• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKSISTENSI PRINSIP GOOD GOVERNANCE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EKSISTENSI PRINSIP GOOD GOVERNANCE"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

UnizarLawReview

Volume 4 Issue 1, June 2021 E-ISSN: 2620-3839

Nationally Accredited Journal (Sinta 5), Decree No. 200/M/KPT/2020 Open Access at: hhttp://e-journal.unizar.ac.id/index.php/ulr/index

EKSISTENSI PRINSIP GOOD GOVERNANCE DALAM MENCEGAH

TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA

THE EXISTENCE OF GOOD GOVERNANCE PRINCIPLES IN

PREVENTING CORRUPTION IN INDONESIA

Ismail M.Z

Fakultas Hukum Universitas Nahdatul Wathan Mataram Email: [email protected]

Abstrak

Permasalahan yang hendak di kaji dalam artikel ini yakni bagaimanakah eksistensi prinsip good governance dalam mencegah tidak pidana korupsi di Indonesia. Mengingat ketidakberdayaan dan ketidakberhasilan pemerintah dalam pemberantasan korupsi, yang semakin memperburuk citra pemerintah di mata masyarakat dan bahkan masyarakat menjadi semakin apatis dan tidak percaya terhadap upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi dan penegakan supremasi hukum. Peneliti menggunakan penelitian hukum normatif-empiris, yaitu penelitian yang dilakukan dengan mengkaji ketentuan perundang-undangan (inabstracto) serta melihat praktik korupsi yang semakin masive terjadi di lapangan (inconcreto) untuk kemudian dilakukan kajian dan analisis secara mendalam. Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyimpulkan bahwa prinsip good governance mempunyai peranan dalam mencegah terjadinya tindak pidana korupsi namun dalam tataran prakteknya tidak cukup untuk mencegah jika tidak adanya kesadaran hukum baik dimasyarakat umum maupun pejabat pemerintahan.

Kata kunci : Eksistensi Good Governance; Tindak Pidana Korupsi

Abstract

The problem that will be studied in this article is how the existence of the principle of good governance in preventing corruption in Indonesia is not. Given the powerlessness and failure of the government in eradicating corruption, which further worsens the image of the government in the eyes of the public and even the public becomes increasingly apathetic and distrustful of the government’s efforts in eradicating corruption and upholding the rule of law. The researcher uses normative-empirical legal research, namely research conducted by reviewing statutory provisions (inabtracto) and seeing increasingly massive corrupt practices occurring in the field (inconcreto) to then conduct in-depth study and analysis. Based on the results of the study, the authors conclude that the principle of good governance has a role in preventing the occurrence of criminal acts of corruption, but in practice it is not enough to prevent it if there is no legal awareness both in the general public and government officials.

Keywords: Good Governance Existence; Corruption A. PENDAHULUAN

Korupsi adalah sebuah kata dan cerita yang tidak pernah habis untuk dibicarakan orang seantero dunia, khususnya di Indonesia. Masyarakat Indonesia dikejutkan dengan munculnya

(2)

kasus korupsi yang menyita perhatian publik disaat dunia tengah dilanda pandemi covid19 termasuk Indonesia. Perbuatan korupsi tentu saja melibatkan pejabat negara dan beberapa pejabat di daerah untuk memperkaya diri sendiri, kelompoknya, dan korposasi1. Oleh karena

itu, tidaklah berlebihan kalau korupsi itu merupakan salah satu jenis penyakit kronis akut yang dihadapi oleh bangsa Indonesia yang setiap saat kambuh dan sangat sulit untuk disembuhkan. Peningkatan pendapatan negara dari sektor pajak dan dari sumber kekayaan alam lainnya selama ini belum berpihak kapada kepentingan dan kemakmuran rakyat banyak. Dalam realitas kehidupan kita dalam berbangsa dan bernegara ternyata kebocoran penyalahgunaan terhadap keuangan negara tetap masih tinggi Seiring dengan maraknya korupsi di Indonesia, menempatkan indek persepsi korupsi Indonesia berada pada skor 37 dengan rengking 102 dari 1080 negara di dunia2.

Permasalahan organisasi birokrasi yang gemuk dalam rangka penyelenggaraan negara dan pemerintahan bangsa dewasa ini diantaranya adalah tatanan organisasi dan manajemen pemerintah pusat yang belum mantap, desentralisasi daerah yang menyulitkan koordinasi, format perangkat pemerintahan di daerah yang duplikatif, kompetensi aparatur yang memprihatinkan termasuk agenda kebijakan yang tidak efektif dalam menghadapi permasalahan dan tantangan pembangunan bangsa.

Realita di atas, semakin menjadikan ketidakberdayaan dan ketidak berhasilan pemerintah dalam pemberantasan korupsi, sehingga hal ini justru semakin memperburuk citra pemerintah di mata masyarakat dan bahkan masyarakat menjadi semakin apatis dan tidak percaya terhadap upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi dan penegakan supremasi hukum di negeri ini. Ketika Pemerintah melakukan revisi terhadap undang-undang Tindak Pidana Korupsi beberapa waktu yang lalu, menimbulkan reaksi yang keras dari sebagian besar masyarakat, namun pemerintah tetap tidak bergeming dengan tuntutan masyarakat agar revisi UU KPK Itu dibatalkan. Karena tuntutan masyarakat tidak didengarkan oleh pemerintah maka lahirlah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ). Lahirnya UU tentang KPK ini diharapkan mampu mengurangi kewenangan KPK dalam kegiatan pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Perkembangan teknologi dan informasi membuka peluang bagi masyarakat dan organisasi non-pemerintah mendapatkan untuk menyusun kekuatan dan informasi untuk membasmi korupsi. Gerakan menuju keterbukaan,

1 Amir Syamsuddin, Asas Umum Pemerintahan yang Baik, Jurnal Keadilan, Vol. 2 No. 5

Tahun 2005, Jakarta.

2

https://www.dw.com/id/transparency-international-indeks-persepsi-korupsi-indonesia-anjlok-ke-rank-ing-102/a-6372181#:~:text=Dalam%20laporan%20terbaru%20Transparency%20International,masih%20 ada%20di%20ranking%2085. Diakses 23 Maret 2021.

(3)

akuntabilitas, dan bentuk-bentuk pemerintah berdasarkan demokrasi di semua lini semakin meningkat. Sehingga saat ini selain kerugian besar yang ditimbulkan korupsi semakin banyak dibicarakan dalam masyarakat, termasuk juga solusi-solusi yang ditawarkan berbagai kalangan baik dari LSM, civitas akademik, pemerhati pemerintahan. Salah satu yang paling mendapat tempat yakni konsep good governance yang bisa menjadi salah satu solusi jika diterapkan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Masyarakat luas juga mengharapkan melalui good governance dapat mengkikis perbuatan yang merugikan kepentingan umum yang terjadi dalam pemerintahan. Korupsi adalah simbol dari pemerintahan yang tidak benar, yang dicerminkan oleh patronese,

prosedur berbelit-belit, unit pemungut pajak yang tidak efektif, pengurusan lisensi, korupsi besar-besaran dalam pengadaan barang dan jasa, dan layanan masyarakat yang sangat buruk3.

Masih segar dalam ingatan kita dipenghujung tahun 2020 KPK telah melakukan operasi tangkap tangan ( OTT ) terhadap 2 orang Menteri telah melakukan korupsi dana bantuan sosial dan izin eksport lobster dengan nilai miliaran rupiah. Para pejabat menteri ini sadar dan faham bahwa negara ini tengah dilanda krisis pandemi yang melanda dunia, tidak terkecuali Indonesia, begitu tega menghianati bangsanya sendiri dengan memotong bantuan sosial yang seharus diterima utuh oleh masyarakat miskin yang terdampak ekonomi oleh covid 19. Tidak terkecuali dijajaran kementrian Perikanan dan Kelautan juga terjadi hal yang sama dengan modus yang berbeda yaitu melakukan suap menyuap dan jual beli perizinan dengan para pengusaha ekspor budi daya lobster ke luar negeri. Pejabat di KKP ini juga sadar bahwa petani kecil dibidang usaha perikanan ini sangat memerlukan perhatian berupa modal usaha untuk melakukan budi daya lobster, sehingga jika dijual atau dieksport lobster yang sudah besar harganya akan sangat tinggi, sehingga akan memberikan keuntungan buat petani tambah lobster, namun hal itu tidak dilakuan. Kejadian yang paling anyar adalah OTT perizinan pembanguan infrastruktur di Provinsi Sulawesi Selatan dengan bukti uang tunai miliaran rupiah sebagai bukti.

Berangkat dari uraian diatas, permasalahan yang hendak di kaji dalam artikel ini yakni bagaimanakah eksistensi prinsip good governance dalam mencegah tidak pidana korupsi di Indonesia.

B. Metode PenelItIAn 1. Jenis Penelitian

3 Nuraini, Pemberantasan Korupsi Melalui Good Governance, Jurnal ilmu

(4)

Berdasarkan rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini, maka peneliti menggunakan penelitian hukum normatif-empiris, yaitu penelitian yang dilakukan dengan mengkaji ketentuan perundang-undangan (inabstracto) serta melihat praktik korupsi yang semakin masive terjadi di lapangan (inconcreto) untuk kemudian dilakukan kajian dan analisis secara mendalam.

2. Metode Pendekatan

Dalam jenis penelitian normatif-empiris, maka penulis menggunakan pendekatan yang memandang hukum bukan sebagai perangkat kaidah yang bersifat normatif (law in books), akan tetapi juga melihat bagaimana hukum itu bisa diterapkan di tengah-tengah masyarakat, oleh karena itu pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini Pendekatan perundang-undangan untuk menganalisis eksistensi prinsip good governance dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Pendekatan Konseptual digunakan untuk memahami konsep yang digunakan sebagai aspek yuridis tentang good governance dan kekuasaan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi di era reformasi saat ini. Pendekatan Empiris digunakan untuk mengetahui dan melihat, mengamati gejala dan dinamika pemberantasan tindak pidana korupsi dalam upaya mewujudkan tata pemerintahan yang baik (Good Governance).

C. HAsIl PenelItIAn dAn PeMBAHAsAn 1. Good Governance dalam Paradigma Konsep

Konsep governance secara sederhana merujuk pada proses pembuatan keputusan dan dan implementasinya Governance berlaku dan berlangsung di semua tingkatan baik nasional maupun lokal. Sementara itu good governance merujuk pada adanya akuntabilitas partisipasi konsensus transparansi efisiensi dan efektivitas responsivitas persamaan dan inklusivitas serta kepatuhan pada rule of law. Oleh karenanya realisasi good governance menjadi sangat penting karena dampaknya yang dapat mendorong terwujudnya pembangunan ekonomi daerah Artinya peningkatan pembangunan ekonomi daerah dimungkinkan dengan adanya good governance.

Good governance merujuk pada suatu proses dan aspirasi menuju governance systems yang lekat dengan beberapa nilai-nilai berikut: 1. Institusi publik yang efisien terbuka transparan tidak korup dan ak6ntabel di semua level termasuk prosedur pembuatan keputusan yang jelas; 2. Pengelolaan sumber daya manusia alam ekonomi dan finansial yang efektif dan efisien demi terciptanya pembangunan yang adil dan berkesinambungan; 3. Masyarakat demokratis dikelola dengan mempertimbangkan hak asasi manusia dan prinsip prinsip demokrasi; 4. Partisipasi civil society dalam proses pembuatan keputusan; 5. Penegakan hukum dalam bentuk the ability

(5)

to enforce rights and obligations through legal mechanism. Semua nilai nilai tersebut sangat relevan untuk melihat fenomena good local governance di Indonesia.

Efisiensi dan efektivitas konsep good governance secara sederhana merujuk pada proses pembuatan keputusan dan proses pengimplementasian keputusan tersebut. Dalam bahasa UNDP good governance is the manner in which power is exercised by the society in the management ofvarious levels of government of the country s social cultural political and economic resources. Lebih lanjut menurut Pierre dan Peters4 good governance should have devise means

ofaccomodating more continuous forms ofparticipation while still being able to supply the needed direction to society. Good governance ini menurut Asian Development Bank juga berkaitan dengan realisasi akuntabilitas dan transparansi pemerintahan daerah. Akuntabilitas adalah kewenangan yang dikelola pemerintah daerah yang dapat dipertanggungjawabkan secara transparan. Masalah akuntabilitas dan transparansi ini meliputi pengembangan kapa sitas institusi dalam melaksanakan kewenangan pemerintahan provinsi dan kabupaten kota.

Menurut Bagir Manan, good governance5 dapat disamakan dengan istilah asas-asas umum

pemerintahan yang baik6 dan diartikan dalam konteks pelaksanaan pemerintahan dan berkaitan

dengan penyelenggaran fungsi administrasi negara yang baik. Sedangkan United Nations Development Program (UNDP) mendefinisikan governance sebagai berikut : “governance is the exercise of economic, political, and administrative authory to manage a country’s affairs at all levels and means by which states promote social cohesion, integration, and ensure the well being of their population” ( kepemerintahan adalah pelaksanaan kewenangan/kekuasaan dibidang ekonomi, politik dan administratif untuk mengelola berbagai urusan negara pada setiap tingkatannya dan merupakan instrumen kebijakan negara untuk mendorong terciptanya kondisi kesejahteraan integritas, dan kohesivitas sosial dalam masyarakat)7.

Secara terperinci UNDP menjelaskan karakteristik dari pemerintahan yang mengandung good governance adalah sebagai berikut8 :

a. Participation, yakni pengakuan hak suara sama atas seluruh warga dala pembuatan keputsan baik secara langsung maupun tidak langsung atau intermediasi instutusi yangl legitimate mawakili kepentingannya

4 Jon Pierre dan B Guy Peters, Governance Politics and the State, New York, St Martin s Press, 2000, hlm.4.

5 Bagir Manan, Good Governance Hindarkan Rakyat Dari Tindakan Negara Yang Merugikan, Jurnal

Trans-paransi Edisi 14/Nov 1999, Jurnal TransTrans-paransi Online, Diakses Pada Tanggal 4 maret 2021.

6 Dalam ketentuan Pasal 20 Ayat (1) UU No.32 Tahun 2004, dinyatakan bahwa Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik

adalah :a. asas kepastian hukum; b. Asas tertib penyelenggara negara; c. Asas kepentingan umum; d. Asas keterbukaan; e. Asas proporsionalitas; f. Asas profesionalitas; g. Asas akuntabilitas; h. Asas efisiensi; i. Asas efektifitas.

7 Sedarmayanti, Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik) Dalam Rangka Otonomi Daerah; Upaya Membangun

Organisasi Efektif dan Efisien Melalui Restrukturisasi dan Pemberdayaan, Mandar Maju, Bandung, 2003, Hlm.3.

8 Sedarmayanti, Good Governance Dalam Rangka Otonomi Daerah ; Upaya Membangun Organisasi Efektif dan Efisien

(6)

b. Rule of law, yakni kebijakan berdasarkan pada hukum dan kadilan

c. Transparancy, yakni adanya kebebasan arus informasi dengan akses cepat bagi masyarakat yang membutuhkan

d. Responsiviness, yakni daya tangkap yang epatterhadap perkembanagan aspirasi masyarakat dan satake holder lainnya

e. Consensus orientaion, yakni berorientasi pada kesepakatan untuk kepentingan bersama f. Effectiveness and efficience yakni menghasilkan sesuatu sesuai dengan apa yang telah

direncanakan dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia sebaik mungkin

g. Accountability, yakni adanya tanggung jawab para pembuat keputusan baik pada masyarakat maupun pada stake holder

h. Equity and equalty, yakni kesedarajatan dan keadilan bagi seluruh masyarakat.

i. Strategic, yakni setiap pemimpin harus memiliki pandangan yang luas dan strategic serta jauh ke kedepan tentang pembangunan yang hendak dicapai.

2. eksistensi Good Governance dalam Mencegah tindak Pidana Korupsi

Persoalan korupsi pada dasarnya bersumber pada penyelewengan kekuasaan dan harus dapat diberantas dengan proposional. Perlu keyakinan tinggi untuk menyatakan bahwa good governance mampu menjadi salah satu upaya untuk melawan tindak pidana korupsi. Harus disadari bahwa praktek penyalahgunaan kewenangan pada akhirnya menimbulkan kecenderungan terjadinya praktik-praktik korupsi. Kita tentunya sepakat bahwa korupsi akan menyebabkan penyalahgunaan sumberdaya nasional yang sangat terbatas. Demikian pula bilamana kita salah mengelola sumberdaya, maka sudah dapat dipastikan bahwa tujuan yang hendak dicapai akan sirna atau dengan kata lain terjadi ketidakefektifan. Oleh karena itu, tidaklah keliru jika salah satu karakteristik good governance diwujudkan dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan maka masalah korupsi dapat diminimalisasikan.

Menurut Thomas Chan9, Asisten Direktur pada Komisi Independen Pemberantasan

Korupsi di Hongkong, korupsi terjadi dalam kondisi-kondisi berikut ini: (1) Lemahnya sistem pengawasan interen dan monitoring, lemahnya atau tidak jelasnya instruksi-instruksi resmi, struktur pengawasan yang tidak efektif, kurangnya saluran untuk melakukan komplain, semuanya mendistribusikan birokrasi yang berlebihan, dan kecenderungan untuk penyalahgunaan, banyaknya penundaan-penundaan, kurangnya koordinasi diantara

badan-9 Thomas Chan, “Planning the Fight against Corruption”, Makalah yang disampaikan pada International Anti-Corruption

(7)

badan pemerintah, menghasilkan suatu kondisi dimana publik dipaksa untuk membayar uang sogokan. (3) Kurangnya transparansi sehingga publik tidak mengetahui hak dan kewajibannya, tidak mengetahui badan mana yang harus dihubungi untuk suatu urusan, dan tidak mengetahui prosedur yang harus diikuti, menciptakan kondisi dimana publik dimanipulasi dalam berhubungan dengan pemerintah; dan (4) Birokrat yang kurang budaya melayani, pegawai negeri yang tidak melihat kewajiban akuntabilitasnya. Berdasarkan pada hal-hal di atas, jelas bahwa kunci utama dalam memberantas korupsi adalah transparansi dan perlunya akuntabilitas dari setiap pihak di dalam organisasi birokrasi.

Menurut John Hatton10 dalam makalahnya yang berjudul “Mechanisms of Accountability,

decentralisation of Power” yang disampaikan pada “International Anti Corruption Conference” di Cancun, Mexico 1993, tidak adanya mekanisme akuntabilitas dan pemeriksaan eksternal atau disebut dengan kekuasaan tanpa akuntabilitas akan menciptakan iklim yang ideal untuk korupsi.

Selain dari penerapan prinsip-prinsip good governance, solusi lain untuk mengatasi korupsi menurut pendapat Geovanni satori11 antara lain :

a. Biaya politik bisa dan harus dikurangi;

b. Pengeluaran elektoral harus di kontrol dan dibatasi;

c. Negara harus sejauh mungkin ditarik dari wilayah-wilayah ekstra politik guna mengurangi peluang dan godaan korupsi politik; dan

d. Hukuman harus diperkeras serta pengawasan yang benar-benar efektif harus dilaksanakan. Persoalannya kemudian adalah sampai sejauh mana hukum positif memberikan ruang gerak yang memadai kepada masyarakat untuk berperan serta dalam proses penegakan hukum, pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. Dengan pemahaman yang jelas dan tepat tentang konsep peran serta tersebut tentunya akan memudahkan dalam memahami dan mengetahui bagaimana sesungguhnya peran serta masyarakat yang dibutuhkan dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi yang sudah merajalela dan sangat sulit untuk diberantas. Upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi, tidak hanya menjadi kewenangan aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa, hakim, pengacara atau KPK sebagai lembaga yang secara khusus dibentuk menangani kasus tindak pidana korupsi, tetapi juga harus diingat bahwa andil masyarakat sangat besar dan diperlukan, karena Partisipasi Masyarakat meruapakan suatu keniscayaan. Bahwa partisipasi atau peran serta masyarakat

10 John Hatton, “Mechanisms of Accountability, Deentralization of Power and Openenes in the Fight against Corruption”,

Makalah yang disampaikan pada International Anti-Corruption Conference, Cancun, Maxico, 1993.

11 Geovanni satori , Comparative Engineering : An Inquiry into Structures incentive and outcames, Woshington Square,

(8)

dalam keseluruhan proses pembangunan adalah merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendesak dan urgen. Hal ini seiring dengan Negara Indonesia yang menyatakan diri sebagai sebuah Negara demokrasi, dimana sesunggunhya rakyatlah yang berdaulat, sehingga prinsip-prinsip keterbukaan atau transparansi merupakan suatu keniscayaan. Lebih lanjut menurut Philipus M Hadjon bahwa keterbukaan, baik “openheid” maupun “openbaarheid” sangat penting artinya bagi pelaksanaan pemerintahan yang baik dan demokratis. Prinsip keterbukaan ini menuntut agar seluruh kebijakan yang akan diambil oleh penguasa atau pemerintah harus diketahui dan didasarkan pada kondisi riil masyarakat. Bahkan pelaksanaan program pembangunan yang telah dan akan didelegasikan oleh rakyat kepada penguasa atau pemerintah harus dikontrol pelaksanaannya oleh masyarakat itu sendiri.

Partisipasi merupakan jiwa dari pengejawantahan prinsip good governance. Tanpa partisipasi, tidak akan pernah ada prinsip demokrasi dari, oleh dan untuk rakyat. Dari, oleh dan untuk rakyat dapat diartikan bahwa seluruh kebijakan publik yang dibuat dan dikeluarkan oleh pemerintah harus didasarkan atas aspirasi rakyat, diimplementasikan oleh rakyat dan pada akhirnya hasilnya juga akan dinikmati oleh rakyat itu sendiri.

Pada dasarnya pada penerapan good governance akan menciptakan open government dapat menghasilkan keterbukaan untuk masyarakat. Selain itu, open government juga dapat menghasilkan meningkatnya integritas yang akan berpengaruh pada akuntabilitas12.

Good governance pada dasarnya bertujuan untuk membantu terselenggaranya tujuan nasional yang merupakan salah satu fondasi dasar yang harus segera diterapkan. Haruslah diyakini bahwa penerapan good governance akan dapat membantu upaya-upaya dalam pemberantasan dan pencegahan korupsi maupun nepotisme. Merujuk pada beberapa karakteristik good governance, seyogyanya bilamana penegakan hukum, equity (keadilan) dapat ditegakkan maka, praktik-praktik penyalahgunaan kewenangan dapatlah diminimalisir. . prinsip transparansi, konsensus, partipasi, responsivitas dan strategic vision haruslah pula ditegakkan dalam setiap tingkatan, sehingga terjadi keseimbangan bagi institusiinstitusi penyelenggara negara (pihak negara, masyarakat bisnis, dan msyarakat sipil)13. Oleh karena itu, merupakan keniscayaan jika

salah satu karakteristik good governance diwujudkan dalam setiap lini pemerintahan, maka masalah korupsi dapat diminimalisir dan pencegahan tindak pidananya menjadi lebih efektif. Dalam hal ini penerapan prinsi akuntabilitas menjadi salah satu pendorong adanya kesadaran hukum baik dimasyarakat maupun pejabat pemerintahan khususnya.

12 https://www.kpk.go.id/id/berita/berita-kpk/818-kpk-dorong-implementasi-good-governance, diakses pada

tanggal 22 maret 2021.

13 Sjahruddin Rasu, Penerapan Good Governance Di Indonesia Dalam Upaya Pencegahan Tindak Pidana Korupsi,

(9)

d. KesIMPulAn

Berdasarkan kajian di atas, penulis menyimpulkan bahwa prinsip good governance mempunyai peranan dalam mencegah terjadinya tindak pidana korupsi namun dalam tataran prakteknya tidak cukup untuk mencegah jika tidak adanya kesadaran hukum baik dimasyarakat umum maupun pejabat pemerintahan

daftar Pustaka A. Buku

Geovanni satori , Comparative Engineering : An Inquiry into Structures incentive and outcames, Woshington Square, New York, New York Unversity Pres.

John Hatton, 1993, “Mechanisms of Accountability, Deentralization of Power and Openenes in the Fight against Corruption”, Makalah yang disampaikan pada International Anti-Corruption Conference, Cancun, Maxico.

Jon Pierre dan B Guy Peters, 2000, Governance Politics and the State, New York, St Martin s Press.

Sedarmayanti, 2003, Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik) Dalam Rangka Otonomi Daerah; Upaya Membangun Organisasi Efektif dan Efisien Melalui Restrukturisasi dan Pemberdayaan, Mandar Maju, Bandung.

Sedarmayanti, 2003, Good Governance Dalam Rangka Otonomi Daerah ; Upaya Membangun Organisasi Efektif dan Efisien Melalui Resrtkturisasi dan Pemberdayaan, Mandar Maju, Bandung.

Thomas Chan, 1993. “Planning the Fight against Corruption”, Makalah yang disampaikan pada International Anti-Corruption Conference, Cancun, Mexico, 1993.

B. Jurnal

Amir Syamsuddin, Asas Umum Pemerintahan yang Baik, Jurnal Keadilan, Vol. 2 No. 5. Tahun 2005, Jakarta.

Bagir Manan, 2001. Good Governance Hindarkan Rakyat Dari Tindakan Negara Yang Merugikan, Jurnal Transparansi Edisi 14/Nov 1999, Jurnal Transparansi Online, Diakses Pada Tanggal 4 maret 2021.

Nuraini, 2011, Pemberantasan Korupsi Melalui Good Governance, Jurnal ilmu Hukum,http://jih.unbari.ac.id/index.php/LEX_SPECIALIST/article/view/86, Vol.4 tahun 2011.

Sjahruddin Rasu, 2009, Penerapan Good Governance Di Indonesia Dalam Upaya Pencegahan Tindak Pidana Korupsi, MIMBAR HUKUM, Volume 21, Nomor 3, Oktober 2009, Halaman 409 – 628.

C. Website

(10)

https://www.dw.com/id/transparency-international-indeks-persepsi-korupsi-indonesia-anjlok-ke-ranking-102/a-372181#:~:text=Dalam%20laporan%20 terbaru%20Transparency%20International,masih%20ada%20di%20 ranking%2085. Diakses 23 Maret 2021.

d. Peraturan perundang-undangan

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945

Referensi

Dokumen terkait

Latar belakang dari penelitian ini ingin mengetahui dan memahami apakah prinsip good governance telah diterapkan dengan baik serta faktor yang memengaruhi optimalisasi

Fokus penelitian meluputi Prinsip-Prinsip Good Governance antara lain: (1) Profesionalitas yaitu kemempuan, keahlian serta moral pemerintah dalam memberikan

Untuk mengetahui prinsip-prinsip Good Governance Dalam Rangka Penyelenggaraan Pemerintah Yang Baik, maka kita harus mengetahui ciri – ciri dan karakteristik Good

Berdasarkan data pada tabel di atas dapat dilihat bahwa penerapan prinsip-prinsip good governance oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya berada pada kategori sangat

Fokus penelitian meluputi Prinsip-Prinsip Good Governance antara lain: (1) Profesionalitas yaitu kemempuan, keahlian serta moral pemerintah dalam memberikan

PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD ENVIRONMENTAL GOVERNANCE DALAM PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA ADMINISTRASI JAKARTA SELATAN Oleh NI PUTU DEPI YULIA PERAMESTI Institut

2 Faktor yang menghambat penerapan prinsip good governance dalam pelayanan publik menurut pandangan media pada pemerintah Provinsi Jawa Timur periode 2019-2024 antara lain: faktor

Bank sampah dan Penegakan hukum dalam pengelolaan sampah juga menjadi sebuah perwujudan pemerintah maupun pemerintah daerah dalam menerapkan prinsip Good Environmental Governance