• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

26 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengendalian Mutu

1. Pengendalian Mutu Bahan Baku a. Bahan Utama (Ikan Lele)

Bahan baku utama pada proses pembuatan krupuk lele Karmina adalah ikan lele segar dan bersih. Ikan lele tersebut dipisah dari kepala dan kulit lele sehingga diperoleh daging dalamnya saja. Ikan lele yang digunakan dalam pembuatan krupuk lele yaitu lele lokal dengan berat rata-rata 0,5-1,5 kg sehingga dagingnya cukup banyak. Ikan lele didapat dari petani lele di desa Kampung Lele dan sudah bekerjasama dengan UKM Karmina sehingga lele yang dipasok sudah memenuhi ukuran dan standar yang ditetapkan. Penyetoran ikan lele dari petani dilakukan bergiliran sehingga bahan baku lele selalu tersedia. Ikan lele yang sudah dikirim diletakkan ditempat penyimpanan bahan baku, dengan maksud untuk memudahkan dalam penanganan selanjutnya.

Pengendalian mutu ikan lele yang dilakukan oleh UKM Karmina yaitu dengan dilakukan sortasi, yang bertujuan untuk membedakan ikan lele yang baik, ikan lele yang busuk dan cacat. Ikan lele yang baru dipanen merupakan ikan lele yang berkualitas baik, kemudian ikan lele difillet bagian luarnya untuk memisahkan bagian kulit dan kepalanya. Evaluasi ikan lele dapat dilihat pada Tabel 4.1.

(2)

commit to user

Tabel 4.1 Hasil pengamatan Organoleptik Daging Lele pada Pembuatan Krupuk Lele Karmina dibandingkan dengan SNI 01-6484.2-2000.

No Uji

Organoleptik Hasil Pengamatan

Persyaratan SNI 01-6484.2-2000

1. Aroma Bau khas ikan segar

lele/amis

Bau khas ikan

2. Warna Merah segar, cemerlang Merah segar

3. Kenampakan Utuh, segar Utuh

4. Kebersihan Bersih Bersih

Dari Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa ikan lele yang digunakan telah memenuhi syarat SNI 01-6484-2-2000, yaitu beraroma khas ikan segar lele atau amis, berwarna merah segar, dengan kenampakan utuh segar, dan kebersihan telah bersih terhindar dari kotoran sehingga ikan lele sudah sesuai untuk proses selanjutnya dalam pembuatan krupuk lele.

Pengendalian mutu ikan lele di UKM Karmina dilakukan secara visual oleh para pekerja setiap kali proses. Spesifikasi ikan lele yang dipilih antara lain ikan lele dengan kriteria yang baik dan memenuhi syarat seperti yang dijelaskan diatas. Untuk spesifikasi serta pengendalian mutu ikan lele dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Ikan Lele

Uraian Parameter Batas

Kritis Prosedur Pengendalian Tindakan Koreksi Bahan Baku Lele

-Ukuran ikan lele besar - Daging lele rusak -Dilakukan pembersihan - Dilakukan pembersihan kembali -Daging lele halus, tidak busuk (cacat), bebas dari penyakit dan kotoran -Terdapat kotoran - Pemisahan dan Pemotongan secara tepat - Dijaga kebersihan -Dilakukan sortasi ulang dan pengecekan visual

Pengendalian mutu ikan lele yang dilakukan UKM Karmina sudah baik dan sesuai, mulai dari proses pemisahan kulit dan kepala lele. Pemotongan dan pemisahan dilakukan dengan teliti dan tepat agar didapat ikan lele yang berkualitas baik dan daging tidak hancur. Selain itu, proses

(3)

commit to user

pencucian juga menentukan kualitas ikan lele. Air yang digunakan dalam proses pencucian menggunakan air bersih yang mengalir dari pipa. Meskipun air yang digunakan bersih, tetapi perlu dilakukan pengendalian mutu secara fisik untuk menghindari cemaran dari kotoran maupun lumut. Tindakan pencegahan bisa dilakukan dengan cara memasangkan kain penyaring pada ujung pipa air.

Gambar 4.1 Ikan Lele b. Pengendalian Mutu Bahan Tambahan

Tabel 4.3 Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Bahan Tambahan Krupuk Lele

Uraian Parameter Batas Kritis Prosedur Pengendalian Tindakan Koreksi Tepung tapioka -Butiran tidak menggumpal , kering -Kenampakan bersih, putih dan halus - Butiran menggum pal - Terdapat kotoran Dilakukan pembersihan dan pengayakan -Penyimpanan yang baik dan tidak lembab -Dilakukan sortasi ulang dan pengecekan visual Garam - Putih bersih

dan bebas kotoran - Terdapat kotoran dan warna tidak putih bersih Pemilihan dan penanganan bahan yang baik -Penyimpanan yang baik, ditempat yang bersih dan kering - Dilakukan sortasi ulang dan pengecekan visual

(4)

commit to user

Uraian Parameter Batas Kritis Prosedur Pengendalian

Tindakan Koreksi Telur - Bersih, tidak

busuk - Kulit luar masih bagus - Busuk - Banyak kotoran Pemilihan bahan yang baik - Dilakukan sortasi ulang dan pengecekan ulang - Penyimpanan yang baik Bawang putih - Masih tertutup - Bersih, tidak busuk - Busuk - Biji tidak penuh Pemilihan bahan yang baik -Penyimpanan yang baik - Dilakukan sortasi ulang dan pengecekan visual Backing powder - Bersih, putih, halus dan terhindar dari kotoran - Butiran tidak menggumpal - Terdapat kotoran - Butiran menggum pal Dilakukan pembersihan dan pengayakan - Dilakukan sortasi ulang dan pengecekan visual -Penyimpanan yang baik Minyak goreng - Cairan jernih, tidak menggumpal dan tidak ada endapan - Minyak keruh - Terdapat endapan dan gumpalan Pemilihan bahan yang baik -Menggunakan minyak yang berkualitas baik -Penyimpanan yang baik dan ditempat yang bersih

Selanjutnya adalah evaluasi mutu terhadap bahan baku tambahan dalam proses pembuatan krupuk lele. Bahan tambahan sendiri merupakan bahan yang digunakan sebagai penunjang dalam proses pembuatan produk. Bahan tambahan yang digunakan dalam proses pembuatan krupuk lele Karmina adalah tepung tapioka, garam, telur, bawang putih, baking powder, dan minyak goreng. Berikut penjelasan dari bahan-bahan tambahan yang digunakan:

(5)

commit to user

1) Tepung Tapioka

Bahan tambahan yang pertama yaitu tepung tapioka yang dibeli dari toko langganan yang ada di Boyolali, tepung tersebut berperan dalam proses pembuatan krupuk yaitu sebagai bahan pengembang krupuk serta perekat bahan karena mengandung pati. Kriteria mutu tepung tapioka berdasarkan SNI 3451-2011 meliputi aroma, warna, bentuk, dan kebersihan dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Hasil pengamatan Organoleptik Tepung Tapioka pada pembuatan Krupuk Lele Karmina dibandingkan dengan SNI 3451-2011

No Uji

Organoleptik Hasil Pengamatan

Persyaratan SNI 3451-2011

1. Aroma Normal tepung tapioca Normal

2. Warna Putih Putih khas tapioka

3. Bentuk Halus Serbuk halus

4. Kebersihan Bersih Bersih

Dari Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa tepung tapioka yang digunakan di UKM Karmina telah memenuhi syarat SNI 3451-2011, yaitu beraroma normal tepung tapioka, berwarna putih, berbentuk serbuk halus, dan kebersihannya sudah bersih sehingga tepung tapioka sudah sesuai sebagai bahan tambahan dalam pembuatan krupuk lele.

Pengendalian mutu tepung tapioka dilakukan dengan cara pembersihan dan pengayakan untuk menghilangkan kotoran dan tepung yang menggumpal. Selain itu dilakukan kerjasama dengan toko langganan sehingga mendapatkan tepung baru dengan kualitas yang baik. UKM Karmina juga selalu membeli tepung untuk sekali produksi, sehingga tidak melakukan penyimpanan tepung dalam jangka lama yang dapat menyebabkan kerusakan.

(6)

commit to user

2) Garam

Garam dapur dapat digunakan sebagai bahan pengawet karena bisa menghambat dan bisa menghentikan reaksi autolisis, serta membunuh bakteri yang terdapat dalam bahan makanan. Garam yang digunakan dalam pembuatan krupuk lele dapat memberi rasa gurih pada krupuk lele. Kriteria mutu garam berdasarkan SNI 0104-1976 meliputi warna, rasa, aroma dan kenampakan dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Syarat Mutu Garam Berdasarkan SNI 0104-1976

No Uji

Organoleptik Hasil Pengamatan

Persyaratan SNI 0104-1976

1. Warna Putih Putih bersih

2. Rasa Asin Asin Khas garam

3. Aroma Tidak berbau Tidak berbau

4. Kenampakan Halus Halus/lembut

Dari Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa garam yang digunakan di UKM Karmina telah memenuhi standar SNI 0104-1976, yaitu berwarna putih bersih, rasanya asin, aroma tidak berbau, dan kenampakannya halus sehingga garam yang digunakan sudah sesuai dalam bahan tambahan pembuatan krupuk lele.

Pengendalian mutu garam dipilih yang beriodium tinggi, bersih, berwarna putih dan terhindar dari kotoran seperti persyaratan yang ditentukan. Pemilihan garam yang dilakukan sudah sesuai standar yang ditentukan. Seharusnya penyimpanan garam dilakukan pada tempat yang bersih, kering dan jauh dari kotoran, namun di UKM Karmina penyimpanan garam diletakkan langsung pada lantai, hal ini kurang baik dilakukan karena akan memudahkan terjadinya kontaminasi dan cemaran fisik karena garam sendiri bersifat higroskopis. Garam yang dipakai dalam pembuatan krupuk lele yaitu garam bermerk Refina yang dapat dilihat di Gambar 4.2.

(7)

commit to user

Gambar 4.2 Garam 3) Telur

Telur yang digunakan UKM Karmina sendiri dipilih yang masih bagus tidak busuk, terhindar dari kotoran, kulit luarnya tidak lecet, apabila dikocok tidak menimbulkan bunyi dan apabila di masukkan kedalam air tidak tenggelam atau masih mengapung. Telur sebagai bahan tambahan krupuk lele berfungsi sebagai penambah rasa dan tekstur pada krupuk agar menjadi lebih renyah. Kriteria mutu telur berdasarkan SNI 3926-2008 meliputi warna, kondisi kantung udara, kondisi putih telur, kondisi kuning telur dan bau dapat dilihat pada Tabel 4.6. Tabel 4.6 Syarat Mutu Telur Ayam Berdasarkan SNI 3926-2008

No Uji Organoleptik Hasil Pengamatan Persyaratan SNI 3926-2008

1. Warna Coklat Coklat kekuningan

2. Bau Bau khas telur Bau khas telur

3. Kondisi kantung

udara Kantung udara sedikit Kantung udara kecil

4. Kondisi putih telur Terpisah oleh kuning telur

Terpisah oleh selaput membran 5. Kondisi kuning

telur

Terpisah oleh membran kuning telur

Terpisah oleh membran kuning telur

Dari Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa telur ayam yang digunakan di UKM Karmina telah memenuhi syarat SNI 3926-2008, yaitu berwarna coklat, berbau khas telur ayam, kondisi kantung udaranya kecil, kondisi putih telurnya terpisah oleh selaput membran, dan kondisi kuning telurnya juga terpisah oleh membran kuning telur, sehingga telur ayam yang digunakan

(8)

commit to user

dalam bahan tambahan pembuatan krupuk lele sudah sesuai untuk proses selanjutnya.

Pengendalian mutu pada telur disimpan dalam tempat yang kering tidak lembab dan terhindar dari kotoran maupun binatang sehingga mutu kualitas dari telur sendiri bisa terjaga. Telur yang digunakan dapat dilihat dalam Gambar 4.3.

Gambar 4.3 Telur Ayam 4) Bawang putih

Bawang putih yang digunakan UKM Karmina dipilih bawang yang masih bertungkul, tidak busuk, dan berwarna putih bersih. Dilakukan pengupasan pada kulit bawang putih untuk mendapatkan daging yang masih baik dan dipisahkan dari daging yang sedikit cacat. Setelah pengupasan dilakukan pencucian dengan air bersih yang mengalir untuk membersihkan daging dari kulit ari dan kotoran. Kriteria mutu bawang putih berdasarkan SNI 3160-2013 meliputi warna, aroma, kenampakan, dan kebersihan dapat dilihat pada Tabel 4.7. Tabel 4.7. Syarat Mutu Bawang Putih Berdasarkan SNI

3160-2013

No Uji

Organoleptik Hasil Pengamatan

Persyaratan SNI 3160-2013

1. Warna Putih Putih kekuningan

2. Aroma Bau khas bawang putih Bau khas bawang putih

3. Kenampakan Tidak cacat Mulus tidak cacat

(9)

commit to user

Dari Tabel 4.7 dapat dilihat bahwa bawang putih yang digunakan di UKM Karmina dalam pembuatan krupuk lele sudah memenuhi syarat SNI 3160-2013, yaitu berwarna putih, beraroma bau khas bawang putih, kenampakan tidak cacat, dan kebersihannya bersih sehingga aman untuk bahan tambahan dalam pembuatan krupuk lele.

Pengendalian mutu bawang putih seharusnya dicuci sampai bersih sehingga tidak dapat mempengaruhi bumbu halus, kurang bersih, dan warna tidak putih bersih. Bawang putih yang digunakan UKM Karmina bisa dilihat pada Gambar 4.4

Gambar 4.4 Bawang Putih 5) Baking powder

Baking powder digunakan untuk membantu mengembangkan krupuk lele sehingga pada saat penggorengan lebih mekar sempurna. Kriteria mutu baking powder berdasarkan SNI 01-0222-1995 meliputi warna, aroma, kenampakan, dan kebersihan dapat dilihat pada Tabel 4.8. Tabel 4.8. Syarat Mutu Baking Powder Berdasarkan SNI

01-0222-1995

No Uji

Organoleptik Hasil Pengamatan

Persyaratan SNI 01-0222-1995

1. Warna Putih Putih kekuningan

2. Aroma Bau khas baking powder Bau khas baking powder

3. Kenampakan Halus Halus tidak menggumpal

(10)

commit to user

Dari Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa baking powder yang digunakan dalam bahan tambahan pembuatan krupuk lele sudah memenuhi persyaratan SNI 01-0222-1995, yaitu berwarna putih, beraroma khas baking powder, kenampakan halus, dan kebersihan bersih sehingga aman untuk ditambahkan dalam pembuatan krupuk lele. Baking powder yang digunakan bisa dilihat pada Gambar 4.5

Gambar 4.5 Baking Powder

Pengendalian mutu pada baking powder seharusnya baking powder disimpan ditempat yang kering yang terhindar dari kotoran untuk menjaga keamanan.

6. Minyak goreng

Minyak goreng yang digunakan berasal dari toko langganan yang selalu mengantar minyak dalam dirigen-dirigen ke UKM Karmina. Minyak yang digunakan menggunakan minyak goreng sawit dan tidak menggunakan minyak curah. Dilakukan penampungan minyak goreng yang akan digunakan untuk proses selama seminggu. Pemilihan minyak goreng diserahkan kepada pemasok yang sudah dipercaya, sehingga minyak yang dikirim adalah minyak dengan kualitas yang baik dan baru. Minyak yang berkualitas tinggi mempunyai warna jernih, bersih, dan tidak menggumpal dan tidak terdapat endapan. Kriteria mutu minyak goreng berdasarkan SNI

(11)

01-commit to user

3741-1995 meliputi warna, aroma, rasa, dan kejernihan dapat dilihat pada Tabel 4.9.

Tabel 4.9 Syarat Mutu Minyak Goreng Berdasarkan SNI 01-3741-1995

No Uji

Organoleptik

Hasil

Pengamatan Persyaratan SNI 01-3741-1995

1. Aroma Normal Bau khas minyak goreng (Normal)

2. Rasa Normal Rasa khas minyak goreng

3. Warna Kuning jernih Kuning jernih

4. Kejernihan Jernih Jernih

Dari Tabel 4.9 dapat dilihat bahwa minyak goreng yang digunakan dalam penggorengan krupuk lele di UKM Karmina telah memenuhi syarat SNI 01-3741-1995, yaitu beraroma normal minyak goreng, rasanya normal minyak goreng, berwarna kuning jernih, dan kejernihan jernih sehingga layak untuk penggorengan krupuk lele.

Pengendalian mutu minyak goreng seharusnya minyak selalu diganti setiap dua kali proses penggorengan sehingga warna tidak terlalu pekat dan dapat mempengaruhi kualitas dan mutu krupuk lele yang membuat krupuk lele menjadi mudah tengik. Minyak goreng yang digunakan bisa dilihat pada Gambar 4.6.

(12)

commit to user

c. Pengendalian Mutu Pada Kemasan

Kemasan sendiri berfungsi untuk melindungi produk dari kerusakan fisik dan cemaran. Kemasan plastik harus mempunyai ketebalan yang cukup untuk mengantisipasi berbagai kontaminasi yang mungkin timbul selama penyimpanan. Kemasan yang digunakan untuk membungkus krupuk lele adalah kemasan jenis PP dengan ketebalan 0,08 mm. Kemasan yang dibeli berupa gulungan atau belum dilakukan penyileran terlebih dahulu. Plastik yang digunakan mempunyai permeabilitas yang rendah, sehingga uap air sulit menembus kemasan. Selain itu, pengendalian mutu yang perlu diperhatikan yaitu kemasan harus rapi dan rapat, apabila belum rapat maka dilakukan pengulangan laminasi dengan sealer.

2. Pengendalian Mutu Proses Produksi Krupuk Lele

Evaluasi yang dimaksud adalah mengevaluasi semua proses yang berlangsung pada pembuatan krupuk lele dan dibandingkan dengan persyaratan yang telah ditetapkan oleh UKM Karmina. Produk yang dihasilkan merupakan krupuk dengan dengan tekstur renyah dan rasa yang khas lele. Diagram alir pembuatan Krupuk Lele di UKM Karmina dapat dilihat pada Gambar 4.7.

(13)

commit to user

Gambar 4.7 Diagram Alir Pembuatan Krupuk Lele

Penggorengan ± 3 menit dengan suhu 100o C

Penjemuran krupuk dengan sinar matahari selama 2 hari Pemotongan krupuk ± 0,5 cm

Krupuk Lele akhir 5,2 kg

Pengemasan Ikan lele segar

+ 1.250 g

Penggilingan

Pencampuran adonan

Pencetakan adonan

Penirisan krupuk selama semalam Pengukusan ± 1,5 jam bawang putih 100g, tepung tapioka 5000 g, baking powder30 g, garam 20 g, telur 10 btr Pencucian Pemisahan Fillet halus Adonan berbumbu

Adonan berbentuk gulungan panjang Fillet ikan lele

(14)

commit to user

Pengendalian mutu proses dalam sistem standar jaminan mutu mencakup seluruh faktor yang berdampak terhadap proses seperti parameter proses, peralatan, bahan, personil, dan kondisi lingkungan proses. Proses produksi pembuatan krupuk lele dapat dilihat pada Gambar 4.7, sedangkan Spesifikasi dan pengendalian mutu proses produksi krupuk lele dijelaskan pada Tabel 4.10.

Tabel 4.10 Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Proses Produksi Krupuk Lele

Uraian Parameter Batas Kritis Prosedur Pengendalian

Tindakan Koreksi

Pemisahan -Lele terpisah dari

kepala, sirip dan kulitnya

-Sirip, kulit dan

bagian kepala masih terikut pada daging -Gunting dan tang berkarat -Menggunakan gunting yang

tajam dan bersih -Ketepatan pemotongan

-Menggunakan alat yang tidak berkarat

-Pengecekan visual

Pencucian Bersih bebas dari

kotoran Terdapat kotoran darah Menggunakan air bersih dan mengalir Dilakukan penyaringan air

Penggilingan Daging tekstur

halus, -Terdapat daging yang masih utuh -Masih terdapat duri lele Menggunakan penggilingan yang besar dan canggih

Dilakukan pengecekan pada penggilingan Pencampuran adonan Bumbu dan adonan tercampur Bumbu dan adonan tidak merata Formulasi, kehalusan bumbu Penggunaan bumbu yang

baik, halus dan merata -Pengecekan visual -Formulasi yang tepat Pencetakan adonan Adonan dibuat gulungan panjang Adonan pecah tidak melekat Menggunakan tempat yang

bersih dan adonan kalis

Dilakukan pengecekan

visual pada

adonan

Pengukusan -Adonan dikukus

sampai matang

-Dilapisi kain

agar adonan tidak lengket -Adonan belum matang -Lengket pada tempatnya sehingga susah diambil -Lama pengukusan 1,5 jam -Dilapisi kain

yang bersih agar tidak lengket -Dilakukan pengecekan visual -Menjaga kebersihan alat

Penirisan -Ditiriskan pada

tempat yang

belubang-lubang, bersih dan tidak kotor -Tempat tidak bersih -Adonan masih ada air -Lama penirisan semalam -Menggunakan alat yang berlubang, bersih -Dilakukan pengecekan visual -Menjaga kebersihan alat

(15)

commit to user

Uraian Parameter Batas Kritis Prosedur Pengendalian Tindakan Koreksi Pemotongan -Pemotongan yang seragam -Pemotongan tidak seragam -Pisau berkarat -Menggunakan pisau yang tajam dan tidak berkarat -Ukuran potongan ±0,5 cm -Dilakukan pengecekan visual -Dijaga kebersihan alat Penjemuran Penjemuran sampai kering dibawah sinar matahari -Penjemuran kurang maksimal, berjamur -Tempat kotor

dan alat kotor

-Menggunakan alat dan tempat yang bersih -Penjemuran sampai 2 hari -Dilakukan pengecekan visual -Dijaga kebersihan alat dan tempat

Penggorengan -Krupuk matang

merata -Warna krupuk putih kekuningan -Krupuk belum matang -Gosong -Lama penggorengan ±3 menit -Krupuk diangkat setelah warna putih kekuningan Penggunaan minyak yang berkualias baik -Pengaturan waktu penggorengan -Pengecekan visual

Penirisan -Krupuk kering

-Tekstur renyah -Banyak minyak -Tekstur lembek -Tempat kering -Spiner bersih -Kebersihan alat -Pengecekan visual

Pengemasan Kemasan plastik,

rapi dan rapat

-Kurang rapat -Krupuk panas Ketepatan laminasi Ketebalan plastik -Laminasi yang tepat -Krupuk sudah dingin

Proses Pembuatan Krupuk lele meliputi tahapan sebagai berikut: a. Pemisahan

Pemisahan lele dari kulit, sirip dan kepalanya dilakukan dengan tepat dan penuh teliti. Dagingnya sendiri diolah menjadi krupuk lele, sedangkan kulit dan siripnya diolah menjadi produk keripik. Dalam proses pemisahan kepala dan kulit menggunakan alat sederhana yaitu penjepit (tang) dan gunting. Tahapan pertama yaitu memotong bagian kepala kemudian menjepit kulit badan menggunakan penjepit dan ditarik hingga semua kulit terkelupas. Karena hanya menggunakan alat yang sederhana dan masih manual dengan tenaga manusia, maka pada proses ini dibutuhkan ketrampilan yang lebih untuk menghasilkan pemisahan yang maksimal.

(16)

commit to user

Gambar 4.8 Fillet ikan

Pengendalian mutu dilakukan pada alat yang digunakan harus bersih dan tidak berkarat. Selain itu peralatan yang digunakan selalu dibersihkan sebelum dan sesudah proses dengan air bersih. Penyimpanan peralatan dilakukan ditempat yang kering dan terpisah dari peralatan lain sehingga bisa terjaga kebersihan dan tidak mudah berkarat.

b. Pencucian

Proses pencucian daging lele dilakukan dengan air bersih yang mengalir dengan maksud untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang masih melekat maupun bekas darah yang ada selama proses pemisahan dari kulitnya. Daging lele harus benar-benar bersih dari kotoran sebelum dilakukan proses penggilingan.

Gambar 4.9. Tempat Pencucian

Air yang digunakan pada proses pencucian sudah memenuhi standar air yang baik tetapi masih diperlukan pengendalian mutu air agar terhindar dari kontaminasi fisik. Seharusnya melakukan

(17)

commit to user

pengendalian mutu air yang digunakan dengan memasang kain penyaring pada kran/pipa. Selain itu kolam pencucian harus tetap dijaga kebersihannya.

c. Penggilingan

Daging lele yang sudah dicuci bersih digiling sampai lembut dan tidak ada daging lele yang masih utuh. Alat yang digunakan untuk penggilingan dijaga agar tetap bersih dan tidak terkontaminasi di dalam daging lele yang sudah halus. Alat yang digunakan dalam penggilingan ikan lele dapat dilihat dalam Gambar 4.10.

Gambar 4.10 Alat Penggilingan

Pengendalian mutu alat penggilingan yang digunakan harus selalu bersih dan selalu di cek sebelum proses berlangsung. Walaupun sudah stainless steel tetap harus dijaga kebersihannya serta kebersihan pekerja. Alat penggilingan juga ditempatkan ditempat yang bersih terhindar dari debu dan kotoran, selalu dicuci sebelum dan sesudah proses untuk menghindari kontaminasi langsung.

d. Pencampuran adonan

Setelah daging lele digiling sampai lembut selanjutnya di tambah dengan bumbu yang sudah dihaluskan dengan blender. Bumbu-bumbu terdiri dari bawang putih dan garam, kemudian ditambah telur, tepung tapioka dan baking powder. Bumbu yang ditambahkan ini bertujuan untuk menambah rasa pada krupuk lele.

(18)

commit to user

Pencampuran adonan dilakukan secara manual dengan tangan yang sudah memakai sarung tangan sampai adonan tercampur rata.

Pengendalian mutu proses pencampuran adonan seharusnya bumbu dan adonan yang sudah dihaluskan dijaga agar terhindar dari kotoran. Seharusnya pencampuran adonan dilakukan dengan alat pencampuran yang sudah modern sehingga tidak mudah terkontaminasi dari alat dan pekerja.

e. Pencetakan adonan

Setelah bumbu tercampur rata dan adonan sudah kalis (tidak lengket lagi) selanjutnya adonan dibentuk gulungan panjang. Adonan harus benar-benar kalis dan padat untuk mencegah terjadinya pemecahan gulungan yang akan menyebabkan adonan pecah pada saat pengukusan. Tempat dan alat yang digunakan harus tempat bersih.

Pengendalian mutu pada pencetakan adonan selalu diperhatikan pada tempat yang digunakan harus bersih, serta kebersihan pekerja selalu diperhatikan, pekerja selalu memakai sarung tangan untuk mencegah terjadinya kontaminasi. Pencetakan adonan sendiri dapat dilihat pada Gambar 4.11.

Gambar 4.11 Proses pencetakan adonan f. Pengukusan

Setelah adonan dibuat gulungan panjang kemudian dikukus selama 1,5 jam. Pengecekan pengukusan selalu diteliti agar tidak ada adonan yang pecah dan waktu selalu diperhatikan agar tidak terlalu

(19)

commit to user

keras adonannya. Pengecekan dilakukan dengan menusukkan garpu kedalam adonan, apabila garpu tertempel adonan maka adonan belum matang. Alat pengukusan yang menggunakan dandang kecil yang bawahnya diberi air kemudian bagian angsangnya diberi kain supaya adonan tidak lengket dengan bagian bawahnya.

Pengendalian mutu pada pengukusan adalah peralatan harus selalu dibersihkan dan dicuci dengan bersih, air yang digunakan untuk pengukusan juga selalu diganti dengan air yang bersih agar tidak mencemari adonan yang dikukus. Pengukusan adonan dapat dilihat dalam Gambar 4.12.

Gambar 4.12 Proses Pengukusan g. Penirisan

Adonan yang sudah matang setelah dikukus kemudian dilakukan penirisan selama semalam yang bertujuan untuk mendapatkan adonan yang padat dan kadar air didalam bahan bisa berkurang sehingga pada saat proses pemotongan tidak mudah hancur. Alat yang digunakan untuk penirisan yang bawahnya belubang-lubang agar air yang masih tercampur dalam adonan bisa hilang dan adonan menjadi keras.

Pengendalian mutu yang dilakukan pada tempat penirisan dijaga dengan bersih agar adonan tidak mudah berjamur. Seharusnya tempat penirisan juga terbuat dari steinliss stell yang bawahnya berlubang-lubang agar adonan yang sudah matang tidak

(20)

commit to user

terkontamnasi silang dengan tempat penirisan. Penirisan adonan dapat dilihat dalam Gambar 4.13.

Gambar 4.13 Proses penirisan

h. Pemotongan

Setelah adonan mengeras kemudian dilakukan pemotongan dengan tebal kira-kira ± 0,5 cm. Pemotongan sendiri dilakukan dengan manual, yaitu dengan menggunakan pisau yang tajam. Membutuhkan ketelitian dan kesabaran yang ekstra dalam pemotongan adonan untuk mendapatkan hasil yang maksimal (tidak pecah-pecah potongannya), sehingga adonan tidak terbuang dengan sia-sia, selalu dicek dengan visual untuk mendapatkan potongan yang seragam.

Pengendalian mutu yang dilakukan adalah alat pemotongan harus terjaga agar tidak mudah berkarat sehingga hasil pemotongan tidak berbahaya untuk dikonsumsi, serta sanitasi pekerja selalu diperhatikan yaitu dengan memakai sarung tangan untuk mencegah kontaminasi.

i. Penjemuran

Setelah pemotongan selesai, potongan kecil-kecil ditata rapi diatas nyiru (anyaman bambu) sebagai alas penjemuran. Penjemuran dilakukan selama 2 hari sampai hasil maksimal dengan bantuan sinar matahari. Krupuk lele harus dicek setiap hari untuk memastikan bisa

(21)

commit to user

kering dengan maksimal sehingga proses penggorengan bisa mendapatkan hasil yang baik.

Pengendalian mutu pada proses penjemuran adalah tempat yang digunakan untuk penjemuran harus bersih dari kotoran dan terhindar dari hewan yang memakannya. Penjemuran krupuk lele dapat dilihat dalam Gambar 4.14.

Gambar 4.14 Proses penjemuran

j. Penggorengan

Setelah krupuk lele kering maksimal tahap selanjutnya yaitu penggorengan. Penggorengan menggunakan minyak goreng sawit dalam wajan stainless steel dan api sedang. Minyak yang digunakan UKM Karmina menggunakan minyak sawit dengan kualitas baik dan tidak menggunakan minyak curah. Proses penggorengan bertujuan untuk mengawetkan krupuk lele sehingga didapat krupuk yang renyah. Penggorengan dengan cara membolak-balik krupuk lele dan dilakukan dengan minyak penuh sampai krupuk berwarna putih kekuningan selama kurang lebih 3 menit. Minyak penggorengan diganti setiap 3 kali penggorengan.

Pengendalian mutu yang dilakukan yaitu alat yang digunakan berbahan anti karat dan dijaga kebersihannya. Hal lain yang harus diperhatikan yaitu waktu dan suhu penggorengan. Jika suhu yang digunakan kurang tepat dan waktu penggorengan maka hasil dari

(22)

commit to user

krupuk lele menjadi gosong. Proses penggorengan krupuk lele dapat dilihat pada Gambar 4.15.

Gambar 4.15 Proses penggorengan k. Penirisan

Krupuk lele yang sudah digoreng matang tidak langsung dikemas karena masih panas dan masih berminyak. Jika dikemas langsung akan merusak tekstur dan mudah tengik. Krupuk lele ditiriskan untuk mengurangi kadar minyak yang masih tersisa selama proses penggorengan. Penirisan dilakukan dengan alat spiner yang bekerja secara otomatis. Krupuk lele dimasukkan dalam spiner kemudian ros dalam spiner akan berputar sehingga sisa minyak dapat keluar melalui lubang kecil dibawah spiner dan ditampung didalam baskom. Saat proses berlangsung keadaan spiner tertutup. Minyak sisa yang keluar dari spiner ditampung hingga penuh. Semakin banyak minyak yang keluar maka semakin baik kualitas krupuk lele, karena kandungan minyaknya semakin sedikit. Hal ini memungkinkan daya tahan yang lebih lama. Gambar Proses penirisan dapat dilihat pada Gambar 4.16.

(23)

commit to user

Gambar 4.16 Proses Penirisan

Pengendalian mutu yang dilakukan UKM Karmina pada alat spiner sudah baik, dengan menjaga kebersihannya. Alat penirisan dijaga kebersihannya dengan membersihkan menggunakan lap kering dan bersih setiap akan dimulai dan sesudah dipakai untuk menjaga kualitas produk.

i. Pengemasan

Setelah krupuk lele kering dan tidak panas lagi maka proses terakhir yaitu pengemasan. Krupuk lele segera dibungkus untuk menghindari kontaminasi. Pengemasan krupuk lele Karmina dilakukan secara manual maupun dengan bantuan alat yaitu sealer. Krupuk lele dikemas dalam kemasan plastik dengan berat 200 gram dengan dilakukan penimbangan terlebih dahulu sebeluum disealer. Plastik yang digunakan jenis PP 0,08 mm yang mudah dicap merk komersil, nama produsen, alamat, komposisi, berat, ijin Departemen Kesehatan dan label kadaluwarsa. Gambar pengemasan dapat dilihat pada Gambar 4.17.

(24)

commit to user

Gambar 4. 17 Proses Pengemasan

Pengendalian mutu pada proses pengemasan yaitu pekerja menggunakan sarung tangan dan masker untuk menghindari kontaminasi langsung. Selain itu lingkungan sekitar proses juga dijaga kebersihannya. Kemasan plastik harus mempunyai ketebalalan yang cukup untuk mengantisipasi berbagai kontaminasi yang mungkin timbul selama penyimpanan. Plastik yang digunakan mempunyai permeabilitas yang rendah, sehingga uap air sulit menembus kemasan. Selain itu, pengendalian mutu yang perlu diperhatikan yaitu kemasan harus rapi dan rapat, apabila belum rapat maka dilakukan pengulangan laminasi dengan sealer.

3. Pengendalian Mutu Produk Akhir Krupuk Lele

Pengendalian mutu tidak hanya diterapkan pada bahan baku dan proses pengolahan, tetapi juga harus diterapkan pada produk akhir dari krupuk lele. Pengendalian mutu pada produk akhir krupuk lele dapat dilakukan dengan analisa kimia produk. Parameter pengujian yang digunakan dengan SNI 01-2713-1999 yaitu SNI Krupuk ikan sebagai parameter pembanding. Beberapa pengujian yang dilakukan pada krupuk lele antara lain Kadar Air, Kadar Abu, Kadar Lemak, Kadar Protein, dan Kadar Serat Kasar. Hasil analisis uji mutu krupuk lele dibandingkan dengan SNI dapat dilihat pada Tabel 4.11.

(25)

commit to user

Tabel 4.11 Hasil Analisa Krupuk Lele

No Karakteristik

Kimia Persyaratan

Hasil

Analisis Keterangan

1 Kadar Air Maks. 11% 1,97% SNI 01-2891-1992

2 Kadar Abu Maks. 1% 1,97 % SNI 01-2713-1992

3 Kadar Protein Min. 6% 20,21 % SNI 01-2891-1992

4 Kadar Lemak Max. 0,5% 10,44 % SNI 01-2891-1992

5 Kadar Serat Kasar Maks. 1% 0,97% SNI 01-2891-1992

Sumber : SNI dan Hasil Analisa

Dari hasil analisis kimiawi, kadar air, kadar protein, dan kadar serat kasar yang terkandung dalam krupuk lele telah memenuhi standar yang ditetapkan, sedangkan pada kadar abu dan kadar lemak pada krupuk lele tidak memenuhi standar yang ditetapkan pada SNI 01-2713-1999.

a. Kadar Air

Kadar air sangat berpengaruh terhadap mutu bahan pangan dan hal ini merupakan salah satu sebab mengapa didalam pengolahan pangan air tersebut sering dikeluarkan atau dikurangi dengan cara penguapan atau pengawetan dan pengeringan. Pengurangan air disamping bertujuan mengawetkan juga untuk mengurangi besar dan berat bahan pangan sehingga dapat memudahkan dalam pengepakan. Kandungan air sangat berpengaruh terhadap konsistensi bahan pangan dimana sebagian besar bahan pangan segar mempunyai 70% atau lebih.

Dari hasil analisa kandungan air pada krupuk lele sebesar 1,973%. Dengan membandingkan pada SNI syarat mutunya maksimal 11%, sehingga kadar air pada krupuk lele sudah sesuai dengan standar SNI 01-2891-1992. Kadar air yang rendah pada uji krupuk lele ini membuat krupuk lele menjadi lebih awet atau tahan lama. Dengan kadar air yang rendah maka mikroba tidak bisa tumbuh pada bahan pangan. Kadar air pada krupuk lele dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pencucian, perebusan, penirisan, dan pengemasan.

(26)

commit to user

Pengendalian mutu yang harus dilakukan agar kadar air krupuk lele rendah dengan cara penirisan setelah proses pencucian, setelah proses perebusan juga dilakukan penirisan semalam untuk menurunkan kadar air bahan, dan pada proses pengemasan juga harus diperhatikan kerapatan kemasan sehingga uap air yang masuk dari luar ke dalam kemasan semakin kecil, sehingga tidak menambah kadar air dalam krupuk lele.

b. Kadar Abu

Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya. Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat pada suatu bahan dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu garam organik dan dan garam anorganik.

Dari hasil analisa kadar abu pada krupuk lele sebesar 1,97% tidak sesuai dengan standar SNI 01-2713-1992 dengan syarat mutu maksimal 1%. Hal ini disebabkan krupuk lele yang dihasilkan masih memiliki kandungan pasir, tanah atau kotoran lain yang tidak larut dengan konsentrasi tinggi.

Pengendalian kadar abu pada produk krupuk lele dapat dilakukan pada proses pencucian bahan baku dengan air mengalir yang bersih. Proses pencucian yang bertujuan membersihkan daging lele dari benda-benda asing ini mampu menghilangkan cemaran fisik. Selain dari proses pencucian, pada setiap proses juga harus diperhatikan dari kontaminasi fisik.

c. Kadar Protein

Protein merupakan zat makanan yang sangat penting bagi tubuh, karena zat ini selain berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Kandungan protein merupakan salah satu kandungan yang harus terpenuhi untuk mengetahui mutu dari produk yang dihasilkan.

(27)

commit to user

Penentuan kadar protein krupuk lele dilakukan dengan menggunakan metode Kjeldhahl.

Hasil analisis protein pada krupuk lele sebesar sebesar 20,21% dan pada SNI syarat mutunya minimal 6% sehingga protein pada krupuk lele ini sudah sesuai dengan syarat mutu SNI 01-2891-1992. Kandungan protein dalam ikan pada umumnya lebih tinggi daripada hewan darat. Proses penggorengan dengan suhu tinggi juga dapat mengurangi protein pada bahan

Pengendalian kadar protein pada produk krupuk lele dapat dilakukan dengan pemilihan bahan baku lele yang baik, penambahan bahan-bahan dan pada proses penggorengan tidak menggunakan suhu tinggi.

d. Kadar Lemak

Penentuan kadar lemak pada krupuk lele menggunakan metode Soxhlet. Berdasarkan sifat lemak, kadar lemak dalam suatu bahan atau olahan hasil pertanian dapat ditentukan dengan menghitung banyaknya bahan yang terlarut. Tetapi bahan lain selain lemak juga dapat larut dalam pelarut organik, karena itu hasil analisisnya disebut lemak kasar.

Dari hasil analisis didapatkan hasil kadar lemak krupuk lele adalah 10,440% dan pada SNI syarat mutunya maksimal 0,5% sehingga kadar lemak pada krupuk lele ini tidak sesuai dengan syarat mutu SNI 01-2891-1992. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh penirisan yang kurang optimal.

Pengendalian kadar lemak pada krupuk lele dilakukan dengan penirisan yang optimal setelah penggorengan sehingga didapat kadar lemak yang rendah.

e. Kadar Serat Kasar

Serat kasar adalah bagian dari pangan yang tidak larut dalam air dan tidak dapat dihidrolisis oleh asam atau basa kuat. Persentase serat dapat dipakai untuk mementukan kemurnian bahan

(28)

commit to user

atau efisiensi suatu proses. Serat kasar sangat penting dalam penilaian kualitas bahan makanan karena angka ini merupakan indeks dan menentukan nilai gizi makanan tersebut.

Dari hasil analisis didapatkan hasil serat kasar krupuk lele sebesar 0,97% dan pada SNI syarat mutunya maksimal 1% sehingga kadar serat kasar pada krupuk lele ini sudah sesuai dengan syarat mutu SNI 01-2891-1992. Hal ini menunjukkan kandungan serat kasar yang tak larut dalam air yang cukup tinggi, tetapi masih dibawah standar.

B. HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) 1. Deskripsi Produk

Deskripsi produk adalah perincian informasi lengkap mengenai produk yang berisi tentang komposisi, sifat fisik atau kimia, perlakuan mikrostatis, pengemasan, kondisi penyimpanan, daya tahan dan cara distribusi. Selain itu, perlu dicantumkan informasi mengenai produsen tanggal prduksi, tanggal kadaluwarsa dan berbagai informasi umum lainnya.

Produk krupuk lele merupakan makanan siap saji bahan baku utama ikan lele serta bahan tambahan garam, bawang putih, baking powder, dan air yang telah melalui tahapan proses pembuatan krupuk lele yaitu pemisahan, pencucian, penggilingan, pembuatan adonan, pencetakan adonan, pengukusan, penirisan, permotongan, penjemuran, penirisan dan pengemasan. Krupuk lele dikemas menggunakan plastik jenis PP 0,08 mm, dengan umur simpan ± 3 bulan dalam kondisi ruang atau sesuai dengan penyimpanan standar yaitu pada suhu antara 27-30oC. Label yang tertera pada kemasan produk terdiri dari nama komersil produk (Merk), nama serta alamat produsen, berat produk, tanggal kadaluwarsa, komposisi, ijin Departemen Kesehhatan. Deskripsi krupuk lele dapat dilihat pada Tabel 4.12.

(29)

commit to user

Tabel 4.12 Deskripsi Produk

Produk Krupuk Lele

Jenis Produk Krupuk Lele

Karakteristik Produk Produk Makan Siap Saji Komposisi Produk Bahan Baku Utama Ikan Lele

Bahan Tambahan: garam, telur, baking powder, air, tepung tapioka

Proses Pengolahan Tahap proses pengolahan pemisahan, pencucian, penggilingan, pembumbuan, pencetakan adonan, pengukusan, penirisan, pemotongan, penjemuran, penggorengan, pengemasan

Pengemasan Kemasan Utama Plastik PP 0.08

Umur Simpan ± 3 bulan pada kondisi ruang

Kondisi Penyimpanan Suhu ruang 27-30oC

Cara Penggunaan Dikonsumsi secara langsung

Labeling Label yang tertera pada produk terdiri dari nama komersil produk (Merk), nama serta alamat produsen, berat produk, tanggal kadaluwarsa, komposisi, ijin Departemen Kesehatan No. 2.02.3309.06.132.

2. Penyusunan Diagram Alir Proses

Penyusunan diagram alir proses pembuatan produk dilakukan dengan mencatat seluruh proses sejak diterimanya bahan baku, proses produksi sampai dengan dihasilkannya produk jadi. Diagram alir proses disusun dengan tujuan untuk menggambarkan keseluruhan proses produksi yang sangat penting untuk mengidentifikasi potensi bahaya yang mungkin timbul. Pembuatan atau penyusunan diagram alir merupakan suatu step yang penting dalam penerapan HACCP. Oleh karenanya diperlukan konfirmasi ulang terhadap bagan alir yang telah dibuat oleh tim HACCP dengan kondisi sesungguhnya yang ada dilapangan.

(30)

commit to user

Diagram alir proses pengolahan krupuk lele dapat dilihat pada Gambar 4.7. Proses pengolahan krupuk lele meliputi proses pemisahan, pencucian, penggilingan, pencampuran adonan, pencetakan adonan, pengukusan, penirisan, pemotongan, penjemuran, penggorengan, penirisan dan pengemasan.

3. Analisis Bahaya

Analisis bahaya sangat penting untuk dilakukan terhadap bahan baku, komposisi, tahapan proses, penyimpanan produk, hingga produk akhir ketangan konsumen. Tujuan analisis bahaya ini untuk mengenali bahaya-bahaya apa saja yang mungkin terjadi dalam bahan baku, tahapan proses pengolahan, hingga produk ke tangan konsumen. Analisa bahaya terdiri dari tiga tahap yaitu identifikasi bahaya, penetapan tindakan pencegahan dan penentuan kategori resiko suatu bahaya.

Setelah mengetahui deskripsi produk dari krupuk lele kemudian dilakukan analisis bahaya yang mungkin terdapat dalam bahan baku dan pada proses pembuatan krupuk lele. Bahaya yang diperiksa meliputi aspek keamanan kontaminasi fisik, aspek keamanan kontaminasi bahan kimia, serta aspek keamanan kontaminasi biologis termasuk didalamnya mikrobiologi. Analisis bahaya pada bahan baku dan proses pembuatan krupuk lele dapat dilihat pada Tabel 4.13 dan Tabel 4.14.

(31)

commit to user

56

Tabel 4.13 Analisa Bahaya Pada Bahan Baku dan Bahan Tambahan Pembuatan Krupuk Lele

No Bahan

Baku Bahaya Penyebab bahaya

Penting tidaknya Tindakan pengendalian Peluang (T/S/R) Keparahan (T/S/R) Penting/ tidak (T/S/R)

1. Ikan lele Fisik: benda

asing (lumpur, kotoran lain)

Kondisi panen lele dan penyimpanan bahan baku

S S T -Perbaikan penanganan pasca panen lele yang akan

diolah telah terbebas dari kotoran yang menempel yang dapat menyebabkan berkembangnya mikroba -Pada saat penerimaan dilakukan pencucian dengan air mengalir dan sortasi

-Pengendalian mutu air dengan sumber air bersih dan aman 2. Tepung tapioka Fisik: benda asing (plastik, kerikil, serangga), Kimia: pemutih Kesalahan penanganan penanganan dan

penyimpanan bahan baku

Kurang teliti dalam

menimbang

S S T -Sortasi ulang

-Menggunakan tepung tapioka yang berkualitas baik

-Penyimpanan dilakukan dengan baik, disuhu ruang

3. Garam Fisik: benda

asing (plastik, kerikil,

kotoran)

Penyimpanan yang

kurang baik

S S S -Sortasi garam ulang

-Menggunakan garam yang berkualitas baik -Penyimpanan dilakukan dengan baik, suhu ruang

4. Telur Fisik: terdapat

kotoran

Kualitas telur yang

rendah

Penyimpanan kurang

baik

S S S -Sortasi ulang pada telur

-Menggunakan telur yang berkualitas baik -Penyimpanan dengan baik, suhu ruang

5. Bawang putih Fisik: Kotoran, benda asing biologi: kapang Kimia: residu pestisida Penyimpanan yang kurang baik

S S S -Sortasi ulang bawang putih

(32)

commit to user

57

No Bahan

Baku Bahaya Penyebab Bahaya

Penting tidaknya Tindakan pengendalian Peluang (T/S/R) Keparahan (T/S/R) Penting/ tidak (T/S/R) 6. Baking powder Fisik: benda asing (kerikil, kotoran) Penyimpanan yang kurang baik

S S S -Menggunakan baking powder yang berkualitas

baik

-Penyimpanan dilakukan dengan baik, suhu ruang

7. Minyak goreng Fisik: debu, kotoran Kimia: oksidasi minyak

Kualitas minyak yang rendah

Penyimpanan kurang

baik

S S S -Penyimpanan dengan baik

-Pengecekan agar tidak menggumpal -Pemilihan pemasok minyak yang baik

(33)

commit to user

Bahan baku dalam produksi makanan sangat berpotensi dalam sumber bahaya. Pada bahan baku dan bahan tambahan, bahaya yang mungkin timbul yaitu dari bahaya fisik, kimia, dan biologis. Bahaya tersebut dapat diidentifikasi sengaja ditambakan untuk menambah keuntungan, namun dapat pula karena kontaminasi silang yang tidak diketahui pada saat proses berlangsung. Hal ini dapat disebabkan lingkungan yang kurang bersih maupun sanitasi yang kurang diperhatikan dari pekerja. Sedangkan bahaya biologis ditimbulkan dari mikroorganisme yang bersifat parasit (virus, bakteri, jamur) berukuran kecil yang berasal dari habitat. Dari bahan baku mengandung bahaya fisik yaitu adanya benda-benda asing yang berasal habitatnya frekuensi dan resiko yang ditimbulkan dari bahaya ini sedang.

Pada bahan baku utama pembuatan krupuk lele yaitu ikan lele yang didalamnya terdapat bahaya fisik benda asing, kotoran atau lumpur bahaya tersebut dapat dikendalikan dengan perbaikan penanganan pasca panen lele yang akan diolah menjadi krupuk lele dan pengendalian mutu air dengan dengan sumber air bersih dan aman. Bahan tambahan selanjutnya tepung tapioka yang terdapat bahaya fisik yaitu benda asing seperti kerikil dan serangga, dan bahaya kimia yang berupa pemutih bahaya tersebut dapat dikendalikan dengan sortasi ulang pada tepung tapioka dan menggunakan tepung tapioka yang berkualitas baik serta penyimpanan dilakukan dengan baik. Garam sebagai bahan tambahan terdapat bahaya fisik yaitu terdapat benda asing, kerikil, dan kotoran bahaya tersebut dapat dikendalikan dengan sortasi ulang garam dan menggunakan garam yang berkualitas baik serta penyimpanan garam ditempat yang kering. Bahan tambahan selanjutnya telur yang terdapat bahaya fisik yang berupa kotoran dapat dikendalikan dengan sortasi ulang dan menggunakan telur berkualitas baik serta penyimpanan telur dengan baik untuk menjaga telur tidak terkontaminasi. Bawang putih ditambahakan sebagai bumbu pembuatan krupuk lele yang didalamnya terdapat bahaya fisik yaitu berupa kotoran dan benda asing, bahaya

(34)

commit to user

biologi terdapat kapang, dan bahaya kimia terdapat residu pestisida, bahaya tersebut dapat dikendalikan dengan sortasi ulang bawang putih dan penyimpanan bawang putih dengan baik. Bahan tambahan selanjutnya baking powder yang didalamnya terdapat bahaya fisik yaitu kotoran dan benda asing dapat dikendalikan dengan menggunakan baking powder berkualitas baik dan penyimpanan dilakukan dengan baik. Bahan tambahan yang digunakan untuk penggorengan yaitu minyak yang didalamnya terdapat bahaya fisik yaitu debu dan kotoran, terdapat juga bahaya kimia yaitu oksidasi minyak maka dapat dikendalikan dengan penyimpanan minyak dengan baik, pengecekan minyak agar tidak mudah menggumpal, dan pemilihan pemasok minyak yang baik. Bahaya-bahaya yang terdapat didalam bahan tambahan pembuatan krupuk lele masih dapat dikendalikan sehingga dalam proses selanjutnya bias aman untuk dikonsumsi.

(35)

commit to user

60

Tabel 4.14 Analisa Bahaya Pada Proses Pembuatan Krupuk Lele

No Tahapan Proses Bahaya Penyebab bahaya Penting Tidaknya Tindakan Pengendalian Peluang (T/S/R) Keparahan (T/S/R) Penting /tidak (T/S/R)

1. Pemisahan Fisik: darah,

komponen daging/ sirip, karat

-Sanitasi alat dan pekerja

-Alat kurang bersih

T T T -Kebersihan pekerja dan lingkungan

-Alat yang digunakan bersih dan tidak berkarat

-Ketepatan dan ketelitian dalam pemisahan -Pembersihan alat sebelum dan sesudah proses

2. Pencucian Fisik: darah,

kotoran lain Biologi: mikroba -Air yang digunakan tidak memenuhi standar air minum T S T R T R

-Pengendalian air yang berkualitas baik/standar air minum

-Pencucian secara bersih

3. Penggilingan Fisik: Kotoran,

seranggga -Sanitasi alat dan

pekerja

T T T -Pembersihan alat sesudah dan sebelum proses

4. Pencampuran adonan Fisik: kerikil, potongan serangga kecil Biologi: kontaminasi silang pekerja(mikroba)

-Sanitasi alat dan pekerja -Kesalahan sortasi bumbu R R R R S R

-Sortasi ulang bumbu-bumbu

-Menjaga kebersihan lingkungan proses -Menjaga sanitasi pekerja

5 Pencetakan adonan Fisik: kerikil, potongan serangga, Biologi: kontaminasi silang pekerja (mikroba) -Sanitasi alat, tempat, dan pekerja R R R R R R

-Menjaga kebersihan alat, tempat, lingkungan proses, serta sanitasi pekerja

(36)

commit to user 61 No Tahapan Proses Bahaya Penyebab bahaya Penting Tidaknya Tindakan Pengendalian Peluang (T/S/R) Keparahan (T/S/R) Penting /tidak (T/S/R)

6. Pengukusan Fisik: kotoran, air

terdapat kotoran Bakteri: mikroba -Air yang digunakan untuk pengukusan tidak memenuhi standar air minum -Sanitasi alat dan pekerja R R R R R R

-Pengendalian air yang berkualitas baik/standar air minum

-Menjaga kebersihan alat, tempat, dan pekerja dengan baik

7. Penirisan Fisik: kotoran,

kontaminasi silang dengan peralatan

-Sanitasi alat, tempat dan pekerja

R R R -Menjaga kebersihan alat, tempat, pekerja dan

lingkungan sekitar

8. Pemotongan Fisik: kotoran,

Serangga Biologi: mikroba -Sanitasi alat, tempat dan pekerja R R R R R R

-Kebersihan pekerja dan lingkungan

-Alat yang digunakan besih dan tidak berkarat

9. Penjemuran Fisik: kotoran,

serangga

-Sanitasi alat, tempat lingkung, dan pekerja

R R R -Menjaga kebersihan lingkungan

-Mengontrol alat penjemuran

10. Penggorengan Fisik: Kotoran debu

Kimia: Kandungan akroelin -Kualitas minyak kurang baik -Terlalu lama waktu penggorengan -Penggunaan wajan besi

R S S -Menjaga kebersihan alat

-Menjaga kebersihan tempat

- Pengontrolan waktu penggorengan -Penggunaan minyak yang baik -Wajan yang baik

(37)

commit to user 62 No Tahapan Proses Bahaya Penyebab bahaya Penting Tidaknya Tindakan Pengendalian Peluang (T/S/R) Keparahan (T/S/R) Penting /tidak (T/S/R)

11. Penirisan Fisik: kotoran Sanitasi alat,

tempat dan lingkungan proses

T T S --Menjaga kebersihan alat

-Menjaga kebersihan tempat lingkungan serta sanitasi pekerja

12. Pengemasan Fisik: kotoran

Kimia: Bahan kemasan, tinta sablon Biologi: mikroba -Kondisi lingkungan dan pekerja yang kurang steril -Polimer bahan pengemas -Tinta sablonyang luntur Kondisi lingkungan

R R R -Menjaga kondisi lingkungan dan kebersihan

pekerja

-Pengemasan dilakukan saat produk tidak panas

-Tidak memakai kemasan dengan tinta sablon yang sudah pudar luntur

(38)

commit to user

Pada Tabel 4.14 dapat diketahui bahwa analisa proses pembuatan krupuk lele yang teridentifikasi mengandung bahaya fisik, kimia, maupun biologi. Pada proses pemisahan ada bahaya fisik dari darah, komponen daging atau sirip sehingga diperlukan tindakan pengendalian dengan kebersihan pekerja, alat serta sanitasi, pada proses pencucian teridentifikasi bahaya fisik dari darah atau kotoran lain dan bahaya biologi terdapat mikroba sehingga diperlukan tindakan pengendalian pencucian dengan air bersih yang mengalir ke seluruh bagian daging lele, pada proses penggilingan ada bahaya fisik yaitu kotoran debu sehingga diperlukan tindakan pengendalian dengan pembersihan alat sebelum proses dan setelah proses dilakukan, proses selanjutnya pencampuran adonan yang terdapat bahaya fisik seperti kerikil, dan potongan serangga kecil dengan demikian perlu adanya tindakan pengendalian dengan sortasi ulang pada bumbu dan menjaga kebersihan alat, pekerja dan lingkungan sekitar. Dalam proses pencetakan adonan pengukusan, penirisan, pemotongan dan penjemuran terdapat bahaya fisik berupa kerikil, potongan serangga, dan kotoran dapat dikendalikan dengan tempat yang bersih terhindar dari kotoran dan alat yang digunakan selalu bersih dan tidak berkarat sehingga tidak dapat terkontaminasi serta menjaga sanitasi pekerja. Proses penggorengan harus dipilih minyak yang berkualitas baik serta memperhatikan waktu penggorengan untuk mengendalikan bahaya fisik yang berupa kontaminasi silang dari peralatan serta bahaya kimia yaitu akrolein dapat dikendalikan dengan penggunaan wajan yang bersih dan penggunaan minyak goreng yang berkualitas baik. Proses penirisan harus terjaga kebersihannya dari kotoran atau debu yang menempel, selalu dibersihkan sebelum dipakai dan sesudah dipakai dengan kain kering. Yang terakhir proses pengemasan yang terdapat bahaya fisik yaitu kotoran, bahaya kimia yaitu bahan kemasan, tinta sablon, dan bahaya biologi yaitu mikroba, bahaya tersebut dapat dikendalikan dengan menjaga kondisi lingkungan dan kebersihan pekerja, pengemasan

(39)

commit to user

dilakukan saat produk tidak panas, dan tidak menggunakan kemasan dengan tinta sablon yang sudah pudar atau luntur.

4. Penetapan CCP

Menurut Prasetyono (2000), Critical Point adalah suatu titik dalam proses produksi yang harus dikontrol karena apabila terjadi out off control akan menyebabkan timbulnya bahaya. Penetapan CCP dilakukan berdasarkan pemantauan analisis bahaya pada proses produksi yang mengacu pada Decision Tree (Gambar 3.2) dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.15 dan Tabel 4.16.

Tabel 4.15 Penetapan CCP Bahan Baku Dan Bahan Tambahan

No Jenis Bahaya Identifikasi Bahaya

Identifikasi CCP CCP/ Bukan CCP Tipe Bahaya P1 P2

1. Ikan Lele Fisik Lumpur, lumut,

kotoran

Ya Ya Bukan

CCP

2. Tepung

Tapioka

Fisik: Benda asing

(plastic, kerikil, serangga), gumpalan tepung Ya Ya Bukan CCP

3. Garam Fisik: Benda asing

(plastik, kerikil, kotoran)

Ya Ya Bukan

CCP

4. Telur Fisik: Terdapat

kotoran

Ya Ya Bukan

CCP

5. Baking

powder

Fisik: Benda asing

(kerikil, kotoran)

Ya Ya

Bukan CCP

6. Bawang Putih Fisik:

Biologi Benda asing (kulit bawang, tangkai) Kapang Ya Ya Ya Ya Bukan CCP 7. Minyak Goreng Fisik: Kimia: Debu, kotoran Akrolein Ya Ya Bukan CCP

(40)

commit to user

4.15 menunjukkan penetapan atau penentuan CCP pada bahan baku dan bahan tambahan. Semua bahan-bahan tersebut bukan termasuk CCP, karena tahapan proses pengolahan atau penanganan bahan baku hingga menjadi krupuk lele dapat mengurangi ataupun menghilangkan bahaya sehingga aman untuk dikonsumsi. Meskipun semua bahan yang digunakan tidak dianggap sebagai titik kritis, tetapi sanitasi perlu dikontrol atau dikendalikan agar tetap aman.

Tabel 4.16 Penetapan Penentuan CCP Proses Produksi No Tahapan

proses

Identifikasi bahaya Identifikasi CCP CCP/ Bukan CCP

Tipe Bahaya P1 P2 P3 P4

1. Pemisahan Fisik: Darah,

komponen daging/ sirip, karat

Ya Tidak Ya Ya Bukan CCP

2. Pencucian Fisik: Darah, kotoran

lain Ya Tidak Tidak - Bukan CCP

Biologi: mikroba

3. Penggilingan Fisik: Kotoran, debu

Ya Tidak Ya Ya Bukan CCP

4. Pencampuran

bumbu

Fisik: Kerikil,

potongan

serangga kecil Ya Tidak Ya Ya Bukan CCP

Biologi: mikroba 5. Pencetakan adonan Fisik: Kerikil, potongan serangga, gumpalan tepung yang kurang tercampur Ya Tidak Ya Ya Bukan CCP Biologi: mikroba

6. Pengukusan Fisik: Kotoran, air

terdapat kotoran

Ya Ya - - CCP

Biologi: mikroba

7. Penirisan Fisik: Kotoran,

serangga Ya Tidak Ya Ya Bukan CCP

8. Pemotongan Fisik: Kotoran,

serangga, berkarat

Ya Tidak Ya Ya Bukan CCP

(41)

commit to user No Tahapan

Proses

Identifikasi Bahaya Identifikasi CCP CCP/Bukan CCP

Tipe Bahaya P1 P2 P3 P4

10. Penggorengan Fisik: kotoran, debu

Ya Ya - - CCP

Kimia: akrolein

11. Penirisan Kimia Sisa minyak Ya Tidak Ya Ya Bukan CCP

12. Pengemasan Fisik: Kotoran

Ya Ya - - CCP

Kimia: Bahan

kemasan, tinta sablon

Biologi: Mikroba

Pada penetapan CCP proses pembuatan krupuk lele (Tabel 4.16) diketahui bahwa proses yang termasuk CCP adalah proses pengukusan, penggorengan dan pengemasan. Tindakan koreksinya dengan memperbaiki sanitasi pekerja dan lingkungan yang menjadi sumber utama dari kontaminasi serta perbaikan pada proses pengemasan dan pemilihan bahan pengemas yang baik sehingga produk krupuk lele tetap aman untuk dikonsumsi .

5. Rencana HACCP

Tindakan untuk merealisasikan rencana HACCP pada UKM Karmina yaitu dilakukan dengan cara monitoring. Bahaya yang mungkin timbul tersebut dapat terjadi sebagai akibat dari proses produksi yang menyimpang. Disamping itu, tindakan koreksi dipilih pada setiap proses yang dianggap sebagai suatu kesalahan yaitu dengan mengulangi proses. Tidakan koreksi yang dilakukan sangat tergantung pada tingkat resiko produk pangan. Dari semua tindakan CCP yang dilakukan dalam rencana HACCP dapat dilihat pada Tabel 4.17 untuk proses pengolahan.

(42)

commit to user

Tabel 4.17 Rencana HACCP Proses Pembuatan Krupuk Lele Tahapan

(CCP) Bahaya Batas Kritis Nilai Target Monitoring

Tindakan Koreksi Pengukusan Fisik: Kotoran, air terdapat kotoran Biologi: Mikroba Bebas dari Kotoran yang

terikut dalam air

Tidak terdapat mikroba didalam air

Pemeriksaan kembali pada air yang digunakan, menggunakan kain untuk menyaring air Menggunakan air bersih terhindar dari kotoran dan mikroba Penggorengan Fisik: minyak, kerak/ gosong Kimia: Akrolein Minyak digunakan hanya untuk 2 kali penggorengan Tidak terdapat potongan-potongan krupuk yang gosong Pemeriksaan kembali jika ada

krupuk yang belum matang merata atau gosong Mengontrol waktu penggorengan Menggunakan minyak yang berkualitas baik Sebaiknya minyak yang digunakan selalu diganti minimal 2 kali penggorengan Pengemasan Fisik: kotoran, benda asing Biologi: mikroba (bakteri) Bebas dari

benda asing dan mikroba

Pengemasan harus tertutup rapi dan rapat agar uap air

tidak masuk dan tidak terkontaminasi Pemeriksaan terhadap proses pengemasan Pemeriksaan kembali terhadap kemungkinan ditemukannya kemasan rusak Perbaikan bahan kemasan yang non permeable Sanitasi pekerja dan lingkungan

Pengukusan termasuk CCP karena air yang digunakan kurang bersih. Didalam air terdapat mikroba yang tidak berbahaya, tetapi beberapa dari mikroba ini dapat menyebabkan keracunan makanan dan diare akibat kontaminasi dari air yang digunakan. Kandungan nutrisi dalam bahan pada proses pengukusan tidak akan hilang terurai oleh suhu panas dari wadah pengukusan sendiri. Pengendalian yang harus diperhatikan dalam pengukusan yaitu menggunakan air yang bersih yang sudah disaring terlebih dahulu sehingga tidak membahayakan konsumen. Penggorengan adalah suatu proses untuk memasak bahan pangan dengan menggunakan lemak atau minyak pangan. Minyak goreng selain berfungsi sebagai medium penghantar panas juga dapat menambah rasa gurih, nilai gizi dan kalori bahan pangan. Pada proses penggorengan hal yang perlu diperhatikan yaitu minyak yang digunakan untuk menggoreng. Minyak yang baik untuk penggorengan yaitu minyak yang

(43)

commit to user

selalu diganti dan tidak untuk dipakai berulang kali. Pada proses ini diharapkan mikroorganisme yang masih ada dihilangkan dengan cara mempertahankan suhu tinggi pada proses pemasakan. Selain itu, alat yang digunakan sebaiknya lebih dijaga kebersihannya agar tidak mengkontaminasi produk saat penggorengan dan terbuat dari bahan berkualitas. Proses penggorengan termasuk CCP karena proses ini dbutuhkan ketepatan penggorengan dengan suhu dan waktu yang tepat untuk menghindari kegosongan pada krupuk lele, sehingga bahaya ditujukan khusus untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya sampai batas aman untuk dikonsumsi dan terhindar dari bahaya.

Proses pengemasan juga termasuk CCP karena merupakan proses terakhir dan merupakan proses yang berhubungan langsung dengan pekerja. Pengemasan yang baik dapat mencegah pertumbuhan mikroba akibat kontaminasi dari udara luar. Selain itu juga digunakan kemasan yang aman, non permeable dan tahan lama untuk menjaga kondisi produk selama dalam kemasan. Kemasan dengan permeabilitas rendah menunjukkan bahwa kemasanm semakin baik karena tidak mudah ditembus uap air. Proses pengemasan dilakukan pada kondisi bahan yang sudah dingin setelah penirisan. Tindakan koreksinya dengan memperbaiki sanitasi pekerja dan lingkungan yang menjadi sumber utama dari kontaminasi serta perbaikan pada proses pengemasan dan pemilihan bahan pengemas yang baik.

Gambar

Tabel 4.1  Hasil  pengamatan  Organoleptik  Daging  Lele  pada  Pembuatan  Krupuk Lele Karmina dibandingkan dengan SNI 01-6484.2-2000
Gambar 4.1 Ikan Lele  b.  Pengendalian Mutu Bahan Tambahan
Tabel  4.4  Hasil  pengamatan  Organoleptik  Tepung  Tapioka  pada  pembuatan  Krupuk  Lele  Karmina  dibandingkan  dengan SNI 3451-2011
Tabel 4.5 Syarat Mutu Garam Berdasarkan  SNI 0104-1976
+7

Referensi

Dokumen terkait

Mari kita kembali kepada Tuhan, biarlah diri kita berada dalam kuasa Yesus untuk mengalahkan iblis.. Jangan pernah menyerah terhadap iblis karena Yesuslah yang lebih

Di samping itu juga kesesuaian sesuatu jenis bangunan /projek pembangunan dengan kedudukan tapak mestilah difikirkan dengan teliti.Ini akan melibatkan kemudahan

Melakukan sima’ (mendengarkan) qari’ kesayangan lalu kemudian dibacakan secara ber- ulang-ulang, juga bisa dilakukan untuk mendapatkan kenikmatan tersebut. “Apalagi

KECEPATAN MOULTING KEPITING BAKAU (Scylla serrata) PADA BERAT YANG BERBEDA DENGAN..

dengan apa yang diminta soal dan alasan yang digunakan untuk membuat kesimpulan juga sudah tepat untuk mendukung kesimpulan yang dibuat relevan, singkat

Pengaruh Ukuran Bank, Dana Pihak Ketiga, Capital Adequancy Ratio , Dan Loan To Deposit Ratio Terhadap Penyaluran Kredit Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di

Menetralkan permukaan logam untuk mencegah bahan pembersih terbawa ke dalam proses Phosphating, sebab pembersih yang bersifat basa yang terbawa oleh benda kerja akan menetralisasi

Sinarmas Multifinance Cabang Bima dan umumnya pada organisasi atau perusahan agar dapat membantu karyawan dalam mengatasi stres kerja, karena kalao karyawan mengalami