• Tidak ada hasil yang ditemukan

AI AYU RAHAYU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "AI AYU RAHAYU"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1

PERBANDINGAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIK PESERTA DIDIK DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERTAIF TIFE NUMBERED HEAD TOGETHER DAN PROBLEM

BASED LEARNING

(Penelitian Terhadap Peserta Didik Kelas VIII MTs Manbaul Ulum Kabupaten Tasikmalaya)

AI AYU RAHAYU

e-mail: [email protected]

Program Studi Pendidikan Matematika

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi Jl. Siliwangi No.24 Kota Tasikmalaya

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan koneksi matematik peserta didik yang lebih baik antara yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together dan Problem Based Learning, serta untuk mengetahui motivasi belajar peserta didik selama proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together dan Problem Based Learning. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode eksperimen. Populasi dalam penelitian ini peserta didik kelas VIII Mts Manbaul Ulum Kabupaten Tasikmalaya. Dua kelas diambil secara acak sebagai sampel, terpilih kelas VIII B dengan jumlah 26 orang sebagai kelas eksperimen I dan kelas VIII A dengan jumlah 26 orang sebagai kelas eksperimen II. Instrumen yang digunakan berupa soal tes kemampuan koneksi matematik dan angket motivasi belajar. Teknik analisis data menggunakan uji perbedaan dua rata-rata. Berdasarkan hasil penelitian, pengolahan data, analisis data dan pengujian hipotesis diperoleh simpulan bahwa kemampuan koneksi matematik peserta didik yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together lebih baik dari pada pembelajaran yang menggunakan model Problem Based Learninng serta motivasi belajar peserta didik selama proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together termasuk pada kriteria tinggi sedangkan yang menggunakan model Problem Based Learning termasuk pada kriteria sedang.

Kata kunci: Numbered Head Together, Problem Based Learning, Koneksi Matematik, Motivasi.

(2)

2 ABSTRACT

This research aims to know the students’ mathematics connection ability that is better between who use cooperative learning method Numbered Head Together type and Problem based learning, and to know the students’ motivation in learning process by using cooperative learning method Numbered Head Together type and Problem based learning. The research method used is experimental research. Population in this research the students of VIII Mts Manbahul ulum Tasikmalaya are 112 students. Two classes are taken randomly as sample of the research. It is chosen B Class amounted 26 students as experimental class I and VIII A Class amounted 26 students as experimental class II. The instrument used is test mathematics connection ability and learning motivation questionnaire. The analyzing of data uses differential test of two average . Based on the research result, tabulation of data, analyzing of data and hypothesis test obtained the conclusion that the students’ mathematics connection ability who use cooperative learning method Numbered Head Together type is better than Problem based learning, and the students’ motivation in learning process by using cooperative learning method Numbered Head Together type includes on high criteria, whereas the students who use Problem based learning include on medium criteria.

Keywords: Numbered Head Together, Problem Based Learning, Mathematical Connection, Motivation

PENDAHULUAN

Matematika memiliki peran yang sangat penting dalam ilmu pengetahuan, karena setiap ilmu lain memiliki keterkaitan dengan matematika dan memberikan manfaat dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Sumarmo (Tim JICA, 2010) “Matematika adalah ilmu yang terstruktur, dimana materi yang satu dengan yang lainnya saling berkaitan, mulai dari materi yang paling dasar (materi yang paling mudah) sampai materi yang paling kompleks”. Materi yang paling dasar

merupakan prasyarat bagi materi yang akandipelajari selanjutnya. Oleh karena itu

sebelum mempelajari materi selanjutnya, terlebih dahulu peserta didik dituntut untuk memahami materi yang sudah dipelajari sebelumnya sebagai prasyarat. Kemampuan tersebut dinamakan dengan kemampuan koneksi matematik.

Menurut Ruspiani (Sumarmo, Utari, 2013:147) menyatakan “Kemampuan koneksi matematik merupakan kemampuan dasar matematik yang harus dikuasai

(3)

3

peserta didik sekolah menengah. Namun hasil belajar matematika peserta didik selama ini masih belum menggembirakan khususnya dalam aspek koneksi matematik. Hal ini disebabkan karena model pembelajaran matematika kurang mendorong peserta didik berinteraksi dengan sesama peserta didik dalam belajar. Peserta didik belajar secara individual, bekerja sendiri dalam memahami dan menyelesaikan masalah matematika”.

Berdasarkan hasil penelitian Nuri Fayanti, Siti Irma di SMP Negeri I Bojongasih 2014 menunjukkan hasil pencapaian rata-rata skor indikator kemampuan koneksi matematik yaitu 13 orang peserta didik telah mencapai KKM, sedangkan 19 orang peserta didik masih berada dibawah KKM. Jika dipresentasikan 40,625 % peserta didik telah mencapai KKM dan 59,75% peserta didik belum mencapai KKM. Dengan demikian, hasil pencapaian rata-rata skor kemampuan koneksi matematik masih rendah.

Salah satu penyebab kemampuan koneksi matematik peserta didik rendah dalam menguasai materi dan menghubungkan antara satu materi dengan materi lainnya adalah tenaga pendidik (guru). Dalam pembelajaran guru kurang terampil menggunakan metode, model, dan strategi pembelajaran matematika yang sesuai dengan materi pembelajaran. Menurut Suprijono, Agus (2014:46) “Melalui model pembelajaran guru dapat membantu peserta didik mendapatkan informasi, ide, keterampilan dan cara berpikir.

Berkaitan dengan hal tersebut penulis memilih model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together dan Problem Based Learning. Menurut (Rahayu, 2006) “Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together merupakan model pembelajaran yang mengutamakan keaktifan peserta didik”. Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk saling berinteraksi, saling membagikan ide, sehingga peserta didik dapat menemukan jawaban pertanyaan yang dianggap benar. Menurut Kurniasih, Imas dan Berlin Sani (2014:75) model Problem Based Learning “Menghadapkan peserta didik pada permasalahan-permasalahan.”

Model pembelajaran Problem Based Learning merupakan sebuah model

(4)

4

didik untuk belajar. Kelas yang menerapkan dengan pembelajaran berbasis masalah peserta didik bekerja dalam tim untuk memecahkan masalah dunia nyata. Menurut Srimulyati, Eneng yang melakukan penelitian di SMP Negeri I Malangbong tahun 2012 menunjukkan motivasi belajar dari 39 orang peserta didik yang termotivasi 13 atau sekitar 33,33 %. Hal ini menunjukkan bahwa motivasi belajar peserta didik masih belum optimal. Ketika pembelajaran berlangsung sebaiknya guru memberikan motivasi kepada peserta didik, karena motivasi merupakan salah satu alat penggerak yang akan mempengaruhi peserta didik untuk mau belajar dengan sungguh-sungguh. Menyikapi hal tersebut, pada penelitian ini, penulis membandingkan dua model pembelajaran untuk mengetahui kemampuan koneksi matematik peserta didik yaitu dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together dan Problem Based Learning.

Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together adalah model pembelajaran secara berkelompok tediri dari 4-5 orang yang mengutamakan keaktifan peserta didik dalam pembelajaran, melatih peserta didik saling berinteraksi antara peserta didik yang satu dengan yang lainnya dan saling berbagi ide sehingga peserta didik dapat mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Langkah-langkah dalam model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together yaitu pembagian kelompok, penomoran, pembagian tugas kelompok, berdiskusi, guru memanggil salah satu nomor secara acak dan peserta didik yang terpanggil mempresentasikan hasil diskusi kelompok.

Model Problem Based Learning merupakan model pembelajaran yang menekankan pada kinerja aktif peserta didik untuk belajar bagaimana cara

berpikir kritis dan mengembangkan keterampilan memecahkan suatu

permasalahan dengan konsep-konsep yang ada. Dalam model Problem Based Learning terdapat beberapa langkah operasional yaitu pendefinisian masalah, pembelajaran mandiri, tahap investigasi, pertukaran pengetahuan dan penilaian.

Kemampuan yang dikaji dalam penelitian ini kemampuan koneksi matematik. Kemampuan koneksi matematik diartikan sebagai kemampuan dalam mengaitkan konsep-konsep matematika, baik antar konsep matematika itu sendiri

(5)

5

maupun dengan bidang lainnya (dengan mata pelajaran lain) dan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk keperluan penelitian, indikator kemampuan koneksi matematik peserta didik yang akan digunakan dalam peneitian ini mengacu pada Sumarmo, Utari (2013:450) yaitu memahami hubungan berbagai representasi konsep, proses, atau prosedur matematik, mencari hubungan berbagai representasi konsep, proses, atau prosedur matematik, memahami hubungan antar topik, menerapkan matematika dalam bidang lain atau dalam kehidupan sehari-hari, mencari hubungan satu prosedur dengan proedur lain dalam representasi yang ekuivalen dan menerapkan hubungan antar topik matematika dan antara topik disiplin ilmunya. Tetapi indikator yang digunakan pada penelitian ini hanya tiga indikator yang digunakan yaitu mencari hubungan berbagai representasi konsep, proses atau prosedur matematik, menerapkan matematika dalam bidang lain atau dalam kehidupan sehari-hari dan mencari hubungan satu prosedur dengan prosedur lain dalam representasi yang ekuivalen

Menurut Uno, Hamzah B (2013:19) motivasi dibedakan dua macam, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik timbulnya tidak memerlukan rangsangan dari luar karena memang telah ada dalam diri individu sendiri, yaitu sesuai atau sejalan dengan kebutuhannya. Sedangkan motivasi ekstrinsik timbul karena adanya rangsangan dari luar individu, misalnya orang tua, guru, orang dekat atau teman dekat dan lain-lain”. Motivasi belajar merupakan daya penggerak dalam diri seseorang yang dirangsang oleh faktor luar (ekstrinsik) ataupun kesadaran dalam diri seseorang (intrinsik), yang menimbulkan dan memberi arah kegiatan belajar untuk mencapai tujuan yang dikehendaki. Indikator motivasi belajar menurut Uno, Hamzah B (2013:31) dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1) Adanya hasrat dan keinginan berhasil; 2) Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar; 3) Adanya harapan dan cita-cita masa depan; 4) Adanya penghargaan dalam belajar; 5) Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar; 6) Adanya lingkungan belajar yang kondusif sehingga memungkinkan seseorang dapat belajar dengan baik.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan koneksi matematik peserta didik yang lebih baik antara yang menggunakan model pembelajaran

(6)

6

kooperatif tipe Numbered Head Together dan Problem Based Learning, serta untuk mengetahui motivasi belajar peserta didik selama proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together dan Problem Based Learning.

Penelitian yang dilakukan oleh Arulan, Dera Dewi (2013) dengan judul “Pengaruh Pengggunaan Model Problem Based Learning Terhadap Kemampuan Penalaran Matematik Peserta Didik ”. Penelitian ini dilakukan di kelas VII SMP N 2 Tasikmalaya. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh positif penggunaan model Problem Based Learning terhadap kemampuan penalaran matematik peserta didik.

Penelitian yang dilakukan Eric, Krisyudo (2013) dengan judul “Pengaruh Penggunaan Model Advance Organizer Terhadap Kemampuan Koneksi Matematik dan Motivasi Belajar Pada Siswa SMP.” Penelitian dilakukan di SMP 32 Bandung. Adapun hasil dari penelitian tersebut terdapat pengaruh positif penggunakan model advance organizer terhadap kemampuan koneksi matematik dan motivasi belajar pada siswa SMP.

Penelitian yang dilakukan oleh Siddiq, Akhmad (2011) dengan judul “Perbandingan Model Pembelajaran Problem Based Learning dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together Terhadap Hasil Belajar Siswa di SMK N 4 Bandung”. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together mempunyai pengaruh yang lebih besar dalam meningkatkan hasil belajar siswa dibandingkan dengan model pembelajaran Problem Based Learning.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan metode eksperimen, dengan populasi yaitu seluruh peserta didik kelas VIII Mts Manbaul Ulum Kabupaten Tasikmalaya tahun pelajaran 2014/2015 yang berjmlah 112 orang, sampel diambil sebanyak dua kelas secara random, terpilih kelas VIII.B sebagai kelas eksperimen I yang

(7)

7

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together dan kelas VIII.A sebagai kelas eksperimen II dengan menggunakan model Problem Based Learning. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini soal tes kemampuan koneksi matematik peserta didik berupa tipe soal tes uraian sebanyak 3 soal. Soal tes diberikan satu kali setelah seluruh proses pembelajaran selesai atau setelah semua materi disampaikan. Selain itu dilaksanakan penyebaran angket motivasi belajar pada kelas eksperimen I dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together dan pada kelas eksperimen II dengan menggunakan model Problem Based Learning yang dilakukan setelah peserta didik melaksanakan pembelajaran.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pelaksanaan penelitian dimulai dengan meminta ijin kepada kepala sekolah yang menjadi tempat penelitian. Peneliti memilih MTS Manbaul Ulum Kabupaten Tasikmalaya sebagai tempat penelitian. Selanjutnya peneliti berdiskusi dengan Pak Ervin selaku guru matematika kelas VIII. Berdasarkan hasil random maka diperoleh dua kelas yang akan dijadikan sebagai kelas eksperimen yaitu kelas VIII B sebagai kelas eksperimen I dengan jumlah peserta didik sebanyak 26 orang dan kelas VIII A sebagai kelas eksperimen 2 dengan jumlah peserta didik sebanyak 26 orang. Untuk melaksanaan penelitian terlebih dahulu peneliti menyiapkan instrumen penelitian yang terdiri dari silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), bahan ajar, LKPD, tes individu, soal tes kemampuan koneksi matematik dan angket motivasi untuk mengetahui motivasi belajar peserta didik.

Selanjutnya penelitian ini dilanjutkan dengan melaksanakan proses pembelajaran pada kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2. Pembelajaran dilaksanakan sebanyak 6 kali pertemuan di kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 yaitu tanggal 3 maret sampai 20 maret 2015, uji instrument di kelas IX B sebanyak 1 kali pertemuan yaitu 10 Maret 2015. Tes kemampuan Koneksi di kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 dilaksanakan pada tanggal 24 maret 2015. Tes yang diberikan berupa tes kemampuan koneksi matematik.

(8)

8

Pada kelas eksperimen 1 dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together dengan melalui beberapa kegiatan yaitu tahap pendahuluan, inti dan penutup. Pada kegiatan pendahuluan terdiri dari dua tahap yaitu apersepsi dan motivasi. Pada tahap apersepsi guru mengkondisikan kelas dengan mengabsen peserta didik, selanjutnya pada tahap motivasi guru memberikan motivasi kepada peserta didik dengan memberikan penjelasan tentang pentingnya materi yang akan disampaikan. Pada kegiatan inti terdiri dari tiga tahap yaitu eksplorasi , elaborasi dan konfirmasi. Pada tahap eksplorasi peserta didik dikelompokan secara heterogen menjadi beberapa kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang setiap kelompoknya kemudian memberikan nomor 1-5 kepada seluruh peserta didik dalam setiap kelompok dan nomor tersebut dijadikan nomor identitas.

Selanjutnya pada tahap elaborasi setiap peserta didik diberikan bahan ajar dan LKPD untuk dikerjakan secara berkelompok Kemudian guru memantau kerja dari tiap-tiap kelompok dan mengarahkan peserta didik yang mengalami kesulitan. Kemudian guru mempersilahkan peserta didik mempresentasikan bahan ajar untuk mewakili kelompoknya. Setelah selesai membahas bahan ajar, kemudian guru mempersilahkan peserta didik menyelesaikan LKPD secara berkelompok, kemudian LKPD dikumpulkan. Pada tahap konfirmasi Guru memanggil salah satu nomor kelompok dan nomor anggota peserta didik tertentu yang harus mempresentasikan hasil kerjasama kelompoknya di depan kelas dan mengadakan sesi tanya jawab mengenai materi yang sedang dipelajari. Di akhir kegiatan pembelajaran peserta didik diberikan tes individu. Hasil skor tes individu ini akan disumbangkan kepada kelompoknya. Jumlah dari skor sumbangan dibagi dengan jumlah anggota kelompoknya dan penghargaan kelompok diberikan pada setiap pertemuan.

Pada kelas eksperimen II pembelajaran dilakukan dengan menggunakan model Problem Based Learning yang terdiri dari lima fase. Pada fase pertama peserta didik diberikan motivasi tentang pentingnya mempelajari materi yang akan disampaikan. Pada fase ke dua peserta didik dikelompokan secara heterogen yang beranggotakan 4 -5 orang setiap kelompoknya. Kemudian peserta didik

(9)

9

diberikan bahan ajar yang berupa masalah dan mempersilahkan peserta didik untuk mendiskusikan dengan masing-masing anggota kelompoknya. Pada fase ke tiga setelah berdiskusi beberapa kelompok dipilih secara acak untuk menyajikan diskusi bahan ajar, sedangkan kelompok yang tidak menyajikan ke depan mencermati dan memberi tanggapan terhadap apa yang didiskusikan. Pada fase ke empat peserta didik diberikan LKPD yang berisi masalah dan didiskusikan sebagai tahapan untuk mengaplikasikan konsep yang baru saja dipahami (tanggung jawab). Kemudian setelah selesai mengerjakan LKPD guru memberikan kesempatan kepada kelompok untuk mempresentasikan hasilnya dan mengadakan sesi tanya jawab. Pada fase ke lima pembelajaran di akhiri dengan kegiatan penutup dimana guru dan peserta didik membuat rangkuman dari materi yang telah dipelajari, guru memberikan tugas individu untuk dikerjakan di rumah dan dikumpulkan pada pertemuan selanjutnya.

Berdasarkan hasil tes kemampuan koneksi matematik peserta didik, pada kelas eksperimen I indikator pertama dan kedua memenuhi kriteria baik dengan rata-rata 3,04 atau mencapai 76 %., indikator ketiga dan keempat juga memenuhi kriteria baik, dengan rata-rata 3,35 atau mencapai 83, 75%, indikator kelima dan keenam memenuhi kriteria cukup dengan rata-rata 2,35 atau mencapai 58,75%. Dan pada kelas eksperimen II indikator pertama dan kedua memenuhi kriteria kurang dengan rata-rata 2 atau mencapai 50 %, indikator ketiga dan keempat memenuhi kriteria baik dengan rata-rata 2,31 atau mencapai 57, 75%, indikator kelima dan keenam memenuhi kriteria kurang dengan rata-rata 2 atau mencapai 50%.

Soal tes kemampuan koneksi matematik peserta didik diberikan kepada 52 orang yang terdiri dari 26 orang yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbeed Head Together sebagai kelas eksperimen I dan 26 orang yang menggunakan model Problem Based Learning sebagai kelas eksperimen II. Soal tes berupa soal uraian tes kemampuan koneksi matematik peserta didik sebanyak 3 butir soal dan skor maksimal idealnya 12 dengan KKM 70% yang setara dengan nilai 8,4.

(10)

10

Jika dikaitkan dari hasil pengolahan skor tes kemampuan koneksi matematik dengan pencapaian KKM pada kelas eksperimen I mencapai 57,69% yaitu sebanyak 15 orang dan peserta didik yang belum memenuhi KKM mencapai 42,31% yaitu sebanyak 11 orang. Pada kelas eksperimen II peserta didik yang memenuhi KKM mencapai 11,54% yaitu sebanyak 3 orang dan peserta didik yang belum memenuhi KKM mencapai 88,46% yaitu sebanyak 23 orang.

Berdasarkan perhitungan diperoleh skor rata-rata pada kelas eksperimen I 8,73 dan pada kelas eksperimen II 6,31 . Ternyata pada kelas eksperimen I rata-ratanya lebih tinggi dari kelas eksperimen II. Dari hasil penelitian, pengolahan data, analisis data dan pengujian hipotesis, terlihat bahwa kemampuan koneksi matematik peserta didik pada materi lingkaran yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together lebih baik dari peserta didik yang menggunakan model Problem Based Learning.

Hal ini dikarenakan langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together lebih efektif, setiap peserta didik dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh kemudian peserta didik yang pandai dapat mengajari peserta didik yang kurang pandai sehingga ketika pembelajaran terjadi interaksi antar peserta didik dalam menjawab soal dan tidak ada peserta didik yang mendominasi dalam kelompok karena masing-masing peserta didik ada nomor yang membatasi sehingga peserta didik mempunyai masing-masing tanggung jawab tidak saling mengandalkan. Hal ini sesuai dengan Shoimin, Aris (2014:108) ”Setiap peserta didik mendapatkan kesempatan yang sama untuk menunjang timnya guna memperoleh nilai yang maksimal sehingga termotivasi untuk belajar.” Dengan demikian setiap peserta didik merasa mendapat tugas dan tanggung jawab sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Berdasarkan hasil analisis data pernyataan angket terhadap penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together yang menjadi kelas eksperimen I diperoleh rata-rata skor sebesar 80,81. Hal ini menunjukkan motivasi belajar peserta didik terhadap penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together ada pada kriteria tinggi. Sedangkan berdasarkan hasil analisis data pernyataan angket terhadap penggunaan model

(11)

11

Problem Based Learning yang dikelas eksperimen II diperoleh rata-rata keseluruhan adalah 64,2. Hal ini menunjukkan motivasi belajar peserta didik di kelas eksperimen II dengan menggunakan model Problem Based Learning ada pada kriteria sedang.

Analisis pernyataan angket motivasi belajar peserta didik dengan menggunkan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together indikator ke-1 adanya hasrat dan keinginan berhasil terdapat 5 pernyataan mencapai rata-rata 15,63 dengan kriteri tinggi, indikator ke-2 adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar terdapat 4 pernyataan mencapai rata-rata 10,69 dengan kriteri sedang, indikator ke-3 adanya harapan dan cita-cita terdapat 3 pernyataan mencapai rata-rata 8,73 dengan kriteria sedang, indikator ke-4 adanya penghargaan dalam belajar terdapat 3 pernyataan mencapai rata-rata 9,88 dengan kriteria tinggi, indikator ke-5 adanya kegiatan yang menarik dalam belajar terdapat 3 pernyataan mencapai rata-rata 5.93 dengan kriteria sedang, indikator ke 6 adanya lingkungan belajar yang kondusif sehingga memungkinkan peserta didik dapat belajar dengan baik terdapat 4 pernyataan mencapai rata-rata 12,25 dengan kriteria tinggi.

Sedangkan anlisis pernyataan angket motivasi belajar peserta didik dengan menggunkan model pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Learning indikator ke-1 adanya hasrat dan keinginan berhasil terdapat 5 pernyataan mencapai rata-rata 14,72 dengan kriteri sedang, indikator ke-2 adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar terdapat 4 pernyataan mencapai rata-rata 10,81 dengan kriteri sedang, indikator ke-3 adanya harapan dan cita-cita terdapat 2 pernyataan mencapai rata-rata 6,43 dengan kriteria tinggi, indikator ke-4 adanya penghargaan dalam belajar terdapat 2 pernyataan mencapai rata-rata 5,44 dengan kriteria sedang, indikator ke-5 adanya kegiatan yang menarik dalam belajar terdapat 2 pernyataan mencapai rata-rata 5,16 dengan kriteria sedang, indikator ke 6 adanya lingkungan belajar yang kondusif sehingga memungkinkan peserta didik dapat belajar dengan baik terdapat 2 pernyataan mencapai rata-rata 9,63 dengan kriteria tinggi.

(12)

12 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian, pengolahan data dan analisis data serta pengujian hipotesis, maka kesimpulan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kemampuan koneksi matematik peserta didik yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together lebih baik dari pada pembelajaran yang menggunakan model Problem Based Learning.

2. Motivasi belajar peserta didik selama proses pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together menunjukkan motivasi belajar pada kriteria tinggi.

3. Motivasi belajar peserta didik selama proses pembelajaran matematika dengan menggunakan model Problem Based Learning menunjukkan motivasi belajar pada kriteria sedang.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menyarankan hal-hal sebagai berikut:

1. Kepada kepala sekolah diharapkan memberi dukungan berupa sarana dan prasarana kepada guru mata pelajaran matematika untuk menerapkan model-model pembelajaran yang inovatif khususnya model-model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together.

2. Guru matematika disarankan untuk mencoba menggunakan model kooperatif tipe Numbered Head Together pada saat pembelajaran.

(13)

13

3. Peneliti selanjutnya disarankan untuk mengembangkan penelitian dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together pada materi yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Sumarmo, (Tim JICA, 2010). Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematik Peserta Didik dengan Menggunakan Strategi React. Tersedia: (http://10310255.blogspot.com/2012/01/penerapan-pembelajaran-matematika.html). (13 Januari 2015).

Sumarmo, Utari. (2013). “Berpikir Dan Disposisi matematik serta

pembelajarannya”. Bandung : FPMIPA

Nuri Fayanti, Siti Irma (2014). Pengaruh Model Pembelajaran Kontekstual Terhadap Kemampuan Koneksi Matematik Peserta Didik. Skripsi UNSIL Tasikmalaya: Tidak Diterbitkan.

Suprijono, Agus. (2014). Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Rahayu, (2006).

http://iniwebhamdan.wordpress.com/2012/05/10/pengertian-numbered-headas-together-nht/. (22 Januari 2015).

Kurniasih, Imas dan Berlin Sani. (2014). Sukses Mengimplementasikan Kurikulum 2013. Memahami Berbagai Aspek dalam Kurukulum 2013. Kata Pena. Srimulyati, Neneng. (2012). Pengaruh Peggunaan Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) Terhadap Motivasi Belajar dan Pemahaman Matematik Peserta Didik. Skripsi UNSIL. Tasikmalaya: Tidak Diterbitkan.

Uno, Hamzah B. (2013). Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Arulan, Dera Dewi. (2013). “Pengaruh Penggunaan Model Problem Based Learning Terhadap Kemampuan Penalaran Matematik Peserta Didik.”. (Skripsi). Universitas Siliwangi Tasikmalaya. Tidak Diterbitkan.

Eric, Krisyudo (2013). Pengaruh Penggunaan Model Advance Organizer Terhadap Kemampuan Koneksi Matematik dan Motivasi Belajar Pada

(14)

14

Siswa SMP. (Online). Tersedia: http://respository.upi.edu/3468/6/S MTK 0606159 CHAPTER .pdf. (12 Jauari 2015).

Siddiq, Akhmad. (2011). Perbandingan Model Pembelajaran Problem Based Learning dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together Terhadap Hasil Belajar Siswa di SMK N 4 Bandung. (Online).

Tersedia:

www.distrodoc.com/9316-perbandingan-model-pembelajaran- problem-based-learning-PBL-dengan-model-pembelajaran-kooperatif-tipe-

numbered-head-together-NHT-terhadap-hasil-belajar-di-SMKN-4-Bandung. (14 Februari 2015).

Shoimin, Aris. (2014). Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: ARR RUZZ MEDIA.

(15)

Referensi

Dokumen terkait

Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan

Identifikasi masalah pada penelitian ini adalah belum adanya sarana presentasi dan promosi untuk B-Live band, contohnya promosi yang hanya dilakukan dengan cara performance

Self sufficiency of daily life .. prinsip

Fasies batugamping yang terdapat pada daerah penelitian, terdiri dari: Fasies Foraminiferal Grainstone-Packstone, Fasies Platycoral Bindstone, Fasies Branchingcoral Bafflestone,

Lebih lanjut konteks interpersonal membahas bagaimana individu saling menanggapi satu sama lain dalam platform yang dimediasi oleh komputer?. Konsep yang muncul

Konsep KUH Perdata, anak luar kawin kecuali anak yang dilahirkan dari perzinaan atau pernodaan darah, disahkan oleh perkawinan yang menyusul bapak dan ibu

Metode analisis dilakukan dengan rancangan acak lengkap (RAL) untuk mengetahui berapa kadar logam Pb yang terabsorpsi dari tanah tercemar abu terbang pada akar tanaman

Studi Penggunaan Calcium Channel Blocker (CCB) sebagai Terapi Antihipertensi pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik di Rawat Inap RSU Haji Surabaya dapat terselesaikan dengan