• Tidak ada hasil yang ditemukan

KATA PENGANTAR. Sukoharjo, Juli Ketua

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KATA PENGANTAR. Sukoharjo, Juli Ketua"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Pemurah dan Pengasih karena atas rahmat-Nya pengelola Jurnal Pendidikan Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo telah beerhasil menerbitkan Jurnal Pendidikan Volume 23 Nomor 2 Juli 2014.

Jurnal pendidikan memuat dan menyebarkanluaskan tulisan tentang gagasan konseptual, hasil penelitian dan aplikasi teori, serta tulisan praktis tentang pendidikan. Perbaikan telah dilakukan dalam penerbitan Jurnal Pendidikan volume 23 Nomor 2 Juli 2014, namun pengelola tetap mengharap masukan dan kritik membangun agar terbitan berikutnya akan semakin baik dan berkualitas. Apabila adanya kekurangan pada Jurnal Pendidikan ini kiranya dapat dimaklumi.

Atas perhatian dari para penulis, pembaca, bantuan mitra bestari, editor, dan editing bahasa sehingga dapat diterbitkan Jurnal Pendidikan ini. Tiada kata yang dapat kami ucapkan selain kata terima kasih atas perhatiannya.

Sukoharjo, Juli 2014

(2)
(3)
(4)

1

KAJIAN TERJEMAHAN

PENANDA KESANTUNAN LINGUISTIK PADA TINDAK TUTUR IMPERATIF DALAM THE VERY BEST OF DONALD DUCK COMICS SERIES

Nunun Tri Widarwati

Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris, Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukohararjo, Email :

Nununtriwidarwati@gmail.com

ABSTRACT

This research paper examines the politeness strategies and linguistic politeness markers of imperative speech act used in The Very Best of Donald Duck Comics Series. It also identifies the translation techniques applied to translate those markers into Indonesian and evaluate. The findings indicate that three politeness strategies (bald on record, positive politness and negative politeness) are used and about thirty five linguistic politeness markers are identified and translated in Indonesian using five translation techniques (literal, variation, deletion, borrowing and established equivalence). The findings also show that the accuracy and acceptability of the translation of linguistic politeness markers are found to be good. Nevertheless, the application of deletion technique tends to distract the pragmatic meaning and force of the linguistic politeness markers in the target language. In such a case, deletion technique should be avoided.

Key Words: penanda kesantunan linguistik, tuturan imperatif, teknik penerjemahan, keakuratan, keberterimaan

1. Pendahuluan

Keefektifan bahasa sebagai alat komunikasi tidak hanya tergantung pada seberapa jelas informasi yang disampaikan tetapi juga tergantung pada efek yang ditimbulkannya kepada orang lain. Banyak kasus menunjukkan bahwa meskipun kata-kata yang kita gunakan sangat jelas bagi lawan bicara, kesalahpahaman atau ketersinggungan kerap timbul sebagai akibat dari cara kita yang tidak tepat dalam menyampaikannya. Bagi penutur asli bahasa Indonesia, kata, kamu, misalnya, sangat jelas dan merujuk pada orang yang diajak bicara. Namun, penggunaan kata, kamu, tersebut sangat tidak tepat dan sangat tidak santun digunakan pada orang yang kita hormati. Kesantunan sebagai fenomena linguistik sudah banyak dibahas dan dikaji dalam ruang lingkup pragmatik. Para pakar di bidang ini mempunyai konsepsi yang sama bahwa kesantunan ada di setiap kelompok masyarakat yang perwujudannya bisa berbeda sebagai akibat dari perbedaan budaya dan norma yang dimilikinya. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa kesantunan juga merupakan fenomena budaya. Menerjemahkan sebagai kegiatan dan terjemahan sebagai hasil dari kegiatan itu tidak dapat dipisahkan dari konsep budaya. Dalam mengalihkan pesan, penerjemah dihadapkan pada persoalan-persoalan yang rumit sebagai akibat dari perbedaan sistem kebahasaan dan kesenjangan budaya bahasa sumber dan bahasa sasaran. Kesantunan sebagai fenomena linguistik dan budaya menimbulkan persoalan tersendiri dalam kegiatan penerjemahan. Yaqubi, Sharifabad dan Rahman (2012: 1) menyatakan.

Politeness‟ is one of the very cultural problematic and elusive notions in translation because of the diversity of factors, linguistic and non-linguistic

(5)

2

involved in it. In every culture across the universe, considerateparticipants use principles in conducting conversation including being generous, tactful and modest, etc. To prevent from being „impolite‟. But different social groups may possess different principles or give priority to some norms of politeness more or less than other groups.

Artikel ini mengkaji terjemahan strategi kesantunan dan penanda kesantunan linguistik dalam tuturan imperatif, yang bersumber pada The Very Best of Donald Duck Comics dan bertujuan 1) untuk mengidentikasikan strategi kesantunan dalam tuturan imperatif dalam komik tersebut, 2) untuk mengetahui wujud penanda kesantunan linguistik dalam tuturan imperatif dalam komik tersebut, 3) untuk mengetahui teknik yang digunakan dalam menerjemahkan penanda kesantunan linguistik tersebut ke dalam bahasa Indonesia, dan 4) untuk mengetahui tingkat kesepadanan dan keberterimaan terjemahan penanda kesantunan linguistik tersebut dalam bahasa Indonesia.

Lakoff (1975) mendefinisikan kesantunan sebagai bentuk-bentuk perilaku yang dikembangkan di masyarakat untuk mengurangi friksi dalam interaksi personal. Hal yang hampir sama juga dikemukakan oleh Leech (1983) yang mendefinisikan kesantunan sebagai bentuk-bentuk perilaku yang bertujuan untuk membangun dan menjaga rasa atau sikap hormat. Sementara itu, Yule (1996: 106) menyatakan bahwa kesantunan merupakan suatu sistem hubungan interpersonal yang didesain oleh manusia untuk memperlancar interaksi dengan jalan meminimalisasi konflik dan konfrontasi. Lebih lanjut, Yule (1996: 134) menyatakan bahwa dalam komunikasi, kesantunan merupakan alat untuk menunjukkan kesadaran tentang muka seseorang. Istilah muka disini diartikan sebagai citra diri seseorang di hadapan publik dan merujuk pada pengertian emosional dan sosial akan diri seseorang. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Brown dan Levinson (dalam Sibarani, 2004: 179) bahwa kesantunan berbahasa berkisar tentang nosi muka (face). Dalam interaksi personal, konsep muka tersebut menjadi sangat penting karena siapapun yang terlibat dalam interaksi (kecuali barangkali dalam adegan lawak) selalu ingin mukanya dijaga, dipelihara dan dihormati.

Brown dan Levinson (1996: 160) menyatakan bahwa muka terdiri atas muka positif (positive face) dan muka negatif (negative face). Muka positif mengacu ke citra diri setiap orang (yang rasional), yang berkeinginan agar apa yang dilakukannya, apa yang dimilikinya atau apa yang merupakan nilai-nilai yang ia yakini (sebagai akibat dari apa yang dilakukan atau yang dimilikinya itu) diakui orang lain sebagai sesuatu hal yang baik, yang menyenangkan, yang patut dihargai, dan seterusnya. Demikian sebaliknya, muka negatif mengacu kecitra diri setiap orang (yang rasional) yang berkeinginan agar ia dihargai orang dengan jalan membiarkannya bebas melakukan tindakannya dan membiarkannya bebas dari keharusan mengerjakan sesuatu. Menurut Brown dan Levinson (dalam Thomas, 1995: 169), setiap tindak tutur besar kemungkinan dapat merusak atau mengancam muka seseorang, yang lazim diistilahkan sebagai tindak mengancam muka (Face Threatening Acts). Untuk mengurangi tindak yang bersifat mengancam muka tersebut, Brown dan Levinson (1996) menawarkan empat strategi kesantunan, yaitu (1). bald on record. Strategi ini tidak berusaha meminimalisasi ancaman terhadap muka pendengar dan strategi ini acapkali digunakan apabila penutur sudah akrab dengan pendengar (atau lawan bicara). Misalnya, seseorang dosen menyuruh mahasiswanya untuk mengerjakan tugas perkuliahan dengan mengatakan: “Selesaikan tugas itu dalam satu hari” (2). positive politeness. Strategi ini berusaha meminimalisasi ancaman terhadap muka pendengar (atau lawan bicara). Contoh: Saya tau kamu mempunyai banyak tugas dari dosen lain tapi tugas dari saya harus kamu selesaikan dalam seminggu”. (3). negative

(6)

3

politeness. Strategi ini berusaha membebani pendengar (lawan bicara) dengan tanpa mempertimbangkan muka negatif pendengar atau lawan bicara. Contoh:” Pelit amat kamu, masak hanya 10 ribu rupiah yang bisa kamu pinjamkan ke aku?” (4). bald off record. Strategi ini berusaha untuk tidak membebani pendengar atau lawan bicara dengan jalan menggunakan tuturan tak langsung. Contoh: “Saya akan merasa sangat senang apabila ada orang meminjamkan uang 100 ribu rupiah ke aku”

Kesantunan bersifat universal karena setiap kelompok masyarakat pasti memilikinya. Namun, satu prinsip kesantunan tidak dapat diterapkan secara universal pada setiap kelompok masyarakat karena prinsip kesantunan dipengaruhi oleh budaya yang berbeda (Zhang, 2011: 3). Sesuatu yang dipandang santun di dalam masyarakat barat bisa dianggap tidak sopan di dalam masyarakat Indonesia. Dalam masyarakat barat, misalnya, seorang istri boleh menyapa suaminya dengan nama kecilnya. Cara tersebut dianggap kurang atau tidak santun di dalam masyarakat Jawa. Dalam kaitan itu, Fraser (dalam Kaswanti, 1994: 88) menyatakan bahwa kesantunan berbahasa adalah sikap yang diasosiasikan dengan ujaran dan pendengarlah yang menentukan apakah ujaran yang didengarnya santun atau tidak. Oleh sebab itu, setiap orang yang terlibat dalam peristiwa tutur harus memperhatikan hak dan kewajibannya. Masing-masing peserta tutur tidak boleh melampaui hak dan kewajibannya.

Tuturan yang dihasilkan dalam setiap peristiwa tutur mempunyai tiga dimensi. Dimensi pertama adalah tindak lokusi, yaitu tindakan menghasilkan tuturan yang bermakna. Dimensi kedua adalah tindak ilokusi, yang merujuk pada fungsi atau maksud dari tuturan. Dimensi ketiga adalah tindak perlokusi, yaitu efek yang ditimbulkan oleh tuturan itu pada pendengar atau mitra tutur (Yule, 1996: 83 – 84). Tindak tutur ilokusi mempunyai lima fungsi umum, yang ditunjukkan oleh tindak tutur deklaratif, representatif, ekspresif, direktif dan komisif.

Tindak tutur direktif ialah jenis tindak tutur yang dipakai oleh penutur untuk menyuruh orang lain melakukan sesuatu. Tindak tutur direktif ini menyatakan apa yang menjadi keinginan penutur. Tindak tutur direktif atau imperatif ini meliputi: memerintah, memesan, memohon, memberi saran dan lain sebagainya dan bentuknya dapat berupa kalimat positif dan negatif (Yule, 1996: 93).

Tindak tutur imperatif tersebut berdimensi kesantunan yang bersifat linguistik dan pragmatik (Rahardi, 1999: 1). Kesantunan linguistik ditandai oleh penggunaan penanda-penanda kesantunan linguistik. Sementara itu kesantunan pragmatik ditandai oleh kesantunan deklaratif dan kesantunan interogatif. Dalam bahasa Indonesia, tindak tutur imperatif memiliki 4 pemarkah kesantunan linguistik, yaitu 1) panjang pendek tuturan, 2) urutan tuturan, 3) intonasi dan isyarat kinesik, dan 4) ungkapan-ungkapan penanda kesantunan. Rahardi (1999) mengindentifikasikan sedikitnya sepuluh penanda kesantunan linguistik, yaitu tolong, mohon, mari, silakan, coba, ayo, biar, harap, hendak(lah/nya) dan sudi kiranya / sudilah kiranya / sudi apalah kiranya. Kesantunan linguistik dalam bahasa Inggris ditandai oleh penggunaan ungkapan kesantunan seperti please, can, could, will, would, may dan juga penggunaan hedging.

Penerjemahan selalu ditandai oleh pelibatan dua bahasa, yaitu bahasa sumber dan bahasa sasaran. Kedua bahasa itu pada umumnya berbeda dalam tatabahasa, semantik dan budaya yang melatar belakanginya. Sebagai akibatnya, acapkali timbul masalah dalam proses pengalihan pesan (Nababan, 2010: 1). Seperti yang telah dikemukakan pada bagian pendahuluan, kesantunan sebagai fenomena linguistik dan budaya juga menimbulkan masalah yang rumit bagi penerjemah, yang harus dia pecahkan dengan menerapkan strategi dan teknik penerjemahan yang tepat. Strategi dan teknik penerjemahan apapun yang digunakan penerjemah dalam mengatasi persoalan penerjemahan selalu dimaksudkan,

(7)

4

disadari atau tidak, untuk menghasilkan terjemahan yang berkualitas, yang harus memenuhi kriteria-kriteria akurat, berterima dan mudah dipahami. Kriteria keakuratan akan dapat dipenuhi apabila pesan teks bahasa sumber dipertahankan secara utuh dalam teks bahasa sasaran. Sementara itu, kriteria keberterimaan akan dapat diwujudkan apabila teks terjemahan sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa sasaran, budaya dan norma yang berlaku dalam bahasa sasaran. Selanjutnya, kriteria keterbacaan akan dapat dicapai jika teks terjemahan dapat dipahami dengan mudah oleh pembaca sasaran.

Meskipun prioritas utama penerjemahan adalah pengalihan pesan secara akurat ke dalam teks sasaran, persoalan keberterimaan terjemahan tidak boleh diabaikan begitu saja. Pembaca sasaran sebagai tujuan utama terjemahan tentu tidak menghendaki terjemahan yang mereka baca bertentangan atau tidak sesuai dengan norma dan budaya mereka. Oleh sebab itu, persoalan kesantunan dalam penerjemahan merupakan bagian dari konsep keberterimaan.

Untuk menerjemahkan penanda kesantunan linguistik secara akurat dan berterima dibutuhkan kompetensi kebahasaan dan kompetensi budaya sangat memadai. Di samping itu, diperlukan pula kemampuan dalam memilih dan menerapkan teknik-teknik penerjemahan secara tepat. Molina dan Albir (2002) menawarkan 18 teknik penerjemahan. Tiga di antaranya, yakni teknik peminjaman, Calque dan teknik harfiah berorientasi pada bahasa sumber sedang ke lima belas teknik penerjemahan lainnya berorientasi pada bahasa sasaran. Ke delapan belas teknik penerjemahan yang dimaksudkan adalah sebagai berikut: (a). Peminjaman adalah teknik penerjemahan dimana penerjemah meminjam kata atau ungkapan dari bahasa sumber. Peminjaman itu bisa bersifat murni (pure borrowing) atau peminjaman yang sudah dinaturalisasi (naturalized borrowing). Contoh pure borrowing adalah harddisk yang diterjemahkan menjadi harddisk, sedangkan contoh naturalized borrowing adalah computer yang diterjemahkan menjadi komputer. (b). Calque adalah teknik penerjemahan dimana penerjemah menerjemahkan frasa bahasa sumber secara literal. Contoh: secretary general diterjemahkan menjadi sekretaris jendral. Interferensi struktur bahasa sumber pada bahasa sasaran adalah ciri khas dari teknik calque. (c). Penerjemahan harfiah merupakan teknik penerjemahan dimana penerjemah telah menyesuaikan struktur kalimat terjemahan dengan struktur kalimat yang berlaku dalam bahasa sasaran. Namun, dia memadankan suatu kata sumber secara harfiah dalam bahasa sasaran. Misalnya, kalimat I kill my time by reading a novel diterjemahkan menjadi Saya membunuh waktuku dengan membaca novel. Tampak jelas bahwa teknik penerjemahan yang diterapkan dalam menerjemahkan kata kill adalah teknik harfiah. (d). Transposisi merupakan teknik penerjemahkan dengan mengubah susunan kata (structural adjustment) atau menggeser (shifting) kategori kata dan satuan lingual (unit). Penyesuaian susunan kata wajib dilakukan apabila struktur kata dalam bahasa sumber dan bahasa sasaran berbeda. Pergeseran kategori merujuk pada perubahan kelas kata bahasa sumber dalam bahasa sasaran. Contoh: The objective of this study is to examine the impact of translation technique on translation quality yang diterjemahkan menjadi Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dampak teknik penerjemahan pada kualitas terjemahan. Pada contoh tersebut, kata benda objective bergeser menjadi kata kerja bertujuan. Di samping itu, dapat pula dilakukan pergeseran satuan lingual, misalnya, dari tataran kata observable menjadi tataran frasa yang dapat diamati. Perubahan dari satu kalimat kompleks menjadi dua atau tiga kalimat sederhana merupakan wujud dari penerapan teknik transposisi. (e). Adaptasi adalah teknik penerjemahan dimana penerjemah menggantikan unsur budaya bahasa sumber dengan unsur budaya yang mempunyai sifat yang sama dalam bahasa sasaran, dan unsur budaya tersebut akrab bagi pembaca sasaran. Ungkapan as white as snow, misalnya, digantikan dengan ungkapan seputih kapas, bukan seputih salju karena salju tidak dikenal

(8)

5

dalam bahasa sasaran. (f). Amplifikasi adalah teknik penerjemahan yang mengeksplisitkan atau memparafrase suatu informasi yang implisit dalam bahasa sumber. Kata Ramadan, misalnya, diparafrase menjadi Bulan puasa kaum muslim. Teknik amplikasi ini mirip dengan teknik addition, atau gain. (g). Kesepadanan lazim adalah teknik untuk menggunakan istilah atau ungkapan yang sudah lazim (berdasarkan kamus atau penggunaan sehari-hari). Teknik ini mirip dengan penerjemahan harfiah. Contoh : kata efisien dan efektif lebih lazim digunakan daripada kata sangkil dan mangkus. Realisasi dari teknik ini adalah dengan menggunakan istilah yang lebih umum atau lebih netral. Kata penthouse, misalnya, diterjemahkan menjadi tempat tinggal, dan becak diterjemahkan menjadi vehicle (subordinat ke superordinat). (h). Realisasi dari teknik partikularisasi adalah dengan menggunakan istilah yang lebih konkrit atau presisi. Contoh: air transportation diterjemahkan menjadi helikopter (superordinat ke subordinat). Teknik ini merupakan kebalikan dari teknik generalisasi. (i). Modulasi merupakan teknik penerjemahan dimana penerjemah mengubah sudut pandang, fokus atau kategori kognitif dalam kaitannya dengan teks sumber. Perubahan sudut pandang tersebut dapat bersifat leksikal atau struktural. Misalnya you are going to have a child, diterjemahkan menjadi Anda akan menjadi seorang bapak. Contoh lainnya adalah I cut my finger yang diterjemahkan menjadi Jariku tersayat, bukan saya memotong jariku. (j). Teknik reduksi merupakan kebalikan dari teknik amplifikasi. Informasi teks bahasa sumber dipadatkan dalam bahasa sasaran. Contoh: the month of fasting diterjemahkan menjadi Ramadan. Teknik ini mirip dengan teknik penghilangan (ommission atau deletion atau subtraction) atau implisitasi. Dengan kata lain, informasi yang eksplisit dalam teks bahasa sumber dijadikan implisit dalam teks bahasa sasaran. (k). Teknik penghilangan. Teknik ini mirip dengan teknik reduksi. Baik teknik reduksi maupun teknik penghilangan menghendaki penerjemah untuk melakukan penghilangan. Teknik reduksi ditandai oleh penghilangan secara parsial sedangkan teknik penghilangan ditandai oleh adanya penghilangan informasi secara menyeluruh. (l). Teknik penambahan. Teknik ini lazim diterapkan dalam kegiatan penerjemahan. Penambahan yang dimaksud adalah penambahan informasi yang pada dasarnya tidak ada dalam kalimat sumber. Kehadiran informasi tambahan dalam kalimat sasaran dimaksudkan untuk lebih memperjelas konsep yang hendak disampaikan penulis asli kepada para pembaca sasaran. Contoh : She came late diterjemahkan menjadi Wanita tua itu datang terlambat. (m). Teknik variasi. Realisasi dari teknik ini adalah dengan mengubah unsur-unsur linguistik atau paralinguistik yang mempengaruhi variasi linguistik: perubahan tona tekstual, gaya bahasa, dialek sosial, dialek geografis. Teknik ini lazim diterapkan dalam menerjemahkan naskah drama. Contoh: I don‟t care what you are talking about yang diterjemahkan menjadi Gue nggak peduli elu ngomong apa

Metodologi Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan analisis isi. Data penelitian ini berupa 1) penanda-penanda kesantunan linguistik, 2) teknik-teknik penerjemahan yang digunakan dalam menerjemahkan penanda-penanda kesantunan linguistik, dan 3) pernyataan-pernyataan tentang kualitas terjemahan penanda-penanda kesantunan linguistik dalam bahasa Indonesia.

Data tentang penanda-penanda kesantunan linguistik bersumber pada The Very Best of Donald Duck Comics Series dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia. Demikian pula, data tentang teknik penerjemahan juga diperoleh dari komik tersebut. Sementara itu data tentang tingkat keakuratan dan keberterimaan didapatkan dari penilai (rater) dengan menerapkan analisis dokumen dan pemanfaatan kuesioner penilaian kualitas terjemahan dari Nababan, Ardiana dan Sumardiono (2012).

(9)

6

Data penelitian ini dianalisis dengan menerapkan teknik analisis data yang ditawarkan oleh Spradley (2006) yang terdiri atas analisis domain, analisis taksonomi, analisis komponensial dan analisis tema budaya.

Analisis data menunjukkan bahwa dalam teks bahasa sumber terdapat 53 tuturan imperatif dan digunakan 3 jenis strategi kesantunan, yaitu bald on record, kesantunan positif dan kesantunan negatif. Frekuensi penggunaan dari masing-masing strategi kesantunan tersebut dirangkum dalam Tabel 4.1. di bawah ini.

Tabel 4.1. Frekuensi Penggunaan Strategi Kesantunan pada Tuturan Imperatif

No Strategi Kesantunan Data Frekuensi

1 Bald on record 01, 06, 07, 09, 13, 14, 15, 16, 17, 20, 23, 26, 28, 29, 31, 34, 39, 40, 44, 48, 49, 51, 52, 53 24 2 Positive politeness 04, 05, 08, 10, 12, 19, 21, 22, 24, 25, 27, 30, 32, 33, 35, 42, 45, 50, 18 2 Negative politeness 02, 03, 011, 18, 36, 37, 38, 41, 43, 46, 47, 11

Bald on strategy merupakan strategi kesantunan yang dinyatakan secara langsung dan singkat serta tidak berusaha meminimalisasi ancaman terhadap muka pendengar, seperti yang dicontohkan oleh data berikut berikut ini.

“Hey, Duck! Get a move on! We aren’t paying you to loaf!” (01) “Fasten your seatbelts! We’re taking off!” (06)

“Show Mr Gearloose the moonbean moderator!” (29)

Positive politeness (kesantunan positif) merupakan strategi kesantunan yang berusaha meminimalisasi ancaman terhadap muka positif pendengar dengan jalan mengemas tuturan sedemikian rupa. Strategi ini berusaha mendapatkan kerjasama dari pendengar, seperti yang dicontohkan oleh data di bawah ini.

“Please, Help! “ (04)

“Well just take a short cut across these fields!” (05) “Watch out your driving, Duck! “ (08)

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, strategi kesantunan negatif berusaha membebani pendengar (lawan bicara) dengan tanpa mempertimbangkan muka negatif pendengar atau lawan bicara, dan bentuknya merupakan formasi taklangsung, seperti yang dicontohkan oleh data di bawah ini.

“You’ve got to arrest us!” (11) “You just have to arrest me! “ (18) “You boys best be carefull!” (19)

Kesantunan linguistik (linguistic politeness) adalah ungkapan entitas linguistik yang kehadirannya dalam tuturan menyebabkan tuturan tersebut menjadi lebih santun dibandingkan dengan tuturan sebelumnya (Rahardi, 1999: 16). Dalam teks bahasa sumber ditemukan beragam penanda kesantunan linguistik pada tuturan imperatif, seperti please, just, let‟s / So, let‟s, sapaan (misalnya, you boys, kids, guys, Mr., Miss), you‟ve got to, can, seperti yang dirangkum dalam Tabel 4.2 di bawah ini

(10)

7

Tabel 2. Penanda Kesantunan Linguistik No Penanda Kesantunan Linguistik Data

1 Please... 04, 10

2 Just.... 05, 12, 18, 26, 43, 50, 51 3 Let‟s .../ So, let‟s 18, 22, 25, 27, 28, 35 4 Sapaan: 1. Duck 2. You boys 3. Donald 4. Kids 5. Mr. / Miss 6. Guys 7. Wally 8. Sir

9. You lousy spy 10. Wicked people 11. Mortals 12. Glamgold 13. Uncle 14. You wretch 15. Grandma 08 19 21, 24, 49 25 27 30 32 33 36 37 38 41 45 49 50 5 Deklarif: You have to /You‟ve got to 03, 11 6 Interogatif: Can you help me ... 33

Penggunaan penanda kesantunan please dimaksudkan untuk memperhalus maksud tuturan imperatifnya. Alasannya adalah karena dengan penanda kesantunan please tersebut dipahami tidak hanya sebagai imperatif perintah tetapi juga sebagai imperatif permintaan, seperti yang ditunjukkan oleh data di bawah ini.

“Please, Help?” (04) “Please arrest us” (10)

Hal yang sama juga terjadi pada penanda kesantunan just yang dilekatkan pada tuturan imperatif. Penggunaan kesantunan just tersebut dimaksudkan untuk memperhalus maksud tuturan imperatif, seperti yang dicontohkan oleh data di bawah ini.

“We’ll just take a short cut across these fields!” (05) “Just save us from that crazy Duck!” (12)

“You just have to arrest me!” (18)

“Don’t just be late for tomorrow’s race!” (26) “Just want you to cool down a little, ladies!” (43) “Just name it, Grandma!” (50)

“Just make sure the goat doesn’t get my flowering shrush!” (51)

Data di atas juga menunjukkan bahwa penanda kesantunan just yang dimaksudkan untuk memperhalus tuturan imperatif dikombinasikan dengan penanda kesantunan lainnya, seperti sapaan Grandma (50) dan dituturkan dengan formasi taklangsung (18 dan 43) dengan tujuan untuk lebih memperhalus maksud tuturan imperatifnya.

(11)

8

Di dalam penelitian ini ditemukan pula penggunaan sapaan sebagai penanda kesantunan linguistik, yang frekuensi kemunculannya tinggi. Disebut demikian karena dari 53 tuturan imperatif teridentifikasi 17 tuturan imperatif menggunakan sapaan sebagai penentu kesantunan linguistik, seperti yang ditunjukkan oleh data berikut ini.

“Watch out your driving, Duck!” (08) “You boys best be carefull!” (19) “Come play with us, Donald!” (21) “Help us, unca Donald!” (24)

“Let’s do some sightseeing, kids!” (25)

“So, let’s fly out to your exciting project, Mr and Miss Lengrad!” (27) “Let’s fly to Montreal, guys!” (30)

“Look at that getup, Wally!” (32)

“Excuse me, sir, can you help me with my car?” (33) “Stay here, you lousy spy!” (36)

“Hear me, wicked townspeople!” (37) “Er....stay here, Mortals!” (38)

“Keep your big beak shut, Glomgold!” (41) “Find yourself another driver, uncle! “ (45) “Get out of here, you wretch!” (47)

“Don’t forget little Gretchen, Donald!” (49) “Just name it, Grandma!” (50)

Sapaan sebagai penentu kesantunan linguistik biasanya digunakan apabila penutur dan pendengar sudah akrab.

Ditemukan pula 2 tuturan imperatif (03 dan 11) dalam penelitian ini yang penanda kesantunan linguistiknya diwujudkan melalui kalimat deklaratif dan 1 tuturan imperatif (33) yang penentu kesantunan linguistiknya diungkapkan melalui tuturan interogatif. Teknik penerjemahan yang digunakan dalam menerjemahkan penanda kesantunan linguistik pada tuturan imperatif yang terdapat dalam The Very Best of Donald Duck Comics Series. Analisis terhadap data sumber dan data sasaran menunjukkan bahwa ada 5 jenis teknik penerjemahan yang digunakan, seperti yang dirangkum dalam Tabel 4.3 di bawah ini.

Tabel 3. Teknik Penerjemahan Penanda Kesantunan Linguistik

No Teknik Penerjemahan Data Jumlah

1 Harfiah 03, 11, 36, 37, 38 5 2 Variation 04, 10, 19, 22, 25, 27, 33, 41, 43, 50, 51 11 3 Peminjaman 21, 32, 49 3 4 Pengurangan (reduction) 12, 18, 26, 35, 47, 5 5 Padanan Mapan 08, 42, 45, 7 Total 33

Teknik Harfiah. Penerapan teknik penerjemahan harfiah ditandai oleh penyesuaian struktur bahasa sumber dalam bahasa sasaran dan makna yang digunakan adalah makna harfiah. Hal itu ditunjukkan oleh data 03, 11, 36, 37 dan 38 di bawah ini.

“You’ve got to be more carefully when clean!” (03) (Kamu harus lebih berhati-hati kalau membersihkan!) “You’ve got to arrest us!” (11)

(12)

9 (Kalian harus menangkap kami!) “Stay here, you lousy spy! “(36)

(Diam di sini, kamu mata-mata payah!) “Hear me, wicked townspeople!” (37) (Dengarkan aku, penduduk kota jahat!) “Stay here, Mortals!” (38)

(Tetap di sini, makluk hidup!)

Teknik Variasi. Teknik variasi digunakan untuk menerjemahkan dialek (sosial dan geografi) dan terkait dengan penggunaan ragam bahasa (formal dan informal), seperti yang ditunjukkan oleh data berikut ini. Pemadanan penanda kesantunan linguistik please menjadi tolong (04, 10) terkait dengan pemadanan ragam bahasa karena penanda tersebut dapat pula diterjemahkan menjadi mohon.

“Please, Help!” (04) (Tolong!)

“Please arrest us! “(10) (Tolong tangkap kami!)

Hal yang sama juga terjadi pada pemadanan penanda kesantunan linguistik yang berupa sapaan dimana you boys (19) diterjemahkan menjadi anak, kids (25) menjadi anak-anak, ladies (43) menjadi cewek-cewek dan Grandma (50) menjadi Nek.

“You boys best be carefull!” (19) (Kalian berhati-hatilah, anak-anak!)

“Let’s do some sightseeing, kids!” (25) (Ayo kita jalan-jalan, anak-anak!)

“Just want you to cool down a little, ladies!” (43) (Cewek-cewek, kalian tenang sedikit, dong!) “Just name it, Grandma!” (50)

(Sebutkan saja, Nek!)

Penanda kesantunan linguistik let dalam bahasa Inggris mempunyai beragam padanan tergantung pada konteks situasi tuturan karena penanda tersebut dapat diterjemahkan menjadi mari, biar, dan ayo/yuk. Oleh sebab itu, pemadanan let pada data 22, 27 dan 27 menjadi Ayo, mari dan ayo diwujudkan dengan menerapkan teknik variasi.

“Let’s nose around the woodpile!” (22) (Ayo kita ke tumpukan kayu!)

(13)

10

(Mari kita terbang ke proyekmu yang menarik, Pak dan Nona LeGrand!) “Let’s fly to Montreal, guys!” (30)

(Ayo kita terbang ke Montreal!)

Teknik variasi juga diterapkan dalam menerjemahkan penanda kesantunan linguistik just (05, 51)

“We’ll just take a short cut across these fields!” (05)

(Kita hanya tinggal mengambil jalan pintas melalui ladang ini!) “Just make sure the goat doesn’t get my flowering shrush!”(51) (Pastikan saja si kambing tidak memakan bungaku!”

Teknik Peminjaman. Terdapat dua jenis teknik peminjaman yang diterapkan dalam menerjemahkan penanda kesantunan linguistik, yang berwujud sapaan, yaitu peminjaman murni dan peminjaman alamiah. Masing-masing sapaan Donald (21), Lengrad (27) dan Wally (32) diterjemahkan dengan teknik peminjaman murni sedang sapaan Donald (49) diterjemahkan dengan teknik peminjaman alamiah.

“Come play with us, Donald!” (21) (Ayo bermain dengan kami, Donald!)

“So, let’s fly out to your exciting project, Mr and Miss Lengrad!” (27) (Mari kita terbang ke proyekmu yang menarik, Pak dan Nona LeGrand!) “Look at that getup, Wally!” (32)

(Lihat pakaiannya, Wally!)

“Don’t forget little Gretchen, Donald! “ (49) (Jangan lupakan si mungil Gretchen, Donal!)

Penghilangan. Teknik ini direalisasikan dengan menghilangkan penanda kesantunan linguistik dari teks bahasa sasaran. Tuturan imperatif dalam teks sumber menunjukkan kehadiran penanda kesantunan linguistik, yakni just (12, 18, 26), let (35) dan sapaan you wretch (47). Akan tetapi, padanan penanda kesantunan tersebut dihilangkan dari teks bahasa sumber.

“Just save us from that crazy Duck!” (12) (Selamatkan kami dari bebek gila itu!) “You just have to arrest me!” (18) (Kalian harus menangkap kami!)

“Don’t just be late for tomorrow’s race!” (26) (Jangan terlambat untuk lomba besok!)

“Let’s hit him on the head!” (35) (Pukul kepalanya!)

(14)

11 “Get out of here, you wretch!” (47) (Pergi kau dari sini!)

Padanan Mapan. Seperti yang telah dikemukakan pada subbagian kajian teori, kesepadanan lazim adalah teknik untuk menggunakan istilah atau ungkapan yang sudah lazim (berdasarkan kamus atau penggunaan sehari-hari). Penerapan teknik ini dapat dilihat pada data 08, 42 dan 45 di bawah ini.

“Watch out your driving, Duck! “ (08) (Perhatikan cara mengemudimu, Bebek!) “Don’t let him provoke you, uncle!” (42) (Jangan terpancing paman!)

“Find yourself another driver, uncle!” (45) (Silakan cari pengemudi lain, Paman!)

Tingkat Keakuratan dan Keberterimaan Terjemahan Penanda Kesantunan Linguistik. Tingkat keakuratan dan keberterimaan penanda kesantunan linguistik pada tuturan imperatif dalam penelitian ini tergolong baik. Disebut demikian karena sebagian besar makna pragmatik penanda kesantunan tersebut dialihkan secara utuh ke dalam teks sasaran dan daya pragmatiknya juga tetap dipertahankan dalam terjemahan. Meskipun demikian ada beberapa terjemahan yang tidak akurat sebagai akibat dari penerapan teknik penghilangan. Penghilangan penanda kesantunan linguistik dalam terjemahan akan secara otomatis menghilangkan daya pragmatik penanda tersebut pada tuturan imperatif. Secara otomatis pula, terjemahan yang demikian kurang berterima dalam bahasa sasaran.

Simpulan dan Saran

Berdasarkan analisis data dapat disimpulkan bahwa digunakan tiga strategi kesantunan, yaitu bald of record, positive politeness dan negative politeness dan 35 penanda kesantunan linguistik pada tuturan imperatif dalam The Very Best of Donald Duck Comic Series. Sementara itu, terdapat 5 teknik penerjemahan yang digunakan untuk menerjemahkan penanda kesantunan linguistik tersebut, yaitu teknik harfiah, variasi, peminjaman, padanan mapan dan penghilangan. Penerapan teknik-teknik penerjemahan tersebut menghasilkan terjemahan yang tergolong akurat dan berterima meskipun ada beberapa terjemahan yang kurang atau bahkan tidak akurat dan berterima sebagai akibat dari penerapan teknik penghilangan.

Atas dasar temuan tersebut disarankan agar teknik penghilangan harus dihindari dalam menerjemahkan penanda kesantunan linguistik karena penerapan teknik tersebut akan membuat terjemahan menjadi kehilangan makna pragmatik dan daya pragmatiknya.

Daftar Rujukan

Brown, P. & Levinson, S.C. (1996) Politeness: Some universals in language usage. Cambridge: Cambridge University Press.

(15)

12

Leech, G. (1983) Principles of pragmatics. London: Longman Group Limited

Molina, L & Albir, A.H. (2002) “Translation technique revisited: A dynamic and functionalist approach”. Dalam Jurnal Meta, Vol. XLVII, No. 4, 499-512

Nababan, M.R. (2010) “Teknik-teknik penerjemahan teks”. Makalah Disajikan dalam Seminar Nasional Penerjemahan “Teknik Penerjemahan Teks” pada tanggal 30 Juni 2010 di Universitas Widya Mandala Madiun.

Nababan, M.R, Ardiana & Sumardiono (2012) “Pengembangan model penilaian kualitas terjemahan”. Laporan Penelitian HIKOM. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Rahardi, R.K. “Imperatif dalam bahasa indonesia: Penanda-penanda kesantunan

lingustiknya”. Dalam Jurnal Humaniora No. 11 Mei – Agustus 1999. Spradley, J. 2006. Metode Etnografi. Yogyakarta: Tiara Wacana

Thomas, Jenny. 1995. Meaning in Interaction: an Introduction to Pragmatics. New York: Longman Group Limited.

Yaqubi, Mojde., Sharifabad & Rahman (2012) “Gender-linked choice of politeness strategies applied to translation of persian cace-threatening acts into English.” Dalam International Journal of Applied Linguistics & English Literature Vol. 1 No. 7; November 2012

Yule, G. (1996) Pragmatics. Oxford: Oxford University Press

Zhang, Tao. (2011) ” Politeness principle in the translation of business letters”. Dalam Jurnal Theory and Practice in Language Studies, Vol. 1, No. 6, pp. 615-621, June 2011

Gambar

Tabel 4.1. Frekuensi Penggunaan Strategi Kesantunan pada Tuturan Imperatif
Tabel 2. Penanda Kesantunan Linguistik  No  Penanda Kesantunan Linguistik  Data
Tabel 3. Teknik Penerjemahan Penanda Kesantunan Linguistik

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian tentang efektifitas terapi murottal Al- Qur’an terhadap penurunan intensitas nyeri persalinan kala I fase aktif didapatkan hasil yang menunjukkan

Siswa yang memberi jawaban baru/tidak baru terhadap pokok bahasan tekanan dengan menggunakan strategi elaborasi dari 40 siswa 32 orang menjawab baru atau

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengetahui keutamaan bulan Muharram tersebut kecuali di akhir umurnya atau karena pada saat itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa

Pada kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima kasih kepada bcrbagai pihak yang membantu terlaksananya penelitian ini, terutama pada Proyek Peningkat'ul Penelitian dan

Sudah konsisten ( berperilaku ) baik sesuai yang diharapkan dalam menghargai tubuh, berperilaku sportif tanggung jawab, menghargai perbedaan karakteristik individu,

Perilaku seks pranikah mahasiswa kost dengan induk semang dan tanpa induk semang bukan di tempat umum ... Perilaku seksual yang dilakukan di

Brebes, Tegal, Kota Tegal, Pemalang, Pekalongan, Kota Pekalongan dan Batang 400 V V Dinas PSDA, Dinas Pertanian, Bappeda 2 Sosialisasi Zona Pemanfaatan Sumber Air dan

(3) Terhadap wajib pajak yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini, segera dilakukan tindakan penagihan pajak dengan surat paksa, surat