• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Transformasi Karakter Tokoh dalam Kumpulan Cerita Pendek Kami no Kodomotachi wa Mina Odoru: Sebuah Kajian Psikologi Sastra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Transformasi Karakter Tokoh dalam Kumpulan Cerita Pendek Kami no Kodomotachi wa Mina Odoru: Sebuah Kajian Psikologi Sastra"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Transformasi Karakter Tokoh dalam Kumpulan Cerita Pendek

Kami no Kodomotachi wa Mina Odoru: Sebuah Kajian Psikologi Sastra

Dwi Mutiara, Dewi Anggraeni

Program Studi Jepang, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia E-mail: dwimutiaraa@yahoo.com

Abstrak

Penelitian ini membahas mengenai perubahan karakter pada beberapa tokoh dalam kumpulan cerita pendek Kami no Kodomotachi wa Mina Odoru melalui pendekatan psikologi sastra, khususnya menggunakan metode telaah karakterisasi fiksi. Penulisan penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perubahan karakter yang dialami oleh beberapa tokoh dalam setiap cerita dan menjabarkan berbagai pemicu yang mempengaruhi perubahan tersebut. Upaya mengamati perubahan karakter dapat ditunjukkan melalui dialog antar tokoh, sudut pandang pencerita, tuturan pengarang, tingkah laku, dan penampilan tokoh. Hasil analisis menunjukkan bahwa hanya ada beberapa tokoh dari keenam cerita yang mengalami perubahan karakter setelah adanya suatu pemicu, baik yang berupa bencana maupun keadaan yang tak terduga.

Analysis of Transformation of The Character in Short Story Kami no Kodomotachi wa Mina Odoru: A Study of Psychology Literature

Abstract

The focus of this study is the transformation of character in the short story Kami no Kodomotachi wa Mina Odoru through approach of psychology literature, especially using fictional characterization method. This study aims to analyze the transformation of some characters in each story and describe the various triggers that influence these transformation. To observe the transformation in the character can be shown through dialogue among characters, the viewpoint of the narrator, the author’s speech, behavior, and appearance of characters. The analysis shows that there are only a few characters of the six stories that are changing the character after the triggers, either in the form of a disaster or unforeseen circumstances.

Key words:

Transformation of character; triggers; figures; disaster; Murakami Haruki; and methods of characterization study.

Pendahuluan

Karya sastra berbentuk cerita pendek merupakan hasil imajinasi dari pengarang. Unsur pembentuk karya sastra yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik. Menurut Nyoman (1991: 164), unsur-unsur yang termasuk unsur intrinsik, antara lain peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang cerita, bahasa, dan gaya bahasa. Sedangkan unsur-unsur ekstrinsik meliputi unsur-unsur yang berada di luar karya sastra tersebut. Adanya perbedaan karakter pada setiap tokoh dapat membuat alur cerita menjadi lebih hidup, sehingga perilaku tokoh

(2)

memiliki perbedaan dalam menghadapi peristiwa dan juga pembaca dapat berimajinasi terhadap tokoh yang berperan dalam cerita tersebut.

Setiap cerita disajikan dengan berbagai peristiwa yang kadang berubah-ubah. Transformasi atau perubahan tidak hanya terjadi pada peristiwa dalam alur cerita, tetapi juga dapat terjadi pada karakter tokoh yang digambarkan melalui interaksi antar tokoh maupun lingkungannya. Tokoh dan penokohan atau karakterisasi dapat mengalami perubahan, karena adanya pemicu baik dari faktor internal maupun eksternal, seperti pengalaman, peristiwa (fenomena) atau lingkungan sosial. Satu diantara peristiwa yang mengubah karakter tokoh dalam cerita, yaitu bencana alam di Jepang. Bencana yang digambarkan dalam kumpulan cerpen Kami no Kodomotachi wa Mina Odoru karya Murakami, yaitu gempa Kōbe 1995 dengan kekuatan 7,2 Skala Ritcher dan serangan gas sarin1. Bencana yang digambarkan dalam kumpulan cerita tersebut, bukan hanya bencana alam dan kemanusiaan saja, tapi juga bencana yang dianggap sebagai musibah tak terduga yang dapat terjadi pada kehidupan seseorang. Setiap tokoh yang digambarkan oleh Murakami dalam ceritanya mengalami perubahan menjadi karakter yang berbeda sebagai akibat adanya pemicu awal berbentuk bencana dan pemicu-pemicu lainnya.

Tinjauan Teoritis

Psikologi sastra adalah telaah karya sastra yang diyakini mencerminkan proses dan aktivitas kejiwaan. Penelitian psikologi sastra memiliki peranan penting dalam memahami sastra. Ada tiga kelebihan untuk meneliti sastra melalui pendekatan psikologi sastra. Pertama, pentingnya psikologi sastra untuk mengkaji lebih mendalam aspek karakterisasi tokoh. Kedua, melalui pendekatan ini dapat memberikan umpan-balik kepada peneliti tentang masalah karakterisasi tokoh yang dikembangkan. Ketiga, penelitian semacam ini sangat membantu untuk menganalisis karya sastra yang kental dengan masalah-masalah psikologis atau ilmu kejiwaan (Endraswara, 2008: 12). Psikologi sastra bertujuan untuk memahami aspek-aspek kejiwaan yang terkandung dalam suatu karya sastra (Ratna, 2003: 343).

Endraswara (2008: 96-97), sastrawan Indonesia, memaparkan bahwa karya yang dipandang sebagai fenomena psikologis akan menampilkan aspek-aspek kejiwaan melalui tokoh-tokoh jika berbentuk drama maupun prosa. Psikologi dan sastra memiliki hubungan

                                                                                                                         

1 Serangan gas sarin 1995 adalah serangan teroris yang paling serius dalam sejarah modern Jepang dan dilakukan

oleh sebuah sekte agama bernama Aum Shinrikyō di jalur kereta api bawah tanah terpadat di Tōkyō pada Maret 1995. http://www.cfr.org/japan/aum-shinrikyo/p9238 diakses pada 11 Oktober 2014 pukul 00.28 WIB dan

(3)

fungsional karena sama-sama menyoroti mengenai keadaan jiwa orang lain, hanya saja dalam bidang psikologi keadaan jiwa manusia yang dikaji bersifat nyata, sedangkan dalam bidang sastra bersifat imajinatif atau melalui karakter tokoh.

Dalam menelaah sastra menggunakan pendekatan psikologi, peneliti tidak serta merta menghilangkan ciri khas pendekatan sastra. Namun, sebelum peneliti menelaah sastra melalui pendekatan psikologi, peneliti harus memahami landasan pada bidang sastra yang mencakup teori, konsep, dan definisi. Teori sastra yang paling mendekati dan saling mendukung untuk telaah karya sastra adalah teori karakterisasi (Minderop, 2013: 72).

Metode Telaah Karakterisasi Fiksi

Menurut Albertine Minderop (2005: 95) dalam bukunya Metode Karakterisasi Telaah Fiksi menyatakan bahwa perkarakteran adalah kualitas nalar dan perasaan para tokoh di dalam suatu karya fiksi yang dapat mencakup tidak saja tingkah laku dan kebiasaan, tetapi juga penampilan. Lebih lanjut, Minderop menyatakan bahwa metode karakterisasi dalam telaah karya sastra adalah metode melukiskan karakter para tokoh yang terdapat dalam karya fiksi.

Dalam psikologi sastra, pencerminan berbagai konsep psikologis pada tokoh bentukan pengarang perlu disampaikan melalui metode karakterisasi fiksi yang biasa digunakan dalam telaah sastra. Metode telaah karakterisasi fiksi antara lain metode langsung dan tidak langsung (telling dan showing), sudut pandang (point of view), dan gaya bahasa (figurative language). Metode Langsung dan Tidak Langsung (Telling and Showing)

Pada umumnya, seorang pengarang menggunakan dua metode untuk menggambarkan karakter tokoh dalam karyanya.

Pertama, metode langsung (telling) merupakan metode yang digunakan oleh kebanyakan penulis fiksi zaman dulu dengan mengandalkan pemaparan dari pengarang mengenai karakter tokoh. Albertine Minderop menambahkan bahwa metode langsung mencakup karakterisasi melalui penggunaan nama tokoh, penampilan tokoh, maupun tuturan pengarang. Nama tokoh digunakan untuk memperjelas dan mempertajam karakter tokoh serta melukiskan kualitas karakteristik yang membedakannya dengan tokoh lain. Dalam suatu karya sastra, penampilan para tokoh memegang peranan penting sehubungan dengan telaah karakterisasi, seperti pakaian yang dikenakan oleh tokoh. Karakterisasi melalui tuturan pengarang memberikan ruang yang luas dan bebas kepada pengarang dalam menentukan

(4)

ceritanya (Minderop, 2013: 79). Pengarang yang menggunakan metode ini mencoba membentuk persepsi pembaca tentang tokoh yang dikisahkannya melalui komentar atau tuturan pengarang.

Kedua, menurut Minderop (2005: 22-23), karakterisasi melalui dialog dalam metode tidak langsung dapat mencakup apa yang dikatakan penutur, lokasi dan situasi percakapan, jatidiri penutur, jatidiri tokoh yang dituju oleh penutur, kualitas mental para tokoh, nada suara, penekanan, kosa kata, maupun dialek para tokoh kisahan. Sedangkan karakterisasi melalui tingkah laku dalam metode tidak langsung dapat mencakup ekspresi wajah dan motivasi yang melandasi tindakan tokoh.

Pembaca harus memperhatikan substansi dari suatu dialog, apakah melalui dialog, peristiwa dalam alur cerita dapat berkembang atau sebaliknya. Selain itu, situasi dalam percakapan dapat mendukung dan memperjelas karakter para tokoh yang dibicarakan. Jatidiri tokoh yang dituju oleh penutur, penutur di sini berarti tuturan yang disampaikan tokoh dalam cerita, maksudnya tuturan yang diucapkan tokoh tertentu tentang tokoh lainnya. Kualitas mental para tokoh dapat dikenali melalui alunan dan aliran tuturan ketika para tokoh bercakap-cakap. Nada suara, penekanan, dialek, dan kosa kata juga dapat membantu dan memperjelas karakter para tokoh. Selain melalui tuturan, karakter tokoh dapat diamati melalui tingkah laku. Tampilan ekspresi wajah pun dapat memperlihatkan karakter tokoh.

Metode Sudut Pandang (Point of View)

Secara singkatnya, teknik sudut pandang dapat digunakan pengarang dengan menampilkan pencerita2. Metode karakterisasi melalui sudut pandang adalah metode narasi yang menentukan posisi atau sudut pandang dari mana cerita disampaikan.

Pencerita yang menggunakan sudut pandang persona pertama “akuan” merupakan pencerita yang terlibat langsung dalam mengalami berbagai peristiwa cerita (Bennison, 1996: 40). Sedangkan pencerita yang menggunakan sudut padang persona ketiga3 “diaan” biasanya

                                                                                                                         

2 Pencerita merupakan tokoh ciptaan pengarang yang mengemban tugas untuk menyampaikan cerita. Pencerita

tidak selalu berkedudukan sebagai pengarang cerita, walaupun pencerita menggunakan teknik “akuan” yang identik dengan pengarang cerita sebagai tokoh utama dalam cerita. Pencerita tetap menjadi bagian dalam dunia fiktif.

3 Sudut pandang persona ketiga dibagi menjadi dua, yaitu “diaan” mahatahu dan “diaan” terbatas. “Diaan”

mahatahu adalah pencerita yang berada di luar cerita menyampaikan, mendramatisasi, atau menginterpretasi berbagai peristiwa yang menyangkut para tokoh dalam kisahan dengan bebas melalui sudut pandang “ia” maupun “dia”. Namun, pencerita tidak selalu ikut campur para tokoh dengan bebas mengungkapkan pikiran, perasaan, ataupun harapan melalui dialog dengan menggunakan kata ganti orang pertama “aku” dan “kau”. Sedangkan pencerita “diaan” terbatas yaitu pencerita yang hanya membatasi diri dalam pemaparan peristiwa

(5)

menampilkan tokoh-tokoh ciptaannya dengan menyebut nama atau menggunakan kata ganti “ia”, “dia”, atau “mereka” (Minderop, 2005: 96).

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan psikologi sastra melalui metode telling dan showing. Penggunaan metode ini memudahkan penulis untuk mencari kata kunci dalam tuturan langsung pengarang, dialog, tingkah laku, penampilan, penekanan pada tuturan, situasi percakapan, ataupun kosa kata yang digunakan para tokoh yang merujuk pada perubahan karakter tokoh setelah adanya suatu pemicu dalam kumpulan cerpen karya Murakami Haruki. Metode sudut pandang juga digunakan dalam penelitian ini karena metode ini lebih memfokuskan gaya penyampaian cerita. Posisi pencerita dan gaya penyampaian cerita, baik “akuan” maupun “diaan” mempengaruhi bagaimana pembaca menginterpretasikan karakter tokoh. Namun, fokus penggunaan metode terletak pada metode telling dan showing.

Metode gaya bahasa tidak digunakan oleh penulis dalam menganalisis perubahan karakter pada tokoh. Menurut pengamatan penulis, gaya bahasa yang digunakan tidak terlalu menggambarkan karakter tokoh dan juga perubahan pada karakter. Murakami lebih memberikan kekhasan pada gaya penulisannya yang ringan, karena gaya bahasa yang terlalu tinggi akan menimbulkan kesulitan untuk dipahami oleh penikmat karya sastra.

Metode Penelitian

Penulis akan menggunakan langkah-langkah penelitian sebagai berikut. Pertama, penulis akan mengamati karakter awal pada tokoh baik tokoh utama maupun tokoh bawahan. Kedua, penulis menggunakan pendekatan psikologi sastra untuk mengetahui kerakterisasi tokoh melalui metode langsung dan tidak langsung (telling dan showing), serta sudut pandang. Dengan teori tersebut, akan dilakukan pengamatan pada dialog, tingkah laku, lokasi, kosa kata, maupun penampilan tokoh. Ketiga, penulis mengamati tokoh yang sama dengan karakter yang sudah berbeda setelah adanya pemicu dengan menerapkan metode langsung, tidak langsung, dan sudut pandang untuk menganalisis perubahan karakter pada tokoh. Sebagai tahap akhir, akan dibuat kesimpulan mengenai perubahan karakter pada tokoh dalam kumpulan cerpen Kami no Kodomotachi wa Mina Odoru dengan hasil analisis psikologi sastra melalui metode telaah karakterisasi fiksi. Berikut alur metode penelitian untuk memudahkan pemahaman mengenai perubahan karakter.

(6)

Gambar 1. Alur Metode Penelitian

Peneliti dalam memperoleh data melalui studi dokumen. Studi dokumen dengan membaca literatur dari perpustakaan Universitas Indonesia dan perpustakaan Japan Foundation, google book, modul perkuliahan, artikel, dan referensi dari internet dengan tema yang terkait.

Pembahasan

Transformasi merupakan perubahan bentuk yang berupa sifat, fisik, atau keadaan. Dalam penelitian ini, istilah yang digunakan untuk mengacu pada transformasi adalah perubahan. Perubahan pada karakter tokoh digambarkan melalui dialog dan gaya penyampaian pencerita, agar dapat memahami dengan jelas sebelum masuk ke dalam analisis cerita.

Perubahan Karakter Komura (小村) pada Cerpen Yūfō ga Kushiro ni Oriru

Pencerita mengisahkan tokoh-tokoh pada cerita pertama melalui sudut pandang “diaan” yang terlihat dalam kalimat pertama (Murakami: 2000, 13). Dalam cerpen ini, Komura digambarkan sebagai orang yang tidak banyak bicara melalui metode sudut pandang. Selanjutnya, berdasarkan penggambaran pengarang, karakter Komura digambarkan memiliki sifat yang supel, berpenampilan menarik, dan kharismatik. Karakter Komura mengalami perubahan, untuk membantu memahami perubahan tersebut dibutuhkan metode telaah karakterisasi fiksi.

Gambar 2. Alur Perubahan Karakter Komura

Alur perubahan karakter seperti pada gambar 2 menjelaskan bahwa Komura mengalami tiga kali perubahan. Perubahan tersebut diakibatkan oleh tiga pemicu dan dapat dianalisis melalui metode telaah karakterisasi fiksi. Dalam cerita, Komura yang awalnya supel

(7)

dan memiliki banyak teman baik laki-laki maupun perempuan, tapi setelah menikah (pemicu I), hasratnya untuk berkencan dengan perempuan dan ingin diperhatikan oleh orang-orang sekitar menjadi hilang. Komura memilih untuk cepat pulang dari tempat kerjanya untuk bertemu dengan istrinya. Perubahan karakter Komura juga disadari oleh teman-teman kerjanya. Pada awalnya karakter Komura yang supel, kemudian pencerita menggambarkan karakter Komura menjadi lebih kalem.

Berdasarkan sudut penceritaan, perubahan karakter yang semula bahagia dan menikmati kehidupan pernikahan bersama istrinya, kemudian menjadi karakter yang berbeda karena istrinya yang sudah tidak bersamanya lagi, ia menjadi kehilangan arah hidup. Setelah istrinya melihat pemberitaan mengenai bencana (pemicu II), ia memilih untuk kembali ke rumah keluarganya dan meninggalkan Komura. Hal tersebut membuat Komura tidak tahu harus melakukan apa untuk hidupnya. Kehilangan pasangan hidup membuatnya seperti mayat hidup, terombang-ambing mengikuti arus kehidupan saja.

Cerita beruang (pemicu III) mampu memberikan tamparan pada Komura bagaimana seharusnya dulu ia memperlakukan istrinya. Pemicu tersebut mengubah karakter Komura menjadi karakter yang berbeda yang sadar akan dirinya terombang-ambing tidak tahu arah hidup. Akhirnya, Komura tersadar bahwa ia telah melakukan perjalanan yang panjang demi melangkah maju menjalani hidup ke depannya.

Perubahan Karakter Junko (順子) pada Cerpen Airon no Aru Fūkei

Pencerita mengisahkan tokoh-tokohnya melalui sudut pandang “diaan” yang terlihat dalam kalimat kedua (Murakami: 2000, 47). Berdasarkan gaya penceritaan, Junko digambarkan sebagai orang yang banyak bicara (Murakami: 2000, 47). Hal tersebut terlihat dalam gaya penyampaian pencerita yang memberikan kesempatan untuk Junko mengekspresikan dirinya melalui dialog yang santai dengan Keisuke. Karakter Junko mengalami perubahan, untuk membantu memahami perubahan tersebut dibutuhkan metode telaah karakterisasi fiksi.

Gambar 3. Alur Perubahan Karakter Junko

 

Alur perubahan karakter seperti pada gambar 3 menjelaskan bahwa Junko mengalami dua kali perubahan. Perubahan tersebut diakibatkan oleh dua pemicu dan dapat dianalisis

(8)

melalui metode telaah karakterisasi fiksi. Dalam cerita menurut pengamatan penulis, Junko mengalami perubahan yang singnifikan saat ia mulai beranjak dewasa dengan ditandai menstruasi. Berdasarkan penggambaran pengarang, karakter Junko digambarkan memiliki sifat yang periang, penyayang, dan sederhana pada saat kecilnya. Karakter Junko disampaikan melalui metode telling─tuturan pengarang seperti dalam kutipan di bawah ini.

小さな子どもの頃、順子は父親と仲が良かった。休日にはよく二人でいろんなとこ ろに遊びにい行った。父親と手をつないで歩いていると、わけもなく誇らしく、心 強かった。(Murakami, 2000: 58).

Ketika masih kecil, Junko dan ayahnya berhubungan baik. Ia dan ayahnya pergi bermain ke berbagai tempat pada hari libur. Ketika ia berjalan dan bergandengan tangan dengan ayahnya, ia yakin dan bangga yang tak beralasan.

Kutipan di atas menggambarkan kedekatan Junko dengan sang ayah. Ia tidak ingin merepotkan ayahnya, seperti merengek untuk dibelikan makanan atau hadiah yang biasanya dilakukan oleh anak-anak kecil. Dalam keseluruhan cerita, ibu Junko tidak dimunculkan oleh pengarang. Artinya, Junko hanya hidup bersama ayahnya sejak kecil. Namun, datang saatnya secara tak terduga Junko mengalami menstruasi (pemicu I). Bagi anak perempuan, menstruasi untuk kali pertama (menarche) dianggap bencana karena pada saat itu tubuh akan mengalami perubahan seperti membesarnya payudara dan timbulnya rasa sakit pada tubuh. Menstruasi menjadi jembatan dalam perubahan pada fase anak-anak menuju fase remaja.

Peran orang tua masih kental dalam mengarahkan tingkah laku anaknya berdasarkan gender.Perubahan fase pada seorang anak akan membutuhkan perhatian orang tua terutama ibu yang lebih paham mengenai fisik dan psikis anak. Ibu menjadi sumber informasi pertama bagi anak perempuan untuk mengetahui masalah menstruasi dan membantunya melewati masa transisi menjadi remaja. Saat anak perempuan sudah pubertas (menstruasi), ibu yang mengajarinya mengenai menstruasi, seperti bagaimana membersihkan atau memasang pembalut. Namun, saat Junko yang pertama kalinya mengalami menstruasi, ia tidak mengerti apapun, karena keberadaan ibu tidak diceritakan apakah ibunya masih hidup atau sudah meninggal. Ia hanya tinggal dengan ayahnya, sehingga membuat psikisnya terguncang.

Perubahan pada tokoh Junko terjadi saat pertama kali menstruasi. Seorang anak perempuan saat pertama kali mengalami pubertas akan cenderung panik. Demi mengurangi kepanikan, mereka harus memahami masa pubertas seperti apa. Pengetahuan mengenai menstruasi maupun pubertas diperlukan untuk mencegah berbagai masalah yang berhubungan dengan kebersihan organ kewanitaaan, masalah kehamilan yang tidak diinginkan, dan

(9)

penularan penyakit.4 Dalam cerita, Junko menyadari bahwa dirinya sudah bukan anak-anak, ia

sudah mulai beranjak remaja. Selain itu, hubungan Junko dan ayahnya yang mulai merenggang semenjak menstruasi juga membuatnya menjadi tidak nyaman. Saat anak perempuan terlahir di dunia, figur laki-laki yang pertama ditemuinya adalah ayah. Setelah Junko memasuki masa pubertas, timbul rasa tidak nyaman karena tingkah laku ayahnya yang melihat Junko dengan tatapan yang aneh dan berbeda. Junko mengartikan tatapan ayahnya sebagai tatapan seorang laki-laki yang melihat perubahan pada fisik perempuan.

Baginya, menstruasi menjadi pembatas antara ia dan ayahnya. Hal tersebut mengakibatkan terganggunya psikis Junko, karena ia memutuskan untuk pergi dari rumah dan melewati hidupnya tanpa kehadiran ayah di dekatnya. Berbagai masalah mulai timbul dalam kehidupan Junko, seperti nilai yang buruk.

Perubahan Karakter Ayah Junko pada Cerpen Airon no Aru Fūkei

Pencerita mengisahkan tokoh ayah Junko melalui sudut pandang “diaan” (Murakami: 2000, 58). Berdasarkan gaya penceritaan, ayah Junko digambarkan sebagai tokoh yang tidak banyak bicara. Hal tersebut terlihat dalam gaya penyampaian pencerita yang menggambarkan karakter ayah Junko dengan lebih leluasa, sehingga tidak ada kesempatan ayah Junko untuk berdialog atau menggambarkan karakternya. Sedangkan berdasarkan penggambaran pengarang, karakter ayah Junko digambarkan memiliki karakter yang periang, penyayang, dan sederhana. Ayah Junko memiliki karakter sederhana dan penyayang ditunjukkan saat ia memilih menghabiskan waktu liburnya bersama anak perempuannya, meskipun sekedar berjalan-jalan keluar. Karakter ayah Junko mengalami perubahan, untuk membantu memahami perubahan tersebut dibutuhkan metode telaah karakterisasi fiksi.

Gambar 4. Alur Perubahan Karakter Ayah Junko

Alur perubahan karakter seperti pada gambar 4 menjelaskan bahwa ayah Junko mengalami satu kali perubahan. Perubahan tersebut terjadi karena anak perempuannya yang mengalami menstruasi pertama kali. Dalam cerita, ayah Junko memiliki kedekatan selayaknya sahabat. Alasan anak perempuan memilih lebih dekat dengan ayahnya, karena dapat menjadi

                                                                                                                         

4http://www.livestrong.com/article/84087-signs-before-first-period/ diakses pada 28 November 2014 pukul

(10)

dasar pemahaman bagaimana kehidupan masa depan ketika memiliki hubungan dengan lawan jenis. Namun, jika hubungan ayah dan anak perempun tidak berjalan dengan baik, maka mungkin saja dapat berimbas pada emosi anak dan bagaimana cara membangun hubungan dengan laki-laki lain dalam hidupnya. Dalam cerita, karakter ayah sebagai sosok yang penyayang tergambarkan dengan hubungan ayah dan anak perempuan terjalin dengan baik.

Kesibukan sehari-hari membuat ayahnya sulit bermain dengan anaknya, maka ia sangat menghargai dan memanfaatkan waktu bersama putrinya. Seorang ayah yang sangat dekat dengan anak perempuannya akan merasa kehilangan saat anak kesayangannya mulai memasuki masa pubertas. Ayah Junko merasa sudah tidak dapat menghabiskan waktu liburnya walaupun hanya untuk pergi berjalan-jalan bersama anaknya. Oleh karena itu, ia memilih untuk menjauh dari Junko. Karakter ayahnya yang awalnya terlihat baik dan penyayang, kemudian berubah menjadi tokoh dengan karakter yang dingin yang digambarkan dengan metode telling─tuturan pengarang pada kutipan di bawah ini.

 

...父親はそれまでとはちがった奇妙な視線で彼女のことを見るようになった。 中学三年生になって身長が170センチを超えてからは父親はほとんどなにも話し かけないようになった。(Ibid).

... hingga saat itu, ayahnya mulai melihat Junko dengan tatapan aneh dan berbeda dari biasanya. Tinggi badannya saat menjadi murid SMP kelas tiga mencapai 170 sentimeter, sehingga ayahnya hampir tidak berbicara apapun.

Perubahan fisik yang terjadi pada anaknya membuat ayah Junko menjadi merasa asing dengan anaknya yang telah menjadi remaja perempuan. Hubungan ayah dan anakpun mengalami perubahan menjadi hubungan laki-laki dan perempuan. Berdasarkan pengamatan penulis, karena tidak digambarkan dengan jelas apakah ibunya masih hidup atau tidak dalam cerita, sehingga muncul pemahaman bahwa adanya sepasang laki-laki (ayah) dan perempuan (Junko) yang hidup bersama. Sebagai respons alami dari seorang laki-laki, ayah Junko akan memandang anak perempuan yang sudah remaja dengan tatapan aneh.

Bentuk respons seperti memandang seseorang, dapat mengacu pada sekuhara (セクハ

ラ, pelecehan seksual) dari laki-laki dewasa pada perempuan remaja. Pelecehan seksual

merujuk pada tindakan yang tidak diinginkan yang bersifat seksual, sehingga dapat membuat seseorang merasa tidak nyaman dan terganggu. Pelecehan seksual tidak serta merta perilaku mengenai seks, tapi dapat juga berbentuk pelecehan lainnya yang menimbulkan ketidaknyamanan dan ketakutan pada orang yang dikenainya. Bentuk pelecehan seksual dapat

(11)

berupa menyentuh tubuh seseorang, melihat tubuh seseorang dengan saksama, atau bahkan membicarakan mengenai seks.5

Dalam cerita, ayah memandang anaknya dengan tatapan aneh. Selain itu, ayah sudah tidak lagi berkomunikasi dengan Junko semenjak itu. Sebagai seorang laki-laki, ayahnya paham mengenai tindakannya yang menatap dengan tatapan aneh pada anaknya merupakan sekuhara, sehingga ia lebih memilih untuk tidak berbicara lagi dengan Junko. Respons yang ditunjukkan oleh ayah Junko bertujuan untuk menghindari sekuhara. Hal tersebut mengakibatkan Junko menjadi tidak nyaman dan takut. Oleh karena itu, Junko memilih untuk pergi dari rumah dan tinggal sendiri di Ibaraki.

Perubahan Karakter Miyake (三宅) pada Cerpen Airon no Aru Fūkei

Berdasarkan gaya penceritaan, Miyake digambarkan sebagai orang yang tidak banyak bicara dan tertutup dari siapapun. Tokoh Miyake diceritakan oleh seseorang yang meminjamkan rumah pada Miyake (Murakami: 2000, 60). Orang tersebut diberi tugas oleh pencerita untuk menyampaikan karakter tokoh Miyake. Selain itu, pertemuan Junko dan Miyake menggambarkan bahwa Miyake tertutup dan tidak banyak bicara, karena yang menyapa terlebih dahulu adalah Junko. Karakter Miyake mengalami perubahan, untuk membantu memahami perubahan tersebut dibutuhkan metode telaah karakterisasi fiksi.

Gambar 5. Alur Perubahan Karakter Miyake

Alur perubahan karakter seperti pada gambar 5 menjelaskan bahwa Miyake mengalami satu kali perubahan. Perubahan tersebut diakibatkan oleh pembicaraan mengenai gempa (pemicu I) dan dapat dianalisis melalui metode telaah karakterisasi fiksi. Dalam cerita, Miyake merupakan tokoh yang dingin, tidak banyak bicara, dan terkesan cuek juga digambarkan melalui penampilannya. Ia digambarkan sosok tidak peduli dengan pandangan orang mengenai penampilannya yang terkesan tidak mengikuti zaman.

Pencerita tidak menceritakan awal kehidupan keluarga Miyake. Namun, dapat dipahami dari dingin dan tidak acuhnya karakter yang ditunjukkan oleh Miyake bahwa terdapat masalah yang disimpannya sendiri. Pola kehidupan keluarga Miyake sudah hancur

                                                                                                                         

5http://www.ggenyc.org/programs/education/what-is-sexual-harassment/ diakses pada 5 Januari 2015 pukul

(12)

dari sebelum gempa terjadi dan mengakibatkan Miyake menjadi sosok yang menutupi emosinya. Karakter tidak acuh pada Miyake berubah menjadi emosi saat ia ditanya oleh Keisuke. Karakter Miyake yang berubah digambarkan melalui metode showing─jatidiri penutur tokoh bawahan dan jatidiri penutur tokoh protagonis seperti dalam kutipan di bawah ini. 「三宅さん、出身は神戸のほうだっていつか言ってましたよね」、啓介がふと思い 出したように明るい声で尋ねた。「先月の地震は大丈夫だったんですか?神戸には 家族とかいなかったんですか?」 「さあ、ようわからん。俺な、あっちとはもう関係ないねん。昔のことや。」 「昔のことやと言われても、そのわりに関西弁ぜんぜん抜けないですね」 「そうかな、抜けてへんか?自分ではようわからんけど」(Murakami, 2000: 55, penebalan oleh penulis).

  “Apakah gempa bulan lalu tersebut baik-baik saja untukmu?”

“Aku tidak yakin,” kata Miyake. “Aku tidak punya hubungan dengan Kōbe lagi. Itu suatu hal yang lama.”

“Lama? Apakah kamu yakin tidak kehilangan dialek Kansaimu?” “Hmm, Aku juga tidak tahu.”

Kehidupan keluarga Miyake saat di Kōbe tidak dijelaskan secara rinci. Istri dan anaknya masih tinggal di Kōbe saat gempa tersebut terjadi. Namun, Miyake sudah hidup sendiri sejak lima tahun yang lalu dan pindah ke Ibaraki. Pertanyaan Keisuke mengingatkan Miyake pada gempa yang menimpa keluarganya. Ia berusaha untuk menghindari pertanyaan seputar gempa yang dituturkan oleh Keisuke. Berdasarkan dialog Miyake, ia seakan emosi dan marah ketika mendengar Kōbe. Baginya, Kōbe merupakan masa lalunya yang tidak ingin diingat olehnya. Ia menggunakan kata mukashi (昔) untuk menunjukkan bahwa sudah sangat

lama peristiwa tersebut terjadi di Kōbe. Ia menyamakan gempa dengan kehancuran pada kehidupan keluarganya. Dapat dipahami bahwa pembicaraan mengenai gempa menjadi pemicu adanya perubahan pada tokoh Miyake yang semula terlihat lebih tertutup, kemudian menjadi lebih sensitif dan perasa saat disinggung tentang gempa Kōbe.

Perubahan Karakter Yoshiya (善也) pada Cerpen Kami no Kodomotachi wa Mina Odoru

Pencerita menggambarkan tokoh melalui sudut pandang “diaan”. Yoshiya digambarkan memiliki karakter periang, sederhana, dan mudah percaya (Murakami: 2000, 98). Posisi pencerita mahatahu mengenai karakter awal Yoshiya. Karakter Yoshiya mengalami perubahan, untuk membantu memahami perubahan tersebut dibutuhkan metode telaah karakterisasi fiksi.

(13)

Gambar 6. Alur Perubahan Karakter Yoshiya

Alur perubahan karakter seperti pada gambar 6 menjelaskan bahwa Yoshiya mengalami satu kali perubahan. Perubahan pada tokoh Yoshiya terlihat jelas ketika ia memohon pada Ayahnya agar dapat pandai berolahraga (pemicu I). Ketika ia kecil, ia selalu diberi tahu oleh ibunya dan Tuan Tabata bahwa ia anak tuhan dan ia mempercayainya, sehingga ia sangat senang ketika diajak pergi untuk membantu ibunya menyebarkan agama.

Mengacu pada serangan gas sarin, pencerita ingin memaparkan bahwa Tuan Tabata menjadi misionaris dalam menyebarkan agamanya. Menurut pengamatan penulis, dengan adanya serangan gas sarin, muncul kemungkinan pembaca menginterpretasikan tokoh Tuan Tabata pada sosok Shōkō Asahara yang juga merupakan seorang misionaris6 yang menyebarkan agamanya untuk dapat menyelamatkan umat manusia dari kesulitan. Namun, Tuan Tabata dan Asahara memiliki perbedaan dalam menyebarkan agama. Tuan Tabata menyebarkan agamanya melalui jalan damai, sedangkan Asahara menyebarkan agamanya melalui aksi teror serangan gas sarin agar semua manusia tidak akan melakukan dosa dan akan mengikuti agamanya.7 Doktrin yang diberikan oleh Tuan Tabata memberikan pengaruh pada kepercayaan Yoshiya.

Dalam cerita, Yoshiya memiliki kesulitan dalam berolahraga, ia tidak memiliki keahlian dalam menangkap bola, sehingga ia memutuskan untuk meminta bantuan dari ayahnya sebagai Tuhan. Ia berharap akan bisa menangkap bola. Sejak awal Yoshiya sangat mempercayai ayahnya adalah Tuhan, tapi semenjak doanya tidak terkabul. Ia mulai menjadi sosok yang tidak mudah percaya. Yoshiya mulai mempertanyakan hubungan Tuhan dengan dirinya. Ia berpikir jika Tuhan adalah ayahnya, mengapa ayahnya berbeda dengan ayah teman-temannya dan mengapa ayahnya menjadi milik orang lain. Ia mulai menyadarinya saat doanya tidak terkabulkan. Ia tidak merasakan mendapat bantuan dari ayahnya. Saat ia beranjak remaja dan masuk SMP, ia mulai tidak mudah percaya pada hal-hal yang menurutnya tidak logis, seperti anak tuhan. Oleh karena itu, ia memilih untuk meninggalkan agamanya saat ia sudah beranjak remaja.

Perubahan Karakter Ibu Yoshiya pada Cerpen Kami no Kodomotachi wa Mina Odoru

                                                                                                                         

6 Misionaris adalah seseorang yang menyebarkan agama yang dapat menyelamatkan umat manusia. 7 Lihat http://www.cfr.org/japan/aum-shinrikyo/p9238 diakses pada 11 Oktober 2014 pukul 00.28 WIB.

(14)

Ibu Yoshiya merupakan sosok yang cantik dan lembut. Pada awalnya, ibu Yoshiya memiliki hidup yang gelap dan kelam. Ia harus merasakan kehidupan malam yang sangat bebas. Karakternya mengalami perubahan, untuk membantu memahami perubahan tersebut dibutuhkan metode telaah karakterisasi fiksi.

Gambar 7. Alur Perubahan Karakter Ibu Yoshiya

Alur perubahan karakter seperti pada gambar 7 menjelaskan bahwa Ibu Yoshiya mengalami dua kali perubahan. Dalam cerita menurut pengamatan penulis, Ibu Yoshiya mengalami perubahan yang signifikan pada saat ia menerima penolakan atau tidak diakui oleh orang yang dicintainya (pemicu I). Pertemuan ibunya dengan seorang dokter ahli kandungan yang dapat mengaborsi kandungan menjadi awal perubahan karakter. Pertama kali bagi ibunya, berhubungan intim dengan orang yang dicintainya. Masalah kepercayaan atau keyakinan juga menjadi pembahasan, dokter tidak mempercayai dan menyangkal akan kehamilan ibu Yoshiya (Murakami, 2000: 92). Perkataan dokter tersebut membuatnya sangat sakit hati dan marah. Ia sangat mencintai dokter tersebut. Anak dalam kandungan ibu Yoshiya tidak dianggap oleh sang dokter. Psikis ibu Yoshiya terguncang karena perkataan seperti itu.

Ibu Yoshiya mengalami depresi, sehingga memutuskan untuk bunuh diri. Kemudian, pertemuan oleh Tuan Tabata (pemicu II) memberikannya perubahan ke arah yang positif sehingga ia menjadi tidak depresi setelah mendengar nasihat dari Tuan Tabata. Saat ibu Yoshiya mengalami masalah yang berat, datangnya uluran tangan dari Tuhan yang dilukiskan melalui tokoh Tuan Tabata seolah-olah memberikan cahaya terang. Tuhan akan membantu siapapun yang sedang kesulitan, sehingga mereka akan mengikuti agama yang memberikan kemudahan. Kehidupan yang dijalani oleh Ibu Yoshiya dalam cerita menjadi lebih baik dari sebelumnya. Hal tersebut juga terjadi pada penyintas bencana, saat mereka mengalami kesulitan, Tuhan datang untuk membantu penyintas agar dapat menjalani hidup lebih baik. Perubahan Karakter Satsuki (さつき) pada Cerpen Thailand

Pencerita menggambarkan tokoh melalui sudut pandang “diaan”. Dalam cerpen ini, Satsuki digambarkan melalui metode sudut pandang sebagai orang yang tidak banyak bicara (Murakami, 2000: 115-118). Karakter tersebut terlihat dalam gaya penyampaian pencerita

(15)

tokoh Satsuki merupakan tokoh yang pendiam dan tidak banyak bicara digambarkan setelah ayahnya meninggal dan adanya perceraian dengan suaminya yang selingkuh. Karakter Satsuki mengalami perubahan, untuk membantu memahami perubahan tersebut dibutuhkan metode telaah karakterisasi fiksi.  

Gambar 8. Alur Perubahan Karakter Satsuki

Alur perubahan karakter seperti pada gambar 8 menjelaskan bahwa Satsuki mengalami dua kali perubahan. Perubahan pada tokoh Satsuki terlihat jelas ketika ia bertemu dengan Nimit (pemicu II) yang dapat dilihat dari penggambaran sudut pandang pencerita. Awalnya Satsuki memiliki karakter yang tidak banyak bicara, tertutup, dan sosok yang sedang menyimpan rasa sedih yang mendalam. Pencerita mulai menghadirkan Satsuki dengan karakter yang mulai terbuka untuk bercerita dengan Nimit dan lebih ceria.

Satsuki yang memiliki kenangan manis pada musik jazz dibuat bernostalgia, saat Nimit memutarkan musik jazz di mobil. Ketika seseorang memiliki kesamaan dengan lawan bicaranya, maka arah berpikir pun akan cenderung sama. Dengan adanya kesamaan, saat berkomunikasi seseorang akan lebih cepat paham tentang apa yang dibicarakan. Komunikasi antar sesama orang yang memiliki kesamaan akan menciptakan, suasana yang nyaman. Nimit membantu Satsuki untuk keluar dari masa lalunya. Satsuki mulai banyak cerita mengenai ayahnya yang meninggal bahkan cerita mengenai perceraiannya. Pencerita mulai memberikan kesempatan pada Satsuki untuk mengekspresikan karakternya. Satsuki diberi tugas untuk menceritakan mengenai dirinya yang mulai terbuka dan ramah pada orang lain (Murakami, 2000: 133-135).

Perubahan Karakter Junpei (順平) pada Cerpen Hachimitsu Pai

Pencerita mengisahkan tokoh Junpei melalui sudut pandang “diaan” (Murakami: 2000, 197). Dalam cerpen ini. Junpei digambarkan sosok yang tertutup saat ia masuk perkuliahan. Karakter Junpei digambarkan melalui metode telling─tuturan pengarang yang menggambarkan secara jelas dalam kutipan di bawah ini.

淳平は暇があれば一人で部屋にこもって、いつまでも飽きることなく本を読んだり 音楽を聴いているタイプで、体を動かすのは不得意だった。人見知りをするので、 なかなか友だちが作れない。 (Murakami, 2000 : 199).

(16)

Jika ada waktu luang Junpei akan mengurung diri di kamar, kemudian membaca buku yang tidak bosan-bosan Ia baca dan mendengarkan musik, dan lemah (sulit) untuk menggerakan badan (olahraga). Ia juga canggung terhadap orang asing, sehingga tidak bisa berteman.

Kutipan di atas menggambarkan bahwa karakter awal yang dimiliki oleh Junpei adalah pendiam dan tertutup. Karakter seperti ini terkesan memiliki dunianya sendiri. Junpei merasa nyaman dan menikmati kebiasaan-kebiasaannya walaupun dipandang aneh oleh orang-orang sekitar. Karakter Junpei mengalami perubahan, untuk membantu memahami perubahan tersebut dibutuhkan metode telaah karakterisasi fiksi.

Gambar 9. Alur Perubahan Karakter Junpei

Alur perubahan karakter seperti pada gambar 9 menjelaskan bahwa Junpei mengalami satu kali perubahan. Perubahan pada tokoh Junpei diakibatkan oleh patah hatinya Junpei. Diawali saat ia memutuskan untuk menjauh dari orang yang disukainya dan sahabatnya. Junpei menjadi sosok yang pemurung. Junpei tidak banyak berinteraksi dengan orang lain, itu adalah salah satu contoh yang menyatakan bahwa Junpei tertutup dengan orang-orang sekitarnya. Kebiasaannya yang lebih senang membaca buku membuatnya ia menjadi lebih tertutup. Seperti yang digambarkan pada awal cerita perkuliahan, ia sulit memiliki teman. Bahkan ia terkejut bahwa ada seseorang yang mengajaknya pergi makan bersama.

Seiring berjalannya waktu, sikap Junpei mulai berubah setelah ia memiliki teman. Istilah yang tepat untuk digunakan pada kondisi kehidupan Junpei adalah kenzoku. Kenzoku adalah istilah bahasa Jepang yang berarti ‘keluarga’, ikatan yang dibagi oleh orang-orang yang memiliki kesamaan dalam bentuk cita-cita, komitmen, bahkan nasib yang sama. Orang-orang seperti itu bisa berupa anggota keluarga, teman sekolah, rekan kerja yang mungkin belum dikenal, tapi mereka paham bahwa mereka ada untuk membantu temannya yang membutuhkan. Kenzoku ini diterapkan dalam persahabatan Junpei, Sayoko, dan Takatsuki. Hal tersebut terlihat dalam aktivitas mereka bertiga yang dilakukan secara bersama-sama. Persahabatan antara Junpei dan Sayoko lebih kental, karena mereka memiliki kesamaan pada hal-hal yang disukai, yaitu membaca buku atau novel. Sehingga meraka dapat saling bertukar buku atau novel dan membahasnya bersama mengenai bacaan yang telah dibaca oleh mereka.

Persahabatan mereka menjadi renggang karena adanya cinta. Umumnya, cinta dalam sebuah persahabatan tiga orang akan menimbulkan kecanggungan diantara sepasang kekasih

(17)

dengan dirinya. Dalam cerita, perasaan ini dirasakan oleh Junpei. Ia menjadi merasa canggung berada di antara Sayoko dan Takatsuki. Kecanggungan ini ia tunjukkan dengan ia mulai menjauh dengan mereka berdua. Karakter tertutup yang dimiliki Junpei berubah menjadi pemurung. Namun, Takatsuki memiliki keberanian untuk mengutarakannya, berbeda dengan Junpei yang tidak berani untuk mengatakan perasaannya pada Sayoko.

Junpei dan Sayoko sering bertukar buku dan membahasnya bersama. Namun, kebiasaan yang sering dilakukan anatra Junpei dan Sayoko sudah hilang. Junpei juga tidak ingin merusak hubungan persahabatan yang telah dibangun. Ia lebih memilih untuk menghindari Sayoko dan Takatsuki untuk sementara waktu demi mendamaikan perasaannya. Junpei menghindari Sayoko dan Takatsuki. Ia mencoba untuk berdamai dengan perasaannya yang sedang hancur. Tokoh Junpei digambarkan seperti mayat hidup yang tidak tahu ingin melakukan apa (Murakami, 2000 : 202). Ia juga merasakan kekosongan dalam dirinya yang digambarkan dengan ia meminum sake untuk menghangatkan dirinya. Ia berpikir untuk berhenti kuliah, sedangkan perkuliahan yang ia jalani sudah sesuai dengan keinginannya yaitu di fakultas sastra. Hal ini menggambarkan bahwa ia sangat sedih dan terpukul saat ia harus menjalani hidup sendiri tanpa sahabatnya.

Kesimpulan

Dalam penelitian ini dapat ditarik dua kesimpulan. Pertama, hampir seluruh cerita dalam kumpulan cerpen karya Murakami memiliki kesamaan dari segi cerita. Cerita yang digambarkan berupa peristiwa yang terjadi setelah mengalami suatu keadaan yang tak terduga. Peristiwa yang mengubah karakter tokoh dapat bersifat positif maupun negatif. Peristiwa yang bersifat positif seperti nasihat dari seseorang, persahabatan, ataupun pertemuan dengan seseorang dialami oleh tokoh cerita. Dalam cerita, sebagai contoh tokoh Satsuki yang awalnya memiliki karakter tertutup. Satsuki menjadi tertutup karena kehilangan ayahnya dan perceraian suaminya. Kemudian setelah bertemu dengan Nimit dan mendengar musik kesukaan ayahnya, ia berubah menjadi sosok yang terbuka karena memiliki kesamaan genre musik. Perubahan seperti itu menunjukkan perubahan ke arah yang positif dan lebih baik.

Namun, ada juga peristiwa yang bersifat negatif seperti menstruasi, kehilangan seseorang, atau patah hati. Dalam cerita, sebagai contoh tokoh Junpei yang senang karena memiliki sahabat. Junpei merasa memiliki teman merupakan hal yang mustahil baginya yang seorang pendiam. Kedekatannya dengan sahabat-sahabatnya yang sudah terjalin tidak seutuhnya berjalan mulus. Ia berubah menjadi tokoh yang murung setelah seorang sahabatnya

(18)

bernama Takatsuki menyukai sahabat lainnya yaitu Sayoko. Patah hati membuatnya menjadi tokoh pemurung. Perubahan seperti itu menunjukkan perubahan ke arah yang negatif dan cenderung tidak baik, karena dapat merugikan diri sendiri ataupun orang lain.

Kedua, terdapat beberapa tokoh dalam setiap cerita yang mengalami perubahan. Dari kelima cerita yang dianalisis, terdapat delapan tokoh yang mengalami perubahan dan tokoh-tokoh tersebut merupakan tokoh-tokoh protagonis. Selain itu, tokoh-tokoh-tokoh-tokoh tersebut ada yang mengalami satu kali perubahan karakter dan selanjutnya karakter cenderung stabil. Namun, terdapat juga tokoh yang mengalami dua hingga tiga kali perubahan karakter. Hal tersebut terjadi berdasarkan pada pemicu yang dialaminya. Selain tokoh protagonis, terdapat juga tokoh bawahan yang hanya membantu mengungkapkan karakter pada tokoh protagonis melalui dialog antartokoh atau tingkah lakunya.

Saran

Penelitian ini hanya membahas bagaimana perubahan yang terjadi pada tokoh cerita setelah mengalami suatu keadaan yang dianggap bencana tak terduga. Korpus penelitian ini yaitu kumpulan cerita pendek. Apabila ada yang ingin membahas masalah ini lebih lanjut, disarankan untuk mencoba membahas mengenai perbandingan pada karya sastra baik novel maupun kumpulan cerita yang memiliki tema serupa seperti berlatar belakang oleh suatu bencana. Sehingga dapat diharapkan penelitian selanjutnya dapat melengkapi penelitian pada karya sastra yang bertema bencana seperti kumpulan cerita pendek Kami no Kodomotachi wa Mina Odoru.

   

Daftar Referensi Sumber Primer

Murakami, Haruki. 2000. Kami no Kodomotachi wa Mina Odoru. Tōkyō: Shinchōsha. Sumber Pustaka

Ayatrohaedi. 1983. Dialektologi Sebuah Pengantar. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Smith, Bardwell. 1988. Buddhism and Abortion in Contemporary Japan: Mizuho Kuyō and the Confrontation with Death, Japanese Journal of Religious Studies.

Hawari, Dadang. 2004. Love Affair (perselingkuhan): Prevensi dan Solusi. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

(19)

Juneman. 2010. Psikologi Pelayanan Penyintas Bencana. Mercu Buana’s Psychology. Kajimoto, Tetsushi. 1996. Sarin Memories still Haunt Survivors. The Japan Times. Kenney, William. 1966. How to Analyze Fiction. New York: Monarco Press.

Losyk, Bob. 2005. Kendalikan Stres Anda! Cara Mengatasi Stres dan Sukses di Tempat Kerja. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Mussen, Paul Henry dan Mark R. Rosenweig. 1973. Psychology: An Introduction. Gainesville: Heath.

Minderop, Albertine. 2005. Metode Karakteristik Telaah Fiksi. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Minderop, Albertine. 2013. Psikologi Sastra. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Nurgiyantoro, Burhan. 2007. Teori Pengkajian Sastra. Yogyakarta: Gadjah Mada University

Press.

Herbig, Paul A. dan Frederick A. Palumbo. 1994. Karoshi: Salaryman Sudden Death Syndrome, Journal of Managerial Psychology Vol. 9 No. 7, MCB University Press. Rokhmansyah, Alfian. 2014. Studi dan Pengkajian Sastra: Perkenalan Awal Terhadap Ilmu

Sastra. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Sadli, Saparinah. 2010. Berbeda tetapi Setara: Pemikiran tentang Kajian Perempuan. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.

Sumber Internet

“Arubaito” Mini Encyclopedia. Diakses dari:

<http://www.tjf.or.jp/deai/contents/teacher/mini_en/html/arubaito.html> pada 27 November 2014 pukul 22.10 WIB.

Chris. (2013). “The History of Dungarees”. Diakses dari:

<http://uk.dungarees-online.com/blog/the-history-of-dungarees/> diakses pada 27 November 2014 pukul 20.32 WIB.

Fletcher, Holly. (2012). “Aum Shirinkyo”. Diakses dari: < http://www.cfr.org/japan/aum-shinrikyo/p9238> pada 11 Oktober 2014 pukul 00.28 WIB.

(20)

Gaskell, Karen Hallesvig. (2013). “Sign Before Your First Period”. Diakses dari:

http://www.livestrong.com/article/84087-signs-before-first-period/ diakses pada 28 November 2014 pukul 08.36 WIB.

Goetz, Jennifer L, dkk. (2010). “Compassion: An Evolutionary Analysis and Empirical Review”. Diakses dari:

<http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2864937/> diakses pada 17 Oktober 2014 pukul 23.50 WIB.

_____________. “Japanese Dialects”. Diakses dari:

<http://www.japanese-language.org/japanese/dialects.asp> pada 24 November 2014 pukul 11.09 WIB.

Khastiti, Yemima Lintang. (2013). “Kisah Cinta: Pasangan Berubah Setelah Menikah”. Diakses dari: < http://www.fimela.com/lifestyle-relationship/kisah-cinta-pasangan-berubah-setelah-menikah-130808x.html> diakses pada 27 November 2014 pukul 21.28 WIB.

_____________. “Menstruasi”. Diakses dari: <www.menstruasi.org> pada 27 November 2014 pukul 20.47 WIB.

Rusyanti, Hetty. (2013). “Pengertian Dongeng: Definisi Dongeng Menurut Ahli”. Diakses dari < http://www.kajianteori.com/2013/03/pengertian-dongeng-definisi-dongeng-menurut-ahli.html> pada 5 Januari 2015 pukul 20.38 WIB.

Sagita, Natalia. “Anak Perempuan Membutuhkan Ayahnya”. Diakses dari:

<http://keluarga.com/pengasuhan/anak-perempuan-membutuhkan-ayahnya> pada 4 Januari 2015 pukul 23.25 WIB

_____________. “What Is Sexual Harassment”. Diakses dari:

<http://www.ggenyc.org/programs/education/what-is-sexual-harassment/> pada 5 Januari 2015 pukul 23.24 WIB.

(21)

Yayasan Lembaga Hukum APIK Jakarta. “Aborsi dan Hak Atas Pelayanan Kesehatan”. Diakses dari: <http://www.lbh-apik.or.id/fact-32.htm> pada 27 November 2014 pukul 22.35 WIB.

Gambar

Gambar 1. Alur Metode Penelitian
Gambar 5. Alur Perubahan Karakter Miyake
Gambar 6. Alur Perubahan Karakter Yoshiya
Gambar 9. Alur Perubahan Karakter Junpei

Referensi

Dokumen terkait

Kandungan gizi terutama protein tepung kepala, tu- lang dan hati pada Tabel 1 menunjukkan bahwa lim- bah pengolahan ikan sidat memiliki nilai gizi yang tidak kalah dari

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas pada penelitian ini adalah Bagaimana Perlakuan Akuntansi Aset

Suku Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu mempunyai tugas melaksanakan pengaturan, pembinaan, pembangunan, peningkatan, pemeliharaan, pengendalian dan

Pengetahuan ilmiah ini secara terus menerus dikembangkan dan dikaji manusia secara mendalam, sehingga melahirkan apa yang disebut filsafat ilmu (philosophy of

 Konsep desain adalah proses pemeriksaan teknologi yang bersaing untuk menghasilkan suatu produk.  Parameter desain mengacu pada pemilihan faktor kontrol dan penentuan

Strategi analogi mengenal adanya konsep target dan rujukan dalam analogi menjadi perbandingan yang menyeluruh antara kedua konsep tersebut dapat memperluas cakrawala

Hasil Lendutan yang didapat dari pengujian Split Hopkinson Pressure Bar berbentuk sarang lebah dengan ukuran 2 mm yang diimpak dengan sudut yang bervariasi

Siswa mampu mengayunkan lengan ke arah sasaran berlari mengejar bola ke berbagai arah atau posisi dalam permainan pantoker (pantul bola dan kejar) ayunan lengan untuk