• Tidak ada hasil yang ditemukan

ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN SUMENEP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN SUMENEP"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

4. LAPORAN STUDI EHRA KAB. SUMENEP TAHUN 2013 fik2 0

LAPORAN STUDI

ENVIRONMENTAL HEALTH RISK

ASSESSMENT (EHRA)

KABUPATEN SUMENEP

Kelompok Kerja Sanitasi KabupatenSumenep

Kabupaten Sumenep

2013

(2)

4. LAPORAN STUDI EHRA KAB. SUMENEP TAHUN 2013 fik2 1

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga Dokumen Hasil Penilaian Resiko Kesehatan Lingkungan atau Environmental Health Risk Assessment (EHRA) di Kabupaten Sumenep diselesaikan.

Buku ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada kalangan pemerintahan, lembaga profesional, dunia usaha dan masyarakat luas dalam upaya mendukung Program Pengelolaan Sanitasi guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di Kabupaten Sumenep.

Buku ini telah disusun seakurat mungkin dengan melibatkan semua pihak, yang berkompeten, untuk itu kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah melakukan survei, entry data, memberikan saran, pendapat dan kontribusinya sehingga buku dokumen Environmental Health Risk Assessment (EHRA) Kabupaten Sumenep dapat terselesaikan.

Ibarat “tiada gading yang tak retak”, tidak menutup kemungkinan dokumen Environmental Health Risk Assessment (EHRA) masih terdapat berbagai kekurangan. Kami harap adanya masukan untuk penyempurnaan dokumen ini, sehingga nantinya mampu memenuhi kebutuhan informasi yang terkait dengan kesehatan lingkungan di Kabupaten Sumenep oleh semua pihak secara lengkap dan akurat.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Sumenep, September 2013 KETUA POKJA SANITASI KABUPATEN SUMENEP

(3)

4. LAPORAN STUDI EHRA KAB. SUMENEP TAHUN 2013 fik2 2

DAFTAR ISI

Hal

Kata Pengantar...

Daftar Isi...

Daftar Tabel...

Daftar Gambar...

Ringkasan Eksekutif...

1

2

3

4

5

BAB 1

BAB 2

Pendahuluan...

Metodologi dan Langkah Studi EHRA...

7

8

2.1

2.2

2.3

2.4

Penentuan target area survei...

Penentuan jumlah/ besar responden...

Penentuan kecamatan dan desa/ kelurahan survei...

Penentuan RT/ RW dan responden di lokasi survei...

9

10

13

13

BAB 3

Hasil Studi EHRA...

14

3.1

3.2

3.3

3.4

3.5

3.6

3.7

3.8

Informasi responden...

Pengelolaan sampah rumah tangga...

Pembuangan air kotor/ limbah tinja manusia dan lumpur tinja...

Drainase lingkungan/ selokan sekitar rumah dan banjir...

Pengelolaan air minum rumah tangga...

Perilaku higiene...

Kejadian penyakit diare...

Indeks Resiko Sanitasi ( IRS )...

14

15

17

21

25

27

30

32

BAB 4

Penutup...

36

Daftar Lampiran...

37

(4)

4. LAPORAN STUDI EHRA KAB. SUMENEP TAHUN 2013 fik2 3

DAFTAR TABEL

Tabel

Hal

2.1

2.2

2.3

3.1

3.2

3.3

3.4

3.5

3.6

3.7

3.8

Kategori Klaster berdasarkan kriteria indikasi lingkungan berisiko...

Hasil klastering desa / kelurahan di KabupatenSumenep...

Desa/ Kelurahan Area Survei EHRA...

Informasi Responden ( EHRA )...

Area Beriesiko berdasarkan persampahan Hasil Studi EHRA

...

Area Beresiko Air Limbah Domestik Hasil Studi EHRA...

Area Beriesiko Genangan Air Hasil Studi EHRA

...

Area Beresiko Sumber Air Hasil Studi EHRA...

Area Beriesiko Perilaku Higiene dan Sanitasi Hasil Studi EHRA

...

Area Beresiko Kejadian Diare Pada Penduduk Hasil Studi EHRA...

Hasil Skoring Studi EHRA berdasarkan Indeks Risiko...

9

10

11

14

17

21

25

27

30

32

33

(5)

4. LAPORAN STUDI EHRA KAB. SUMENEP TAHUN 2013 fik2 4

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Hal

2.1

2.2

3.1

3.2

3.3

3.4

3.5

3.6

3.7

3.8

3.9

3.10

3.11

3.12

3.13

3.14

3.15

3.16

3.17

3.18

3.19

3.20

3.21

3.22

3.23

Distribusi desa per klaster untuk penetapan lokasi studi EHRA...

Peta Wilayah Survei Studi EHRA Kabupaten Sumenep...

Grafik Pengeloaan Sampah Studi EHRA...

Grafik Praktik Pemeliahan Sampah

Studi EHRA ...

GrafikPersentase Tempat Pembuangan Buang Air Besar

...

Grafik Tempat Penyaluran Akhir Tinja

...

Grafik Waktu Terakhir Pengurasan Tanki Septik

...

Grafik Praktik Pengurasan Tanki Septik

...

Diagram Grafik Kualitas Tangki Septik

...

Diagram Grafik Tempat Pembuangan Tinja Anak

...

Diagram grafik Kejadian Banjir/ Genangan Skala Kabupaten..

...

Diagram Grafik

persentase RT Banjir Rutin

...

Grafik

Lama banjir Mengenang

...

Diagram

Lokasi Genangan Di Sekitar Lingkungan Rumah Skala Kabupaten

...

Diagram Pie Lama banjir Mengenang

...

Diagram

Grafik Persentase SPAL yang berfungsi

...

Grafik

pencamaran SPAL

Kluster...

Diagram

Grafik Akses terhadap air bersih

...

Digram sumber air minum dan memasak

...

Diagram Pie

CPTS di lima waktu penting

...

Grafik waktu melakukan CPTS...

Persentase Penduduk Yang melakukan BABS...

Diagram Pie Kejadian Penyakit Diare Skala Kabupaten...

Diagram Pie Kelompok Penduduk terkena Diare Skala Kabupaten...

Grafik Indek Resiko Sanitasi IRS...

10

10

15

16

18

18

19

19

20

20

22

22

23

23

24

24

25

26

26

28

29

29

31

31

32

(6)

4. LAPORAN STUDI EHRA KAB. SUMENEP TAHUN 2013 fik2 5

RINGKASAN EKSEKUTIF

Studi EHRA ( Environmental Health Risk Assessment ) di Kabupaten Sumenep bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku masyarakat yang beresiko terhadap kesehatan lingkungan. Hasil dari studi EHRA ini adalah sebagai salah satu bahan utama untuk menyusun Buku Putih Sanitasi dan Strategi Sanitasi Kabupaten Sumenep.

Metode penentuan target area survei secara geografi dan demografi melalui proses Klastering dengan metode sampling yang digunakan adalah “Cluster Random Sampling”. Penetapan klaster dilakukan berdasarkan 4 ( empat ) kriteria utama yaitu jumlah kepadatan penduduk, angka kemiskinan, daerah/ wilayah yang dialiri sungai/ saluran drainase/ saluran irigasi, daerah terkena banjir. Dari kesepakatan di tingkat Pokja Sanitasi, penentuan klaster kecamatan diperoleh 12 kecamatan yang menjadi wilayah survey yaitu Kecamatan Ambunten, Batuan, Gapura, Gayam, Guluk-Guluk, Kalianget, Kota Sumenep, Lenteng, Pragaan, Rubaru, Saronggi, dan Talango. Sedangkan untuk penentuan jumlah sampel/ responden dipilih secara proporsional dan random berdasarkan total RT di semua RW dalam setiap Desa/Kelurahan yang telah ditentukan menjadi area survey. Jumlah sampel RT per Desa/Kelurahanminimal 8 RT dan jumlah sampel per RT sebanyak 5 responden. Dengan demikian jumlah sampel per desa/kelurahan adalah 40 responden. Yang menjadi responden adalah Ibu atau anak perempuan yang sudah menikah, dan berumur antara 18 s/d 60 tahun. Penentuan jumlah sampel dalam skala Kabupaten menggunakan rumus Slovin dan diperoleh hasil 2000 responden di 50 desa/ kelurahan yang berada di 12 kecamatan klastering tersebut di atas.

Hasil analisis mengenai Indeks Resiko berdasarkan 5 variabel yaitu sumber air, air limbah domestik, persampahan, genangan air dan perilaku hidup bersih sehat adalah pada kluster 0 resiko sanitasi terbesar adalah variabel PHBS, air limbah domestik, dan persampahan. Pada kluster 1 resiko sanitasi terbesar pada variabelPHBS, air limbah domestik dan persampahan. Pada kluster 2 resiko sanitasi terbesar pada variabel persampahan,PHBS dan air limbah domestik. pada kluster 3 resiko sanitasi terbesar pada variabel PHBS, persampahan, dan Sumber Air. Sedangkan pada kluster 4 resiko sanitasi terbesar pada variabel Sumber Air untuk PHBS, persampahan, Air Limbah Domestik dan Genangan Air mempunyai nilai tingkat risiko yang sama Dari hasil indeks resiko sanitasi diperoleh kategori daerah beresiko sanitasi sebagai berikut :

– Kluster 3 masuk dalam kategori kurang beresiko ( Resiko 1 ) – Kluster 0 dan 1 masuk dalam kategori resiko Sedang ( Resiko 2 ) – Kluster 2 masuk dalam kategori resiko tinggi ( Resiko 3 )

– Kluster 4 masuk dalam kategori Resiko Sangat Tinggi ( Resiko 4 )

Berdasarkan indeks resiko sanitasi tersebut diatas, prioritas masalah yang mendesak adalah : a. Persampahan.

- Masih minimnya masyarakat yang menjadi penerima layanan sampah sehingga diperlukan suatu upaya dari pemerintah, swasta dan masyarakat dalam hal pengelolaan sampah mulai dari pemilahan sampah di rumah, pengumpulan sampah dari rumah, pemilahan dan pengangkutan sampah ke TPS serta pemilahan dan pengangkutan sampah ke TPA

- Mayoritas masyarakat melakukan pembakaran yang akan menyebabkan polusi udara yang pada akhirnya akan merusak lapisan ozon dan menimbulkan efek rumah kaca. Untuk itu perlu di lakukan kegiatan sosialisasi mengenai hal tersebut

(7)

4. LAPORAN STUDI EHRA KAB. SUMENEP TAHUN 2013 fik2 6 - Di samping membakar sampah, masyarakat terutama di pedesaan yang mempunyai lahan kosong

yang luas membuang sampahnya di tempat tersebut sehinnga dapat mencemari tanah dan sumber air. Perlu dilakukan sosialisasi pengolahan sampah menjadi kompos.

- Masih minimnya masyarakat yang memanfaatkan sampah menjadi barang yang bernilai ekonomis. Untuk itu perlu dilakukan sosialisasi dan penyuluhan yang lebih intensif mengenai pengelolaan sampah dengan metode 3 R ( Reuse, Reduce, Recycle )

b. Air limbah domestik

- Masih di temuinya masyarakat yang BAB di sembarang tempat terutama di daerah aliran sungai. Untuk itu diperlukan suatu upaya merubah perilaku mereka supaya mau BAB di jamban dengan cara melakukan pemicuan.

- Masih banyaknya jamban keluarga model cubluk yang bisa mencemari sumber air bila jaraknya < 10 meter dari sumber air. Untuk itu perlu dilakukan sosialisasi dan penyuluhan tentang pentingnya penggunaan jamban yang sehat

c. Perilaku Hidup Bersih Sehat

- Sangat minimnya kesadaran masyarakat untuk melakukan cuci tangan pakai sabun (CTPS) di 5 waktu penting. Untuk itu perlu dilakukan sosialisasi dan penyuluhan tentang pentingnya CTPS di 5 waktu penting karena dapat mencegah dari penularan penyakit diare

(8)

4. LAPORAN STUDI EHRA KAB. SUMENEP TAHUN 2013 fik2 7

BAB 1

PENDAHULUAN

Environmental Health Risk Assessment Study atau Studi EHRA adalah sebuah survei partisipatif di tingkat Kabupaten/ Kota yang bertujuan untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan higinitas serta perilaku-perilaku masyarakat yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan program sanitasi termasuk advokasi di tingkat kabupaten/kota sampai ke desa/ kelurahan. Kabupaten Sumenep pada Tahun 2013 ini dipandang perlu melakukan Studi EHRA karena:

1. Pembangunan sanitasi membutuhkan pemahaman kondisi wilayah yang akurat

2. Data terkait dengan sanitasi terbatas di mana data umumnya tidak bisa dipecah sampai tingkat kelurahan/desa dan data tidak terpusat melainkan berada di berbagai kantor yang berbeda

3. EHRA adalah studi yang menghasilkan data yang representatif di tingkat kabupaten/kota dan kecamatan dan dapat dijadikan panduan dasar di tingkat kelurahan/desa

4. EHRA menggabungkan informasi yang selama ini menjadi indikator sektor-sektor pemerintahan secara eksklusif

5. EHRA secara tidak langsung memberi ”amunisi” bagi stakeholders dan warga di tingkat kelurahan/desa untuk melakukan kegiatan advokasi ke tingkat yang lebih tinggi maupun advokasi secara horizontal ke sesama warga atau stakeholders kelurahan/desa

Adapun tujuan dan manfaat dari studi EHRA adalah:

1. Untuk mendapatkan gambaran kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku yang beresiko terhadap kesehatan lingkungan

2. Memberikan advokasi kepada masyarakat akan pentingnya layanan sanitasi

3. Memberikan pemahaman yang sama dalam menyiapkan anggota tim survey yang handal

4. menyediakan salah satu bahan utama penyusunan Buku Putih Sanitasi dan StrategiSanitasi KabupatenSumenep

Pelaksanaan pengumpulan data lapangan dan umpan balik hasil EHRA dipimpin dan dikelola langsung oleh Kelompok Kerja (Pokja) Sanitasi KabupatenSumenep. Selanjutnya, data EHRA diharapkan menjadi bahan untuk mengembangkan Buku Putih Sanitasi Kabupaten Sumenep dan juga menjadi masukan untuk mengembangkan strategi sanitasi dan program-program sanitasi Kabupaten.

(9)

4. LAPORAN STUDI EHRA KAB. SUMENEP TAHUN 2013 fik2 8

BAB 2

METODOLOGI DAN LANGKAH STUDI EHRA

EHRA adalah studi yang menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menerapkan 2 (dua) teknik pengumpulan data, yakni 1) wawancara (interview) dan 2) pengamatan (observation). Pewawancara dan pelaku pengamatan dalam EHRA adalah Enumerator yang dipilih secara kolaboratif oleh Pokja Sanitasi dan Dinas Kesehatan Kabupaten Sumenep. Sementara Sanitarian bertugas menjadi Supervisor selama pelaksanaan survei. Sebelum turun ke lapangan, para sanitarian dan enumerator diwajibkan mengikuti pelatihan enumerator selama 2 (dua) hari berturut-turut. Materi pelatihan mencakup dasar-dasar wawancara dan pengamatan; pemahaman tentang instrumen EHRA; latar belakang konseptual dan praktis tentang indikator-indikator; uji coba lapangan; dan diskusi perbaikan instrumen.

Unit sampling utama (Primary Sampling) adalah RT (Rukun Tetangga). Unit sampling ini dipilih secara proporsional dan random berdasarkan total RT di semua RW dalam setiap Desa/Kelurahan yang telah ditentukan menjadi area survey. Jumlah sampel RT per Desa/Kelurahanminimal 8 RT dan jumlah sampel per RT sebanyak 5 responden. Dengan demikian jumlah sampel per desa/kelurahan adalah 40 responden. Yang menjadi responden adalah Ibu rumah tangga atau anak perempuan yang sudah menikah, dan berumur antara 18 s/d 65 tahun.

Panduan wawancara dan pengamatan dibuat terstruktur dan dirancang untuk dapat diselesaikan dalam waktu sekitar 30-45 menit. Panduan diuji kembali dalam hari kedua pelatihan enumerator dengan try out ke lapangan. Untuk mengikuti standar etika, informed consent wajib dibacakan oleh sanitarian sehingga responden memahami betul hak-haknya dan memutuskan keikutsertaan dengan sukarela dan sadar.

Pekerjaan entri data dikoordinir oleh Tim dari Dinas Kesehatan Kabupaten Sumenep. Sebelum melakukan entri data, tim data entri terlebih dahulu mengikuti pelatihan singkat data entry EHRA yang difasilitasi oleh Tim Fasilitatoryang telah terlatih dari PIU Advokasi dan Pemberdayaan. Selama pelatihan itu, tim data entri dikenalkan pada struktur kuesioner dan perangkat lunak yang digunakan serta langkah-langkah untuk uji konsistensi yakni program EPI Info dan SPSS.

Untuk quality control, tim spot check mendatangi 5% rumah yang telah disurvei. Tim spot check secara individual melakukan wawancara singkat dengan kuesioner yang telah disediakan dan kemudian menyimpulkan apakah wawancara benar-benar terjadi dengan standar yang ditentukan. Quality control juga dilakukan di tahap data entri. Hasil entri dire-check kembali oleh tim Pokja Sanitasi. Sejumlah 5% entri kuesioner diperiksa kembali. Kegiatan Studi EHRA memerlukan keterlibatan berbagai pihak dan tidak hanya bisa dilaksanakan oleh Pokja Kabupaten/Kota semata. Agar efektif, Pokja Sanitasi Kabupaten/Kota diharapkan bisa mengorganisir pelaksanaan secara menyeluruh. Adapun susunan Tim EHRA sebagai berikut:

1. Penanggungjawab : Pokja Kabupaten Sumenep 2. Koordinator Survey : Pokja - Dinas Kesehatan

3. Anggota : BAPPEDA, DPU – BC, BLH, BPM – PD, TP – PKK Kab.

4. Koordinator wilayah/kecamatan : Kepala Puskesmas

5. Supervisor : Sanitarian Puskesmas

6. Tim Entry data : Dinas Kesehatan Kab. Sumenep 7. Tim Analisis data : Pokja Kabupaten Sumenep

(10)

4. LAPORAN STUDI EHRA KAB. SUMENEP TAHUN 2013 fik2 9

2.1.

Penentuan Target Area Survei

Metoda penentuan target area survei dilakukan secara geografi dan demografi melalui proses yang dinamakan Klastering. Hasil klastering ini juga sekaligus bisa digunakan sebagai indikasi awal lingkungan berisiko. Proses pengambilan sampel dilakukan secara random sehingga memenuhi kaidah ”Probability Sampling” dimana semua anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk menjadi sampel. Sementara metoda sampling yang digunakan adalah “Cluster Random Sampling”. Teknik ini sangat cocok digunakan di KabupatenSumenep. mengingat area sumber data yang akan diteliti sangat luas. Pengambilan sampel didasarkan pada daerah populasi yang telah ditetapkan.

Penetapan klaster dilakukan berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan oleh Program PPSP sebagai berikut:

1. Kepadatan penduduk yaitu jumlah penduduk per luas wilayah. Pada umumnya tiap kabupaten/ kota telah mempunyai data kepadatan penduduk sampai dengan tingkat kecamatan dan kelurahan/ desa.

2. Angka kemiskinan dengan indikator yang datanya mudah diperoleh tapi cukup representatif menunjukkan kondisi sosial ekonomi setiap kecamatan dan/atau kelurahan/ desa. Sebagai contoh ukuran angka kemiskinan bisa dihitung berdasarkan proporsi jumlah Keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera 1 dengan formula sebagai berikut:

(∑ Pra-KS + ∑ KS-1)

Angka kemiskinan = --- X 100%

∑ KK

3. Daerah/wilayah yang dialiri sungai/kali/saluran drainase/saluran irigasi dengan potensi digunakan sebagai MCK dan pembuangan sampah oleh masyarakat setempat

4. Daerah terkena banjir dan dinilai mengangggu ketentraman masyarakat dengan parameter ketinggian air, luas daerah banjir/genangan, lamanya surut.

Berdasarkan kriteria di atas, klastering wilayah KabupatenSumenep menghasilkan kategori klaster sebagaimana dipelihatkan pada Tabel 2.1 Wilayah (kecamatan atau desa/kelurahan) yang terdapat pada klaster tertentu dianggap memiliki karakteristik yang identik/homogen dalam hal tingkat risiko kesehatannya. Dengan demikian, kecamatan/desa/kelurahan yang menjadi area survei pada suatu klaster akan mewakili kecamatan/desa/kelurahan lainnya yang bukan merupakan area survei pada klaster yang sama. Berdasarkan asumsi ini maka hasil studi EHRA ini bisa memberikan peta area berisiko KabupatenSumenep

Tabel 2.1. Kategori Klaster berdasarkan kriteria indikasi lingkungan berisiko

Kategori Klaster Kriteria

Klaster 0 Wilayah desa/kelurahan yang tidak memenuhi sama sekali kriteria indikasi lingkungan berisiko.

Klaster 1 Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 1 kriteria indikasi lingkungan berisiko.

Klaster 2 Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 2 kriteria indikasi lingkungan berisiko.

Klaster 3 Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 3 kriteria indikasi lingkungan berisiko.

Klaster 4 Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 4 kriteria indikasi lingkungan berisiko.

Klastering wilayah di Kabupaten Sumenep menghasilkan katagori klaster sebagaimana dipelihatkan pada Tabel 2.1 Wilayah (kecamatan atau desa/kelurahan) yang terdapat pada klaster tertentu dianggap memiliki karakteristik yang identik/homogen dalam hal tingkat risiko kesehatannya. Dengan demikian, kecamatan/desa/kelurahan yang menjadi area survei pada suatu klaster akan mewakili kecamatan/desa/kelurahan lainnya yang bukan merupakan area survei pada klaster yang sama.

(11)

4. LAPORAN STUDI EHRA KAB. SUMENEP TAHUN 2013 fik2 10 Tabel 2.2 Hasil klastering desa/ kelurahan di KabupatenSumenep

No. Klaster Jumlah

1 4 1 desa/ kelurahan 2 3 2 desa/ kelurahan 3 2 15 desa/ kelurahan 4 1 22 desa/ kelurahan 5 0 10 desa/ kelurahan 50 desa/ kelurahan

Hasil klastering wilayah Kecamatan sebanyak 27 Kecamatan menghasilkan 12 Kecamatan terpilih dan dari 12 Kecamatan tersebut dilakukan klastering dari 332 Desa desa/kelurahan menghasilkan 50 desa wilayah survei distribusi sebagai berikut :

1) klaster 0 sebanyak 10 desa 21,2 %, 2) klaster 1 sebanyak 22 desa 44,2%, 3) klaster 2 sebanyak 15 desa 28,8 %, 4) klaster 3 sebanyak 2 desa 3,8 %.dan 5) klaster 4 sebanyak 1 desa 1,9 %.

Untuk lebih jelasnya distribusi desa kedalam klaster tersebut dapat dilihat pada gambar grafik di bawah ini :

Gambar 2.1 : Distribusi desa per klaster untuk penetapan lokasi studi EHRA

2.2.

Penentuan Jumlah Desa/Kelurahan Area Survei

Setelah menghitung kebutuhan responden dengan menggunakan rumus Slovin di atas maka selanjutnya ditentukan lokasi studi EHRA dengan cara memilih sebanyak 40 desa/ kelurahan secara random. Hasil pemilihan ke - 40 desa/ kelurahan tersebut disajikan pada tabel di bawah ini :

(12)

4. LAPORAN STUDI EHRA KAB. SUMENEP TAHUN 2013 fik2 11 Tabel 2.3 : Desa/ Kelurahan Area Survei EHRA

No Klaster Kecamatan Desa/Kel Terpilih Jumlah RT terpilih Responden Jumlah

1 4 Pragaan Pragaan Laok 8 RT 40 responden

2 3 Ambunten

Kalianget .

Ambunten Timur

Pinggir Papas 8 RT 8 RT 40 responden 40 responden

3 2 Pragaan Saronggi Kota Sumenep Lenteng Guluk-Guluk Gapura Gayam Ambunten Batuan Kalianget Rubaru. Sentol Daya Prenduan Talang Kolor Pandian Sindir

Payudan Karang Sokon Gapura Timur Gayam Ambunten Tengah Bukabu Babbalan Marengan Laok Kalianget Timur Bunbarat 8 RT 8 RT 8 RT 8 RT 8 RT 8 RT 8 RT 8 RT 8 RT 8 RT 8 RT 8 RT 8 RT 8 RT 8 RT 40 responden 40 responden 40 responden 40 responden 40 responden 40 responden 40 responden 40 responden 40 responden 40 responden 40 responden 40 responden 40 responden 40 responden 40 responden 4 1 Pragaan Saronggi Talango Kota Sumenep Lenteng Guluk-guluk Gapura Gayam Ambunten Batuan Kalianget Rubaru Pragaan Daya Kebun Dadap Barat Talango Marengan Daya Kacongan Parsanga Bangselok Kebunan Cangkreng Lenteng Timur Guluk-Guluk Ketawang Laok Beraji Karang Tengah Nyamplong Beluk Raje Gedungan Batuan Gelugur Kalianget Barat Matanair Banasare 8 RT 8 RT 8 RT 8 RT 8 RT 8 RT 8 RT 8 RT 8 RT 8 RT 8 RT 8 RT 8 RT 8 RT 8 RT 8 RT 8 RT 8 RT 8 RT 8 RT 8 RT 8 RT 40 responden 40 responden 40 responden 40 responden 40 responden 40 responden 40 responden 40 responden 40 responden 40 responden 40 responden 40 responden 40 responden 40 responden 40 responden 40 responden 40 responden 40 responden 40 responden 40 responden 40 responden 40 responden

(13)

4. LAPORAN STUDI EHRA KAB. SUMENEP TAHUN 2013 fik2 12 No Klaster Kecamatan Desa/Kel Terpilih Jumlah RT terpilih Responden Jumlah

5 0 Saronggi Talango Kota Sumenep Lenteng Guluk-guluk Gapura Gayam Rubaru

Kebun Dadap Barat Tanjung Kebundadap Timur Paberasan Ellak Laok Bargung Gersik Putih Grujugan Tarebung Rubaru 8 RT 8 RT 8 RT 8 RT 8 RT 8 RT 8 RT 8 RT 8 RT 8 RT 40 responden 40 responden 40 responden 40 responden 40 responden 40 responden 40 responden 40 responden 40 responden 40 responden

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.2 di bawah ini :

2.3.

(14)

4. LAPORAN STUDI EHRA KAB. SUMENEP TAHUN 2013 fik2 13

Penentuan Jumlah/Besar Responden

Jumlah sampel untuk tiap kelurahan/desa diambil sebanyak 40 responden. Sementara itu jumlah sampel RT per Kelurahan/Desaminimal 8 RT yang dipilih secara random dan mewakili semua RT yang ada dalam Kelurahan/Desa tersebut. Jumlah responden per Kelurahan/Desa sebanyak40 rumah tanggayang tersebar secara proporsional di 8 RT terpilih dan pemilihan responden juga secara random, sehingga akan ada minimal 5 responden per RT

Berdasarkan kaidah statistik, untuk menentukan jumlah sampel minimum dalam skala kabupaten/kota digunakan “Rumus Slovin” sebagai berikut:

Dimana:

n adalah jumlah sampel

N adalah jumlah populasi

d adalah persentase toleransi ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat

ditolerir 2,5% (d = 0,025)

Dengan jumlah populasi rumah tangga sebanyak 318.993 KK maka jumlah sampel minimum yang harus dipenuhi adalah sebanyak 1592. Namun demikian untuk keperluan keterwakilan desa/ kelurahan berdasarkan hasil klastering, Pokja Sanitasi Kabupaten Sumenep menetapkan jumlah desa/ kelurahan yang akan dijadikan target area survei sebanyak 50 desa sehingga jumlah sampel yang harus diambil sebanyak 50 X 40 = 2000 responden.

2.4.

Penentuan RW/RT Dan Responden di Lokasi Survei

Unit sampling primer (PSU = Primary Sampling Unit) dalam EHRA adalah RT. Karena itu, data RT per RW per kelurahan mestilah dikumpulkan sebelum memilih RT. Jumlah RT per kelurahan adalah 8 (delapan) RT. Untuk menentukan RT terpilih, silahkan ikuti panduan berikut.

Urutkan RT per RW per kelurahan.

 Tentukan Angka Interval (AI). Untuk menentukan AI, perlu diketahui jumlah total RT total dan jumlah yang akan diambil.

 Jumlah total RT kelurahan : X.  Jumlah RT yang akan diambil : Y

 Maka angka interval (AI) = jumlah total RT kelurahan / jumlah RT yang diambil. AI = X/Y (dibulatkan)misal pembulatan ke atas menghasilkan Z, maka AI = Z

 Untuk menentukan RT pertama, kocoklah atau ambilah secara acak angka antara 1 – Z (angka random). Sebagai contoh, angka random (R#1) yang diperoleh adalah 3.

 Untuk memilih RT berikutnya adalah 3 + Z= ... dst.

Rumah tangga/responden dipilih dengan menggunakan cara acak (random sampling), hal ini bertujuan agar seluruh rumah tangga memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai sampel. Artinya, penentuan rumah itu bukan bersumber dari preferensi enumerator/supervisor ataupun responden itu sendiri. Tahapannya adalah sbb.

 Pergi ke RT terpilih. Minta daftar rumah tangga atau bila tidak tersedia, buat daftar rumah tangga berdasarkan pengamatan keliling dan wawancara dengan penduduk langsung.

 Bagi jumlah rumah tangga (misal 25) dengan jumlah sampel minimal yang akan diambil, misal 5 (lima)  diperoleh Angka Interval (AI) = 25/5 = 5

 Ambil/kocok angka secara random antara 1 – AI untuk menentukan Angka Mulai (AM), contoh dibawah misal angka mulai 2

(15)

4. LAPORAN STUDI EHRA KAB. SUMENEP TAHUN 2013 fik2 14

BAB 3

HASIL STUDI EHRA

3.1 Informasi Responden

Yang menjadi responden dalam pelaksanaan survei EHRA ini adalah ibu rumah tangga atau anak perempuan yang sudah menikah yang dapat dilihat pada Tabel 3.1 dan gambar diagram pie di bawah ini :

Kluster Desa/Kelurahan Total

0 1 2 3 4 n % n % n % n % n % n % Kelompok Umur Responden <= 20 tahun 12 3,0 18 2,0 15 2,5 3 3,8 1 2,5 49 2,5 21 - 25 tahun 32 8,0 97 11,0 49 8,2 7 8,8 11 27,5 196 9,8 26 - 30 tahun 63 15,8 118 13,4 96 16,0 10 12,5 6 15,0 293 14,7 31 - 35 tahun 64 16,0 144 16,3 78 13,0 11 13,8 5 12,5 302 15,1 36 - 40 tahun 64 16,0 173 19,6 116 19,4 25 31,3 12 30,0 390 19,5 41 - 45 tahun 63 15,8 110 12,5 77 12,9 12 15,0 3 7,5 265 13,3 > 45 tahun 102 25,5 221 25,1 168 28,0 12 15,0 2 5,0 505 25,3 Status dari rumah yang tempati Milik sendiri 348 87,0 722 82,0 496 82,8 74 92,5 30 75,0 1670 83,5 Rumah dinas 0 ,0 3 ,3 2 ,3 1 1,3 0 ,0 6 ,3 Berbagi dengan keluarga lain 7 1,8 4 ,5 6 1,0 0 ,0 1 2,5 18 ,9 Sewa 0 ,0 3 ,3 0 ,0 0 ,0 0 ,0 3 ,2 Kontrak 0 ,0 13 1,5 3 ,5 0 ,0 0 ,0 16 ,8 Milik orang tua 45 11,3 132 15,0 91 15,2 5 6,3 9 22,5 282 14,1 Lainnya 0 ,0 4 ,5 1 ,2 0 ,0 0 ,0 5 ,3 Pendidikan terakhir Tidak sekolah formal 80 20,0 136 15,4 144 24,0 24 30,0 0 ,0 384 19,2 SD 201 50,3 363 41,2 255 42,6 40 50,0 19 47,5 878 43,9 SMP 55 13,8 164 18,6 96 16,0 10 12,5 9 22,5 334 16,7 SMA 36 9,0 152 17,3 80 13,4 6 7,5 10 25,0 284 14,2 SMK 2 ,5 8 ,9 4 ,7 0 ,0 0 ,0 14 ,7 Universitas/Akademi 26 6,5 58 6,6 20 3,3 0 ,0 2 5,0 106 5,3 Kepemilikan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dari desa/kelurahan? Ya 81 20,3 87 9,9 83 13,9 12 15,0 8 20,0 271 13,6 Tidak 319 79,8 794 90,1 516 86,1 68 85,0 32 80,0 1729 86,5 Kepemilikan Kartu Asuransi Kesehatan bagi Keluarga Miskin (ASKESKIN)? Ya 139 34,8 270 30,6 205 34,2 6 7,5 20 50,0 640 32,0 Tidak 261 65,3 611 69,4 394 65,8 74 92,5 20 50,0 1360 68,0 B6. Apakah ibu mempunyai anak? Ya 370 92,5 803 91,1 538 89,8 72 90,0 37 92,5 1820 91,0 Tidak 30 7,5 78 8,9 61 10,2 8 10,0 3 7,5 180 9,0

(16)

4. LAPORAN STUDI EHRA KAB. SUMENEP TAHUN 2013 fik2 15 Dari Tabel 3.1 diatas terlihat bahwa yang menjadi responden dalam survei yang terbanyak adalah istri ( 95,1% ). Sedangkan untuk umur responden , usia responden yang terbanyak adalah kelompok umur > 45 tahun ( 25,3 % ) dan yang paling sedikit adalah kelompok umur ≤ 20 tahun (2,5 %). Bila ditinjau dari tingkat pendidikan responden tingkat pendidikan responden yang terbanyak adalah SD ( 44,6% ) dan yang paling sedikit adalah SMK ( 4% ). Dan bila ditinjau dari status rumah yang ditempati oleh responden bahwa status rumah yang ditempati oleh responden yang terbanyak adalak milik sendiri ( 83,5% ) dan yang paling sedikit adalah sewa ( 0,2% ).

3.2. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga

Sampah rumah tangga merupakan salah satu jenis sampah yang ikut memperberat masalah persampahan yang dihadapi oleh pemerintah Kabupaten Sumenep, khususnya di wilayah perkotaan. Kurangnya kesadaran masyarakat untuk pengelolaan sampah merupakan salah satu kendala dalam pengendalian pencemaran limbah sampah di samping keterbatasan sarana dan prasarana persampahan, sehingga seringkali masyarakat membuang sampah sembarangan dan membakar sampah.

Pengelolaan sampah sangat penting dilakukan ditingkat rumah tangga dengan pemilahan sampah dan pemanfaatan atau penggunaan ulang sampah atau yang lebih dikenal dengan metode 3 R ( Reuse Reduce Recycle ) misalnya sampah dijadikan bahan baku kerajinan atau dijadikan kompos.

Permasalahan persampahan yang dipelajari dalam survey EHRA antara lain: 1) cara pembuangan sampah 2) frekuensi dan pendapat tentang ketepatan pengangkutan sampah bagi rumah tangga yang menerima layanan pengangkutan sampah 3) praktek pemilahan sampah dan 4) biaya layanan sampah. Sisi layanan pengangkutan juga dilihat dari aspek frekuensi, ketetapan waktu pengangkutan dan besarnya biaya yang dikeluarkan untuk membayar layanan sampah ini. Sebuah rumah tangga yang menerima pelayanan pengangkutan sampah, tetap memiliki resiko kesehatan tinggi bila frekuensi pengangkutan sampah terjadi lebih lama dari satu minggu sekali. Ketepatan pengangkutan sampah digunakan untuk menggambarkan seberapa konsisten ketepatan tentang frekuensi pengangkutan sampah.

Hasil survei EHRA mengenai pengelolaan sampah rumah tangga pada aspek cara pengelolaan sampah rumah tangga pada skala kabupaten dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

(17)

4. LAPORAN STUDI EHRA KAB. SUMENEP TAHUN 2013 fik2 16

Dari Gambar Grafik 3.1 diatas, dapat dilihat bahwa pengelolaan sampah rumah tangga yang

dilakukan oleh masyarakat sebagian besar adalah dibakar ( 53,6% ), dibuang Dibuang

Kesungai/Kali/Laut/Danau ( 15,6% ) dan dibuang di lahan kosong/ kebun/ hutan dan dibiarkan

membusuk ( 12,5 % ). Dari hasil survei tersebut terlihat bahwa sebagian masyarakat belum menjadi

penerima layanan sampah dan belum melakukan pemanfaatan sampah ( 3R ) sehingga sampah dapat

mencemari tanah, air dan udara ( gas hasil pembakaran sampah ),Sedangkan kalau kita untuk masing

– masing kluster dapat kami jelaska sebagai berikut,

kluster 4 sebagian besar adalah dengan dibakar ( 67,5% ) dan Dibuang ke lahan kosong/kebun/hutan dan dibiarkan membusuk (17,5%). Pada kluster 3 pengelolaan sampah rumah tangga yang terbanyak adalah dengan Dibuang ke sungai/kali/laut/danau (68,8%) dan Dibuang ke lahan kosong/kebun/hutan dan dibiarkan membusuk ( 27,5% ). Pada kluster 2 pengelolaan sampah rumah tangga yang terbanyak adalah dengan dibakar ( 51,3% ) dan Dibuang ke lahan kosong/kebun/hutan dan dibiarkan membusuk ( 15,0% ). pada kluster 1 pengelolaan sampah rumah tangga yang terbanyak adalah dengan dibakar ( 54,9% ) dan Dibuang ke sungai/kali/laut/danau ( 13,6% ). Sedangkan pada kluster 1 pengelolaan sampah rumah tangga yang terbanyak adalah dengan dibakar ( 63,7% ) dan Dibuang ke sungai/kali/laut/danau ( 12,1% ).

Untuk kepentingan identifikasi tingkat resiko kesehatan lingkungan, rincian cara pembuangan di atas disederhanakan utamanya berdasarkan dua kategori besar yaitu penerima layanan sampah dan non penerima layanan sampah yang dapat dilihat pada gambar dilihat pada gambar diagram pie di bawah ini :

Grafik 3.2 Praktik Pemeliahan Sampah

Dari Gambar Grafik 3.2 di atas terlihat bahwa jumlah responden banyak yang tidak melakukan pemilahan sampah (95,2%) dan yang melakukan pemilahan hanya (4,8%), dan kalau kita lihat per klaster dapat kita lihat dari garfik diatas yang melakukan pemilahan pada klaster 0 (50%),klaster 1 (1,2%),klater 2 (7,9%), sedangkan klaster 3,4 tidak melakukan pemilahan. Artinya kontribusi terbesar yang belam melakukan pemilahan sampah terdapat pada kluster 3 dan 4 sehingga memiliki resiko kesehatan lingkungan.

Untuk kepentingan identifikasi tingkat resiko kesehatan lingkungan, rincian cara pembuangan di atas disederhanakan utamanya berdasarkan dua kategori besar yaitu penerima layanan sampah dan non penerima layanan sampah yang dapat dilihat pada tabel 3.2 di bawah ini :

(18)

4. LAPORAN STUDI EHRA KAB. SUMENEP TAHUN 2013 fik2 17

Variabel Kategori

Kluster Desa/Kelurahan Total

0 1 2 3 4 n % n % n % n % n % n % Pengelolaan sampah Tidak memadai 397 100,0 797 90,8 542 90,5 80 100,0 40 100,0 1856 93,1 Ya, memadai 0 ,0 81 9,2 57 9,5 0 ,0 0 ,0 138 6,9 Frekuensi pengangkutan sampah Ya, memadai 0 ,0 0 ,0 1 100,0 0 ,0 0 ,0 1 100,0 Ketepatan waktu pengangkutan sampah Tidak tepat waktu 0 ,0 0 ,0 1 100,0 0 ,0 0 ,0 1 100,0 Pengolahan sampah setempat Tidak diolah 388 97,0 866 98,3 577 96,3 80 100,0 39 97,5 1950 97,5 Ya, diolah 12 3,0 15 1,7 22 3,7 0 ,0 1 2,5 50 2,5

Tabel 3.2 Area Beresiko berdasarkan persampahan Hasil Studi EHRA

Setelah kita lihat tabel 3.2 diatas kita dapat melihat area yang beriko berdasarkan persampahan terdapat di kluster 4 dan yang paling berisiko pada kluster 3 yang 100 % tidak melakukan pengelolaan sampah dantidak mendapatkan pelayanan sampah, dan kalau kita lihat pada semua kluster tidak memdapatkan pelayanan dan hanya pada kluster 2 yang mendapatkan pelayanann pengankutan sampah.

3.3 Pembuangan Air Kotor/ Limbah Tinja dan Lumpur Tinja

Air kotor/ limbah tinja adalah buangan yang berasal dari pembuangan tinja manusia baik yang berupa cair maupun padat. Pengelolaan tinja manusia memerlukan penanganan yang khusus karena tinja mengandung bakteri patogen yang dapat menularkan penyakit seperti Thypus, Hepatitis, diare dan sebagainya.

Praktek BAB ( Buang Air Besar) di tempat yang kurang memadai merupakan salah satu faktor meningkatnya resiko status kesehatan masyarakat. Selain mencemari tanah dan juga mencemari sumber air minum warga. Tempat BAB yang tidak memadai bukan hanya tempat BAB di ruang terbuka seperti sungai/kali/got/kebun tetapi juga menggunakan sarana jamban di rumah yang mungkin dianggap nyaman, tapi sarana penampungan dan pengolahan tinjanya tidak memadai. Sarana penampungan dan pengolahan tinjanya tidak memadai, misal yang tidak kedap air dan berjarak terlalu dekat dengan sumber air minum.

Pembuangan tinja anak menurut masyarakat umumnya dianggap sepele. Kotoran/tinja anak dianggap berbeda dengan tinja orang dewasa, kotoran anak dianggap tidak berbahaya dan bisa dibuang kemana saja, termasuk ke ruang terbuka seperti sungai, parit, tanah lapang ataupun keranjang tempat sampah rumah tangga. Anggapan seperti ini sangat keliru karena pembuangan tinja baik anak maupun orang dewasa adalah salah satu masalah sanitasi yang perlu diperhatikan karena sangat berbahaya dan dapat mencemari lingkungan dengan berbagai pathogen penyebab penyakit yang terkandung di dalamnya.

Berdasarkan hasil survei EHRA mengenai tempat Buang Air Besar ( BAB ) orang dewasa skala kabupaten dapat terlihat dari gambar diagram pie di bawah ini :

(19)

4. LAPORAN STUDI EHRA KAB. SUMENEP TAHUN 2013 fik2 18 Gambar Garfik 3.3: Persentase Tempat Pembuangan Buang Air Besar

Dari gambar garfik 3..3 diatas terlihat bahwa tempat BAB orang dewasa sebagian besar adalah di jamban pribadi ( 79,1% ), sungai/ pantai/ laut ( 11,1% ) dan Kebun/Pekarangan ( 4,5% ). Dari data tersebut terlihat bahwa masih adanya masyarakat yang BAB tidak di tempat yang aman ( 21,0% ) sehingga perlu dilakukan kegiatan untuk merubah perilaku BAB sehingga mereka mau BAB di tempat yang aman yaitu jamban pribadi.

Sedangkan untuk tempat penyeluran akhir tinja pada skala kabupaten dapat dilihat pada gambar diagram pie di bawah ini :

Gambar 3.4: Grafik Tempat Penyaluran Akhir Tinja

Dari gambar 3.14 di atas terlihat bahwa tempat penyaluran buangan akhir tinja sebagian besar adalah berupa tangki septik cubluk/ lobang tanah ( 45,0% ), berupa tangki septik ( 31,3% ) Tidak tahu ( 20,3% ). Dari data tersebut terlihat bahwa masih banyak rumah tangga yang buangan akhir tinjanya di buang di tempat yang tidak aman yaitu cubluk/ lobang tanah dan sungai/ danau/ pantai yang beresiko dapat mencemari sumber air.

(20)

4. LAPORAN STUDI EHRA KAB. SUMENEP TAHUN 2013 fik2 19 Gambar 3.5 : Grafik Waktu Terakhir Pengurasan Tanki Septik

Dari gambar 3.5 di atas terlihat bahwa pada kluster 0 mempunyai persentase tertinggi yang tidak pernah melakukan pengurasan tangki septik (90,4%) dan kalau kita lihat secara keselurahan hampir semua tidak pernah menguras tanki septik, dan pada kluster 3 BABS sehingga tidak pernah menguras tanki septik.

Sedangkan untuk cara pengurasan tanki septiktank dapat dilihat pada gambar grafik dibawah in :

(21)

4. LAPORAN STUDI EHRA KAB. SUMENEP TAHUN 2013 fik2 20 Sedangkan untuk kualitas tangki septik yang dimiliki rumah tangga pada skala kabupaten dapat dilihat pada gambar grafik di bawah ini :

Gambar 3.7: Diagram Grafik Kualitas Tangki Septik

Pada gambar grafik 3.7 diatas terlihat bahwa kualitas tangki septik sebagian besar bersuspek aman( 67,3% ) sedangkan sisanya tidak aman ( 32,8% ), Sedangkan kualitas tangki septik per kluster adalah sebagai berikut ; bahwa kualitas tangki septik pada kluster 0 sebagian besar adalah bersuspek aman ( 82,5% ), kluster 1 sebagian besar adalah bersuspek aman ( 73,1% ), kluster 3 bersuspek aman ( 100% ) dan kluster 4 sebagian adalah bersuspek aman ( 78,2% ).

Sedangkan untuk praktek pembuangan kotoran anak balita di rumah responden yang di rumahnya ada balita pada skala kabupaten dapat di lihat pada gambar diagram pie di bawah ini :

Gambar 3.8: Diagram Grafik Tempat Pembuangan Tinja Anak

Pada gambar 3.8 di atas terlihat bahwa tinja anak sebagian besar menjawab tidak tau(70,9) dan sebagian r dibuang ke WC/ jamban (15,8%) dan ke sungai/ selokan/ got ( 6,6% ). Sedangkan kalu kita lihat per

(22)

4. LAPORAN STUDI EHRA KAB. SUMENEP TAHUN 2013 fik2 21 kluster adalah pada kluster 0 s/d 4 sebagain besar menjawab tidak tau dan sisanya pada kluster 0 (10,3%)ke WC,(6,5%)ke sungai/ selokan/ got, pada kluster 1 ke WC/ jamban ( 18,5% ) dan ke sungai/ selokan/ got ( 4,7% ). Pada kluster 2 ke WC/ jamban ( 16,4% ) dan ke sungai/ selokan/ got ( 6,7% ). Pada kluster 3 ke sungai/ selokan/ got (27,5%). ke lainnya ( 2,5% ) dan Pada kluster 4 ke WC/ jamban ( 32,9% ) Ke kebun/pekarangan/jalan (7,5%) dan ke sungai/ selokan/ got ( 5,5% ).

Sedangkan untuk jumlah KK yang memiliki saluran pengelolaan air limbah pada skala kabupaten dapat dilihat pada tabel 3.4di bawah ini :

Dari gambar 3.20 di atas terlihat bahwa pada skala kabupaten sebagian besar KK sudah memiliki saluran pembuangan air limbah ( 80,2% ) dan sisanya tidak memiliki ( 19,8% ).

Sedangkan untuk jumlah KK yang memiliki saluran pengelolaan air limbah per kluster dapat dilihat pada gambar grafik di bawah ini :

Dari gambar 3.21 terlihat bahwa pada kluster 1 jumlah KK yang memiliki saluran pengelolaan air limbah sebanyak 76,2%, kluster 2 sebanyak 73,8%, kluster 3 sebanyak 85,4% dan kluster 4 sebanyak 85,3%.

Variabel Kategori

Kluster Desa/Kelurahan Total

0 1 2 3 4 N % n % n % n % n % n % Tangki septik suspek aman Tidak aman 70 17,5 237 26,9 111 18,5 0 ,0 18 45,0 436 21,8 Suspek aman 330 82,5 644 73,1 488 81,5 80 100,0 22 55,0 1564 78,2 Pencemaran karena pembuangan isi tangki septik Tidak, aman 7 77,8 23 52,3 11 44,0 0 ,0 4 100,0 45 54,9 Ya, aman 2 22,2 21 47,7 14 56,0 0 ,0 0 ,0 37 45,1 Pencemaran karena SPAL Tidak aman 322 80,5 695 78,9 508 84,8 43 53,8 26 65,0 1594 79,7 Ya, aman 78 19,5 186 21,1 91 15,2 37 46,3 14 35,0 406 20,3

Tabel 3.3 Area berisiko Air limbah berdasarkan studi EHRA

3.4 Drainase Lingkungan/ Selokan Sekitar Rumah dan Banjir

Dalam rangka persiapan pelaksanaan pembangunan prasarana pembangunan Kabupaten Sumenep secara terpadu, untuk pekerjaan fisik salah satu pendekatan program yang dilaksanakan yaitu pembenahan system drainase. Sebagaimana diketahui bersama bahwa permasalahan banjir yang ada di kawasan kota Kabupaten Sumenep, khususnya pada system drainase pada saluran wilayah Kecamatan Kota Sumenep di karenakan kondisi system drainase yang belum optimal, terjadinya perubahan land use (dari kawasan pertanian menjadi kawasan industri, perdagangan dan permukiman), serta kondisi topografi yang relative rendah dan datar.

Masalah banjir timbul ketika lahan dataran banjir telah berkembang menjadi kawasan budidaya seperti untuk pemukiman, perkotaan, perdagangan, industri, pertanian dan sebagainya.Banjir bisa terjadi kapan saja dengan kuantitas yang merupakan fungsi dari intensitas hujan dan karakteristik Daerah Pengaliran Sungai.

Mengatasi masalah banjir, tidak cukup hanya dengan upaya yang bersifat struktur tapi juga perlu ditunjang dengan upaya yang bersifat non-struktur, sehingga membentuk upaya terpadu dan menyeluruh.

Dalam survei EHRA ini dilakukan wawancara mengenai lokasi genangan di sekitar lingkungan rumah, ulasan topografi dan mengenai keberadaan saluran drainase lingkungan. Di samping itu dilakukan pengamatan mengenai kondisi drainase lingkungan.

Berdasarkan hasil survei EHRA mengenai kejadian banjir/ genangan pada skala kabupaten dapat dilihat pada gambar diagram grafik di bawah ini :

(23)

4. LAPORAN STUDI EHRA KAB. SUMENEP TAHUN 2013 fik2 22 Gambar 3.9 : Diagram grafik Kejadian Banjir/ Genangan Skala Kabupaten

Pada gambar 3.22 di atas terlihat bahwa mayoritas rumah atau lingkungan masyarakat tidak pernah mengalami banjir ( 95,1% ), beberapa kali dalam setahun ( 1,7% ) dan sekali dalam setahun ( 1,7% )

Sedangkan untuk kejadian banjir/ genangan pada masing – masing kluster Dari gambar 3.9 diatas terlihat bahwa kejadian banjir/ genangan di rumah atau lingkungan pada kluster 0 yang terbanyak adalahtidak pernah banjir ( 97,8% ) dan sekali dalam setahun (1,7%). kluster 1 yang terbanyak adalah tidak pernah banjir ( 97,3% ) dan beberapa kali dalam setahun (1,6%). Pada kluster 2 yang terbanyak adalah tidak pernah banjir ( 91,5% ) dan sekali dalam setahun (4,5%). Pada kluster 3 yang terbanyak adalah tidak pernah banjir ( 100% ). Sedangkan pada kluster 4 yang tebanyak adalah tidak pernah banjir ( 95,7% ) dan sekali dalam setahun ( 2,1% ).

Dari hasil survei EHRA didapatkan data tentang wilayah yang sering terjadi banjir yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Gambar grafik 3.10 persentase RT Banjir Rutin

Dari gambar grafik 3.10 persentase yang sering mengalimi banjir adalah terdapa pada klaster 2 (54,9%) klaster 4 (50 %) klaster 1 (45,8%) dan klaster 0 (22,2%) untuk klaster 3 tidak sering banjir. Dan persentase kelseluruhan adalah 48,8 %. Sedangkan lama air mengenang jika terjadi banjir dapat dilihat pada gambar grafikdibawh ini:

(24)

4. LAPORAN STUDI EHRA KAB. SUMENEP TAHUN 2013 fik2 23 Gambar grafik 3.11 Lama banjir Mengenang

Dari gambar di grafik diatas dapat kita lihat pada kluster 0 lama air menggenang jika ada banjir adalah satu hari, pada klaster 1 ter banyak antara 1-3 jam (60%),klaster 2 terbanyak kurang dari 1 (23,5%),klaster 4 yang banyak adalah satu hari dan setangah hari (50%), untuk klaster 3 tidak terjadi genangan. Rata- rata keseluruhan adalah kurang dari 1 jam dan antara 1-3 jam (23,5%).

Lokasi genangan di sekitar lingkungan rumah pada skala kabupaten dapat dilihat pada gambar grafik di bawah ini :

Gambar 3.12 Lokasi Genangan Di Sekitar Lingkungan Rumah Skala Kabupaten

Dari gambar 3.24 di atas bahwa lokasi genangan di sekitar rumah pada skala kabupaten paling banyak terdapat di halaman rumah ( 61,5% ), di dekat kamar mandi ( 27,7% ) dan di dekat dapur ( 18 %)

(25)

4. LAPORAN STUDI EHRA KAB. SUMENEP TAHUN 2013 fik2 24 Gambar grafik 3.13 Lama banjir Mengenang

Dari gambar diatas persentase kepemilikan spal 92,4 % dan tidak ada spal 7,6 %. Sedangkan untuk kondisi aliran air di saluran pada skala kabupaten dapat di lihat pada gambar grafik di bawah ini:

Gambar 3.14 Grafik Persentase SPAL yang berfungsi

Pada gambar 3.14 di atas terlihat bahwa kondisi aliran air di saluran pada skala kabupaten yang terbanyak adalah mengalir ( 79,45% ), tidak ada saluran ( 17,2% ) dan tidak mengalir ( 2,9% ).artinya masih banya SPAL yang berfungsi sehingga mempaunyai resiko rendah.

(26)

4. LAPORAN STUDI EHRA KAB. SUMENEP TAHUN 2013 fik2 25 Gambar grafik 3.15 pencamaran SPAL

Pada Gambar 3.15 kalau kita lihat dari klaster, klaster 2 tidak ada pencemaran 84,8% ada pencemaran 15,2%, klaster 0 tidak ada pencemaran 80,5% ada pencemaran 19,5%, Kalster 1 tidak ada pencemaran 78,9% ada pencemaran 21,1%, Kalster 4 tidak ada pencemaran 65,8% ada pencemaran 35%, Kalster 3 tidak ada pencemaran 53,8% ada pencemaran 46,3%. Kalau kita lihat dari segi pencemaran SPAL pada masing-masing klaster dan pada skala kabupaten masih berisiko rendah hal itu dapat kita lihat dari persentase Grafik 3.15 yang menunjukkan Tidak ada pencemaran 79,7% dan ada Pencemaran 20,3%.

Kluster Desa/Kelurahan Total

0 1 2 3 4 n % n % n % n % n % n % Adanya genangan air Ada genangan air (banjir) 69 17,3 137 15,6 134 22,4 0 ,0 20 50,0 360 18,0 Tidak ada genangan air 331 82,8 744 84,4 465 77,6 80 100,0 20 50,0 1640 82,0

Tabel 3.4 Area beresiko Genangan Air Hasil Studi EHRA

Pada Tabel 3.4 dapat kita lihat dari setiap klaster mempunyai resiko rendah terhadap terjadinya genangan hanya pada klaster 4 saja yang mempunyai resiko sedang sebasar 50%. Sedang untuk skala kabuapten yang ada genangan air/banjir hanya 18% dan tidak ada genangan air 82%.

3.5 Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga

Air merupakan kebutuhan utama dari setiap individu dan masyarakat. Kecukupan air dan kualitas air akan sangat berpengaruh terhadap individu masyarakat dan kesehatan lingkungan. Jenis – jenis sumber air memiliki tingkat keamanannya tersendiri terutama sumber air minum yang secara global dinilai sebagai sumber yang relatif aman, seperti air ledeng/ PDAM, sumur bor, sumur gali terlindungi, mata air terlindungi dan PAH ( air hujan ditangkap, dialirkan dan disimpan secara bersih dan terlindungi ). Untuk akses rumah tangga terhadap air bersih pada skala Kabupaten berdasarkan hasil survei dapat dilihat pada diagram pie di bawah ini :

(27)

4. LAPORAN STUDI EHRA KAB. SUMENEP TAHUN 2013 fik2 26 Gambar Grafik 3.16 Grafik Akses terhadap air bersih

Pada gambar grafik 3.16 Untuk Minum paling banyak menggunakan Air Sumur gali terlindung 34,4%,Air Sumur pompatangan 20,1%,Air Sumur Gali tidak terlindung 17,4%,Air Ledeng dari PDAM 12,9% dan air botol kemasan 10,7%,Untuk Masak Air Sumur gali terlindung 38,8%, Air Sumur pompatangan 22,4%, Air Sumur Gali

tidak terlindung 18 %, Air Ledeng dari PDAM 15,1%, Untuk Cuci piring dan gelas Air Sumur gali terlindung 39,5%,Air Sumur pompatangan 22,3,1%, Air Sumur Gali tidak terlindung 17,3%, Air Ledeng dari PDAM 13,6%.

Untuk Cuci Pakaian menggunakan Air Sumur gali terlindung 39,3%,Air Sumur pompatangan 22,3%,Air Sumur Gali tidak terlindung 17,3%,Air Ledeng dari PDAM 13,2%. Untuk Gosok Gigi menggunakan Air Sumur gali terlindung 39,0%,Air Sumur pompatangan 22,4%,Air Sumur Gali tidak terlindung 17,1%,Air Ledeng dari PDAM

14,3%. Dari graik diatas dapat kita simpulkan pemanfaatan sumber air terbanyak pada sumur gali

terlindungi.

Gambar grafik 3.17 sumber air minum dan memasak

Pada grafik 3.17 diatas pemanfatan sumber air untuk masak dan minum adalah sumur gali terlidungi 38,8% masak, 34,4% minum.

(28)

4. LAPORAN STUDI EHRA KAB. SUMENEP TAHUN 2013 fik2 27

Variabel Kategori

Kluster Desa/Kelurahan Total

0 1 2 3 4 N % n % n % n % n % n % Sumber air terlindungi Tidak, sumber air berisiko tercemar 286 71,5 426 48,4 243 40,6 40 50,0 25 62,5 1020 51,0 Ya, sumber air terlindungi 114 28,5 455 51,6 356 59,4 40 50,0 15 37,5 980 49,0 Penggunaan sumber air tidak terlindungi. Tidak Aman 8 2,0 52 5,9 94 15,7 8 10,0 3 7,5 165 8,3 Ya, Aman 392 98,0 829 94,1 505 84,3 72 90,0 37 92,5 1835 91,8 Kelangkaan air Mengalami kelangkaan air 16 4,0 59 6,7 66 11,0 4 5,0 19 47,5 164 8,2 Tidak pernah mengalami 384 96,0 822 93,3 533 89,0 76 95,0 21 52,5 1836 91,8

Tabel 3.5 Area Risiko Sumber Air Berdasarkan Hasil Studi EHRA

Pada Tabel 3.5 dapat kita lihat sumber air terlidungi mempunyai rata-rata skala kabupaten

resiko tercemar 51,0% dan tidak tercemar 49,0% dan kalau kita lihat perklaster kontribusi terbanyak

sumber air berisiko tercamar adalah pada klaster 0 71,5%,klaster 4 62,5%,kalster 3 50%,klaster 1

sebesar 48,4% dan yang terkecil adal klaster 2 40,6%. Artinya dapat kita simpulkan sumber air

terlidungi masih berisiko tercamar paling banyak pada klaster 0 dan 4, dan untuk skala kabupaten

masih juga berisiko tercamar karena masih sebasar 51%. Kalau kita lihat dari penggunaan sumber air

tidak terlidungi masih mempunyai tingkay keaman yang tinggi yaitu 91,8% juga terlihat pada perklaster

rata-rata masih berkisar 90%. Kalau kita lihat dari segi kelangkaan air di kab.sumenep juga masih aman

artinya yang tidak mengalami kelangkaan air sebasar 91,8% dan yang mengalami kelangkaan air 8,2%.

Kalau kita lihat perklaster hanya pada klaster 4 saja yang menpunyai nilai sampai 47,5% yang

mengalami kelangkaan air jadi perlu perhatiaan khusus untuk desa/daerah yang masuk dalam klaster 4

untuk mencarikan pemacahan masalah kelankaan air terutama pada musim kemarau.

3.6 Perilaku Higiene

Pencemaran tinja/ kotoran manusia (feces) adalah sumber utama dari virus, bakteri dan

patogen lain penyebab diare. Jalur pencemaran yang diketahui sehingga cemaran dapat sampai ke

mulut manusia termasuk balita adalah melalui 4F (Wagner & Lanoix, 1958) yakni fluids (air), fields

(tanah), flies (lalat),dan fingers (jari/tangan). Jalur ini memperlihatkan bahwa salah satu upaya prevensi

cemaran yang sangat efektif dan efisien adalah perilaku manusia yang memblok jalur fingers. Ini bisa

dilakukan dengan mempraktekkan cuci tangan pakai sabun di waktu-waktu yang tepat. Dalam

meta-studinya, Curtis & Cairncross (2003) menemukan bahwa praktek cuci tangan dengan sabun dapat

menurunkan risiko insiden diare sebanyak 42-47%. Bila dikonversikan, langkah sederhana ini dapat

menyelamatkan sekitar 1 juta anak-anak di dunia.

Untuk konteks balita, waktu-waktu untuk cuci tangan pakai sabun yang perlu dilakukan Si Ibu/

Pengasuhnya untuk mengurangi risiko terkena penyakit-penyakit yang berhubungan dengan diare

terdiri dari 5 (lima) waktu penting yakni, 1) setelah buang air besar (BAB), 2) setelah menceboki pantat

anak, 3)sebelum menyiapkan masakan, 4) sebelum makan, dan terakhir adalah 5) setelah memegang

(29)

4. LAPORAN STUDI EHRA KAB. SUMENEP TAHUN 2013 fik2 28

hewan. Sebagian waktu penting itu sebetulnya ditujukan bagi ibu-ibu rumah tangga secara umum

semisal: waktu sesudah buang air besar, sebelum menyiapkan makanan, dan sebelum menyantap

makanan. Sementara, waktu yang lebih khusus ditujukan bagi ibu atau pengasuh anak balita adalah

sesudah menceboki pantat anak, dan sebelum menyuapi makan anak.

Untuk menelusuri perilaku-perilaku cuci tangan yang dilakukan ibu sehari-harinya, survei EHRA

terlebih dahulu memastikan penggunaan sabun di rumah tangga dengan pertanyaan apakah si Ibu

menggunakan sabun hari ini atau kemarin. Jawabannya menentukan kelanjutan pertanyaan berikutnya

dalam wawancara. Mereka yang perilakunya didalami oleh EHRA terbatas pada mereka yang

menggunakan sabun hari ini atau kemarin.

Praktek cuci tangan pakai sabun ( CTPS ) pada 5 waktu penting pada skala kabupaten dapat dilihat

pada gambar di bawah ini :

Gambar diagram Pie 3.18 CPTS di lima waktu penting

Dari gambar 3.18 di atas terlihat bahwa praktek CTPS pada 5 waktu penting sudah dilakukan

oleh responden, yang CTPS di lima waktu Penting ( 5,4 % ) sedangkan yang yang tidak CTPS adalah

( 94,7% )

(30)

4. LAPORAN STUDI EHRA KAB. SUMENEP TAHUN 2013 fik2 29

Gambar grafik 3.19 waktu melakukan CPTS

Dari gambar 3.19 di atas terlihat bahwa praktek CTPS pada 5 waktu penting sudah dilakukan

oleh responden, yang terbanyak adalah CTPS Setelah Makan ( 69,3% ) sedangkan yang terkecil

adalah CTPS sebelum ke toilet ( 1,6 % ).

(31)

4. LAPORAN STUDI EHRA KAB. SUMENEP TAHUN 2013 fik2 30

Variabel Kategori

Kluster Desa/Kelurahan Total

0 1 2 3 4 N % n % n % n % n % n % CTPS di lima waktu penting Tidak 393 98,3 840 95,3 551 92,0 69 86,3 40 100,0 1893 94,7 Ya 7 1,8 41 4,7 48 8,0 11 13,8 0 ,0 107 5,4 Apakah lantai dan dinding jamban bebas dari tinja? Tidak 151 37,8 249 28,3 201 33,6 63 78,8 20 50,0 684 34,2 Ya 249 62,3 632 71,7 398 66,4 17 21,3 20 50,0 1316 65,8 Apakah jamban bebas dari kecoa dan lalat?

Tidak 174 43,5 272 30,9 231 38,6 65 81,3 19 47,5 761 38,1 Ya 226 56,5 609 69,1 368 61,4 15 18,8 21 52,5 1239 62,0 Keberfungsian penggelontor. Tidak 202 50,5 248 28,1 224 37,4 43 53,8 14 35,0 731 36,6 Ya, berfungsi 198 49,5 633 71,9 375 62,6 37 46,3 26 65,0 1269 63,5 Apakah terlihat ada sabun di dalam atau di dekat jamban? Tidak 224 56,0 351 39,8 263 43,9 67 83,8 19 47,5 924 46,2 Ya 176 44,0 530 60,2 336 56,1 13 16,3 21 52,5 1076 53,8 Pencemaran pada wadah penyimpanan dan penanganan air Ya, tercemar 50 12,5 123 14,0 101 16,9 41 51,3 8 20,0 323 16,2 Tidak tercemar 350 87,5 758 86,0 498 83,1 39 48,8 32 80,0 1677 83,9

Perilaku BABS Ya, BABS 223 55,8 285 32,3 239 39,9 38 47,5 15 37,5 800 40,0

Tidak 177 44,3 596 67,7 360 60,1 42 52,5 25 62,5 1200 60,0

Tabel 3.6 Area Beresiko PHBS dan Sanitasi Berdasarkan Hasil Studi EHRA

Dari Tabel 3.6 dapat kita lihat dalam skala kabupaten sumenep ketersedian sabun di toilet

53,8% dan yang tidak 46,2%. Kalau kita lihat perklaster dapat lihat persentase tertinggi belum tersedia

sarana sabun di toilet adala pada klaster 4 sebesar 83,8% dan klaster 0 sebesar 56 %. Dari tabel 3.6 di

atas terlihat bahwa kalau kita lihta berfungsi penggelontor berfungsi 63,5 dan tidak berfungsi 36,6%.

Pencamaran pada wadah pencemaran dan penanganan air yang tercemar 83,9 % dan yang tercamar

hanya 16,2%. Dan utuk perilaku BABS untuk skala kabupaten sudah bagus 60% dan kalau kita lihat

perklaster tertinggi perilaku BABS yaitu pada klaster 0 sebesar 55,8%, klaster 4 sebanyak

47,5%,klaster 2 39,9%. Kesimpulan yang dapat kita ambil yang diatas rata-rata kabupaten yaitu pada

kalster 0 dan klaster 4. Sehingga perlu tindak lanjut agar masyarakat yang masuk pada klaster terebut

tidak BABS.

3.7 Kejadian Penyakit Diare

Penyakit diare dapat menyerang siapa saja dalam anggota keluarga tanpa pandang bulu. Mulai

dari balita, anak-anak, anak remaja laki-laki, anak remaja perempuan, orang dewasa laki-laki, orang

dewasa perempuan. Balita merupakan usia yang cukup rawan untuk terserang penyakit diare. Besaran

kejadian penyakit diare dapat diindikasikan kurang memenuhinya sarana sanitasi yang ada di

masyarakat.

(32)

4. LAPORAN STUDI EHRA KAB. SUMENEP TAHUN 2013 fik2 31

Kejadian penyakit diare pada skala kabupaten dapat dilihat pada gambar diagram pie di bawah

ini :

Gambar 3.21 : Diagram Pie Kejadian Penyakit Diare Skala Kabupaten

Dari gambar 3.21 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden tidak pernah sakit diare

(64%), sakit diare lebih dari 6 bulan yang lalu ( 9 % ) dan sakit diare 1 bulan Terakhir( 8 % ).

Sedangkan kejadian penyakit diare Pada Kelompok Penduduk dapat dilihat pada gambar grafik

di bawah ini :

Gambar 3.22 : Diagram Pie Kelompok Penduduk terkena Diare Skala Kabupaten

Dari gambar 3.22 di atas terlihat bahwa mayoritas responden Terkna Diare adalah Orang

Dewasa Perempuan (42%),Orang Dewasa Laki-laki (27%),Anak Balita (13%).

(33)

4. LAPORAN STUDI EHRA KAB. SUMENEP TAHUN 2013 fik2 32

Variabel Kategori

Kluster Desa/Kelurahan Total

0 1 2 3 4 N % n % n % n % n % n % Kapan waktu paling dekat anggota keluarga ibu terkena diare Hari ini 19 4,8 14 1,6 4 ,7 0 ,0 3 7,5 40 2,0 Kemarin 3 ,8 19 2,2 4 ,7 0 ,0 0 ,0 26 1,3 1 minggu terakhir 18 4,5 56 6,4 16 2,7 0 ,0 2 5,0 92 4,6 1 bulan terakhir 46 11,5 69 7,8 42 7,0 0 ,0 1 2,5 158 7,9 3 bulan terakhir 21 5,3 57 6,5 35 5,8 1 1,3 2 5,0 116 5,8 6 bulan yang lalu 17 4,3 41 4,7 30 5,0 0 ,0 0 ,0 88 4,4 Lebih dari 6 bulan yang lalu 42 10,5 100 11,4 42 7,0 0 ,0 4 10,0 188 9,4 Tidak pernah 234 58,5 525 59,6 426 71,1 79 98,8 28 70,0 1292 64,6 Anak-anak balita Tidak 148 89,2 292 82,0 144 83,2 0 ,0 10 83,3 594 83,9 Ya 18 10,8 64 18,0 29 16,8 1 100,0 2 16,7 114 16,1 Anak-anak non balita Tidak 155 93,4 343 96,3 165 95,4 1 100,0 10 83,3 674 95,2 Ya 11 6,6 13 3,7 8 4,6 0 ,0 2 16,7 34 4,8 Anak remaja laki-laki Tidak 146 88,0 318 89,3 161 93,1 1 100,0 9 75,0 635 89,7 Ya 20 12,0 38 10,7 12 6,9 0 ,0 3 25,0 73 10,3 Anak remaja perempuan Tidak 155 93,4 325 91,3 160 92,5 0 ,0 10 83,3 650 91,8 Ya 11 6,6 31 8,7 13 7,5 1 100,0 2 16,7 58 8,2 Orang dewasa laki-laki Tidak 96 57,8 261 73,3 106 61,3 1 100,0 8 66,7 472 66,7 Ya 70 42,2 95 26,7 67 38,7 0 ,0 4 33,3 236 33,3 Orang dewasa perempuan Tidak 87 52,4 163 45,8 83 48,0 1 100,0 7 58,3 341 48,2 Ya 79 47,6 193 54,2 90 52,0 0 ,0 5 41,7 367 51,8

Tabel 3.7 Tabel Kejadian Diare Pada Penduduk Berdasarkan Hasil Studi EHRA

3.8 Indeks Resiko Sanitasi ( IRS )

Hasil Indeks Resiko Sanitasi ( IRS ) hasil studi EHRA berdasarkan 5 variabel yaitu sumber air,

air limbah domestik, persampahan, genangan air dan perilaku hidup bersih dan sehat dapat dilihat pada

gambar grafik di bawah ini :

(34)

4. LAPORAN STUDI EHRA KAB. SUMENEP TAHUN 2013 fik2 33

Dari gambar 3.23 diatas terlihat bahwa pada kluster 4 indeks resiko sanitasi yang terbesar pada

variabel Air limbah Domistik ( 70% ), PHBS Dan Genangan Air ( 50%) dan Persampahan ( 49 ) Dan

Sumber Air (41%). Pada kluster 3 indeks resiko sanitasi terbesar pada variabel PHBS ( 66%),

persampahan ( 50% ). air limbah domestik dan Sumber air( 18% ) dan Pada kluster 2 indeks resiko

sanitasi terbesar pada variabel persampahan ( 72% ), PHBS ( 59% ). air limbah domestik ( 59%). pada

kluster 1 indeks resiko sanitasi terbesar pada variabel PHBS ( 59%) air limbah domestik ( 53% ) dan

persampahan ( 47% ).Sedangkan pada kluster 1 indeks resiko sanitasi terbesar pada variabel PHBS (

61%) air limbah domestik ( 59% ) dan persampahan ( 49% ).

Hasil skoring studi EHRA dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 3.8 Hasil Skoring Studi EHRA berdasarkan Indeks Risiko

CLUSTER NILAI IRS SKOR EHRA

CLUSTER 4 260 4 PRAGAAN LAOK CLUSTER 2 222 3 BABBALAN BUKABU BUNBARAT GAPURA TIMUR GAYAM KALIANGET BARAT KOLOR MARENGAN LAOK PANDIAN

PAYUDAN KARANG SOKON

PRENDUAN SENT0L DAYA SINDIR TALANG TAMBAAGUNG TENGAH CLUSTER 1 191 2 BANASARE BANGSELOK BATUAN BELUK RAJE BERAJI CANGKRENG GAPURA TIMUR GEDUNGAN GELUGUR GULUK-GULUK KACONGAN KALIANGET TIMUR KARANG TENGAH

(35)

4. LAPORAN STUDI EHRA KAB. SUMENEP TAHUN 2013 fik2 34

KEBUNAN

KEBUN DADAP BARAT

KETAWANG LAOK LENTENG TIMUR MARENGAN DAYA MATANAIR NYAMPLONG PARSANGA PRAGAAN DAYA TALANGO CLUSTER 0 207 2 BRAGUNG ELLAK LAOK GERSIK PUTIH GRUJUGAN KEBUNDADAP TIMUR PABERASAN PALASA PRAGAAN DAYA RUBARU TANJUNG TAREBUNG CLUSTER 3 151 1 AMBUNTEN TIMUR PINGGIR PAPAS

Dari tabel 3.8 di atas terlihat bahwa desa/ kelurahan yang berada kluster 4 mempunyai skor

EHRA 4 yaitu kategori resiko sangat , kluster 2 mempunyai skor EHRA 3 yaitu kategori beresiko tinggi

sedangkan kluster 1 dan 0 mempunyai skor EHRA 2 yaitu kategori beresiko Sedang .Kluster 3 skor

EHRA 1 yaitu kategori kurang beresiko

Berdasarkan indeks resiko sanitasi tersebut diatas, prioritas masalah yang mendesak adalah :

a. Air limbah domestik

- Masih di temuinya masyarakat yang BAB di sembarang tempat terutama di daerah aliran

sungai. Untuk itu diperlukan suatu upaya merubah perilaku mereka supaya mau BAB di

jamban dengan cara melakukan pemicuan.

- Masih banyaknya jamban keluarga model cubluk yang bisa mencemari sumber air bila

jaraknya < 10 meter dari sumber air. Untuk itu perlu dilakukan sosialisasi dan penyuluhan

tentang pentingnya penggunaan jamban yang sehat

(36)

4. LAPORAN STUDI EHRA KAB. SUMENEP TAHUN 2013 fik2 35

b. Persampahan.

- Masih minimnya masyarakat yang menjadi penerima layanan sampah sehingga diperlukan

suatu upaya dari pemerintah, swasta dan masyarakat dalam hal pengelolaan sampah mulai

dari pemilahan sampah di rumah, pengumpulan sampah dari rumah, pemilahan dan

pengangkutan sampah ke TPS serta pemilahan dan pengangkutan sampah ke TPA

- Mayoritas masyarakat melakukan pembakaran yang akan menyebabkan polusi udara yang

pada akhirnya akan merusak lapisan ozon dan menimbulkan efek rumah kaca. Untuk itu

perlu di lakukan kegiatan sosialisasi mengenai hal tersebut

- Di samping membakar sampah, masyarakat terutama di pedesaan yang mempunyai lahan

kosong yang luas membuang sampahnya di tempat tersebut sehinnga dapat mencemari

tanah dan sumber air. Perlu dilakukan sosialisasi pengolahan sampah menjadi kompos.

- Masih minimnya masyarakat yang memanfaatkan sampah menjadi barang yang bernilai

ekonomis. Untuk itu perlu dilakukan sosialisasi dan penyuluhan yang lebih intensif

mengenai pengelolaan sampah dengan metode 3 R ( Reuse, Reduce, Recycle )

c. Perilaku Hidup Bersih Sehat

- Sangat minimnya kesadaran masyarakat untuk melakukan cuci tangan pakai sabun

(CTPS) di 5 waktu penting. Untuk itu perlu dilakukan sosialisasi dan penyuluhan tentang

pentingnya CTPS di 5 waktu penting karena dapat mencegah dari penularan penyakit diare

- Minimnya media promosi untuk gerakan PHBS

d. Sumber Air

Sumber Air pada marupakan permaslahan yang sangat membutuhkan kan perhatian khusus karena pentingnya pemanfaatan air, terutama pada klaster 4.

(37)

4. LAPORAN STUDI EHRA KAB. SUMENEP TAHUN 2013 fik2 36

BAB 4

PENUTUP

Survei Penilaian Resiko Kesehatan Lingkungan atau Environmental Health Risk Assessment

(EHRA) adalah sebuah survei yang digunakan dalam mengidentifikasikan kondisi sanitasi yang ada di

desa/kelurahan. Dengan diketahuinya kondisi fasilitas sanitasi dan higinitas serta perilaku-perilaku

masyarakat, akan dapat dimanfaatkan untuk pengembangan program sanitasi termasuk promosi atau

advokasi kesehatan lingkungan di Kabupaten Sumenep sampai ke desa/kelurahan. Pelibatan kader

kesehatan desa/kelurahan dan sanitarian Puskesmas sangat efektif dalam pencapaian sasaran berupa

promosi dan advokasi dimaksud.

Dokumen hasil survey EHRA akan dijadikan dasar dalam penyusunan buku putih dan SSK

(Strategi Sanitasi Kabupaten) Sumenepyang akan menjadi modal awal pelaksanaan pembangunan

sanitasi di Kabupaten Sumenep. Perlunya pembangunan dan perbaikan sarana dan prasarana sanitasi

di masyarakat serta pentingnya advokasi dan promosi kesehatan lingkungan kepada masyarakat

diharapkan akan menjadi salah satu target perencanaan dan pelaksanaan pembangunan sanitasi di

Kabupaten Sumenep.

Kondisi eksisting sarana dan prasarana sanitasi serta perilaku masyarakat sesuai yang

teridentifikasi di dalam dokumen hasil survey EHRA akan dijadikan sebagai dasar penyusunan Buku

Putih Sanitasi (BPS) Kabupaten Sumenep. Diketahuinya kondisi eksisting tersebut baik sarana dan

prasarana serta perilaku masyarakat di desa/kelurahan akan menghasilkan tingkat area beresiko di tiap

desa/kelurahan. Dengan adanya kondisi eksisting area beresiko tersebut diharapkan akan dapat

mendukung penyusunan dokumen Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) Kabupaten Sumenep 2012 –

2016.

Dalam pelaksanaan pembangunan di bidang sanitasi diperlukan suatu upaya monitoring dan

evaluasi. Kegiatan monitoring dan evaluasi ini diharapkan untuk dapat dijadikan suatu alat tolok ukur

untuk mengetahui tingkat keberhasilan pembangunan di bidang sanitasi. Selain hal tersebut,

pelaksanaan Survei EHRA ini dapat dijadikan baseline data bagi pelaksanaan kegiatan monitoring dan

evaluasi serta pelaksanaan Survei EHRA di tahun-tahun mendatang.

Survei EHRA merupakan suatu kegiatan yang sangat efektif dan efisien dalam rangka

mengidentifikasi kondisi sanitasi yang ada di daerah. Pelaksanaan survei dengan pelibatan masyarakat

khususnya kader kesehatan dirasa sangat memberi dampak terhadap keberhasilan pelaksanaan survei.

Namun demikian dalam rangka pelaksanaan survei di tahun-tahun mendatang diperlukan perbaikan

terhadap materi kuesioner yang akan digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan survei.

(38)

4. LAPORAN STUDI EHRA KAB. SUMENEP TAHUN 2013 fik2 37

LAMPIRAN

Gambar

Tabel 2.1. Kategori Klaster berdasarkan kriteria indikasi lingkungan berisiko
Gambar 2.1 : Distribusi desa per klaster untuk penetapan lokasi studi EHRA  2.2.  Penentuan Jumlah Desa/Kelurahan Area Survei
Gambar 2.2 : Peta Wilayah Survei Studi EHRA Kabupaten Sumenep
Tabel 3.1 Informasi Responden
+7

Referensi

Dokumen terkait

Analisa yang sama juga dapat dilakukan untuk melihat penilaian kualitas infrastruktur di tingkat daerah misalnya dari laporan The Asia Foundation – Local Economic Governance

KINERJA DENGAN MENGGUNAKAN METODE PERFORMANCE PRISM (STUDI KASUS : BATIK AGUNG WIBOWO) Tugas Akhir.. Surakarta : Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik, Universitas

Tahapan dalam penyusunan program ekowisata kerajinan adalah mengidentifikasi sumber daya ekowisata kerajinan tangan yang berpotensi untuk kegiatan wisata,

Jember, 28 Agustus 2015 Direktur Pascasarjana IAIN

- Bahwa hasil dari pemungutan suara tersebut adalah tidak ada pemegang saham atau kuasa pemegang saham yang menyatakan suara tidak setuju dan/atau abstain atas usulan

Berdasarkan penyajian data hasil penelitian yang penulis lakukan dengan teori yang ada di BAB II maka penulis simpulkan bahwa mahasiswa memiliki

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji bagaimana penerapan manajemen keuangan yang diterapkan oleh pelaku usaha UMKM yang bergerak dibidang produksi tempe

Kereta Api (Persero) juga harus mampu bersaing dengan perusahaan jasa transportasi lainya terutama bus dan travel, yang mampu memberikan pelayanan dan waktu tempuh yang