• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Ilmu bahasa pragmatik adalah ilmu yang mempelajari makna dari sebuah komunikasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI. Ilmu bahasa pragmatik adalah ilmu yang mempelajari makna dari sebuah komunikasi"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Teori Pragmatik

Ilmu bahasa pragmatik adalah ilmu yang mempelajari makna dari sebuah komunikasi seperti apa yang ingin disampaikan oleh penutur (penulis) dan diterjemahkan oleh petutur (pembaca). Asal-usul kata pragmatik berasal dari kata Yunani, yaitu kata pragma yang berarti kegiatan, urusan, tindakan ( Trosborg, 1995, hal : 5 ).

Definisi pragmatik atau goyouron menurut pandangan ahli linguistik Jepang ( Hayashi, 1990, hal : 171 ) dalam Paramita adalah

言 語 と そ れ が 使 わ れ る 場 面 、 状 況 と の 関 連 を 理 論 的 に 扱 う の が 語 用 論

と言える。

Terjemahannya :

Yang disebut dengan pragmatik adalah ilmu yang mengurusi secara teoritis hubungan bahasa dengan adegan atau situasi yang digunakan oleh bahasa tersebut.

Ilmu pragmatik meneliti tentang bentuk interpretasi petutur dalam satu konteks percakapan yang dilakukan oleh petutur. Diperlukan berbagai pertimbangan untuk menentukan makna dari sebuah tindak komunikasi . Adapun unsur yang menjadi pertimbangannya yaitu petutur, penutur, dimana, kapan, dan dalam keadaan apa tindak komunikasi itu terjadi. Yule ( 1996, hal : 3) mengatakan bahwa pragmatic adalah satu ilmu Bahasa yang mempelajari makna dari segi konteks komunikasinya.

(2)

Dikatakan juga oleh Yule ( 1996, hal : 3 ) bahwa studi pragmatik juga merupakan studi pencarian makna yang tersamar. Tindakan komunikasi sehari-hari ditentukan pula oleh hubungan keakraban antara para pelaku komunikasi. Ada bahasa yang tidak tersampaikan secara lugas namun dapat dipahami oleh kedua pihak karenaf aktor kedekatan hubungan secara individu.

Dari hasil pengamatan melalui teori Yule ( 1996 ) tentang pragmatik di atas maka dapat disimpulkan bahwa ada empat fungsi semantik , yaitu :

(1) mengkaji makna satu tindak komunikasi

(2) mengkaji makna melalui konteks komunikasi

(3) bidang yang mengkaji makna yang diujarkan dan tidak diujarkan.

(4) bidang yang mengkaji bentuk ekspresi kedekatan komunikator

2.2 Teori Discourse

Dalam keseharian kita dalam berkomunikasi dengan orang lain, kita tidak terlepas dari percakapan, baik antara satu orang maupun banyak orang. Menurut Parera ( 1990, hal : 129 ) bahwa discourse atau percakapan atau wacana merupakan satu kegiatan atau pertistiwa berbahasa lisan antara dua atau lebih penutur yang saling memberikan informasi dan mempertahankan hubungan yang baik. Hashiuchi ( 1992, hal : 4 ) menjelaskan pengertian tentang Danwa (談話), yaitu sekumpulan kalimat yang

(3)

mengalami perkembangan atau perluasan, tidak hanya dari kata-kata, dan mencakup lingkup terkecil.

Stubbs ( 1993 ) dalam Sumarlam ( 2003, hal : 10-11 ) berpendapat bahwa wacana dibentuk dari satuan bahasa diatas kalimat atau klausa, baik lisan maupun tulis, dengan menggunakan konteks sosial untuk sampai pada pemahaman makna wacana.

Stubbs ( 1993 ) menambahkan, analisis wacana merujuk pada upaya mengkaji pengaturan bahasa di atas kalimat atau klausa, dan karenanya mengkaji satuan-satuan bahasa yang lebih luas, seperti pertukaran percakapan atau teks tulis. Konsekuensinya, analisis wacana juga memperhatikan bahasa pada waktu digunakan dalam konteks sosial; dan khususnya interaksi atau dialog antar petutur.

Menurut Fujio ( 1990, hal : 129 ) mengatakan

会 話 の 構 造 の う ち 「 文 脈 」 ( 話 題 の 展 開 ・ 話 の つ う な が り 具 合 ) と か

「コミュニケーション ・ネットワーク」(会 話の網の目・話し手の 会話

への参加の状況)と呼ばれる側面である。

Terjemahan :

Struktur percakapan adalah seperti “konteks” ( Pembukaan topik, kondisi untuk menyambungkan pembicaraan) dan bisa juga disebut aspek dari “Network Communication” ( Jaringan dalam pembicaraan, syarat untuk berpartisipasi dalam percakapan si pembicara).

2.3 Teori Tindak Tutur

Cara yang paling mudah untuk membuat seseorang mudah untuk memahami apa yang kita ingin tuturkan adalah dengan memperlihatkan tindakan-tindakan melalui tuturan-tuturan. Menurut Nurgiyantoro ( 2002, hal : 317 ) bahwa salah satu hal yang

(4)

paling penting dalam interpretasi percakapan secara pragmatic, adalah kosep tindak tutur. Salah satu cara untuk membuat seseorang atau sekelompok orang mengerti selain dengan tuturan dapat juga dilakukan dengan tindakan.

Kushartanti ( 2005, hal : 109 ) mendefinisikan penuturan (speech act) sebagai seluruh komponen bahasa dan non bahasa yang meliputi perbuatan bahasa yang utuh, yang menyangkut peserta di dalam percakapan, bentuk penyampaian amanat, topic dan konteks amanat itu.

Austin dalam Hayashi ( 1990, hal : 178 ) mengemukakan bahwa pada setiap kesempatan, tindak yang dilakukan dalam memproduksi suatu ucapan akan terdiri dari tiga macam tindak pertuturan. Tiga macam tindakan tersebur adalah tindak lokusi (hatsuwa koui), tindak ilokusi (hatsuwanai koui) dan tindak perlokusi (hatsuwa baikai koui). Hal ini juga didukung oleh Yule ( 1996 ) bahwa tindakan yang ditampilkan dengan menghasilkan suatu tuturan akan mengandung tiga tindak yang saling berhubungan, yang pertama adalah tindak lokusi, yang kedua adalah tindak illokusi, dan yang terakhir adalah perlokusi.

1. Tindak Lokusi

Menurut Yule ( 2000, hal : 48 ), tindak lokusi adalah tindak dasar tuturan atau menghasilkan suatu ungkapan linguistik yang bermakna. Nurgiyantoro ( 2002, hal : 317 ) menerangkan bahwa tindak bahasa lokusi adalah suatu bentuk ujaran yang mengandung makna adanya hubungan antara subjek dan predikat, pokok dengan sebutan, atau antara topik dengan penjelasan. Misalnya pada ucapan : “ Aku akan memasak”, kata “aku” merupakan subjek, dan “akan memasak” predikat. Pada contoh tersebut

(5)

tindak yang dituturkan oleh penutur semata-mata untuk menginformasikan sesuatu tanpa tendensi untuk melakukan sesuatu, apalagi untuk mempengaruhi lawan tuturnya.

Tindak lokusi merupakan tindak yang paling mudah diidentifikasi, karena pengidentifikasian tindak lokusi tidak memperhitungkan konteks tuturannya ( Rohmadi, 2004, hal : 30 ).

2. Tindak Ilokusi

Di dalam pengungkapan ada beberapa fungsi di pikiran penutur yang membentuk ujaran tersebut, yang disebut pertuturan ilokusi ( Yule, 2000, hal : 48 ). Tindakan ilokusi ditampilkan melalui penekanan komunikatif suatu tuturan. Misalnya : “Dia baru saja pergi”, kita mungkin menuturkan kalimat tadi untuk membuat suatu pertanyaan, tawaran, penjelasan, atau maksud-maksud komunikatif lainnya. Ini juga dapat disebut sebagai penekakan ilokusi tuturan. Dalam percakapan pragmatic, sering terdapat banyak kalimat ujaran yang tidak lengkap, mungkin berupa penghilangan unsur subjek, predikat, dan objek. Hal ini dimungkinkan terjadi, dan tetap komunikatif, karena percakapan telah dibantu konteks situasi. Tentunya kalimat yang tidak lengkap tersebut bukan merupakan tindak lokusi yang lebih menonjol kepada hubungan subjek dan predikat. Misalnya, ucapan : “O, ya”, tidak memiliki unsur kelengkapan sebagai kalimat lengkap, namun ia berwujud kalimat Tanya (ilokusi), dan mungkin merujuk pada makna minta penjelasan lebih lanjut, terkejut, atau bahkan mengejek (perlokusi) ( Nurgiyantoro, 2002, hal : 318 ).

Berdasarkan konsep bahwa tindak ujar ilokusi membedakan ujaran berdasarkan intonasi kalimat, sebuah kalimat ujaran dapat saja dimasukkan ke dalam jenis-jenis tertentu tindak ilokusi yang berbeda walau secara makna kurang lebih sama. Atau

(6)

sebaliknya, jenis tindak ilokusinya sama, namun maknanya berbeda. Misalnya ucapan : “Pergi kesana” dengan “maukah kau pergi kesana?” menyaran pada makna yang sama, namun dengan tindakan ilokusi yang berbeda (perintah dan Tanya). Sedangkan ucapan “O, ya?” bertindak iloksi sama (Tanya), namun makna yang disarankan dapat berbeda-beda ( Nurgiyantoro, 2002, hal : 318 ). Tindak ilokusi sangat sulit diidentifikasi karena terlebih dahulu harus mempertimbangkan penutur dan lawan tuturnya ( Rohmadi, 2004, hal : 30 ).

3. Tindak Perlokusi

Rohmadi ( 2002, hal : 32 ) mengemukakan bahwa tindak perlokusi adalah tindak tutur yang pengutaraannya dimaksudkan untuk mempegaruhi lawan tuturnya. Hal ini sekemuka dengan yang dikemukakan oleh Huang ( 2007, hal : 220 ), yaitu tindak perlokusi memusatkan pada efek dari ucapan terhadap lawan tutur. Tindak bahasa perlokusi melihat pada adanya bentuk pengucapan yang menyaran pada makna yang lebih dalam, yang tersembunyi dibalik ucapan itu sendiri. Makna itu sendiri secara tak langsung diucapkan lewat percakapan, namun ia dapat ditafsirkan lewat konteks percakapan yang bersangkutan. Tindak perlokusi merujuk pada penafsiran makna yang tersirat daripada yang tersurat, makna yang dimaksud oleh pengarang sekaligus yang ditafsirkan oleh pembaca ( Nurgiyantoro, 2002, hal : 319 ).

2.4 Fungsi “Hai”

Kata hai dalam bahasa Jepang memiliki banyak arti. Biasanya yang sering kita dengar dari kata hai memliki arti iya atau betul dalam bahasa Indonesia. Tetapi

(7)

berdasarkan situasi tertentu, makna dari hai bisa berubah. Misalnya situasi ketika sedang melakukan presentasi, karena ada yang ingin bertanya, kata hai disini bukan berarti jawaban bisa juga dikatakan sebagai pengisi suatu situasi. Hai memiliki berbagai arti diantaranya :

1. Menunjukkan bahwa suatu tema telah berakhir

Togashi ( 2002, hal : 140 ) mengatakan bahwa

「ある程度話すべきひとまとまりの情報が完成している」場面

で現れると述べている ように、「ハイ」はひ とまとまりの話題が完 成し

たことを示してる

Terjemahan :

Dalam suatu kondisi mengenai informasi apa yang perlu diungkapkan sudah selesai, kata hai menunjukkan berakhirnya atau sudah selesainya suatu tema. Contoh :

ハイ マア これが旧石器時代という話でした。

Terjemahan : ya ini adalah pembicaraan mengenai zaman batu.

2. Untuk mengalihkan perhatian

Menurut Ishii ( 1997, hal : 23 ) mengatakan

「教師が次の指示のた めにそれまでの流れを 区切り、注目を引きつ ける

という機能」があるためだと考えられる。

Terjemahan :

fungsi dimana tindakan yang dilakukan guru agar petunjuk berikutnya diperhatikan adalah dengan memotong aksi sebelumnya dan mengambil alih perhatian.

(8)

Contoh :

ハイ “makan”は日本語でなんですか?

Terjemahan : baiklah, apa bahasa Jepang dari kata makan?

3. Digunakan pada saat ingin mengganti topik

Menurut Sakuma ( 2002, hal : 162-167) mengatakan :

接続表現は、「話題開 始機能」、「話題終了 機能」に分類され、「 で」

は「話題継続機能」の 「話をそらす機能」に も、「じや」は「話題 継続

機能」の「話を変える機能」にも分額されている。

Terjemahan :

Kalimat penghubung dibagi menjadi “untuk memulai topik”, “untuk mengakhiri topik”, kata “de” mempunyai fungsi “melanjutkan topik”, dan juga “untuk mengalihkan pembicaraan”, kata “Ja” mempunyai fungsi yang hampir sama dengan kata “de” yaitu “untuk melanjutkan topik" dan “untuk mengubah topik". Contoh :

ハイ では次の日本語の授業をやりましょうか。

Terjemahan : Kalau begitu, mari kita lanjutkan pelajaran bahasa Jepang selanjutnya.

2.5 Teori Montase

Istilah Montase berasal dari perfilman, yang berarti memilah-milah, memotong-motong, serta menyambung-nyambung (pengambilan) gambar sehingga menjadi satu keutuhan. Teknik montase di dalam bidang perfilman mengacu pada kelompok unsure yang digunakan untuk memperlihatkan antar hubungan atau asosiasi gagasan. Misalnya

(9)

pengalihan imaji yang mendadak atau imaji yang tumpang tindih satu dan lainnya ( Minderop, 2005 : 150 ).

Alat mendasar dalam perfilman adalah teknik montase yang diantaranya mencakup alat pengawasan seperti multiple-view, slow-ups, fade-outs, cutting, close-up, panorama dan flash-backs. Teknik montase dalam perfilman mengacu pada kelompok unsur yang digunakan untuk memperlihatkan anatar hubungan atau asosiasi gagasan, misalnya pengaihan imaji yang mendadak atau imaji yang tumpang tindih satu dan lainnya ( Minderop, 2005 : 150 ).

Teknik ini kerap digunakan untuk menciptakan suasana melalui serangkaian empresi dan observasi yang diatur secara tepat. Teknik montase dapat pula menyajikan kesibukan latar ( misalnya hiruk-pikuk kota besar ) atau suatu kekalutan ( misalnya kekalutan pikiran ) atau aneka tugas seorang tokoh ( secara simultan dan dinamis ). Melalui teknik ini dapat direkam sikap kaotis ( kekacauan ) yang menguasai kehidupan kota besar yang dirasakan oleh penghuninya ( Minderop, 2005 : 153 ).

Referensi

Dokumen terkait

bahwa sosialisasi perpajakan, Pengetahuan perpajakan, tingkat pendidikan wajib pajak, sanksi pajak dan kualitas pelayanan secara bersama-sama (simultan) berpengaruh

H 0A = Tidak ada perbedaan yang signifikan antara model pembelajaran yang dilakukan terhadap hasil belajar mahasiswa semester V untuk mata kuliah Termodinamika

Berdasarkan pada teori yang telah diuraikan, maka hipotesis dalam penelitian ini yaitu taraf intensitas bunyi pada ledakan petasan dapat diukur dengan menggunakan konsep

Nout Mjr and Kiers Jl. A Review Tempe Fermentation, Innovation, And Functionality: Update Into The Third Millenium. Peran tempe kedelai hitam dalam meningkatkan

Berdasarkan masalah dan kajian pustaka yang telah dipaparkan, maka dapat diasumsikan hipotesis bahwa tindakan dalam penelitian tindakan kelas diharapkan dapat meningkat

Penelitian tentang reduplikasi tidak hanya ditemukan dalam dialek bahasa daeah tetapi melalui sebuah artikel dapat juga ditemukan proses reduplikasi seperti pada

A Kalam Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dalam bahasa Arab dan disampaikan secara mutawatir mendapat pahala jika membacanya.. B Kalam Allah SWT yang

Dari beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa Peristiwa Talangsari di Way Jepara Lampung Tengah (sekarang Lampung Timur) adalah sebuah peristiwa yang bermula dari