• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kata kunci : Tenaga Kerja dan Pemutusan Hubungan Kerja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kata kunci : Tenaga Kerja dan Pemutusan Hubungan Kerja"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

1 TINJAUAN HUKUM TERHADAP PENYELESAIAN PERMASALAHAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) TERHADAP TENAGA KERJA

YANG TIDAK MEMPUNYAI KONTRAK DI PT. BUDIINDAH MULIAMANDIRI

Oleh :

Muhammad Wahyu Machsuri NIM : 07.1001.5274 Program Studi Ilmu Hukum

Konsentrasi Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Email : wahyu_machsuri@yahoo.com

ABSTRAKSI

Muhammad Wahyu Machsuri, NIM 0710015274, Tinjauan Hukum Terhadap Penyelesaian Permasalahan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Terhadap Tenaga Kerja Yang Tidak Mempunyai Kontrak Di PT. BUDIINDAH MULIAMANDIRI. Dosen Pembimbing I Bapak Dr. Mahendra Putra Kurnia, S.H.,M.H. dan Dosen Pembimbing II Ibu Erna Susanti, S.H.,M.H. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah mengapa terdapat tenaga kerja yang tidak mempunyai kontrak di PT. Budiindah Muliamandiri dan bagaimana upaya penyelesaian permasalahan pemutusan hubungan kerja terhadap tenaga kerja yang tidak mempunyai kontrak di PT. Budiindah Muliamandiri. Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis empiris, jenis dan sumber data yang digunakan adalah dengan pengumpulan data Primer dan data Sekunder, serta proses analisa yang dipergunakan adalah deskriptif kualitatif. Hasil penelitian pada PT. Budiindah Muliamandiri, adalah adanya permasalahan pemutusan hubungan kerja terhadap tenaga kerja yang tidak mempunyai kontrak, dimana para tenaga kerja tersebut direkrut oleh PT. Budiindah Muliamandiri dengan cara perjanjian lisan, sehingga menimbulkan permasalahan ketika para tenaga kerja mengalami pemutusan hubungan kerja karena para tenaga kerja tidak mendapatkan hak yang semestinya dari perusahaan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Upaya yang dilakukan oleh tenaga kerja untuk mendapatkan hak-hak yang seharusnya tenaga kerja dapat sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Saran yang dapat diberikan oleh peneliti adalah sebaiknya PT. Budiindah Muliamandiri melakukan perekrutan tenaga kerja dengan perjanjian tertulis agar tenaga kerja mengetahui tentang status di perusahaan serta mengetahui hak dan kewajiban dari tenaga kerja atau perusahaan, agar permasalahan yang pernah ada tidak terjadi lagi.

(2)

2 ABSTRACT

Muhammad Wahyu Machsuri, NIM 0710015274, Against Settlement Law Review Problems Termination of Employment (FLE) Labor Against Not Having a contract in PT. Budiindah Muliamandiri. I Supervisor Mr Dr. Mahendra Putra Kurnia, S.H., M.H. Lecturer II and Mrs. Erna Susanti, SH, MH. Formulation of the problem in this study is why there is a workforce that does not have a contract at PT. Budiindah Muliamandiri and how efforts to resolve the problems of termination of the employment contract that does not have at PT. Budiindah Muliamandiri. The research method used in this study is the empirical juridical approach, types and sources of data used is the primary data collection and secondary data, and analysis process used is descriptive qualitative. Results for the PT. Budiindah Muliamandiri, is the issue of termination of the labor force who do not have a contract, where the workforce is recruited by PT. Budiindah Muliamandiri by oral agreement, which cause many problems when the labor employment is terminated because the workers do not get the proper rights of the company in accordance with Law No. 13 Year 2003 on Manpower. The efforts made by workers to obtain the rights that workers should be able to it in accordance with Law No. 2 of 2004 on Industrial Relations Dispute Settlement and the Law No. 13 Year 2003 on Manpower. Advice can be given by the researchers is preferably PT. Budiindah Muliamandiri recruiting manpower premises a written agreement in order to know about the status of the work force in the company and know the rights and obligations of workers or firms, so that the problem does not happen ever again.

Keywords: Labor and Employment Termination

BAB I : PENDAHULUAN Latar Belakang

Tenaga kerja adalah seseorang yang telah siap masuk dalam pasar kerja sesuai dengan upah yang ditawarkan oleh penyedia pekerjaan. Jumlah tenaga kerja dihitung dari penduduk usia produktif ( umur 15 tahun – 65 tahun) yang masuk kategori angkatan kerja (labour force). Pembangunan nasional adalah semua kegiatan untuk tercapainya pembaharuan ke arah yang lebih baik, dan untuk menciptakan masyarakat adil dan makmur.1

Laju pertumbuhan penduduk Indonesia yang tinggi mengakibatkan jumlah angkatan kerja setiap tahunnya semakin meningkat sedangkan kesempatan kerja yang tersedia belum dapat memenuhi kebutuhan kerja yang tersedia sesuai dengan jumlah pencari kerja yang ada. Hal ini mengakibatkan ketidak seimbangan antara besarnya jumlah penduduk yang membutuhkan pekerjaan dengan kesempatan kerja yang tersedia. Apalagi saat ini ditambah dengan banyaknya jumlah tenaga kerja yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (yang nantinya akan disebut dan disingkat PHK) dari perusahaan tempat tenaga kerja bekerja.

Dalam memasuki dunia kerja para pekerja kadang sering mendapatkan masalah salah satunya tentang PHK, yang kadang kala para pekerja awam tidak mengerti tentang hal tersebut, kadang kala para pengusaha sewenang-wenang

1 Kansil C. S. T, 1989, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia Penerbit Balai Pustaka

(3)

3 dalam melaksanakan PHK, kadang kala suatu sistem PHK menjadi suatu permainan para pengusaha, salah satunya adalah mencari-cari kesalahan pekerja yang ingin di PHK agar mendapatkan suatu alasan mengapa pekerja tersebut di PHK yang seharusnya masalah tersebut cenderung mengada ada, sehingga tenaga kerja yang tidak mengerti tentang aturan PHK yang menjadi korban.

Kondisi yang sama terjadi dengan tenaga kerja di Samarinda, tenaga kerja sering mendapat tindakan atau kebijakan yang tidak menguntungkan untuk tenaga kerja seperti gaji yang tidak dibayar oleh perusahaan atau pun jam kerja yang melewati batas waktu. Ketidak konsistenan perusahan dalam mempekerjakan tenaga kerja, itu yang sering membuat banyak dari tenaga kerja melakukan protes terhadap perusahaan, karena banyak dari hak mereka yang tidak di berikan oleh perusahaan. Sistem tenaga kerja di Samarinda ada yang non-kontrak dan ada juga yang kontrak, jika yang non-kontrak biasanya di gaji dihitung per hari dan akan dibayarkan pada akhir bulan, tapi karena non kontrak, biasanya perusahaan lebih sewenang-wenang dalam membayar dan memperilakukan tenaga kerja. Sedangkan yang kontrak juga sebenarnya tidak terlalu beda perlakuan perusahaan, karena kebanyakan ada kebijakan yang diberikan perusahaan tidak sesuai dengan kontrak yang pernah tenaga kerja tanda tangani, jam kerja yang terlewatkan dan lembur yang di bayar setengah ataupun bahkan tidak dibayar perusahaan sama sekali.

Sesuai dengan penelitian penulis, permasalahan yang terjadi di PT. Budiindah Muliamandiri ialah, hampir semua pekerja lapangan tidak memiliki kontrak, sekitar 60% tenaga kerja di perusahaan tersebut tidak mempunyai kontrak. Pernah terjadi permasalahan terhadap perusahaan ini, dimana dari tenaga kerjanya pernah di PHK tanpa diberi pesangon, dan alasan dari perusahaan adalah karena tidak mempunyai kontrak, akhirnya tenaga kerja tersebut melaporkan masalah ini ke Dinas Tenaga Kerja, penyelesaiannya pun akhirnya PT. Budiindah Muliamandiri diberikan sanksi untuk membayar semua pesangon dan jika tidak memberikan dalam batas waktu yang ditentukan maka tenaga kerja akan menahan asset dari perusahaan tersebut.2

Sangat ironis sekali ketika semua tenaga kerja bekerja dengan baik dalam menjalankan tugasnya tetapi tidak diberikan haknya dengan baik. Jika tenaga kerja kontrak di PHK sesuai dengan prosedur kontrak mereka, lain halnya dengan tenaga kerja non-kontrak, tenaga kerja yang tidak mempunyai kontrak bisa di PHK secara sepihak tanpa sepengetahuan tenaga kerja itu sendiri, kebanyakan tenaga kerja yang tidak mempunyai kontrak di PHK karena alasan pengurangan tenaga kerja, atau tidak bekerja dengan baik.

Dampak yang terjadi setelah PHK tenaga kerja tersebut banyak mengeluhkan permasalahan PHK dengan Dinas Tenaga Kerja, dan bahkan para tenaga kerja melakukan aksi menutup workshop ataupun kantor dari perusahaan tersebut, karena para tenaga kerja merasa sudah melakukan pekerjaan sesuai arahan dari perusahaan itu, tapi masih tidak dianggap oleh perusahaan, ini yang membuat para tenaga kerja melakukan tindakan di luar batas kewajaran.

2 Wawancara dengan Bapak Sunaryo Laut HRD PT. BUDIINDAH MULIAMANDIRI, tanggal 21

(4)

4 Dengan adanya kenyataan seperti yang diuraikan diatas, maka penulis ingin menganalisa tentang penyelesaian pemutusan hubungan kerja terhadap tenaga kerja yang tidak mempunyai kontrak di PT. Budiindah Muliamandiri. Rumusan Masalah

1. Mengapa terdapat tenaga kerja yang tidak mempunyai kontrak di PT. Budiindah Muliamandiri?

2. Bagaimana upaya penyelesaian permasalahan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap tenaga kerja yang tidak mempunyai kontrak di PT. Budiindah Muliamandiri?

Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui dan melakukan analisa hukum terhadap keberadaan tenaga kerja yang tidak mempunyai kontrak di PT. Budiindah Muliamandiri. 2. Untuk menganalisa upaya penyelesaian permasalahan Pemutusan

Hubungan Kerja (PHK) terhadap tenaga kerja yang tidak mempunyai kontrak di PT. Budiindah Muliamandiri.

Manfaat Penelitian

1. Manfaat dari segi akademik

Pada dasarnya penelitian ini dapat menjadi sarana ilmiah bagi mahasiswa untuk menyumbangkan wawasan akademik terutama dalam memahami dan menjelaskan hak maupun kewajiban perusahaan khususnya PT. Budiindah Muliamandiri dalam menyelesaikan permasalahan PHK.

2. Manfaat dari segi sosial

Penelitian ini di harapkan dapat di gunakan sebagai salah satu sumber informasi yuridis tentang Pemutusan Hubungan Kerja.

3. Manfaat dari segi kelembagaan

Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan berupa pemahaman tentang ketenagakerjaan khususnya PHK bagi masyarakat dan bahan kajian bagi Pemerintah Daerah khususnya Dinas Ketenagakerjaan di Kota Samarinda.

BAB II : TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Perjanjian Secara Umum

Pengertian perjanjian bisa ditemukan didalam Pasal 1313 KUHPerdata. Disisi lain ada pula yang menyatakan bahwa, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari uraian tersebut maka dapat diterangkan lebih lanjut bahwa, perjanjian adalah sebuah kesepakatan antara 2 (dua) orang atau lebih dalam lapangan hukum kebendaan untuk saling memberi dan menerima sesuatu. Dalam setiap perjanjian terdapat dua macam subyek perjanjian, yaitu :3

1. seorang manusia atau badan hukum yang mendapat beban kewajiban untuk sesuatu;

2. seorang manusia atau badan hukum yang mendapatkan hak atas pelaksanaan kewajiban itu.

3 Halim, Ridwan & Gultom,Sri Subiandini,Sari Hukum Tenaga kerja (buruh) Aktual Penerbit PT.

(5)

5 Dari pengertian diatas maka subyek perjanjian dapat disimpulkan menjadi 2 (dua) macam yaitu manusia pribadi dan badan hukum. Dalam prakteknya perjanjian kerja terdapat 2 (dua) bentuk perjanjian, antara lain :

1. Perjanjian Tertulis, hal ini di peruntukan bagi perjanjian-perjanjian yang sifatnya tertentu atau adanya kesepakatan para pihak, bahwa perjanjian yang dibuatnya itu menginginkan dibuat secara tertulis agar terdapat kepastian hukum.

2. Perjanjian tidak tertulis, bahwa perjanjian yang oleh undang-undang tidak disyaratkan dalam bentuk tertulis.

B. Pengertian Perjanjian Kerja Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan Beberapa Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian Kerja

1. Perjanjian Kerja

Pengertian perjanjian kerja sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1601a KUHPerdata disebutkan bahwa perjanjian perburuhan adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu, si buruh, mengikatkan dirinya dibawah perintah orang lain (majikan) untuk sesuatu waktu tertentu, melainkan pekerjaan dengan menerima upah.4

Pengertian perjanjian kerja dalam Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Pasal 1601 huruf a KUHPerdata.

Selanjutnya, Pasal 1601 KUHPerdata, menentukan tentang perjanjian perburuhan, bahwa yang dimaksud dengan perjanjian perburuhan adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh seorang atau beberapa orang majikan atau beberapa perkumpulan majikan yang berbadan hukum dengan suatu atau beberapa serikat buruh yang berbadan hukum mengenai syarat-syarat kerja yang harus diindahkan pada waktu membuat perjanjian kerja.

Selain pengertian normatif seperti di atas Imam Soepomo berpendapat, bahwa perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak kesatu (pekerja/buruh), mengikatkan diri untuk bekerja dengan menerima upah dan pihak kedua yakni majikan/pengusaha mengikatkan diri untuk memperkerjakan pekerja dengan membayar upah.5

2. Syarat Sahnya Perjanjian Kerja

Sebagai bagian dari perjanjian pada umumnya, maka perjanjian kerja harus memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata.

Pasal 1338 KUHperdata juga berkaitan dengan suatu perjanjian. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu dan suatu perjanjian haru dilaksanakan dengan itikad baik.6

4 Soepomo, Imam. 1989, Pengantar Hukum Perburuhan, Penerbit Djambatan, Jakarta hal. 51 5Ibid hal. 55

(6)

6 3. Unsur-unsur dalam perjanjian kerja

Berdasarkan pengertian perjanjian kerja di atas, dapat ditarik beberapa unsur yaitu :7

a) Adanya unsur work atau pekerjaan b) Adanya Service atau pelayanan

c) Adanya unsur time atau waktu tertentu d) Adanya unsur upah

4. Pembagian Perjanjian Kerja

Sebagaimana dikemukakan Imam Soepomo, bahwa perjanjian kerja harus berdasarkan atas pernyataan kemauan yang disepakati kedua pihak. Selanjutnya setelah terdapat persetujuan mengenai macam pekerjaan, besarnya upah dan sebagainya pada dasarnya dengan keterangan pekerjaan kepada pengusaha : “saya sanggup bekerja’’ dan ada jawaban pengusaha “baik’’, terjadilah perjanjian kerja yang sah. Karena dengan pernyataan itu, kedua belah pihak telah terikat, walaupun menurut Van Vollen Hoven masih diperlukan tanda pengikat seperti panjer dan sebagainya. Pada dasarnya perjanjian kerja dibuat tidak dipersyaratkan dalam bentuk tertentu apakah dalam bentuk tertulis atau tidak tertulis. Jadi seperti perjanjian lainnya, bentuk perjanjian kerja adalah bebas.8 Dalam KUHPerdata pun hanya dinyatakan bahwa apabila perjanjian kerja dibuat secara tertulis, segala biaya akte dan biaya tambahan lainya menjadi tanggungan majikan. Memang lebih bermakna jika suatu perjanjian itu dilaksanakan secara tertulis dan diberikan sebuah materai sebagai bahan penguat atas kekuatan hukum dan lebih baik lagi jika setiap melakukan suatu perjanjian apapun atau perjanjian kerja hendaklah dibuat didepan notaris agar perjanjian tersebut menjadi sebuah bukti yang kuat di mata hukum.9

Pasal 1603 e ayat 1 KUHPerdata yang mengatur mengenai perjanjian kerja untuk waktu tertentu. Jelaslah bahwa yang dinamakan perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibagi pula menjadi 3 yaitu :10

a. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dimana waktu berlakunya ditentukan menurut perjanjian,

b. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dimana waktu berlakunya ditentukan menurut undang-undang,

c. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dimana waktu berlakunya ditentukan menurut kebiasaan,

Selanjutnya perjanjian kerja dapat dibagi menjadi : a. Perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu ;

Perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu diatur dalam Pasal 1603 huruf q KUHPerdata. Dengan demikian yang dinamakan perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu adalah perjanjian kerja dimana waktu berlakunya tidak ditentukan baik dalam perjanjian, undang-undang ataupun dalam kebiasaan. Berdasarkan ketentuan di atas

7Ibid hal. 38 8Ibid hal 22 9Ibid hal. 18

10 Kosidin Koko. 1999, Perjanjian Kerja Perjanjian Perburuhan dan Peraturan Perusahaan, Penerbit

(7)

7 dapat disimpulkan bahwa perjanjian kerja yang dibuat untuk waktu tertentu lazimnya disebut perjanjian kerja kontrak atau perjanjian kerja tidak tetap. Status pekerjanya adalah pekerja tidak tetap atau pekerja kontrak. Sedangkan untuk perjanjian kerja yang dibuat untuk waktu yang tidak tertentu biasanya disebut dengan perjanjian kerja tetap dan status pekerjaanya adalah pekerja tetap. 11

Dalam dunia kerja sering kita dengar tenaga kerja kontrak dan tenaga kerja tetap dalam istilah tersebut kita dapat membedakan hak dan kewajiban, istilah tersebut dapat didefinisikan dan ketentuan yang berlaku untuk tenaga kerja kontrak sebagai berikut :12

1. Tenaga kerja kontrak dipekerjakan oleh perusahaan untuk jangka waktu tertentu saja, waktunya terbatas maksimal hanya 3 tahun. 2. Hubungan kerja antara perusahaan dan tenaga kerja kontrak

dituangkan dalam “Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu” 3. Perusahaan tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan 4. Status tenaga kerja kontrak hanya dapat diterapkan untuk

pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu :

a) Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya ; b) Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu

yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun ; c) Pekerjaan yang bersifat musiman; atau

d) Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.

e) Untuk pekerjaan yang bersifat tetap, tidak dapat diberlakukan status tenaga kerja kontrak.

5. Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena terjadinya pelanggaran terhadap ketentuan yang telah disepakati bersama, maka pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar gaji tenaga kerja sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja .

6. Jika setelah kontrak kemudian perusahaan menetapkan yang bersangkutan menjadi tenaga kerja tetap, maka masa kontrak tidak dihitung sebagai masa kerja.

Sedangkan definisi yang menggambarkan tentang ketentuan yang berlaku untuk tenaga kerja tetap adalah sebagai berikut :13

a) Tak ada batasan jangka waktu lamanya bekerja.

b) Hubungan kerja antara perusahaan dan tenaga kerja kontrak di tuangkan dalam Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tidak Tertentu.

11Ibid hal. 39

12Ibid hal. 40

(8)

8 c) Perusahaan dapat mensyaratkan masa percobaan maksimal 3

bulan.

d) Masa kerja dihitung sejak masa percobaan.

e) Jika terjadi PHK bukan karena pelanggaran berat atau tenaga kerja mengundurkan diri maka tenaga kerja tetap mendapatkan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja (bagi tenaga kerja yang bekerja minimal 3 tahun) dan uang penggantian hak sesuai Undang-undang yang berlaku.

Mengenai gaji, fasilitas, kesejahteraan, cuti dan lain-lain tenaga kerja kontrak dapat memiliki hak yang sama dengan tenaga kerja tetap tergantung dari perjanjian kerja yang disepakati bersama. Oleh karenanya semua hak dan kewajiban masing-masing pihak harus dicantumkan semua dalam perjanjian kerja dan tenaga kerja harus cermat dan jeli mempelajari perjanjian kerja yang dibuat oleh perusahaan.14

b. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

Pasal 1 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor : KEP.100/MEN/VI/2004, Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu menyebutkan bahwa, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu yang selanjutnya disebut PKWT adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerja tertentu.

Hubungan kerja itu sendiri merupakan hubungan (hukum) antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan sebuah perjanjian kerja. Dengan demikian, hubungan kerja tersebut adalah sesuatu yang abstrak, sedangkan perjanjian kerja adalah sesuatu yang konkrit atau nyata. Maka dengan adanya perjanjian kerja, akan lahir pula sebuah perikatan. Dengan kata lain, perikatan yang lahir karena adanya perjanjian kerja inilah yang merupakan sebuah hubungan kerja.15

Pengertian yang sama juga disebutkan bahwa PKWT adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk melaksanakan pekerjaan yang diperkirakan selesai dalam waktu tertentu yang relatif pendek yang jangka waktunya paling lama 2 (dua) tahun, dan hanya dapat diperpanjang satu kali untuk paling lama sama dengan waktu perjanjian kerja pertama.16

Dengan ketentuan seluruh (masa) perjanjian tidak boleh melebihi 3 (tiga) tahun lamanya, dimana pernyataan tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 3 ayat (1) dan (2) Keputusan Menteri Nakertrans Nomor : KEP.100/MEN/VI/2004, yang menyatakan PKWT untuk pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya adalah PKWT yang didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu dengan waktu paling lama 3 (tiga) tahun, Disebutkan dalam Pasal 13 Keputusan

14 Kosidin Koko, 1999, Perjanjian Kerja Perjanjian Perburuhan dan Peraturan Perusahaan, Penerbit

Mandar Maju, Bandung hal. 47

15Ibid hal. 47 16 Ibid hal. 14

(9)

9 Menteri Nakertrans Nomor : KEP.100/MEN/VI/2004, bahwa PKWT wajib dicatatkan oleh pengusaha kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang Ketenagakerjaan Kabupaten/Kota setempat selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak penandatanganan. Dan PKWT sendiri merupakan perjanjian bersayarat, yakni (antara lain) dipersyaratkan bahwa harus dibuat tertulis dan dibuat dalam bahasa Indonesia, dengan ancaman bahwa apabila tidak dibuat secara tertulis dan tidak dibuat dengan bahasa Indonesia, maka akan dinyatakan sebagai Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 57 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

PKWT sendiri tidak dapat atau tidak boleh dipersyaratkan adanya masa percobaan (probation), dan apabila dalam perjanjian PKWT terdapat klausul masa percobaan, maka klausul tersebut dianggap tidak pernah ada atau batal demi hukum. Dengan demikian apabila dilakukan pengakhiran hubungan kerja (pada PKWT) karena alasan masa percobaan, maka pengusaha dianggap memutuskan hubungan kerja sebelum berakhirnya perjanjian kerja, oleh karenanya pengusaha dapat dikenakan sanksi untuk membayar ganti kerugian kepada pekerja/buruh sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.17

5. Pengertian Hukum Ketenagakerjaan

Hukum Ketenegakerjaan adalah peraturan hukum yang mengatur hubungan kerja antara pekerja/buruh dan pengusaha/majikan dengan segala konsekuensinya. Hal ini jelas bahwa hukum ketenagakerjaan tidak mencakup pengaturan swapekerja (kerja dengan tanggung jawab/resiko sendiri). Kerja yang dilakukan untuk orang atas dasar kesukarelaan dan kerja seseorang pengurus atau wakil suatu organisasi/perkumpulan.18

Perlu diingat bahwa ruang lingkup ketenagakerjaan tidak sempit terbatas dan sederhana. Oleh karena itu, ada benarnya jika Hukum Ketenagakerjaan mengatur hubungan kerja yang harus diindahkan oleh semua pihak dan perlu adanya perlindungan pihak ketiga yaitu penguasa (pemerintah) jika ada pihak-pihak yang dirugikan.

6. Pengertian Perlindungan Hukum Ketenagakerjaan

Berdasarkan pemberian perlindungan hukum bagi pekerja menurut Kosidin Koko meliputi lima bidang hukum perburuhan, yaitu:19

a) Bidang pengerahan/penempatan tenaga kerja; b) Bidang hubungan kerja;

c) Bidang kesehatan kerja; d) Bidang keamanan kerja; e) Bidang jaminan sosial buruh.

17 Husni, Lalu, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta,2000. 18 Abdul Khakim, 2003, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti,

Bandung Hal. 27

19 Kosidin Koko. 1999 Perjanjian Kerja Perjanjian Perburuhan dan Peraturan Perusahaan, Penerbit

(10)

10 C. Pengertian Tentang Pemutusan Hubungan Kerja ( PHK)

1. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

Pengertian dan pengaturan Pemutusan Hubungan Kerja menurut Pasal 1 angka 25 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menjelaskan bahwa pemutusan hubungan kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara buruh/pekerja dan pengusaha. Mengenai PHK itu sendiri secara khusus juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI). Dengan berlakukan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang PPHI tersebut, undang-undang Nomor 12 tahun 1964 tentang pemutusan hubungan kerja di perusahaan swasta dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan (P3) dinyatakan tidak berlaku lagi. Namun, untuk peraturan pelaksanaan kedua undang-undang tersebut masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang PPHI. PHK berarti berkaitan dengan pemenuhan hak-hak ekonomi pekerja dan kondisi keuangan dari perusahaan.20

Karenanya sangat wajar jika kemudian pemerintah melakukan intervensi, bukan hanya melindungi hak-hak pekerja, tetapi juga memperhatikan kemampuan dari keuangan perusahaan tersebut dengan memberikan pengaturan-pengaturan berpatokan standart, baik secara nasional maupun internasional. Pasal 150 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menyebutkan, ketentuan mengenai PHK dalam undang-undang ini meliputi PHK yang terjadi di badan usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara, maupun usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang memiliki pengurus dan memperkerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. 21 Badan usaha yang mempekerjakan tenaga kerja dan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain dan melakukan PHK, harus mengikuti ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan, sebagai berikut:22

1. Badan usaha berbentuk badan hukum.

2. Badan usaha yang tidak berbentuk badan hukum. 3. Badan usaha milik persekutuan.

4. Badan usaha milik swasta.

5. Badan-badan sosial dan badan usaha lainya yang memiliki pengurus dan memperkerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Pemutusan Hubungan Kerja terhadap pekerja secara perorangan dengan berbagai alasannya. Dalam perkembangannya ketentuan pemberhentian pekerja berkembang menjadi tidak hanya terbatas pada pemberhentian yang mengakibatkan penderitaan pekerja yang telah atau

20Ibid hal. 52

21 Soepomo, Imam. 1989, Pengantar Hukum Perburuhan, Penerbit Djambatan, Jakarta hal. 11 22Ibid hal. 12

(11)

11 akan diberhentikan, tetapi juga membatasi atau menyerang kebebasan pengusaha untuk melakukan pemberhentian dan menetapkan asas yang lebih umum, yaitu bahwa tiap pemberhentian pekerja harus didasarkan alasan inti yang membenarkan pemberhentian itu.23

Jadi kesimpulan yang lazim dari asas itu ialah bahwa seorang pekerja yang diberhentikan berhak untuk menentang pemberhentiannya bila ternyata pemberhentian itu tidak beralasan, melalui suatu cara pengadilan dan jika perlu melalui pengadilan dan atau suatu badan arbitrase atau badan yang tak memihak ataupun suatu badan kerja sama yang berwenang memeriksa dan mengambil putusan terhadap soal yang dijadikan alasan pemberhentian tersebut.

Pemberhentian pekerja secara masal atau pengurangan buruh. Dalam hal pemberhentian secara perorangan, berlaku pula pemberhentian secara masal atau pegurangan pekerja berdasarkan alasan ekonomis. Alasan untuk mengurangi pekerja yang bersangkutan dengan jalannya perusahaan, biasanya bersifat ekonomis dan teknis. 24

Adapun alasan-alasan yang dipandang sebagai alasan yang cukup kuat untuk menunjang pembenaran PHK yang dilakukan oleh pengusaha atas diri seorang atau beberapa pekerja pada dasarnya ialah sebagai berikut :25

1. Alasan Ekonomis

a. Menurunnya hasil produksi yang dapat pula disebabkan oleh merosotnya kapasitas produksi perusahaan yang bersangkutan; b. Merosotnya penghasilan perusahaan;

c. Merosotnya kemampuan perusahaan tersebut untuk membayar upah/gaji dalam keadaan yang sama dengan sebelumnya;

d. Pelaksanaannya rasionalisme atau penyederhanaan yang berarti pengurangan pekerja dalam jumlah besar dalam perusahaan yang bersangkutan.

2. Alasan tentang diri pribadi pekerja yang bersangkutan.

a. Tidak memiliki kemampuan kerja dan prestasi yang memadai selaras dengan target yang telah ditentukan,

b. Tidak memiliki tingkah laku yang baik: tidak jujur, kurang mempunyai rasa tanggung jawab, sering mangkir tanpa alasan dan lain-lain.

c. Tidak memiliki kekuatan jasmani yang sepadan dengan beratnya tugas yang diemban, dan sebagainya.

d. Karena meninggalnya pengusaha dan tidak ada ahli waris yang mampu melanjutkan hubungan kerja dengan pekerja yang bersangkutan.

2. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja

Menurut pasal 154 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, penetapan atas permohonan izin PHK hanya akan dikeluarkan jika dalam perundingan antara pengusaha dan pekerja

23 Manulang, Sedjun H., Pokok-Pokok Ketenagakerjaan Indonesia, Penebit Rineka Cipta,

Jakarta,1997. Hal 36

24 Soepomo. Imam, Op. Cit., hal. 11 25Ibid hal. 13

(12)

12 mengalami kegagalan. Namun, penetapan izin tersebut tidak diperlukan jika kondisinya sebagai berikut:

a. Pekerja/buruh masih dalam masa pecobaan kerja, bila mana telah dipersyaratkan secara tertulis sebelumnya;

b. Pekerja/buruh mengajukan permintaan pengunduran diri secara tertulis atas kemauan sendri tanpa ada indikasi adanya tekanan/intimidasi dari pengusaha, berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk pertama kali; c. Pekerja/buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam

perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang-undangan atau

d. Pekerja/buruh meninggal dunia.

Prosedur yang harus ditempuh oleh pihak pengusaha dalam mengadakan PHK dengan seorang atau beberapa orang pekerjanya yang pada intinya menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan sebagai berikut :

a. Setiap perselisihan hubungan industrial yang terjadi di perusahaan pada tingkat pertama harus diselesaikan secara musyawarah antara serikat kerja atau pekerja itu sendiri sebagai langkah awal penyelesaian. Penyelesaian secara bipartit adalah penyelesaian yang paling baik karena penyelesaian dilakukan dikalangan sendiri;

b. Bila perundingan itu menghasilkan kesepakatan maka kesepakatan itu dituangkan menjadi suatu kesepakatan persetujuan bersama; c. Jika tidak tercapai perundingan/kata sepakat, maka kedua belah

pihak/salah satu pihak dapat menyerahkan/memilih diselesaikan melalui perantara, antara lain mediasi, konsiliasi, atau arbitrase; d. Pegawai perantara mengadakan penyelidikan tentang duduk perkara

perselisiahan, memanggil pihak-pihak yang berselisih, dan mengusahakan penyelesaian secara damai;

e. Apabila perselisihan tersebut tidak dapat diselesaikan oleh pegawai perantara, maka salah satu pihak mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial;

f. Pengajuan gugatan harus dilampiri risalah penyelesaian melalui mediasi atau konsiliasi;

g. Pengadilan negeri dalam waktu selambat-lambatnya 7 hari kerja setelah menerima gugatan, harus sudah menetapkan majelis hakim yang terdiri atas 1 orang hakim sebagai ketua majelis dan 2 orang hakim Ad-Hoc sebagai anggota majelis yang memeriksa dan memutus perselisihan;

h. Dalam waktu selambat-lambatnya 7 hari kerja sejak penetapan majelis hakim harus sudah melakukan sidang pertama dengan dihadiri oleh pihak penggugat dan tergugat;

i. Hakim berusaha untuk mendamaikan kedua belah pihak;

j. Apabila tidak dapat didamaikan, majelis hakim wajib memberikan putusan penyelesaian perselesaian hubungan industrial dalam waktu selambat-lambatnya 50 hari kerja terhitung sejak sidang pertama; k. Putusan pengadilan hubungan industrial mempunyai kekuatan hukum

(13)

13 agung dalam waktu selambat-lambatnya 14 hari kerja. Selanjutnya pengusaha dapat melakukan PHK tanpa izin pengadilan, bila:

1. PHK dilakukan masih dalam masa percobaan kerja.

2. PHK itu didasarkan atas persetujuan pekerja yang bersangkutan. 3. Masa kerja yang diperjanjikan memang telah berakir.

4. Pekerja yang bersangkutan sudah memasuki masa pensiun.

D. Penyelesaian Permasalahan Pemutusan Hubungan Kerja Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

Penjelasan umum Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 menyatakan bahwa pembangunan Ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat seluruhnya untuk meningkatkan harkat, martabat dan harga diri tenaga kerja serta mewujudkan masyarakat sejahtera adil, makmur dan merata baik material maupun spiritual.

Hal ini tidak menutup kemungkinan adanya ketidakserasian kedua kepentingan tersebut maka perlu adanya suatu perjanjian kerja atau peraturan perusahaan, dan perjanjian kerja bersama untuk menyatukan kepentingan kedua belah pihak tersebut agar dapat bersatu sehingga dapat dihindarkan terjadinya PHK.

Penyelesaian perselisihan dengan mediasi merupakan bentuk intervensi yang lebih kuat, yaitu mediator diperbolehkan menawarkan usulan penyelesaian kepada pihak-pihak yang berselisih. Kelemahan masalah mediasi seringkali terjadi praktek penundaan karena sering terjadi ketidak hadiran para pihak yang berselisih baik pihak pengusaha maupun pihak pekerja atau buruh, dan kesulitan dalam pelaksanaan hasil penyelesaian. Perselisihan hubungan industrial yang dapat diselesaikan melalui mediasi adalah :

1. Perselisihan Hak,

2. Perselisihan kepentingan, 3. Perselisihan PHK,

4. Perselisihan antara Serikat Pekerja atau Serikat Buruh, BAB III : METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Menurut istilah metodologi berasal dari kata “metodos” dan “logos” metode yang mempunyai arti ‘jalan ke” dan perumusan metode adalah sebagai berikut :

1. Suatu tipe pemikiran yang digunakan dalam penelitian, 2. Suatu teknik tertentu yang umum bagi ilmu pengetahuan, 3. Cara tertentu untuk melaksanakan suatu prosedur.26

Jenis penelitian yang penulis gunakan dalam skripsi ini adalah tergolong penelitian yuridis empiris yaitu suatu metode penelitian dengan cara studi terhadap identifikasi hukum, untuk mencari data.27

26 Soerjono Soekanto, 1985, Pengantar Ilmu Hukum, Refika Aditama, Bandung, Hal. 5 27 Abdul Kadir Muhammad, 2000, MetodePenulisan Hukum, PT.Balai Pustaka, Jakarta hal. 17

(14)

14 Disini penulis melakukan identifikasi hukum tentang pelaksanaan penyelesaian permasalahan Pemutusan Hubungan kerja (PHK) terhadap tenaga kerja yang tidak mempunyai kontrak di PT. Budiindah Muliamandiri. B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di PT. Budiindah Muliamandiri, Jl. Ir. H. Juanda 8 Kompleks Ruko Juanda No. 7A, Kota Samarinda, Kalimantan Timur C. Waktu Penelitian

Waktu dan jadwal penelitian dilakukan pada tanggal 1 Februari 2013 s/d 11 April 2013.

D. Populasi dan Sampel Penelitian

Dalam hal ini penulis mengambil populasi tenaga kerja di PT. Budiindah Muliamandiri Samarinda Kalimantan Timur. Sedangkan sampel adalah bagian dari populasi yang diharapkan mampu mewakili populasi dalam penelitian. Dalam hal ini penulis menggunakan purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel didasarkan atas tujuan tertentu, yaitu tenaga kerja yang tidak mempunyai kontrak di PT. Budiindah Muliamandiri.28 E. Jenis dan Sumber Data

Untuk memperoleh data yang obyektif maka digunakan metode pengumpulan data sebagai berikut :29

1) Data Primer

Data Primer adalah merupakan data utama dalam penulisan skripsi ini yaitu hasil wawancara yang berkaitan dengan obyek masalah yang diteliti, yang penulis peroleh dari PT. Budiindah Muliamandiri.

a) HRD PT. Budiindah Muliamandiri b) Staf Humas Dinas Ketenagakerjaan c) Tenaga Kerja PT.Budiindah Muliamandiri 2) Data sekunder

Data sekunder yang digunakan penulis terdiri dari data-data terkait seperti buku-buku hukum yang berkaitan dengan skripsi ini

F. Teknik Pengumpulan Data

Tehnik pengumpulan data yang digunakan penulis dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Penelitian Lapangan, wawancara dan kuisioner,

2. Tinjauan Kepustakaan, yaitu Produk Hukum, Dokumen, dan Buku. a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,

b. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945,

c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan,

d. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

G. Analisis Data

Analisis data yaitu menguraikan data dalam bentuk rumusan angka-angka sehingga mudah dibaca dan diberi arti bila data itu kuantitatif,

28 http://contohskripsi - makalah_blogspot.com/2012/04/pengerrtian-populasi-dan-sampel.html,

Tanggal : 20 juni 2013, Jam 19.30

(15)

15 menguraikan data dalam bentuk kalimat yang baik dan benar, sehingga mudah dibaca dan diberi arti (diinterpretasikan) bila data ini kualitatif.30 Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Deskriptif-Kualitatif.

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

1. Profil PT. Budiindah Muliamandiri

PT. Budiindah Muliamandiri ialah perusahaan berbasis sub-kontraktor, berdiri pada tahun 2000 di Riau, perusahaan ini adalah perusahaan keluarga, dimana seluruh kepala cabang adalah kakak beradik. Saat ini PT. Budiindah Muliamandiri mempunyai 4 cabang di Indonesia, Jakarta sebagai kantor pusat, Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan. Untuk wilayah Kalimantan, khususnya wilayah Kalimantan Timur kantor cabang dari PT. Budiindah Muliamandiri berada di kota Samarinda berdiri pada tahun 2006, sedangkan di Samarinda berdiri pada tahun 2006 di jalan Ir. Juanda 8 Ruko Plaza Juanda blok A No. 7 sebagai kantor cabang di Samarinda. Dimana ketika itu proyek pertama PT. Budiindah Muliamandiri adalah stadion di Tenggarong bekerja sama dengan Waskita Karya untuk pengerjaannya.

Sampai dengan saat ini usia PT. Budiindah Muliamandiri di Samarinda adalah 7 (tujuh) tahun, proyek-proyek yang dikerjakan oleh PT. Budiindah Muliamandiri adalah proyek-proyek dari Pemerintah dan selama berada di Kalimantan Timur PT. Budiindah Muliamandiri banyak mendapatkan proyek diluar kota Samarinda, antara lain di Tenggarong (Kab. Kutai Kartanegara), Sangata (Kab. Kutai Timur), Lawe-lawe (Kab. Penajam Paser Utara), Biduk-biduk (Kab. Berau), Mantiritip (Kab. Berau), dan Sangkulirang.

2. Gambaran Umum Tenaga Kerja PT. Budiindah Muliamandiri Proyek pertama PT. Budiindah Muliamandiri tepatnya pada tahun 2006 adalah stadion di Tenggarong bekerja sama dengan Waskita Karya. Pada saat itu PT. Budiindah Muliamandiri banyak merekrut tenaga kerja lepas atau warga sekitar untuk dipekerjakan diproyek tersebut, dikarena pada saat itu struktur perusahaan belum ada, sehingga PT. Budiindah Muliamandiri merekrut tenaga kerja dengan bentuk perjanjian kerja lisan. Jumlah rincian tenaga kerja PT. Budiindah Muliamandiri sebagai berikut:31

a. Tenaga Kerja Non Kontrak : 76 Tenaga Kerja b. Tenaga Kerja Kontrak : 12 Tenaga Kerja

Banyaknya tenaga kerja yang direkrut dalam bentuk perjanjian lisan menyebabkan tenaga kerja tersebut tidak mempunyai kontrak, dikarenakan kantor cabang PT. Budiindah Muliamandiri di Samarinda didirikan sepanjang perjalanan proyek pembangunan Stadion di Tenggarong sehingga struktur organisasi perusahaan belum terbentuk atau bagian yang bertugas untuk pembuatan kontrak tenaga kerja belum ada.

3. Hasil quisioner kepada tenaga kerja di PT. Budiindah Muliamandiri

Jika dilihat dari hasil olahan data quisoner penulis menarik suatu

30 Abdul Kadir Muhammad, Loc. Cit

(16)

16 kesimpulan bahwa para tenaga kerja mengerti tentang tata cara PHK, dan menilai proses PHK yang dilakukan PT. Budiindah Muliamandiri terhadap para tenaga kerjanya buruk dikarenakan tidak sesuai dengan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, salah satunya adalah tidak memberikan pesangon terhadap tenaga kerja yang telah di PHK, dengan alasan status dari para tenaga kerja tidak memiliki kontrak. Permasalahan PHK ini pernah masuk ke pengadilan dikarenakan antara para tenaga kerja dengan perusahaan menemukan jalan buntu atas mediasi yang dilakukan tenaga kerja terhadap perusahaan namun sebelum melakukan mediasi para tenaga kerja pernah menanyakan langsung dengan pihak perusahaan tetapi perusahaan tidak memberikan jawaban dan tindakan yang sesuai dengan yang diminta oleh para tenaga kerja. Sampai dengan saat ini di PT. Budiindah Muliamandiri masih banyak terdapat tenaga kerja yang tidak mempunyai kontrak, yang sangat di sayangkan adalah para tenaga kerja mengetahui permasalahan PHK yang dilakukan perusahaan sudah tidak benar tetapi para tenaga kerja tidak melaporkan permasalahan ini ke Dinas Ketenagakerjaan.

B. Pembahasan

1. Penyebab Adanya Tenaga Kerja Yang Tidak Mempunyai Kontrak di PT. Budiindah Muliamandiri

Memasuki pertengahan tahun 2008 PT. Budiindah Muliamandiri banyak mendapatkan proyek-proyek besar di daerah Kalimantan Timur, hampir dari semua tenaga kerja tidak mempunyai kontrak. Hal ini dikarenakan perjanjian kerja pada saat itu perjanjian lisan, sehingga tenaga kerja tidak mempunyai kontrak. Sedangkan di tahun 2008 PT. Budiindah Muliamandiri sudah mempunyai HRD dan struktur perusahaan, akan tetapi diperusahaan tersebut masih terdapat tenaga kerja yang tidak mempunyai kontrak, pada awalnya tenaga kerja tersebut tidak masalah dan tidak mempertanyakan, akan tetapi pada saat ada PHK besar-besaran dari perusahaan karena proyek yang dijalankan sudah selesai, baru tenaga kerja tersebut mempertanyakan kontrak-kontrak mereka.32

PT. Budiindah Muliamandiri sebenarnya ingin membuatkan kontrak untuk para tenaga kerjanya akan tetapi kontrak tersebut hanya akan terhitung mulai tahun 2010, kemudian para tenaga kerja sepakat tidak menginginkan kontrak tersebut, hal tersebut akan merugikan para tenaga kerja karena perusahaan tidak akan membayar uang pesangon dari awal tenaga kerja tersebut bekerja yaitu mulai dari tahun 2006 sampai tahun 2010 awal, hal ini yang menjadi alasan para tenaga kerja tidak ingin di kontrak langsung oleh perusahaan.

Bagi PT. Budiindah Muliamandiri inilah alasan yang membuat banyak dari tenaga kerja tidak mempunyai kontrak, karena banyaknya tenaga kerja pada saat itu direkrut hanya melalui lisan dan tidak ada yang bertanggung jawab dalam melaksanakan pembuatan kontrak,

(17)

17 akhirnya hampir seluruh tenaga kerja tidak mempunyai kontrak.33

a. Pekerjaan Tenaga Kerja Yang Tidak Mempunyai Kontrak Karena pada saat perekrutan tenaga kerja, tidak ada HRD sebagai pengurusnya, banyak dari tenaga kerja hanya di rekrut melalui lisan untuk bekerja tanpa melihat kualifikasi pengalaman kerja tenaga kerja tersebut, dan akhirnya tenaga kerja tidak mempunyai kontrak.

b. Analisa Tentang Kondisi Tenaga Kerja Yang Tidak Mempunyai Kontrak Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

Didalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan semua tenaga kerja mempunyai kontrak akan tetapi ada yang tertulis dan ada yang tidak tertulis atau lisan. Untuk perjanjian tertulis diwajibkan dalam pembuatan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, sedangkan untuk perjanjian tidak tertulis termasuk kedalam Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu, sebagaimana tertuang dalam Pasal 56 dan Pasal 57 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

Perjanjian kerja yang dilakukan PT. Budiindah Muliamandiri adalah perjanjian kerja lisan, dan perjanjian kerja ini hukumnya sah dan boleh saja dilakukan sesuai dengan yang tercantum didalam Pasal 57 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Akan tetapi lebih bermakna jika suatu perjanjian tertuang dalam bentuk tertulis dan dibuat didepan pejabat yang berwenang agar perjanjian tersebut menjadi sebuah bukti yang kuat dimata hukum.34 Karena didalam perjanjian lisan terdapat kelemahan atau kekurangan yaitu para tenaga kerja tidak mengetahui syarat-syarat kerja yang memuat tentang hak-hak dan kewajiban antara pengusaha dan tenaga kerja, yang pada akhirnya nanti akan merugikan para tenaga kerja. Dan dampak kekurangan atau kelemahan dari perjanjian lisan ini terjadi di PT. Budiindah Muliamandiri ketika para tenaga kerjanya di PHK.

2. Upaya Penyelesaian Permasalahan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Terhadap Tenaga Kerja Yang Tidak Mempunyai Kontrak di PT. Budiindah Muliamandiri

a. Kasus Yang Terjadi Pada PT. Budiindah Muliamandiri

Tepatnya Tahun 2010 sdr. Rusli dan sdr. Amran bekerja sebagai Security di workshop Sangata, bekerja hampir 4 Tahun. Akhirnya pertengahan tahun 2010 tersebut ada PHK besar-besaran dikarenakan proyek-proyek sudah mulai berkurang, dan perusahaan lebih mengejar proyek yang lain.35

Hampir seluruh workshop terkena PHK besar-besaran tersebut, tidak terkecuali dengan sdr. Amran dan Rusli, awalnya para tenaga

33 Wawancara dengan Administrasi PT. Budiindah Muliamandiri Ibu Dwi Astuti, tanggal 16 April

2013

34 Soepomo, Imam.1989, Pengantar Hukum Perburuhan, Penerbit Djambatan, Jakarta hal. 18 35 Wawancara dengan Administrasi PT. Budiindah Muliamandiri Ibu Dwi Astuti, tanggal 12 April

(18)

18 kerja bisa paham dengan keadaan dari perusahaan, akan tetapi karena merasa PHK tersebut tidak sesuai, yaitu tidak adanya pesangon. Akhirnya tenaga kerja tersebut tidak terima dengan cara PHK yang dilakukan oleh pihak PT. Budiindah Muliamandiri, awalnya para tenaga kerja menuntut dengan menyegel workshop akan tetapi tidak menemui hasil, dan tenaga kerja tersebut mengadukan masalah ini ke Dinas Ketenagakerjaan Provinsi di Samarinda.

b. Proses Penyelesaian

Pada awal bulan November 2010 sdr. Amran dan sdr. Rusli melakukan konsultasi dengan salah satu staf dari Dinas Ketenagakerjaan Provinsi di Samarinda, kemudian pihak Disnaker dan tenaga kerja melakukan beberapa mediasi dengan pihak perusahaan, tetapi tidak menemukan solusi, akhirnya sepakat mengangkat masalah ini ke pengadilan di Pengadilan Hubungan Industrial Samarinda, walaupun pada saat itu sdr. Amran dan sdr. Rusli bekerja di workshop Sangata, tapi karena kantor cabang ada di Samarinda, akhirnya dilaksanakan di Pengadilan Hubungan Industrial Samarinda. Sidang akhirnya dilaksanakan pada pertengahan bulan November 2010 dengan tuntutan PT. Budiindah Muliamandiri harus memenuhi hak-hak yang didapat oleh tenaga kerja pada saat di PHK. Sidang berjalan dengan lancar, karena bukti-bukti yang lengkap seperti slip gaji mulai dari tahun 2006 sampai 2010 dari sdr. Amran dan Rusli, Sedangkan dari pihak PT. Budiindah Muliamandiri hanya memberikan argumen tenaga kerja tersebut tidak mempunyai kontrak, akan tetapi menurut pihak Pengadilan bahwa argumen tersebut tidak dapat dijadikan sebagai bukti yang kuat untuk sanggahan terhadap tuntutan tersebut, akhirnya pengadilan memberikan keputusan untuk PT. Budiindah Muliamandiri harus membayar semua hak-hak dari tenaga kerja tersebut sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan.36

c. Analisa Pemutusan Hubungan Kerja Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

Didalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan telah mengatur ketentuan-ketentuan pengusaha dalam melakukan PHK, yang menyatakan pihak perusahaan dapat melakukan PHK dalam berbagai kondisi seperti di bawah ini :

1. Pasal 158 ayat (1) yang menjelaskan pekerja/buruh telah melakukan kesalahan berat sebagai berikut:

a) Melakukan penipuan, pencurian, penggelapan barang dan/atau uang milik perusahan;

b) Memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahan;

c) Meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan/atau mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya dilingkungan kerja;

36 Wawancara dengan Administrasi PT. Budiindah Muliamandiri Ibu Dwi Astuti, tanggal 12 April

(19)

19

d) Melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja;

e) Menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi, teman sekerja atau pengusaha dilingkungan kerja;

f) Membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;

g) Dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan;

h) Dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam keadaan bahaya ditempat kerja;

i) Membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan Negara; atau

j) Melakukan perbuatan lainnya dilingkungan perusahaan yang diancam hukuman pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; 2. Pekerja ditahan pihak yang berwajib, sesuai dengan penjelasan

dalam Pasal 160 ayat (3);

3. Pasal 161 ayat (1), dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, dan telah diberikan surat peringatan 3 kali berturut-turut;

4. Pasal 164 ayat (1), karena perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun, atau keadaan memaksa ( force majeur), dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai dengan Pasal 156 ayat (4);

5. Pasal 165, karena perusahaan pailit, dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai dengan Pasal 156 ayat (4);

6. Pasal 167 ayat (1), Pekerja/buruh memasuki usia pensiun dan apabila pengusaha telah mengikutkan pekerja/buruh pada program pensiun yang iurannya dibayar penuh oleh pengusaha maka pekerja/buruh tidak berhak mendapatkan uang pesangon sesuai dengan ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (3), tetapi tetap berhak atas uang penggantian hak sesuai dengan Pasal 156 ayat (4);

7. Pasal 154b, Pekerja/buruh mengajukan permintaan pengunduran diri, secara tertulis atas kemauan sendiri tanpa ada indikasi adanya tekanan/intimidasi dari pengusaha;

8. Pasal 168 ayat (1), Pekerja/buruh yang mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara

(20)

20 tertulis yang telah dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis dapat diputus hubungan kerjanya karena dikualifikasikan mengundurkan diri;

Jika penulis melihat dari penjelasan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan di atas, PHK yang dilakukan oleh PT. Budiindah Muliamandiri benar dikarenakan perusahaan dalam keadaan pailit, hal ini tertuang didalam Pasal 165 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, akan tetapi pelanggaran/kesalahan yang dilakukan oleh PT. Budiindah Muliamandiri ialah mengabaikan hak-hak yang seharusnya di dapatkan oleh tenaga kerja pada saat di PHK, seperti yang tertuang didalam Pasal 156 ayat (1). Hal ini yang menjadikan para tenaga kerja yang telah di PHK tidak terima, dikarenakan hak-hak mereka tidak dipenuhi oleh perusahaan.

d. Analisa Penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Dari beberapa penjelasan menurut literature, bisa dilihat bahwa PT. Budiindah Muliamandiri telah melakukan kesalahan karena tidak memberikan kontrak kepada tenaga kerjanya dari awal, sehingga menimbulkan permasalahan pada saat tenaga kerja tersebut di PHK. Pada tahun 2010 ada beberapa tenaga kerja pernah melaporkan masalah ini kepada Dinas Ketenagakerjaan, dan permasalahan ini masuk di pengadilan industrial, dan dimenangkan oleh tenaga kerja yang di PHK karena bukti-bukti yang mereka punya lebih kuat dan konkrit dan Perusahaan ini harus rela beberapa asetnya di lelang pengadilan salah satunya ialah mobil inventaris.37

Melihat dari permasalahan itu, upaya hukum yang tenaga kerja lakukan sudah sangat benar, karena sesuai dengan penjelasan dari Staf Humas Dinas Ketenagakerjaan “jika ada permasalahan tenaga kerja yang tidak mempunyai kontrak, di wajibkan tenaga kerja melaporkan kepada kami (Disnaker) dan jika laporan dan bukti-bukti sudah kuat kita akan membawa ini ke Pengadilan Industrial, sebagai cara kami (Disnaker) melindungi tenaga kerja atau buruh yang haknya tidak diberikan sebagaimana mestinya”38

Sesuai dengan penjelasan Pasal 159 dan Pasal 171 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, upaya yang dilakukan tenaga kerja mengadukan masalah mereka ke Dinas Ketenagakerjaan karena mereka merasa di PHK bukan atas dasar kesalahan berat adalah benar, dan sudah sesuai dengan Pasal 82 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, yaitu gugatan dapat diajukan

37 Wawancara dengan Administrasi PT. Budiindah Muliamandiri Ibu Dwi Astuti, tanggal 12 April

2013

(21)

21 hanya dalam tenggang waktu 1 (satu) tahun sejak diterimanya atau diberitahukannya keputusan dari pihak pengusaha.

Upaya yang dilakukan tenaga kerja untuk konsultasi ke Disnaker dan kemudian pihak Disnaker melakukan mediasi dengan pihak perusahaan serta mengajukan gugatan perselisihan hubungan industrial di Pengadilan Hubungan Industrial Samarinda sudah tepat, walaupun tenaga kerja tersebut bekerja di workshop Sangata, akan tetapi kantor Cabang ada di Samarinda akhirnya melakukan pengajuan gugatan masalah ini di Pengadilan Perselisihan Hubungan Industrial Kota Samarinda. Sesuai dengan Pasal 81 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, yaitu gugatan diajukan kepada pengadilan hubungan industrial pada pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat pekerja/buruh bekerja.

Sementara yang dilakukan PT. Budiindah Muliamandiri yang melakukan PHK tanpa memberikan penjelasan alasan PHK serta mengabaikan hak-hak yang seharusnya diterima oleh tenaga kerja yang di PHK merupakan tindakan yang salah. Hal yang perlu diperhatikan oleh perusahaan sebelum memutuskan untuk melakukan tindakan penyelesaian adalah dengan melakukan klarifikasi terhadap alasan dan faktor penyebab terjadinya perselisihan. Langkah klarifikasi ini sangat penting dilakukan untuk menghindari dampak penyelesaian yang dapat merugikan perusahaan baik kerugian secara finansial (financial risk) maupun kerugian atas nama baik perusahaan (name risk).39

Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Penanganan Perselisihan Hubungan Industrial yang terjadi di Perusahaan memerlukan penanganan yang tepat dan hati-hati. Langkah utama yang wajib dilakukan dalam penanganan timbulnya Perselisihan Hubungan Industrial adalah melakukan klarifikasi permasalahan guna mengetahui duduk perkara yang sebenarnya untuk meminimalkan resiko ketenagakerjaan yang berlarut-larut yang merugikan baik Perusahaan maupun tenaga kerja yang bersangkutan.

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dibuat oleh penulis adalah sebagai berikut :

1. Faktor penyebab adanya tenaga kerja yang tidak memiliki kontrak yaitu PT. Budiindah Muliamandiri melakukan perekrutan tenaga kerjanya dengan cara perjanjian kerja lisan yang dikarenakan pada saat perekrutan tenaga kerja di ambil dari warga setempat untuk pelaksanaan proyek awal, dan pada saat itu tidak ada orang yang bertugas sebagai pembuat kontrak, perusahaan hanya memiliki workshop dan belum memiliki kantor untuk region Kalimantan Timur.

39 Abby Tabrani, 2006 Hukum Perburuhan/Ketenagakerjaan dalam kumpulan tulisan Panduan

(22)

22 Perjanjian lisan memang tidak dilarang, sesuai dengan Pasal 57 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan perjanjian lisan sah adanya, akan tetapi memiliki beberapa kelemahan atau kekurangan yang dapat merugikan tenaga kerja; dan

2. Tenaga kerja yang tidak mempunyai kontrak yang merasa hak-haknya tidak dipenuhi oleh perusahaan setelah di PHK mengadukan masalah tersebut ke Dinas Ketenagakerjaan dengan membawa segala bukti, karena merasa data dan bukti sudah cukup kemudian Dinas Ketenagakerjaan melakukan mediasi dengan Pihak Perusahaan akan tetapi kedua belah pihak tidak menemukan kesepakatan dan akhirnya setuju serta didukung oleh syarat ketentuan untuk mengajukaan sudah lengkap maka mengangkat masalah ini ke Pengadilan Hubungan Industrial. Upaya yang dilakukan tenaga kerja melaporkan PT. Budiindah Muliamandiri dengan cara mediasi ke Disnaker dan mengangkat masalah ini kepengadilan sudah tepat dan sesuai dengan Pasal 159 dan Pasal 171 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, dikarenakan PT. Budiindah Muliamandiri mengabaikan Hak-hak para tenaga kerja yang di PHK, dan tidak mengikuti prosedur PHK yang sudah diatur dan dituangkann dalam Pasal 156 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, dan upaya yang dilakukan tenaga kerja sudah tepat karena sudah sesuai dengan Pasal 81 dan Pasal 82 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang PPHI.

B. Saran

Berbagai pembahasan diatas maka penulis memberikan saran yang mungkin berguna untuk semua pihak yang terkait saran-saran tersebut antara lain adalah :

1. Sebaiknya PT. Budiindah Muliamandiri melakukan perekrutan tenaga kerjanya dengan cara perjanjian kerja tertulis agar tenaga kerja yang akan bekerja mengetahui tentang hak-hak dan kewajiban dari tenaga kerja ataupun perusahaan, serta tenaga kerja juga mengetahui status kontrak atau tetap, sehingga tidak ada lagi tenaga kerja yang tidak mempunyai kontrak.

2. Sebaiknya PT. Budiindah Muliamandiri tidak mengabaikan hak-hak tenaga kerja pada saat di PHK, sehingga tidak ada lagi tenaga kerja yang melaporkan PT. Budiindah Muliamandiri ke disnaker dan mengangkat masalah ini kepengadilan.

3. Sebaiknya tenaga kerja bisa lebih memahami dan mengerti tentang perjanjian kerja serta PHK yang ada didalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, sehingga tidak ada lagi permasalahan yang terjadi pada saat PHK antara tenaga kerja dengan Perusahaan.

4. Sebaiknya Dinas Ketenagakerjaan bisa lebih mengawasi dan melakukan tinjauan langsung ke lapangan terhadap perusahaan-perusahaan yang sering melakukan perekrutan tenaga kerja yang tidak mempunyai kontrak dan pelaksanaan pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

(23)

23 DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Abby Tabrani, 2006, Hukum Perburuhan/Ketenagakerjaan dalam kumpulan tulisan Panduan Hukum Indonesia, Edisi Pertama, Jakarta: YLBHI dan PSHK.

Abdul Kadir, Muhammad 2000, Metode Penulisan Hukum, PT.Balai Pustaka, Jakarta

Halim, Ridwan & Gultom, Sri Subiandini 2001, Sari Hukum Tenaga kerja (buruh) Aktual Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

Husni, Lalu 2000, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Kansil, C. S. T 1989, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia Penerbit Balai Pustaka, Jakarta.

Khakim, Abdul 2003, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Koko, Kosidin 1999, Perjanjian Kerja Perjanjian Perburuhan dan Peraturan Perusahaan, Penerbit Mandar Maju, Bandung.

Manulang, Sedjun H 1997, Pokok-Pokok Ketenagakerjaan Indonesia, Penebit Rineka Cipta, Jakarta.

Soekanto, Soerjono 1985, Pengantar Ilmu Hukum, Refika Aditama, Bandung. Soepomo, Imam 1989, Pengantar Hukum Perburuhan, Penerbit Djambatan,

Jakarta.

B. Peraturan Perundang-Undangan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian. Perselisihan Hubungan Industrial.

Referensi

Dokumen terkait

Sasaran Program PP dan PL dalam Rencana Aksi Kegiatan BTKLPP Kelas I Batam sebagai implementasi dari Indikator Kinerja Program, Indikator Kinerja Kegiatan

9ormulir;5ormulir yang diguna'an dalam &ela'sanaan dan &ertanggungjawaban 9ormulir;5ormulir yang diguna'an dalam &ela'sanaan dan

Pengklarifikasian pernyataan tujuan berdasarkan domain (jenis) belajar yang akan muncul. Domain belajar dibagi atas empat, yaitu :.. 1) Keterampilan intelektual, yaitu

Ekosistem Inovasi Kapasitas Inovasi Interaksi dan Keberagaman Keberadaan dan pengembangan klaster inovasi berbasis Produk Unggulan Daerah (PUD) sebagai bentuk interaksi dan

Pelaporan hasil penelitian dibagi ke dalam tiga bahasan utama, yaitu karakteristik pasien yang diuraikan menjadi jenis kelamin dan usia, derajat anemia pasien,

Korelasi yang rendah dapat disebabkan menujukkan semakin tinggi peer attachment oleh beberapa faktor, diantaranya adalah maka semakin tinggi pula regulasi emosi remaja

Mengingat tujuan penelitian yang dilakukan dalam penelitian kali ini adalah mengetahui pesan dakwah apa saja yang terkandung dalam sinetron Catatan Hati Seorang Istri

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat guna mengembangkan literatur ilmu manajemen Sumber Daya Manusia khususnya variabel dan kecerdasan spiritual SQ