• Tidak ada hasil yang ditemukan

KORELASI ANTARA CBR DENGAN PARAMETER FISIS TANAH TIMBUNAN REKLAMASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KORELASI ANTARA CBR DENGAN PARAMETER FISIS TANAH TIMBUNAN REKLAMASI"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

KORELASI ANTARA CBR DENGAN PARAMETER FISIS TANAH

TIMBUNAN REKLAMASI

Bourada Mohamed Mahasiswa S2 Geoteknik ITS Prof. Dr. Ir. Herman Wahyudi

Dosen Pembimbing Email: bmfgenie@yahoo.fr

ABSTRAK

Pertumbuhan penduduk yang tinggi mengakibatkan lahan hunian semakin sempit dan perlu adanya pengembangan lahan. Salah satu cara untuk tujuan pengembangan kawasan dengan cara reklamasi. Reklamasi adalah suatu pekerjaan penimbunan tanah dengan skala volume dan luasan yang sangat besar pada suatu lahan atau kawasan kosong dan berair seperti di kawasan pantai, daerah rawa, sungai, danau dan suatu lokasi di laut.

Pada saat pelaksanaan reklamasi pantai kebutuhan material timbunan sangat besar. Selain persyaratan umum yang harus dipenuhi sebagai material timbunan yaitu pasir minimum 80% dan lanau-lempung maksimum 20% (Wahyudi, Herman, 1997, Teknik Reklamasi, Teknik Sipil ITS, Surabaya), persyaratan kepadatan juga harus dipenuhi. Pihak Kontraktor, sebagai pelaksana lapangan, ingin mengetahui secara cepat dan mudah pada saat material timbunan tiba di lapangan, dengan hanya melakukan salah satu test kepadatan misal CBR, maka tanpa harus melakukan tipe test kepadatan yang lainnya, dapat diketahui parameter kepadatan tanah yang lain, misal dry density, angka pori dan porositas.

Penelitian melalui uji laboratorium untuk mempelajari korelasi antara CBR dengan parameter fisis tanah timbunan reklamasi ini menggunakan material timbunan yang terdiri dari lempung-lanau (lolos ayakan No. 200 atau diameter 0,075 mm) dan pasir (lolos ayakan No.10 atau diameter 2 mm). Sampel dibuat 5 macam dengan komposisi pasir : lempung-lanau sebagai berikut 100% : 0% , 95% : 5% , 90% : 10% , 85% : 15% , 80% : 20% . Langkah selanjutnya pemadatan modified proctor dengan jumlah sampel 60 sampel (6 variasi x 5 sampel/variasi x 2 sampel kondisi jenuh–tidak jenuh). Tahap berikutnya adalah pengujian harga CBR sebanyak 60 sampel (6 variasi x 5 sampel/variasi x 2 sampel kondisi jenuh – tidak jenuh) dengan kondisi jenuh (direndam) dan tidak jenuh (tidak direndam). Tahap akhir adalah pengujian Volumetric-Gravimetri dan spesific gravity sebanyak 120 sampel (6 variasi x 5 sampel/variasi x 2 sampel kondisi jenuh– tidak jenuh x 2).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin besar nilai CBR maka semakin besar nilai berat volume kering (γd), semakin kecil nilai angka pori (e) dan porositas (n), dan sebaliknya. Nilai γd terbesar didapatkan dari campuran 90% pasir dengan 10% lempung-lanau, dimana pada kondisi tidak jenuh dengan (CBR = 44,068%) dan pada kondisi jenuh dengan (CBR= 21,3099%) didapatkan harga γd yang sama (γd = 2 t/m3). Hasil percobaan dinyatakan pula dengan hubungan antara γd dengan CBR, dimana secara regresi linier untuk tanah tidak jenuh adalah (γd = 0,0293.CBR +0,7088) dan untuk tanah jenuh dinyatakan dengan (γd = 0,0171.CBR+1,6356). Persamaan antar parameter ini hanya valid digunakan untuk material reklamasi dengan komposisi pasir minimal 80% dan lempung-lanau maksimal 20%.

(2)

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pertumbuhan penduduk yang tinggi mengakibatkan lahan hunian semakin sempit dan perlu adanya pengembangan lahan. Salah satu cara untuk tujuan pengembangan kawasan dengan cara reklamasi. Menurut definisi, salah satu type reklamasi adalah suatu pekerjaan penimbunan tanah dengan skala volume dan luasan yang relatif besar pada suatu lahan atau kawasan kosong dan berair seperti di kawasan pantai, daerah rawa, sungai, danau dan suatu lokasi di laut. Reklamasi merupakan suatu cara tepat untuk mengatasi social cost tinggi untuk pembebasan tanah apabila dipaksakan untuk membangun di kawasan yang padat penduduknya.

Pada saat pelaksanaan reklamasi pantai kebutuhan material timbunan sangat besar. Selain persyaratan umum yang harus dipenuhi sebagai material timbunan yaitu pasir minimum 80% dan lanau-lempung maksimum 20% (Wahyudi, Herman, 1997, Teknik Reklamasi, Teknik Sipil ITS, Surabaya), persyaratan kepadatan juga harus dipenuhi. Pihak Kontraktor, sebagai pelaksana lapangan, ingin mengetahui secara cepat dan mudah pada saat material timbunan tiba di lapangan hanya melihat komposisi pasir dan lempung-lanau dapat ditentukan material tersebut memenuhi persyaratan atau tidak sebagai material timbunan sesuai dengan kepadatan yang disyaratkan tanpa harus melakukan uji kepadatan seperti sand cone atau CBR lapangan.

Untuk menentukan tingkat kepadatan suatu tanah dapat dilihat dari tiga parameter yaitu relative density (DR), berat volume kering (γd) dan angka pori (e). Relative density hanya digunakan untuk jenis tanah granular, sedangkan berat volume kering (γd) dan angka pori (e) untuk semua jenis tanah berbutir halus maupun berbutir kasar (granular). Karena itu berat volume kering (γd) dan angka pori (e) lebih sesuai digunakan pada pekerjaan reklamasi karena jenis tanah timbunannya terdiri dari tanah berbutir halus dan kasar.

Selain itu kepadatan juga dipengaruhi oleh kadar air. Di lapangan kadar air dipengaruhi oleh adanya musim penghujan dan pekerjaan reklamasi yang selalu berhubungan dengan lingkungan pasang surut air. Kondisi jenuh dan tidak jenuh ini mempengaruhi proses pemadatan. Kepadatan tanah dapat dilihat dari nilai parameter (γd) yang diperoleh dari penguji proctor, sedangkan stabilitas relatif daya dukung tanah dapat dilihat dari nilai CBR (California Bearing Ratio).

Dari beberapa permasalahan diatas maka diambil judul korelasi antara CBR dengan parameter fisis tanah timbunan reklamasi. Dengan adanya material timbunan yang tiba di lapangan bisa langsung diketahui nilai parameter fisis, kepadatan tanah dan harga CBR begitu pula apabila kontraktor lapangan menginginkan spesifikasi harga CBR tertentu, maka nilai berat volume kering (γd) dan komposisi material (pasir dan lempung-lanau) dapat diketahui dari harga CBR tersebut.

Penelitian dengan judul korelasi antara CBR dengan parameter fisis tanah timbunan reklamasi sangat penting untuk dilakukan agar para praktisi lapangan dapat mengetahui parameter kepadatan tanah serta nilai CBR dengan hanya melihat komposisi material timbunan yang tiba di lapangan. Kepadatan yang tidak maximum akan mengakibatkan penurunan yang besar, yang akhirnya akan menimbulkan biaya yang lebih besar apabila hal ini tidak segera diatasi.

1.2. Permasalahan

Permasalahan-permasahalan yang sering dialami oleh para kontraktor di lapangan adalah dalam menentukan kepadatan tanah dan nilai CBR suatu material timbunan reklamasi, yang disebabkan oleh bervariasinya komposisi pasir dan lempung-lanau saat tiba di lapangan. Keadaan ini diikuti dengan meningkatnya kadar air pada saat musim hujan dan kondisi material timbunan reklamasi yang selalu berhubungan dengan air. Kondisi inilah yang menyebabkan material selalu dalan keadaan jenuh, hal ini akan mempengaruhi nilai CBR

(3)

(soaked), melihat kondisi tersebut maka permasalahan yang terjadi adalah:

- Bagaimana pengaruh komposisi pasir dan lempung-lanau terhadap berat volume tanah (γd).

- Bagaimana hubungan antara kepadatan tanah (γd) dengan nilai CBR.

- Bagaimana pengaruh kadar air (w) terhadap nilai CBR.

- Bagaimana hubungan antara angka pori dan porositas tanah timbunan dengan CBR 1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui korelasi antara nilai CBR dengan parameter fisis tanah, yang ditentukan dari nilai berat volume tanah (γd) , angka pori (e), porositas (n) dan kadar air (wc).

1.4. Batasan Masalah

Mengingat tingkat kedalaman dan sangat spesifiknya judul penelitian ”Korelasi antara CBR dengan parameter fisis tanah timbunan reklamasi”, maka yang dipelajari dalam penelitian ini hanya terbatas pada pengaruh parameter fisis tanah ( γd, e, n, wc) terhadap nilai CBR. Korelasi ini dilakukan dalam kondisi jenuh (saturated soil) dan tidak jenuh (unsaturated soil).

1.5. Lingkup Pekerjaan

Pada penelitian ini akan dilaksanakan pengujian-pengujian yang akan berkaitan dengan judul penelitian sebagai berikut : - Test Modified Proctor , karena pada saat

operasional banyak menggunakan alat berat → untuk memperoleh berat volume kering ( γd ) dan kadar air (wc)

- Test CBR → untuk mendapatkan nilai CBR.

- Test Volumetri-Gravimetri → untuk memperoleh Gs, e dan n.

1.6. Kontribusi Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi solusi di dalam penanganan masalah pemilihan material timbunan pada reklamasi pantai untuk mengetahui komposisi dan parameter fisis material timbunan yang akan diperlukan berdasarkan CBR yang diharapkan.

Penelitian ini juga dapat sebagai masukan para praktisi lapangan karena adanya daftar nilai korelasi antara CBR dengan parameter fisis tanah timbunan reklamasi, yang apabila salah dalam pemilihan komposisi material timbunan akan mengakibatkan kerusakan struktur dan kerugian yang besar.

2. TINJAUAN PUSTAKA

Untuk mengetahui tingkat kepadatan tanah ada tiga parameter yang bisa digunakan yaitu relative density (DR), berat volume kering (γd) dan angka pori (e). Relative density hanya digunakan untuk jenis tanah granular, sedangkan berat volume kering (γd) dan angka pori (e) untuk semua jenis tanah berbutir halus maupun kasar (granular). Parameter berat volume kering (γd) lebih sering digunakan para praktisi lapangan untuk menentukan parameter kepadatan dibandingkan angka pori (e). Selain itu berat volume kering (γd) lebih sesuai digunakan pada pekerjaan reklamasi karena jenis tanah timbunannya terdiri dari tanah berbutir halus dan kasar. Terkait dengan judul penelitian kami maka teori-teori berikut hanya yang berhubungan dengan berat volume kering (γd).

2.1.

Hubungan Berat-Volume Tanah a. Berat volume (γ)

V

W

=

γ

...(1) W: berat tanah. V: volume tanah.

a.1. Berat volume tanah kering (γd)

Vs

Ws

d

=

γ

...(2)

)

1

(

w

sat d

+

=

γ

γ

……… (3)

Ws: berat tanah kering. Vs: volume tanah kering. a.2. Berat volume tanah jenuh (γsat)

V

Ww

sat

=

γ

……….(4) γsat=γd(1+w) Ww: berat air.

(4)

b. Kadar air

Kadar air adalah perbandingan antara berat air (Ww) dengan berat butiran (Ws).

=

×

100

%

S W

W

W

ω

………(5) c. Specific gravity (Gs)

Perbandingan antara berat volume butiran padat (γs) dengan berat volume air (γw). W S S

G

γ

γ

=

………..(6) d. Angka pori (e)

Angka pori (e) adalah rasio antara volume void (Vv) dan volume solid (Vs). Angka pori banyak digunakan dalam mekanika tanah untuk menyatakan berbagai parameter fisis sebagai fungsi dari kepadatan tanah.

S V

V

V

e

=

...(7) t

wc

Gs

e

γ

)

1

(

+

=

………(8) e. Porositas (n)

Porositas (n) dapat didefinisikan sebagai perbanding antara volume pori dan volume tanah total, atau

S V

V

V

n

=

...(9)

e

e

n

+

=

1

……… (10)

2.2.

Pemadatan

Pada beberapa pekerjaan sipil, tanah dipadatkan untuk meningkatkan sifat-sifat teknis tanah. Tanah dipadatkan oleh mesin dengan peralatan rolling atau vibrating. Kepadatan tanah diperoleh dari kepadatan lapangan yang ditetapkan oleh test kepadatan laboratorium yaitu standard compaction dan modified compaction. Tahun 1933 Proctor memperkenalkan test laboratorium untuk mengontrol kepadatan tanah, yang akhirnya dikenal dengan test kepadatan Proctor standard. Test kepadatan lainnya adalah test kepadatan modified yang diperkenalkan untuk mensimulasikan

kepadatan dari peralatan berat, yang menghasilkan energi pemadatan yang lebih besar.

A B C

Gambar 1. Diagram Fase Tanah Terkait Prinsip Pemadatan Tanah

Pemadatan tanah terdiri dari kumpulan partikel tanah yang dipadatkan oleh mesin sehingga terjadi peningkatan berat volume kering tanah. Sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 1 (a). tanah terdiri dari butiran solid dengan void yang terisi air dan udara. Komposisi dari solid, air dan udara terlihat pada Gambar 1 (b). Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1 (c). pemadatan hanya mengurangi fraksi udara, yang akan merubah kadar air dan tidak punya pengaruh pada volume solid. Pada teori, proses pemadatan paling efektif melepaskan udara secara lengkap. Tetapi pada prakteknya pemadatan tidak bisa menghilangkan udara sama sekali, tetapi hanya mengurangi udara menjadi minimum.

Grafik Hubungan antara Kadar Air dan Berat Isi Kering Maksimum

1.10 1.15 1.20 1.25 1.30 1.35 1.40 1.45 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 Kadar Air (%) B e ra t Is i Ke ri n g ( g r/c c)

Gambar 2. Salah Satu Tipe Kurva Pemadatan Hasil Proctor Test

Day (1997) [1] dalam diskusinya mengatakan bahwa faktor-faktor yang diperlukan untuk memperkecil void ratio pada saat pemadatan adalah distribusi ukuran butiran bergradasi baik (well graded), ratio antara d100/d0 (ratio antara ukuran diameter butiran terbesar dan terkecil) tinggi, partikel lempung (dengan activity rendah) untuk mengisi ruang pori yang terkecil dan proses seperti pemadatan atau beban

so

a

(5)

glasier, untuk menekan partikel tanah menjadi susunan yang lebih padat. Tetapi Aberg tidak sependapat pada salah satu faktor yang diperlukan untuk memperkecil void ratio pada saat pemadatan yaitu distribusi ukuran butiran bergradasi baik (well graded) karena dari hasil perhitungannya ternyata bahwa distribusi ukuran butiran bergradasi selang (gap graded) menghasilkan nilai berat volume kering yang lebih kecil dibandingkan dengan distribusi ukuran bergradasi baik (well graded).

Lee dan Suedkamp (1972) [2] telah mempelajari kurva-kurva pemadatan dari 35 jenis tanah. Mereka menyimpulkan bahwa kurva pemadatan tanah-tanah tersebut dapat dibedakan hanya menjadi empat tipe umum. Hasilnya terlihat pada Gambar 3. Kurva pemadatan tipe A berbentuk bel umumnya terdapat hampir pada semua tanah lempung dengan nilai batas cair (LL) antara 30 – 70. Kurva tipe B berpuncak satu setengah, umumnya terdapat pada pasir dengan LL < 30 (kurva tipe B merupakan hasil yang lebih cocok dengan kondisi sampel pengujian kami yang dominan tanah pasir). Kurva tipe C berpuncak ganda, yang terdapat pada tanah dengan LL < 30 atau LL > 70. Kurva tipe D berbentuk ganjil, umumnya terdapat pada tanah yang mempunyai LL > 70.

Gambar 3. Tipe-tipe Kurva Pemadatan yang Sering Dijumpai pada Tanah

Nilai puncak dari berat isi kering disebut kerapatan kering maksimum dan kadar air pada kerapatan kering maksimum disebut kadar air optimum. Sebuah garis angka pori nol (zero air void, ZAV) dapat digambarkan dan selalu berada diatas kurva pemadatan apabila nilai Gs yang benar telah digunakan. Garis ZAV menunjukkan kerapatan kering pada saat kejenuhan 100% (SR = 100%). Hubungan antara kadar air (ω) dan berat volume kering (γd) dapat dirumuskan sebagai berikut :

)

12

..(

1

%

100

,

0

)

11

...(

...

...

...

...

1

ω

γ

γ

ω

γ

γ

+

=

=

=

+

=

s s W ZAV r a S d

G

G

S

V

γs : berat volume tanah basah (g/cc) Va : volume udara (cc)

Sr : derajat kejenuhan (%) Gs : berat spesifik tanah 2.3 Pengujian CBR

Berbagai metode telah dikembangkan untuk menentukan stabilitas relative pada tanah timbunan yang dipadatkan untuk subgrade jalan. Sebagian besar dari metode ini adalah dengan mengambil contoh tanah di lapangan dan mengujinya di laboratorium dengan mensimulasikan menurut kondisi lapangan. Pengujian dilakukan terhadap deformasi atau kekuatan geser dari contoh tanah dan kemudian hasil pengujian tersebut diinterpretasi dan dikorelasikan untuk penggunaanya sebagai tanah pendukung lapisan perkerasan. Dari berbagai pengujian stabilitas tersebut yang paling banyak digunakan bagi para perencana untuk menunjukkan indeks stabilitas adalah pengujian California Bearing Ratio atau disingkat CBR

Pengujian CBR dirancang untuk menunjukkan stabilitas relative dari tanah yang telah disiapkan dengan kepadatan dan kadar air tertentu, yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan dibawah lapisan perkerasan. Pengujian ini dilakukan untuk

(6)

tanah yang dipadatkan pada cetakan (mold) silinder dan telah direndam selama 4 hari dengan beban tambahan yang setara (equivalent) dengan lapisan perkerasan. Besarnya perubahan volume dicatat selama masa rendam dan tanah dengan swell melampaui 3 (tiga) persen dinilai jelek digunakan sebagai tanah subgrade.

Pengujian kekuatan merupakan pengujian penetrasi, dimana sebuah batang (piston) silender ditekan pada tanah yang telah direndam dengan kecepatan pembebanan yang konstan. Sebuah kurva beban terhadap penetrasi dapat dibuat dan kurva ini dibandingkan terhadap kurva standar yang diperoleh untuk batu pecah. Untuk kebanyakan kasus, nilai CBR ditentukan sebagai perbanding beban pada penetrasi 0.1 inchi (2.5 mm) dari tanah terhadap batu pecah dan dinyatakan dalam prosentase. Pada Gambar 4. Kurva 1 adalah kurva standar untuk CBR=100%. Kurva 2 adalah kurva percobaan CBR yang dilakukan, dengan keterangan sebagai berikut:

P: tegangan vertical yang diinginkan. Ps : tegangan yang terjadi pada penurunan 0.1 inchi (2.54 mm).

Gambar 4. Contoh Pengujian CBR

3.METODOLOGI PENELITIAN

Tahapan penelitian terlihat pada Gambar 5 berikut.

Gambar 5. Diagram Alir Tahapan dan Jenis Pengujian yang Dilakukan

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Untuk menentukan kondisi jenuh dan tidak jenuh benda uji dibuat berdasarkan hasil pengujian CBR rendam dan tidak rendam. Untuk pengujian CBR rendam dilakukan selama 4 hari. Untuk CBR tidak rendam setelah pengujian modified proctor langsung dilakukan pengujian CBR. Setelah pengujian CBR dilakukan tes volumetric-gravimetri untuk meperoleh nilai angka pori (e) dan porositas (n). Peralatan - Timbangan - Cawan - Piknometer - Oven - Vacum - CBR - Modified Proctor Persiapan Material dan

Komposisi Material Timbunan, dengan batasan :

- Pasir (min. 80%)

Pemeraman benda uji 1

Pengujian Modified Proctor

Kondisi jenuh (masa perendaman 4 hari)

Kondisi tidak jenuh (tanpa masa perendaman)

CBR

Untuk menentukan nilai CBR dari variasi kadar air

Korelasi antara CBR dengan parameter fisis (.γd, e, n) Pengujian Volumetri-Gravimetri (

CBR

Untuk menentukan nilai CBR dari variasi kadar air

Korelasi antara CBR dengan parameter fisis (.γd, e, n) Pengujian Volumetri-Gravimetri (

Kesimpulan Korelasi antara CBR dengan parameter fisis dan saran

(7)

4.1. Korelasi antara berat volume kering (γd) dengan kadar air (wc) pada pengujian Modified Proctor

4.1.1. Kondisi Tidak Jenuh

Gambar 6. Pengaruh kadar air (wc) terhadap berat volume kering (γd) pada kondisi tidak jenuh (Sr<1)

Pada Gambar 6. terlihat bahwa cenderung pada semua komposisi pasir dan lempung-lanau, semakin besar wc (kadar air) maka semakin besar pula γd-nya, tetapi pada kadar air tertentu γd akan menurun, hal ini disebabkan oleh besarnya prosentase air yang mengisi pori-pori antar butiran sehingga prosentase butiran solid yang masuk tidak maksimal. Pada Gambar 6 juga terlihat bahwa semakin besar prosentase lempung-lanau dalam campuran maka wc optimumnya akan semakin besar pula, hal ini disebabkan oleh kandungan lempung (SiO2) yang besar dapat menyerap air (H2O) yang lebih banyak.

Apabila dilihat dari segi kepadatan (γd max), semakin besar prosentase lempung-lanau maka γdmax nya akan semakin besar pula, tetapi pada campuran dengan lempung-lanau 15% dan 20%, γdmax nya menurun, hal ini disebabkan oleh kandungan lempung yang besar dapat menyebabkan instabilitas seperti daya dukung rendah dan penurunan yang besar. Nilai γd terbesar terjadi pada komposisi pasir 90% dan lempung-lanau 10%.

4.1.2. Kondisi Jenuh

Gambar 7. Pengaruh kadar air (wc) terhadap berat volume kering (γd) pada kondisi jenuh (Sr=1)

Pada Gambar 7. terlihat bahwa dominan pada seluruh komposisi pasir dan lempung-lanau, peningkatan kadar air (wc) akan diikuti oleh peningkatan γd, tetapi pada suatu harga kadar air tertentu, akan terjadi penurunan γd, hal ini terjadi akibat mengecilkan angka pori dan porositas sehingga kepadatan meningkat.

Pada Gambar 7. juga terlihat bahwa peningkatan prosentase lempung-lanau akan diikuti olehmeningkatan wc optimum, hal ini terjadi akibat meningkatnya kandungan lempung (SiO2) seiring dengan meningkatnya penyerapan air (Mitchell,1976). Apabila ditinjau dari segi kepadatan (γdmax), peningkatan prosentase lempung-lanau akan mengakibatkan peningkatan γdmax, tetapi pada material campuran dengan lempung-lanau 15% dan 20%, akan terjadi penurunan γdmax, hal ini disebabkan oleh instabilitas (daya dukung rendah dan penurunan besar) yang terjadi pada material dengan kandungan lempung yang besar, tetapi nilai γdmax pada kondisi jenuh lebih kecil apabila dibandingkan pada kondisi tidak jenuh, contohnya pada komposisi pasir 90%, lempung-lanau 10% pada kondisi jenuh γdmax=2,09 t/m3 dan wc opt = 11,14 %, sedengan pada kondisi tidak jenuh γdmax = 2,05 t/m3 dan wc opt = 14,76 %.

(8)

4.2 Korelasi Antara Nilai Swelling dengan Kadar Air Pada Kondisi Jenuh

4.2.1 Benda Uji dengan Komposisi Pasir 95% dan Lempung-Lanau 5%

Gambar 8. Pengaruh kadar air (wc) terhadap nilai swelling untuk Sand 95% dan Silt-clay 5%

Pada Gambar 8 di atas terlihat bahwa cenderung pada komposisi pasir 95% dan lempung lanau 5%, semakin besar prosentase kadar air pada saat pemeraman, maka semakin kecil pula nilai swellingnya pada saat perendaman. Hal ini disebabkan pada benda uji dengan prosentase kadar air besar, proses swelling telah terjadi terlebih dahulu pada saat pemeraman.

4.2.2 Benda Uji dengan Komposisi Pasir 90% dan Lempung-Lanau 10%

Gambar 9. Pengaruh kadar air (wc) terhadap nilai swelling untuk Sand 90% dan Silt-Clay 10%

Pada Gambar 9 di atas terlihat bahwa cenderung pada komposisi pasir 90% dan lempung lanau 10%, semakin besar prosentase kadar air maka semakin kecil pula nilai swellingnya. Hal ini disebabkan pada benda uji dengan prosentase kadar air besar, proses swelling telah terjadi terlebih dahulu pada saat pemeraman. Perlu diketahui bahwa pada prosentase kadar air 14,60% dan 18,25%, proses penurunan terjadi pada awal pengamatan hingga 24 jam, hal ini disebabkan oleh perlawanan campuran lempung-lanau dan air belum mampu sepenuhnya untuk menahan loading cell yang berada di atas benda uji.

4.2.3 Benda Uji dengan Komposisi Pasir 85% dan Lempung-Lanau 15%

Gambar 11. Pengaruh kadar air (wc) terhadap nilai swelling untuk Sand 85% dan clay-Silt 15%

Pada Gambar 11 di atas terlihat bahwa cenderung pada komposisi pasir 85% dan lempung lanau 15%, semakin besar prosentase kadar air maka semakin kecil pula nilai swellingnya. Hal ini disebabkan pada benda uji dengan prosentase kadar air besar, proses swelling telah terjadi terlebih dahulu pada saat pemeraman. Perlu diketahui bahwa lain halnya pada komposisi pasir 90% dan lempung-lanau 10%, pada komposisi pasir 85% dan lempung lanau 15% prosentase kadar air 14,60% dan 18,25% pada awal pengamatan tidak terjadi penurunan, hal ini disebabkan perlawanan campuran lempung dan air mampu menahan loading cell yang terletak di atas benda uji.

(9)

Gambar 12. Pengaruh kadar air (wc) terhadap nilai swelling untuk Sand 80% dan Silt-Clay 20%

Pada Gambar 12 di atas terlihat bahwa cenderung pada komposisi pasir 80% dan lempung lanau 20%, semakin besar prosentase kadar air maka semakin kecil pula nilai swellingnya. Hal ini disebabkan pada benda uji dengan prosentase kadar air besar, proses swelling telah terjadi terlebih dahulu pada saat pemeraman. Perlu diketahui bahwa sama halnya dengan komposisi pasir 85% dan lempung lanau 15%, benda uji dengan komposisi pasir 80% dan lempung lanau 20% prosentase kadar air 14,60% dan 18,25% pada awal pengamatan tidak terjadi penurunan, hal ini disebabkan perlawanan campuran lempung dan air mampu menahan loading cell yang terletak di atas benda uji. Nilai swelling pada komposisi pasir 80% dan lempung-lanau 20% ini jauh lebih besar apabila dibandingkan dengan komposisi yang lain, hal ini disebabkan oleh besarnya prosentase lempung-lanau dapat meningkatkan nilai swelling.

4.3. Korelasi antara CBR dengan kepadatan (γd)

4.3.1. Kondisi Tidak Jenuh

Gambar 13. Pengaruh CBR Terhadap Kepadatan γd pada kondisi tidak jenuh (Sr<1)

Pada Gambar 13. garis-garis regresi linear menunjukkan zone valid. Zone valid adalah hasil regresi dari kepadatan versus kadar air minimum sampai kadar air optimum. Garis putus-putus menunjukkan zone tidak valid, artinya tidak digunakan karena γd yang dihasilkan semakin kecil karena kadar airnya lebih besar daripada kadar air optimum. Pada Gambar 13. terlihat bahwa cenderung pada semua komposisi pasir dan lempung-lanau, semakin besar kepadatan γd maka semakin besar pula nilai CBRnya.

Hal ini disebabkan karena semakin besar kepadatan γd berarti tanahnya semakin padat maka daya dukung tanahnya semakin besar, yang ditunjukkan dengan nilai CBR semakin besar.

4.3.2. Kondisi Jenuh

Gambar 14. Pengaruh CBR Terhadap Kepadatan γd pada kondisi jenuh (Sr=1)

(10)

Pada Gambar 14. terlihat bahwa cenderung pada semua komposisi pasir dan lempung-lanau, semakin besar kepadatan γd maka semakin besar pula nilai CBRnya. Tetapi gradien regresinya lebih kecil dibandingkan dengan kondisi tidak jenuh begitu pula dengan nilai CBRnya.

Hal ini disebabkan karena pada kondisi jenuh penetrasi tekanan diterima terlebih dahulu oleh air yang selanjutnya diterima oleh butiran tanah solid sehingga peningkatan nilai CBRnya lebih landai dibandingkan dengan kondisi tidak jenuh yang lebih curam dan rentang nilai CBRnya lebih besar.

4.4. Korelasi antara CBR dengan angka pori (e)

4.4.1. Kondisi Tidak Jenuh

Gambar 15. Pengaruh CBR terhadap angka pori pada kondisi tidak jenuh (S<1)

Pada Gambar 15. zona valid diwakili oleh garis persamaan lenier, yang dimaksud dengan zone valid adalah hasil persamaan dari kepadatan tanah yang dimulai dari kadar air minimum sampai dengan kadar air optimum. Sedangkan zona tidak valid diwakili oleh garis putus-putus, yang dimaksud dengan zona tidak valid adalah zona dimana kepadatan tanahnya menurun seiring dengan meningkatnya kadar air. Pada Gambar 15. dan menunjukkan bahwa dominan pada seluruh komposisi lanau-lempung, peningkatan γd akan diikuti pula dengan peningkatan nilai CBR.

Hal ini disebabkan oleh bertambahnya daya dukung tanah pada saat kepadatan tanah meningkat sehingga nilai CBR menjadi besar pula

4.4.2. Kondisi Jenuh

Gambar 16. Pengaruh CBR terhadap angka pori pada kondisi jenuh (Sr=1)

Pada Gambar 16. dan menujukkan bahwa dominan pada semua komposisi pasir dan lempung-lanau, peningkatan harga CBR akan mengakibatkan mengecilnya angka pori (e). Fenomena ini terjadi karena dengan meningkatnya nilai CBR maka tanah akan mengalami reposisi butiran (perbaikan posisi butiran) yang akan mengakibatkan mengecilnya angka pori.

Yang perlu diperhatikan disini adalah angka pori pada kondisi jenuh lebih besar apabila dibandingkan dengan kondisi tidak jenuh, penyebabnya adalah besarnya penetrasi air yang masuk pada kondisi jenuh sehingga ruang pori udara lebih banyak terisi oleh air pada kondisi jenuh.

4.5. Korelasi antara CBR dengan porositas (n)

4.5.1. Kondisi Tidak Jenuh

Gambar 17. Pengaruh CBR terhadap porositas pada kondisi tidak jenuh (Sr<1)

(11)

Pada Gambar 17. di atas, garis-garis regresi linear menunjukkan zone valid. Zone valid adalah hasil regresi dari porositas versus kadar air minimum sampai kadar air optimum. Garis putus-putus menunjukkan zone tidak valid, artinya tidak digunakan karena porositas (n) yang dihasilkan semakin besar karena γd-nya lebih kecil.

Pada Gambar 17. terlihat bahwa cenderung pada semua komposisi pasir dan lempung-lanau, semakin besar nilai CBR maka semakin kecil pula porositasnya.

Hal ini disebabkan karena semakin besar nilai CBR maka tanahnya mengalami reposisi butiran sehingga porositas butiran mengecil dan hal ini dapat dilihat dari mengecilnya nilai porositas.

4.5.2. Kondisi Jenuh

Gambar 18. Pengaruh CBR terhadap porositas pada kondisi jenuh (Sr=1)

Pada Gambar 18. menunjukkan bahwa dominan pada seluruh komposisi pasir dan lempung-lanau, peningkatan nilai CBR menyebabkan menurunanya porositas (n). Peristiwa ini terjadi karena pada saat nilai CBR meningkat, maka tanah akan mengalami reposisi butiran sehingga pori-pori udara mengecil dan porositasnya mengecil pula. Tetapi porositas butiran pada kondisi jenuh lebih besar dibandingkan dengan kondisi tidak jenuh, hal ini karena banyaknya prosentase air yang mengisi ruang pori pada kondisi jenuh.

5. KESIMPULAN

Hal-hal yang dapat disimpulkan dalam kaitannya dengan pengaruh parameter fisis terhadap nilai CBR :

Pada semua komposisi pasir dan lempung-lanau, semakin besar kadar air (wc) maka semakin besar pula dry density (γd), tetapi pada kadar air tertentu γd akan menurun. Karena prosentase air yang mengisi pori-pori antar butiran besar sehingga prosentase butiran solid yang masuk tidak maksimal. Semakin besar prosentase lempung-lanau dalam campuran maka wc optimumnya akan semakin besar pula, karena kandungan lempung (SiO2) yang besar dapat menyerap air (H2O) yang lebih banyak. Jika dilihat dari segi kepadatan (γdmax), semakin besar prosentase lempung-lanau maka γdmax nya akan semakin besar pula, tetapi pada campuran dengan lempung-lanau lebih dari 10%, γdmax nya menurun, karena kandungan lempung yang besar dapat menyebabkan instabilitas seperti daya dukung rendah dan penurunan yang besar.

Cenderung pada semua komposisi pasir dan lempung-lanau, semakin besar prosentase kadar air maka semakin kecil pula nilai swellingnya, karena proses swelling telah terjadi terlebih dahulu pada saat pemeraman. Kecuali pada komposisi pasir 90% dan lempung-lanau 10%.

Semakin besar γd maka semakin besar nilai CBR dan semakin kecil nilai angka pori (e) dan porositas (n), karena semakin besar kepadatan γd berarti tanahnya semakin padat maka daya dukung tanahnya semakin besar, yang ditunjukkan dengan nilai CBR semakin besar dan tanahnya mengalami reposisi butiran sehingga pori-pori antar butiran mengecil dan hal ini dapat dilihat dari mengecilnya nilai e dan n. Pada kondisi jenuh nilai CBR lebih kecil dibandingkan pada kondisi tidak jenuh, karena pada kondisi jenuh penetrasi tekanan diterima terlebih dahulu oleh air yang selanjutnya diterima oleh butiran tanah solid sehingga peningkatan nilai CBRnya lebih landai dibandingkan dengan kondisi tidak jenuh yang lebih curam dan rentang nilai CBRnya lebih besar.

Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa Komposisi material timbunan reklamasi yang optimal terhadap kepadatan adalah material dengan komposisi pasir 90% dan lempung-lanau 10%. Bila kandungan lempung-lempung-lanau

(12)

tertambah banyak (>10%) atau bertambah sedikit (<10%), mengakibatkan kepadatan menurun.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai CBR, parameter fisis dan kepadatan material dalan kondisi tidak jenuh lebih optimal dibandingkan dengan kondisi jenuh.

DAFTAR PUSTAKA

1. Day, Robert W. (1997) Discussions Grain-Size Distribution for Smallest Possible Void Ratio, Journal of Geotechnical and Geoenvironmental Engineering, ASCE, Vol. 123 No. 1, 78 pages

2. Lee, P.Y., and Suedkamp, R.J. (1972) Characteristics of Irregularly Shaped Compaction Curves of Soils, Highway Research Record No. 381, National Academy of Sciences, Washington, D.C., 1-9

Gambar

Gambar 3. Tipe-tipe Kurva Pemadatan yang  Sering Dijumpai pada Tanah
Gambar 4. Contoh Pengujian CBR
Gambar 7. Pengaruh kadar air (wc) terhadap  berat volume kering (γd) pada kondisi jenuh  (Sr=1)
Gambar 8. Pengaruh kadar air (w c ) terhadap  nilai swelling untuk Sand 95% dan Silt-clay  5%
+4

Referensi

Dokumen terkait

Konsep tindak pidana pencemaran nama baik dalam berita di koran adalah tulisan yang bersifat melawan hukum yang memiliki keterkaitan yang utuh antara pikiran

Penggunaan metode ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran dan pengetahuan tentang obyek penelitian, yakni Majelis Tabligh dan Dakwah Khusus Muhammadiyah dan Lembaga Dakwah

menyantapnya, dan mempunyai cita rasa yang khas makanan bakar, seperti terlihat pada gambar 1. Berdasarkan hasil survey di Daerah Banten menunjukkan bahwa pengrajin sate

%HOXP GLSHUROHKQ\D PHQFLW \DQJ PHQJDODPL WURPERVLWRSHQLD GLGXJD NDUHQD GLSHUOXNDQ SHPEHULDQ LQGXNWRU SDGD ZDNWX \DQJ OHELK ODPD 'HQJDQ RULHQWDVL ZDNWX GDSDW GLNHWDKXL Z DNWX

Dengan lahirnya hak cipta itu maka seorang pencipta diharapkan untuk mendaftarkan hasil ciptaanya, agar dapat mudah untuk mengetahui siapa-siapa saja yang

No.. Tabel 4.1 menunjukkan bahwa tidak adanya peserta didik yang memiliki kategori motivasi belajar kimia rendah dan ada terdapat 1 orang peserta didik yang

Tes dilakukan pada tahap implementasi yaitu dengan tes evaluasi pre test dan post tes, test ini digunakan untuk mengetahui keefektifan media permainan jalalom yang

1 Menurut teori PRECEDE- PROCEDE yang dikembangkan Lawrence Green tahun 1990 ada beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang dalam memilih tempat pelayanan kesehatan, antara