• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-undang Nomor 22 tahun 1999, tentang Pemerintahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-undang Nomor 22 tahun 1999, tentang Pemerintahan"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pelaksanaan Undang-undang Nomor 22 tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang, Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang telah direvisi menjadi Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, tentang Pemerintah Daerah. Undang-Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004, tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dan aturan pelaksanaannya, khususnya Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan dan pertanggungjawaban Keuangan Daerah maka telah terjadi perubahan paradigma di dalam manajemen keuangan daerah. Dengan adanya otonomi, daerah diberikan kewenangan yang luas untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi untuk meningkatkan efesiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

Dengan demikian kemampuan manajerial kepala daerah diperlukan dalam mengelola kekayaan/aset daerah agar dapat menjadi sumber penerimaan guna mendukung pembangunan daerah. Biaya atau anggaran yang dikeluarkan adalah berdasarkan hasil analisis kebutuhan yang tepat dan memenuhi prinsip efisiensi. Sejalan dengan itu, dalam rangka pembenahan pengelolaan aset pemerintah, sistem pengelolaan aset daerah harus berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006, tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah yang sesuai dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 152 Tahun 2004 tentang Pedoman

(2)

Pengelolaan Barang Daerah. Di pertegas dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Namor 17 Tahun 2007, tentang Pedoman Teknis Pengeloaan Barang Milik Daerah.

Dalam pengelolaan aset/barang milik daerah, Pemerintah Daerah dituntut untuk mampu secara profesional dan mandiri mengelola asetnya melalui kemampuan manajemen aset yang terbagi dalam lima tahapan kerja, yaitu; inventarisasi aset, legal audit, penilaian aset, optimalisasi pemanfaatan aset serta pengawasan dan pengendalian dengan pengembangan Sistem Informasi Manajemen Aset (SIMA) (Siregar, 2004: 518-520). Sebagai langkah awal dalam pengeloaan aset, inventarisasi aset merupakan kegiatan yang terdiri dari dua aspek, yaitu inventarisasi fisik dan yuridis/legal. Aspek fisik terdiri atas bentuk, luas, lokasi, volume/jumlah, jenis alamat dan lain-lain. Aspek yuridis adalah status penguasaan, masalah legal yang dimiliki, batas akhir peguasaan dan lain-lain.

Inventarisasi ini terkait erat dengan masalah identitas aset dan bisa bermuara pada munculnya masalah kedua, yakni legalisasi sebagai lingkup kerja pengelolaan aset di daerah sering menjadi masalah yang sulit di pecahkan. Pelaksanaan inventarisasi status penguasaan aset darah serta sistem dan prosedur penguasaan atau pengalihan aset selalu terbentur oleh berbagai ketidaksesuaian antara data yang tersaji dan kenyataan di lapangan. Proses indentifikasi serta upaya mencari solusi permasalahan legalisasi menjadi rumit. Oleh karena itu, strategi memecahkan berbagai permasalahan legal terkait penguasaan dan pengalihan aset perlu dicari solusi terbaik. Masalah yang sering dihadapi dalam legalisasi audit aset daerah status penguasaan yang lemah, kurangnya dana yang tersedia untuk pembuatan sertifikat tanah dan lain-lain.

(3)

Legal audit merupakan satu lingkup kerja manajemen aset yang berupa inventarisasi status penguasaan aset, sistem dan prosedur penguasaan atau pengalihan aset, identifikasi dan mencari solusi atas permasalahan legal yang terkait dengan penugasan ataupun pengalihan aset. Masalah yang sering dihadapi dalam legal audit aset daerah adalah status penguasaan yang lemah, aset dikuasai pihak lain, pemindahan aset yang tidak termonitor, dan lain-lain (Siregar, 2004: 519).

Pentingnya pengelolaan aset daerah secara tepat dan berdayaguna dengan didasari prinsip pengelolaan yang efisiensi dan efektif diharapkan akan memberi kekuatan terhadap kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai pembangunan daerahnya. Aset adalah harta yang dimiliki suatu daerah. Tahapan penting dalam suatu sistem pengelolaan aset daerah adalah inventarisasi aset dan legalisasi untuk menunjang didapatkannya data aset yang benar, akurat dan up to date serta sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku.

Informasi aset yang benar, akurat dan mudah diakses tentang keberadaan dan potensi aset tersebut akan mendukung pengembangan terhadap aset itu sendiri sehingga diperoleh pemanfaatan aset daerah yang optimal sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Anderson dan Devenport (2005: 5) menyebutkan integritas data menentukan kualitas sistem dengan hampir seluruh analisis berdasarkan inisial data

base, Informasi data yang keliru dan tidak benar dapat mengahasilkan keputusan dan

analisis yang salah pula.

Data inventarisasi kekayaan negara/daerah yang lengkap, tepat dan benar merupakan data base yang sangat menunjang perencanaan dan penyusunan anggaran dalam hal pengadaan barang dan jasa serta permintaan biaya pemeliharaan. Selain itu, data tersebut digunakan sebagai bahan/data dalam meningkatkan

(4)

penerimaan negara/daerah baik penerimaan pajak maupun penerimaan negara/daerah bukan pajak sebagai informasi bagi aparatur pengawas dalam rangka pelaksanaan pengawasan terhadap kekayaan negara/daerah Arifin, Setiadi dan Setiawan, (2003: 17-18).

Pelaksanaan inventarisasi aset pada pemerintah Daerah saat ini berada dalam kondisi yang memprihatin. Wardana (2005: 7) menemukan ketidaktertiban administrasi dalam pengendalian inventarisasi aset. Inventarisasi aset, merupakan “jantung” di dalam siklus pengelolaan aset. Kondisi ini jelas menyebabkan Pemerintah Daerah mengalami kesulitan untuk mengetahui secara pasti jumlah aset yang dimiliki, aset mana saja yang telah dikuasai atau bahkan yang sebenarnya berpotensi dan memiliki peluang investasi tinggi.

Abdullah (2006) menemukan adanya ketidak akuratan data dalam inventarisasi. Kelemahan petugas pengelola aset dan masih adanya aset yang tidak memiliki legalitas yang jelas. Belum adanya sistem data base dan sistem informasi yang baik juga menjadi kendala dalam pengelolaan aset daerah. Pengembangan Sistem Informasi Manajemen Aset Daerah (SIMASET) dengan menggunakan sistem komputerisasi sedang dilakukan untuk menunjang pelaksanaan inventarisasi aset menuju kemandirian daerah.

Misbahuddin (2007) menemukan beberapa hal yang harus segera dibenahi oleh Pemerintah Provinsi Papua dalam manajemen asetnya seperti staf teknis yang masih kurang dari segi kualitas maupun kuantitas, sistem pengawasan yang kurang, administrasi yang kurang lengkap, masih kurangnya pemahaman pejabat terhadap metode menajemen aset. Utomo (2007) menemukan adanya ketidak akuratan data

(5)

dalam inventarisasi, kelemahan petugas pengelola aset dan masih adanya aset yang tidak memiliki legalitas yang jelas.

Pengelolaan barang milik negara/daerah tidak mungkin dilaksanakan dengan baik apabila pengelolaan barang dan penggunaan barang tidak memiliki data base mengenai barang milik negara/daerah yang lengkap, akurat dan mutakhir (Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008). Inventarisasi yang merupakan bagian dari penatausahaan tersebut, hasilnya juga diperlukan untuk megadakan sevaluasi atas efektifitas dan efisiensi pengadaan serta pemeliharaan barang (Permendagri Nomor 17 Tahun 2007).

Tujuan utama manajemen aset adalah membantu organisasi pemerintah agar dapat memenuhi tujuan pelayanan secara efektif dan efisien. Manajemen aset yang efektif dapat:

1. memperbesar manfaat aset dengan memastikan bahwa aset digunakan dan dipelihara secara baik dan layak;

2. mengurangi kebutuhan aset baru dan menghemat uang yang harus dikeluarkan oleh pemerintah daerah dalam pengelolaan aset daerah berdasarkan analisis kebutuhan;

3. memfokuskan perhatian pada hasil dengan memberikan tanggung jawab, akuntabilitas dan keperluan pelaporan secara jelas.

Provinsi Papua memiliki luas 319.036,05 km² atau 16,70 persen luas Indonesia, merupakan Provinsi dengan wilayah terluas di Indonesia. Jumlah penduduk ditahun 2012 sebanyak 3.144.581 jiwa dan secara geografis berada di tepian tikungan Pasifik serta berbatasan langsung dengan Negara Australia, Papua New Guinea (PNG) serta Republik Palau, terletak diantara 225°’ Lintang Utara 9°

(6)

Lintang Selatan dan 130°-141° Bujur Timur. Kabupaten Merauke merupakan daerah yang memiliki wilayah terluas yaitu 43.024.094,607 ha atau 56,84 persen dari total luas Provinsi Papua, sedangkan Kota Jayapura merupakan daerah yang memiliki luas wilayah terkecil.

Berdasarkan pada arti pentingnya inventarisasi dan legalisasi aset/barang milik daerah bagi kebijakan pengelolaan aset/barang milik selanjutnya, maka perlu dilakukan penelitian tentang kendala-kendala dalam kegiatan inventarisasi dan legalisasi aset/barang milik daerah (khusus aset tanah dan bangunan milik Pemerintah Daerah Provinsi Papua di Kota Jayapura) sesuai dengan Permendagri Nomor 17 tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah, sehingga yang menjadi kendala pokok dalam penelitian ini adalah:

1. barang milik daerah di Pemerintah Daerah Provinsi Papua di Kota Jayapura belum terinventarisasi dengan baik sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku;

2. belum tersedianya data base yang akurat tentang aset/barang milik daerah khususnya milik Pemerintah Daerah Provinsi Papua di Kota Jayapura;

3. masih banyak aset tanah dan bangunan milik Pemerintah Daerah Provinsi Papua yang belum dilengkapi dengan bukti kepemilikan/sertifikat yang jelas.

Pengelolaan barang milik Pemerintah Provinsi Papua di Kota Jayapura dilakukan oleh Bidang Aset Daerah pada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Papua. Sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2008. Namun sampai saat ini pengelolaan aset daerah di Provinsi Papua tidak hanya dilakukan oleh BPKAD Provinsi Papua, juga dilakukan oleh Bagian Inventarisasi pada Biro Umum dan Perlengkapan Setda Provinsi Papua seperti

(7)

inventarisasi dan penyimpanan bukti dokumen asli khususnya pada aset tanah dan bangunan serta kendaraan dinas. Hasil rekapitulasi aset tetap pada akhir tahun 2012 menunjukkan bahwa aset tanah dan bangunan mencapai 7,5 persen dari seluruh aset tetap Pemerintah Daerah Provinsi Papua di Kota Jayapura. Hal ini dapat disajikan pada Rekapitulasi Aset Tetap Per 31 Desember 2012, sebagai berikut:

Tabel 1.1

Rekapitulasi Aset Tetap Per 31 Desember 2012

No. Uraian Total (Rp) Persentase

1. Tanah 1.286.796.085.264,00 9,1%

2. Gedung dan Bangunan 1.058.288.725.880,00 7,5% 3. Mesin dan Peralatan 1.504.709.009.432,00 10,7% 4. Jalan, Irigasi dan Jaringan 9.565.217.341.218,00 67,7% 5. Aset Tetap Lainnya 309.915.051.167,00 2,2% 6. Konstruksi dan Pengerjaan 393.577.997.880,00 2,8%

Jumlah Aset Tetap 14.118.504.210.841,00 100%

Sumber: BPKAD Provinsi Papua, 2012 (diolah)

Dari data Tabel 1.1 dapat dilihat terjadi peningkatan niai aset tetap

Pemerintah Daerah Provinsi Papua di Kota Jayapura pada Tahun 2012 sebesar Rp9.565.217.341.218,00. Persentase untuk kelompok aset, irigasi dan jaringan

memiliki nilai aset terbesar yaitu 67,7 persen, peralatan dan mesin 10,7 persen, tanah 9,1 persen gedung dan bangunan 7,5 persen, konstruksi dalam pekerjaan 2,8 persen dan nilai aset terkecil adalah aset tetap lainnya 2,2 persen. Jumlah aset tetap yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah Provinsi Papua di Kota Jayapura bahwa dapat

(8)

diharapkan, untuk pengelolaan inventarisasi aset tetap yang efisien dan efektif dapat memberikan kontribusi yang dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 pasal 49 ayat 1 dan 2 tentang Perbendaharaan Negara dikatakan bahwa Barang milik negara/daerah yang berupa tanah yang dikuasai Pemerintah Pusat/Daerah harus disertifikatkan atas nama pemerintah Republik Indonesia/pemerintah daerah yang bersangkutan. Bangunan milik negara/daerah harus dilengkapi dengan bukti status kepemilikan dan ditatausahakan secara tertib.

Latar belakang yang mendasari Pemerintah Daerah Provinsi Papua di Kota Jayapura dijadikan sebagai objek dalam penelitian ini, karena banyaknya permasalahan yang dihadapi oleh Pemerintah Daerah Provinsi Papua di Kota Jayapura dalam penyelenggaraan pemerintahannya. Khususnya dalam pengelolaan aset/barang milik daerah dilihat dari aspek inventarisasi dan legalisasi dalam rangka penertiban aset/barang milik daerah, serta belum pernah dilakukannya evaluasi dan kajian yang mendalam secara akademis terhadap pelaksanaan kegiatan pengelolaan/manajemen aset/barang milik daerah tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, maka masalah yang diteliti adalah: masalah pelaksanaan inventarisasi dan legalisasi aset/barang milik daerah Pemerintah Provinsi Papua, yang belum dilaksanakan sesuai dengan Permendagri Nomor 17 Tahun 2007 Bab VII tentang penatausahaan pasal 25 yang memuat kegiatan pendataan, kodefikasi, pengelompokkan dan pencatatan. Bab IX tentang pengamanan dan pemeliharaan pasal 46 yang menyatakan bahwa aset/barang milik daerah berupa tanah dan bangunan disertifikatkan atas nama Pemerintah Daerah.

(9)

1.2 Keaslian Penelitian

Sampai saat ini belum pernah dilakukan penelitian tentang inventarisasi aset tetap (tanah dan bangunan) dan legal audit di Pemerintah Daerah Provinsi Papua di Kota Jayapura, untuk itu penelitian terhadap inventarisasi aset tanah dan legal audit menjadi langkah awal dalam proses pengelolaan aset yang lebih baik. Beberapa penelitian mengenai pengelolaan aset telah dilakukan, antara lain sebagai berikut. 1. Abdullah (2006) melakukan penelitian tentang inventarisasi aset daerah

Pemerintah Kabupaten Sleman yang menunjukkan bahwa sistem pendataan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Sleman sudah dilakukan secara terstruktur.

2. Dadson (2006) menjelaskan bahwa terdapat berbagai tantangan dan kendala yang muncul dalam penerapan prosedur manajemen tanah yang pada akhirnya mengakibatkan berkurangnya aset tanah di Ghana. Adapula langkah-langkah yang diusulkan dalam rangka optimalisasi manajemen tanah antara lain dengan melakukan inventarisasi dan pencatatan aset secara menyeluruh, up to date, dan akurat; mengembangkan kebijakan pertanahan; membuat suatu mekanisme agar pimpinan dapat bertanggungjawab terhadap semua transaksi tanah, membangun suatu mekanisme agar pimpinan dapat bertanggungjawab terhadap semua transaksi tanah, membangun konsep bank tanah, serta meningkatkan kemampuan personil.

3. Misbahuddin (2007) melakukan penelitian analisis aset daerah Pemerintah Kabupaten Bulungan dan menemukan beberapa hal yang harus segera dibenahi oleh Pemerintah Bulungan dalam manajemen asetnya, yaitu staf teknis yang masih kurang dari segi kualitas maupun kualitas, sistem pengawasan yang lemah,

(10)

administrasi yang kurang lengkap dan pemahaman pejabat terhadap metoda manajemen aset masih kurang. Hal tersebut menyebabkan data aset menjadi tidak lengkap, koordinasi dan pengawasan belum efektif. Namun upaya pengelolaan aset secara keseluruhan selalu terus diupayakan, karena harus memenuhi kewajiban penyusunan neraca daerah. Alat yang digunakan adalah skla Likert dan uji t-statistik.

4. Utomo (2007) melakukan penelitian tentang analisis inventarisasi aset daerah Pemerintah Kabupaten Blora tahun 2007, menemukan adanya ketidak akuratan data dalam inventarisasi, kelemahan personel pengelolaan aset dan masih adanya aset yang tidak memiliki legalitas yang jelas. Belum adanya sistem data base dan sistem informasi yang baik juga menjadi kendala dalam pengelolaan aset daerah. Alat analisis yang digunakan adalah pendekatan deskriptif kualitatif.

5. Firdaus (2008) melakukan analisis tentang proses inventarisasi dan penilaian terhadap aset/barang milik negara, khususnya aset/barang milik negara milik Departemen Keuangan dalam wilayah kerja KPKNL Yogyakarta yang dilakukan oleh KPKNL Yogyakarta. Guna mendapatkan informasi nilai wajar atas aset/barang milik negara tersebut dalam rangka Penertiban Barang Milik Negara guna mendukung penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat.

6. Kaganova et. al (2008) menjelaskan tentang pelaksanaan manajemen tanah di Kyrgystyan dimana tantangan yang dihadapi dalam manajemen tanah antara lain adanya persaingan antar Lembaga yang terlibat dalam pengelolaan tanah, informasi tanah yang akurat, transaksi tanah yang tidak konsisten dengan hukum, korupsi dan kurangnya strategi pemerintah yang proaktif untuk mengelola tanah.

(11)

7. Ouertani, Parkilad dan McFarlane (2008), meneliti tentang pendekatan untuk menentukan suatu strategis manajemen informasi aset. Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan suatu strategis manajemen informasi aset. Pertama mengidentifikasi kebutuhan informasi aset untuk manajemen yang efektif. Kedua, mengidentifikasi perbedaan sistem dan teknologi untuk perolehan, pengambilan, penyimpanan dan penggunaan informasi. Hasil penelitian ini membantu menentukan strategi manajemen informasi aset yang bertujuan menyediakan informasi yang tepat waktu, akurat, lengkap dan konsisten mengenai lokasi dan kondisi aset, sehingga pengambilan keputusan menjadi lebih baik. Kemudian untuk membantu manajer aset dalam menentukan strategi, dibahas peran dari kualitas informasi untuk menilai kinerja suatu strategi informasi aset.

8. Warlan (2008) melakukan penelitian tentang manajemen aset barang milik negara. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-faktor penentu keberhasilan dinilai penting dan kerjanya dinilai baik, akan tetapi terdapat beberapa kinerja yang masih harus ditingkatkan. Antara lain: profesionalisme sumber daya manusia dalam mengelola dan memanfaatkan barang milik negera, inventarisasi barang milik negara, penetapan nilai barang milik negara, pengukuran kinerja pengelolaan barang milik negara, dan pembinaan dalam pengelolaan barang milik negara oleh DJKN. Di samping itu, beberapa faktor yang harus tetap dijaga karena dinilai baik adalah: perencanaan kebutuhan barang, pengadaan barang, tanah disertifikatkan atas nama Pemerintah Republik Indonesia, bangunan dilengkapi bukti kepemilikan; dan pencatatan barang milik negara dilakukan menurut penggolongan dan kodefikasi barang. Hasil penelitian lainnya menunjukkan bahwa jumlah staf dan guru, dan julah murid berpengaruh

(12)

secara signifikan terhadap kinerja manajemen aset barang milik negara. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Importance Performance

Analysis (IPA).

9. Bhat (2009) melakukan penelitian tentang kendala dalam implementasi Total

Quality Management (TQM) pada perusahaan-perusahaan di India. Penelitian ini

menyatakan bahwa dengan memahami potensi kendala yang ada maka perusahaan dapat berada dalam posisi yang lebih baik dalam mengantispasi dan memecahkan masalah yang mungkin muncul di masa yang akan datang. Sebagai alat ukur mencapai efisiensi yang tinggi, sangat penting untuk mengakui dan memahami kendala yang dapat menghalangi suksesnya penerapan program TQM. Hasil penelitian menunjukkan terdapat lima faktor kendala utama dalam mengimplementasikan TQM, yaitu: kurangnya orientasi terhadap konsumen, kurangnya perencanaan yang berkualitas, kurangnya, perbaikan total, kurangnya komitmen manajemen dan kurangnya sumber daya.

10. Yarman (2009) melakukan penelitian tentang kendala potensial dalam penerapan manajemen aset di Kabupaten Mukomuko. Hasil penelitian menunjukkan terdapat empat faktor yang menjadi kendala potensial dalam penerapan manajemen aset di Kabupaten Mukomuko yaitu: kualitas sumber daya manusia, anggaran, kepemimpinan data infrastruktur.

11. Zahri (2009) menganalisis faktor penyebab banyaknya aset tanah dan bangunan yang idle di Kota Sabang. Hasil penelitian menujukkan terdapat sembilan faktor yang menyebabkan idle aset di Kota Sabang, yaitu perencanaan kebutuhan, pengadaan, pemeliharaan, inventarisasi, penilaian, pemenfaatan, pengawasan dan pengendalian, sistem informasi data dan penghapusan.

(13)

12. Faiz dan Edirisinghe (2009) meneliti tentang pengambilan untuk perencanaan pemeliharaan pada manajemen informasi aset, alat analisis yang digunakan adalah analisis dan komprehensif secara mendalam dari literatur. Literatur yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah kebutuhan untuk sistem pakar mengintegrasikan informasi yang handal dengan mendukung keputusan yang efektif di bawah payung manajemen aset. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem pakar bila dikombinasikan dengan logika fuzzuy menyediakan cara yang lebih baik untuk pengambilan keputusan dalam manajemen pemeliharaan aset. 13. Syafitri (2010) melakukan penelitian tentang pengaruh inventarisasi aset tetap

terhadap penyajian nilai wajar neraca Pemerintah Kabupaten Bangka tidak didukung daftar inventarisasi aset tetap.

14. Sasmito (2012) melakukan penelitian tentang pengaruh inventarisasi aset tetap terhadap penyajian nilai neraca daerah Pemerintah Kota Pasuruan. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi (categorical regresion).

Dari beberapa penelitian yang dilakukan oleh penelitian terdahulu terdapat kesamaan dengan penelitian ini, yaitu tentang konsep manajemen/pengelolaan aset/barang milik pemerintah daerah dalam mendukung pelayanan publik, khususnya inventarisasi aset. Dalam perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya pada alat analisis, variabel penelitian, objek penelitian, lokasi penelitian dan waktu penelitian.

(14)

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk.

1. Menganalisis faktor-faktor penentu keberhasilan dalam kegiatan Inventarisasi dan legalisasi aset tetap tanah dan bangunan berdasarkan tingkat arti penting (Importance) dan kinerja (Performance) milik Pemerintah Daerah Provinsi Papua di Kota Jayapura.

2. Menganalisis kendala dalam pelaksanaan kegiatan inventarisasi dan legalisasi aset tetap tanah dan bangunan milik Pemerintah Daerah Provinsi Papua di Kota Jayapura.

1.3.2 Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan manfaat yang berarti.

1. Dapat diketahui bahwa pengaruh kegiatan inventarisasi dan legalisasi ase/barang milik daerah terhadap pelaksanaan optimalisasi pengelolaan aset Pemerintah Daerah Provinsi Papua yang dimilikinya, guna mengurangi biaya sesuai dengan kebutuhan manajemen aset secara efisien.

2. Dapat diketahuinya betapa arti penting (importance), dan tingkat kinerja (performance) pada Satuan Kinerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi Papua berdasarkan faktor-faktor penentu keberhasilan” dalam pengelolaan aset/barang milik daerah.

3. Pemerintah Daerah Provinsi Papua di Kota Jayapura dapat mengetahui kendala dalam proses pelaksanaan inventarisasi, legalisasi aset tanah dan bangunan dalam rangka pengelolaan aset yang diselenggarakan pemerintah daerah.

(15)

4. Di harapkan dapat memberikan solusi terkait kendala dalam proses pelaksanaan inventarisasi, legalisasi aset tanah dan bangunan milik Pemerintah Daerah Provinsi Papua di Kota Jayapura.

5. Dapat di lakukannya evaluasi terhadap tingkat kinerja pada Satuan Kinerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi Papua berdasarkan faktor-faktor penentu keberhasilan” dalam pengelolaan aset/barang milik daerah.

6. Peneliti lain, di harapkan penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi peneliti berikutnya yang tertarik dengan topik dan kaitannya.

1.4 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan adalah sebagai berikut. Bab I Pengantar memuat tentang latar belakang, keaslian penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II Tinjauan Pustaka, Landasan Teori dan Alat analisis menguraikan tentang tinjauan pustaka, landasan teori, pernyataan riset, alat analisis. Bab III Metode Penelitian menguraikan tentang cara penelitian dan hubungan fenomena-fenomena yang diamati, hasil data dan pembahasan. Bab IV Kesimpulan dan Saran memuat kesimpulan dan saran yang merupakan kesimpulan dari analisis data serta saran-saran atau rekomendasi untuk Pemerintah Daerah Provinsi Papua di Kota Jayapura.

Referensi

Dokumen terkait

Mapel Kompetensi Dasar /ndikator Materi Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran Penilaian Alokasi Waktu Sumber Belajar benana alam'  Kemampua n memprakti kkan kegiatan kerja sama

Isu pemasaran terdiri dari arikel ANALISIS PENGARUH BIAYA DISTRIBUSI, BIAYA PROMOSI DAN JUMLAH PEGAWAI PEMASARAN TERHADAP HASIL PENJUALAN yang ditulis oleh Nerys

Pengaruh Pemberian Ekstrak Bawang Bombay ( Allium Cepa L.) terhadap Respon Inflamasi pada Tikus Putih Jantan ( Rattus novergicus Strain wistar ) yang Diinjeksi

Berdasarkan hasil pengujian UAT 2 didapatkan hasil presentase 100% bahwa pengguna merasa sistem yang telah dikembangkan sesuai dengan yang diharapkan serta sistem teruji dapat

Teori pembelajaran sosial ( social learning theory ) biasa juga disebut pembelajaran observasional ( observational learning ), telah memberi penekanan tentang

Sejak lahirnya agama Islam, lahirlah pendidikan dan pengajaran Islam, pendidikan dan pengajaran Islam itu akan terus tumbuh dan berkembang, Islam sebagai sebuah

jarak dan perpindahan memiliki pengertian yang berbeda. Jarak diartikan sebagai panjang lintasan yang ditempuh oleh suatu benda dalam selang waktu tertentu, dan

Un- tuk menjelajahi setiap sudut tempat yang ada, tidak bisa dilakukan dalam waktu yang singkat, karena cukup luasnya kawasan Trans Studio Ban- dung, dan memang sangat