• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perancangan Penempatan Access Point untuk Jaringan Wifi Pada Kereta Api Penumpang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Perancangan Penempatan Access Point untuk Jaringan Wifi Pada Kereta Api Penumpang"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Fakultas Ilmu Komputer

Universitas Brawijaya

2008

Perancangan Penempatan Access Point untuk Jaringan Wifi Pada Kereta

Api Penumpang

Prastise Titahningsih1, Rakhmadhany Primananda2, Sabriansyah Rizqika Akbar3

Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya Email: 1prastise.titah17@gmail.com, 2rakhmadhany@ub.ac.id, 3sabrian@ub.ac.id

Abstrak

Penerapan jaringan Wi-Fi semakin mudah, bahkan sekarang dapat ditemui pada beberapa transportasi umum. Jadi bukan tidak mungkin jika diterapkan pada kereta api penumpang. Namun penerapan pada kereta api penumpang mungkin akan dihadapkan oleh beberapa permasalahan seperti coverage area (badan kereta api) yang berbahan dasar utama besi dan baja. Seperti halnya pada penelitian sebelumnya, bahwa mengamati rugi-rugi propagasi kereta api penting karena dapat mempengaruhi kekuatan sinyal.( Kita, Ito, Yokoyama, Tseng, Sagawa, Ogasawara, ) dan berdasarkan pada penelitian pengoptimasian jaringan wifi pada ruang perkulihan ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan seperti aspek propagasi, dan aspek coverage area. (widyaningsih, 2013) Oleh karena itu perlu dilakukan pengamatan dan perhitungan yang sesuai, sehingga dapat menghasilkan perancangan yang efektif. Hingga jarak terjauh yaitu 21 meter dari pemancar perhitungan Link Budget untuk nilai RSL adalah -43 dBm dan SOM adalah 51 dB, dengan nilai tersebut dapat diketahui bahwa sinyal yang terpancar dapat menyebar dengan baik. Dan untuk perhitungan jumlah Access Point berdasarkan jangkauan Access Point dan kapasitas client didapat minimal 3 Access Point yang dapat memenuhi kebutuhan dalam kereta api penumpang. Dan dari hasil penerapan pada simulasi dengan penempatan 3

Access Point, dengan power transmit maksimal 18 dBm dan juga penerapan kanal yang berbeda, telah

menghasilkan nilai rata-rata RSSI -35 dBm hingga -55 dBm, dimana dengan nilai tersebut karakteristik sinyal diartikan dalam keadaan sangat baik (Excellent).

Kata Kunci : Access Point , Link Budget, RSSI

Abstract

The application of Wi-Fi networks is getting easier, even now it can be found on some public transport. So it is not impossible if applied to passenger trains. However, the implementation of passenger trains may be confronted by several issues such as coverage area (railway) which is made of iron and steel. As in previous research, observing railway propagation losses is important because it affects signal strength (We, Ito, Yokoyama, Tseng, Sagawa, Ogasawara) and based on research on wifi network optimization in the recovery room there are several aspects that need Be considered as aspect of propagation, and coverage area aspect. (Widyaningsih, 2013) Therefore it is necessary to observe and calculate the appropriate, so as to produce an effective design. Up to the furthest distance of 21 meters the Link Budget calculator the RSL value is -43 dBm and SOM is 51 dB, with the value known that the radiated signal can spread well. And for the calculation of the number of Access Point based on the reach of the Access Point and the capacity of the client obtained at least 3 Access Point that can meet the needs in passenger trains. And from the application of the simulation with the placement of 3 Access Point, with a maximum transmit power of 18 dBm and also the application of different channels, has resulted in an average value of RSSI -35 dBm to -55 dBm, which with the value of signal characteristics interpreted in very good (Excellent).

Keywords: Access Point, Budget Link, RSSI

1. PENDAHULUAN

Teknologi Wi-Fi (Wireless) menawarkan beragam bentuk kemudahan, dan fleksibelitas tinggi dalam berkomunikasi. Dengan

pemanfaatan jaringan Wi-Fi yang semakin mudah, namun tetap saja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perancangannya seperti aspek propagasi jaringan nirkabel, infrastuktur, dan arsitektur jaringan wireless

(2)

seperti Access Point (AP), coverage area, free

space loss, dan RSSI. Pemasangan jaringan Wi-Fi yang tidak memperhitungan aspek – aspek

diatas maka akan menimbulkan permasalahan yang dapat mengurangi keefektifan suatu jaringan Wi-Fi. (Stallings,2007)

Dengan perkembangan teknologi yang ada penggunaan Wi-Fi tidak hanya di kantor, kampus, atau cafe saja, bahkan penerapannya juga bisa ditemui pada transportasi umum., maka bukan tidak mungkin jika diterapkan pada kereta api penumpang. Namun untuk perancangan pada kereta api penumpang mungkin akan dihadapkan oleh beberapa permasalahan seperti area kereta api yang tidak begitu luas dan juga karakteristik dari badan kereta api yang berbahan dasar utama besi dan baja

Seperti pada penelitian sebelumnya, diketahui bahwa pengukuran karakteristik rugi-rugi propagasi pada kereta api sangat penting karena dapat mempengaruhi kekuatan sinyal yang terpancar.( Kita, Ito, Yokoyama, Tseng, Sagawa, Ogasawara, ). Dan berdasarkan penelitian dalam pengoptimasian jaringan wifi pada ruang perkulihan juga ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan seperti aspek propagasi, dan coverage area. (widyaningsih, 2013)

Oleh karena itu dengan permasalahan yang ada perlu dilakukan pengamatan dan perhitungan yang sesuai, sehingga dapat menghasilkan perancangan jaringan Wi-Fi yang efektif. Atas dasar penjelasan diatas, penulisan tugas akhir ini akan membahas tentang “PERANCANGAN PENEMPATAN ACCESS

POINT UNTUK JARINGAN WIFI PADA

KERETA API PENUMPANG” dengan pengukuran dan analisa untuk mengetahui kelayakannya. Sehingga diharapkan dapat menjadi acuan dalam perancangan jaringan

Wi-Fi yang efektif.

2. LANDASAN KEPUSTAKAAN 2.1 Kajian Pustaka

Pada jaringan wireless akan ada kemungkinan terjadinya Interferensi, karena sinyal yang ditransmisikan dapat diterima dalam keadaan free space atau bahkan bisa lebih dari satu jalur. Karena efek dari multipath propagation dimana sinyal memiliki sifat reflection, refraction, diffraction, dan juga scattering yang terjadi tergantung pada coverage areanya dapat mengurangi kinerja dari jaringan wifi itu

sendiri. Dengan menerapkan model propagasi dengan mengukur secara teroritis dan juga empiris diharapkan dapat mengurangi interferensi, dan dapat meningkatkan kinerja jaringan wifi yang ada.(Widyaningsih,2013)

Implementasi jaringan wireless khususnya Wireless Local Area Network (WLAN) menjadi semakin populer karena menawarkan jangkauan luas. Simulasi dilakukan untuk mempelajari karakteristik WLAN dengan beberapa parameter terukur. Simulasi didasarkan pada skenario untuk mempelajari cakupan jalur akses dengan kekuatan transmisi yang disarankan. (Sukadarmika, Indra, dan Saputra, 2010)

Dalam perancangan jaringan wireless dengan menghitung nilai link budget dapat diketahui jangkauan maksimal dari Access

Point dan juga dalam penempatan Access Point pada suatu area perlu mempertimbangkan beberapa hal yang meliputi , letak geografis wilayah, keadaan lingkungan, hingga ketinggian antenna agar memperoleh kinerja yang optimal. (Yaullah & Sirait, 2012)

Propagation Loss atau rugi-rugi propagasi pada suatu jaringan WIFI juga harus diperhatikan karena hal tersebut dapat mempengaruhi kinerja dari jaringan WIFI. (Kita, Ito, Yokoyama, Tseng, Sagawa, Ogasawara,)

2.2 Jaringan Wi-Fi

Wireless (jaringan wireless) merupakan jaringan komunikasi antar komputer dengan menggunakan frekuensi radio, juga disebut jaringan Wi-Fi atau WLAN (Soepandi, 2010). Jaringan lokal tanpa kabel atau WLAN adalah suatu jaringan area lokal tanpa kabel dimana media transmisinya menggunakan frekuensi radio (RF), untuk koneksi jaringan ke seluruh pengguna dalam area. Teknologi WLAN ini memiliki kegunaan yang sangat banyak.

2.3 Standart WIFI

Standarisasi jaringan Wireless LAN adalah IEEE 802.11 = IEEE (Institute of

Electrical and Electronic Engineers)

merupakan institusi yang melakukan diskusi, riset dan pengembangan terhadap perangkat jaringan yang kemudian menjadi

(3)

standarisasi untuk digunakan sebagai perangkat jaringan.(Zamidra,2014)

2.4 Link Budget

Untuk menentukan apakah sebuah sambungan itu layak disebut link budget. Apakah sebuah sinyal dapat atau tidak dipancarkan antar radio tergantung pada kualitas dari peralatan yang digunakan dan pada kehilangan sinyal karena jarak, yang biasa disebut path loss Sehingga untuk menghitung nilai link budget dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.1 berikut ini : (Flickenger, 2007)

RSL = (EIRP – FSL) + GAntenna – Lrugi- (2.1) Keterangan :

RSL : Receive Signal Level (dBm) EIRP : Effective Isotropic Radiated

Power (dBm)

FSL : Free Space Loss (dB) GAntenna : Gain Antena (dBi)

Lrugi-rugi : Rugi-rugi redaman (dB)

2.5 SOM (System Operating Margin)

System Operating Margin (SOM)

adalah perbedaan antara sinyal radio sebenarnya dengan kualitas sinyal yang diperlukan . SOM memprediksi daerah penerimaan optimal antara pemancar dan penerima. Minimum SOM yang dianjurkan adalah 15 dB, namun 20 dB dianggap lebih baik. (R.A.Santos, 2007)

Untuk menghitung nilai dari SOM, dapat dihitung dengan persamaan 2.2 berikut ini :

SOM = RSL – Srx (2.2)

(2.8)

Keterangan :

SOM : System Operating Margin (dBm) RSL : Receive Signal Level (dBm) Srx : Sentivitas Penerima (dBm)

2.6 RSSI (Received Signal Strength

I n d i c a t o r)

RSSI (Received Signal Strength Indicator) sebagai indeks yang menunjukkan kekuatan sinyal yang diterima pada antarmuka antena , dapat digunakan untuk menganalisis sinyal yang diterima dari BTS. Berikut ini adalah daftar pembagian kualitas jaringan wireless berdasarkan kekuatan sinyalnya : (Versis, 2013)

Tabel 2.1 : Kualitas kekuatan sinyal

Kualitas Kuat Sinyal (dBm)

Exceptional Better than -40 Very Good -40 to -55

Good -55 to -70

Marginal -70 to -80 Intermittent to No

Operation -80 and beyond

2.7 Merancang Jaringan WiFi

2.7.1 Pemilihan Kanal (Channel)

Penentuan channel yang tepat sangat penting dilakukan agar tidak terjadi overlap atau tumpang tindih dengan jaringan wireless lainnya. Secara lengkap gambaran interference yang akan terjadi antar channel dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut ini : (Zamidra,2014)

Gambar 2.1 Grafik Channel

2.8 Perhitungan Jumlah Access Point

1. Perhitungan Berdasarkan Jumlah Client

Perhitungan jumlah Access Point yang memperhatikan jumlah client yang ada pada area coverage. Berikut adalah persamaan yang bisa digunakan untuk menghitungnya : (widyaningsih, 2013)

NAP =

𝐵𝑊𝑢𝑠𝑒𝑟 𝑥 𝑁𝑢𝑠𝑒𝑟 𝑥 𝐴𝑐𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑦

%𝐸𝑓𝑓𝑖𝑐𝑖𝑒𝑛𝑐𝑦 𝑥 𝐴𝑠𝑠𝑜𝑐𝑖𝑎𝑛𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑅𝑎𝑡𝑒 (2.3)

Keterangan : NAP : Jumlah Access Point

BWclient : Bandwidth per client Nclient : Jumlah client %Activity : Jumlah client aktif %Efficiency : Efisiensi channel dari

(4)

2. Jumlah Access Point Berdasarkan Luas Coverage

Perhitungan Jumlah Access Point yang berdasarkan coverage areanya dan juga jangkauan maksimal dari pemancar (Access Point).

Dan berikut adalah persamaan 2.4 yang bisa digunakan : (widyaningsih, 2013)

𝑁

𝐴𝑃

=

𝐶𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙

𝐶𝐴𝑃

(2.4)

Dimana :

NAP : Jumlah Access Point

Ctotal : Luas Coverage Area yang di

layani

CAP : Luas Coverage sebuah

Access Point 3. METODOLOGI Mulai Studi Literatur Analisa Kebutuhan Kesimpulan Pengujian dan Hasil

Perancangan

Selesai

Gambar 3.1 Flowchart Metodologi

Pada gambar 3.1 menjelaskan alur langkah-langkah yang akan dilakukan dalam pengerjaan tugas akhir ini. Yang pertama dilakukan studi literature untuk mempelajari dan memahami konsep yang terkait dalam perancangan. Yang kedua melakukan analisis kebutuhan untuk

mengidentifikasi kebutuhan dalam perancangan ini. Yang ketiga dilakukan perancangan dan perhitungan berdasarkan hasil dari analisis kebutuhan. Yang keempat dilkakukan pengujian sesuai dengan hasil dari perancangan dan perhitungan dan yang terakhir akan ditarik kesimpulan berdasarkan hasil dari pengujian.

4. PERANCANGAN 4.1 Link Budget

Menghitung kekuatan sinyal dari Access

Point Engenius EAP9550 standart IEEE

802.11g dengan Power transmit maksimal 18 dBm. Berikut adalah perhitungan dari Link Budget untuk mendapatkan nilai RSL (Receive Signal Level) dan SOM (System Operating Margin) :

1. RSL (Received Signal Level)

𝑅𝑆𝐿 = (𝐸𝐼𝑅𝑃 − 𝐹𝑆𝐿) + 𝐺𝑎𝑛𝑡𝑒𝑛𝑎 − 𝐿𝑟𝑢𝑔𝑖𝑟𝑢𝑔𝑖 𝑅𝑆𝐿 = (22 − 66.1) + 4 + 0 𝑅𝑆𝐿 = −40.1 𝑑𝐵𝑚

Terlihat dari hasil perhitungan bahwa sinyal yang terpancar dalam keadaan baik karena RSL

Rth (Sentivitas penerima) 2. SOM (System Operating Margin)

𝑆𝑂𝑀 = 𝑅𝑆𝐿 − 𝑅𝑥 𝑠𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑦 𝑆𝑂𝑀 = −40.3 − (−92) 𝑆𝑂𝑀 = 51.7 𝑑𝐵

Terlihat dari hasil perhitungan diatas dengan menggunakan power transmit maksimal 18 dBm dengan nilai sensitivitas penerimanya bernilai -92 dBm, hingga jarak terjauh yaitu 20 meter dari pemancar, penyebaran kekuatan sinyal masih dalam keadaan baik karena masih berada jauh diatas 15 dB.

4.2 Jumlah Access Point

Perhitungan jumlah Access Point yang berdasarkan luas coverage area kereta api penumpang dan berdasarkan jangkauan maksimal dari Access Point itu sendiri . Dan berikut adalah hasil perhitungannya :

(5)

4.2.1 Berdasarkan Jangkauan Access Point

1. Perhitungan Luas Coverage Kereta APi Penumpang

Dengan panjang kereta api 21 meter, lebar 3 meter, dan tinggi 3 meter maka dapat dihitung luas coverage areanya :

Ctotal = p x l x t

Ctotal = 21 x 3 x 3

Ctotal =189 m2

2. Perhitungan Luas Coverage Access Point a. Loss Transmit

Lt = EIRP – Srx Lt = 22 – (-92) Lt = 114 dB

b. Jangkauan Access Point

𝑑 = 𝐿𝑜𝑔−1(𝐿𝑡 − 𝐾 − 20𝐿𝑜𝑔(𝑓)

20 )

𝑑 = 𝐿𝑜𝑔−1(114 − (−28) − 20𝐿𝑜𝑔(2412)

20 )

𝑑 = 4,956 𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟

Sehingga jumlah Access Point yang diperlukan adalah : 𝑁𝐴𝑃 = 𝐶𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐶𝐴𝑃 𝑁𝐴𝑃 = 189 4.956 𝑁𝐴𝑃 = 0.038 𝑁𝐴𝑃 = 1𝐴𝑃

Jadi dari hasil perhitungan diatas terlihat bahwa dengan menggunakan Access

Point EnGenius EAP9550 standart IEEE802.11g dengan power maksimal jumlah Access Point yang dipelukan dalam Kereta Api Penumpang cukup 1 Access

Point.

4.2.2 Berdasarkan Kapasitas client

Perhitungan jumlah Access Point berdasarkan jumlah penumpang dalam kereta api.

Berikut adalah hasil dari perhitungan jumlah Access Point berdasarkanjumlah client :

a. Untuk perhitungan jumlah client aktif : 𝑈𝑠𝑒𝑟 𝐴𝑘𝑡𝑖𝑓 =𝐸𝑠𝑡𝑖𝑚𝑎𝑠𝑖 𝑐𝑙𝑖𝑒𝑛𝑡 𝑀𝑎𝑘𝑠 𝑐𝑙𝑖𝑒𝑛𝑡 𝑈𝑠𝑒𝑟 𝐴𝑘𝑡𝑖𝑓 =50 50 𝑈𝑠𝑒𝑟 𝐴𝑘𝑡𝑖𝑓 = 1

b. Untuk perhitungan besar bandwidth per client : 𝐵𝑤 = 𝐷𝑎𝑡𝑎 𝑟𝑎𝑡𝑒 2 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑎 𝐵𝑤 = 54000 2 50 𝐵𝑤 = 0.54 𝑀𝑏𝑝𝑠

c. Untuk perhitungan jumlah Access

Point : 𝑁𝐴𝑃= 𝐵𝑊𝑢𝑠𝑒𝑟 𝑥 𝑁𝑢𝑠𝑒𝑟 𝑥 𝐴𝑐𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑦 %𝐸𝑓𝑓𝑖𝑐𝑖𝑒𝑛𝑐𝑦 𝑥 𝐴𝑠𝑠𝑜𝑐𝑖𝑎 𝑅𝑎𝑡𝑒 𝑁𝐴𝑃= 0.54 𝑥 50 𝑥 1 1 𝑥 9 𝑁𝐴𝑃= 3 𝐴𝑃

5. PENGUJIAN DAN HASIL

5.1 Berdasarkan Jangkauan Access Point

Untuk penempatan 1 Access Point di estimasikan di tengah-tengah Kereta Api Penumpang . Berikut adalah gambar 5.4 yang menunjukan hasil dari penempatan Access

Point pada Kereta Api Penumpang Eksekutif.

Gambar 5.1 Hasil dari Penempatan 1 Access Point pada Kereta Api Penumpang Eksekutif Pada tabel 5.1 berikut ini menunjukan spesifikasi dari 1 Access Point yang diterakan pada simulasi diatas :

Tabel 5.1 : Spesifikasi Site Survey 1 Access Point pada Kereta Api Eksekutif

AP Name C h Neighboring APs RSSI (dBm) Tx pwr (dBm) AP_1 1 - -57 18

Terlihat pada gambar 5.1 bahwa hasil dari simulasi terlihat sinyal dapat menyebar

(6)

dengan merata di dalam Kereta Api Penumpang, kecuali pada kamar mandi dan bordes yang memperoleh pancaran sinyal yang lemah dengan nilai ± -92 dBm, semua ini terjadi karena area tersebut jauh dari pemancar dan juga terhalang oleh dinding yang terbuat dari besi yang mempunyai sifat tidak dapat tertembus oleh sinyal Dan berdasarkan tabel 5.1 rata – rata RSSI yang diperoleh dari hasil simulasi diatas adalah -57 dBm.

5.2 Berdasarkan Kapasitas Client

Untuk penempatan 3 Access Point di estimasikan di tengah-tengah Kereta Api Penumpang . Berikut adalah gambar 5.4 yang menunjukan hasil dari penempatan Access

Point pada Kereta Api Penumpang Eksekutif.

Gambar 5.2 Hasil dari Penempatan 3 Access Point Berdasarkan client di Kereta Api Penumpang

Eksekutif

Pada tabel 5.2 berikut ini menunjukan Spesifikasi dari 3 buah Access Point yang diterapkan pada simulasi diatas :

Tabel 5.2 : Spesifikasi 3 Buah Access Point pada Kereta Api Eksekutif

AP Name C h Neigh boring APs RSSI (dBm) Assig ned Ch Tx pwr (dBm) AP_1 1 AP_2 -53 6 18 AP_3 -60 11 18 AP_2 6 AP_1 -53 1 18 AP_3 -50 11 18 AP_3 11 AP_1 -62 1 18 AP_2 -52 6 18 Terlihat pada gambar 5.2 bahwa hasil dari simulasi terlihat bahwa sinyal dari

Access Point dapat menyebar dengan

merata dalam Kereta Api Penumpang. Namun masih ada dibeberapa area yang masih kurang mendapat sinyal dengan baik seperti pada kamar mandi dan bordes yang memperoleh pancaran sinyal yang lemah dengan nilai hanya ± -92 dBm . Hal ini

terjadi karena sinyal terhalang oleh dinding yang terbuat dari besi yang mempunyai sifat tidak dapat tertembus oleh sinyal. Dan berdasarkan tabel 5.2 rata – rata RSSI yang diperoleh dari hasil simulasi diatas adalah -64 dBm

5.3 RSSI (Received Signal Strength Indicator)

5.3.1 Penilaian RSSI Berdasarkan

Jangkauan Access Point

Untuk Penilaian RSSI berdasarkan Jangkauan Access Point coverage yang digunakan adalah kereta api penumang Eksekutif karena pada dasarnya semua tipe kereta api penumpang memiliki luas ruang yang sama. Berikut terlihat ada gambar 5.3 hasil dari simulasi pada Wituners.

Gambar 5.3 Hasil dari Penempatan titik-titik client dalam Kereta Api Eksekutif dengan 1

Access Point

Dapat dilihat pada gambar 5.3 diatas bahwa hasil dari simulasi dengan penempatan 1 Access Point pada kereta api penumapang, ternyata sinyal sudah dapat mencakup seluruh area dalam kereta api dan meghasilkan rata – rata RSSI sebesar -57 dBm. Dan dapat terlihat dari hasil site survey diatas pada posisi client 4-16 dan client 21-49 merupakan posisi terbaik untuk terkoneksi ke Access Point yaitu dengan rata-rata RSSI –61 dBm.

5.3.2 Penilaian RSSI Berdasarkan

Kapasitas Client

1. Kereta Api Eksekutif (K1)

Dengan menggunakan simulator

WiTuners untuk penempatan 3 Access Point di estimasikan untuk AP_1,

AP_2, AP_3 diletakkan pada tengah-tengah. Berikut pada gambar 5.4 adalah penempatan client yang disimbolkan dengan angka-angka :

(7)

Gambar 5.4 Hasil dari Penempatan titik-titik client dalam Kereta Api Eksekutif dengan 3

Access Point

Dapat dilihat pada gambar 5.4 diatas bahwa hasil dari simulasi dengan penempatan 3 Access Point pada kereta api penumapang, ternyata sinyal sudah dapat mencakup seluruh area dalam kereta api dan meghasilkan rata – rata RSSI yaitu untuk AP_1 adalah -61.5 dBm, untuk AP_2 adalah -56.7 dBm, untuk AP_3 adalah -59.1 dBm.

2. Kereta Api Bisnis (K2)

Dengan menggunakan simulator

WiTuners untuk penempatan 3 Access Point di estimasikan untuk AP_1,

AP_2, AP_3 diletakkan pada tengah-tengah. Berikut pada gambar 5.5 adalah penempatan client yang disimbolkan dengan angka-angka :

Gambar 5.5 Hasil dari Penempatan titik-titik client dalam Kereta Api Eksekutif

dengan 3 Access Point

Dapat dilihat pada gambar 5.5 diatas bahwa hasil dari simulasi dengan penempatan 3 Access Point pada kereta api penumapang, ternyata sinyal sudah dapat mencakup seluruh area dalam kereta api dan meghasilkan rata – rata RSSI yaitu untuk AP_1 adalah -63.8 dBm, untuk AP_2 adalah -60.5 dBm, untuk AP_3 adalah -64.4 dBm.

3. Kereta Api Ekonomi (K3)

Dengan menggunakan simulator

WiTuners untuk penempatan 3 Access Point di estimasikan untuk AP_1,

AP_2, AP_3 diletakkan pada tengah-tengah. Berikut pada gambar 5.6 adalah penempatan client yang disimbolkan dengan angka-angka :

Gambar 5.6 Hasil dari Penempatan titik-titik client dalam Kereta Api Eksekutif

dengan 3 Access Point

Dapat dilihat pada gambar 5.6 diatas bahwa hasil dari simulasi dengan penempatan 3 Access Point pada kereta api penumapang, ternyata sinyal sudah dapat mencakup seluruh area dalam kereta api dan meghasilkan rata – rata RSSI yaitu untuk AP_1 adalah -64.4 dBm, untuk AP_2 adalah -60.7 dBm, untuk AP_3 adalah -65.1 dBm.

6. KESIMPULAN

Dari hasil perancangan dan perhitungan yang telah dilakukan dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

1. Dalam merancang jaringan wifi ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan yaitu seperti Coverage area dan jumlah client.

2. Pengaturan Access Point seperti penentuan kanal, gain, transmitter, dan juga sensitivitas penerima dapat mempengaruhi kinerja jaringan WIFI.

a. Terbukti dari hasil perhitungan RSL nilai RSL yang didapat adalah -40 dBm dimana angka ini sudah memenuhi ketentuan dari RSL yaitu RSL ≤ Rth (Sensitivitas penerima).

b. Untuk perhitungan SOM nilai SOM yang diperoleh adalah 51 dB dimana angka ini sudah masuk dalam batas aman dari SOM yaitu harus >15 dB. 3. Jika jaringan wifi diterapkan pada Kereta

Api Penumpang itu memungkinkan, karena dari hasil perancangan dan simulasi terlihat hasil yang cukup baik :

a. Dilihat dari jangkauan pancaran sinyal dari Access Point EnGenius EAP9550 dengan EIRP maksimal 22 dBm, dengan penempatan 1 Access Point sudah dapat mencakup seluruh area Kereta Api Penumpang denga rata-rata RSSI sebesar -64 dBm.

b. Dan jika disesuaikan dengan jumlah client dalam kereta api penumpang dibutuhkan paling tidak 3 Access Point agar dapat mencakup seluruh client.

(8)

Dan terlihat dari hasil simulasi pada

Wituners, bahwa dengan penempatan 3 Access Point, sudah dapat mencakup

seluruh client yang ada dengan rata-rata RSSI -49 dBm.

Jadi kesimpulanya jumlah minimal Access

Point yang dibutuhkan agar dapat berkerja

dengan baik dalam kereta api penumpang adalah 3 Access Point. Dan untuk penempatan

Access Point akan ditempatkan sejajar ditengah-tengah kereta api penumpang karena dengan posisi ini sinyal dari Access Point dapat menyebar merata dalam kereta api penumpang.

7. DAFTAR PUSTAKA

Freeman, Roger L. 2007. Radio System Design

for Telecommunications, Third Edition. The

Institite of Electrical and Electronics Engineers, inc, New York

Flickenger, Rob. 2007. Wireless Networking in

the Developing World, Second Edition.

[E-book]. Hacker Friendly LLC. Tersedia melalui : < wndw.net/pdf/wndw2-en/wndw2-ebook.pdf > [Diakses 13 januari 2015].

Fajar Octavian, Firman. 2010. ”Perencanaan

Coverage Indoor Wireless Local Area Network (WLAN) Di Hotel Graha Petrokimia Gresik”. Skripsi : Fakultas Teknik Universitas Brawijaya.

Inamdar , Mohd Aamirullah. 2014. “Feedback

Alarm and Its Troubleshooting For Improvement of Microwave Link”, Jurnal : Electronics and Communication Engineering, Department of Electronics & Communication Engineering, MIT Aurangabad.

Kita, Naoki., Ito, Toshio., Yokoyama, Shinji., Tseng, Ming-Chie., Sagawa, Yuichi., Ogasawara, Mamoru.” Experimental Study

of Propagation Characteristics for Wireless Communications in High-Speed Train Cars”, Jurnal : NTT Advanced Technology Corporation, 1-1 Hikari-no-oka, Yokosuka-Shi, Kanagawa

R. A. Santos, L. Villaseñor, Member, IEEE, A. Edwards. “Measurements for Vehicular Ad-hoc Networks in Motorway Environments”. Toronto, Ont.

Sukadarmika, Gede., Indra ER, Ngurah., Linawati., Saputra, Nyoman Wendy. 2010. ”Analisa Coverage WLAN 802.11a

Menggunakan OPNET MODELER”. Jurnal : Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Udayana.

Widyaningsih, Bekti. 2013. ”Optimasi Area Cakupan Jaringan Nirkabel Dalam Ruangan” . Skripsi : Program Teknologi Informasi dan ilmu Komputer Universitas Brawijaya.

Yaullah, Nazi., Sirait, Rummi. 2012. “Analisa Kinerja Jaringan Internet Berbasis Mikrotik”. Jurnal : Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Tenik, Universitas Budi Luhur.

Zamidra Zam, Efvy. 2014. Cara Mudah Membuat Jaringan Wireless. Jakarta : PT Elex Media Komputindo.

Wituners. http://www.wituners.com/wireless-

lan-optimization/wlan-optimization-solution/wifi-planning-software/ [Diakses : 16 juni 2017]

Gambar

Tabel 2.1 : Kualitas kekuatan sinyal  Kualitas  Kuat Sinyal (dBm)  Exceptional  Better than -40
Gambar 3.1 Flowchart Metodologi
Gambar 5.1 Hasil dari Penempatan 1 Access Point  pada Kereta Api Penumpang Eksekutif
Gambar 5.2 Hasil dari Penempatan 3 Access Point  Berdasarkan client di Kereta Api Penumpang

Referensi

Dokumen terkait

Materi genetik yang digunakan untuk pembangunan populasi dasar tersebut berasal dari empat provenan yaitu Ogan Ilir (Sumatera Selatan), Lombok Barat (Pulau Lombok), Pulau

KKK dan komunikasi bawahan kepada atasan memberi sumbangan efektif terhadap komitmen organisasi sebesar 41.8%; (2) KKK memiliki hubungan positif yang signifikan

The Effect of Macromolecule Source and Type of Media During in vitro Maturation of Sheep Oocytes on Subsequent Embryo Development..Journal of Reproduction & Infertility.13–19

1) Kuadran I (Prioritas Utama) menunjukkan tidak ada hasil atau tidak ada atribut yang masuk kedalam kuadran I. 2) Kuadran II (Pertahankan Kinerja) menunjukkan

Berdasarkan identifikasi dan batasan masalah diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “Apakah dengan menerapkan Model Direct Instruction

Pembakaran merupakan cara termurah yang digunakan oleh masyarakat setempat dalam memanfaatkan sumberdaya hutan di lahan gambut, sementara alternatif lain yang lebih efektif

1.. Tersedianya sebuah dokumen perencanaan yang memuat program kerja dengan indikator yang terukur sesuai denga tugas pokok dan fungsi Kecamatan Sungai Beduk yang

Keanekaragaman jenis tumbuhan tingkat tinggi mendominasi kawasan hutan alam yang berada di Desa Setren Kecamatan Slogohimo Kabupaten Wonogiri.. Tujuan penelitian ini