TINJAUAN KEAKURATAN PENETAPAN KODE
DIAGNOSIS UTAMA BERDASARKAN SPESIFIKASI
PENULISAN DIAGNOSA UTAMA PADA DOKUMEN
REKAM MEDIS RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT
PERMATA MEDIKA SEMARANG PERIODE 2012
KARYA TULIS ILMIAH
Disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Diploma
(Amd) pada Program Studi Rekam Medis dan Informasi Kesehatan
Oleh :
DIKA BAYU SETIANTO
NIM D22.2009.00863
PROGRAM STUDI DIII REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN
FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO
SEMARANG
2013
ii
HALAMAN HAK CIPTA
© 2013
iii
HALAMAN PERSETUJUAN
TINJAUAN KEAKURATAN PENETAPAN KODE DIAGNOSIS UTAMA BERDASARKAN SPESIFIKASI PENULISAN DIAGNOSA UTAMA PADA DOKUMEN REKAM MEDIS RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT PERMATA
MEDIKA SEMARANG PERIODE 2012
Disusun oleh : DIKA BAYU SETIANTO
D22.2009.00863
Disetujui untuk dipertahankan dalam ujian Karya Tulis Ilmiah Tanggal : 30 Agustus 2013
Pembimbing
iv
HALAMAN PENGESAHAN
TINJAUAN KEAKURATAN PENETAPAN KODE DIAGNOSIS UTAMA BERDASARKAN SPESIFIKASI PENULISAN DIAGNOSA UTAMA PADA DOKUMEN REKAM MEDIS RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT PERMATA
MEDIKA SEMARANG PERIODE 2012
KARYA TULIS ILMIAH TAHUN 2013 Disusun oleh : DIKA BAYU SETIANTO
NIM D22.2009.00863
Karya Tulis Ilmiah ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro Semarang
Semarang, 18 September 2013 Tim Penguji :
Ketua : Kriswiharsi Kun S., M.Kes ( ……… ) Anggota : Dyah Ernawati, S.kep, Ns, M.Kes ( ……… ) dr. Lily Kresnowati, M.Kes ( ……… )
Mengetahui, Dekan
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya Tulis ini secara khusus saya persembahkan Kepada : Mama, Papa yang tak pernah kering akan doa untuk kesuksesan anak-anaknya Istriku tercinta “Nova” yang selalu memberi motivasi baru dalam penulisan karya tulis ilmiah ini Anakku Tersayang “Erkhel” malaikat kecilku yang merupakan sumber semangat baru Teman-temanku Pepho , Tyo , noVan , Nisa dan yang lainnya yang selalu siap
membantu ( Rasah kaRaokenaN tErus bozZzz... Borosssss!!! ) Kriswihasi Kun S., M.Kes, dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu di
sela-sela kesibukannya, membimbing, menasehati, membantu dan memberikan motivasi sehingga karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan Serta teman-teman Rekam Medis UDINUS angkatan 2009 yang sama-sama
vi
RIWAYAT HIDUP
Nama : DIKA BAYU SETIANTO
Tempattanggallahir : Wonosobo, 19 Oktober 1989 JenisKelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Karangrejo Rt : 03 Rw : 02, Selomerto, Wonosobo Riwayat Pendidikan :
1. SD Negrei 1 Karangrejo, tahun 1996-2002 2. SLTP Negrei 2 Selomerto, tahun 2002-2005 3. SMA Negeri 2 Wonosobo, tahun 2005-2008
4. Diterima di program studi DIII Rekam Medis dan Informasi Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro Semarang tahun 2009.
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat, hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul Tinjauan Keakuratan Penetapan Kode Diagnosis Utama Berdasarkan Spesifikasi Penulisan Diagnosa Utama Pada Dokumen Rekam Medis Rawat Inap di Rumah Sakit Permata Medika Semarang Periode 2012. Penyusunan Karya Tulis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III Rekam Medis dan Informasi Kesehatan Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro Semarang.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan, bimbingan, dan dorongan dari berbagai pihak, usaha penulis dalam menyusun Karya Tulis Ilmiah ini tidak akan berhasil. Dengan penghargaan yang tinggi disertai rasa terima kasih, penulis sampaikan kepada :
1. Dr. Ir. Edi Noersasongko, M.Kom, selaku Rektor Universitas Dian Nuswantoro.
2. Dr. dr. Sri Andarini Indreswari, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro.
3. Arif Kurniadi, M.Kom, selaku Ketua Progdi DIII RMIK Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro.
4. Kriswihasi Kun S., M.Kes, selaku dosen pembimbing I yang telah meluangkan waktu di sela-sela kesibukannya, membimbing, menasehati, membantu dan memberikan motivasi sehingga karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan.
5. Dyah Ernawati, SKep, Ns, selaku dosen review KTI.
6. Dr. Djoko Widyanto. JS, DHM, MH. Kes, selaku Direktur Rumah Sakit Permata Medika Semarang.
7. Retno Astuti S, SS, MM selaku dosen wali yang selalu sabar dalam membimbing dan memberikan motivasi kepada penulis.
8. dr. Farida. S, sebagai Kepala Instalasi Rekam Medis Rumah Sakit Permata Medika Semarang
viii
9. Seluruh Dosen DIII Rekam Medis dan Informasi Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro Semarang yang telah memberikan ilmu baik secara formal maupun informal kepada penulis.
10. Seluruh Staf Instalasi Rekam Medis dan karyawan RS Permata Medika Semarang yang telah membantu dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini. 11. Seluruh mahasiswa angkatan 2009 Progdi DIII Rekam Medis dan Informsi
Kesehatan Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro Semarang yang telah mendukung dalam penulisan karya tulis ilmiah ini.
12. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusuna Karya Tulis Ilmiah ini. dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan dari pembaca demi kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini.
Semarang, September 2013
ix
Program Studi DIII Rekam Medis dan Informasi Kesehatan Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro Semarang 2013
ABSTRAK DIKA BAYU SETIANTO
TINJAUAN KEAKURATAN PENETAPAN KODE DIAGNOSIS UTAMA BERDASARKAN SPESIFIKASI PENULISAN DIAGNOSA UTAMA PADA DOKUMEN REKAM MEDIS RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT PERMATA MEDIKA SEMARANG PERIODE 2012
Rumah Sakit Permata Medika Semarang merupakan rumah sakit tipe C yang telah menggunakan ICD-10 sebagai pedoman koding, di rumah sakit tersebut belum pernah diadakan penelitian untuk mengetahui keakuratan penetapan kode diagnosis utama berdasarkan spesifikasi penulisan diagnosa utama pada dokumen rekam medis rawat inap di rumah sakit Permata Medika Semarang periode 2012.
Dari hasil survei awal dengan menggunakan wawancara dengan petugas koding didapatkan keterangan bahwa kode yang tidak akurat dikarenakan petugas koding merangkap sebagai petugas assembling, banyaknya beban kerja yang dapat mengakibatkan konsentrasi petugas menjadi terganggu.
Penelitian ini menggunakan metode observasi dengan pendekatan crossectional dan jenis penelitian analitik, sedangkan populasi dari penelitian ini adalah 6.553 berkas rekam medis rawat inap periode 2012 sehingga diperoleh sampel sebanyak 99 berkas yang diambil dengan menggunakan tekhnik sampel random sampling.
Hasil pengamatan diketahui bahwa kode diagnosa utama yang akurat 71,7% dokumen rekam medis rawat inap, sedangkan untuk penulisan diagnosa utama yang spesifik 70,7% dokumen, dan akurasi kode penyakit pada diagnosis utama yang tidak spesifik sebanyak 72,42 % dokumen rekam medis rawat inap.
Maka kesimpulan yang diperoleh yaitu, bahwa untuk mendapatkan akurasi kode penyakit, tidak hanya dipengaruhi oleh penulisan diagnosis utama yang spesifik saja tetapi dipengaruhi juga oleh ketelitian petugas koding serta factor-faktor lain yang mempengaruhi. Oleh karena itu petugas koding sebaiknya aktif dalam mencari informasi jika menemukan diagnosis utama yang tidak spesifik serta perlu adanya peningkatan pengetahuan petugas koding dengan diikutkan dalam pelatihan koding ICD-10.
Kata kunci : Spesifikasi diagnosis utama, akurasi kode penyakit ICD-10 Kepustakaan : 10 (1997-2013)
x
DIII Studies Program Medical Record and Health Information Medical Faculty of the Dian Nuswantoro University Semarang 2013
ABSTRACT DIKA BAYU SETIANTO
REVIEW THE ACCURACY DETERMINATION OF PRIMARY DIAGNOSIS CODE SPECIFICATION WRITER BASED ON MAIN DIAGNOSTIC MEDICAL RECORD DOCUMENT IN PERMATA MEDIKA HOSPITAL 2012th PERIODE
Permata Medika hospital Semarang is a type C hospital, that has been used as guidelines ICD-10 for coding, the hospital had not conducted a study to determine the accuracy of the determination of primary diagnosis code based on specification writing primary diagnosis in the medical record document in the inpatient permata medika hospital 2012th periode.
From the results of the initial survey using interviews with officers received information obtained information that the code is not accurate because the coding clerk serves as clerk of assembly, the number of heavy workload can lead to impaired concentration officers.
This research use observational method with crossectional approach and type of analytical research, while the population of the study were 6.553 inpatient medical record file the period 2012 to obtain a sample of 99 files that are retrieved by using a random sample of sampling techniques.
The result of observations the accuracy of the primary diagnosis code on the disease as much as 71,7 % inpatient medical record documents, while the specific primary diagnosis as much as 78,57 %, and accuracy of disease at primary diagnosis code is not specific documents as much as 72,42 % medical record hospitalization.
Conclusion obtained that is, to get the accuration of disease code, do not only influenced by writing diagnosed just specific especial, but influenced also by correctness of officer coding and also other factor which influencing in consequence officer koding better be active in searching information if finding diagnosed especial which is not specific and also need the existence of the make-up of knowledge of officer koding by joining in training of Coding ICD-10. Key Word : Specification of primary diagnosis, the accuracy of ICD-10 disease codes
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN HAK CIPTA... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
RIWAYAT HIDUP ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
ABSTRAK ... ix
ABSTRACT ... x
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GRAFIK ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 3 C. Tujuan Penelitian ... 3 D. Manfaat Penelitian ... 4 E. Ruang Lingkup ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6
A. Rekam Medis ... 6
xii
C. Koding ... 10
D. Pengertian Diagnosa Utama ... 11
E. Macam-macam Diagnosis Menurut WHO ... 12
F. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Akurasi Kode Penyakit ... 12
G. Aturan Morbiditas ... 16
H. Aturan Reseleksi Kondisi Utama ... 19
I. Kerangka Teori... 21
J. Kerangka Konsep ... 22
BAB III METODE PENELITIAN ... 23
A. Jenis Penelitian ... 23
B. Identifikasi Variabel ... 23
C. Definisi Operasional ... 24
D. Populasi dan Sampel ... 26
E. Instrumen Penelitian ... 28
F. Cara Pengumpulan Data ... 28
G. Pengolahan Data ... 28
H. Analisis Data ... 29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30
A. Hasil Pengamatan ... 30
B. Pembahasan ... 37
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 39
A. Kesimpulan ... 39
B. Saran ... 40
DAFTAR PUSTAKA ... 42 LAMPIRAN
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Kerangka Teori ... 21 Gambar 2.2. Kerangka Konsep ... 22
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Akurasi Kode Diagnosa Utama ... 34 Tabel 4.2. Spesifikasi Diagnosa Utama ... 35 Tabel 4.3. Akurasi kode pada diagnosa yang spesifik dan tidak spesifik ... 36
xv
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1. Akurasi Kode Diagnosa Utama ... 34 Grafik 4.2. Spesifikasi Diagnosa Utama ... 35
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Daftar Checklist 2. Buku Pintar ICD-10
3. Protap Pemberian Kode Diagnosis Penyakit (ICD X) 4. Surat Ijin Penelitian
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam rangka upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan pada tiap unit sarana pelayanan kesehatan perlu adanya dukungan dari berbagai faktor, diantaranya yaitu terkait dengan perekaman data medis pasien yang informatif, lengkap dan berkesinambungan. Bentuk dari sarana kesehatan itu salah satunya adalah rumah sakit, dimana didalamnya terdapat penyelenggaraan rekam medis yang baik dan benar. Oleh sebab itu, ditetapkanlah peraturan Menteri RI No 269 / Menkes / Per / III / 2008. Rekam medis merupakan suatu berkas yang berisi catatan – catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain pada pasien yang diberikan oleh sarana pelayanan kesehatan. Pelayanan terutama rumah sakit, tidak terlepas dari peran serta petugas rekam medis yang akan mendukung dalam rangka peningkatan mutu pelayanan rekam medis.(9)
Dalam upaya memperoleh informasi kesehatan yang akurat, tepat waktu, dan sesuai kebutuhan dalam pengambilan keputusan, digunakanlah standar tentang pencatatan data morbiditas, dengan berpedoman pada International
Classification of Deseases 10th Revision (ICD-10) sebagai sistem klasifikasi
penyakit. Sistem klasifikasi diagnosis penyakit adalah suatu tatanan pengelompokan satuan penyakit yang disusun berdasarkan abjad dan angka
2
yang bertujuan untuk mempermudah retrieval san analisis data. Penggunaan ICD-10 ini diperkuat dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No 50 / Menkes / SK / I /1998 tentang perberlakuan ICD-10 tertanggal 13 Januari 1998.(1)
Dalam penggunaannya, ICD-10 kini digunakan sebagai buku pedoman standar yang digunakan oleh rumah sakit untuk menentukan kode diagnosis utama pasien. Dalam proses koding, ICD-10 menyediakan pedoman khusus untuk menyeleksi kausa atau kondisi yang akan dikode dan proses kodingnya. Aturan dan pedoman tentang seleksi kondisi atau sebab tunggal yang dipakai untuk tabulasi rutin dalam sertifikat kematian atau rekaman morbiditas ini telah diadopsi oleh WHO dalam sidang World Health Assembly, khususnya berkaitan dengan revisi ICD.(3)
Salah satu penentu keakuratan kode diagnosia utama penyakit, adalah spesifisitas diagnosis utama, masing-masing pernyataan diagnostik harus berisifat informatif atau mudah dipahami agar dapat menggolongkan kondisi-kondisi yang ada kedalam kategori ICD yang paling spesifik. Penulisan diagnosis yang detail dan spesifik, akan memudahkan penentuan rincian kode.
Rumah Sakit Permata Medika Semarang, merupakan rumah sakit yang telah melakukan standar pengkodean dengan menggunakan ICD-10. Namun dalam pelaksanaanya, masih dijumpai ketidakakuratan kode diagnosis utama. Dari hasil survei pendahuluan pada 20 dokumen rekam medis rawat inap yang dipilih secara acak, penulisan diagnosa yang tidak spesifik terdapat 65%, dan penulisan diagnosa yang spesifik terdapat 35%. Dari penulisan diagnosa yang tidak spesifik terdapat 61,53% kode yang akurat dan 38,47%
3
kode yang tidak akurat, sedangkan dari penulisan diagnosa yang spesifik terdapat 85,72% kode yang akurat dan 14,28% kode yang tidak akurat.
Dari hasil survei awal dengan menggunakan wawancara dengan petugas koding didapatkan keterangan bahwa kode yang tidak akurat dikarenakan petugas koding merangkap sebagai petugas assembling, banyaknya beban kerja yang dapat mengakibatkan konsentrasi petugas menjadi terganggu.
Mengingat pentingnya spesifikasi penulisan diagnosa utama terhadap keakuratan kode diagnosa utama yang dihasilkan, dan sebagai salah satu tolak ukur untuk kontrol kualitas di bagian koding unit rekam redis maka dalam penulisan tugas akhir ini, peneliti ingin membahas tentangan “Tinjauan Keakuratan Penetapan Kode Diagnosa Utama Berdasarkan Spesifikasi Penulisan Diagnosa Utama”.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana tinjauan keakuratan penetapan kode diagnosa utama berdasarkan spesifikasi penulisan diagnosa utama.
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Mengetahui keakuratan penetapan kode diagnosa utama berdasarkan spesifikasi penulisan diagnosa utama di Rumah Sakit Permata Medika Semarang Periode 2012.
4
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui spesifikasi penulisan diagnosis utama pada dokumen rekam medis rawat inap dan menghitung tingkat spesifikasi penulisan diagnosa utama.
b. Mengetahui keakuratan kode diagnosis utama pada dokumen rekam medis rawat inap berdasarkan ICD-10 dan menghitung tingkat keakuratan kode diagnosa utama.
c. Mengetahui spesifikasi diagnosa utama terhadap keakuratan kode.
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti
Menambah pengalaman dan memperluas wawasan serta pengetahuan tentang pelaksanaan ICD-10, dengan kenyataan yang terjadi di lapangan. 2. Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam menentukan tata cara koding yang benar menurut ICD-10.
3. Bagi Akademik
Sebagai bahan masukan untuk penelitian selanjutnya sekaligus referensi yang dapat menambah khasanah keilmuan rekam medis, khususnya mengenai pelaksanaan ICD-10 dalam koding penyakit.
E. Ruang Lingkup 1. Lingkup Keilmuan
5
2. Lingkup Materi
International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problem – 10th Revision.
3. Lingkup Lokasi
Lokasi penelitian dilakukan dibagian koding rawat inap Rumah Sakit Permata Medika Semarang.
4. Lingkup Metode
Penelitian ini menggunakan metode Observasi. 5. Lingkup Obyek
Obyek yang menjadi penelitian adalah dokumen rekam medis rawat inap. 6. Lingkup Waktu
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Rekam Medis
1. Pengertian Rekam Medis
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia Rekam Medis adalah hasil perekaman yang berupa keterangan mengenai hasil pengobatan pasien, sedangkan rekam kesehatan yaitu hasil perekaman yang berupa keterangan mengenai kesehatan pasien.
Dalam peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 269 tahun 2008 tentang rekam medis disebutkan bahwa rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien, dimana pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada dokter atau dokter gigi dan tenaga kesehatan tertentu.(2)
Menurut Huffman EK, 1992 menyampaikan batasan rekam medis adalah rekaman atau catatan mengenai siapa, apa, mengapa, bilamana pelayanan yang diberikan kepada pasien selama masa perawatan yang memuat pengetahuan mengenai pasien dan pelayanan yang diperolehnya serta memuat informasi yang cukup untuk mengidentifikasi pasien, membenarkan diagnosis dan pengobatan serta merekam hasilnya.(4)
7
Dari definisi rekam medis diatas, dapat disimpulkan bahwa rekam medis merupakan kumpulan fakta tentang kehidupan seseorang dan riwayat penyakitnya, termasuk keadaan sakit, pengobatan saat ini dan saat lampau yang ditulis oleh para praktisi kesehatan dalam upaya mereka memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien.
2. Tujuan Rekam Medis
Rekam medis bertujuan untuk menyediakan informasi guna memudahkan pengelolaan dalam pelayanan kepada pasien dan memudahkan pengambilan keputusan,manajerial (perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan, penilaian dan pengendalian) oleh pemberi pelayanan klinis dan administrasi pada sarana pelayanan kesehatan.(5)
3. Manfaat Rekam Medis
Menurut Permenkes No. 749a tahun 1989 menyebutkan bahwa rekam medis memiliki 5 manfaat yaitu :
a. Sebagai dasar pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien. b. Sebagai bahan pembuktian dalam perkara hukum.
c. Bahan untuk kepentingan penelitian.
d. Sebagai dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan. e. Sebagai bahan untuk menyiapkan statistik kesehatan.
Sedangkan menurut Gilbony 1991 rekam medis memiliki 6 manfaat, yang terangkum dalam kata ALFRED :
8
a. Administration (Administrasi)
Suatu dokumen rekam medis mempunyai nilai administarsi karena isinya menyangkut tindakan berdasarkan wewenang dan tanggungjawab sebagai tenaga medis dan paramedis dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan.
b. Legal (Hukum)
Suatu dokumen rekam medis mempunyai nilai hukum, karena isinya menyangkut masalah adanya jaminan kepastian hukum atas keadilan. Selain itu, dalam rangka usaha menegakkan hukum serta penyediaan bahan tanda bukti untuk menegakkan keadilan.
c. Financial (Keuangan)
Suatu dokumen rekam medis mempunyai nilai keuangan karena isinya dapat dijadikan sebgai bahan untuk menetapkan biaya pembayaran di rumah sakit.
d. Research (Penelitian)
Suatu dokumen rekam medis mempunyai nilai penelitian, karena isinya mengandung data atau informasi yang dapat digunakan sebagai aspek penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan.
e. Education (Pendidikan)
Suatu dokumen rekam medis mempunyai nilai pendidikan, karena isinya menyangkut data atau informasi tentang perkembangan kronologis dan kegiatan pelayanan medis yang diberikan kepada pasien. Informasi tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan atau referensi pengajaran dibidang profesi si pemakai.
9
f. Documentation (Dokumentasi)
Suatu dokumen rekam medis mempunyai nilai dokumentasi, karena isinya menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan dan dipakai sebagai bahan pertanggungjawaban dan laporan rumah sakit.
B. ICD – 10
1. Pengertian ICD – 10
ICD-10 adalah singkatan The International Statistical Classification
of Disease and Related Health Problem -10th Revision. Dimana ICD-10 ini
digunakan untuk klasifikasi penyakit dan masalah kesehatan lain yang terekam dalam berbagai jenis rekaman vital dan kesehatan. Pada praktiknya ICD telah menjadi standard internasional klasifikasi diagnosis untuk semua tujuan epidemiologi umum dan manajemen kesehatan.(1) 2. Tujuan ICD
Tujuan penyusunan ICD-10 adalah sebagai berikut :
a. Untuk mempermudah perekaman yang sistematis, untuk keperluan analisis, interpretasi dan komparasi data morbiditas maupun mortalitas yang dikumpulkan dari berbagai daerah pada saat yang berlainan.
b. Untuk menerjemahkan diagnosis penyakit dan masalah kesehatan lainnya dari kata-kata menjadi kode alfanumerik, yang memudahkan penyimpanan, retrieval dan analisis data.(1)
10
C. Koding
1. Pengertian Koding
Koding adalah pemberian penetapan kode dengan menggunakan huruf atau angka kombinasi huruf dalam angka mewakili komponen data, sedangkan pengkodean adalah bagian dari usaha pengorganisasian proses penyimpanan dan pengambilan kembali data yang memberi kemudahan bagi penyajian informasi tersebut.
2. Tujuan Koding
Koding merupakan fungsi yang cukup penting dalam jasa pelayanan informasi kesehatan, data klinis yang terkode dibutuhkan untuk meretreieve informasi guna kepentingan asuhan pasien, penelitian, peningkatan performasi pelayanan, perencanaan dan manajemen sumber daya, serta untuk mendapatkan reimbursement yang sesuai bagi jasa pelayanan kesehatan yang diberikan.
3. Langkah-langkah Koding
Adapun langkah-langkah koding adalah sebagai berikut :
a. Identifikasi tipe pernyataan yang akan di kode, kemudian carilah dalam buku volume 3 pada bagian yang sesuai.
b. Cari lead term nya.
c. Baca catatan yang tercantum dibawah lead term.
d. Baca semua terminologi yang ada dalam kurung atau parentheses dibelakang lead term.
e. Ikuti secara hati-hati semua cross-references (kata “see” dan “see
11
f. Rujuk daftar tabulasi dalam volume 1 untuk verifikasi kesesuaian nomor kode yang telah dipilih.
g. Berpedomanlah pada “inclusion” atau “exclusion terms” yang ada dibawah kode terpilih, atau dibawah judul bab, blok atau kategori. h. Tentukan kode yang sesuai.
D. Pengertian Diagnosa Utama
Diagnosa utama merupakan kata / frasa yang digunakan oleh dokter untuk menyebutkan suatu penyakit yang diderita seorang pasien yang memerlukan, mencari atau nemerima asuhan medis. Diagnosa diperoleh pada saat dokter telah melakukan pemeriksaan terhadap pasien sedangkan diagnosis utama adalah penyakit atau cacat, luka, keadaan sakit yang utama dari pasien yang dirawat di rumah sakit, adapun batasan-batasan diagnosa utama adalah sebagai berikut :
1. Ditentukan setelah cermat dikaji (determined after study). 2. Menjadi alasan untuk dirawat (coused this particular admission).
3. Menjadi fakta arahan terapi, pengobatan atau tindakan lain-lain yang dilaksanakan untuk menegakkan diagnosis (focus of treatment).(6)
E. Macam-macam Diagnosis Menurut WHO 1. Principal Diagnosis
Adalah diagnosis yang ditegakkan setelah dikaji, yang terutama bertanggung jawab menyebabkan admission pasien ke rumah sakit.
12
2. Other Diagnosis
Diagnosis selain principal diagnosis yang menggambarkan suatu kondisi dimana pasien mendapatkan pengobatan, atau dimana dokter mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan untuk memasukkannya dalam pemeriksaan kesehatan lebih lanjut.
3. Complication
Suatu diagnosis yang menggambarkan suatu kondisi yang muncul setelah dimulainya observasi dan perawatan di rumah sakit yang mempengaruhi perjalanan penyakit pasien atau asuhan medis yang dibutuhkan.(3)
F. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Akurasi Kode Penyakit 1. Kelengkapan Rekam Medis
Kelengkapan dalam pengisian rekam medis akan sangat mempengaruhi mutu rekam medis. Sebelum melakukan pengkodean diagnosis penyakit, petugas rekam medis diharuskan mengkaji data pasien dalam lembar-lembar rekam medis tersebut diatas untuk memastikan rincian diagnosis yang dimaksud, sehingga penentuan kode penyakit dapat mewakili sebutan diagnosis tersebut secara utuh dan lengkap, sebagaimana aturan yang digariskan dalam ICD-10.
2. Tenaga Medis
Kualitas kode yang dihasilkan oleh petugas koding terutama ditentukan oleh data dasar yang ditulis dan ditentukan oleh tenaga medis penanggung jawab pasien. Oleh karena itu, penting bagi tenaga medis terkait untuk mengetahui dan memahami proses koding dan data dasar
13
yang dibutuhkan, sehingga dalam proses perekaman dapat memenuhi beberapa persyaratan kelengkapan data guna menjamin keakurasian kode. Di sisi lain, petugas koding bertanggung jawab atas keakurasian kode diagnosis, oleh karenanya apabila ada hal-hal yang kurang jelas atau meragukan dalam penentuan kode, perlu dikomunikasikan terhadap dokter penganggung jawab.
3. Spesifikasi Penulisan Diagnosa Utama
Spesifikasi dalam penulisan diagnosa utama akan sangat mempengaruhi mutu akurasi koding. Karena semua pernyataan diagnosis yang terekam harus seinformatif mungkin agar dapat menggolongkan kondisi-kondisi yang ada ke dalam kategori ICD yang paling spesifik. Penulisan diagnosis yang detail dan spesifik akan memudahkan petugas koding dalam menentukan rincian kode sampai dengan karakter ke-4 dan ke-5. Penulisan diagnosis yang tidak spesifik sering kali menyulitkan koder dalam pemilihan kode penyakit yang sesuai, dan berujung kesalahan penetapan kode (miscoding).
4. Tenaga Perekam Medis
Kunci utama dalam pelaksanaan koding adalah koder atau petugas koding. Akurasi koding (penentuan kode) merupakan tanggung jawab tenaga rekam medis, khususnya tenaga koding. Kurangnya tenaga pelaksana rekam medis khususnya tenaga koding baik dari segi kualitas maupun kuantitas, kualitas petugas koding di URM di rumah sakit dapat dilihat dari :
14
a. Pengalaman Kerja
Pengalaman kerja yang dimiliki oleh petugas koding sangat mendukung dalam pelaksanaan tugasnya. Petugas koding yang berpengalaman dapat menentukan kode penyakit lebih cepat berdasarkan ingatan dan kebiasaan.
b. Pendidikan
Keakuratan pilihan kode diagnosis dalam ICD adalah essensial bagi manajemen kesehatan. Kesalahan mengutip, memindahkan dan memilih kode secara tepat merupakan kesalahan yang sering terjadi pada saat pengkodean diagnosis penyakit. Salah satu penyebab kesalahan tersebut umumnya adalah karena kurangnya pengetahuan mengenai aturan-aturan dalam koding yang menggunakan ICD-10. Kemampuan koding merupakan salah satu kompetensi kritis yang tidak dimiliki oleh tenaga kesehatan lain. Karena koding merupakan salah satu tugas pokok tenaga rekam medis.
c. Pelatihan
Apabila tenaga koding belum mempunyai kesempatan untuk mendapatkan pendidikan khusus dibidang rekam medis dan informasi kesehatan, maka untuk mendapatkan hasil yang baik, setidaknya petugas memperoleh pelatihan yang cukup tentang seluk-beluk pekerjaannya selaku tenaga rekam medis. Pelatihan yang bersifat aplikatif berupa in-house atau on-the-job training akan sangat membantu meningkatkan pamahaman dan ketrampilan tenaga koding, terutama bila latar belakang pendidikan sama sekali tidak menunjang keakuratan penentuan kode.
15
d. Faktor Lain
Sebagaimana halnya tenaga kerja / SDM pada umumnya, tentunya kualitas tenaga juga dipengaruhi oleh faktor SDM lain seperti usia, motivasi, sistem remunerasi, sanksi, dan lain-lain.
5. Sarana ( alat bantu )
Sarana pendukang yang digunakan untuk membantu petugas koding dalam menetapkan kode meliputi :
a. ICD-10
Terdiri dari 3 Volume yaitu :
1) Volume 1 berisi daftar tabulasi yang berupa daftar alfanumerik dari penyakit dan kelompok penyakitbeserta catatan inclution dan Exclution dan beberapa cara pemberian kode.
2) Volume 2 berisi petunjuk pemakaian ICD-10. 3) Volume 3 berisi indeks alfabethklasifikasi.
b. ICOPIM (International Clasification of Procedure in Medicine) yakni standart pengkodean untuk tindakan Operasi.
c. Kamus Istilah Kedokteran
Digunakan untuk menerjemahkan istilah-istilah medis yang tidak demengerti oleh petugas koding.(3)
d. Kamus Bahasa Inggris
Untuk membantu petugas koding untuk mengetahui istilah-istilah yang ditulis dalam bahasa inggris.
6. Kebijakan atau Peraturan
Kebijakan rumah sakit yang dituangkan dalam bentuk SK Direktur, Protap (prosedur tetap)atau SOP (standar operating procedures) akan
16
mengikat dan mewajibkan semua petugas di rumah sakit yang terlibat dalam pengisian lembar-lembar rekam medis untuk melaksanakannya sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku. Selain itu dalam rangka penjaminan kualitas penyelenggaraan pelayanan rekam medis di rumah sakit, kebijakan yang dituangkan dalam aturan tertulis akan sangat berperan sebagaidasar pelaksanaan dan pedoman penyelenggaraan pelayanan rekam medis, sehingga pengawasan juga menjadi mudah dengan adanya standar atau acuan yang baku. Adanya akreditasi rumah sakit juga dapat menjadikan acuan penyelenggaraan pelayanan rekam medis berkualitas di rumah sakit.(1)
G. Aturan Morbiditas 1. Prinsip Umum
Seorang praktisi medis yang bertanggung jawab terhadap pengobatan pasien harus memilih kondisi utama dan kondisi lain untuk masing-masing episode asuhan kesehatan. Informasi ini harus disusun secara sistematis menggunakan standar pencatatan.
2. Detail dan Spesifitas
Semua pernyataan diagnosis yang terekam harus seinformatif mungkin agar dapat menggolongkan kondisi-kondisi yang ada ke dalam kategori ICD yang paling spesifik. Penulisan diagnosis yang detail dan spesifik akan memudahkan penentuan rincian kode sampai dengan karakter ke-4 dan ke-5.
Rincian informasi yang diisyaratkan menurut ICD-10 dapat berupa kondisi akut / kronis, letak anatomik yang detail, tahapan penyakit,
17
ataupun komplikasi atau kondisi penyerta. Penulisan diagnosis yang tidak spesifik sering kali menyulitkan koder dalam pemilihan kode penyakit yang sesuai, dan berujung kesalahan penetapan kode (miscoding).
3. Diagnosis atau gejala tak tentu
Bilamana sampai dengan akhir episode perawatan tidak didapatkan diagnosis pasti (definite) tentang penyakit atau masalah, maka informasi yang paling spesifik dan kondisi yang diketahui memerlukan perawatan atau pemeriksaan saat itulah yang direkam. Hal ini dilakukan dengan menyatakan suatu gejala, masalah atau temuan abnormal sebagai diagnosis. Pernyataan diagnosis yang ditulis sebagi “mungkin” (possible), “dipertanyakan” (questionable) atau “dicurigai” (suspected), menunjukkan bahwa kondisi tersebut sudah dipertimbangkan namun belum dapat dipastikan.
4. Alasan non-morbid kontak dengan pelayanan kesehatan
Episode asuhan kesehatan atau saat kontak dengan pelayanan kesehatan tidak selalu berkaitan dengan pengobatan atau pemeriksaan penyakit / cidera saat ini. Episode tersebut juga dapat terjadi manakala seseorang yang (mungkin) tidak dalam keadaaan sakit namun membutuhkan atau menerima pelayanan kesehatan tertentu, rincian dari keadaan tersebut haruslah direkam sebagai “main condition” (kondisi utama).
5. Kondisi Ganda
Bilamana suatu periode perawatan menyangkut sejumlah kondisi yang saling terkait (misalnya cidera multiple, sekuale multiple dari cidera atau penyakit sebelumnya, atau kondisi multiple yang terjadi pada
18
penyakit HIV), maka dalam aturan morbiditas ICD-10 dinyatakan bahwa salah satu kondisi yang jelas paling parah serta membutuhkan lebih banyak sumber daya dibandingkan dengan yang lainnya harus direkam sebagai “main condition”(kondisi utama), sedang kondisi yang lain sebagai “other condition”. Bila tidak ada kondisi yang lebih dominan, maka istilah seperti “multiple fractures”, “multiple head injuris” atau “HIV
disease resulting in multiple infection” dapat direkam sebagai “main condition” yang diikuti oleh daftar kondisi tersebut.
6. Kondisi Akibat Sebab Luar
Bilamana suatu kondisi seperti misalnya cidera, keracunan, atau akibat lain dari sebab luar terekam, sangat penting artinya untuk menggambarkan secara lengkap kondisi yang ada dan kondisi lingkungan yang menyebabkan timbulnya hal tersebut. Jadi untuk diagnosis cedera sebaiknya digunakan kode ganda, satu kode utama untuk kondisi cedera yang diderita, dan kode tambahan untuk menjelaskan sebab luar apa yang menyebabkan kondisi tersebut, meliputi jenis sebab luar, tempat kejadian, dan aktivitas saat kejadian. Kode ini sangat penting artinya jika dikaitkan dengan epidemiologi cedera dan kecelakaan, khususnya kecelakaan kerja, kecelakaan lalu lintas, dan kecelakaan domestik. Statistik yang biak untuk sebab cedera ini dapat digunakan untuk upaya pencegahan dan penanggulangan cedera dan keracunan.
7. Pengobatan untuk Squale
Bilamana suatu episode perawatan ditunjukan untuk perawatan atau pemeriksaan dari kondisi residual (squale) dari suatu penyakit yang sudah tidak ada lagi, squale tersebut harus digambarkan secara lengkap
19
dan disebutkan kondisi asalnya, disertai indikasi yang jelas bahwa penyakit asalnya sudah tidak ada lagi. Jadi kode squale ini diberikan bila pelayanan kesehatan yang diberikan adalah untuk gejala sisa dari suatu penyakit disertai bukti atau keterangan bahwa penyakitnya sendiri telah sembuh.(3)
H. Aturan Reseleksi Kondisi Utama 1. Rule MB 1
Bilamana suatu kondisi minor atau kondisi yang sudah lama terjadi, atau masalah yang bersifat insidental tercatat sebagai “kondisi utama”, sedangkan kondisi yang lebih signifikan dan lebih relevan terhadap pengobatan yang diberikan dan atau yang lebih sesuai dengan spesialisasi yang merawat pasien, terekam sebagai “kondisi lain”, mungkin perlu dilakukan reseleksi, dimana yang disebutkan terakhir justru menjadi “kondisi utama”.
2. Rule MB 2
Bilamana beberapa kondisi yang tak dapat dikode dengan kondisi multiple ataupun kategori kombinasi, terekam sebagai “kondisi utama” sedangkan rincian lain pada catatan mengacu pada salah satu kondisi sebagai “kondisi utama” berdasarkan pelayanan kesehatan yang diterima oleh pasien, maka pilihlah kondisi yang terakhir ini, atau pilih saja kondisi yang pertama disebutkan, apabila tidak ada keterangan yang memadai. 3. Rule MB 3
Bila suatu gejala (symptom) atau tanda (sign) yang umumnya terklasifikasi dalam Bab XVIII, atau masalah non-morbid yang
20
terklasifikasi pada Bab XXI, terekam sebagai “kondisi utama” dan hal tersebut secara jelas menggambarkan tanda, gejala atau permasalahan dari kondisi yang didiagnosis dibagian lain, sedangkan perawatan atau pelayanan kesehatan yang di berikan kepada pasien tersebut sesuai dengan gambaran diagnosis tadi, maka lakukan reseleksi dengan memilih diagnosis yang terakhir tadi sebagai “kondisi utama” yang harus dikode. 4. Rule MB 4
Apabila diagnosis yang terekam sebagai “kondisi utama” menggambarkan suatu kondisi dengan istilah yang lebih umum (General) sedangkan terminology yang lebih spesifik atau dapat memberikan informasi yang lebih presisi tentang lokasi atau gambaran lengkap dari kondisi tersebut diletakkan dibagian lain, maka reseleksilahkondisi yang lebih spesifik tadi sebagi “kondisi utama” yang akan di kode.
5. Rule MB 5
Bilamana suatu gejala atau tanda terekam sebagai “kondisi utama” dengan indikasi bahwa kondisi tersebut mungkin disebabkan oleh kondisi lainnya, atau sebab lain di luar yang terekam, maka sebaiknya pilih gejala (symptom) tersebut sebagai “kondisi utama”. Sedangkan bila terdapat dua atau lebih kondisi yang terekam sebagai pilihan diagnosis “utama”, dan keduanya memungkinkan untuk dipilih sebagai kondisi utama, maka pilihlah yang pertama kali direkam.(3)
21
I. Kerangka Teori
Gambar 2.1 : Kerangka Teori
J. Kerangka Konsep
Gambar 2.2 : Kerangka Konsep Faktor yang mempengaruhi kode diagnosis : 1. Kelengkapan Rekam Medis 2. Tenaga Medis 3. Tenaga Rekam Medis 4. Sarana, Prasarana 5. Kebijakan Tenaga Medis (dokter) Diagnosis utama : 1. Spesifik 2. Tidak Spesifik Diagnosis utama Kode Penyakit
Akurat Tidak Akurat
Spesifik Akurat Diagnosa Utama Kode Diagnosa Utama Tidak Spesifik Spesifik Tidak Akurat Tidak Spesifik
22
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif artinya peneliti memaparkan hasil – hasil penelitian secara obyektif. Metode penelitian yang digunakan ialah observasi, maksudnya peneliti mengamati obyek penelitian secara langsung untuk memperoleh gambaran hasil sesuai dengan keadaan dilapangan. Sedangkan metode yang digunakan adalah observasi dengan pendekatan cross sectional yakni pengumpulan data variabel dilakukan pada saat bersamaan.(7)
B. Identifikasi Variabel
Variabel diartikan sebagai segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan, penilaian atau faktor yang berperan dalam peristiwa dan gejala yang akan diteliti yaitu :
1. Diagnosa Utama 2. Kode Diagnosa Utama
3. Persentase spesifikasi diagnosa utama dan keakuratan kode diagnose utama
23
C. Definisi Operasional
No Variabel Penelitian Definisi Operasional 1 Diagnosa Utama Kategori a. Diagnosa Utama Spesifik b. Diagnosa utama tidak spesifik
Diagnosa utama adalah diagnosis yang ditegakkan setelah dikaji, yang terutama bertanggung jawab menyebabkan
admission pasien ke rumah sakit yang diperoleh
berdasarkan observasi lembar RM 1 yang kemudian di cross check dengan lembar-lembar RM yang lain seperti lembar anamnesa, pemeriksaan fisik, perjalanan penyakit, resume, pemeriksaan penunjang.
Penulisan diagnosa utama yang memenuhi kriteria-kriteria ICD-10 yaitu ada etiologi, topografi, morfologi dan penggunaan terminologi medis yang tidak standar atau tidak sesuai kesepakatan.
Penulisan diagnosa utama yang tidak memenuhi kriteria-kriteria ICD-10 yaitu tidak jelas etiologi, topografi, morfologi, penggunaan terminologi medis yang standar atau sesuai kesepakatan dan tidak tertulis pada lembar RM 01.
2 Kode Diagnosa Utama
Kode alfanumerik dari ICD-10 yang diberikan oleh petugas koding berdasarkan diagnosa utama yang ditulis dokter sesuai ketentuan ICD-10 yang diperoleh berdasarkan observasi lembar RM 1 yang kemudian di cross check
24
Kategori
a. Kode Akurat
b. Kode Tidak Akurat
dengan lembar-lembar RM yang lain seperti lembar anamnesa, pemeriksaan fisik, perjalanan penyakit, resume, pemeriksaan penunjang.
Kode tepat dan sesuai dengan kategori klasifikasi ICD-10.
Kode tidak tepat dan tidak sesuai dengan kategori yang terklasifikasi dalam ICD-10.
3 Persentase
spesifikasi diagnosa utama dan
keakuratan kode diagnosa utama.
Proporsi kode diagnosa yang akurat dan tidak akurat dan proporsi diagnosa utama spesifik dan tidak spesifik dalam bentuk persen (%).
Perhitungan ini didapatkan dengan rumus :
Diagnosa Spesifik = Diagnosa Spesifik
Total Diagnosa
x
100%Diagnosa Tidak Spesifik = Diagnosa Tidak Spesifik
25
n
=Kode Akurat = Kode Akurat
Total Kode
x
100%Kode Tidak Akurat = Kode Tidak Akurat
Total Kode
x
100%D. Populasi dan Sampel 1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah dokumen rekam medis rawat inap pada bagian filing pada tahun 2012 sebanyak 6.553 Dokumen Rekam Medis .
2. Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik semi
systematic random sampling (sampel acak semi sistematis) dengan
menggunakan ujung pensil yang dijatuhkan diatas table random, tabel random diperoleh dari angka acak (random number) menggunakan komputer, setelah pensil dijatuhkan sekali pada tabel random kemudian ditarik garis secara vertikal keatas, kekanan dan kebawah dengan memberi jarak 2 baris untuk diambil nomornya pada tabel random sesuai dengan jumlah sampel yang ditentukan, nomor urut yang dibaca sebanyak 3 digit dari belakang pada tabel random untuk dilihat nomor urutnya pada buku register pasien rawat inap untuk mendapatkan nomor rekam medis yang kemudian akan dicari pada bagian filing. Adapun besar sampel yang diperoleh dari hasil perhitungan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Rumus Sampel (n) yaitu N
26
Keterangan :
n
= Jumlah SampelN = Jumlah Populasi
d²= Tingkat Keakuratan 10 % (0,1)(2)
Dari jumlah 6.553 DRM, akan dihitung jumlah sampel populasi dengan perhitungan rumus n :
Dengan demikian, didapatkan sampel untuk dokumen rekam medis rawat inap sejumlah 99 dokumen rekam medis.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Check – list untuk memasukkan kode yang sudah diperolehyang selanjutnya ditabulasikan kedalam tabel.
n
= N 1 + N(d²) 6.553 1 + 6.553.(0,12) = 6.553 1 + 6.553.0,01 = 6.553 1 + 65,53 = 6.553 66,53 = = 98,49 => 99 DRM27
2. Tabulating yang akan digunakan untuk mengidentifikasi diagnosa yang spesifik atau tidak spesifik maupun kode diagnosa yang akurat atau tidak akurat.
F. Cara Pengumpulan Data 1. Data primer
Merupakan data yang diperoleh dengan pengambilan data secara langsung pada lembar RM 1 dan lembar-lembar RM pendukung lainnya pada dokumen rekam medis rawat inap.
2. Data sekunder
Data sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung dari sumbernya yang dikumpulkan oleh pihak lain dilokasi penelitian. Sumber data disini diperoleh melalui data register rawat inap per bangsal untuk mengetahui nomor rekam medis dokumen rawat inap yang akan diambil di rak filing.
G. Pengolahan Data
Terhadap data yang diperoleh dilakukan pengolahan data sebagai berikut : 1. Editing, yaitu meneliti kembali penulisan data yang dikumpulkan.
2. Tabulating, yaitu membuat tabel tentang keakuratan kode dan spesifikasi penulisan diagnosa utama.
3. Penyajian data, yaitu menyajikan data dalam bentuk tabel sehingga dapat diketahui gambaran kedalam bentuk naratif.
28
H. Analisis Data
Data yang sudah terkumpul dan diolah kemudian dianalisis secara deskriptif dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Pengumpulan data dari dokumen rekam medis yaitu diagnosa utama dan kode diagnosa utama.
2. Mengidentifikasi diagnosa utama yang spesifik dan tidak spesifik.
3. Mengidentifikasi kode diagnosa utama yang akurat dan tidak akurat pada masing-masing diagnosa utama yang spesifik dan tidak spesifik.
4. Mentabulasikan diagnosa utama yang spesifik dan tidak spesifik serta kode diagnosa utama yang akurat dan tidak akurat kedalam tabel check list.(8)
29
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
1. Gambaran Umum Rumah Sakit Permata Medika
Seiring dengan meningkatnya tingkat pendidikan dan kesadaran masyarakat akan kesehatan serta dalam upaya untuk pemerataan pelayanan kesehatan yang berkualitas untuk masyarakat, maka keberadaan sebuah rumah sakit bagi masyarakat adalah merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendasar dan mendesak untuk membantu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, PT. Permata Bunda Utama yang berpusat di Purwodadi merasa ikut terpanggil dan bertekad untuk turut serta berkiprah dalam menyediakan pelayanan kesehatan yang berkualitas bagi masyarakat di daerah Semarang Barat khususnya serta masyarakat di wilayah kota Semarang dan sekitarnya pada umumnya.
Dalam rangka untuk mewujudkan tekad dan panggilan mulia tersebut maka pada September 2005 PT. Permata Bunda Utama melalui PT Permata Panca Utama mulai mencanangkan pembangunan RS. Permata Medika yang berlokasi di Kelurahan Ngaliyan, Semarang Barat di atas lahan seluas kurang lebih 13.000 m2. Bangunan fisik rumah sakit dengan kapasitas 134 tempat tidur ini selesai pada pertengahan tahun
30
2007 dan kemudian diresmikan oleh Gubernur Jawa Tengah pada tanggal 9 Agustus 2007 yang menandai secara resmi beroperasinya RS Permata Medika.
RS. Permata Medika merupakan rumah sakit swasta dengan klasifikasi Madya Plus atau setara dengan tipe C Plus yang didukung oleh tenaga medis yang terdiri dari 29 dokter spesialis, beberapa dokter subspesialis, 12 dokter umum serta lebih dari 100 orang tenaga keperawatan, kini terus berbenah diri seiring dengan kemajuan teknologi dan juga kebutuhan pelayanan dengan melengkapi sarana dan prasarananya seperti USG 4 dimensi dan CT Scan, Program Pengembangan Pegawai, serta Program ”Quality Assurance” untuk menjamin kualitas pelayanan serta keselamatan bagi pasien.
Kini RS Permata Medika dengan mottonya ”Layanan Prima Untuk
Semua” telah siap untuk memberikan yang terbaik bagi masyarakat Kota
Semarang dan sekitarnya.(10)
2. Gambaran Umum Unit Rekam Medis RS Permata Medika a. Motto Rumah Sakit Permata Medika
“ Layanan Prima Untuk Semua “ b. Visi Rumah Sakit Permata Medika
“ Menjadi Rumah Sakit yang Unggul, Manusiawi dan Terpilih “ c. Misi Rumah Sakit Permata Medika
1) Memberikan pelayanan Kesehatan paripurna dan bermutu.
2) Mengutamakan keamanan dan keselamatan dalam proses pelayanan.
31
4) Senantiasa melengkapi dan meningkatkan sarana dan prasarana pelayanan sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan.
d. Tujuan Rumah Sakit Permata Medika
“ Menjadi Rumah Sakit yang mampu melayani efektif, efesien dan inovatif dengan mengutamakan keamanan dan keselamatan serta didukung sumber daya manusia yang professional “
3. Bagian Unit Rekam Medis
a. Tempat Pendaftaran Pasien Rawat Jalan (TPPRJ)
Pelayanan rekam medis di TPPRJ bertujuan menyediakan informasi tentang identitas pasien rawat jalan, jenis dan tarif pelayanan rawat jalan dan formulir, catatan dan laporan untuk pendaftaran rawat jalan.
b. Unit Rawat Jalan (URJ)
Pelayanan rekam medis di unit rawat jalan bertujuan menyediakan informasi hasil anamneses, pemeriksaan fisik, diagnosa, terapi, dan tindakan rawat jalan, waktu pelayanan dan penanggung jawab pemberi pelayanan rawat jalan.
c. Instalasi Gawat Darurat (IGD)
Pelayanan rekam medis di instalasi gawat darurat bertujuan menyediakan informasi hasil anamneses, pemeriksaan fisik, diagnosa, terapi, dan tindakan gawat darurat, waktu pelayanan dan penanggung jawab pemberi pelayanan gawat darurat.
32
Pelayanan reekam medis di TPPRI bertujuan menyediakan informasi tentang identitas pasien rawat inap, jenis dan tarif pelayanan rawat inap dan formulir, catatan dan laporan untuk pendaftaran rawat inap.
e. Unit Rawat Inap (URI)
Pelayanan rekam medis di unit rawat inap bertujuan menyediakan informasi hasil anamnese, pemeriksaan fisik, diagnosa, terapi, dan tindakan rawat inap, waktu pelayanan dan penanggung jawab pemberi pelayanan rawat inap serta jumlah dan nama pasien masuk dan keluar disetiap bangsal rawat inap.
f. Instalasi Pemeriksaan Penunjang (IPP)
Pelayanan rekam medis di instalasi pemeriksaan penunjang bertujuan menyediakan informasi hasil-hasil pemeriksaan penunjang medis untuk menegakkan diagnosa atau terapi yang diminta oleh dokter di rumah sakit, oleh dokter atau pasien luar rumah sakit, waktu pelayanan pemeriksaan penunjang.
4. Spesifikasi Diagnosa Utama
Dari 99 sampel yang diteliti diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 4.2 : Spesifikasi Diagnosa Utama Dokumen Rekam Medis Rawat Inap di RS. Permata Medika semarang periode 2012.
Spesifikasi ∑ Diagnosa Utama
Spesifik 71
Tidak Spesifik 28
33
Hasil penelitian tersebut diatas dapat diperjelas dengan gambaran grafik batang dibawah ini :
Grafik 4.2 : Spesifikasi Diagnosa Utama Dokumen Rekam Medis Rawat Inap
Dari hasil grafik diatas dapat disimpulkan bahwa penulisan diagnosa utama yang spesifik 71 (71,7%) lebih besar dari pada yang tidak spesifik 28 (28,3%).
5. Akurasi Kode Diagnosa Utama
Dari 99 sampel yang diteliti diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 4.1 : Akurasi Kode Diagnosa Utama Dokumen Rekam Medis Rawat Inap di RS. Permata Medika Semarang periode 2012.
Akurasi Kode ∑ Kode Diagnosa Utama Total
Akurat Diagnosa Spesifik 59 69
99 Diagnosa Tidak Spesifik 10
Tidak Akurat
Diagnosa Spesifik 12
30 Diagnosa Tidak Spesifik 18
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Spesifik Tidak Spesifik
71,7%
28,3%
34
Hasil penelitian tersebut diatas dapat diperjelas dengan gambaran grafik batang dibawah ini :
Grafik 4.1 : Akurasi Kode Diagnosa Utama Dokumen Rekam Medis Rawat Inap
Dari hasil grafik diatas dapat disimpulkan bahwa kode diagnosa utama yang akurat dari diagnosa spesifik 59 (85,5%) kode diagnosa utama yang akurat dari diagnosa tidak spesifik 10 (14,5%), dan kode diagnosa utama tidak akurat dari diagnosa spesifik 12 (40%) kode diagnosa utama tidak akurat dari diagnosa tidak spesifik 18 (60%).
6. Spesifikasi Diagnosa Utama terhadap Akurasi Kode Diagnosa Utama
Dari 99 sampel yang diteliti diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 4.3 : Tabel akurasi kode penyakit pada diagnosa yang spesifik dan tidak spesifik dokumen rekam medis rawat inap berdasarkan ICD-10 di RS. Permata Medika Semarang periode 2012. 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
Akurat Tidak Akurat
85,5%
40%
14,5%
60%
Akurasi Kode Diagnosa Utama
35
Diagnosa Utama
Kode Penyakit
Akurat Tidak Akurat
∑ % ∑ %
Spesifik ∑ 59 85,5% 12 40%
Tidak Spesifik ∑ 10 14,5% 18 60%
Total ∑ 69 100% 30 100%
Persentase kode tidak akurat pada diagnosa yang tidak spesifik 18 (60%) lebih besar dari pada persentase kode tidak akurat pada diagnosa yang spesifik 12 (40%).
B. Pembahasan
1. Spesifikasi Diagnosa Utama
Dari hasil penelitian diketahui bahwa penulisan diagnosa utama yang spesifik 71 (71,7%) dan diagnosa yang tidak spesifik 28 (28,3%). Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidaksesuaian penulisan diagnosa utama terhadap ICD-10 diantaranya diagnosa utama tidak ditulis, tulisan dokter yang sulit dibaca, penggunaan singkatan dan istilah-istilah baru. Faktor-faktor yang menyebabkan seringnya diagnosa utama tidak terisi diantaranya waktu dokter yang sempit, pasien yang banyak, pasien yang datang tidak terdaftar sebelunya, beban kerja yang banyak (dituntut kerja cepat tapi masih ditambah kerja yang lain), memakan waktu yang banyak, dokumen rekam medis sudah terdistribusi ke bagian lain akan tetapi semua itu tergantung dari masing-masing dokternya juga. Selain itu juga
36
belum adanya kebijakan yang memberlakukan singkatan dan belum adanya kebijakan yang mengatur jalannya pengisian diagnosa utama.
Terkadang perawat ruangan juga membantu dalam hal mengkomunikasikannya dengan dokter, sehingga komunikasi antar petugas juga sangat diperlukan. Mungkin belum sepenuhnya semua petugas terkait menyadari akan pentingnya kelengkapan pengisian dokumen rekam medis khususnya RM 01 dan resume medis yang isinya mengandung informasi yang penting, karena hal ini berpengaruh terhadap mutu dan hal-hal yang terkait didalamnya.
2. Keakuratan Kode Diagnosa Utama
Dari hasil penelitian diketahui bahwa kode diagnosa utama akurat dari diagnosa yang spesifik 59 (85,5%) kode diagnosa utama yang akurat dari diagnosa tidak spesifik 10 (14,5%), dan kode diagnosa utama tidak akurat dari diagnosa spesifik 12 (40%) kode diagnosa utama tidak akurat dari diagnosa tidak spesifik 18 (60%).. Kode tidak akurat tersebut disebabkan karena dokter seringkali menuliskan diagnosa utama yang kurang spesifik seperti yang diisyaratkan ICD-10 yang meliputi kondisi akut dan kronis, letak anatomik yang detail, tahapan penyakit, ataupun komplikasi dan kondisi penyerta. Seperti contoh dalam penulisan diagnosis utama Fraktur Radius pada nomor 5 (lampiran checklist), seharusnya dokter dapat menuliskan diagnosis yang lebih spesifik yaitu dengan menambahkan keterangan yang menunjukan rincian letak fraktur sehingga kode yang dihasilkan akan lebih spesifik.
Sesuai dengan aturan morbiditas dalam ICD-10 volume 2, bahwa petugas medis yang bertanggung jawab atas pengobatan pasien harus
37
dapat menetapkan diagnosa seinformatif mungkin sesuai ICD-10 dan disusun secara sistematis dengan menggunakan metode standar pencatatan, sedangkan petugas rekam medis bertanggung jawab untuk mengevaluasi kualitas rekam medis guna menjamin konsistensi dan kelengkapan isinya, sehingga kode penyakit yang dihasilkan akurat dan sesuai dengan aturan umum koding morbiditas ICD-10. (1)
Selain itu ketidakakuratan kode diagnosa utama juga dikarenakan faktor-faktor lain, diantaranya yaitu karena kurang telitinya petugas koding dalam menganalisis lembar-lembar rekam medis rawat inap seperti Anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan lembar-lembar rekam medis lainnya yang dapat memberikan informasi tambahan terkait dengan diagnosa utama yang tertera dalam RM 01. Seperti contoh dalam penulisan diagnosis utama Hernia Fomoralis pada nomor 61 (lampiran checklist), seharusnya petugas coding melihat lembar pendukung seperti anamnesa agar didapatkan kode yang akurat.
Petugas coding juga lebih bergantung pada buku bantu yang dibuat sendiri. Buku ini didasarkan pada kasus yang sering terjadi terkadang tanpa menganalisis kembali dan tidak ditelusuri dengan teliti kode diagnosanya. Buku bantu yang digunakan untuk acuan mengkode tidak tertulis kode diagnosa penyakit yang spesifik, namun kenyataan di lapangan pengkodean masih menggunakan buku bantu ini sebagai acuan dan buku bantu yang digunakan untuk acuan mengkode dari tahun 2008 belum pernah ada pembahuruan.
Petugas masih mengalami kesulitan dalam kegiatan mengkode, hal ini dikarenakan petugas koding juga merangkap sebagai petugas
38
assembling yang mengakibatkan beban kerja menjadi meningkat. Dilihat dari segi pendidikan petugas koding sudah DIII rekam medis tetapi pengalaman kerja petugas yang masih kurang sehingga masih merasa kesulitan dalam mengkode.
3. Spesifikasi Diagnosa Utama terhadap Keakuratan Kode
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa kode tidak akurat pada diagnosa yang tidak spesifik 18 (60%) lebih besar dari pada persentase kode tidak akurat pada diagnosa yang spesifik 12 (40%).Ketidakakuratan kode diagnosis utama pada RM 1 dikarenakan penulisan diagnosa yang tidak lengkap, penggunaan singkatan yang tidak standar atau tidak sesuai kesepakatan dan diagnosa yang tidak ditulis pada RM 1, hal ini menunjukkan bahwa pada penulisan diagnosa utama yang tidak spesifik akan menghasilkan kode diagnosa utama yang tidak akurat yang lebih besar dibandingkan dengan penulisan diagnosa utama yang spesifik. Untuk mendapatkan persentase kode yang lebih akurat, sebaiknya dalam pengkodean diagnosa utama dilaksanakan berdasarkan ketentuan yang terdapat pada ICD-10 sehingga data yang didapatkan akurat.
40
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV maka dapat disimpulkan :
1. Untuk spesifikasi penulisan diagnosa utama pada dokumen rekam medis rawat inap didapatkan sebesar 71 (71,7%) dokumen rekam medis penulisan diagnosa yang spesifik, dan 28 (28,3%) dokumen rekam medis dengan penulisan diagnosa yang tidak spesifik. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidaksesuaian penulisan diagnosa utama terhadap ICD-10 diantaranya diagnosa utama tidak ditulis, tulisan dokter yang sulit dibaca, penggunaan singkatan dan istilah-istilah baru. Faktor-faktor yang menyebabkan seringnya diagnosa utama tidak terisi diantaranya waktu dokter yang sempit, pasien yang banyak, pasien yang tidak terdaftar sebelumnya, beban kerja yang banyak dan belum adanya kebijakan yang memberlakukan singkatan dan belum adanya kebijakan-kebijakan yang mengatur jalannya pengisian diagnosis utama.
2. Persentase kode penyakit yang akurat adalah pada diagnosa utama akurat dari diagnosa yang spesifik 59 (85,5%) kode diagnosa utama yang akurat dari diagnosa tidak spesifik 10 (14,5%), dan kode diagnosa utama tidak akurat dari diagnosa spesifik 12 (40%) kode diagnosa utama tidak akurat dari diagnosa tidak spesifik 18 (60%). Penyebab kode tidak akurat karena dokter seringkali menuliskan diagnosa utama yang kurang spesifik
41
seperti yang diisyaratkan ICD-10 yang meliputi kondisi akut dan kronis, letak anatomik yang detail, tahapan penyakit ataupun komplikasi dan kondisi penyerta dan petugas coding juga lebih bergantung pada buku bantu yang dibuat sendiri.
3. Diketahui bahwa persentase kode tidak akurat pada diagnosa yang tidak spesifik 18 (60%) lebih besar dari pada persentase kode tidak akurat pada diagnosa yang spesifik 12 (40%).
B. Saran
1. Untuk Manajemen Rumah Sakit
a. Perlu peningkatan kualitas SDM melalui pelatihan atau pembelajaran tentang pengkodean diagnosis utama untuk menambah pengetahuan dan keterampilan coder.
b. Perlu adanya audit terhadap koding yang ditulis secara spesifik dan akurat sebagai pengawasan terhadap mutu koding ICD-10.
c. Meningkatkan evaluasi di setiap bagian dengan membuat kebijakan agar dapat lebih terkontrol dan menghasilkan mutu yang berkualitas. 2. Untuk Tenaga Rekam Medis
a. Petugas koding sebaiknya lebih aktif dan teliti dalam mencari informasi jika menemukan diagnosa utama yang tidak spesifik dengan menganalisis lembar-lembar RM lain, atau jika perlu menanyakan pada dokter yang menuliskan diagnosa.
42
3. Untuk Peneliti Lain
a. peneliti lain, perlu adanya pengembangan penelitian selanjutnya untuk menggali faktor penyebab penulisan diagnosa utama tidak spesifik.
43
DAFTAR PUSTAKA
1. Kresnowati, Lily. Hand out KPT I General Koding Tidak dipublikasikan. Semarang. 2010.
2. Shofari, Bambang. Pengolahan Sistem Rekam Medis Kesehatan. Semarang. 2004 (tidak dipublikasikan).
3. Kresnowati, Lily. Hand out KPT II Morbiditas Koding Tidak dipublikasikan. Semarang. 2010.
4. Huffman, Edna K Health Information Management Physician Record Company. Borwyn. Lliois. 1999.
5. Depkes RI, Dirjen Yanmed. Pedoman Pengolahan Rekam Medis Rumah Sakit di Indonesia. DepKes RI, Jakarta. 1997.
6. Depkes RI, Dirjen Yanmed. Pelatihan Penggunaan Klasifikasi International Mengenai Penyakit Revisi X (ICD-10). Jakarta. 2000.
7. Mahawati, Eni. Modul Metodologi Penelitian. D III Rekam Medis Informasi Kesehatan Fakultas Kesehatan. Universitas Dian Nuswantoro Semarang (tidak dipublikasikan).
8. Jihad, Winner. Uji Kebebasan Chi Square. Winner Statistic blogspot. 2008 diakses 1 julin 2011.
9. Shofari, Bambang. Dasar-dasar Pelayanan Rekam Medis. Semarang. 2008 (tidak dipublikasikan).
10. Profil RS. Permata Medika. http://www.permatamedika.com (diakses tanggal 20 Agustus 2013).