• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. kegiatan yang terkait dalam aktivitas penjualan dan menambah nilai barang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. kegiatan yang terkait dalam aktivitas penjualan dan menambah nilai barang"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

8

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Konsep dan Definisi Ritel Modern

Kata ritel berasal dari bahasa Perancis, ritellier, yang berarti memotong atau memecah sesuatu (Utami, 2006). Usaha ritel dapat dipahami sebagai semua kegiatan yang terkait dalam aktivitas penjualan dan menambah nilai barang (merchandise) atau jasa secara langsung kepada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan penggunaan bisnis. Ritel juga merupakan perangkat dari aktivitas-aktivitas bisnis yang melakukan penambahan nilai terhadap produk dan layanan penjualan kepada konsumen untuk penggunaan atau konsumsi pribadi maupun keluarga.

Definisi lain, dapat mengacu kepada Perpres No. 112 Tahun 2007 tentang penataan dan pembinaan pasar tradisional, toko modern, dan pusat perbelanjaan. Dengan demikian, secara komprehensif ritel dapat dipahami sebagai semua kegiatan yang terkait dengan aktivitas penjualan ataupun distribusi barang dan jasa secara langsung kepada konsumen akhir, dimana secara fokus aktivitas tersebut diarahkan untuk menambah nilai barang dan jasa untuk penggunaan pribadi dan bukan penggunaan bisnis.1

Mengacu dari Perpres di atas, toko modern adalah toko dengan sistem pelayanan mandiri menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk

1

(2)

minimarket, supermarket, departement store, hipermarket ataupun grosir yang berbentuk perkulakan. Lebih jelasnya konsep ritel modern dalam Perpres tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Dari sisi luas gerai yang digunakan, kategorisasi dari toko modern dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Minimarket, jika luas lantainya < 400 m2

2) Supermarket, jika luas lantainya 400 m2 – 5.000 m2 3) Hipermarket, jika luas lantainya > 5.000 m2

4) Departement Store, jika luas lantainya > 400 m2 5) Perkulakan, jika luas lantainya > 5.000 m2

2. Dari sisi item produk yang dijual, kategorisasi dari toko modern dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Minimarket, supermarket dan hipermarket menjual secara eceran barang konsumsi terutama produk makanan dan produk rumah tangga lainnya.

2) Departement Store menjual secara eceran barang konsumsi, utamanya produk sandang dan perlengkapannya, dengan penataan barang berdasarkan jenis kelamin.

3) Sedangkan, perkulakan menjual secara grosir barang konsumsi. Untuk memahami konsep dan operasionalisasi serta kategorisasi ritel, perlu untuk mempelajari karateristik dasar dari industri ini, dimana terdapat tiga karateristik dasar dari ritel, yaitu:

(3)

1. Pengelompokan berdasarkan unsur-unsur yang digunakan ritel untuk memuaskan kebutuhan konsumen. Terdapat 4 unsur yang dapat digunakan untuk memuaskan kebutuhan pelanggan yang berguna untuk menggolongkan retail, yaitu:

1) Jenis barang yang dijual.

Ritel jenis ini misalnya ritel yang menjual produk alat-alat olahraga, biasanya dinamakan sebagai sporting good store, dan ritel yang menjual mainan anak-anak dinamakan dengan toys store. 2) Perbedaan dan keanekaragaman barang yang dijual.

Yang dimaksud dengan perbedaan barang yang dijual adalah jumlah kategori barang yang ditawarkan ritel, sedangkan keanekaragaman barang yang dijual adalah jumlah barang yang berbeda dalam satu kategori barang.

3) Tingkat layanan konsumen. Ritel jenis ini dibedakan atas dasar jasa yang mereka tawarkan kepada konsumen.

4) Harga barang.

Peritel dapat juga dibedakan dari tingkat harga dan biaya produk yang dikenakan. Berikut adalah contoh perbedaan atas dua variabel ini, terhadap retail departement store dan toko diskon. Departement store cenderung menetapkan harga yang lebih tinggi sebagai imbangan terhadap biaya dan keuntungan, dibandingkan dengan discount store, karena memiliki tempat yang bagus, layanan yang prima, dan SKU (stock keeping unit) yang banyak.

(4)

Selanjutnya, atas dasar empat unsur yang digunakan ritel untuk memuaskan kebutuhan pelanggan, ritel dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1) Pasar Tradisional, pada jenis ritel ini konsumen dapat melakukan transaksi tawar-menawar dengan penjual, sehingga dapat meningkatkan kedekatan antara konsumen dengan penjual.

2) Big Box Retailer

Pada format big-box retailer, terdapat beberapa jenis supermarket, yaitu supercenter, hipermarket, dan warehouse club. Detailnya, perbedaan dari masing-masing format ritel dalam kategori ritel dengan orientasi makanan dapat diperinci sebagai berikut:

Tabel 2. Karakteristik Ritel Berorientasi Makanan Keterangan Convenience

Store

Supermarket Supercentre Warehouse Store Hipermarket Area Penjualan < 350 m2 1.500-3.000 m2 3.000-10.000 m2 > 13.000 m2 > 18.000 m2 Jumlah Pengecekan 1-3 6-10 > 20 > 20 > 230 Jumlah Barang 3.000-4.000 8.000-12.000 12.000-20.000 5.000-8.000 > 25.000 Penekanan Utama Kebutuhan sehari-hari Makanan hanya 5% dari barang dagangan One stop shooping, barang dagangan 20-25% penjualan Harga rendah, 60% non makanan, 40% makanan One stop shooping, 40% penjualan dari item non makanan Margin Kotor 25-30% 18-22% 15-18% 10-11% 12-15% Sumber : Levy and Weitz, 2004 dalam ibid, 2006

3) Convinience Store.

Toko ini ditujukan kepada konsumen yang membutuhkan pembelian dengan cepat tanpa harus mengeluarkan usaha yang cukup besar dalam mencari produk-produk yang diinginkannya.

(5)

Produk-produk yang dijual biasanya ditetapkan dengan harga yang lebih tinggi daripada di supermarket.

4) General Merchandise Retail.

Jenis ritel ini meliputi toko diskon, toko khusus, toko kategori, departement store, off-pricing retailing, dan value retailing.

1. Toko Diskon (Discount Store); merupakan ritel yang menjual sebagian besar variasi produk, dengan menggunakan layanan yang terbatas dan harga yang murah.

2. Specialty store; merupakan ritel yang berkonsentrasi pada sejumlah kategori produk komplementer yang terbatas dan memiliki level layanan yang tinggi dengan luas toko sekitar 8.000 m2.

3. Toko Kategori (category specialist); merupakan toko discount dengan variasi produk yang dijual lebih sempit/khusus, tetapi memiliki jenis produk yang lebih banyak. Ritel jenis ini merupakan toko diskon yang paling dasar.

4. Departement Store; merupakan jenis ritel yang menjual variasi produk yang luas dan berbagai jenis produk dengan menggunakan beberapa staf, untuk layanan pelanggan (customer service) dan tenaga sales counter.

5. Off Price Retailing; ritel jenis ini menyediakan berbagai jenis produk dengan merek berganti-ganti dan lebih ke arah orientasi fesyen dengan tingkat harga produk yang murah.

(6)

6. Value retailing; merupakan toko diskon yang menjual sejumlah besar jenis produk dengan tingkat harga rendah dan biasanya berlokasi di daerah-daerah padat penduduk.

2. Pengelompokan berdasarkan sarana/media yang digunakan :

1) Penjualan Melalui Toko. Penjualan ini dicirikan dengan terdapat aktivitas pendistribusian produk dari produsen ke konsumen melalui peritel dan pedagang grosir (wholesaler).

2) Penjualan Tidak Melalui Toko

Beberapa jenis penjualan ritel yang tidak melalui toko, antara lain: 〉 Ritel Elektronik/E-commerce

〉 Katalog dan Pemasaran Surat Langsung 〉 Penjualan Langsung

〉 Television Home Shopping

- Saluran kabel yang dikhususkan untuk television shopping - Infomercial

- Direct responsive selling 〉 Vending Machine Retailing 3. Pengelompokan berdasarkan kepemilikan

Ritel dapat juga diklasifikasikan secara luas menurut bentuk kepemilikan. Kategorisasinya dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1) Toko Tunggal/Mandiri 2) Jaringan Perusahaan 3) Waralaba (franchising)

(7)

Terdapat dua bentuk waralaba saat ini, yaitu (1) waralaba merek dagang/trade name franchising dan (2) waralaba format bisnis/business format franchising.

Industri ritel berubah sangat cepat. Beberapa perubahan yang paling penting dan mendukung pertumbuhan bisnis ritel dewasa ini antara lain (1) meningkatnya konsentrasi industri dalam bisnis ritel itu sendiri, (2) globalisasi, dan (3) penggunaan berbagai cara dan media untuk berinteraksi dengan konsumen. Adapun dari sisi produsen ritel menjalankan fungsi dalam memudahkan distribusi produk-produk tersebut bagi mereka yang memproduksinya. Fungsi tersebut adalah sebagai berikut.

1. Menyediakan berbagai macam produk dan jasa (Providing Assortments) 2. Memecah (Breaking Bulk)

3. Mengadakan inventory (Holding Inventory)

4. Memberikan jasa atau layanan (Providing Service) 5. Meningkatkan nilai produk dan jasa

Segala kegiatan bisnis yang dijalankan ritel dapat menjadi dasar untuk keunggulan bersaing, tapi keunggulan ini harus bisa dipertahankan dalam jangka waktu lama dan berkelanjutan. Tujuh kesempatan penting bagi ritel untuk mengembangkan keunggulan bersaing yang bertahan lama diantaranya yaitu :

1. Kesetiaan konsumen 2. Lokasi

3. Manajemen sumber daya manusia 4. Sistem distribusi dan informasi

(8)

5. Barang dagangan yang unik

6. Hubungan ritel dengan para pedagang 7. Layanan konsumen

Semua keunggulan tersebut dapat digambarkan seperti Gambar 1.

Sumber : Levy &Weitz (2004)

Gambar 1. Keunggulan Bersaing Berkelanjutan (Sustainable Competitive Advantage)

2.1.2 Perilaku Konsumen dalam Berbelanja

Pemasaran dalam suatu perusahaan bertujuan untuk memenuhi dan memuaskan kebutuhan serta keinginan pelanggan sasaran. Teori perilaku konsumen mengkaji dan mendalami bagaimana individu, kelompok, dan organisasi memilih, membeli, memakai dan membuang barang, jasa, gagasan, atau pengalaman dalam rangka memuaskan kebutuhan dan hasrat mereka.

Layanan Konsumen Hubungan Para Pedagang Barang Dagangan yang Unik Sistem Distribusi dan Informasi Manajemen SDM Lokasi Kesetiaan Konsumen Keunggulan Bersaing yang Berkelanjutan

(9)

Usaha untuk memahami perilaku konsumen dan mengenal pelanggan tidak pernah sederhana. Para pelanggan ada kemungkinan menyatakan dan menunjukkan kebutuhan serta keinginan mereka, namun ternyata mereka bertindak sebaliknya.

Para pelanggan ada kemungkinan tidak memahami motivasi mereka yang lebih dalam, sehingga ada kemungkinan para pelanggan tersebut menanggapi pengaruh yang mengubah pikiran mereka pada menit-menit terakhir. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa bagaimanapun seorang pemasar yang baik harus mempelajari keinginan, persepsi, preferensi, serta perilaku berbelanja maupun perilaku pembelian para pelanggan sasaran mereka. Dengan mempelajari perilaku konsumen, perusahaan dapat memperoleh petunjuk mengenai pengembangan produk baru, keistimewaan suatu produk, harga, saluran pemasaran, pesan pemasaran, serta elemen bauran pemasaran lainnya.

Perilaku konsumen dapat didefinisikan sebagai perilaku yang menampilkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan membuang produk dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka (Kotler, 2003). Perilaku konsumen juga dapat didefinisikan sebagai proses pengambilan keputusan dan kegiatan fisik individu yang terlibat dalam mengevaluasi, memperoleh, menggunakan, atau membuang barang dan jasa. Studi perilaku konsumen adalah studi tentang bagaimana individu membuat keputusan untuk menghabiskan sumberdaya yang tersedia, yang uang, waktu dan juga upaya, pada item terkait konsumsi. Memahami perilaku konsumen dan "mengetahui pelanggan" tidak pernah sederhana (Kotler, 2003).

(10)

American Marketing Association mendefinisikan perilaku konsumen (consumer behavior) sebagai “interaksi dinamis antara pengaruh dan kognisi, perilaku, dan kejadian di sekitar kita dimana manusia melakukan aspek pertukaran dalam hidup mereka.”2

Definisi tersebut menekankan bahwa perilaku konsumen itu dinamis. Ini berarti bahwa seorang konsumen, grup konsumen, serta masyarakat luas selalu berubah dan bergerak sepanjang waktu.

Dalam hal pengembangan strategi pemasaran, sifat dinamis perilaku konsumen menyiratkan bahwa seseorang tidak boleh berharap bahwa suatu strategi pemasaran yang sama dapat memberikan hasil yang sama di sepanjang waktu, pasar, dan industri. Dengan demikian, sifat dinamis perilaku konsumen adalah hal yang membuat pengembangan strategi pemasaran menjadi tugas yang menarik maupun menantang.

Studi tentang perilaku konsumen akan menjadi dasar yang sangat penting dalam manajemen pemasaran. Hasil kajian tentang perilaku konsumen tersebut akan membantu para pemasar dalam hal-hal sebagai berikut:

a. Merancang bauran pemasaran b. Menetapkan segmentasi

c. Merumuskan positioning dan diferensiasi produk d. Memformulasikan analisis lingkungan bisnisnya e. Mengembangkan riset pemasarannya

Studi tentang perilaku konsumen akan menghasilkan tiga informasi penting yaitu:

a. Orientasi atau persepsi konsumen

b. Berbagai fakta tentang perilaku berbelanja

2

Peter D. Bennett, Dictionary of Marketing Terms (Chicago: American Marketing Association, 1989), hal. 40.

(11)

c. Konsep atau teori yang memberi acuan pada proses berfikirnya manusia dalam berkeputusan.

2.1.3 Proses Keputusan Pembelian

Keputusan pembelian seorang konsumen sangat dipengaruhi oleh faktor kebudayaan, sosial, pribadi, dan psikologi dari diri konsumen tersebut. Sebagian besar adalah faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan oleh pemasar, tetapi harus benar-benar diperhitungkan. Menurut Kotler (1993), faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen tersebut adalah sebagai berikut:

a. Faktor Kebudayaan

Kebudayaan merupakan faktor penentu yang paling dasar dari keinginan dan perilaku seseorang. Bila makhluk-makhluk lainnya bertindak berdasarkan naluri, maka perilaku manusia umumnya dapat dipelajari. Seorang anak yang sedang tumbuh memperoleh seperangkat nilai, persepsi, preferensi dan perilaku melalui suatu proses sosialisasi yang melibatkan keluarga dan lembaga-lembaga sosial penting lainnya. Faktor ini memiliki pengaruh yang luas dan mendalam terhadap perilaku.

Budaya adalah penentu keinginan dan perilaku yang paling mendasar. Faktor budaya dapat dilihat dari kebudayaan, sub-sub budaya dan kelas sosial seorang konsumen. Contoh faktor budaya dalam kehidupan sehari-hari yaitu saat seorang konsumen menentukan dimana ia akan berbelanja. Hal ini biasanya dipengaruhi oleh lingkungan dimana ia tinggal. Keputusan ini pun berkaitan dengan kondisi tempat dimana konsumen akan berbelanja.

(12)

b. Faktor Sosial

Perilaku konsumen juga dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial seperti kelompok referensi, keluarga, atau juga peran dan status. Kelompok referensi seseorang terdiri dari seluruh kelompok yang mempunyai pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap sikap atau perilaku seseorang. Individu pada umumnya sangat dipengaruhi oleh kelompok referensi mereka pada tiga cara. Pertama, kelompok referensi memperlihatkan pada seseorang perilaku dan gaya hidup baru. Hal ini terkait dengan tingkat status seorang konsumen dalam masyarakat. Kedua, mereka juga mempengaruhi sikap dan konsep jati diri seseorang karena orang tersebut pada umumnya berkeinginan untuk menyesuaikan diri. Ketiga, mereka menciptakan tekanan untuk menyesuaikan diri yang dapat mempengaruhi pilihan produk dan merek seseorang.

Keluarga juga mempengaruhi perilaku konsumen dalam pengambilan keputusan pembelian suatu produk. Keluarga dapat dibedakan menjadi keluarga orientasi dan keluarga prokreasi. Keluarga orientasi, yang dalam hal ini adalah pihak orang tua konsumen merupakan pihak yang memberikan pandangan tentang berbagai aspek kehidupan seperti pandangan tentang agama, kehidupan politik, pandangan ekonomi, ambisi pribadi, harga diri, dan cinta. Jumlah anggota keluarga dapat mempengaruhi kuantitas pembelian konsumen. Selain itu, selera keluarga pun dapat menyebabkan keputusan pembelian konsumen berbeda. Contoh dari faktor sosial yang lainnya yaitu peran konsumen dalam keluarga dan status sosial konsumen. Status sosial ini berkaitan juga dengan pendapatan ataupun profesi konsumen tersebut.

(13)

c. Faktor Pribadi

Keputusan pembelian seorang konsumen juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi. Karakteristik tersebut adalah usia dan tahapan siklus hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup serta kepribadian dan konsep diri konsumen. Pekerjaan dapat mempengaruhi tujuan konsumen dalam berbelanja. Selain pekerjaan, keadaan ekonomi seorang konsumen pun dapat mempengaruhi keputusan pembelian konsumen misalnya saja terkait dengan harga produk.

d. Faktor Psikologis

Pilihan pembelian seseorang dipengaruhi oleh empat faktor psikologi utama yaitu motivasi, persepsi, pengetahuan, serta keyakinan dan pendirian. Faktor psikologis ini dipengaruhi juga oleh proses belajar. Hal ini dapat dilihat dari perilaku konsumen saat dan setelah melakukan pembelian. Apabila konsumen merasa puas, maka ia akan melakukan pembelian ulang ke tempat tersebut. Namun, apabila konsumen merasa kurang puas, maka ia akan mencari tempat lain untuk berbelanja.

Proses yang dilakukan konsumen dalam mengambil keputusan meliputi beberapa tahapan. Menurut Kotler (1997), terdapat lima tahapan proses keputusan pembelian yang dilakukan konsumen, yaitu mengenali kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternative, keputusan membeli dan perilaku pasca pembelian. Pada Gambar 2 dapat dilihat dengan jelas proses pengambilan keputusan pembelian konsumen secara sederhana.

(14)

Sumber : Setiadi (2003)

Gambar 2. Proses Keputusan Pembelian

a) Mengenali Kebutuhan

Proses membeli diawali saat pembeli menyadari adanya masalah kebutuhan. Pengenalan kebutuhan muncul ketika konsumen menghadapi suatu masalah, yaitu suatu kendala dimana terdapat perbedaan antara keadaan yang diinginkan dan keadaan yang sebenarnya terjadi. Kotler (1997), menyatakan bahwa kebutuhan dapat dicetuskan oleh rangsangan internal atau eksternal. Rangsangan internal adalah kebutuhan dasar yang timbul di dalam diri seseorang seperti lapar, haus, dan lain sebagainya. Sedangkan, rangsangan eksternal adalah kebutuhan yang ditimbulkan oleh dorongan eksternal, misalnya seseorang yang melewati toko kue dan melihat roti segar yang merangsang rasa laparnya kemudian ia membelinya.

Pemasar perlu mengidentifikasi keadaan yang memicu kebutuhan tertentu. Dengan mengumpulkan informasi dari sejumlah konsumen, pemasar dapat mengidentifikasi rangsangan yang paling sering membangkitkan minat akan suatu jenis produk. Pemasar kemudian dapat mengembangkan strategi pemasaran yang memicu minat konsumen.

b) Pencarian Informasi Mengenali kebutuhan Pencarian informasi Evaluasi alternatif Keputusan membeli Perilaku pasca pembelian

(15)

Konsumen yang telah mengenali kebutuhannya akan terlibat pencarian informasi untuk memenuhi kebutuhan potensial. Sebagai tahap kedua dari proses pengambilan keputusan, pencarian informasi didefinisikan sebagai aktivitas termotivasi dari pengetahuan yang tersimpan di dalam ingatan atau pemerolehan informasi dari lingkungan (Engel, et al, 1994).

Seorang konsumen yang mulai timbul minatnya akan terdorong untuk mencari informasi lebih banyak. Pencarian informasi dapat dibedakan menjadi dua tingkat yaitu keadaan tingkat pencarian informasi yang sedang-sedang saja yang disebut perhatian yang meningkat dan mengenai pencarian informasi secara aktif dimana ia mencari bahan-bahan bacaan, menelepon teman-temannya, dan melakukan kegiatan-kegiatan mencari untuk mempelajari yang lain. Umumnya jumlah aktivitas pencarian konsumen akan meningkat bersamaan dengan konsumen berpindah dari situasi pemecahan masalah yang terbatas ke pemecahan masalah yang ekstensif (Setiadi, 2003).

Menurut Kotler (1997), sumber-sumber informasi konsumen terdiri dari empat kelompok, yaitu :

1. Sumber pribadi : keluarga, teman, tetangga, kenalan.

2. Sumber komersial : iklan, tenaga penjual, pedagang perantara. 3. Sumber umum : media massa, organisasi penilai konsumen.

4. Sumber pengalaman : penanganan, pemeriksaan, penggunaan produk.

Secara umum konsumen menerima informasi terbanyak suatu produk dari sumber-sumber komersial, yaitu sumber-sumber yang didominasi oleh para pemasar. Pada sisi lain, informasi yang paling efektif justru berasal dari

(16)

sumber-sumber pribadi. Setiap sumber-sumber informasi melaksanakan suatu fungsi yang agak berbeda dalam mempengaruhi keputusan membeli. Informasi komersial umumnya melaksanakan fungsi memberitahu, sedangkan sumber pribadi melaksanakan fungsi legitimasi atau evaluasi. Karena itu, suatu perusahaan harus menyusun strategi agar mereknya masuk ke perangkat pengenalan, perangkat pertimbangan dan perangkat pilihan dari calon pembeli. Bila tidak, ia akan kehilangan peluang untuk menjual pada pelanggan.

c) Evaluasi Alternatif

Evaluasi alternatif didefinisikan sebagai suatu alternatif pilihan dievaluasi dan dipilih untuk memenuhi kebutuhan konsumen (Engel, et al, 1994). Tidak ada proses evaluasi yang sederhana dan tunggal yang digunakan oleh semua konsumen atau oleh satu konsumen dalam situasi pembelian. Terdapat beberapa proses evaluasi keputusan dan model yang terbaru memandang proses evaluasi konsumen sebagai proses yang berorientasi kognitif, yaitu mereka memandang konsumen membentuk penilaian atas produk terutama berdasarkan pada pertimbangan yang sadar dan rasional (Kotler, 1997).

Untuk memahami proses evaluasi alternatif harus memahami lebih dahulu beberapa konsep dasar yang dapat membantu. Ada beberapa konsep dasar untuk memahami proses evaluasi konsumen, yaitu : (1) konsumen berusaha memenuhi suatu kebutuhan, (2) konsumen mencari manfaat tertentu dari suatu produk, (3) konsumen memandang setiap produk sebagai sekumpulan atribut dengan

(17)

kemampuan yang berbeda-beda dalam memberikan manfaat yang dicari untuk memuaskan kebutuhan (Kotler, 1997).

d) Keputusan Pembelian

Pada tahap evaluasi, konsumen membentuk preferensi terhadap merek-merek yang terdapat pada perangkat pilihan. Konsumen mungkin juga membentuk tujuan membeli untuk merek yang paling disukai. Walaupun demikian, dua faktor dapat mempengaruhi tujuan membeli dan keputusan membeli. Faktor yang pertama adalah sikap orang lain, sejauh mana sikap orang lain akan mengurangi alternatif pilihan seseorang akan tergantung pada dua hal : (1) intensitas sikap negatif orang lain tersebut terhadap alternatif pilihan konsumen, dan (2) motivasi konsumen untuk menuruti keinginan orang lain tersebut. Semakin tinggi intensitas sikap negatif orang lain dan semakin dekat hubungan orang tersebut dengan konsumen, maka semakin besar kemungkinan konsumen akan menyesuaikan tujuan pembeliannya.

Faktor kedua adalah faktor situasi yang tidak diantisipasi. Konsumen membentuk tujuan pembelian berdasarkan faktor-faktor seperti : pendapatan keluarga yang diharapkan, harga yang diharapkan, dan manfaat produk yang diharapkan. Pada saat konsumen ingin bertindak, faktor-faktor situasi yang tidak diantisipasi mungkin timbul dan mengubah tujuan membeli (Kotler, 1997).

Dalam proses beli, pada titik ini pemasar berusaha untuk menentukan motif beli pelindung (patronage buying motives) dari konsumen. Motif beli pelindung adalah alasan-alasan seorang konsumen melindungi (berbelanja di)

(18)

toko tertentu (Stanton, 1998). Motif ini berbeda dengan motif beli produk (product buying motives) yang berarti alasan-alasan seorang konsumen membeli sebuah produk tertentu. Menurut Stanton (1996), beberapa motif beli pelindung yang penting dikemukakan adalah kenyamanan lokasi, kecepatan pelayanan, kemudahan dalam mencari barang, kondisi toko yang tidak hiruk-pikuk, harga, aneka pilihan barang, pelayanan yang ditawarkan dan penampilan toko yang menarik.

e) Perilaku Pasca Pembelian

Sesudah pembelian terhadap suatu produk, konsumen akan mengalami beberapa tingkat kepuasan atau ketidakpuasan. Konsumen tersebut juga akan terlibat dalam tindakan-tindakan sesudah pembelian dan penggunaan produk yang akan menarik minat pemasar. Pekerjaan pemasar tidak akan berakhir pada saat suatu produk dibeli, tetapi akan terus berlangsung hingga periode sesudah pembelian (Setiadi, 2003).

2.1.4 Karakteristik Fresh Product Pertanian

Menurut Kotler (1990), produk adalah apa saja yang dapat ditawarkan ke dalam pasar untuk diperhatikan, dimiliki, digunakan atau dikonsumsi sehingga dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan. Termasuk di dalamnya adalah obyek fisik, jasa, orang, tempat, organisasi dan gagasan. Sedangkan, produk pertanian segar adalah produk yang dihasilkan oleh aktivitas budidaya pertanian,

(19)

belum mengalami proses pengolahan yang berarti dan dipasarkan dalam bentuk sesuai dengan keadaannya di alam.

Dalam klasifikasi produk menurut Kotler, produk pertanian segar dapat dikategorikan sebagai barang kebutuhan pokok, barang impulsif dan barang belanjaan. Sedangkan, menurut pengelompokkan atau klasifikasi produk yang dilakukan oleh Hero, produk pertanian segar termasuk dalam fresh and frozen fish and meat dan fresh and frozen fruit and vegetable.

2.1.4.1 Sayuran

Tanaman hortikultura terdiri atas tanaman hias, tanaman pangan dan tanaman obat-obatan (rempah-rempah). Tanaman pangan sendiri dapat digolongkan menjadi dua yaitu sayur-sayuran dan buah-buahan. Harjadi (1990) menggolongkan tanaman sayuran menjadi dua yaitu tanaman yang ditanam pada bagian atas tanah dan yang ditanam pada bagian bawah tanah. Sayuran termasuk ke dalam produk pertanian segar. Hal tersebut dikarenakan pada umumnya sayuran dijual dalam bentuk seutuhnya tanpa mengalami perubahan bentuk atau hanya mengalami proses sortasi saja.

Rahardi et al. (1999) mengelompokkan sayuran berdasarkan tempat tumbuhnya, kebiasaan tumbuh dan bentuk yang dikonsumsi. Berdasarkan tempat tumbuhnya, sayuran dapat dibedakan menjadi sayuran yang tumbuh di dataran rendah, dataran tinggi dan dapat tumbuh di kedua daerah tersebut dengan baik. Sebagai contoh, wortel dapat tumbuh dengan baik pada dataran tinggi, tomat dapat tumbuh pada dataran tinggi dan dataran rendah.

(20)

Rubatzky dan Yamaguchi dalam Harsanti (2002) menyatakan bahwa sayuran mengandung protein dan lemak yang rendah serta mempunyai kandungan air yang tinggi. Harjadi (1990) menyatakan bahwa walaupun sayur-sayuran bukan merupakan kebutuhan pokok yang diperlukan dalam jumlah besar setiap harinya, namun apabila tidak mengkonsumsinya akan sangat menggangu kesehatan.

Adapun fungsi penting sayuran antara lain untuk pertumbuhan tubuh, mengganti sel-sel yang rusak dan melindungi tubuh dari gangguan kesehatan. Secara umum tanaman hortikultura memiliki sifat produk yang hampir sama. Menurut Harjadi (1990) sifat-sifat sayuran adalah sebagai berikut :

a. Mudah rusak atau busuk (perishable) karena sayuran dipanen dalam keadaan segar atau hidup sehingga masih ada proses-proses kehidupan yang berjalan sehingga umurnya pendek.

b. Komponen utama mutu produk ditentukan oleh kandungan air dan bukan oleh kandungan bahan kering (dry matter) sehingga harus segera dikonsumsi (dipakai). Apabila hal ini tidak dilakukan, maka dapat menyebabkan tampilan fisik dari sayuran tersebut dapat menjadi buruk dan tidak lagi memiliki nilai jual.

c. Bersifat meruah (volumnous atau bulky) sehingga sulit dalam pendistribusian produk dan biaya angkut yang mahal. Umur sayuran terhitung pendek, maka pengusahaan sayuran sebaiknya dekat dengan pasar, sehingga dapat menghindari kerusakan sayuran tersebut.

d. Harga pasar komoditi ditentukan oleh kualitasnya dan tidak selalu kuantitasnya.

(21)

Berikut ini beberapa kriteria yang perlu diperhatikan dalam memilih jenis sayuran berdasarkan penampilan fisiknya, yaitu :

Tabel 3. Kriteria Jenis Sayuran Berdasarkan Penampilan Fisik

Jenis Sayuran Kriteria Kualitas Berdasarkan Penampilan

Fisik 1. Sayuran daun, misalnya bayam, sawi dan

kangkung.

a. Daun berwarna cerah, tidak muram, belum menguning, tidak sobek dan tidak berlubang.

b. Tulang daun terlihat jelas c. Batang daun mudah dipatahkan 2. Sayuran buah,misalnya tomat, cabai dan

labu siam.

a. Buah tidak pecah atau memar, tidak berair, tidak lunak dan tidak berbau busuk b. Untuk cabai atau tomat sebaiknya dipilih

yang sudah tua atau masak 3. Sayuran polong, misalnya buncis dan

kacang panjang.

a. Polong sayuran yang masih muda dengan bentuk polong silindris

b. Untuk polong yang diambil bijinya, pilihlah polong yang sudah tua dan bernas 4. Sayuran umbi, misalnya kentang, wortel

dan bawang.

a. Umbi tidak berlubang-lubang, tidak lunak dan berair

Sumber : Novary, 1999

2.1.4.2 Buah

Produk-produk pertanian khususnya buah-buahan dikenal sangat dekat dengan masyarakat Indonesia yang agraris. Produk-produk pertanian, khususnya produk segar seperti buah-buahan dan sayuran membutuhkan penanganan yang serius disebabkan produk-produk ini sangat sensitif terhadap kerusakan oleh hama dan penyakit, kesegaran saat mulai dipanen dan kerusakan mekanis akibat pengangkutan dan penyimpanan.

JIFSAN (2002) menyatakan bahwa “buah yang segar berhubungan dengan warna yang cerah, bersih, tidak kisut dan kelihatan banyak mengandung air. Suhu yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan buah dan menguraikan vitamin C”. Menurut Van Reeuwijk (1998) dalam JIFSAN (2002), kualitas menurut definisi

(22)

International Organization for Standarization (ISO) adalah totalitas dari segi dan karakteristik dari sebuah produk yang penekanannya pada kemampuannya untuk memuaskan keinginan atau memenuhi kebutuhan. Selanjutnya, JIFSAN (2002) menyatakan bahwa “atribut dari kualitas buah dibagi atas tiga hal. Pertama, eksternal ialah : penampilan (sight), rasa (touch) dan kecacatan. Kedua, internal ialah : aroma, rasa dan tekstur, dan ketiga tak terlihat (hidden) ialah : kesehatan, nilai nutrisi dan keamanan”. Shim, S., Gehrt and Lotz (2001) menyatakan bahwa “buah-buahan segar pada masyarakat Asia terutama Jepang memainkan peranan yang penting, selain sebagai makanan (diet), terkait pada praktek sosial dan budaya (pemberian yang mewah) dan sangat banyak dikonsumsi sebagai panganan pagi (morning snack) dan pencuci mulut (dessert) setelah makan.”

Adapun manfaat dari mengkonsumsi buah-buahan, World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa kurangnya asupan buah-buahan dan sayuran adalah salah satu dari sepuluh faktor risiko utama kematian secara global. Secara spesifik, WHO mengestimasikan bahwa rendahnya konsumsi akan buah-buahan dan sayuran berakibat pada 31% penyakit jantung, 11% stroke dan 19% kanker usus. Pada tahun 2002, WHO dan konsultan ahli pertanian merekomendasikan, sehari minimum 400 gram buah dan sayur, termasuk kentang dan ubi ; mengindikasikan bukti yang meyakinkan bahwa jumlah asupan buah dan sayuran ini akan mengurangi obesitas dan diabetes (Sanford et, al., 2008).

(23)

2.1.4.3 Ikan

Ikan adalah binatang air dan biota perairan lainnya yang berasal dari kegiatan penangkapan di laut atau perairan umum (waduk, sungai dan rawa) dan hasil dari kegiatan budidaya (tambak, kolam, keramba dan sawah) yang dapat diolah menjadi bahan makanan yang umum dikonsumsi oleh masyarakat. Ikan segar adalah ikan air laut dan ikan air tawar yang baru ditangkap dan belum mengalami perubahan dan juga ikan yang sudah mengalami pengawetan dengan pembekuan atau pendinginan, tetapi masih mempunyai sifat yang serupa dengan ikan asli. Ikan segar atau ikan basah adalah ikan yang belum atau tidak diawetkan dengan apapun kecuali semata-mata didinginkan dengan es. Penanganan ikan segar dimaksudkan sebagai semua pekerjaan yang dilakukan terhadap ikan segar sejak ditangkap sampai saat diterima oleh pemakainya (Muljanto R, 1989).

Seperti halnya sayuran dan buah-buahan, ikan juga termasuk ke dalam produk makanan segar. Hal tersebut dikarenakan ikan juga pada umumnya dijual dalam bentuk aslinya atau tidak melalui proses pengolahan terlebih dahulu sebelum dijual. Biasanya, ikan tertentu akan mengalami proses pengawetan sebelum dijual. Namun, hal tersebut tidak menghilangkan sifat asli dari ikan tersebut. Ikan mengandung protein hewani yang tinggi dan kandungan gizi yang lengkap. Manfaat kandungan gizi terutama pada ikan yang masih segar, sangat penting bagi tubuh. Vitamin D yang diperlukan oleh tubuh manusia terdapat pada ikan, sementara kandungan Vitamin A pada ikan pun sangat tinggi, yakni 50.000 IU/gram. Perbandingan zat gizi yang terkandung dalam beberapa sumber protein hewani dapat dilihat pada Tabel 4.

(24)

Tabel 4. Kandungan Gizi Beberapa Sumber Protein Hewani

Kandungan Gizi Ikan Udang Daging

Sapi Daging Ayam Telur Ayam Susu Sapi Protein (%) 16-20 18,1 18 20 11,8 3,8 Lemak (%) 2-5 0,8 3 7 11 3,8 Karbohidrat (%) 0,5-4,5 1,4 1,2 1,1 11,7 4,7 Air (%) 56,97 78,2 75,5 72,9 65,5 87,6 Vitamin A (IU/gram) 50000 0 600 0 0 35 Vitamin B (IU/gram) 20-20000 0 0 0 0 0 Kolesterol (mg/gram) 70 125 70 60 550 11

Asam Amino Essensial 10 5 10 10 10 10

Asam Amino non Essensial

10 0 0 2 0 0

Sumber : Hadiwiyoto (1993) dalam Dame (1999)

Ikan segar mempunyai dua arti, yaitu ikan hidup dan ikan mati yang masih mempunyai sifat-sifat seperti ikan hidup. Ikan dikatakan masih segar jika perubahan-perubahan yang terjadi belum menyebabkan kerusakan berat pada ikan. Secara organoleptik, berikut adalah beberapa kriteria ikan segar :

Tabel 5. Kriteria Daging Ikan Segar

Penampilan fisik Kriteria kualitas

Penampakan Badan ikan utuh, tidak patah, tidak rusak fisik; bagian perut masih utuh dan liat, tidak patah, tidak rusak fisik; serta lubang anus tertutup

Mata Cerah (terang), selaput mata jernih, pupil hitam dan menonjol Insang Berwarna merah cemerlang atau sedikit kecokelatan, tidak ada

lendir atau sedikit lender

Bau Bau segar spesifik jenis atau sedikit bau amis yang lembut Selaput Lendir Permukaan tubuh tipis, encer dan bening, mengkilap cerah, tidak

lengket, sedikit amis dan tidak berbau busuk

Tekstur dan Daging Ikan kaku atau masih lemas dengan daging elastis, jika ditekan dengan jari cepat kembali, sisik tidak mudah lepas, jika daging disayat tampat antar bagian daging masih kuat dan kompak, sayatan cemerlang dengan menampilkan warna daging asli Sumber : Novary, 1999

(25)

2.1.4.4 Daging

Daging adalah salah satu jenis protein hewani yang hampir tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Selain penganekaragaman sumber pangan, daging dapat menimbulkan kepuasan atau kenikmatan bagi yang memakannya karena kandungan gizinya lengkap, sehingga keseimbangan gizi dapat terpenuhi. Daging yang dapat dimakan berasal dari ternak yang berbeda dan dari berbagai jenis hewan liar atau aneka ternak dan ikan. Daging dapat diolah dengan cara dimasak, digoreng, dipanggang, disate, diasap atau diolah menjadi produk lain yang menarik, antara lain korned, sosis, dendeng dan abon (Soeparno, 1994 dalam Pangastuti, 2006). Adapun kriteria kualitas daging segar meliputi:

Tabel 6. Kriteria Kualitas Daging Segar

Penampilan fisik Kualitas yang baik

Keempukan atau kelunakan

Keempukan daging ditentukan oleh jaringan ikat. Semakin tua usia hewan, susunan jaringan ikat semakin banyak, sehingga daging yang dihasilkan semakin liat. Jika ditekan dengan jari, daging yang sehat akan memiliki konsistensi kenyal (padat). Kandungan lemak

atau marbling

Marbling adalah lemak yang terdapat diantara otot

(intramuscular). Lemak berfungsi sebagai pembungkus otot dan mempertahankan keutuhan daging pada waktu dipanaskan. Marbling berpengaruh terhadap cita rasa daging.

Warna Warna daging bervariasi, tergantung dari jenis secara genetik dan usia. Misalnya daging sapi potong lebih gelap daripada daging sapi perah. Daging sapi muda lebih pucat dibandingkan daging sapi dewasa.

Rasa dan aroma Cita rasa dan aroma dipengaruhi oleh jenis pakan. Daging yang berkualitas baik mempunyai rasa yang relatif gurih dan aroma yang sedap.

kelembaban Secara normal daging mempunyai permukaan yang relatif kering, sehingga dapat menahan pertumbuhan mikroorganisme dari luar. Dengan demikian, dapat mempengaruhi daya simpan daging tersebut.

(26)

2.1.5 Studi Terdahulu

Bethavianur Mawarsari (2008) melakukan penelitian dengan judul “Proses Keputusan dan Sikap Konsumen dalam Pembelian Kecap”. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dan model sikap multiatribut Fishbein. Hasil dar i penelitian ini menunjukkan sebagian besar responden menyatakan yang menunjukkan kualitas kecap adalah rasa dan sikap konsumen menunjukkan bahwa konsumen lebih menyukai kecap Bango dibandingkan kecap ABC. Hal tersebut dikarenakan nilai atribut yang dimiliki kecap Bango lebih besar dibandingkan kecap ABC.

Yophy Kusumawaty (2010) melakukan penelitian mengenai “Analisis Perilaku Konsumen dalam Proses Keputusan Pembelian Buah Pisang Lokal dan Pisang Impor”. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif, analisis Thurstone dan juga analisis Sensitivitas harga dalam melihat proses keputusan pembelian yang dilakukan oleh konsumen. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa konsumen yang membeli pisang impor merasa puas setelah membeli, sedangkan konsumen yang membeli pisang lokal merasa biasa saja. Hal tersebut dikarenakan tidak semua harapan atau kebutuhan konsumen dapat terpenuhi.

Penelitian selanjutnya dilakukankan oleh Kharisma Anggriani Rahayu (2011) dengan judul “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Konsumen Dalam Berbelanja Sayuran dan Buah-buahan di Pasar Tradisional”. Penelitian ini menjelaskan faktor-faktor apa saja yang menpengaruhi keputusan konsumen dalam membeli sayuran dan buah-buahan di pasar tradisional. Hasil penelitian ini yaitu konsumen yang berbelanja sayuran dan buah-buahan tidak hanya konsumen

(27)

rumah tangga, tetapi juga pelaku usaha. Selain itu, faktor dominan yang mempengaruhi keputusan konsumen dalam berbelanja sayuran dan buah-buahan di Pasar Baru Trade Center adalah sifat barang dan atribut fisik tempat berbelanja.

2.2 Kerangka Pemikiran

Perilaku konsumen (consumer behavior) merupakan perilaku yang terlibat dalam hal perencanaan, pembelian dan pemakaian barang-barang ekonomi serta jasa-jasa. Pada umumnya istilah perilaku pembeli memusatkan perhatian pada perilaku individu khusus, yang membeli produk yang bersangkutan, sekalipun orang itu tidak terlibat dalam hal merencanakan pembelian produk tersebut. Hal tersebut menggambarkan bahwa perilaku konsumen dapat dinilai dari adanya keputusan pembelian terhadap produk. Keputusan pembelian ini meliputi pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian, dan perilaku setelah pembelian yang akan dianalisis secara deskriptif.

Fresh product merupakan salah satu bahan pangan yang dijual di ritel modern maupun ritel tradisional. Dalam membeli bahan pangan ini, konsumen memiliki beberapa kriteria, diantaranya aroma, rasa, warna, tekstur dan lain sebagainya. Fresh product yang terdiri dari sayuran, buah-buahan, daging dan ikan banyak dijual di ritel tradisional. Namun, dengan menekankan pada lokasi, kualitas dan atribut produk menjadi salah satu keunggulan bersaing yang dilakukan oleh ritel modern.

Keputusan pembelian fresh product yang dilakukan oleh konsumen dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan

(28)

pembelian konsumen di ritel modern kemungkinan berbeda dengan faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian konsumen di pasar tradisional. Hal tersebut dikarenakan karakteristik konsumen dan juga kondisi tempat belanja yang berbeda. Sehingga, sikap yang ditunjukkan oleh konsumen pun dalam membeli fresh product kemungkinan berbeda.

Pengukuran perilaku konsumen bagi pemasar merupakan hal yang sangat penting. Dengan mengetahui perilaku konsumen, pemasar dapat mengidentifikasi segmen manfaat, mengembangkan tempat penjualan dan memformulasikan serta evaluasi strategi promosional.

Gambar 3. Kerangka Pemikiran

Ritel modern Pasar Tradisional

Komparasi antara faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian fresh product di ritel modern dan

pasar tradisional

Sikap konsumen dalam pembelian fresh product di ritel modern dan pasar tradisional

Kebutuhan konsumen akan produk segar pertanian

Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian fresh product oleh konsumen

Faktor kebudayaan Faktor sosial Faktor pribadi Faktor psikologis

Gambar

Tabel 2. Karakteristik Ritel Berorientasi Makanan
Gambar 1. Keunggulan Bersaing Berkelanjutan (Sustainable Competitive  Advantage)
Gambar 2. Proses Keputusan Pembelian
Tabel 3. Kriteria Jenis Sayuran Berdasarkan Penampilan Fisik
+4

Referensi

Dokumen terkait

daerah, penduduk desa Batang Kambaru termaauk jarang.. Penguin Books

2. Melakukan pemberhentian pencarian break;.. Pada tahap ini yang pertama dilakukan adalah mengecek jumlah data yang terdapat pada vPopulate , jika jumlah data lebih besar

Deskripsi Unit : Unit ini berhubungan dengan pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang dibutuhkan dalam membuat standard desain suasana (environment design).. Elemen Kompetensi

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat yang diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dan penyusunan laporan yang

bahwa penyertaan modal daerah kepada Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Malem dalam rangka penyelesaian hutang kepada Pemerintah Pusat dalam bentuk non kas mengacu

Kedua, menurut hukum Islam praktik jual beli minuman di Kober Mie Setan Semolowaru belum sepenuhnya memenuhi ketentuan hukum Islam, yaitu pada rukun dan syarat

Ketertarikan penata terhadap fenomena sosial kehidupan masyarakat dalam mencapai keharmonisan yang di bahas dalam aspek Pawongan yang dirumuskan dalam konsep Tri

Kami juga akan memberikan dukungan dan pantauan kepada yang bersangkutan dalam mengikuti dan memenuhi tugas-tugas selama pelaksanaan diklat online. Demikian