• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. dari masa prenatal hingga akhir kehidupan selalu terjadi perubahan, baik dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. dari masa prenatal hingga akhir kehidupan selalu terjadi perubahan, baik dalam"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia merupakan mahluk yang tidak pernah berhenti berubah. Mulai dari masa prenatal hingga akhir kehidupan selalu terjadi perubahan, baik dalam kemampuan fisik maupun psikologis. Perkembangan kehidupan manusia terjadi secara bertahap, dan setiap tahap perkembangan memiliki karakteristik, tugas-tugas perkembangan serta risiko-risiko yang harus dihadapi. Setiap rentang kehidupan seseorang akan selalu berhadapan dengan tugas-tugas perkembangannya masing-masing dan setiap periode perkembangan dalam kehidupan manusia memiliki peranan yang sangat penting. Havighurst (dalam Hurlock, 1999) mengatakan tugas-tugas yang berhasil dilakukan akan menimbulkan rasa bahagia dan membawa kepada arah keberhasilan pada tugas perkembangan selanjutnya.

Erickson (dalam Bentley, 2007) membagi rentang kehidupan manusia ke dalam delapan tahap perkembangan. Salah satu tahap perkembangan yang dikemukakan oleh Erickson adalah tahap perkembangan masa dewasa dini. Tahap perkembangan masa dewasa dini dimulai pada umur 18 tahun hingga 40 tahun (Hurlock, 1999). Salah satu tugas perkembangan dewasa dini menurut Havighurst dipusatkan pada harapan-harapan masyarakat dan mencakup untuk memilih pasangan atau memilih teman hidup. Pemilihan pasangan dapat dilakukan invidu dewasa dini melalui pacaran (Duvall, 1985).

(2)

2

Menurut Biran (2001), pada dasarnya hubungan pacaran merupakan sarana untuk semakin mengenal pasangan, meskipun pada masa pacaran kemungkinan untuk bertemu dengan orang yang lebih menarik tetap terbuka. Individu yang terlibat dalam suatu hubungan percintaan mempunyai harapan agar hubungan tersebut dapat bertahan lama dan terpelihara. Pendapat dari Duvall dan Biran tersebut memberikan batasan bahwa pacaran merupakan aktifitas yang terjadi hanya pada hubungan yang dilakukan oleh dua orang yang memiliki jenis kelamin berbeda saja. Pendapat yang berbeda dinyatakan oleh Savin-Wiliam dan Cohen (1996) bahwa membentuk dan mengembangkan hubungan pacaran sebagai sesuatu hal yang penting bagi dewasa dini, dilakukan oleh semua orang tanpa memandang orientasi seksual mereka. Orientasi seksual merupakan istilah yang mengarah kepada jenis kelamin, dimana seseorang merasakan ketertarikan secara emosional, fisik, seksual dan cinta yang bertahan lama terhadap orang lain tersebut (Caroll, 2005 ).

Orientasi seksual terbagi tiga yaitu heteroseksual, homoseksual dan biseksual. Heteroseksual merujuk kepada ketertarikan terhadap jenis kelamin yang berbeda, sementara itu, homoseksual merujuk kepada ketertarikan terhadap jenis kelamin yang sama dan biseksual merujuk kepada ketertarikan kepada kedua jenis kelamin. Heteroseksual disebut juga dengan istilah straight, sedangkan pria homoseksual dikenal denga istilah gay, dan wanita homoseksual disebut dengan lesbian (Caroll, 2005)

Duvall (1985) menyatakan bahwa perilaku pacaran yang dilakukan oleh dewasa dini yang heteroseksual, memberikan cara bagi seorang dewasa dini untuk

(3)

berinteraksi dengan pasangan, belajar mengenai pasangan, dan membantu dewasa dini belajar mengenai apa yang disukai, dan diterima oleh pasangan. Masa dewasa dini merupakan waktu yang khusus untuk melakukan pacaran, karena pacaran akan dilakukan lebih sungguh-sungguh dalam hubungannya mencari pasangan hidup dan juga karena pada dewasa dini sudah mencapai kematangan seksual (Caroll, 2005)

Pacaran tetap akan dilakukan oleh seseorang yang menunda-nunda perkawinan sampai menemukan pasangan hidup, meski sudah memasuki usia 30-40 tahun. Setelah kehilangan pasangan pun, melalui kematian ataupun perceraian, orang-orang pada umumnya menjalin pacaran kembali dengan tujuan menemukan pasangan. Pacaran adalah sesuatu hal yang diharapkan oleh masyarakat, mengakibatkan dewasa dini melakukan hal yang sama, karena orang lain yang ada disekitar lingkungan melakukan hal yang sama (Duvall, 1985). Masyarakat akan menganggap ada yang salah dengan seseorang yang tidak berpacaran.

Pada gay dewasa dini, pacaran juga merupakan aktifitas yang tetap dilakukan. Pacaran tidak memandang orientasi seksual seseorang. Savin-William & Cohen (1996) menyatakan bahwa pacaran adalah saat dimana suatu hubungan romantis dibangun, dan dialami. Pacaran memberikan beberapa fungsi yang penting seperti hiburan, rekreasi dan sosialisasi, yang akan menggiring seseorang kepada makna dari sebuah hubungan. Isay (dalam Savin-William & Cohen) menyatakan bahwa jatuh cinta merupakan faktor yang penting dalam menolong seseorang gay untuk merasa nyaman dengan identitas dirinya sendiri. Menurut Silverstein, adanya pacaran pada gay akan membantu seorang gay dalam

(4)

pemilihan identitas diri sebagai seorang gay, dan membuat gay merasa lebih lengkap sebagai seorang gay (dalam Savin-Williams & Cohen, 1996). Gay yang memiliki pacar akan memiliki harga diri yang lebih tinggi, penerimaan diri yang lebih tinggi, dan akan lebih terbuka kepada lingkungan mengenai identitas diri sebagai seorang gay (Savin-Williams & Cohen, 1996).

Aktifitas pacaran yang dilakukan oleh pasangan gay tidak jauh berbeda dengan pacaran yang dilakukan oleh pasangan straight, yang membedakan hanyalah penerimaan lingkungan terhadap hubungan tersebut (Caroll, 2005). Pacaran pada pasangan straight dapat ditunjukkan atau diberitahukan kepada lingkungan tanpa adanya rasa takut dan malu. Berbeda halnya dengan pasangan gay, mereka lebih memilih untuk menyembunyikan hubungan yang mereka jalani terhadap lingkungannya (Papalia, 2007). Beberapa lingkungan masyarakat masih menolak keberadaan kaum gay. Di Indonesia, secara formal ada stigma terhadap perilaku homoseksual yang mengharamkan hubungan sesama jenis (Oetomo, 2003). Masyarakat Indonesia secara umum masih berpijak pada budaya Timur yang masih sulit menerima keberadaan homoseksual. Kondisi penerimaan lingkungan terhadap hubungan gay menyebabkan hubungan yang dijalani dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Alasan ketakutan ketahuan oleh masyarakat, terutama di tempat kerja/sekolah/kuliah dan di tempat tinggal menjadi beban pacaran pada gay (Oetomo, 2003)

Biran (2001) menyatakan bahwa hubungan dengan pacar tentu saja tidak semulus yang diduga sebelumnya. Dalam menjalani suatu hubungan pasti banyak hal-hal yang menjadi faktor penghalang antara keduanya untuk menciptakan

(5)

hubungan yang harmonis, salah satunya adalah munculnya kecemburuan (jealousy) dan persaingan (Ahrnt, 2001). Kecemburuan paling sering muncul diantara dua orang yang memang sudah terlibat dalam suatu hubungan romantis (Hansen dalam Hendrick, 1992 ). Kecemburuan sering dilihat sebagai salah satu dari perasaan yang kuat, lazim dan juga menjemukan, yang terdapat di dalam suatu hubungan yang intim (Aune & Comstok dalam Demirtas, 2006). Kecemburuan juga merupakan masalah yang sering ditekankan dalam penelitian terhadap pernikahan dan terapi-terapinya (Buunk, dalam Demirtas, 2006). Dengan kata lain, dalam suatu hubungan, baik itu pacaran maupun dalam pernikahan, kecemburuan merupakan suatu emosi yang sering terjadi. Carol (2005) menyebutkan kecemburuan ini sebagai sisi gelap dari cinta (the dark side of love). Sama hal dengan berpacaran, perasaan cemburu tidak hanya dialami oleh kaum straight saja, tetapi kaum gay juga dapat mengalami hal yang sama (Buss, 2000).

Kecemburuan bukanlah suatu emosi yang sederhana. Pada dasarnya kecemburuan yang timbul adalah merupakan ketakutan akan kehilangan sesuatu atau seseorang dari suatu hubungan yang bermakna terhadap rival atau saingannya (Salovey, 1991). Perasaan cemburu dapat bervariasi pada masing-masing individu seperti merasakan takut atau cemas; yang lainnya merasa marah atau kesal. Kecemburuan dapat hadir dalam semua konteks budaya, tetapi apa yang membangkitkan perasaan cemburu itu, berbeda-beda antara satu individu dengan individu lainnya. Orang-orang yang mengalami sedikit kecemburuan dalam hubungan mereka ditemukan merasa lebih aman, dan keamanan dalam hubungan ini cenderung meningkat seiring dengan perkembangan hubungan pasangan,

(6)

sehingga semakin lama suatu hungan terjalin, maka kecenderungan untuk merasa cemburu akan semakin menurun (Knox, dalam Caroll, 2005)

Salovey (1991) menyatakan bahwa kecemburuan sebenarnya memiliki konstribusi positif yang cukup penting dalam suatu hubungan. Sebagai contoh kecemburuan ditemukan berhubungan dengan rasa cinta yang kuat dan juga dapat meningkatkan komitmen diantara pasangan (White, dalam Salovey, 1991). Preifer (2007) kemudian menambahkan bahwa kecemburuan dapat memiliki konsekuensi positif dan negatif terhadap suatu hubungan, tergantung kepada frekuensi kecemburuan yang dialami. Jika derajat frekuensi kecemburuan kecil, hal ini dapat meningkatkan kualitas hubungan antar pasangan jika itu dipersepsikan sebagai bentuk perhatian kepada pasangan bahkan dapat meningkatkan ketertarikan kepada pasangan. Sebaliknya, frekuensi yang tinggi atau berlebihan dari kecemburuan dapat mengarahkan individu kepada kecemburuan yang sifatnya merusak. Kecemburuan yang sifatnya merusak ini dapat mengarah kepada berakhirnya suatu hubungan, terjadinya berbagai macam bentuk kekerasan, dan bahkan dapat mengarah kepada pembunuhan, baik itu kepada diri sendiri, pasangan atau saingan (Buss, 2000)

Kaum gay berbeda dengan kaum straight dalam hal frekuensi hubungan seksual yang mereka jalani. Suatu studi mengatakan bahwa laki-laki gay tujuh kali lebih mungkin melakukan hubungan seksual di luar pasangan mereka, dan studi lainnya menyatakan bahwa ini merupakan temuan yang umum (Buss, 2000). Banyak gay yang walaupun sudah menjalin hubungan pacaran, perilaku promiscuous tetap ada pada diri mereka. Promiscuous merupakan keadaan pada

(7)

seseorang yang akan melakukan hubungan seksual dengan siapa saja tanpa ada pertimbangan. Gay akan melakukan hubungan seksual dengan pria mana saja yang disukai (Miracle, 2008). Hal ini berpengaruh kepada kecemburuan pada diri gay tersebut. Salovey (1991) dalam percobaanya menemukan bahwa kelompok laki-laki homoseksual ditemukan memiliki tingkat kecemburuan yang lebih rendah secara seksual dibandingkan dengan kelompok laki-laki heteroseksual. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan Buunk (Dijkstra, 2001) bahwa semakin banyak seorang gay memiliki pasangan seksual pada masa lalunya, maka semakin rendahlah tingkat kecemburuan seksual yang ada dalam dirinya. Situasi akan berbeda ketika gay tersebut secara seksual permisif, atau tidak menujukkan perilaku promiscuous. Hal ini akan berdampak kepada kecemburuan yang mungkin timbul. Mengingat ada kecenderungan dalam diri gay untuk melakukan perilaku promiscuous, yang mungkin saja terdapat dalam pasangannya, kecemburuan yang ada di dalam diri gay tersebut akan semakin terbangkitkan ketika mereka dihadapkan kepada rival atau saingan mereka dan merasa terancam apabila pasangannya meninggalkan mereka (Silverstein, 2003). Atau sebaliknya, para pasangan gay menghilangkan kecemburuan mereka dengan cara sama-sama mengizinkan pasangannya untuk melakukan perilaku seksual dengan pihak lain (Buss, 2000). JR seorang gay 25 tahun menjelaskan persetujuan dalam pacaran yang mereka jalin :

”...kami menyadari bahwa kami jarang bertemu karena jarak kami yang cukup jauh. Kami sama-sama mengetahui bahwa suatu saat ketika nafsu memuncak, hal itu terkadang harus dilepaskan. Saya disini, dan dia disana, boleh bebas melakukan hubungan seksual dengan siapa saja daripada harus mati karena curigaan. Yang penting harus ingat selalu menggunakan kondom. Selain itu juga, dalam melakukan hubungan

(8)

seksual itu jangan sampai hal tersebut membuat kami jatuh cinta dengan selingkuhan kami itu...”

(Percakapan Personal, 12 Februari 2009, 16:00 WIB )

Berdasarkan wawancara diatas dapat dilihat bahwa untuk menghindari kecurigaan serta kecemburuan yang berlebihan, JR dan pasangannya sama-sama melakukan persetujuan untuk dapat melakukan hubungan seks dengan orang lain selama hal tersebut tidak mengancam hubungan romantis diantara mereka. Keputusan ini tidak diambil secara satu pihak saja, sehingga antara JR dan pasangannya tidak terlalu menujukkan kecemburuan yang tinggi.

Buss (2000) menyatakan bahwa kecemburuan pada gay semakin memuncak ketika mereka dihadapkan kepada rival atau saingan mereka. Hal ini dikarenakan karena gay memiliki jumlah yang terbatas dalam pemilihan pasangan. Susahnya untuk menemukan pasangan tersebut berhubungan dengan jumlah gay yang ada jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah pria straight yang ada (Miracle, 2008). Pendapat tersebut didukung oleh beberapa penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti, yaitu diantaranya Kinsey (dalam Caroll, 2005) menemukan 37% dari jumlah pria yang menjadi sampel dalam penelitian tersebut mengaku pernah melakukan hubungan seksual dengan pria lain dalam hidupnya, namun hanya 4% yang benar-benar mengaku gay. Mackay (dalam Caroll, 2005) juga menyatakan bahwa antara 3 sampai 4% dari populasi pria di dunia, merupakan gay.

Jumlah gay yang sangat sedikit dibandingkan dengan kaum straight, membuat para gay harus bekerja keras dalam mempertahankan hubungan mereka (Kurdek, dalam Caroll 2005). Gay juga lebih susah menemukan pacar dan

(9)

mengembangkan hubungan seksualitas mereka, karena stigma mengenai gay dan tidak mudah menentukan pria mana yang memiliki potensi menjadi pasangan mereka (Caroll, 2005). Sehingga kecemburuan yang dirasakan lebih besar daripada pasangan straight dan bahkan mungkin memunculkan perilaku yang tidak lazim dalam mengatasi kecemburuan mereka, salah satunya adalah melakukan pembunuhan atau bunuh diri karena rasa cemburu (Pines-Ayala Malakh, 1998). Ada beberapa kasus yang telah terjadi di Indonesia yang berkaitan dengan rasa cemburu ini. Diantaranya adalah sebagai berikut,

1) Veri Idham Henyansyah alias Ryan (29), melakukan pembunuhan serta mutilasi kepada Heri Santoso karena merasa cemburu dan tidak senang kepada korban yang menaruh hati atau menaksir pacar sesama jenisnya Novel (27). Pada awalnya korban meminta tolong kepada Ryan untuk dicarikan pasangan pria. Tapi, ketika melihat foto Novel, pria yang merupakan pasangan gay Ryan, Heri lantas menaruh hati. "Ih cakep juga tuh. Gue bayarin deh biar bisa tidur sama dia," kata Heri dari pengakuan Ryan. Tersinggung dengan ucapan Heri, Ryan langsung berang dan terjadi perkelahian. Kemudian Ryan memukul Heri dengan besi dan menusuknya dengan pisau. Belum puas dengan itu, Ryan memotong-motong tubuh Heri menjadi 7 potong lalu membuangnya (Edwin, 2008). Hal yang lebih mengejutkan adalah sebelumnya Ryan juga pernah melakukan pembunuhan dan mayat korbannya tersebut dikubur di belakang rumahnya di Jombang. Dari kesebelas korbannya, sembilan orang adalah gay dan dua diantaranya dibunuh karena alasan cemburu (Aditya, 2009)

(10)

2) Welington, yang merupakan gay, membunuh temannya di Bandung, Jawa Barat, Rabu (24/12/2008). Tersangka membunuh karena cemburu melihat korban yang dianggap telah merebut kekasih prianya. Saat ditemukan, jasad Nopriadi, mahasiswa sekolah perhotelan ini dalam kondisi sekarat di tempat tidur di lantai dua rumahnya di Perumahan Bumi Panyileukan, Bandung. Dalam perjalanan menuju rumah sakit, korban tak mampu bertahan hingga akhirnya tewas. Di lokasi kejadian, polisi menangkap Welington. Ia pun langsung dijadikan tersangka dalam kasus ini (Nurdin, 2008)

Kaum gay di Indonesia masih merupakan kaum minoritas. Rendahnya populasi kaum gay menyebabkan rasa cemburu dan posesif menjai sifat dasar gay saat menjalin hubungan dengan sesamnya. Mereka akan sangat marah jika pasangannya terlihat kencan dengan orang lain (Aditya, 2009)

Buss (dalam Caroll, 2005) menyatakan bahwa dalam pasangan heteroseksual, laki-laki lebih memiliki kecemburuan seksual (sexual jealousy) yang lebih tinggi yaitu dimana ketika mereka meyakini bahwa pasangan wanitanya melakukan hubungan seksual dengan pria lain, sementara itu wanita lebih berfokus pada kecemburuan emosional (emotional jealousy). Pria straight memiliki kecemburuan seksual yang lebih tinggi kepada pasangan wanitanya dikarenakan pria straight menyakini bahwasannya wanita bisa jatuh cinta kepada seseorang tanpa melakukan hubungan seksual, tetapi ketika seorang wanita telah melakukan hubungan seksual dengan pria lain, ini mengartikan bahwa wanita tersebut pasti telah jatuh cinta kepada pria selingkuhannya. Begitu juga halnya

(11)

dengan wanita straight, memiliki kecemburuan emosional yang lebih tinggi kepada pasangan prianya, karena mereka meyakini bahwa pria dapat melakukan hubungan seksual dengan tanpa harus jatuh cinta dengan pasangannya, tetapi ketika seorang pria sudah jatuh cinta dengan wanita lain, pria tersebut sudah pasti melakukan hubungan seksual dengannya (Dijkstra, 2001)

Robert Bringle (dalam Buss, 2000) menyatakan bahwa untuk pasangan gay yang melibatkan dua orang laki-laki, memiliki kecemburuan seksual yang lebih rendah. Dia juga menemukan bahwa laki-laki gay dalam penelitiannya melaporkan hanya sedikit kecemburuan yang terjadi ketika mereka melihat pasangan mereka berciuman atau melakukan perselingkuhan dengan laki-laki lain. Hal tersebut juga didukung oleh Michael Bailey (dalam Caroll 2005) yang menyatakan bahwa laki-laki gay merasa lebih kecewa ketika mengetahui pengkianatan emosional yang dilakukan pasangannya. Pendapat dari Buss dan Michael tersebut, bertolak belakang dengan kedua kasus di atas. Dimana Ryan dan Wellington melakukan pembunuhan karena merasa cemburu pasangannya akan melakukan hubungan seksual dengan para korban.

Peneliti juga menemukan fenomena yang lain sehubungan dengan kecemburuan seksual. Peneliti telah melakukan percakapan personal dengan AN (29) dan WJ (20) yang merupakan seorang gay yang telah memiliki pacar. AN telah 3 bulan lebih menjalani hubungan dengan IV (24). Berikut pernyataan dari AN terhadap hubungannya dengan IV,

”’Saya tahu kalau dia itu udah punya pacar juga, namanya IQ . Saya juga tahu hampir tiap malam si IQ itu menemaninya tidur. Bagi saya, tidak masalah dia mau melakukan hubungan seks dengan si IQ, karena saya juga sadar, saya tidak selalu ada untuk menemaninya tidur, berada di

(12)

sampingnya tiap malam, karena aktifitas saya yang padat. Tetapi satu hal yang saya minta darinya, ketika saya butuh dirinya untuk berbagi, dia harus ada untuk saya. Meskipun itu hanya melalui telepon. Walaupun saya tahu dia pasti melakukan hubungan seksual, saya hanya bisa berpesan sambil bercanda, ”Jangan nakal ya disana.” Haya itu yang saya katakan kepadanya.”

(Percakapan Personal, 13 Juni 2009, 23:15 WIB)

Melalui percakapan di atas dapat dilihat bahwa AN sama sekali tidak menujukkan adanya masalah walaupun pacarnya telah memiliki pacar lain yang telah melakukan hubungan seksual dengan rivalnya. Serupa dengan apa yang dinyatakan AN, WJ menyatakan :

”... bagiku lebih baik jika pacarku melakukan hubungan seksual dengan yang lain jika dibandingkan apabila pacarku jatuh cinta dan menaruh perhatian yang hampir sama seperti yang diberikan pacarku. Yah, karena aku juga melakukan hal yang sama dan aku tidak mau munafik...”

(Percakapan Personal, 28 Agustus 2009)

Berdasarkan wawawancara diatas dapat dilihat, sama seperti AN, WJ juga menunjukkan kecemburuan yang lebih tinggi secara emosional daripada secara seksual. Buss (2000) menyatakan bahwa bagi pasangan gay, kedekatan emosional yang dilakukan pasangannya dengan orang lain, dirasakan lebih mengancam bagi gay tersebut. Hubungan yang telah dibangun akan dapat berakhir dikarenakan pasangannya telah jatuh cinta dengan orang lain meskipun mungkin tanpa adanya hubungan seksual sebelumnya antara pasangannya dengan pihak ketiga tersebut.

Kecemburuan juga dapat termanifestasikan melalui perilaku-perilaku seperti perilaku detective dan protective yang berusaha untuk mencari-cari tahu apa yang telah pasangannya lakukan (Preifer, 2007). Hal tersebut dilakukan oleh seorang individu untuk membenarkan perasaan curiga yang ada dalam diri

(13)

mereka. Hal ini disebut sebagai suspicious jealousy (Salovey, 1991). Hasil observasi awal mengenai kecemburuan yang ditampakkan oleh T (23) terhadap pasangannya R (22) yaitu dengan cara memeriksa pesan-pesan singkat yang terdapat di handphone R, selalu bertanya jika terdapat nomor baru yang tidak dikenalnya, dan sering untuk menelepon secara tiba-tiba untuk memastikan bahwa pasangannya tidak berselingkuh. Berdasarkan pengakuan R (22) terhadap peneliti, R menyatakan :

”... abang merasa T itu sangat cemburu dan posesif. Entah mengapa terkadang kecurigaannya memang benar terhadap abang, tetapi terkadang itu membuat kami sering bertengkar karena tuduhan-tuduhan nya yang kelewatan. Dia suka sekali memeriksa sms di hp ku dan hanya karena sms di hp saja, kami bisa berantem dek. Kalau udah berantam, diam-diaman, baru T itu bilang tidak mau kehilangan abang, tidak rela abang jadi milik orang lain. Terkdang suka terlintas pikiran untuk meninggalkannya tetapi terkadang tidak sampai hati juga”

(Percakapan Personal, 22 Juli 2009, 22:00 WIB )

Berdasarkan wawancara di atas dapat dilihat bahwa T yang merupakan pasangan dari R menujukkan perilaku-perilaku yang sifatnya mencurigai pasangannya. R mengakui bahwa pasangannya memiliki pikiran-pikiran yang negatif terhadap dirinya. Hal ini mengindikasikan adanya suspicious jealousy pada diri T. Suspicious jealousy yang berlebihan yang ada pada diri T membuat R jenuh dengan hubungan yang ia jalin dengan T

Berdasarkan fenomena di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kaum gay juga mengalami kecemburuan dalam hubungan yang mereka jalani. Kecemburuan yang dialami gay berbeda antara satu dengan yang lainnya. Beberapa menunjukkan kecemburuan seksual yang lebih tinggi dibandingkan dengan kecemburuan emosional. Pada pasangan gay lainya menujukkan bahwa

(14)

ketidaksetiaan emosional yang dilakukan pasangannya dirasakan lebih mengancam bagi hubungan mereka, sehingga beberapa pasangan gay merasakan kecemburuan emosional yang lebih tinggi dibandingkan dengan kecemburuan seksual. Fenomena lainnya juga memperlihatkan, meskipun pasangan tidak melakukan perselingkuhan, kecurigaan-kecurigaan yang berlebihan kepada pasangannya tersebut yang akhirnya mengarah kepada suspicious jealosy, juga dialami oleh beberapa pasangan gay. Untuk itulah peneliti tertarik untuk melihat bagaimana kecemburuanfd yang ada pada gay yang berpacaran.

B. Rumusan Masalah

Peneliti mencoba merumuskan masalah penelitian dalam bentuk pertanyaan penelitian yaitu bagaimana dinamika kecemburuan dalam berpacaran pada gay dewasa dini yang memiliki pacar, yang mencakup :

1. Bagaimanakah gambaran riwayat hubungan pacaran yang pernah dijalani gay dewasa dini?

2. Apa penyebab kecemburuan yang ada pada gay dewasa dini yang berpacaran?

3. Bagaimanakah proses kecemburuan yang dialami oleh gay dewasa dini yang berpacaran?

4. Apa jenis kecemburuan yang dialami oleh gay dewasa dini yang berpacaran?

(15)

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dinamika kecemburuan yang dirasakan oleh gay dewasa dini yang berpacaran yang meliputi:

1. Untuk mengetahui gambaran riwayat hubungan pacaran yang pernah dijalani gay dewasa dini

2. Untuk mengetahui penyebab kecemburuan yang ada pada gay dewasa dini yang berpacaran

3. Untuk mengetahui proses kecemburuan yang dialami oleh gay dewasa dini yang berpacaran

4. Untuk mengetahui jenis kecemburuan yang dialami oleh gay dewasa dini yang berpacaran

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dalam memberikan informasi dan perluasan teori di bidang psikologi perkembangan, yakni mengenai kecemburuan pada gay dewasa dini yang berpacaran. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya sumber kepustakaan penelitian di bidang psikologi perkembangan, sehingga hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan penunjang untuk penelitian selanjutnya.

2. Manfaat praktis

a) Pada gay yang berpacaran

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi pada gay dewasa dini yang berpacaran tentang dinamika kecemburuan yang terjadi pada hubungan

(16)

sesama jenis yang mereka masing-masing jalani sehingga dapat lebih memahami pasangannya masing-masing serta mengetahui bagaimana mengatasi rasa kecemburuan yang dirasakan secara konstruktif

b) Pada masyarakat luas

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi pada masyarakat luas tentang bagaimana kecemburuan yang dirasakan oleh gay yang berpacaran khususnya kepada individu yang memiliki sahabat, kenalan, atapun keluarga yang memiliki orientasi seksual sebagai gay, mengetahui penyebab kecemburuan, serta dapat memberikan dukungan sosial maupun moril kepada kerabat atau keluarga mereka. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat mengurangi stigma dan ketakutan yang berlebihan terhadap kaum gay khususnya terhadap kecemburuan yang terdapat dalam hubungan gay.

c) Pada penelitian selanjutnya

Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan bagi peneliti-peneliti lainnya yang berminat meneliti lebih lanjut mengenai kecemburuan pada gay dewasa dini yang berpacaran & menambah pengetahuan tentang kecemburuan pada gay berpacaran jika tidak tercakup di dalam penelitian ini.

d) Pada Konselor

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi aplikasi dalam gay counseling, konselor dapat mengetahui hal-hala apa saja yang biasa menyebabkan kecemburuan pada gay sehingga para konselor dapat mengenbangkan upaya intervensi yang tepat.

(17)

E. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dari penelitian ini adalah: BAB I : Pendahuluan

Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II : Landasan Teori

Bab ini menguraikan tentang tinjaun teoritis dan penelitian-penelitian terdahulu yang berhubungan dengan fokus penelitian-penelitian, diakhiri dengan pembuat paradigma penelitian.

BAB III : Metodologi Penelitian

Pada bab ini dijelaskan alasan digunakannya pendekatan kualitatif, responden penelitian, teknik pengambilan responden, teknik pengumpulan data, alat bantu pengumpulan data serta prosedur penelitian.

BAB IV : Hasil Analisa Data

Bab ini menguraikan tentang deskrispsi identitas diri, data hasil wawancara dan observasi, dan analisa data masing-masing responden.

BAB V : Kesimpulan dan Saran

Bab ini menguraikan kesimpulan penelitian serta saran praktis dan metodologis.

Referensi

Dokumen terkait

Yayasan Az-Zahra Demak sebagai sebuah Yayasan yang memiliki berbagai satuan pendidikan dan jumlah siswa yang dari beberapa jenjang pendidikan yang berbeda setiap

 Kurikulum bahasa Indonesia di kelas I dalam bagian pembelajaran menulis kompetensi dasar dijelaskan bahwa menulis kalimat sederhana yang didiktekan guru dengan menggunakan

Dalam rangka revitalisasi dan reorganisasi kelembagaan perangkat daerah di Kabupaten Parigi Moutong serta dalam upaya untuk lebih mengefektifkan penyelengggaran

1. Sofyan Anif, M.Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang telah memberikan ijin untuk penulisan skripsi ini. Sri Sutarni, M.Pd., selaku Ketua Program

kebutuhan aman dan nyaman dengan masalah keperawatan nyeri kronis, tindakan yang dilakukan adalah pemberian teknik kompres hangat kering selama 15 menit sehari

Model 1 merupakan jaringan saraf tiruan dengan data input berupa perpindahan, kecepatan dan percepatan pada titik yang ditinjau untuk memprediksi output yaitu

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk membandingkan biaya dan efektifitas dari penggunaan antidiabetik pada pasien penderita DM tipe II di instalasi rawat jalan RSUD X

Untuk para pemuka agama atau para penceramah di daerah tersebut agar memberikan pengetahuan khususnya mengenai larangan nikah, yang mana yang dilarang dan mana yang