HUKUM ‘AZL DALAM MEMBATASI KEHAMILAN MENURUT FIQIH ISLAM
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (S.H) Pada Program Studi Hukum Keluarga
(Ahwal Syakhshiyah) Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar
Oleh:
IRWANSYAH NIM: 105261102817
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA (AHWAL SYAKHSHIYAH) FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 1442 H / 2021 M
ii FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
Kantor:Jl. Sultan Alauddin No.259 GedungIqra lt. IV telp. (0411) 851914 Makassar 90222
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi saudara Irwansyah, NIM : 105261102817 yang berjudul “Hukum ‘Azl
Dalam Membatasi Kehamilan Menurut Fiqih Islam” telah diujikan pada
tanggal: Sabtu 29 Zulkaidah 1442 H. Bertepatan dengan tanggal 10 Juli 2021 M dihadapan penguji, dan dinyatakan telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SH) pada Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar.
Makassar, 29 Zulkaidah 1442 H 10 Juli 2021 M
Dewan Penguji
1. Ketua : Dr. Amirah Mawardi, S.Ag., M.Si. (………..) 2. Sekretaris : Dr. M. Ilham Muchtar. Lc., M.A. (………..) Tim Penguji
1. Dr. M. Ilham Muchtar. Lc., M.A. : (………..) 2. Dr. Muhammad Ali Bakri, S.Sos., M.Pd. : (………..)
3. Rapung, Lc., M.H.I. : (………..)
4. Hasan bin Juhanis, Lc., M.S. : (………..)
Disahkan oleh :
Dekan Fakultas Agama Islam
Dr. Amirah Mawardi, S.Ag., M.Si NBM: 774 234
iii FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
Kantor:Jl. Sultan Alauddin No.259 GedungIqra lt. IV telp. (0411) 851914 Makassar 90222
‘
BERITA ACARA MUNAQASYAH
Dekan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar, telah mengadakan sidang munaqasyah pada Hari/Tanggal : Sabtu, 29 Zulkaidah 1442 H,/ 10 Juli 2021 M. Tempat : Gedung Prodi Ahwal Syakhshiyah, Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar, Jl. St. Alauddin No. 259 (Gedung Iqra Lantai 4) Makassar
MEMUTUSKAN Bahwa saudara
Nama : IRWANSYAH Nim : 105261102817
Judul Skripsi : Hukum ‘Azl Dalam Membatasi Kehamilan Menurut Fiqih Islam Dinyatakan : LULUS
Ketua Sekretaris
Dr. Amirah Mawardi, S.Ag., M.Si. Dr. M. Ilham Muchtar. Lc., MA.
NBM: 774 234 NBM : 108 2061
Dewan Penguji :
1. Dr. M. Ilham Muchtar. Lc., M.A. : (………..) 2. Dr. Muhammad Ali Bakri, S.Sos., M.Pd. : (………..)
3. Rapung, Lc., M.H.I. : (……….……….)
4. Hasan bin Juhanis, Lc., M.S. : (……….……….) Disahkan Oleh:
Dekan Fakultas Agama Islam
Dr. Amirah Mawardi, S.Ag., M.Si NBM: 774 234
iv
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Saya yang bertandatangan di bawah ini:
Nama : Irwansyah
NIM : 105261102817
Fakultas/ Prodi : Agama Islam/ Ahwal Syakhshiyah
Dengan ini menyatakan sebagai berikut:
1. Mulai dari penyusunan proposal sampai selesai penyusunan skripsi ini, saya menyusun sendiri skripsi saya( tidak dibuat oleh siapapun).
2. Saya tidak melakukan penjiplakan ( plagiat) dalam menyususn skripsi 3. Apabila saya melanggar perjanjian seperti pada butir 1, 2, dan 3 , saya
bersedia menerima sanksi sesuai peraturan yang berlaku
Demikian perjanjian ini saya buat dengan penuh kesadaran.
Makassar, 29 Zulkaidah 1442 H
10 Juli 2021 M
Yang membuat pernyataan
v
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR Kantor:Jl. Sultan Alauddin No.259 GedungIqra lt. IV telp. (0411) 851914 Makassar 90222
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Judul Proposal :Hukum ‘Azl Dalam Membatasi Kehamilan Menurut
Fiqih Islam
Nama : IRWANSYAH
NIM : 105261102817
Fakultas / Jurusan : Agama Islam / Hukum Keluarga (Ahwal Syakhshiyah) Setelah dengan seksama memeriksa dan meneliti, maka skripsi ini dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diajukan dan dipertahankan di hadapan tim penguji ujian skripsi prodi Hukum Keluarga (Ahwal Syakhshiyah) Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar.
Makassar, 29 Zulkaidah 1442 H 10 Juli 2021
Disetujui Oleh:
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Muh. Ilham Muchtar, Lc., MA Hasan bin Juhanis, Lc., MS
vi KATA PENGANTAR مسب الله نمحرلا ميحرلا
Tiada untaian kata yang pantas diucapkan seorang hamba dan syukur kehadirat Allah swt, semoga rahmat dan karunia-Nya selalu menyertai setiap langkah-langkah kita dalam penghambaan kepada-Nya. Tak lupa pula, shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada manusia paling mulia, Nabi Muhammad saw, keluarga, para sahabat, dan para pengikutnya yang selalu istiqamah dalam menjalankan risalahnya hingga akhir zaman.
Alhamdulilah, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “ HUKUM „AZL DALAM MEMBATASI KEHAMILAN MENURUT FIQIH ISLAM” sebagai persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum Islam pada Program Studi Hukum Keluarga (Ahwal Syakhshiyah). Penulis dalam penyelesaian skripsi ini telah bersungguh-sungguh mengerahkan segenap daya dan upaya demi terselesainya skripsi ini dengan maksimal serta berkat bantuan dari berbagai pihak.
Dibalik rampungnya tulisan ini, tentulah ada sederetan nama yang berjasa. Untuk Bapakku Larigu dan Ibuku Sineng (rahimahumullah) yang saya banggakan.Terima kasih karena telah memberikan kasih sayang yang tak terhingga hingga kalian kembali ke pangkuan-Nya. Semoga Allah mengumpulkan kita di Jannah-Nya.. Jazahumullahu khairan. Tak lupa penulis haturkan pula rasa terima kasih yang mendalam kepada seluruh keluarga dan saudara-saudaraku atas bantuan moril maupun materil yang diberikan. Jazaakumullahu khairal jaza‟. Dan tak lupa pada istriku tercinta Saleha, sosok istri yang begitu sabar dalam mendampingiku serta anakku yang selalu menjadi penyemangatku, hingga penulis dapat menyelesaikan tulisan ini. Syukran zaujati. Untuk penyejuk mata, anakku Khodijah, kehadiranmu adalah motivasi bagiku. Kepada kedua orang tua angkatku Pa‟de Herman dan Mama Nur Alam, terima kasih telah menjadi pengganti orang tua kandungku. Kepada kedua mertua ku
vii
Muh. Safa dan Siti Aminah tersayang yang selalu mendoakan ku jazakumullahu khairan katsiran. Kebaikan kalian tak bisa ku balas dengan apapun.
Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. H. Ambo Asse, M.Ag., selaku Rektor Universitas
Muhammadiyah Makassar, beserta segenap Wakil Rektor I sampai dengan IV
2. Syekh Dr. (HC) Mohammad MT. Khoory, selaku Donatur Yayasan
Muslim Asia (AMCF)
3. K.H. Lukman Abdul Shamad, Lc. selaku Direktur Ma‟had Albirr
Universitas Muhammadiyah Makassar dan beserta staf.
4. Dr. Amirah Mawardi, S.Ag., M.Si, selaku Dekan Fakultas Agama Islam
beserta Wakil Dekan.
5. Dr. M. Ilham Muchtar, Lc., M.A., selaku Ketua Program Studi Ahwal
Syakhshiyah, juga selaku pembimbing satu penulis.
6. Hasan Bin Juhanis, Lc., M.S, selaku Sekretaris Program Studi Ahwal
Syakhshiyah, juga selaku pembimbing dua penulis.
7. Segenap dosen Universitas Muhammadiyah Makassar, khususnya pada Program Studi Ahwal Syakhshiyah Universitas Muhammadiyah Makassar.
8. Rekan-rekan seangkatan di Prodi Hukum Keluarga (Ahwal Syakhshiyah). Demikian yang penulis sampaikan, semoga tulisan karya ilmiah ini dapat menjadi tambahan khasanah keilmuan bagi ummat .Wallahu a‟lam
Makassar, 29 Zulkaidah 1442 H
10 Juli 2021 M
Irwansyah
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
BERITA ACARA MUNAQASYAH ... iii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... iv
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
ABSTRAK ... x
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 14
C. Tujuan Penelitian ... 14
D. Manfaat Penelitian ... 14
E. Definisi Operasional... 15
BAB II LANDASAN TEORI... 16
A. Kajian Terdahulu ... 16
B. Tinjauan Pustaka ... 18
1. Pengertian „Azl... 18
2. Sejarah Singkat Tentang „Azl ... 19
3. Dalil-Dalil Tentang „Azl ... 22
4. Faktor-Faktor Suami-Istri Melakukan „Azl ... 28
5. „Azl Dalam Tinjauan Tradisi Dan Medis ... 31
6. Hikmah „Azl ... 36
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 38
A. Jenis Penelitian ... 38
B. Pendekatan Penelitian ... 39
C. Metode Pengumpulan Data ... 40
ix
BAB IV PEMBAHASAN ... 43
A. Hukum Membatasi Kehamilan Menurut Pandangan Islam ... 43
B. Hukum „Azl Untuk Membatasi Kehamilan Menurut Fiqih Islam... 52
BAB V PENUTUP ... 60
A. Kesimpulan ... 60
B. Saran ... 61
DAFTAR PUSTAKA ... 62 RIWAYAT HIDUP
x
ABSTRAK
IRWANSYAH, 105261102817 2021, Hukum „Azl Dalam Membatasi Kehamilan
Menurut Fiqih Islam. Skripsi. Program Studi Ahwal Syakhshiyah. Universitas Muhammadiyah Makassar. Pembimbing I: M. Ilham Muchtar, Pembimbing II:
Hasan Juhanis.
Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mengetahui bagaimana hukum membatasi kehamilan dalam pandangan Islam, dan 2) Bagaimana hukum „azl untuk membatasi kehamilan menurut fiqih Islam.
Tulisan pada peneletian ini menggunakan jenis penelitian pustaka (Library Research) dengan pendekatan kualitatif. Dimana peneliti melakukan riset berbagai buku atau literatur yang berkaitan dengan masalah penelitian. Sumber data berdasarkan literatur yang diteliti meliputi buku yang berkaitan dengan Masail Fiqhiyah , kesehatan reproduksi, dan fatwa-fatwa ulama. Setelah data terkumpul, selanjutnya peneliti mengolah, menganalisa, serta menarik kesimpulan kesimpulan dari data yang telah terkumpul.
Setelah dilakukan penelitian, dapat disimpulkan bahwa membatasi kehamilan adalah salah satu solusi dalam mengatur jarak kelahiran anak demi tumbuh kembang generasi yang baik. Jumhur ulama melarang membatasi kehamilan secara mutlak jika bertujuan menyetop kelahiran karena takut miskin atau karena telah mencukupkan anak dengan jumlah yang tertentu. Namun membolehkan jika dalam keadaan darurat. Dan „azl adalah alat untuk membatasi kehamilan dan menjaga jarak kelahiran sebagaimana dipraktekkan sebahagian para sahabat di zaman Rasulullah saw. Jumhur Ulama membolehkan „azl dengan izin istri dan jika dalam keadaan darurat, namun menjadi makruh tanzih jika tanpa izin istri. Oleh karenanya „azl sebagai alat kontrasepsi alami masih relevan dan efektif di praktekkan di zaman sekarang ini meskipun telah ada alat-alat kontrasepsi modern karena „azl mudah dalam praktek dan dapat diakses oleh berbagai kalangan.
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkawinan yang merupakan ikatan suci dan mulia diantara laki-laki dan wanita sehingga keduanya menjadi suami istri, yang kemudian terbentuklah sebuah keluarga atau rumah tangga bersama anak-anak mereka, adalah merupakan sumber kekuatan yang sangat besar sekali yang akan membentuk masyarakat kaum muslimin menjadi masyarakat islami yang berjalan sesuai dengan apa yang Allah swt syari‟atkan melalui lisan Nabi-Nya yang mulia saw.1
Perkawinan merupakan sunnatullah yang berlaku pada semua makhluk Allah swt, baik manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. Semua yang diciptakan Allah swt berpasang-pasangan dan berjodoh-jodohan, sebagaimana berlaku pada manusia. Dalam Q.S. al-zariyat/79: 49
ٌَٔ ُشَّكَزَر ْىُكَّهَعَن ٍَِْٛج ْٔ َص بَُْمَهَخ ٍءَْٙش ِّمُك ٍِْي َٔ
Terjemahnya:
“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan agar kamu mengingat (kebesaran Allah)”.2
Perkawinan antar manusia berbeda dengan binatang, yang melakukan perkawinan dengan bebas sekehendak hawa nafsunya. Bagi binatang, perkawinan
1
Abdul Hakim bin Amir Abdat.1429 H/2008 M.Pernikahan dan Hadiah Pengantin.t.t: .Maktabah Mu’awiyah bin Abi Sufyan.h.336.
semata-mata kebutuhan birahi dan nafsu syahwatnya, sedangkan bagi manusia perkawinan diatur oleh berbagai etika dan peraturan lain yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang beradab dan berakhlak. Oleh karena itu, perkawinan manusia harus mengikuti tata cara yang normatif dan legal.3
Allah swt menciptakan makhluk-Nya bukan tanpa tujuan, tetapi di dalamnya terkandung rahasia yang amat dalam, supaya hidup hamba-hamba-Nya di dunia ini menjadi tenteram, sebagaimana firman Allah swt dalam Q.S surah al- Rum/30: 21
َٚآ ٍْ ِي َٔ
ًخًَْد َس َٔ ًحَّد ََٕي ْىُكََُْٛث َمَعَج َٔ بََْٓٛنِئ إُُُكْغَزِن بًجا َٔ ْصَأ ْىُكِغُفََْأ ٍِْي ْىُكَن َكَهَخ ٌَْأ ِِّرب
ٌَٔ ُشَّكَفَزَٚ ٍو َْٕمِن ٍدبَٚ َٜ َكِنََٰر ِٙف ٌَِّئ.
Terjemahnya:
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”4
Allah swt sengaja menumbuhkan rasa kasih dan sayang ke dalam hati masing-masing pasangan, agar terjadi keharmonisan dan ketentraman dalam membina suatu rumah tangga.5
3
Boedi Abdullah, Beni Ahmad Saebani. 2013.Perkawinan Perceraian Keluarga Muslim. Bandung: Pustaka Setia.h.17
4
Kementerian Agama RI.2015.Al-Qur’an dan terjemahnya.Depok:Adhwaul Bayan.h. 306.
5
M.Ali Hasan.2003.Pedoman Hidup Berumah Tangga Dalam Islam. Jakarta: Prenada Media.h.2-3
Salah satu tujuan terpenting dari pernikahan ialah mempertahankan jenis manusia melalui kelahiran, sebagaimana tumbuh-tumbuhan mempertahankan jenisnya melalui penanaman. Seorang istri laksana ladang yang disiapkan untuk ditanami benih. Sedangkan suaminya laksana petani yang menanamkan benih dengan cara yang dipilihnya. Al-Qur‟an mengibaratkan wanita sebagai ladang untuk menggambarkan peran pentingnya dalam bangunan keluarga. Allah swt berfirman dalam Q.S. al-Baqarah/2: 223
َََّأ إًَُهْعا َٔ َ َّاللَّ إُمَّرا َٔ ْىُكِغُفََْ ِلِ إُيِّذَل َٔ ْىُزْئِش َََّٗأ ْىُكَص ْشَد إُرْأَف ْىُكَن ٌس ْشَد ْىُكُؤبَغَِ
ْىُك
َلُي
ٍَُِٛ ِي ْإًُْنا ِشَِِّّث َٔ ُُِٕل
Terjemahnya:
“Istri-istrimu adalah (seperti) ladang bagimu. Maka datangilah ladangmu itu bagaimana saja kamu menghendakinya”.6
Ini merupakan petunjuk kepada orang-orang yang hendak menikah agar memilih pasangan hidup yang baik. Karena lembaga pernikahan di dalam Islam bukan semata-mata wadah untuk melampiaskan hasrat birahi dan menyalurkan nafsu seksual (libido) belaka. Sebenarnya lembaga pernikahan merupakan perencanaan yang matang untuk memakmurkan dan menghidupkan bumi melalui keturunan yang baik. Dan pernikahan merupakan salah satu sumber utama kebahagiaan baik pribadi maupun masyarakat.7
6
Kementerian Agama RI.2015.Al-Qur’an dan terjemahnya.Depok:Adhwaul Bayan.h.35
7
Sobri Mersi Al- Faqi.2011.Solusi Problematika Rumah Tangga Modern. Surabaya: Pustaka Yassir.h.29-30
Dalam pendekatan Islam, keluarga adalah basis utama yang menjadi pondasi bangunan komunitas dan masyarakat Islam. Sehingga keluarga pun berhak mendapat lingkupan perhatian dan perawatan yang begitu signifikan dari al-Qur‟an. Dalam al-Qur‟an terdapat penjelasan untuk menata keluarga, melindungi, dan membersihkan dari anarkisme jahiliah. Dikaitkannya keluarga dengan Allah swt dan ketakwaan kepada-Nya dalam setiap ayat keluarga yang dilansir al-Qur‟an, sambil menyoroti dengan pancaran spritual, sistem perundangan, dan jaminan hukum dalam setiap kondisinya.
Sistem sosial Islam adalah sistem keluarga, karena keluarga merupakan sistem rabbani bagi manusia yang mencakup segala karakteristik dasar fitrah manusia, kebutuhan, dan unsur-unsurnya. Sistem keluarga dalam Islam terpancar dari fitrah dan karakter alamiah yang merupakan basis penciptaan pertama makhluk hidup. Sebagaimana firman Allah swt di dalam Q.S Yasin/ 36 :36
َلَ بًَِّي َٔ ْىِِٓغُفََْأ ٍِْي َٔ ُض ْسَ ْلِا ُذِجُُْر بًَِّي بََّٓهُك َطا َٔ ْصَ ْلِا َكَهَخ ِ٘زَّنا ٌَبَذْجُع
ًٌََُٕهْعَٚ
Terjemahnya:
“Maha suci Allah swt yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.”8
Konsepsi Islam tentang manusia juga terpapar secara bertahap. Pertama-tama disebutkan, jiwa perPertama-tama yang menjadi sumber pasangan manusia, yaitu Adam dan Hawa, kemudian anak keturunannya, dan selanjutnya umat manusia
secara keseluruhan. Sebagaimana firman Allah swt di dalam Q.S al- Hujurat/49: 13
ٌَِّئ إُف َسبَعَزِن َمِئبَجَل َٔ بًثُٕعُش ْىُكبَُْهَعَج َٔ َٗضَُْأ َٔ ٍشَكَر ٍِْي ْىُكبَُْمَهَخ بََِّئ ُطبَُّنا بََُّٓٚأبَٚ
ٌشِٛجَخ ٌىِٛهَع َ َّاللَّ ٌَِّئ ْىُكبَمْرَأ ِ َّاللَّ َذُِْع ْىُكَي َشْكَأ
Terjemahnya:
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah swt ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah swt Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.9
Sebenarnya Allah swt mampu menciptakan jutaan manusia sekaligus, akan tetapi takdir-Nya menghendaki hikmah lain yang tersembunyi dalam fungsi keluarga yang sangat besar bagi kelangsungan hidup makhluk ini.10
Allah swt menciptakan laki-laki dan wanita dengan peran yang saling melengkapi. Yang satu melengkapi yang lain. Yang satu tidak bisa merasakan ketenangan tanpa yang lain. Dan keduanya akan terus merasa gelisah dan tidak tenang sampai keduanya bertemu dan bersama-sama masuk ke dalam masyarakat yang tenang dan damai.
Karena adanya hubungan yang saling melengkapi inilah maka rumah tangga bisa dibangun, keluarga bisa dibina dan masyarakat yang bahagia bisa
9
Kementerian Agama RI.2015. Al-Qur’an dan terjemahnya.Depok:Adhwaul Bayan.h.518
10
Mahmud Muhammad Al-Jauhari dan Muhammad Abdul Hakim Khayyal.2005.
diciptakan. Keluarga adalah kesatuan suci yang memiliki tujuan luhur. Islam senantiasa berupaya mempertahankan eksistensinya sebagai bangunan yang kuat dan kokoh, yang dapat mencapai tujuan-tujuannya dan mampu menghadapi segala macam kesulitan dan tantangan.
Tujuan membangun keluarga ialah melahirkan keturunan yang baik, mendapatkan ketenangan batin antara suami dan istri, dan menciptakan hubungan yang bahagia di antara anggota keluarga dalam naungan syari‟at Allah swt yang abadi. Keluarga yang didirikan di atas pondasi Islam yang sejati akan menjadi keluarga yang bertahan sepanjang hayat dan tidak akan terpecah belah.11
Biasanya sepasang suami-istri tidak ada yang tidak mendambakan anak turunan untuk meneruskan kelangsungan hidup. Anak turunan yang diharapkan dapat mengambil alih tugas, perjuangan dan ide-ide yang pernah tertanam di dalam jiwa suami-istri. Fitrah yang sudah ada dalam diri manusia ini diungkapkan oleh Allah swt dalam firman-Nya Q.S an-Nahl/16 :72
ٍَ ِي ْىُكَل َص َس َٔ ًحَذَفَد َٔ ٍََُِٛث ْىُك ِجا َٔ ْصَأ ٍِْي ْىُكَن َمَعَج َٔ بًجا َٔ ْصَأ ْىُكِغُفََْأ ٍِْي ْىُكَن َمَعَج ُ َّاللَّ َٔ
ٌَٔ ُشُفْكَٚ ْىُْ ِ َّاللَّ ِذًَْعُِِث َٔ ٌَُُِٕي ْإُٚ ِمِغبَجْنبِجَفَأ ِدبَجَِّّٛطنا
Terjemahnya:
“Allah menjadikan bagi kamu istri-istri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu dan memberimu rezeki dari yang baik-baik”.12
11
Sobri Mersi Al-Faqi.2011.Solusi Problematika Rumah Tangga Modern.Surabaya: Pustaka Yassir.h.45-46
Berdasarkan ayat tersebut di atas jelas, bahwa Allah swt menciptakan manusia ini berpasang-pasangan supaya berkembang biak mengisi bumi ini dan memakmurkannya. Atas kehendak Allah swt, naluri manusia pun menginginkan demikian.
Kalau dilihat dari ajaran Islam, maka di samping alih generasi secara estafet, anak cucu pun diharapkan dapat menyelamatkan orang tuanya (nenek moyang) sesudah meninggal dunia dengan panjatan do‟a kepada Allah swt. Begitu pentingnya masalah keturunan (pewaris), Allah swt menyebutkan ucapan lidah hamba-Nya dengan firman-Nya dalam Q.S al-Furqan/25: 74
ٍَِٛمَّزًُْهِن بَُْهَعْجا َٔ ٍٍُْٛعَأ َح َّشُل بَُِربَّٚ ِّسُر َٔ بَُ ِجا َٔ ْصَأ ٍِْي بََُن ْتَْ بََُّث َس ٌَُٕنُٕمَٚ ٍَِٚزَّنا َٔ
بًيبَيِئ
Terjemahnya:
“Dan orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugerahkan kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penenang hati (kami) dan jadikanlah kami imam, bagi orang-orang yang bertakwa”.13
Nabi Zakaria as sebagai Rasulullah juga mendambakan anak turunan untuk meneruskan perjuangan beliau. Dalam usia senjanya beliau memohon kepada Allah swt, yang disebutkan dalam firman-nya Q.S Maryam/ 19: 2-6
ُىْظَعْنبََُْ َٔ َِِّٙئ ِّة َس َلبَل )( بًِّٛفَخ ًءاَذَِ َُّّث َس َٖدبََ ْرِئ )( بَّٚ ِشَك َص َُِذْجَع َكِّث َس ِذًَْد َس ُشْكِر
ٍْ ِي َِٙنا ًََْٕنا ُذْف ِخ َِِّٙئ َٔ )( بًِّٛمَش ِّة َس َكِئبَعُذِث ٍُْكَأ ْىَن َٔ بًجَْٛش ُطْأ َّشنا َمَعَزْشا َٔ ُِِّٙي
ِذََبَك َٔ ِٙئا َس َٔ
ِلآ ٍِْي ُس ِشَٚ َٔ ُُِٙص ِشَٚ )( بًِّٛن َٔ َكَُْذَن ٍِْي ِٙن ْتََٓف ا ًشِلبَع ِٙرَأ َشْيا
بًّٛ ِظ َس ِّة َس ُّْهَعْجا َٔ َةُٕمْعَٚ
Terjemahnya:
2)Yang dibacakan ini adalah penjelasan tentang rahmat Tuhanmu kepada hamba-Nya Zakaria.3) yaitu ketika dia berdo‟a kepada Tuhannya dengan suara yang lembut.4) Dia (Zakaria) berkata, “Ya Tuhanku, sungguh tulangku telah lemah dan kepalaku telah dipenuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdo‟a kepada-Mu, ya Tuhanku.5)Dan sungguh, aku khawatir terhadap kerabatku sepeninggalku, padahal istriku seorang yang mandul, maka anugerahilah aku seorang anak dari sisi-Mu.6)Yang akan mewarisi aku dan mewarisi dari keluarga Yakub; dan jadikanlah dia, ya Tuhanku, seorang yang diridai”.14
Semua manusia yang normal merasa gelisah, apabila perkawinannya tidak menghasilkan keturunan. Rumah tangga terasa sepi. Hidup tidak bergairah, karena pada umumnya orang rela bekerja keras adalah untuk kepentingan keluarga dan anak cucunya.15
Pernikahan berikut prinsip-prinsip, batas-batas dan kaidah-kaidahnya yang telah digariskan oleh Allah swt adalah cara yang benar untuk melestarikan jenis manusia dan mempertahankan eksistensinya. Allah swt telah memerintahkan kepada kita untuk mengharapkan keturunan ketika kita berhubungan badan. Karena Allah swt berfirman dalam Q.S. al-Baqarah/2: 187:
ُأ
َأ ُ َّاللَّ َىِهَع ٍََُّٓن ٌطبَجِن ْىُزََْأ َٔ ْىُكَن ٌطبَجِن ٍَُّْ ْىُكِئبَغَِ َٗنِئ ُشَف َّشنا ِوبَٛ ِّصنا َخَهَْٛن ْىُكَن َّم ِد
ْىُكََّ
ْىُكَغُفََْأ ٌََُٕبَزْخَر ْىُزُُْك
ُ َّاللَّ َتَزَك بَي إُغَزْثا َٔ ٍَُّْٔ ُشِشبَث ٌَ ْٜبَف ْىُكَُْع بَفَع َٔ ْىُكَْٛهَع َةبَزَف
َّىُص ِشْجَفْنا ٍَِي ِد َْٕعَ ْلِا ِػَْٛخْنا ٍَِي ُطَْٛثَ ْلِا ُػَْٛخْنا ُىُكَن ٍَََّٛجَزَٚ َّٗزَد إُث َشْشا َٔ إُهُك َٔ ْىُكَن
14Kementerian Agama RI.2015.Al-Qur’an dan terjemahnya.Depok:Adhwaul Bayan.h. 305
15
M.Ali Hasan.2003. Pedoman Berumah Tangga Dalam Islam. Jakarta: Prenada Media.h.14-17
َلَ َٔ ِمَّْٛهنا َٗنِئ َوبَٛ ِّصنا إًُِّرَأ
َلَف ِ َّاللَّ ُدُٔذُد َكْهِر ِذ ِجبَغًَْنا ِٙف ٌَُٕفِكبَع ْىُزََْأ َٔ ٍَُّْٔ ُشِشبَجُر
ٌَُٕمَّزَٚ ْىَُّٓهَعَن ِطبَُّهِن ِِّربَٚآ ُ َّاللَّ ٍَُِّٛجُٚ َكِنَزَك بَُْٕث َشْمَر
Terjemahnya:
“Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istrimu. Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi Dia menerima tobatmu dan memaafkan kamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu. Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam. Tetapi jangan kamu campuri mereka, ketika kamu beriktikaf dalam masjid. Itulah ketentuan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, agar mereka bertakwa.”16
Yang dimaksud dengan “mencari apa yang telah ditetapkan Allah swt – menurut salah satu tafsir- adalah mengharapkan keturunan.17
Secara kodrati perempuan mengemban fungsi reproduksi umat manusia. Fungsi- fungsi reproduksi yang paling penting adalah hamil, melahirkan, dan menyusui anak. Kehamilan dalam pandangan al-Qur‟an merupakan tugas kemanusiaan yang sangat berat dan ini diapresiasikan dengan redaksi yang begitu menyentuh hati dalam firman Allah swt Q.S al-Ahqaf/ 46:15
ُُّنبَصِف َٔ ُُّهًَْد َٔ بًْ ْشُك ُّْزَعَظ َٔ َٔ بًْ ْشُك ُُّّيُأ ُّْزَهًََد بًَبَغْدِئ َِّْٚذِنا َِٕث ٌَبَغَِْ ْلْا بََُّْٛص َٔ َٔ
َأ َغَهَث َٔ َُِّذُشَأ َغَهَث اَرِئ َّٗزَد ا ًشَْٓش ٌَُٕص َلَص
َشُكْشَأ ٌَْأ ُِْٙع ِص َْٔأ ِّة َس َلبَل ًخََُع ٍَِٛعَث ْس
16
Kementerian Agama RI.2015. Al-Qur’an dan terjemahnya.Depok:Adhwaul Bayan. h.29
17
Sobri Mersi al-Faqi.2011. Solusi Problematika Rumah Tangga Modern.Surabaya: Pustaka yassir.h.37
ِٙف ِٙن ْخِهْصَأ َٔ ُِبَظ ْشَر بًذِنبَص َمًَْعَأ ٌَْأ َٔ ََّ٘ذِنا َٔ َٗهَع َٔ ََّٙهَع َذًَْعََْأ ِٙزَّنا َكَزًَْعَِ
ًٍَِِٛهْغًُْنا ٍَِي َِِّٙئ َٔ َكَْٛنِئ ُذْجُر َِِّٙئ ِٙزَّٚ ِّسُر
Terjemahnya:
“Dan Kami perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Masa mengandung sampai menyapihnya selama tiga puluh bulan, sehingga apabila dia (anak itu) telah dewasa dan umurnya mencapai empat puluh tahun dia berdoa, “Ya Tuhanku, berilah aku petunjuk agar aku dapat mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau limpahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku dan agar aku dapat berbuat kebajikan yang Engkau ridai; dan berilah aku kebaikan yang akan mengalir sampai kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertobat kepada Engkau dan sungguh, aku termasuk orang muslim.”18
Tentu bukan tanpa maksud al-Qur‟an menggambarkan kehamilan sebagai tugas yang sangat berat. Penggambaran seperti itu boleh jadi merupakan peringatan kepada manusia (laki-laki dan perempuan) agar memuliakan dan menghormati ibu yang telah mengandung dan melahirkannya ke dunia.
Kehamilan dan kelahiran adalah peristiiwa luar biasa dalam kehidupan manusia. Karena itu, manusia, terutama remaja laki-laki dan perempuan, perlu mengetahui, menyadari untuk kemudian secara sungguh-sungguh mempersiapkan
diri menghadapinya. Jangan sampai terjadi kehamilan yang tidak diinginkan sebab reesikonya sangat berat.19
Dalam sisi yang lain, Islam memandang anak merupakan karunia dan rezeki yang harus disyukuri dan dijaga dengan sebaik-baiknya. Rasulullah saw pun menganjurkan kepada umatnya untuk menikahi wanita-wanita yang subur agar menghasilkan keturunan yang banyak, dimana beliau akan membanggakan ummatnya di hadapan para Nabi-Nabi sebelum beliau pada hari kiamat nanti. Beliau bersabda dari sahabat Ma‟qil ibn Yasar diriwayatkan oleh Abu Daud:
َُّاللَّ َّٗهَص ِِّٙجَُّنا َٗنِئ ٌمُج َس َءبَج َلبَل ٍسبَغَٚ ٍِْث ِمِمْعَي ٍَْع
ُذْجَصَأ َِِّٙئ َلبَمَف َىَّهَع َٔ َِّْٛهَع
َّىُص ُِبَََُٓف َخََِٛبَّضنا ُِبَرَأ َّىُص َلَ َلبَل بَُٓج َّٔ َضَرَأَفَأ ُذِهَر َلَ بَََِّٓئ َٔ ٍلبًََج َٔ ٍتَغَد َداَر ًحَأ َشْيا
ُِبَرَأ
ُكِث ٌشِصبَكُي َِِّٙاَف َدُٕن َْٕنا َدُٔد َْٕنا إُج َّٔ َضَر َلبَمَف َخَضِنبَّضنا
ىَيُ ْلِا ْى
20 Artinya:“Ma‟qil berkata: Telah datang seorang laki-laki kepada Nabi saw, Ia berkata: “Wahai Rasulullah saw, saya mengenal seorang wanita yang mempunyai kedudukan dan cantik namun dia mandul, apakah saya boleh menikahinya?, maka beliau melarangnya, kemudian dia mendatangi beliau untuk yang kedua kali, beliau pun melarangnya lagi, kemudian dia mendatangi beliau lagi, maka beliau pun tetap melarangnya. Akhirnya Rasulullah saw bersabda: “Menikahlah kalian dengan wanita yang penyayang dan subur, karena saya bangga dengan jumlah kalian yang banyak”
Hadis diatas bukan berarti berarti tugas orang tua hanya menghasilkan anak saja dan mengabaikan tugas dan tanggung jawab mereka terhadap anak-anaknya. Ada kewajiban orang tua lainnya yang harus juga diperhatikan yakni mendidik dan membekali anak-anakya dengan pengetahuan agama dan hikmah yang baik sehingga menjadi bekal untuk menjalani kehidupan mereka di dunia
19
Amir Achsin, dkk.2003. Untukmu Ibu Tercinta.Bogor: Prenada Media.h.104-105
20
Sulaiman bin Al-Asy’ats. Abu Daud, Sunan Abu Daud, Bab Larangan Menikahi Wanita Yang Mandul, Juz V.Mauki’ Al-Islam.h.431
dan menjadi generasi Islam yang baik dan tangguh. Sebagaiman firman Allah swt dalam Q.S an-Nisa/4: 9
إُنُٕمَْٛن َٔ َ َّاللَّ إُمَّزَْٛهَف ْىَِْٓٛهَع إُفبَخ بًفبَع ِظ ًخَّٚ ِّسُر ْىِِٓفْهَخ ٍِْي إُك َشَر َْٕن ٍَِٚزَّنا َشْخَْٛن َٔ
اًذِٚذَع ًلَ َْٕل
Terjemahnya:
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”.21
Selain menganjurkan memperbanyak anak, Islam juga memerintahkan untuk memperhatikan kualitas tumbuh kembang anak itu sendiri. Dan di antara metode untuk mengoptimalkan tumbuh kembang anak adalah dengan mengatur dan membatasi jarak kehamilan dan kelahiran anak. Hal ini penting mengingat apabila setiap tahun melahirkan anak, akan membuat sang ibu tidak punya kesempatan untuk memberikan perhatian kepada anaknya.
Bahkan bukan perhatian yang berkurang, nutrisi dalam bentuk ASI yang sangat dibutuhkan pun akan berkurang dimana ini adalah suatu kebutuhan yang dibutuhkan oeh anak agar bisa tumbuh dan berkembang dengan baik. Padahal secara alamiah, seorang bayi idealnya menyusu kepada ibunya selama dua tahun meski bukan sebuah kewajiban. Sebagaimana firman Allah swt dalam Q.S Lukman/ 31: 14
بَغَِْ ْلْا بََُّْٛص َٔ َٔ
ْشُكْشا ٌَِأ ٍَِْٛيبَع ِٙف ُُّنبَصِف َٔ ٍٍْْ َٔ َٗهَع بًُْْ َٔ ُُّّيُأ ُّْزَهًََد َِّْٚذِنا َِٕث ٌَ
ُشٛ ِصًَْنا ََّٙنِئ َكَْٚذِنا َِٕن َٔ ِٙن
Terjemahnya:
“Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.”22
Inilah alasan yang bisa diterima oleh syari‟at berkaitan dengan pembatasan atas kehamilan. Sedangkan pembatasan kehamilan karena alasan takut miskin atau takut tidak mendapatkan rezeki akibat persaingan hidup yang semakin ketat tidak bisa diterima Islam. Karena ketakutan itu sama sekali tidak berdasar dan hanya bisikan syaithan serta syubhat dari orang-orang kafir yang tidak beriman kepada Allah swt. Karena jauh sebelum bumi ini dihuni oleh manusia, Allah swt sudah menyiapkan semua sarana penunjang kehidupan manusia. Hewan dan tumbuhan sudah disiapkan untuk menjadi rezeki bagi manusia. Allah swt sudah menjamin ketersediaan makanan dan minuman serta semua sarana penunjang kehidupan lainnya di bumi ini.23
Alasan lain yang juga memungkinkan menunda kehamilan adalah karena sedang dalam proses penyelesaian studi bagi para penuntut ilmu. Yang dimana ketika terjadi kehamilan, maka akan menghambat dan membatasi kegiatan belajar karena harus menjaga kehamilan dan mengurus anak jika telah melahirkan. Demikian juga bagi yang memiliki riwayat penyakit dapat membahayakan jiwanya jika melahirkan. Demikian juga adanya kelahiran yang tidak terkontrol di
22 Kementerian Agama RI.2015. Al-Qur’an dan terjemahnya.Depok:Adhwaul Bayan.h.412
23
Dasri,2016. Penundaan Kehamilan Dengan Memakai Alat Kontrasepsi Bagi Pengantin
Baru DAlam Tinjauan Hukum Islam (Studi di Kec.Selebar Kota Bengkulu), Jurnal Qiyas. IAIN
kalangan masyarakat awwam yang mengakibatkan tidak terpenuhinya kebutuhan sandang pangan dan pendidikan yang baik bagi anak-anak mereka. Akibatnya banyak anak-anak terlantar dan menimbulkan masalah sosial bagi masyarakat dan ini bertentangan dengan ajaran Islam yang tujuannya memberikan mashlahat bagi ummat. Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan tentang cara membatasi kehamilan dengan cara alami dan ketidakmampuan mengakses obat-obat yang dapat mencegah kehamilan. Dengan adanya berbagai kompleksitas dalam permasalahan ini, maka peneliti ingin melakukan penelitian dengan judul “Hukum „Azl Dalam Membatasi Kehamilan Menurut Fiqih Islam.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, peneliti merumuskan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana hukum membatasi kehamilan dalam pandangan islam? 2. Bagaimana hukum „azl untuk membatasi kehamilan menurut fiqih
Islam?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui hukum membatasi kehamilan dalam pandangan islam
2. Untuk mengetahui hukum „azl untuk membatasi kehamilan menurut fiqih Islam.
D. Manfaat Penelitian
Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi yang berguna bagi penulis dan memberikan sumbangan keilmuan kepada pembaca terhadap problematika dalam hubungan suami-istri. Di samping itu juga, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih bagi masyarakat muslim pada umumnya dan para pasangan suami-istri pada khususnya, sehingga dapat menambah ilmu pengetahuan tentang hukum „azl dalam hubungan suami-istri dan mengetahui manfaat dan mudarat melakukan „azl dengan pasangan.
E. Definisi Operasional
Dalam definisi operasional ini perlu untuk dipaparkan makna dari konsep penelitian untuk menghindari terjadinya kekeliruan penafsiran pembaca terhadap variabel penelitian sehingga dapat dijadikan acuan dalam menelusuri variabel penelitian.
Adapun yang masuk dalam definisi opersional ini adalah sebagai berikut: 1. „Azl adalah menumpahkan sperma di luar vagina ketika terjadi
ejakulasi.
2. Fiqih Islam adalah ungkapan tentang hukum-hukum yang Allah swt syariatkan kepada hamba-hamba-Nya, demi mengayomi seluruh kemashalatan mereka dan mencegah timbulnya kerusakan ditengah-tengah mereka.
16
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Terdahulu
Berdasarkan penelusuran data pustaka, maka ditemukan beberapa literatur atau hasil penelitian yang sesuai atau berhubungan dengan usulan dan objek penelitian, diantaranya:
Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Mursyid Djawas, Misran, Cut Putrau Ujong dengan judul ‘Azl Sebagai Pencegah Kehamilan (Studi
Perbandingan Antara Mazhab Hanafi dan Mazhab Syafi’i) menyatakan bahwa
„azl dan KB adalah sama karena tujuannya sama-sama untuk mencegah pembuahan (kehamilan), tapi yang membedakan antara KB dan „azl hanya pada proses dan alat yang digunakan, „azl tidak menggunakan alat apapun (secara alami) sedangkan KB menggunakan alat kontrasepsi baik berupa pil KB atau suntikan obat. Berdasarkan hasil istinbath hukum antara mazhab Hanafi dan mazhab Syafi‟i, praktek „azl dibolehkan, meskipun berbeda pendapat dari segi pelaksanaannya. Mazhab Hanafi membolehkan praktek „azl dilakukan oleh pasangan suami istri asal adanya persetujuan dari istri, sedangkan menurut pandangan mazhab Syafi‟i praktek „azl malah dibebaskan tanpa harus adanya persetujuan dari istri.24
24Mursyid Djawas, dkk.2019.“Azl Sebagai pencegah Kehamilan (Studi Perbandingan
Antara Mazhab Hanafi dan Mazhab Syafi‟i)”, Jurnal Hukum Keluarga UIN Ar-Raniry 2, no.2.h.
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Sulaemang L dengan judul Al-‘Azl
(Senggama Terputus) Dalam Perspektif Hadis (Disyarah Secara Tahlili) .
Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hadis-hadis tentang kebolehan dan larangan melakukan „azl sebagai salah satu wujud mengatur jarak dan pencegahan kehamilan seorang ibu. Implikasi penelitiannya adalah; (1) Untuk mengetahui hadis-hadis Nabi saw sebagai dasar melakukan „azl bagi pasangan suami istri; (2) Untuk menghilangkan keraguan tentang hadis-hadis „azl apakah dibolehkan melakukannya atau dilarang; (3) Untuk memahami kandungan hukum hadis tentang „azl; (4) Untuk mengetahui bahwa dari seluruh alat KB yang digunakan, yang paling aman dari segi kesehatan, dan hukum islam adalah melakukan „azl.25
Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Gemy Nastity Handayani Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar dengan judul Kontrasepsi Dalam
Kajian Islam. Penelitian ini membahas tentang ragam kontrasepsi diantaranya
kontrasepsi suntikan, intravaginal, kondom, dan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) atau intra urine device (I.U.D) (kontrasepsi spiral), operasi tubektomi atau vasektomi atau cara konvensional. Dan dalam pandangan islam, ada dua hal yang berkaitan dengan kontrasepsi yakni menunda kehamilan dan membatasi kehamilan. Dan cara menunda dan membatasi kehamilan pada masa Rasulullah saw yang dilakukan para sahabat adalah dengan melakukan „azl.26
25
Sulaemang L.2015. Al-„Azl (Senggama Terputus) Dalam perspektif Hadis (Disyarah
Secara Tahlili), Jurnal al- Izzah. IAIN Kendari, vol.10 No.2
26 Gemy Nastity Handayani.2013.Kontrasepsi Dalam Kajian Islam. Jurnal al-Fikr UIN
Adapun penelitian yang saya lakukan lebih pada proses bagaimana „azl sebagai alat kontrasepsi efektif dalam membatasi kehamilan dan juga sarana berhubungan intim dalam upaya saling memuaskan kebutuhan biologis masing-masing dengan kesepakatan dan metode yang tidak bertentangan dengan syari‟at sehingga tidak menimbulkan persepsi yang salah bagi pasangan suami istri mengenai „azl itu dan mereka tidak merasa berdosa dan melanggar syari‟at agama sehubungan dengan „azl tersebut. Dan bagaimana „azl bisa menjadi solusi bagi pasangan suami istri di kalangan masyarakat yang kurang mampu dalam membatasi kehamilan dan kelahiran sehingga memiliki kontrol dan waktu jeda melahirkan untuk dapat mendidik dan mengarahkan anak-anak dengan pendidikan agama yang baik dalam rangka upaya menghasilkan keturunan-keturunan yang rabbani.
B. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian ‘Azl
Kata لضع- لضعٚ -لَضع„. Secara bahasa artinya melepaskan, memisahkan.27 Secara istilah „azl berarti mengeluarkan dzakar dari farj istri dan menumpahkan sperma di luar vagina saat terjadi ejakulasi untuk mencegah kehamilan.28 Coitus interruptus atau dikenal dalam islam dengan „azl, biasa disebut pula withdrawal atau pull-out method, adalah salah satu dari cara mengontrol kelahiran, di mana laki-laki tatkala bersenggama menarik penisnya dari vagina si wanita sebelum
27 Ahmad Warson Munawwir.1404 H/1984 M. Kamus al-Munawwir Arab –Indonsia.
Surabaya: Pustaka Progressif.h.927
28
Muhammad sayyid sabiq, Fiqih Sunnah.2009 M/1430 H. Bab Zawaj.Cet.XXI;Kairo: Darul Fathil ‘ilam Al‘arabiy.h.125
terjadinya ejakulasi. Si pria sengaja menumpahkan spermanya dari vagina pasangannya dalam upaya untuk menghindari inseminasi (pembuahan).29 Tujuan Pasangan suami-istri melakukan „azl adalah untuk mengatur atau membatasi keturunan.
2. Sejarah Singkat tentang ‘Azl
Dalam sejarah, teknologi atau alat kontrasepsi telah dikenal sejak zaman kuno, yakni sejak 2700 SM berupa penemuan sebuah resep di Cina yang menjelaskan tentang obat peluntur (abortifum) yang diduga merupakan kontrasepsi pertama dalam sejarah keluarga berencana. Di Mesir ditemukan pula catatan tentang beberapa resep pasta vagina bertahun 1850 SM, dan tambpon vagina yang mengandung obat yang terdiri atas akasia tanah, tanaman yang mengandung gom Arab yang karena fermentasi akan menghasilkan asam laktat yang sampai sekarang dikenal sebagai spermisida pada tahun 1550 SM. Demikian pula di India ditemukan catatan medis dalam bahasa Sanskrit yang melukiskan usaha abstinensi, tampon dan obat vagina.
Di dalam al-Kitab, praktek kontrasepsi dengan sanggama terputus (coitus interruptus) telah disebutkan. Pada awal abad kedua, di Yunani, telah diletakkan dasar pemikiran kontrasepsi. Pada abad pertengahan, para dokter Islam seperti Ibnu Sina (Avicena) telah mengatakan bahwa kontrasepsi merupakan bagian yang sah dan legal dari praktek kedokteran yang terdiri dari beberapa barier vagina, salep dan sanggama yang terputus, yang dalam bahasa Arab disebut „azl.30
29 https://en.m.Wikipedia.org/wiki/Coitus_interruptus. Diakses 12 Juni 2021 14:07
30
La Ode Ismail Ahmad,2010. ‘Azl (Coitus Interruptus) Dalam Pandangan Fukaha, Jurnal Hukum Diktum, STAIN Pare-Pare,vol.8,no.1.h.1
„Azl adalah salah satu metode kontrasepsi tertua di dunia sebagai cara efektif untuk mencegah kehamilan. Ini juga sudah masyhur di zaman Rasulullah saw yang dipraktekkan sebahagian sahabat dan kaum muslimin pada masa itu. Ini dilakukan sebagai tindakan kontraseptif mencegah kehamilan. Sementara pada masa itu al- Qur‟an masih diwahyukan dan tidak ada nash ayat yang melarangnya. Demikian juga dengan Rasulullah saw pun tidak melarang mereka dari melakukan „azl. Sebagaimana hadis Rasulullah saw dari sahabat Jabir ra yang diriwayatkan oleh Abu Daud dalam sunannya.
ٍَْع
ٍشِثبَج
لبَل
َءبَج
ٌمُج َس
ٍْ ِي
ِسبَصََْ ْلِا
َٗنِئ
ِلُٕع َس
َِّاللَّ
َّٗهَص
َُّاللَّ
َِّْٛهَع
َىَّهَع َٔ
َلبَمَف
ٌَِّئ
ِٙن
ًخَٚ ِسبَج
ُفُٕغَأ
بََْٓٛهَع
بَََأ َٔ
ُِ َشْكَأ
ٌَْأ
َم ًِْذَر
َلبَمَف
ْل ِضْعا
بََُْٓع
ٌِْئ
َذْئِش
ََُِّّاَف
بَِٓٛرْأََٛع
بَي
َسِّذُل
بََٓن
َلبَل
َشِجَهَف
ُمُج َّشنا
َّىُص
ُِبَرَأ
َلبَمَف
ٌَِّئ
َخَٚ ِسبَجْنا
ْذَل
ْذَهًََد
َلبَل
ْذَل
َكُر ْشَجْخَأ
َََُّّأ
بَِٓٛرْأََٛع
بَي
َسِّذُل
بََٓن
31 Artinya:“Dari sahabat Jabir, berkata : “Salah seorang dari kalangan Anshar datang menemui Rasulullah saw lalu ia berkata : Sungguh aku memiliki jariah sedang aku sendiri menggaulinya, akan tetapi aku tidak mengginginkannya hamil. Kemudian Rasulullah saw memerintahkan lakukanlah „azl jika engkau menghendaki karena dengan begitu hanya akan masuk sekedarnya saja. Atas dasar itulah kemudian ia melakukan „azl. Kemudian ia mendatangi Rasulullah saw dan berkata : Sungguh jariah itu telah hamil, maka Rasulullah saw pun berkata : “Aku telah beritahu kamu bahwasanya sperma akan masuk sekedarnya (ke rahimnya) dan akan membuahi”
„Azl merupakan salah satu alat kontrasepsi alami yang dikenal pada zaman Rasulullah saw. Dan di masa sekarang ini, masih terdapat sebahagian pasangan suami-istri di kalangan kaum muslimin yang melakukan „azl untuk mengatur jarak kehamilan atau karena alasan lain seperti memperhatikan kesehatan istri, janin,
31
Sulaiman bin Al-Asy’ats. Abu Daud, Sunan Abu Daud. Bab ‘Azl. Juz VI.Mauqi’ Al- Islam.no.1.858.h.80
atau anak yang sedang menyusui. Adapun gambaran „azlnya itu adalah ketika akan mendekati keluarnya mani (ejakulasi), kemaluan sengaja ditarik keluar vagina sehingga sperma tumpah di luar.
Seiring pesatnya perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan di bidang medis pada zaman modern ini. Alat kontrasepsi ini mengalami perubahan penggunaan ke berbagai jenis dan bentuk- bentuk alat kontrasepsi. Diantaranya dengan metode mengkonsumsi berupa pil , melakukan penyuntikan, atau memasang alat-alat di dalam sistem reproduksi seperti kondom, tubektomi, vasektomi dan jenis yang lainnya. Namun seiring berkembangnya ilmu pengetahuan medis di era modern ini telah banyak dijumpai berbagai macam alat kontrasepsi modern. Ini menjadikan pasangan suami istri memiliki banyak pilihan untuk membatasi kehamilan. Diantaranya memasang IUD (Intra Uterine Device), memakai kondom, melakukan suntik KB, dan mengkonsumsi pil KB, serta jenis yang lainnya.
Di Indonesia sendiri pembatasan kehamilan dikenal dengan KB (Keluarga Berencana) yang berada di bawah lembaga pemerintah yaitu BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional). Visi BKKBN adalah “Penduduk Tumbuh Seimbang 2015” dengan misi “mewujudkan pembangunan yang berwawasan kependudukan dan mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera”. Untuk mencapai visi dan misi tersebut, BKKBN mempunyai tugas dan fungsi untuk melaksanakan pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana.32
3. Dalil-Dalil Tentang ‘Azl
Di dalam al-Qur‟an dan as-Sunnah yang merupakan sumber pokok hukum Islam dan menjadi pedomam hidup bagi umat Islam, terdapat dalil-dalil yang membolehkan „azl dan melarang „azl, namun tidak ada nash yang sharih yang mengharamkan „azl.
Dalil-dalil yang membolehkan „azl dari al-Qur‟an berkaitan dengan anjuran untuk menyiapkan perbekalan yang baik untuk anak keturunan untuk menjalani kehidupan mereka di dunia, sebagaimana firman Allah swt dalam Q.S an-Nisa/4:9
إُنُٕمَْٛن َٔ َ َّاللَّ إُمَّزَْٛهَف ْىَِْٓٛهَع إُفبَخ بًفبَع ِظ ًخَّٚ ِّسُر ْىِِٓفْهَخ ٍِْي إُك َشَر َْٕن ٍَِٚزَّنا َشْخَْٛن َٔ
اًذِٚذَع ًلَ َْٕل
Terjemahnya:
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”.33
Dan ayat yang lain Q.S al-Anfal/8:28
ٌىِٛظَع ٌشْجَأ َُِذُِْع َ َّاللَّ ٌََّأ َٔ ٌخَُْزِف ْىُكُد َلَ َْٔأ َٔ ْىُكُنا َْٕيَأ بًََََّأ إًَُهْعا َٔ
Terjemahnya:
“Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah swt pahala yang besar”.34
Ayat ini memperingatkan bagaimana anak-anak dapat menjadi fitnah jika orang tua tidak mampu mengarahkan mereka kepada ajaran Islam yang
33
Kementerian Agama RI.2015. Al-Qur’an dan terjemahnya.Depok:Adhwaul Bayan. h.78
dituntunkan oleh Rasulullah saw. Maka dibolehkan „azl dalam rangka mengatur kehamilan atau kelahiran agar terwujudnya generasi yang sehat dan yang terdidik dengan baik secara agama dan pengetahuan umum.
Karena tidak ada nash sharih yang melarang „azl, maka hukum „azl harus dikembalikan kepada kaidah Islam, sebagaimana dalam qaidah fiqhiyah yang mengatakan:
َا
َْلِ
ْص
ُم
َلِا ٙف
ْش
َٛ
ِءب
َٔ
َلِا
ْف
َع
ِلب
َا
ْلْ
َث
َدب
ُخ
َد
َّز
َٚ ٗ
ُذ
َّل
َّذنا
ِن ْٛ
َم
َع
َه
ْذر ٗ
ِش
ْٚ
ًِ
َٓب
35 Artinya:“Pada dasarnya segala sesuatu perbuatan itu boleh, kecuali ada dalil yang menunjukkan keharamannya”.
Selain berpegangan dengan kaidah hukum Islam tersebut di atas, pada dasarnya Islam membolehkan melakukan sesuatu perbuatan dalam konteks hubungan mua‟malah selama tidak nash al-Qur‟an dan hadis yang melarangnya. Demikian juga melakukan „azl, maka Islam pun masih membolehkannya karena merupakan cara pencegahan kehamilan secara alami dan dalam kondisi darurat.
Diriwayatkan dari para sahabat ra bahwa mereka melakukan „azl dan Rasulullah saw tidak melarang mereka atas hal itu. Dalam hal itu, apabila untuk maslahat, bisa jadi karena ia belum menginginkan kehamilan pada saat itu, atau seperti yang dipertanyakan oleh penanya karena ia diharamkan melakukan hubungan badan atau jima‟ karena istrinya haid atau nifas sedangkan kebutuhan menuntut untuk melakukan hal itu, karena diharamkan adalah jima‟, dan
35
Abdur Rahman ibn Abu Bakr Jalaluddin as-Suyuthi. Al-Asybah wan Nazhair Fii Qawaid
disebutkan dalam hadis pada wanita haid dari sahabat Anas bin Malik ra yang diriwayatkan oleh Muslim.
َلبَل
ُلُٕع َس
َِّاللَّ
َّٗهَص
َُّاللَّ
َِّْٛهَع
َىَّهَع َٔ
إُعَُْصا
َّمُك
ٍءَْٙش
َّلَِئ
َحبَكُِّنا
36 Artinya:“Rasulullah saw bersabda, “Lakukanlah segala sesuatu kecuali nikah (jima‟)”.
Maksud “nikah” dalam hadis tersebut adalah jima‟. Maka ia dapat bermesraan dengan istrinya seperti mengecup, memeluk, menikmati dengan paha dan perutnya atau semisalnya. Akan tetapi, yang lebih baik hendaklah istrinya memakai sarung dan celana untuk menjauhkan diri dari bahaya. Karena sesungguhnya bermesraan di sekitar kemaluan bisa membawa kepada jima‟. Sebagaimana hadis dari Maimunah ra yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Shahih Bukhari.
َدا َسَأ اَرِئ َىَّهَع َٔ َِّْٛهَع ُ َّاللَّ َّٗهَص ِ َّاللَّ ُلُٕع َس ٌَبَك لُٕمَر َخًَََُْٕٛي
ٍْ ِي ًحَأ َشْيا َشِشبَجُٚ ٌَْأ
بَْ َشَيَأ ِِّئبَغَِ
ُطِئبَد َِْٙ َٔ د َس َضَّربَف
37 Artinya:Maimunah ra berkata: “Jika Rasulullah saw ingin mencumbu salah seorang dari istrinya, beliau memerintahkannya untuk mengenakan sarung. Maka ia pun mengenakan sarung, sementara ia sedang haid”
Para sahabat banyak melakukan „azl ketika nabi masih hidup dan wahyu pun masih terus turun, sebagaimana dalam hadis Ibnu Majah.
36 Abu Husain Muslim bin Al-Hajjaj.Shahih Muslim. Juz I.Beirut:Daar Ihya at-Turaats
al-Arabiy.no.302.h.246
37
Muhammad bin Isma’il al-Bukhari.Shahih al-Bukhari. Juz II.Muwaqi’ Al-Islam.no.292.h.1
ٍَْع ٍءبَطَع ٍَْع ٔ ٍشًَْع ٍَْع ٌُبَْٛفُع بََُصَّذَد َُِّٙاَذًَْْٓنا َكَذْعِئ ٍُْث ٌُٔ ُسبَْ بََُصَّذَد
َلبَل ٍشِثبَج
ُل ِضَُْٚ ٌُآ ْشُمْنا َٔ َىَّهَع َٔ َِّْٛهَع ُ َّاللَّ َّٗهَص ِ َّاللَّ ِلُٕع َس ِذَْٓع َٗهَع ُل ِضْعََ بَُُّك
38
Artinya:
“Telah menceritakan kepada kami Harun Bin Ishaq Al Hamdani berkata, telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Amru dari „Atha dari Jabir ia berkata, “Kami pernah malakukan „azl pada masa Rasulullah saw , sementara al-Qur‟an masih turun”.
Dalam riwayat Muslim.
َلبَل ٍشِثبَج ٍَْع
بَُُّك
ُل ِضْعََ
َٗهَع
ِذَْٓع
ِلُٕع َس
َِّاللَّ
َّٗهَص
َُّاللَّ
َِّْٛهَع
َىَّهَع َٔ
َغَهَجَف
َكِنَر
َِّٙجََ
َِّاللَّ
َّٗهَص
َُّاللَّ
َِّْٛهَع
َىَّهَع َٔ
ْىَهَف
بَََُُْٓٚ
39 Artinya:“Dari Jabir dia berkata: “Kami melakukan „azl di masa Rasulullah saw, kemudian hal itu disampaikan kepada Rasulullah saw, namun beliau tidak melarang kami”.
Adapun diperbolehkan „Azl sebagaimana Ahmad bin Hanbal meriwayatkan dari Umar bin Khattab ra, ia berkata:
ٍَْع َََٗٓ َىَّهَع َٔ َِّْٛهَع ُ َّاللَّ َّٗهَص َِّٙجَُّنا ٌََّأ َُُّْع ُ َّاللَّ َٙ ِظ َس ِةبَّطَخْنا ٍِْث َشًَُع ٍَْع
بََِْٓرِاِث َّلَِئ ِح َّشُذْنا ٍَْع ِل ْضَعْنا
40
Artinya:
“Rasulullah saw melarang „azl dari istri-istri mereka mereka kecuali dengan izinnya.
38
Abdullah Muhammad bin Yazid.Sunan Ibnu Majah.Bab ‘azl juz I.Dar Ihya Kitab Al-Arabiyyah-Faisal ‘isa al-Baabi al-Jalbi.no.1928.h.620
39 Abu Husain Muslim bin al-Hajjaj. Shahih Muslim, Bab Hukum ‘Azl, Juz II.Beirut:Dar Ihya
at-Turats al- Arabiy.no.1440.h.1065
40
Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal.1416 H/1995 M.Musnad Ahmad.Juz I.Kairo:Darul hadis.no.211.h.256
Ini menunjukkan bolehnya „azl dengan izin istri dan melarang „azl dengan larangan karahiyah tanzih tanpa izin istri, dan sesungguhnya „azl terhadap wanita (budak) tidak membutuhkan izinnya, serta perlu diperhatikan agar tidak melakukannya kecuali karena kebutuhan yang mendesak atau darurat.
Namun apabila pencegahan kehamilan itu karena suatu tujuan yang mendesak, seperti perempuan tidak mampu melahirkan secara wajar dan karenanya ia terpaksa harus menjalani operasi untuk mengeluarkan anaknya atau ditangguhkan sampai waktu tertentu demi suatu kemaslahatan yang diinginkan oleh suami istri, maka ketika itu tidak ada larangan terhadap pencegahan kehamilan itu atau menangguhkannya sebagai pelaksanaan dari apa yang ada dalam hadis shahih dan apa yang diriwayatkan dari „ijma Sahabat ra tentang kebolehan „azl.
Dan dalil-dalil yang melarang „azl dari nash al-Qur‟an tentang larangan membunuh anak-anak karena takut miskin Q.S al-Isra‟/17: 31
بًئْط ِخ ٌَبَك ْىَُٓهْزَل ٌَِّئ ْىُكبَِّٚئ َٔ ْىُُٓل ُص ْشََ ٍُْذََ ٍق َلْيِئ َخََِّْٛخ ْىُكَد َلَ َْٔأ إُهُزْمَر َلَ َٔ
ا ًشِٛجَك
Terjemahnya:
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar”.41
Dan dari hadis Rasulullah saw yang diriwayatkan Muslim tentang hadis ghilah
َنبَل َخَشبَّكُع ِذْخُأ ٍتْْ َٔ ِذُِْث َخَياَذُج ٍَْع
َىَّهَع َٔ َِّْٛهَع ُ َّاللَّ َّٗهَص ِ َّاللَّ َلُٕع َس ُد ْشَعَد ْذ
اَرِاَف َط ِسبَف َٔ ِؤ ُّشنا ِٙف ُد ْشَظََُف ِخَهِٛغْنا ٍَْع َََْٗٓأ ٌَْأ ُذًًََْْ ْذَمَن ُلُٕمَٚ َُْٕ َٔ ٍطبََُأ ِٙف
َع َّىُص بًئَْٛش َكِنَر ْىَُْد َلَ َْٔأ ُّشُعَٚ َلَف ْىَُْد َلَ َْٔأ ٌَُٕهِٛغُٚ ْىُْ
ُلُٕع َس َلبَمَف ِل ْضَعْنا ٍَْع ُُِٕنَأ
ُِّٙفَخْنا ُدْأ َْٕنا َكِنَر َىَّهَع َٔ َِّْٛهَع ُ َّاللَّ َّٗهَص ِ َّاللَّ
42 Artinya:“Dari Judamah bin Wahab saudara „Ukasyah bahwasanya ia berkata: Saya hadir bersama Rasulullah saw dalam sebuah kelompok dan ia berkata: Saya hampir melarang al-ghailah, tetapi kemudian saya mempertimbangkan orang Roma dan Persia, dan mendapatkan perempuan-perempuan mereka biasa menyusui anak-anak mereka dalam keadaan hamil tanpa akibat buruk. Kemudian mereka bertanya kepada beliau tentang „azl lalu beliau bersabda, „azl itu adalah pembunuhan anak secara tersembunyi”.
Hadis ini menjelaskan bahwa „azl diibaratkan seperti melakukan pembunuhan terhadap anak-anak yang dilakukan pada zaman jahiliyah yaitu dengan mengubur anak perempuan hidup-hidup.
Dan riwayat yang lain dari sahabat Abu Said al- Khudri
ْىُكَْٛهَع َلَ َلبَمَف ِل ْضَعْنا ٍَْع َىَّهَع َٔ َِّْٛهَع ُ َّاللَّ َّٗهَص ُِّٙجَُّنا َمِئُع لبَل ِّ٘ ِسْذُخْنا ٍذِٛعَع ِٙثَأ
َلَ ٌَْأ
ُسَذَمْنا َُْٕ بًَََِّاَف ْىُكاَر إُهَعْفَر
43
Artinya:
“Dari Abu Said al-Khudri, dia berkata; Nabi saw pernah ditanya mengenai „azl, beliau bersabda: “Tidak ada mudharat jika kalian tidak melakukan „azl, karena sesungguhnya hal itu hanyalah berkenaan dengan takdir Allah swt”.
42 Abu Husain Muslim ibn Hajjaj.Shahih Muslim.Bab: Dibolehkannya ghailah Juz VII.
Mauqi’ al-Islam. No.2613.h.324
43
Abu Husain Muslim ibn Hajjaj.Shahih Muslim.Bab: Hukum ‘azl. Juz V. Mauqi’ al-Islam. No.2602.h.311
Hadis ini menerangkan bahwa melakukan „azl dan tidak melakukannya, kehamilan itu akan tetap terjadi jika Allah swt telah menakdirkannya.
4. Faktor-faktor Suami-istri Melakukan ‘Azl
Adapun faktor-faktornya sebagai berikut:
Pertama, khawatir terhadap nyawa atau kesehatan si ibu jika hamil atau
melahirkan anak yang disertai keterangan dan pemeriksaan oleh dokter yang dapat dipercaya. Karena Allah swt berfirman dalam al-Qur‟an surah al-Baqarah/2: 195
ِ َّاللَّ ِمِٛجَع ِٙف إُمِفََْأ َٔ
ُّت ِذُٚ َ َّاللَّ ٌَِّئ إُُِغْدَأ َٔ ِخَكُهَّْٓزنا َٗنِئ ْىُكِٚذَْٚأِث إُمْهُر َلَ َٔ
ٍَُِِٛغْذًُْنا
Terjemahnya:
“Dan janganlah kamu jatuhkan (diri sendiri) ke dalam kebinasaan dengan tangan sendiri. Dan berbuat baiklah. Sungguh Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik”.44
Dalam ayat lain Allah swt berfirman dalam al-Qur‟an surah an-Nisa/4: 29
ٍضا َشَر ٍَْع ًح َسبَجِر ٌَُٕكَر ٌَْأ َّلَِئ ِمِغبَجْنبِث ْىُكََُْٛث ْىُكَنا َْٕيَأ إُهُكْأَر َلَ إَُُيآ ٍَِٚزَّنا بََُّٓٚأبَٚ
إُهُزْمَر َلَ َٔ ْىُكُِْي
بًًٛ ِد َس ْىُكِث ٌَبَك َ َّاللَّ ٌَِّئ ْىُكَغُفََْأ
Terjemahnya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kalian. Dan janganlah
kalian membunuh diri kalian, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepada kalian.”45
Kedua, khawatir akan terjadinya bahaya pada urusan dunia yang bisa
mempersulit beribadah dan dalam menyelesaikan studi atau pendidikan (menuntut ilmu), sehingga mengakibatkan terbengkalainya urusan tersebut karena tersibukkan dalam pemenuhan kebutuhan anak-anaknya. Sementara Allah swt menginginkan kemudahan kepada hamba-hamba-Nya, sebagaimana firman Allah di dalam al-Qur‟an surah al-Baqarah/2: 185:
َشْغُعْنا ُىُكِث ُذٚ ِشُٚ َلَ َٔ َشْغُْٛنا ُىُكِث ُ َّاللَّ ُذٚ ِشُٚ
Terjemahnya:
“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu”.46
Ketiga, keharusan melakukan „azl karena khawatir dengan keadaan
perempuan pada saat menyusui jika hamil dan melahirkan kembali. Rasulullah saw menamakan bersetubuh saat perempuan masih dalam keadaan menyusui dengan ghilah, karena kehamilan itu dapat merusak air susu dan melemahkan kondisi anak. Dinamakannya ghilah atau ghalil, karena merupakan suatu bentuk kriminalitas yang sangat rahasia terhadap anak yang sedang menyusui. Oleh karenanya, perbuatan ini dapat diserupakan dengan pembunuhan tersembunyi.
Rasulullah saw senantiasa berusaha menginginkan kebaikan kepada umatnya dengan memerintahkan kepada mereka agar berbuat apa yang kiranya
45
Kementerian Agama RI.2015.Al-Qur’an dan terjemahnya.Depok:Adhwaul Bayan.h 83
mendatangkan maslahat dan melarang dari apa yang kiranya akan memunculkan bahaya. Diantara Rasulullah saw bersabda:
ٍُْث ُح َٔ ْشُع َِٙ َشَجْخَأ َلبَل َََُّّأ ٍمَف ََْٕ ٍِْث ًٍَِْد َّشنا ِذْجَع ٍِْث ِذًََّذُي ٍَْع كِنبَي ٍَْع َُِٙصَّذَدٔ
ِّوُأ َخَِِّئبَع ٍَْع ِشَْٛث ُّضنا
بََََّٓأ بَْٓر َشَجْخَأ بََََّٓأ ِخَِّٚذَعَ ْلِا ٍتْْ َٔ ِذُِْث َخَياَذُج ٍَْع ٍَُِِٛي ْإًُْنا
َّٗزَد ِخَهِٛغْنا ٍَْع َََْٗٓأ ٌَْأ ُذًًََْْ ْذَمَن ُلُٕمَٚ َىَّهَع َٔ َِّْٛهَع ُ َّاللَّ َّٗهَص ِ َّاللَّ َلُٕع َس ْذَعًَِع
ٌَُٕعَُْصَٚ َط ِسبَف َٔ َؤ ُّشنا ٌََّأ ُد ْشَكَر
ٌَْأ ُخَهِٛغْنا َٔ كِنبَي َلبَل ْىَُْد َلَ َْٔأ ُّشُعَٚ َلَف َكِنَر
ع ِظ ْشُر َِْٙ َٔ َُّرَأ َشْيا ُمُج َّشنا َّظًََٚ
47 Artinya:“Telah menceritakan kepadaku dari Malik dari Muhammad bin Abdurrahman bin Naufal berkata; telah mengabarkan kepadaku „Urwah bin az Zubair dari Aisyah Ummul Mukminin, dari Judamah binti Wahab al Asadiyah, ia mengabarkan kepadanya, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah saw bersabda: “Sungguh, aku pernah berkeinginan untuk melarang kalian dari ghilah, sehingga aku mengingat bahwa orang-orang Romawi dan Persia juga melakukannya, dan hal itu tidak membahayakan anak-anak mereka.” Malik berkata: “Ghilah adalah suami yang menyetubuh istrinya, padahal istrinya masih menyusui”.
Mengenai „azl telah diungkapkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Muslim
ُ َّاللَّ َّٗهَص ِ َّاللَّ ِلُٕع َس ِذَْٓع َٗهَع ُل ِضْعََ بَُُّك ْذَمَن لَُٕمَٚ ا ًشِثبَج ُذْعًَِع َلبَل ٍءبَطَع ٍَْع
ىَّهَع َٔ َِّْٛهَع
48
Artinya:
“Dari „Atha dia berkata : “saya telah mendengar Jabir berkata: “kami melakukan „azl di masa Rasulullah saw.
Dalam hadis lain dari sahabat Jabir ra yang diriwayatkan oleh Abu Daud dalam Sunannya.
47 Malik bin Anas bin Malik . Kitab Muwatha’ Malik.Juz IV.Muwaqi’
Al-Islam.no.1117.h.273
48
Abu Husain Muslim bin al- Hajjaj. Shahih Muslim.Bab Hukum ‘Azl.Juz IV. Beirut:Dar Ihya at-Turats al-Araby.h.160