• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MEKANISME KOPING PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR FEMUR DI RSUD dr. SOEHADI PRIJONEGORO SRAGEN ARTIKEL ILMIAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MEKANISME KOPING PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR FEMUR DI RSUD dr. SOEHADI PRIJONEGORO SRAGEN ARTIKEL ILMIAH"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MEKANISME KOPING PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR FEMUR DI RSUD dr. SOEHADI

PRIJONEGORO SRAGEN

ARTIKEL ILMIAH

Oleh:

HENDRI WAHYUDI NIM. ST 151018

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

STIKES KUSUMA HUSADA

SURAKARTA

2017

(2)

1

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MEKANISME KOPING PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR FEMUR DI RSUD dr. SOEHADI

PRIJONEGORO SRAGEN Hendri wahyudi(1), Happy Indri H (2)

, Innez Karunia M (3) 1

Prodi Sarjana Keperawatan, STIKes Kusuma Husada Surakarta

hendriwahyudi2010@gmail.com 2

Prodi Sarjana Keperawatan, STIKes Kusuma Husada Surakarta 3

Prodi Sarjana Keperawatan, STIKes Kusuma Husada Surakarta

ABSTRAK

Setiap individu tidak lepas dari masalah dan setiap orang mempunyai respon dan cara yang berbeda dalam menghadapi masalah seperti halnya masalah fraktur. Beberapa orang mampu menghadapi situasi tersebut dengan baik (adaptif), namun ada sebagian orang yang tidak mampu beradaptasi (maladaptif) dengan kondisi yang sedang dialami sehingga dapat menimbulkan stres (Mulyadi, 2014). Banyak faktor yang mempengaruhi strategi mekanisme koping individu meliputi kesehatan fisik, keyakinan atau pandangan positif, ketrampilan individu dalam memecahkan sebuah masalah, ketrampilan sosial, dukungan sosial (Munith, 2015)

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional dimana akan diukur seberapa pengaruh faktor-faktor yang mempengaruhi mekanisme koping terhadap mekanisme koping yang digunakan pasien dengan fraktur femur di RSUD. dr. Soehadi Prijonegoro Sragen.

Hasil penelitian menunjukkan jumlah responden perempuan 4 responden (40%), laki-laki 6 responden (60%). Responden usia 12-20 tahun 1 responden (10%), usia >20-30 tahun 3 responden (30%), usia >30-40 tahun 3 responden (30%) dan usia >40-50 tahun 3 responden (30%). Responden dengan tingkat pendidikan SD 1 responden (10%), SMP 2 responden (20%), SMA 5 responden (50%) dan Perguruan Tinggi 2 responden (20%). 1 responden (10%) pernah mengalami fraktur dan 9 responden (90%) belum pernah mengalami fraktur sebelumnya. Kesehatan fisik tidak berpengaruh terhadap mekanisme koping responden dengan nilai p 0,242 sedangkan faktor yang mempengaruhi terhadap mekanisme koping responden yaitu faktor dukungan sosial dengan nilai p 0,035, keyakinan/pandangan nilai p 0,000, ketrampilan sosial nilai p 0,035 dan ketrampilan memecahkan masalah nilai p 0,035 dengan menggunakan taraf signifikansi α= 0,05.

Terdapat satu faktor yang tidak berpengaruh terhadap mekanisme koping yaitu kesehatan fisik dan terdapat faktor yang sangat berpengaruh yaitu keyakinan/pandangan. Di harapkan pihak rumah sakit khususnya tenaga kesehatan dapat memberikan pelayanan yang lebih baik dan memberikan motivasi terhadap pasien serta lebih empati terhadap pasien sehingga dapat meningkatkan mekanisme koping pasien.

Kata kunci: mekanisme koping, fraktur femur Daftar pustaka: 15 (2006-2016)

(3)

2 PENDAHULUAN

Kecelakaan merupakan kejadian yang tidak diharapkan dan dapat terjadi kepada setiap orang, tidak memandang suku bangsa, warna kulit, ekonomi, usia dan pendidikan. Sebagian besar korban dalam kecelakaan berusia produktif (Noviansyah, 2016). Banyak dampak positif yang diperoleh manusia seiring berkembangnya dan semakin majunya teknologi, manusia semakin terbantu dan dimanjakan dengan semakin majunya teknologi, namun selain dampak positif kemajuan teknologi ternyata juga dapat menimbulkan dampak negatif (David, 2013). Kemajuan teknologi khususnya kendaraan bermotor baik dalam jumlah dan akselerasi (percepatan) selain membantu manusia juga semakin berisiko terjadinya kecelakaan yang berujung fatal. Jumlah kendaraan bermotor yang semakin meningkat setiap tahun yang tidak diimbangi dengan jumlah ruas jalan akan menimbulkan semakin padatnya jalan raya, sedangkan akselerasi yang semakin canggih meningkatkan kecepatan pengemudi dalam memacu kendaraan bermotor sehingga saat pengemudi mengalami kecelakaan akan berakibat fatal, trauma berat, patah tulang (fraktur) bahkan kematian (Gusti, 2008).

Prevalensi fraktur menurut WHO pada tahun 2008 kurang lebih 13 juta jiwa, pada tahun 2009 meningkat menjadi 18 juta jiwa dan pada tahun 2010 meningkat kembali dengan prevalensi sebanyak 21 juta jiwa. Dari prevalensi fraktur tersebut tulang panjang ekstremitas atas dan bawah mempunyai

prosentase yang lebih banyak dibandingkan dengan bagian tubuh lainya (Rivaldy, 2015).

Prevalensi cedera secara nasional oleh berbagai sebab baik disengaja seperti operasi, tidak disengaja misalnya terjatuh karena kecelakaan, dan penyebab yang tidak bisa ditentukan adalah 8, 2%. Prevalensi tertinggi di temukan di Sulawesi Selatan (12,8%) dan terendah di Jambi (4,5%). Penyebab terbanyak dari cedera adalah jatuh (40,9%) dan kecelakaan sepeda motor (40,6%), selanjutnya cedera karena terkena benda tajam maupun tumpul (7,3%), transportasi darat lain sebesar (7,1%). Penyebab cedera karena transportasi sepeda motor tertinggi ditemukan di Bengkulu (56,4%) dan terendah di Papua (19,4%). Adapun untuk transportasi darat lain proporsi tertinggi terjadi di Kalimantan Selatan (10,1%) dan terendah ditemukan di Papua yaitu sebesar (2,5%). Proporsi jatuh tertinggi terjadi di Nusa Tenggara Timur (55,5%) dan terendah di Bengkulu (26,6%) proporsi tertinggi terkena benda tajam dan tumpul tertinggi di Papua (29%) dan terendah di Daerah Istimewa Yogyakarta (4,7%) (Riskesdas, 2013).

Berdasarkan informasi dari Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) secara nasional pada tahun 2010 prevalensi fraktur mengalami peningkatan sejak tahun 2007. Pada tahun 2007 ada 22.815 insiden fraktur, pada tahun 2008 menjadi 36.947, kemudian pada tahun 2009 menjadi 42.280 dan terakhir pada tahun 2010 meningkat lagi menjadi 43.003 kasus.

Prevalensi fraktur di Propinsi Jawa Tengah sekitar 2.700 orang, dari semua insiden tersebut sebanyak 56% penderita mengalami

(4)

3 kecacatan fisik, 24% meninggal dunia, 15% mengalami kesembuhan dan sebanyak 5% mengalami gangguan secara psikologis. Kejadian fraktur khususnya fraktur ekstremitas bawah akibat kecelakaan mempunyai prevalensi yang cukup tinggi diantara fraktur lainnya yaitu 46,2%. Dari 45.987 dengan kasus fraktur ekstremitas bawah sebanyak 19.629 orang mengalami fraktur pada bagian femur, 14.027 mengalami fraktur pada cruris, 3.775 mengalami fraktur tibia, 970 dengan fraktur tulang kecil, dan 336 orang mengalami fraktur pada bagian fibula. (Triono, 2015).

Ruang Mawar merupakan salah satu ruang bedah yang ada di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Soehadi Prijonegoro Sragen dengan kapasitas total tempat tidur sebanyak 47 tempat tidur. Dari sekian banyak kasus bedah yang ada diruang mawar, fraktur merupakan salah satu diagnosa dengan prevalensi tertinggi. Prevalensi fraktur khususnya pasien dengan fraktur femur di Ruang Mawar Rumah Sakit Umum Daerah dr. Soehadi Prijonegoro Sragen tahun 2014 sebanyak 104 pasien, pada tahun 2015 mengalami peningkatan sebanyak 121 pasien dan pada tahun 2016 dari bulan Januari sampai dengan Mei 2016 sebanyak 61 pasien.

Setiap individu tidak dapat lepas dari sebuah masalah dan setiap orang mempunyai respon dan cara yang berbeda dalam menghadapi suatu masalah seperti halnya masalah fraktur. Beberapa orang mampu menghadapi situasi tersebut dengan baik (adaptif), namun ada sebagian orang yang tidak mampu beradaptasi (maladaptif) dengan

kondisi yang sedang dialami sehingga dapat menimbulkan stres (Mulyadi, 2014). Stres tersebut umum terjadi sebagai dampak psikis pasien dengan diagnosa fraktur. Terlebih lagi pasien yang akan dioperasi, perasaan takut, khawatir terhadap proses pembedahan dan keberhasilan pembedahan serta kondisi pasca operasi, apakah pasien mampu beraktivitas seperti sedia kala dan lain sebagainya. Akibat dari stress tidak sedikit pasien yang akhirnya tampak gelisah, kurang nafsu makan, cemas dan berupaya untuk menarik diri dengan melamun dan diam (Munith, 2015).

Banyak faktor yang mempengaruhi strategi mekanisme koping individu meliputi kesehatan fisik dimana seseorang dituntut mengerahkan tenaga yang cukup besar dalam mengatasi sebuah masalah yang sedang dihadapi, keyakinan atau pandangan positif, ketrampilan individu dalam memecahkan sebuah masalah, ketrampilan sosial, dukungan sosial (Munith, 2015)

Ketrampilan memecahkan masalah meliputi kemampuan mencari informasi, menganalisa situasi mengidentifikasi masalah dengan tujuan untuk menghasilkan alternatif sebuah tindakan, kemudian mempertimbangkan alternatif tersebut sehubungan hasil yang ingin dicapai dan pada akhirnya melaksanakan rencana dengan melakukan suatu tindakan yang tepat. Sedangkan ketrampilan sosial meliputi kemampuan untuk berkomunikasi dan bertingkah laku dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai sosial yang berlaku di masyarakat (Aini, 2012).

(5)

4 Studi pendahuluan yang dilakukan peneliti didapatkan data bahwa dari 4 pasien yang didiagnosis fraktur 3 di antaranya mempunyai mekanisme koping maladaptif. Dari ketiga pasien tersebut dua di antaranya mengalami penurunan nafsu makan dan satu pasien menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain (menarik diri). Sebaliknya satu pasien dengan mekanisme koping adaptif tidak mengalami masalah baik dalam hal makan, komunikasi meski diagnosa yang dialami sama. Berdasarkan wawancara dengan kepala ruang Mawar di dapatkan data bahwa mekanisme koping maladaptif yang dilakukan pasien fraktur umumnya disebabkan karena proses pembedahan dan prognosis diagnosa selanjutnya. Pasien biasanya takut apabila sehabis operasi tidak mampu lagi melakukan aktivitas secara normal, terlebih pasien adalah tulang punggung dalam keluarga.

Faktor-faktor yang mempengaruhi mekanisme koping individu sangatlah beragam. Berdasar dari latar belakang dan hal tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang analisis faktor yang mempengaruhi mekanisme koping pada pasien dengan fraktur femur di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Soehadi Prijonegoro Sragen. Tujuan dalam penelitian ini antara lain: a. Mendiskripsikan karakteristik responden

(jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir dan riwayat fraktur sebelumnya)

b. Menganalisis faktor yang mempengaruhi mekanisme koping pada pasien dengan fraktur femur di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Soehadi Prijonegoro Sragen.

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Bagi rumah sakit

Hasil penelitian ini sebagai masukan bagi pihak rumah sakit dr. Soehadi Prijonegoro Sragen khususnya Ruang Mawar terkait mekanisme koping pasien fraktur.

b. Bagi institusi pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi literatur bagi akademik dan sebagai referensi penelitian terkait.

c. Bagi peneliti

Dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi peneliti khususnya dalam mengaplikasikan teori riset dan metodologi penelitian yang telah didapatkan selama menempuh pendidikan. d. Bagi pasien

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi pasien sehingga pasien dapat menggunakan mekanisme koping dalam menghadapi kondisinya secara lebih adaptif atau positif.

e. Bagi peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan atau referensi untuk penelitian selanjutnya terkait dengan mekanisme koping.

METODOLOGI

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional dimana akan diukur seberapa pengaruh faktor-faktor yang mempengaruhi mekanisme koping terhadap strategi atau mekanisme koping yang digunakan oleh pasien dengan fraktur femur di RSUD. dr. Soehadi

(6)

5 Prijonegoro Sragen. Pengkuran yang dilakukan kepada responden atau pengumpulan data hanya dilakukan sekali saja tanpa diberi perlakuan baik sebelum maupun sesudahnya (Hidayat, 2008).

Populasi dalam penelitian ini adalah semua

pasien dengan diagnosa medis fraktur femur di Ruang Mawar Rumah Sakit dr. Soehadi Prijonegoro Sragen Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah consecutive sampling, yaitu suatu teknik pengambilan sampel dengan cara menetapkan subjek yang memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam penelitian sampai kurun waktu tertentu (Nursalam, 2009). Jumlah responden dalam penelitian ini sejumlah 10 pasien dengan diagnosa medis fraktur femur

Adapun kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:

1. Pasien dengan umur 12 sampai dengan 60 tahun

2. Bisa membaca dan menulis

3. Pasien yang kooperatif menjadi responden. Adapun kriteria ekslusi dalam penelitian ini adalah pasien yang mengalami gangguan dalam berkomunikasi misalnya gangguan pendengaran, gangguan bicara dan gangguan psikologi.

Instrument penelitian ini menggunakan kuesioner. Terdapat dua kuesioner yang akan diisi oleh responden yaitu kuesioner mekanisme koping dan faktor yang mempengaruhi mekanisme koping.. Jumlah butir pernyataan dalam kuesioner mekanisme koping sebanyak 10 butir. sedangkan kuesioner faktor yang mempengaruhi

mekanisme koping sejumlah 40 butir (masing-masing faktor 8 pernyataan).

Pengolahan dan analisa data bertujuan mengubah data menjadi sebuah informasi. Kegiatan pengolahan data meliputi:

a. Editing

Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah memeriksa kembali semua kuesioner satu per satu. Editing dilakukan dengan maksud untuk mengecek, apakah setiap kuesioner telah diisi sesuai dengan petunjuk sebelumnya, kuesioner yang masih belum diisi, atau pengisian yang tidak sesuai dengan petunjuk dan tidak relevannya jawaban dengan pertanyaan. Kuesioner yang di isi responden dan tidak sesuai dengan petunjuk pengisian akan dikembalikan untuk di isi kembali.

b. Coding (memberi tanda kode)

Coding adalah memberi tanda kode terhadap pertanyaan maupun pernyataan yang telah diajukan, hal ini dimaksudkan untuk mempermudah waktu mengadakan tabulasi dan analisa. Coding dilakukan dengan memberi tanda pada masing-masing jawaban dengan kode berupa angka. Kode-kode tersebut selanjutnya dimasukkan dalam tabel kerja untuk mempermudah pembacaan.

c. Tabulasi

Tabulasi dilakukan dengan memasukkan data sesuai dengan alat pengumpul data yang telah di coding ke dalam program komputer.

(7)

6 Terdapat 2 jenis analisa data dalam penelitian ini yaitu:

a. Univariat

Analisa univariat adalah analisa data satu variabel (Putri, 2014). Analisis univariat menggunakan deskriptif frekuensi. Variabel yang diukur adalah mekanisme koping pasien dengan tujuan peneliti dapat mengetahui mekanisme koping yang digunakan pasien apakah termasuk adaptif atau maladaptif. Selain itu analisa univariat juga digunakan untuk mengetahui frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin, usia, pendidikan dan riwayat patah tulang responden sebelumnya. b. Bivariat

Analisa bivariat adalah analisa data 2 variabel (Putri, 2014). Setelah entry data di dalam program komputer Peneliti akan melakukan analisis. Analisis bivariate dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan. Dalam penelitian ini analisa bivariat digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh variabel kesehatan fisik, keyakinan/pandangan, ketrampilan memecahkan masalah, ketrampilan sosial dan dukungan sosial terhadap mekanisme koping pasien fraktur femur.

Pada analisis bivariat untuk mengetahui pengaruh antara variabel dependent (faktor yang mempengaruhi mekanisme koping) dengan independent

(mekanisme koping) akan digunakan uji pearson. Adapun taraf signifikansi yang digunakan dalam penelitian ini adalah α=0,05. Artinya jika taraf signifikansi kurang dari taraf nyata (0,05) maka terdapat pengaruh antara variabel dependent dengan independent, sebaliknya jika taraf signifkansi sama atau lebih besar dari taraf nyata maka tidak terdapat pengaruh antara variabel dependent dengan independent.

HASIL DAN PEMBAHASAN a. Distribusi frekuensi jenis kelamin

responden Jenis kelamin Frekuensi (%) Perempuan Laki-laki 4 6 40 60 TOTAL 10 100

Responden perempuan sebanyak 4 responden (40%), responden laki-laki sebanyak 6 responden (60%).

b. Distribusi frekuensi usia responden Usia Frekuensi (%) 12-20 th >20-30 th >30-40 th >40-50 th 1 3 3 3 10 30 30 30 TOTAL 10 100 Responden usia 12-20 tahun sebanyak 1 responden (10%), usia >20-30 tahun sebanyak 3 responden (30%), responden usia >30-40 tahun sebanyak 3 responden (30%) dan responden usia >40-50 sebanyak 3 responden (30%).

(8)

7 c. Distribusi frekuensi tingkat pendidikan

responden

Tingkat pendidikan Frekuensi (%) SD SMP SMA Perguruan Tinggi 1 2 5 2 10 20 50 20 TOTAL 10 100

Responden dengan tingkat pendidikan SD sebanyak 1 responden (10%), SMP sebanyak 2 responden (20%), SMA sebanyak 5 responden (50%) dan Perguruan Tinggi sebanyak 2 responden (20%). d. Distribusi frekuensi riwayat fraktur

responden sebelumnya

Riwayat fraktur Frekuensi (%) Tidak pernah Pernah 9 1 90 10 TOTAL 10 100 Responden yang mempunyai riwayat pernah mengalami fraktur sebelumnya sebanyak 1 responden (10%) dan 9 responden (90%) belum pernah mengalami fraktur sebelumnya.

e. Pengaruh dukungan sosial terhadap mekanisme koping Dukungan sosial Mekanisme koping Total % p r Mala dapti f Adap tif Tidak baik 1 0 1 10 0,035 0,667 Baik 1 8 9 90 TOTAL 2 8 10 100

Dari tabel silang diatas juga diketahui bahwa nilai p 0,035 dimana lebih kecil dari p value sehingga dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial memiliki pengaruh yang signifikan (kuat) terhadap mekanisme

koping responden dengan arah positif dengan nilai 0,667.

Dukungan sosial merupakan sebuah informasi baik verbal maupun nonverbal, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh seseorang didalam lingkungan sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya. Biasanya dukungan sosial didapatkan dari orang-orang terdekat misalnya keluarga, teman, rekan kerja, tetangga dan lain-lain. Dukungan sosial yang diberikan kepada penerimanya dapat membuat merasa nyaman, merasa diperhatikan, dicintai dihargai dan bernilai. Selain itu dukungan sosial yang diberikan juga dapat membantu meningkatkan kemampuan seseorang untuk bertahan dari hal-hal yang merugikan, dengan demikian orang dengan dukungan sosial yang baik maka akan mempunyai mekanisme koping yang lebih baik pula (Hayati, 2010).

Dukungan sosial yang sering diberikan kepada individu yang sedang sakit biasanya berupa motivasi, doa dengan harapan pasien dijauhkan dari penyakit yang sedang diderita. Dengan dukungan sosial yang baik maka motivasi penderita untuk sehat semakin baik. Dengan motivasi-motivasi yang diberikan juga akan membuat pasien tenang, tentram sehingga ketika mencari solusi masalah akan semakin baik.

(9)

8 f. Pengaruh kesehatan fisik terhadap

mekanisme koping Kesehatan fisik Mekanisme koping Total % p r Malada ptif Adapti f Tidak baik 2 4 6 10 0,242 0,408 Baik 0 4 4 90 TOTAL 2 8 10 100

Dari tabel silang diatas juga diketahui bahwa nilai p 0,242 dimana lebih besar dari p value sehingga dapat disimpulkan bahwa kesehatan fisik tidak berhubungan dengan mekanisme koping responden dengan arah negative dengan nilai 0,408.

Kesehatan fisik merupakan komponen terpenting dari keadaan sehat individu secara keseluruhan. Sehat fisik artinya seluruh organ tubuh berada dalam ukuran yang sebenarnya dan berada dalam kondisi dan fungsi yang optimal. Kesehatan fisik merupakan suatu keadaan tubuh seseorang yang terbebas dari penyakit yang berasal dari dalam maupun luar tubuh. Kesehatan fisik menjadi salah satu faktor individu dalam memecahkan suatu masalah, karena ketika individu mencoba memecahkan masalah membutuhkan energi yang lebih besar. Idealnya semakin baik kondisi kesehatan maka individu akan semakin baik mekanisme kopingnya (Stuart dan sundeen, 2006).

Pada hasil penelitian ini variabel kesehatan fisik menunjukkan tidak mempunyai pengaruh dengan mekanisme koping pada responden dimana nilai p yang didapatkan dari hasil analisa data tersebut

lebih besar dari p value yaitu 0,242 dengan arah negatif dengan nilai 0,408.

Hal lain yang menjadi penguat adalah status operasi pasien. Semua responden dalam penelitian ini merupakan pasien post operasi. Hal tersebut mempengaruhi responden dalam hal mekanisme koping. Setyaningsih (2015) menyatakan bahwa kecemasan antara pasien pre operasi dan post operasi mengalami perbedaan dimana pasien pre operasi mempunyai kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasien pre operasi. Operasi merupakan salah satu tindakan yang dilakukan terhadap pasien dengan diagnosa fraktur. Dengan telah dilakukanya operasi pasien merasa lebih lega karena dengan operasi prognosa responden akan lebih baik. Selain hal itu keyakinan atau pandangan mempunyai peran yang paling penting terhadap mekanisme koping. Ketika seseorang mempunyai keyakinan yang positif (Stuart dan Sundeen, 2006). Dari data dapat dilihat dari total responden meskipun dalam keadaan setelah operasi terdapat 80% responden mempunyai keyakinan yang baik terhadap keadaan yang sekarang mereka hadapi. Dilihat dari segi fisik responden memang mengalami gangguan namun individu dengan pandangan dan keyakinan yang baik gangguan fisik tidaklah menjadi suatu masalah. Mereka bisa menerima dengan baik kondisi yang sedang mereka alami saat ini.

(10)

9 g. Pengaruh pandangan/keyakinan terhadap

mekanisme koping Pandangan/ keyakinan Mekanisme koping Total % p r Malad aptif Ada ptif Tidak baik 2 0 2 20 0,00 0 0,1 00 0 Baik 0 8 8 80 TOTAL 2 8 10 10 0

Dari tabel silang diatas juga diketahui bahwa nilai p 0,000 dimana lebih kecil dari p value sehingga dapat disimpulkan bahwa pandangan/keyakinan memiliki pengaruh yang signifikan (sangat kuat) terhadap mekanisme koping responden dengan arah positif dengan nilai 1.000.

Pandangan/keyakinan menjadi sumber daya psikologis yang sangat penting terhadap kemampuan seseorang menghadapi masalah. Pandangan/keyakinan merupakan kunci utama dalam menyikapi sebuah masalah. Individu yang menggunakan mekanisme koping adaptif merupakan individu yang memiliki pandangan atau keyakinan yang positif. Orang yang mempunyai pandangan yang positif terhadap suatu masalah percaya bahwa masalah merupakan satu proses untuk mendewasakan dirinya, mereka yakin jika masalah berdampak positif terhadap dirinya dan pasti akan mampu menghadapi masalah yang sedang dihadapi serta menyelesaikan dengan baik (Stuart dan Sundeen, 2006).

Cara pandang seseorang terhadap suatu masalah berbeda-beda, ada yang menganggap masalah sebagai suatu hal

yang tidak menyenangkan adapula yang menganggap suatu masalah adalah suatu hal yang biasa yang dihadapi seseorang dalam sebuah kehidupan. ketika seseorang menganggap bahwa masalah adalah sebuah hal yang sangat besar dan tidak menyenangkan maka stress atau tekanan yang dihadapi semakin besar pula. Namun ketika seseorang mempunyai pandangan yang positif terhadap suatu masalah, maka sudah barang tentu seseorang tersebut akan memiliki mekanisme koping yang lebih baik.

h. Pengaruh ketrampilan sosial terhadap mekanisme koping Ketrampil an sosial Mekanisme koping To tal % p r Malad aptif Ada ptif Tidak baik 1 0 1 10 0,035 0,66 7 Baik 1 8 9 90 TOTAL 2 8 10 100

Dari tabel silang diatas juga diketahui bahwa nilai p 0,035 dimana lebih kecil dari p value sehingga dapat disimpulkan bahwa ketrampilan sosial memiliki pengaruh yang signifikan (kuat) terhadap mekanisme koping responden dengan arah positif dengan nilai 0,667.

Ketrampilan sosial adalah ketrampilan yang diperoleh individu melalui proses belajar yang digunakan dalam berhubungan dengan lingkunganya dengan cara baik dan tepat. Ketrampilan sosial erat kaitanya dengan pengalaman. Ketrampilan sosial adalah jenis ketrampilan sosial yang meliputi ketrampilan bekerjasama, gotong royong, tolong menolong dan sebagainya. Ketrampilan ini juga merupakan jenis

(11)

10 ketrampilan dalam melakukan kegiatan sehari-hari sebagai makhluk sosial (Subqi, 2015).

Ketrampilan sosial merupakan pergaulan individu yang luas dimana dengan ketrampilan sosial yang baik maka seseorang akan memiliki jaringan sosial yang baik dan luas. Ketika menghadapi suatu masalah seorang individu yang memiliki jaringan yang baik dan luas akan mempunyai mekanisme koping yang lebih baik dibandingkan dengan individu tidak memiliki jaringan yang baik dan luas. Individu yang memiliki jaringan yang baik dan luas akan lebih banyak memiliki tempat lebih banyak untuk menyampaikan atau sharing terkait dengan ide, gagasan, pendapat termasuk masalah yang sedang dihadapi, dengan itu maka individu akan semakin banyak mendapatkan masukan-masukan berupa solusi untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi (Masyithah 2012).

Ketrampilan sosial merupakan bagian penting dari hidup manusia, tanpa memiliki ketrampilan sosial manusia tidak dapat berinteraksi dengan orang lain yang ada dilingkungannya karena ketrampilan sosial sangat dibutuhkan manusia dalam hidup bermasyarakat. Orang dengan ketrampilan sosial yang baik biasanya memiliki ketrampilan komunikasi yang baik, tidak hanya itu individu juga mempunyai kerampilan menyampaikan gagasan, ide, menjadi pendengar yang baik serta empati yang tinggi. Seseorang yang mempunyai

ketrampilan sosial yang baik biasanya memiliki komunikasi dan mekanisme koping yang baik.

i. Pengaruh ketrampilan memecahkan masalah terhadap mekanisme koping

Ketrampilan memecahkan masalah/ Mekanisme koping Total % p r Mala daptif Adaptif Tidak baik 1 0 1 10 0,03 5 0,66 7 Baik 1 8 9 90 TOTAL 2 8 10 100

Dari tabel silang diatas juga diketahui bahwa nilai p 0,035 dimana lebih kecil dari p value sehingga dapat disimpulkan bahwa ketrampilan memecahkan masalah memiliki pengaruh yang signifikan (kuat) terhadap mekanisme koping responden dengan arah positif dengan nilai 0,667.

Kemampuan memecahkan masalah adalah sebuah ketrampilan yang dimiliki individu ketika menghadapi suatu masalah untuk kemudian mendapatkan sebuah alternatif tindakan guna memecahkan masalah yang sedang dihadapi. Ketrampilan memecahkan masalah ini meliputi kemampuan individu dalam mencari sebuah informasi, menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah dengan tujuan untuk menentukan alternatif sebuah tindakan. Individu dengan ketrampilan yang baik maka akan memiliki mekanisme koping yang baik pula (Stuart dan Sundeen, 2006).

Tidak semua individu mampu mengatasi masalah dengan baik. Ketrampilan yang dimiliki juga berbeda-beda adakalanya individu hanya

(12)

11 memendam masalahnya dan enggan untuk bercerita dengan orang lain disekitarnya. Ada juga individu yang mengkonsumsi miras untuk mengatasi masalah dan lain sebagainya. Ketika individu sering menyelesaikan masalah dengan ketrampilan yang positif tentunya akan lebih memiliki mekanisme koping yang lebih baik. Dalam hal ini perawat sudah seharusnya bisa menjadi konselor bagi pasien, perawat bisa menjadi pendengar yang baik sekaligus membantu pasien dalam untuk mendapatkan koping yang positif.

KESIMPULAN

1. Dari karakteristik responden terdapat (60%) responden yang mengalami fraktur di Ruang mawar RSUD. Soehadi Prijonegoro Sragen berjenis kelamin laki-laki, (90%) responden berusia >20 sampai dengan 50 tahun, (50%) responden memiliki tingkat pendidikan SMA dan (90%) responden tidak mempunyai riwayat fraktur sebelumnya.

2. Dari hasil analisis dapat diketahui bahwa kesehatan fisik, tidak mempunyai pengaruh terhadap mekanisme koping responden dengan nilai p 0,242 lebih besar dari p value dan terdapat faktor yang mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap mekanisme koping responden yaitu faktor dukungan sosial dengan nilai p 0,035, keyakinan/pandangan dengan nilai p 0,000, ketrampilan sosial dengan nilai p 0,035 dan ketrampilan memecahkan masalah dengan nilai p 0,035.

SARAN

1. Bagi rumah sakit

Di harapkan pihak rumah sakit khususnya tenaga kesehatan dapat memberikan pelayanan yang lebih baik dan memberikan motivasi terhadap pasien serta lebih empati terhadap pasien sehingga dapat meningkatkan mekanisme koping pasien.

2. Bagi responden

Diharapkan pasien dapat meningkatkan dan lebih memperkuat mekanisme koping sehingga stress yang merupakan salah satu kondisi yang sering terjadi pada pasien dengan fraktur di Ruang Mawar RSUD. Soehadi Prijonegoro Sragen dapat berkurang.

3. Bagi peneliti lain

Diharapkan peneliti lain dapat melakukan penelitian serupa dengan pengembangan metodelogi penelitian sehingga didapat hasil yang lebih baik sehingga dapat memperkaya literatur penelitian selanjutnya .

(13)

12 DAFTAR PUSTAKA

Aini, F (2012). Koping ibu post partum

dengan kelahiran bayi berat badan lahir rendah di RSUP. Haji Adam Malik Medan. Di akses tanggal 2 Juni

2016, dari

repository.usu.ac.id>bitstream>cover Balitbang kemenkes RI (2013). Riset

kesehatan dasar: RISKESDAS 2013 Propinsi Jawa Tengah. Lembaga

Penerbitan Balitbang Kemenkes RI. Jakarta

David, L (2013). Pengaruh perkembangan

teknologi dalam kehidupan manusia.

Dibuat 5 April 2013 diakses 22 Juni

2016 dari

http://m.liputan6.com/citizen6/read/5 53984/pengaruh- perkembangan-teknologi-dalam-kehidupan-manusia Gusti, (2008). Tiap Tahun, 17 Ribu

Korban Meninggal akibat

Kecelakaan Kendaraan Bermotor. di

buat 4 Desember 2008 diakses 16

Juni 2016, dari

http://ugm.ac.id/id/berita/553tiap.tah un.17.ribu.korban.meninggal.akibat.k ecelakaan.kendaraan.bermotor

Hanifah, Yuni R (2012). Hubungan umur

jenis kelamin dan trauma penyebab fraktur femur dengan lokasi fraktur femur. Fakultas kedokteran dan

kesehatan. Universitas Muhamadiyah Jakarta

Hayati, Sari (2010). Pengaruh dukungan

social terhadap kesepian pada

lansia. Fakultas psikologi.

Universitas Sumatera Utara

Hidayat, A.A (2008). Pengantar kebutuhan dasar manusia: Aplikasi konsep dan proses keperawatan.

Jakarta: Salemba Medika.

Munith, Abdul (2015). Pendidikan keperawatan jiwa: teori dan aplikasi

. Jogjakarta: Andi Offset.

Noviansyah, A (2016). Kecelakaan lalu

lintas dijakarta meningkat pada April 2016. Di buat 9 Mei 2016 diakses 22

Juni 2016 dari

https://m.tempo.co/read/news/2016/0

5/09/064769278/kecelakaan- lalulintas-di-jakarta-meningkat-pada-april-2016

Nursalam (2009). Konsep dan penerapan

metodologi penelitian ilmu

keperawatan: Pedoman skripsi, tesis

dan instrument penelitian

keperawatan. Jakarta: Salemba

Medika.

Prayascitta, Putri (2010). Hubungan antara

coping stress dan dukungan social dengan motivasi belajar remaja yang orang tuanya bercerai. Program

Studi Psikologi. Fakultas Kedokteran. Universitas Sebelas Maret. Surakarta

Puji Triono & Murinto (2010). Aplikasi

pengolahan citra untuk mendeteksi fraktur tulang dengan metode deteksi tepi canny. Program Studi Teknik

Informatika Universitas Ahmad Dahlan.

Rivaldy, Djamal et all (2015). Hubungan

mekanisme koping dengan tingkat stress pada pasien fraktur. Diakses 9

Mei 2016 dari

http://jurnal.fkep.unand.ac.id/index.p hp/ners/article/download/31/27

Stuart dan Sundeen (2006). Buku saku keperawatan jiwa. Jakarta. EGC Subqi, imam (2015). Ketrampilan social

dalam pendidikan. Diakses 1 februari

2017 dari

m.kompasiana.com/imamsubqi/ketra

mpilan-sosial-dalam-pendidikan_5656b3356623bd300797 41 c8

Referensi

Dokumen terkait

menurun; (2) Berita hoaks digunakan untuk membuat suatu informasi yang menghebohkan, karena adanya rasa terganggu media massa yang khawatir reputasi dari media tersebut

Panjang badan lahir, riwayat ASI Eksklusif, pendapatan keluarga, pendidikan ibu, dan pengetahuan gizi ibu merupakan faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting

Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis jabarkan suhubungan dengan Tinjauan Terhadap motivasi wisatawan berkunjung ke Taman Nasional Tesso Nilo di Kabupaten

untuk identifikasi bakteri genus Pantoea adalah medium Hugh-Leifson (HL), medium ini digunakan untuk mengetahui isolat yang mampu menghasilkan glukosa secara

Data multivariat, dari ketiga faktor (Stres, hiperglikemi, lama menderita diabetes) yang paling berpengaruh terhadap nyeri neuropati diabetik adalah faktor stress dengan nilai p-

Jika produk ini mengandung komponen dengan batas pemaparan, atmosfir tempat kerja pribadi atau pemantauan biologis mungkin akan diperlukan untuk memutuskan keefektifan ventilasi atau

Hasil pengukuran dari kedua sensor ini akan difilter oleh Kalman filter (KF) maupun complementary filter (CF) untuk kemudian dijadikan masukan ulang untuk KF maupun CF sehingga

Konsep dasar yang digunakan dalam menyusun integrasi sistem informasi dan strategi bisnis pada SPM adalah dengan menggunakan metodologi yang dikemukakan oleh King dan Teo