep HACCP sebagai sistem mutu. Sertifikat Kesehatan adalah sertifikat yang dikeluarkan oleh laboratorium yang ditunjuk oleh pemerintah yang menyatakan bahwa ikan dan hasil perikanan telah memenuhi persyaratan jaminan mutu dan keamanan untuk dikonsumsi manusia.

Penerapan HACCP dengan baik oleh DSFI dibuktikan oleh diberikannya sertifikat SGS Verification Certificate HACCP dari Amerika Serikat dan EEC (European Economic Community). Sertifikasi pengendalian mutu internasional tersebut membuka seluruh pasar internasional bagi produk yang dihasilkan PT DSFI. Sertifikasi tersebut juga menunjukkan bahwa PT DSFI secara terus menerus menjaga standar yang tinggi untuk higienitas unit pengolahan dan pelatihan pegawai.

d. Ketertelusuran informasi produk

Hasil penilaian kesesuaian mutu ikan yang dipasok ke industri dan produk yang dihasilkan tidak hanya satu-satunya unsur penting dalam hal jaminan mutu produk industri pengolahan ikan. Saat ini dokumen ketertelusuran informasi produk menjadi pelengkap jaminan mutu dan semakin diperlukan bagi produsen maupun konsumen dalam bisnis pangan global. Negara-negara Uni Eropa dan Amerika Serikat telah memberlakukan peraturan sistem ketertelusuran bagi produk perikanan yang dipasarkan di negaranya. Pelaku usaha yang memasarkan produk ikan olahan di negara-negara tersebut harus mampu menunjukkan informasi yang berkaitan dengan produk seperti negara asal, metode produksi dan area penangkapan (NIFA, 2000; Liu, 2002).

Ketertelusuran memiliki makna kemampuan untuk menelusuri sesuatu, dimana informasi terkait harus dapat diperoleh ketika diperlukan. Informasi yang terkait dengan pemasok, asal ikan tangkapan yang diperoleh, serta waktu pengiriman bahan baku diperlukan dalam dokumen ketertelusuran

(29)

bahan baku dan sebagai sumber evaluasi perusahaan terhadap kinerja pemasok ikan. Dokumen ketertelusuran produk mencakup informasi jenis produk yang dihasilkan, perlakuan dalam proses pengolahan, serta pihak yang bertanggung jawab terhadap produk yang dihasilkan. Bagi industri pengolahan ikan, pelaksanaan sistem ketertelusuran berkaitan erat dengan jaminan keamanan pangan, mutu dan pelabelan.

Pelabelan produk bukan berarti seluruh informasi yang terkait dengan produk dicantumkan pada label produk. Berdasarkan standar TraceFish yang diterapkan di negara-negar Uni Eropa, pelabelan produk dalam sistem ketertelusuran adalah pelabelan setiap unit barang yang diperdagangkan dengan suatu nomor ID yang unik (Liu, 2002). Nomor ID tersebut mempermudah pengguna melakukan penelusuran informasi pada dokumen ketertelusuran produk. Pada PT DSFI pelabelan dilakukan pada setiap kemasan produk yang dihasilkan. Informasi berkaitan dengan produk yang dicantumkan pada label meliputi jenis ikan, ukuran, potongan, merk dagang, cara penyimpanan dan kode produksi. Kode produksi menunjukkan kode unit pengolahan, tanggal, bulan dan tahun pembuatan. Pada produk yang ditujukan untuk pasar ekspor, pada label kemasan dicantumkan juga approval number.

Bagi produsen, ketertelusuran informasi produk tidak hanya berperan dalam jaminan keamanan pangan, pertanggungjawaban pemasaran dan keamanan produk. Ketertelusuran pada produk pangan juga diperlukan untuk alasan komersial seperti untuk efisiensi produksi dan distribusi, serta untuk verifikasi klaim pasar terhadap suatu produk atau cara berproduksi (termasuk klaim etika, moral dan lingkungan seperti produk organik dan isu perikanan berkelanjutan). Dengan penerapan sistem ketertelusuran, asal produk cacat atau berbahaya dapat diverifikasi. Penolakan atau penghancuran secara masal terhadap produk sejenis dari perusahaan-perusahaan pengekspor negara yang sama namun tidak menghasilkan produk bermasalah dapat dicegah. Bagi konsumen, penerapan ketertelusuran pada rantai pasokan secara penuh untuk produk pangan memberikan keyakinan terhadap jaminan yang baik terhadap keamanan dan kesehatan produk yang dibelinya (Gregersen, 2000).

(30)

5.2.3. Kepuasan Pelanggan

Memenuhi kepuasan pelanggan terhadap produk sesuai dengan yang diinginkan mampu meningkatkan kepercayaan pelanggan terhadap produsen dan produk yang dihasilkannya. Dalam perdagangan bebas, kepercayaan pelanggan berperan memperkuat daya saing perusahaan. Bagi PT DSFI yang memasarkan hampir 90% produk yang dihasilkannya ke pasar ekspor, memenuhi kepuasan pelanggan sangat diperlukan untuk mempertahankan pangsa pasarnya dari pesaing perusahaan luar negeri maupun domestik. Perusahaan pengolahan ikan di Indonesia sudah memiliki kesadaran dan usaha yang cukup baik untuk memenuhi kepuasan pelanggan. Rata-rata industri pengolahan ikan di Indonesia telah mampu mengidentifikasi dan memenuhi keinginan pembeli (Priyambodo, 2006). Dalam mencapai kepuasan pelanggan, terdapat tiga hal yang diterapkan oleh DSFI, yaitu kesesuaian produk dengan permintaan pelanggan, kontinyuitas pasokan produk untuk pembeli, serta pengiriman produk tepat waktu dan jumlah.

a. Kesesuaian produk dengan permintaan pelanggan

PT DSFI berusaha untuk selalu memenuhi permintaan pesanan para pelanggan yang memiliki karakteristik permintaan berlainan. Pelanggan dari Amerika Serikat dan UE lebih menyukai produk dengan ukuran yang lebih besar dan bentuk seragam. Pada umumnya produk fillet ikan yang dipesan adalah fillet ikan tanpa kulit. Konsumen dari Jepang lebih menyukai produk dengan ukuran tertentu yang kecil dan unik serta bentuk beragam. Fillet ikan yang dipesan masih memiliki kulit yang menempel pada daging ikan. PT DSFI menerapkan dua standar produk berdasarkan pengelompokan bobot produk fillet kakap merah untuk pasar Amerika Serikat dan UE serta pasar Jepang yang berbeda.

Untuk mengantisipasi perubahan selera permintaan produk ikan olahan di pasar dunia, PT DSFI mengikuti berbagai pameran produk perikanan yang diadakan di beberapa kota di Amerika Serikat dan Eropa seperti Boston dan Brussel. Dengan mengikuti pameran tersebut perusahaan dapat mengetahui perkembangan produk baru yang dihasilkan oleh perusahaan lain, jenis kemasan baru, persaingan harga dan informasi lainnya. Berdasarkan pengetahuan yang diperoleh melalui pameran, perusahaan dapat memperbaiki atau mengembangkan produk yang dihasilkan agar mampu

(31)

mengikuti perkembangan selera pembeli, mampu bersaing dengan produk lain serta memperluas pasar.

Untuk mencapai kepuasan pelanggan terhadap produk yang dihasilkan oleh perusahaan, PT DSFI menerapkan dua prinsip T yang berkaitan dengan produk yaitu tepat mutu dan tepat harga. Prinsip tepat mutu, memiliki makna bahwa produk yang dihasilkan selain memiliki karakteristik fisik sesuai dengan keinginan pembeli namun juga aman dan sehat untuk dikonsumsi. Produk yang dihasilkan harus melalui proses yang memperhatikan standar perusahaan seperti penerapan HACCP dan memiliki sertifikat uji mutu sesuai ketentuan negara pengimpor, misalnya FDA untuk produk yang dipasarkan ke Amerika Serikat. Tepat harga memiliki makna bahwa harga produk yang dihasilkan mampu bersaing di pasar global. Harga produk ditentukan oleh mekanisme pasar antara banyaknya permintaan dan persediaan yang dimiliki serta faktor produksi lainnya seperti ketersediaan bahan baku, biaya transportasi bahan baku, produksi dan distribusi.

b. Ketersediaan pasokan produk untuk konsumen

Kemampuan memasok produk setiap saat sesuai permintaan pelanggan merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi terutama oleh perusahaan berbasis ekspor. Pada industri pengolahan ikan laut tangkapan, kemampuan memasok produk secara berkesinambungan tidak mudah karena sangat berkaitan dengan pasokan bahan baku yang juga tidak mudah diperoleh setiap waktu. Pasokan bahan baku yang berkesinambungan merupakan permasalahan yang dihadapi oleh industri pengolahan ikan laut tangkap skala besar mupun kecil di Indonesia hingga saat ini. Faktor iklim atau cuaca dan tingginya persaingan memperoleh ikan tangkapan merupakan faktor utama yang mempengaruhi perolehan bahan baku perusahaan.

Bagi PT DSFI tantangan ketersediaan pasokan produk yang diekspornya ditangani dengan mengupayakan selalu tersedianya bahan baku untuk memproduksi produk yang dipesan oleh pengimpor. Pengelolaan aktivitas pengumpulan pasokan bahan baku yang baik serta kemitraan dengan pemasok merupakan dua faktor penunjang bagi DSFI untuk secara berkesinambungan menghasilkan produk sesuai permintaan.

(32)

- Pengelolaan aktivitas pengumpulan pasokan bahan baku

Pasokan bahan baku yang diperoleh oleh PT DSFI berasal dari hasil tangkapan kapal-kapal besar penangkap ikan nasional maupun kapal-kapal nelayan di Sumatera, Jawa (termasuk nelayan di wilayah utara Jawa Barat), serta daerah Timur Indonesia. Bahan baku impor dari Australia didatangkan untuk mengantisipasi kurangnya bahan baku akibat pengaruh alam yang tidak dapat diprediksi secara tepat. Walaupun demikian jumlah bahan baku yang diimpor sangat kecil. Kondisi alam dan cuaca merupakan kendala yang dihadapi oleh nelayan maupun pemasok untuk memasok ikan tangkapan pada perusahaan. Selain hal tersebut sumberdaya ikan dan hasil laut sulit diprediksi jumlahnya pada suatu lokasi tersentu. Ikan sering berpindah-pindah dari suatu tempat ke tempat lain sehingga lokasi penangkapan yang baik berubah mengikuti pola pergerakan ikan.

Jenis ikan yang paling banyak dipasok ke pabrik pengolahan ikan PT DSFI adalah kakap merah, kemudian ikan tuna dan kerapu yang digunakan untuk menghasilkan produk utama. PT DSFI juga menggunakan beberapa jenis ikan lainnya namun pasokan setiap bulannya berfluktuasi akibat pengaruh faktor musim dari setiap satu fase kehidupan jenis ikan yang berbeda-beda. Jenis ikan lain yang dipasok ke pabrik pengolahan DSFI terdiri dari ikan telo, kaci-kaci, kakap putih, kakatua, kwee, tenggiri, cheri, ngangas, manyung, kuniran, budun, gindara, wakung, biji nangka, dan leather jacket.

Untuk menjaga kesinambungan pasokan bahan baku ikan laut tangkapan, PT DSFI bekerja sama dengan lebih dari 200 kapal armada nasional untuk penangkapan ikan besar dan ikan tuna yang daerah operasionalnya mulai dari Sabang sampai Merauke. Kebutuhan bahan baku perusahaan lainnya dipenuhi dari pasokan ikan nelayan binaan yang mencapai sekitar 6000 nelayan yang tersebar di 50 titik pos pembelian. Pos-pos pembelian didirikan untuk meminimalkan resiko minimnya hasil tangkapan nelayan di suatu daerah akibat pengaruh perubahan pola pergerakan ikan maupun cuaca. Pos-pos pembelian yang terletak di sepanjang pulau Jawa dan Sumatera diantaranya berada di Muara Baru, Muara Angke, Eretan, Cirebon, Batang, Juana, Brondong, Jepara, Lamongan, Gresik, Surabaya, Probolinggo, Cilacap, Pelabuhan Ratu, Lampung, Bengkulu dan Padang.

(33)

Bahan baku yang digunakan pada dua pabrik pengolahan ikan utama PT DSFI di Jakarta dan Kendari masing-masing mencapai sekitar 20 metrik ton dan 40 metrik ton per hari. Untuk mencukupi kebutuhan bahan bakunya PT DSFI juga menambah pos-pos pembelian ikan di kawasan timur Indonesia. Perairan kawasan timur Indonesia masih memiliki peluang pemanfaatan potensi perikanan yang cukup besar dan tidak seperti perairan kawasan Barat Indonesia yang telah mengalami eksploitasi berlebihan dan tingkat persaingan yang tinggi. Untuk mengoptimalkan pasokan bahan baku, PT DSFI menjalin kerjasama dengan pemerintah dan pihak terkait lainnya guna memanfaatkan hasil tangkapan kapal-kapal asing yang beroperasi di wilayah perairan Indonesia.

Terdapat tiga cara penerimaan pasokan ikan yang digunakan oleh PT DSFI yaitu penerimaan langsung ikan yang dibawa oleh nelayan di sekitar pabrik, penggunaan kapal-kapal transpor untuk menjemput hasil tangkapan dari kapal yang berada di laut, serta pengumpulan ikan melalui darat. Untuk nelayan yang menggunakan kapal kecil dan beroperasi di sekitar lokasi pabrik (untuk pabrik yang berada di wilayah Timur Indonesia) ikan hasil tangkapan dapat dibawa langsung dan dijual ke pabrik. Bagi kapal-kapal penangkap berukuran cukup besar dengan nelayan binaan perusahaan dan dapat berada di tengah laut dalam waktu cukup lama, kapal transpor PT DSFI akan menjemput hasil tangkapan kapal tersebut. Selain menjemput hasil tangkapan, kapal transpor DSFI memasok kebutuhan operasional nelayan seperti es, umpan, dan ransum awak kapal. Pengumpulan pasokan bahan baku melalui jalan darat dilakukan dengan menggunakan truk-truk perusahaan untuk menjemput ikan yang didaratkan oleh kapal pemasok atau membeli hasil tangkapan nelayan dari berbagai TPI.

- Kemitraan perusahaan pengolahan ikan dengan nelayan

Sebagian besar pasokan bahan baku PT DSFI diperoleh dari nelayan-nelayan kecil. Untuk menjamin pasokan bahan baku yang baik secara mutu maupun kuantitas, PT DSFI melakukan kemitraan dengan nelayan-nelayan di Kendari, Sulawesi Tenggara. PT DSFI (sebagai inti) tidak hanya membeli ikan dari nelayan (sebagai plasma) tetapi juga terlibat langsung dalam membantu memecahkan masalah-masalah yang timbul dalam kegiatan operasional penangkapan ikan. Berbagai dukungan yang diberikan oleh perusahaan kepada nelayan adalah sebagai berikut.

(34)

i. Pemberian kapal penangkap ikan tanpa bunga kepada nelayan dengan cicilan yang cukup ringan yang berasal dari hasil tangkapan ikan.

ii. Penyediaan kebutuhan operasional nelayan untuk menangkap ikan di laut, seperti es batu, solar, alat tangkap, ransum awak kapal dan umpan. iii. Penyediaan pelayanan kepada nelayan yang bermitra dengan DSFI

berupa jasa workshop, bengkel bubut, dockyard kapal yang siap untuk melayani perbaikan kapal-kapal nelayan yang mengalami kerusakan, suku cadang mesin dengan harga terjangkau dan stok mesin yang siap pakai.

iv. Penyediaan sarana pendukung kepada nelayan-nelayan pada saat off season, dengan collecting boat dan fasilitas yang bersifat mobile yang siap memindahkan nelayan ke catching area yang terlindungi dari perubahan musim.

c. Pengiriman produk tepat jumlah dan tepat waktu

Kemampuan pengiriman produk tepat jumlah dan tepat waktu ditentukan oleh tingkat produktivitas perusahaan maupun infrastruktur sistem transportasi dan komunikasi yang menunjang distribusi produk tepat waktu. Infrastruktur transportasi dan komunikasi menjadi faktor penunjang terkirimnya produk secara tepat waktu, Walaupun demikian di Indonesia kondisi infrastruktur sistem transportasi dan komunikasi belum mampu mendukung distribusi produk perikanan kepada konsumen secara tepat waktu (Priyambodo, 2006). Berkaitan dengan produktivitas kerja, PT DSFI mengupayakan dua prinsip “T” lain berupa tepat jumlah dan tepat waktu. Tepat jumlah memiliki makna berupaya memproduksi produk sesuai dengan kapasitas produksi atau paling tidak mencapai jumlah yang mampu diproduksi. Untuk mewujudkan hal tersebut perusahaan selalu memperbaiki kinerja karyawan. Tepat waktu memiliki makna bahwa setiap karyawan di bagian pengolahan produksi pada setiap tahapnya dituntut untuk menyelesaikan pekerjaannya sesuai dengan target kerja yang ditentukan. Karyawan tersebut berhak mendapat kompensasi lebih jika mereka dapat menyelesaikan pekerjaan lebih dari target yang dibutuhkan dengan tetap memperhatikan kualitas produk. Pengiriman barang kepada pembeli selalu diupayakan sesuai dengan jadwal yang telah disepakati bersama.

Gambar

Gambar 15. Skema rantai pasok ikan laut tangkap di wilayah utara Jawa Barat
Gambar 21.  Salah satu kapal motor 80GT dengan alat tangkap gill net dasar  yang memasok ikan pari dan cucut ke TPI PPN Kejawanan  Kapal-kapal  pemasok  ikan  di  PPN  Kejawanan  dikelompokkan  berdasarkan  tiga  jenis  alat  tangkap  utama  yang  digunaka
Gambar 22.  Perahu motor dengan alat tangkap payang yang  digunakan oleh nelayan pemasok ikan teri nasi
Gambar 23.  Pembersihan dan penyiangan ikan yang telah dibeli oleh ibu-ibu  rumah tangga di TPI Eretan Kulon, Indramayu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian eksperimental kolom tersusun dari empat profil sihx dengan kelangsingan moderat yang menerima beban eksentris bertujuan untuk mengetahui perilaku kolom tersusun,

Proses pengolahan data barang yang menjadi tanggungjawab sekolah, atau biasa disebut dengan barang inventaris, mulai dari pendataan barang masuk dan barang keluar,

merah pada ibu nifas hanya cukup untuk meningkatkan merah pada ibu nifas hanya cukup untuk meningkatkan kandungan vitamin A dalam ASI selama 60 hari. kandungan vitamin A dalam

Bagaimana konsep perilaku yang berhubungan dengan kegiatan sosial dapat mempengaruhi desain arsitektur dan lingkungan pada perancangan bangunan pasar induk tradisional baik

Pada siklus ini, proses regenerasi terdiri dari dua proses, yaitu 1-2 dan 2-3, proses 3-4 merupakan proses pendinginan larutan ammonia secara adiabatik dimana terdapat panas

Berpijak dari harapan ideal yang melekat pada rutinitas praktik ritual, dan kemudian bercermin dari fenomena yang kini telah menjadi realita sosial dimana semakin

Diriwayatkan oleh al-Bazzar dari Ibnu Umar ra.. “Sesungguhnya setiap pohon selalu memiliki buah. Buah hati adalah anak. Sesungguhnya Allah tidak menyayangi orang yang tidak

Sajrone perangan makna asil temuan panliten iki bakal ngandharake ngenani rekapitulasi saka siklus I lan siklus II adhedhasar asil observasi aktivitas guru, asil