• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaturan Pajak Bumi Dan Bangunan (PBB) Terhadap Upaya Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Aceh Besar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaturan Pajak Bumi Dan Bangunan (PBB) Terhadap Upaya Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Aceh Besar"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1 Pengaturan Pajak Bumi Dan Bangunan (PBB) Terhadap Upaya Peningkatan

Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Aceh Besar

Syafruddin

Akademi Maritim Aceh Darussalam Email. syafruddin76@gmail.com

Abstrak

Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaturan pajak bumi dan bangunan (PBB) terhadap upaya peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) di Kabupaten Aceh Besar. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. metode pendekatan yang digunakan dalam tulisan ini adalah metode yuridis normatif yang didukung oleh yuridis empiris untuk mendapatkan data primer. Lokasi penelitian ini dilakukan di Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Kabupaten Aceh Besar. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah Dinas Pendapatan Provinsi Aceh. Sedangkan, penentuan sampel dari penelitian ini adalah Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Kabupaten Aceh Besar. Langkah-langkah yang ditempuh dalam pengumpulan data ini terdiri dari 3 (tiga) tahapan, meliputi studi kepustakaan, wawancara, daftar Pertanyaan. Data dalam penelitian ini diperoleh dengan mengumpulkan data Sekunder dan data Primer yaitu studi kepustakaan dan studi lapangan. Analisis data dilakukan dengan model analisis kualitatif. Hasil Penelitian menjelaskan pengaturan pajak daerah menurut Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000. mengatur dengan jelas bahwa untuk dapat dipungut pada suatu daerah, setiap jenis pajak daerah harus ditetapkan dengan peraturan daerah. Peraturan daerah tentang suatu pajak daerah tidak boleh berlaku surut dan tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. kontribusi Pajak Bumi dan Bangunan terhadap pendapatan asli daerah di Kabupaten Aceh Besar.

Kata Kunci: Peningkatan, Pajak Bumi dan Bangunan, Pendapatan Asli Daerah. PENDAHULUAN

Pajak adalah hal yang sangat sering dibicarakan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Bagi masyarakat sering kali pajak dianggap sebagai beban, mengingat setiap anggota masyarakat yang memenuhi ketentuan perpajakan sebagai wajib pajak harus membayar pajak yang dikenakan kepadanya. Pajak dianggap sebagai beban mengingat adanya keharusan membayar pajak yang dikenakan kepadanya. Pajak dianggap sebagai beban mengingat adanya keharusan membayar pajak yang pada akhirnya akan mengurangi daya beli orang tersebut, terutama jika dibandingkan apabila ia tidak memiliki kewajiban untuk membayar pajak. Di sisi lain bagi pemerintah dan fiskus pajak harus dipungut karena terbukti pajak memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap penerimaan pajak, baik dengan usaha intensifkan maupun ekstensifikasi pajak (Marihot, 2010).

Usaha menciptakan kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu dasar dari pembentukan daerah otonom. Hal ini sejalan dengan alinea ke empat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan: “Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa

(2)

2 Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum , mencerdaskan kehidupan bangsa dan seterusnya” Bab XIV, pasal 33 dan pasal 34 UUD 1945 lebih menekankan ide kesejahteraan sosial dari kedudukan manusia dalam sistem produksi dan mekanisme pasar.

Sesuai dengan Undang-undang nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintaha Daerah, bahwa tujuan utama penyerahan wewenang (desentralisasi) kepada daerah adalah untuk mempercepat terujutnya kesejahteraan masyarakat. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terujutnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Disamping itu melalui otonomi luas, daerah dihrapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistim NKRI.

Salah satu aspek penting dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah kemampuan memenuhi kebutuhan keuangan daerah itu sendiri, yaitu untuk membiayai terselenggaranya pemerintahan dan pembangunan daerah melalui desentralisasi fiskal. Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumberdaya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang. Aspek keuangan ini menjadi sangat penting dalam setiap kegiatan pemerintahan dan pembangunan, karena hampir tidak ada kegiatan yang tidak membutuhkan biaya. Keuangan suatu daerah merupakan salah satu dasar untuk menilai kemampuan daerah dalam memberikan kesejahteraan bagi masyarakatnya.

Guna mendukung pelaksanaan pemerintahan daerah dibidang fiskal diterbitkan Undang-undang nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Undang-undang ini mengatur sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan dan efisien dalam rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi, dengan mempertimbangkankan potensi , kondisi, dan kebutuhan daerah, serta besaran pendanaan penyelengaraan dekonsentrasi dan tugas pembantuan

Berdasarkan latar belakang, maka penelit ingin mengkaji tentang pengaturan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Terhadap Upaya Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Aceh Besar.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaturan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Terhadap Upaya Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Aceh Besar.

TINJAUAN PUSTAKA Potensi Unggulan Daerah

Potensi Unggulan Daerah Kabupaten Aceh Besar ditetapkan berdasarkan spesifik dan kesesuaian wilayah dan atau berdasarkan struktur serta ketersediaan lahan, disamping itu dalam struktur perekonomian Aceh Besar, sektor pertanian yang didukung oleh sub sektor dibawahnya sampai dengan tahun 2010 merupakan bidang yang memberikan sumbangan atau kontribusi terbesar dalam PDRB Aceh Besar yaitu sebesar 28.20 persen dibandingkan dengan 8 sektor usaha lainnya; sumber PDRB 2011 (Marihot, 2010).

(3)

3 Penentuan prioritas unggulan daerah dilandasi atas dua pertimbangan diatasm karena disamping faktor struktur lahan serta budaya dalam aktifitas ekonomi masyarakat juga besarnya sumbangan hasil-hasil produksi komoditas pertanian dalam perubahan struktur pendapatan perkapita masyarakat, adalah menjadi pilihan dalam penentuan komoditas andalan daerah.

Pendapatan Asli Daerah

Pengelolaan pendapatan daerah dalam membiayai implementasi program/kegiatan pembangunan adalah untuk mencapai dan mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Pengelolaan pendapatan daerah diharapkan sejalan dengan tujuan dan sasaran pembangunan yang telah ditetapkan dengan mengedepankan prinsip-prinsip efisiensi, efektivitas, transparansi dan akuntabilitas (Marihot, 2010).

Daerah memiliki hak otonomi yang luas berdasarkan kewenangan yang diberikan baik oleh undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan undang-undang nomor 11 tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh, untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri termasuk pemanfaatan sumber daya ekonomi, mengalih dan memberdayakan sumber-sumber daya ekonomi, menggali dan memberdayakan sumber daya alam dan sumber daya manusia serta menumbuhkembangkan prakarsa, kreativitas dan demokrasi dalam pengelolaan pendapatan daerah.

Kontribusi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Adapun landasan hukum dalam pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kabupaten Aceh Besar adalah sebagai berikut:1

a. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;

b. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indoenesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548); c. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Rl Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Rl Nomor 4438);

d. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3953);

e. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Rl Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Rl Nomor 4578);

(4)

4 f. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota;

g. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan;

h. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;

METODE PENELITIAN Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian terhadap asas-asas hukum seperti misalnya penelitian terhadap kaedah-kaedah hukum yang hidup didalam masyarakat. Penelitian terhadap asas hukum ini meliputi Asas hukum Regulatif (yang sejajar dengan pembedaan menjadi asas hukum umum dan asas hukum khusus) dan Asas hukum Konstitutif.

Metode Pendekatan

Berdasarkan pada masalah yang telah diutarakan sebelumnya diatas, maka metode pendekatan yang digunakan dalam tulisan ini adalah metode yuridis normatif yang didukung oleh yuridis empiris untuk mendapatkan data primer. Dimulai dengan cara menganalisa peraturan-peraturan tentang pajak dalam hubungannya dengan revitalisasi pajak bumi dan bangunan (PBB) untuk memperoleh data sekunder.

Tempat Penelitian

Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan di Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Kabupaten Aceh Besar, didasarkan pada bahwasanya Dinas tersebut memiliki peran penting dalam pengelolaan keuangan dan meningkatkan pendapatan di Kabupaten Aceh Besar.

Populasi dan Sampel Penelitian

Adapun populasi dalam penelitian ini adalah Dinas Pendapatan Provinsi Aceh. Sedangkan, penentuan sampel dari penelitian ini adalah Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Kabupaten Aceh Besar.

Alat pengumpulan data

Langkah-langkah yang ditempuh dalam pengumpulan data ini terdiri dari 3 (tiga) tahapan, meliputi studi kepustakaan, wawancara, daftar Pertanyaan.

Pengumpulan data

Data dalam penelitian ini diperoleh dengan mengumpulkan data Sekunder dan data Primer yaitu studi kepustakaan dan studi lapangan.

Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan model analisis kualitatif. Pendekatan kualitatif landasanya menekankan pada pola tingkah laku manusia yang dilihat dari “Frame of Reference” si pelaku itu sendiri, jadi individu sebagai aktor sentral perlu dipahami dan

(5)

5 merupakan satuan analisis serta menempatkannya sebagian dari suatu keseluruhan (Holistik) (Budiman, 1995).

HASIL PENELITIAN

Upaya Yang Dilakukan dalam Peningkatan PBB di Kabupaten Aceh Besar

Adapun upaya yang dilakukan secara internal dalam mengatasi hambatan peningkatan Pajak Bumi dan Bangunan di Kabupaten Aceh Besar adalah sebagai berikut :2

a. Seharusnya Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Besar segera membuat Qanun tentang Pajak Bumi dan Bangunan.

b. Sebaiknya KPP Pratama Banda Aceh menyampaikan SPT ke Kabupaten Aceh Besar di bulan Januari, sehingga waktu pemungutan tidak menjadi terbatas.

c. Di dalam hambatan terkait Sumber Daya Manusi, sistem Hard ward, dan lainnya, Kabupaten melakukan perbaikan untuk mengatasi hambatan tersebut.

1. Upaya Eksternal

Adapun upaya yang dilakukan secara internal dalam mengatasi hambatan peningkatan Pajak Bumi dan Bangunan di Kabupaten Aceh Besar adalah sebagai berikut:

a. Pemerintah Daerah Aceh Besar melakukan pendataan ulang dengan KPP Pratama.

b. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang kegunaan ataupun manfaaat dari pajak. Karena sumber dari pajak ini merupakan salah satu sumber pembangunan daerah.3

PEMBAHASAN

Setiap Negara dengan wilayah yang luas membutuhkan suatu sistem pemerintah yang baik (good governance). Sistem pemerintah yang baik sangat diperlukan karena dua hal, yaitu (1) sebagai alat untuk melaksanakan berbagai pelayanan publik di berbagai daerah, dan (2) sebagai alat bagi masyarakat setempat untuk dapat berperan serta aktif dalam menentukan arah dan cara pembangunan dan peningkatan taraf hidup masyarakat sesuai dengan peluang dan tantangan yang dihadapi.4

Untuk mencari tujuan tersebut banyak hal yang harusd dilakukan, salah satunya adalah desentralisasi, yaitu pelimpahan tanggung jawab fiscal, politik, dan administrasi kebijakan dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah. Di Indonesia, regulasi pokok untuk desentralisasi tercakup dalam tiga Undang-undang, yaitu Undang-undang No.22 Tahun 1999 (yang telah direvisi menjadi Undang-Undang No.32 Tahun 2004) tentang pemerintah daerah, Undang-undang No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dan Undang-undang No. 25 Tahun 1999 (yang telah direvisi menjadi Undang-undang No. 33 Tahun 2004) tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah. Ketiga Undang-undang tersebut tidak berdiri sendiri-sendiri secara parsial, tetapi merupakan sati kesatuan untuk mewujudkan daerah otonom yang efisien.

(6)

6 efektif transparan, akuntabel, dan responsive terhadap perkembangan dinamis yang berlangsung secara menerus.

Undang-undang No. 22 Tahun 1999 mengatur penyelenggaraan pemerintah daerah yang lebih mengutamakan pelaksanaan asas desentralisasi. Hal-hal yang mendasar dalam Undang-undang ini adalah komitmen untuk mendorong pemberdayaan masyarakat, pengembangan prakarsa dan kreativitas, peningkatan peran serta masyarakat, pengembangan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daera (DPRD). Untuk itu di butuhtkan otonomi yang utuh dan bulat, di mana Daerah diberi kewenangan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi seluruh fungsi-fungsi pemerintah yang telah didesentralisasi.

Salah satu syarat yang diperlukan untuk pelaksanaan kewenangan tersebut adalah ditetapkan sumber-sumber pembiayaan. Undang-undang No. 25 Tahun 1999 mengatur tentang pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumberdaya yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Selanjutnya dalam Undang-undang No. 18 Tahun 1997 diatur tentang prinsip-prinsip dasar pengelolaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.5

Perubahan-perubahan tersebut jelas akan membawa dampak yang luas pada proses perencanaan dan implementasi keputusan-keputusan publik di tingkat Pemerintah Daerah. Namun demikian, desentralisasi bukanlah obat mujarab bagi seluruh masalah pemerintah. Terdapat pendapat beberapa pakar yang berpandangan pesimis bahwa model desentralisasi yang dilaksanakan ini tidak memberikan kemaslahatan bagi pembangunan daerah. Pertanyaan mendasar dikemukakan, apakah kondisi dan situasi yang dimiliki Daerah-daerah sudah mampu menyelenggarakan pemerintah yang baik (good governance), desentralisasi pemerintah dan demokratisasi, namun diakui bahwa banyak upaya dan langkah perbaikan dan penguatan yang harus dilakukan.

Peningkatan kualitas sumberdaya manusia (SDM) di lingkungan Badan Eksekutif dan Badan Legislate Daerah merupakan langkah yang harus dilakukan untuk mampu mengoptimalkan peluang-peluang yang ada untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah setempat. Salah satu aspek penting yang harus dikelola dengan baik untuk meningkatkan kinerja Pemerintah Daerah adalah manajemen keuangan daerah. Pelimpahan kewenangan kepada Pemerintah Daerah harus diterjemahkan dalam pembuatan kebijakan publik yang relevan, dan dilaksanakan secara ekonomis, efisien, efektif, serta di pertanggung jawabkan kepada seluruh masyarakat. Pada dasarnya, manajemen keuangan daerah harus mampu menjawab pertanyaan fundamental, yaitu kapan dan bagaimana, serta siapa mendapat apa, yang merupakan konsep dasar strategi pembiayaan keuangan daerah untuk kesejahteraan masyarakat.

Manajemen Keuangan Daerah

Dalam konsep yang sederhana, Manajemen Keuangan Daerah sering diartikan sebagai mobilisasi sumber-sumber keuangan yang dimiliki oleh suatu Daerah. Menurut pandangan yang sangat sederhana ini, otonomi daerah akan sulit terwujud karena kemampuan sumber-sumber pambiayaan yang tersedia bagi daerah otonomi sangat terbatas.

(7)

7 Dalam konsep yang lebih luas, manajemen keuangan daerah meliputi aspek-aspek, sebagai berikut:

1. Pengelolaan (optimalisasi dan/atau penyeimbangan) seluruh sumber yang mampu memberikan penerimaan, pendapatan dan/atau penghematan yang mungkin dilakukan.

2. Ditetapkan oleh Badan Eksekutif dan Badan Legislatif, dilaksanakan oleh Badan Eksekutif, serta diawasi dan dikendalikan oleh seluruh komponen masyarakat dan Badan Legislatif Daerah.

3. Diarahkan untuk mencapai kesejahteraan seluruh masyarakat.

4. Didasari oleh prinsip-prinsip Ekonomi, Efisiensi, dan Efektivitasi (3E), (value for money).

5. Dokumentasi untuk transparasi dan akuntabilitas.

Peranan masyarakat sangat penting, karena mereka merupakan subjek dan objek pembangunan. Masyarakat merupakan pemilik kedauiatan yang memberikan mandate kepada daerah serta masyarakat merupakan pelanggan (customer) yang sekaligus menjadi stakeholder dari pemerintah daerah. Objek pengelolaan keuangan daerah adalah sisi penerimaan dan pengeluaran. Pada sisi penerimaan, Daerah dapat melakukan dua hal, yaitu (1) mobilisasi sumber-sumber penerimaan konvensional melalui intensifikasi dan ekstensifikasi pajak daerah dan retribusi daerah serta optimalisasi pinzaman daerah dan laba BUMD (Badan Usaha Milik Daerah), dan (2) daerah dapat pula melakukan optimalisasi sumber-sumber penerimaan baru, yaitu penerimaan dari pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan, Daerah dapat melakukan kemitraan dan privatisasi. Sedangkan di sisi pengeluaran, daerah harus dapat melakukan redefinisi penganggaran. Selain memungkinkan adanya perbaikan pada tingkat ekonomi, efisiensi, dan efektivitas setiap kegiatan (penghematan anggaran seperti yang dihasilkan oleh standar analisis belanja), redefinisi proses penganggaran itu juga harus mampu menanyakn apakah suatu layanan publik masih harus diproduksi sendiri oleh Pemerintah Daerah atau cukup disediakan oleh Pemerintah dengan cara kemitraan atau privatisasi.

Dalam pelaksanaan kewenangannya daerah menghadapi kendala kelangkaan dan keterbatasan sumberdaya. Oleh karena itu, semua rencana aksi (action plan) atau kegiatan Pemerintah Daerah harus dilaksanakan secara ekonomis, efisien, dan efektif. Ekonomis berarti bahwa semua input yang dibutuhkan oleh sebuah rencana aksi harus dibeli dengan harga termurah. Efisien berarti segala input dialokasikan sedemikian rupa, sehingga output yang dihasilkan dapat di produksi dengan biaya termurah (least cost combination). Efektif berarti output yang dihasilkan benar-benar sesuai dengan tujuan yang diharapkan (desred outcomes).

Aplikasi prinsip 3E tidak hanya berlaku pada sisi penerimaan, tetapi juga pada sisi pengeluaran. Pada sisi pengeluaran, pengertian efektivitas perlu diperluas, efektivitas pelayanan publik harus dilihat berdasarkan tingkat responsivitas dan relevansinya. Responsive artinya bahwa setiap rencana aksi Pemerintah Daerah adalah kebutuhan riil masyarakat. Sedangkan relevan berarti bahwa hasil rencana aksi itu memang sesuai seperti yang diharapkan oleh kebutuhan riil masyarakat (output- desired outcomes). Untuk aplikasi prinsip 3E pada sisi penerimaan dan penawaran dan penawaran dibutuhkan suatu metode penyusunan dan pelaksanaan Anggaran

(8)

8 Pendapatan dan Belanja Daerah. Anggaran Daerah (APBD) merupakan instrument mewujudkan transparansi dalam pengelolaan keuangan daerah.

Sumber-Sumber Pembiayaan Untuk Pelaksanaan Desentralisasi

Penyelenggaraan tugas daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dibiayai oleh APBD. Semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dicatat dan dikelola dalam APBD. Semua penerimaan dan pengeluaran daerah yang tidak berkaitan dengan pelaksanaan dekonsentrasi atau tugas pembantuan merupakan penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, APBD, perubaha APBD, dan perhitungan APBD merupakan dokumen daerah, yang berfungsi sebagai isntrumen untuk mewujudkan keterbukaan (transparasi) dalam pengelolaan daerah.

Kepala daerah menyampaikan laporan pertanggung jawaban kepada DPRD mengenai pengelolaan keuangan daerah dan kinerja keuangan daerah dari segi efisiensi dan efektivitas keuangan dalam pelaksanan desentralisasi. DPRD dalam sidang pleno terbuka menerima atau menolak dengan meminta penyempurnaan laporan pertanggung jawaban.

Sumber-sumber penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi adalah : 1) Pendapatan Asli Daerah (PAD), yaitu meliputi:

a. Hasil pajak daerah. b. Hasil retribusi daerah.

c. Hasil perusahaan milik daerah (BUMD) dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan (antara lain bagian laba, dividen, dan penjualan saham milik daerah).

d. Pendapatan asli daerah lainnya yang sah (antara lain hasil penjualan asset tetap daerah dan jasa giro).

2) Dana Perimbangan yaitu :

a. Bagian daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, dan penerimaan dari sumber daya alam.

b. Dana Alokasi Umum (DAU).

c. Dana Alokasi Khusus (DAK), yaitu yang dialokasikan dari APBN kepada Daerah tertentu untuk membantu membiayai kebutuhan khusus.

3) Pinjaman Daerah.

4) Lain-lain penerimaan yang sah, antara lain hibah, dan penerimaan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Upaya Peningkatan Potensi dan Realisasi Pendapata Asli Daerah

Dari sisi penerimaan, keuangan daerah yang berhasil adalah keuangan daerah yang mampu ditingkatkan penerimaan daerah secara berkesinambungan seiring dengan perkembangan perekonomian tanpa memperburuk alokasi faktor-faktor produksi dan keadilan serta sejumlah biaya administrasi tertentu. Keberhasilan keuangan daerah dalam menjalankan tugas dan fungsinya ditentukan oleh beberapa hal.

a. Perangkat lunak.

Peraturan, tata cara, dan petunjuk pelaksanaan harus sederhana, mudah dimengerti dan efektif dalam pelaksanaannya, tidak bertentangan dengan kepentingan umum, tidak member dampak ekonomi yang negative,

(9)

9 memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat, serta menjaga kelestarian lingkungan hidup.

b. Perangkat keras.

Personil, peralahan, dan sarana/prasarana yang diperlukan yang memadai, baik dari segi kualitas maupun kuantitas.

c. Wajib Pajak.

Diperlukan adanya kesadaran, kepatuhan, kejujuran dan kedisiplinan pajak. d. Kondisi masyarakat di bidang sosial, dan politik.

Pembangunan harus dapat meningkatkan kualitas kondisi masyarakat di bidang sosial, ekonomi, dan politik secara berksinambungan.

Beberapa fakor yang dapat meningkatkan kekuatan sumber-sumber penerimaan daerah (potensi penerimaan daerah) adalah sebagai berikut :

a. Kondisi awal suatu daerah.

b. Peningkatan cakupan (coverage ratio) atau ekstensifikasidan intensifikasi dan intensifikasi penerimaan.

c. Perkembangan PDRB pr kapita nil. d. Pertumbuhan penduduk.

e. Tingkat inflasi. f. Pembangunan baru. g. Sumber pendapatan baru.

Upaya peningkatan potensi dan realisasi PAD (khususnya dari pajak daerah) merupakan konsep dinamis, dan berkesinambungan. Pada satu sisi, tahap perencanaan dan pengendalian operasional harus mampu meningkatkan kualitas sistem prosedur yang ada, sehingga total biaya administrasi dapat diminimalisir. Pada sisi lain, tahap perencanaan dan pengandalian operasional harus mampu pula mengidentifikasi jenis-jenis pajak baru untuk ekstensifikasi selaras dengan perkembangan dinamis perekonomian.

KESIMPULAN

Pengaturan pajak daerah menurut Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000. mengatur dengan jelas bahwa untuk dapat dipungut pada suatu daerah, setiap jenis pajak daerah hams ditetapkan dengan peraturan daerah. Peraturan daerah tentang suatu pajak daerah tidak boleh berlaku surut dan tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kontribusi Pajak Bumi dan Bangunan terhadap pendapatan asli daerah di Kabupaten Aceh Besar. Adapun capaian target tiga tahun terakhir tentang PBB di Kabupaten Aceh Besar adalah Tahun 2000 tidak mencapai target dari target Rp 538.210.000,- realisasi hanya Rp 432.382.000,-. Sedangkan 2001 s/d 2011 mencapai target. Prosedur pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kabupaten Aceh Besar adalah penyampaian SPPT PBB dari KPP Pratama disampaikan kepada pemerintah Kabupaten Aceh Besar. Dalam hal ini yang menangani DPKKD menyampaikannya kepada camat, dari camat ke kepala desa. Adapun dalam hal pembayaran ada 2 : 1 ) Penagihan dari aparatur yang melibatkan KPP Pratama, DPKKD, aparatur kecamatan dan aparatur desa yang ditunjuk. 2) Masyarakat langsung membayar ke bank yang bersangkutan, disini bank tersebut adalah Bank BRI. Hambatan dalam peningkatan Pajak Bumi dan Bangunan terhadap pendapatan pendapatan asli daerah di Kabupaten Aceh Besar, serta upaya yang dilakukan. Adapun

(10)

10 hambatan internal salah satunya adalah SPT seharusnya berlaku dari Januari sampai dengan 30 September tahun berjalan. Tetapi dalam hal ini KPP Pratama Banda Aceh menyampaikan ke kabupaten Aceh Besar rata-rata bulan juni pada tahun yang sama, dalam hal ini waktu pemungutan pajak PBB sangat mepet waktunya. Adapun hambatan secara eksternal dalam peningkatan Pajak Bumi dan Bangunan di Kabupaten Aceh Besar adalah sebagai berikut salah satunya adalah kemampuan daerah dalam mengoptimalkan penerimaan daerah dari PAD, sangat dipengaruhi kebijakan pemerintah tentang Retribusi dan pajak daerah dan rendahnya tingkat kesadaran masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi. Adapun upaya yang dilakukan secara internal salah satunya adalah Sebaiknya KPP Pratama Banda Aceh menyampaikan SPT ke Kabupaten Aceh Besar di bulan Januari, sehingga waktu pemungutan tidak menjadi terbatas. upaya secraa eksternal salah satunya adalah Pemerintah Daerah Aceh Besar melakukan pendataan ulang dengan KPP Pratama.

DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2000 tentang Pcmbagian Pajak Bumi dan Bangunan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

Peraturan Pemerintah Nomor 115 Tahun 2000 tentang Pembagian Hasil Penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi Dalam Negeri dan Pajak Penghasilan Pasal 21 Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah.

Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Penghasilan Untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan atau di Daerah- Daerah Tertentu.

Siahaan, Marihot Pahala, 2004, Utang Pajak, Pemenuhan Kewajiban, dan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, Rajawali Pers, Jakarta.

_____ , 2010, Hukum Pajak E/ementer, Konsep Dasar Perpajakan Indonesia, Graha llmu, Yogyakarta.

_____ , 2010, Hukum Pajak Fomial, Pendaftaran, Pembayaran, Pelaporan, Penetapan, Penagihan, Penyelesaian Sengketa, dan Tindak Pidana Pajak, Graha llmu, Yogyakarta.

_____ , 2010, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Raja grafindo Persada, Jakarta. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak daerah dan Retribusi Daerah.

Referensi

Dokumen terkait

Secara keseluruhan dari hasil sintesis abu layang menjadi material mirip zeolit telah berhasil dilakukan, hal ini terlihat dengan adanya peningkatan sifat fisikokimiawi mineral

garis B), profil B’ (hilangnya lung sliding dengan garis B), profil C (konsolidasi paru yang ekuivalen dengan gambaran garis pleura yang tebal dan

Menerapkan metode Framework Of Dynamic pada Customer Relationship Management untuk mengembangkan proses penjualan pada toko Outdoor Adventure Key (OAK).. Memudahkan

Homogenisasi Peralatan tidak steril Penggunaan alat yang telah disterilisasi Bukan CCP Tidak terdapat penggumpalan susu Pemantauan peralatan secara berkala

NoRiYu (Yusuf, Nova Riyanti) Jakarta : GagasMedia ; Tangerang : Distributor tunggal, AgroMedia Pustaka, 2006..

Berdasarkan temuan data di lapangan, reaksi atau respon lingkungan sosial dan keluarga terhadap kondisi keluarga tanpa anak pada pasangan suami istri yang belum mempunyai anak

Segala puji hanya milik Allah SWT yang telah memberikan kesempatan bagi hamba-Nya yang sangat lemah ini untuk dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Nihilisme

Perkembangan kota-kota di Indonesia pada umumnya bermuara pada meningkatnya jumlah penduduk, dan meningkatnya berbagai kebutuhan akan fasilitas kehidupan. Perkembangan