METODOLOGI PENELITIAN
A. Hukum Membatasi Kehamilan Dalam Pandangan Islam
Dalam hal ini menjadi perbedaan pendapat di kalangan para ulama diantaranya ada yang membolehkan untuk membatasi kehamilan dan ada juga yang melarang secara mutlak. Adapun nukilan pendapat Ulama tentang pembatasan kehamilan ini adalah sebagai:
Shalih bin Muhammad al-„Utsaimin berkata bahwa dalam perkara membatasi kehamilan (keturunan) ada dua pendapat:
Pendapat yang pertama yaitu yang bertujuan membatasi kehamilan mutlak karena telah mencukupkan memiliki anak-anak baik laki-laki maupun perempuan. Maka pendapat ini tidak dibolehkan karena segala sesuatunya merupakan kehendak Allah swt dan di tangan-Nya segala urusan. Pembatasan keturunan dapat menjadi sebab kehilangan keturunan jika ada musibah kematian yang menimpa semua anak-anak yang tidak pernah diketahui kapan datangnya dan jika ini terjadi maka pada akhirnya tidak lagi memiliki keturunan.
Pendapat yang kedua yaitu dengan mengatur kehamilan dan kelahiran, disebabkan rutinnya seorang perempuan melahirkan dan membahayakan jiwa dan urusan rumah tangganya dan memilih membatasi kehamilan dalam waktu tertentu, misalnya mengatur kehamilan dua tahun sekali. Maka alasan ini dibolehkan dengan izin suami karena berkaitan dengan „azl dimana para sahabat melakukannya di zaman Rasulullah saw dan beliau tidak melarangnya.
Pembatasan atau pengaturan kehamilan dan kelahiran karena takut akan rezeki dari Allah swt tidak diragukan lagi bahwa itu merupakan suatu persangkaan buruk kepada Allah swt dan hal itu juga menyerupai perbuatan jahiliyah yang dimana mereka membunuh anak-anak mereka karena takut miskin. Oleh karenanya, wajib bagi seorang muslim untuk mengimani bahwa tidak ada seorang pun makhluk melata di muka ini kecuali telah Allah tetapkan rezekinya. Jika Allah swt telah mengaruniakan anak-anak, maka Allah akan membukakan pintu-pintu rezekinya sehingga dengannya terpenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
Terdapat sebahagian manusia yang mengatakan mereka tidak membatasi atau mengatur kehamilan (kelahiran) bukan karena sempitnya rezeki, melainkan mereka takut akan tidak adil dalam mengurus dan mendidik anak-anaknya. Ini adalah perkataan yang salah karena Allah swt lah yang di tangan-Nya segala urusan. Demikian juga dengan rezeki anak-anaknya sebagaimana mereka bergantung kepada Allah swt tentang rezeki mereka. Allah swt yang mengatur kebutuhan anak-anaknya dan memberikan petunjuk kepada mereka karena Allah swt yang Maha Memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki.
Kepada mereka yang membatasi atau mengatur kehamilan (kelahiran) karena takut tidak ada kesanggupan dalam mengurus anak-anak, maka sungguh telah berburuk sangka kepada Rabbnya yang di tangan-Nya segala urusan. Oleh karenanya umat manusia janganlah melakukan sesuatu yang dapat mengurangi
keturunan, kecuali jika adanya keharusan untuk melakukannya atau karena dalam kondisi darurat.59
Abu Malik Kamal as-Said Salim, menulis dalam buku beliau bahwa lebih utama bagi seorang wanita untuk tidak mengamalkan dan menjauhi sarana pencegah kehamilan misalnya menunda kehamilan dalam waktu tertentu dengan mengkonsumsi obat-obat atau yang sejenis dengannya. Apalagi dengan perkataan bahwa menggunakan dan mengkonsumsi obat tersebut dengan niat untuk meniadakan kehamilan karena takut akan mengalami kesempitan rezeki. Ini adalah perbuatan haram karena berburuk sangka kepada Allah swt sebagai pemberi rezeki kepada orang tua dan anak-anaknya. Sebagaimana firman Allah swt dalam Q.S. al-Isra/17: 31
َلَ َٔ
إُهُزْمَر
ْىُكَد َلَ َْٔأ
َخََِّْٛخ
ٍق َلْيِئ
ٍُ ْذََ
ْىُُٓل ُص ْشََ
ْىُكبَِّٚئ َٔ
ٌَِّئ
ْىَُٓهْزَل
ٌَبَك
بًئْط ِخ
ا ًشِٛجَك
Terjemahnya:“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar”.60
Adapun memandulkan diri untuk tidak hamil dengan cara mengangkat rahim dengan operasi dan sejenisnya, maka tidak terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang keharamannya karena telah memutus lahirnya keturunan menyelisihi perintah syari‟at untuk menjaga memperbanyak keturunan. Kecuali
59
Muhammad bin Shalih bin Muhammad al-‘Utsaimin. 1421 H.Fatawa Nur ‘ala Darbi lil
‘Utsaimin. Mauqi’ as- Syaikh ‘utsaimin.
jika dalam kondisi darurat dan jika tidak dilakukan operasi pengangkatan rahim dapat membahayakan ibunya, maka hal ini dibolehkan pada saat tersebut.61
Abdul Aziz Bin Baz berpendapat bahwa tidak dibolehkan membatasi kehamilan (kelahiran). Maka seharusnya bagi suami istri berkeinginan untuk memperbanyak keturunan sebagaiman sabda Rasulullah saw dari sahabat Ma‟qil bin Yasar yang diriwayatkan oleh Abu Daud
ىَيُ ْلِا ْىُكِث ٌشِصبَكُي َِِّٙاَف َدُٕن َْٕنا َدُٔد َْٕنا إُج َّٔ َضَر َلبَمَف
62
Artinya:
“Maka beliau berkata: “Menikahlah kalian dengan wanita yang penyayang dan subur, karena saya bangga dengan jumlah kalian yang banyak”
Oleh karenanya, Rasulullah saw menganjurkan menikahi wanita yang subur. Seharusnya bagi seorang mukmin berusaha untuk menghasilkan keturunan yang shaleh dan bermanfaat di dunia dan di akhirat. Memperbanyak jumlah kaum muslimin dan berusaha menikahi wanita-wanita yang solehah dan juga memiliki perhatian terhadap keturunan dan mendidiknya dengan pendidikan Islam yang baik. Membatasi kehamilan dan kelahiran bertentangan dengan tujuan adanya pernikahan.
Adapun larangan membatasi kelahiran atau kehamilan yang dimaksud yaitu jika ada kesepakatan bersama suami istri untuk memiliki anak dalam jumlah yang tertentu. Hendaknya suami istri berupaya dengan maksimal agar Allah swt
61 Abu Malik Kamal as- sayyid Salim, Shahih Fiqih Sunnah, Bab Zawaj.Kairo:Dar
at-Taufiqiyah litturats.h.171
62
Sulaiman bin al-Asy’ats. Abu Daud, Sunan Abu Daud, Bab larangan menikahi wanita mandul
memberikan keturunan yang banyak, selama itu tidak membahayakan istrinya. Maka jika kehamilan dapat membahayakan istri maka tidak mengapa untuk membatasi atau mencegah kehamilan (kelahiran) dengan waktu yang dikehendaki seperti ketika dalam keadaan menyusui atau sebagian dari waktu menyusui sampai mampu dalam mendidik anak-anaknya. Tidak mengapa membatasi kehamilan jika dilakukan tanpa adanya keinginan untuk menyetop keturunan dengan jumlah tertentu. Karena dengan demikian suami istri dapat memberikan pendidikan Islam yang baik kepada anak-anaknya dan juga tidak membahayakan istri dengan kelahiran yang rutin.63
Dr Yusuf Qardhawi tidak membolehkan memasang alat-alat kontrasepsi pada wanita dan laki-laki untuk mencgah kehamilan, baik terhadap kaum muslim mapun orang non muslim. Karena hal itu berarti mengubah ciptaan Allah swt, serta termasuk perbuatan dan penghias setan. Kecuali dalam keadaan sangat darurat, misalnya jika kehamilan membahayakan si ibu, sedangkan cara penanggulangan lainnya tidak ada. Maka hal ini merupakan darurat individual yang jarang terjadi, dan diukur dengan kadarnya, serta tidak boleh dijadikan kaidah umum.64
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, pada 1979 telah memfatwakan bahwa vasektomi/tubektomi hukumnya haram. Fatwa yang ditetapkan pada 13 Juni 1979 ini diputuskan setelah membahas kertas kerja yang disusun oleh KH.Rahmatullah Siddiq, KHM.Syakir, KHM. Syafi‟i Hadzami, yang menegaskan bahwa; (i) pemandulan dilarang oleh agama; (ii) vasektomi/tubektomi adalah
63
https://binbaz.Org.sa/ fatwas/29033 diakses 25 Mei 2021 15:54
64
http://media.isnet.org/kmi/islam/Qardhawi/kontemporer/singkat1.html. Diakses 25 Juni 2021 01:18
salah satu bentuk pemandulan; dan (iii) di Indonesia belum dapat dibuktikan bahwa vasektomi/tubektomi dapat disambung kembali.
Namun seiring dengan perkembangan teknologi, kini vasektomi dapat dipulihkan kembali pada situasi semula. Menyambung saluran spermatozoa (vas deferen) dapat dilakukan oleh ahli urologi dengan menggunakan operasi mikroskop. Namun, kemampuan untuk dapat mempunyai anak kembali akan sangat menurun tergantung lamanya tindakan vasektomi.
Vasektomi hukumnya haram, kecuali: (a) untuk tujuan yang tidak menyalahi syari‟at, (b) tidak menimbulkan kemandulan permanen, (c) ada jaminan dapat dilakukan rekanalisasi yang dapat mengembalikanfungsi reproduksi seperti semula, (d) tidak menimbulkan bahaya(mudharat) bagi yang bersangkutan, dan (e) tidak dimasukkan ke dalam program dan methode kontrasepsi mantap.65
Menurut Lajnah Daimah untuk penelitian ilmiah dan fatwa (1395 H)66 memandang bahwa syariat Islam menghendaki menghasilkan dan memperbanyak keturunan. Telah diketahui bahwa dengan adanya keturunan merupakan nikmat yang besar dan anugerah yang agung. Allah swt memberikan nikmat tersebut kepada hamba-Nya dan hal ini didukung oleh nash-nash syariat dari al-Quran dan hadits-hadits Rasulullah saw. Dan memandang bahwa membatasi kehamilan dan kelahiran bertentangan dengan fitrah manusia yang telah Allah swt ciptakan atasnya dan syariat Islam yang Allah swt telah ridhai kepada hamba-Nya.
Adanya seruan-seruan membatasi kehamilan sebagai propaganda golongan orang-orang yang memiliki tujuan untuk mengelabui kaum muslimin
65
Ijma Ulama Indonesia.2012. Himpunan keputusan ijtima ulama komisi fatwa
se-Indonesia IV. Bab VII vasektomi.https://mui.or.id.pdf (24 Juni 2021) h.80
dalam konteks umum dan orang-orang Arab dalam konteks khusus. Sehingga mereka nantinya memiliki kemampuan untuk menguasai negeri-negeri kaum muslimin dan penghuninya. Dan apabila kita menjadikan itu sebagai contoh maka itu merupakan perbuatan jahiliah.
Oleh karenanya tidak dibolehkan membatasi kehamilan (kelahiran) secara mutlak dan membatasi kelahiran atau kehamilan jika tujuannya karena takut dengan kemiskinan. Karena Allah swt yang memberi rezeki kepada hamba-hamba-Nya. Sebagaimana firman Allah swt dalam Q.S Hud/ 11: 6
بََٓعَد َْٕزْغُي َٔ بَْ َّشَمَزْغُي ُىَهْعَٚ َٔ بَُٓل ْص ِس ِ َّاللَّ َٗهَع َّلَِئ ِض ْسَ ْلِا ِٙف ٍخَّثاَد ٍِْي بَي َٔ
َزِك ِٙف ٌّمُك
ٍٍِٛجُي ٍةب
Terjemahnya:
“....dan tidak satu pun makhluk bergerak di bumi melainkan dijamin Allah rezekinya...”67
Adapun jika membatasi kehamilan karena keadaan darurat seperti wanita yang rutin melahirkan dan membahayakan proses penyembuhan karena adanya kelahiran tersebut. Maka hal ini tidak ada larangan untuk menunda atau membatasi kehamilan demi kemaslahatannya.
Pandangan Jumhur Ulama dalam masalah ini adalah mayoritas berpendapat tidak diperbolehkan membatasi kehamilan secara mutlak yakni memutus kehamilan (kelahiran) dengan maksud tidak ingin memiliki anak lagi. Namun Jumhur Ulama masih membolehkan adanya pembatasan kehamilan atau
kelahiran dalam keadaan darurat dan ada hajat yang dibenarkan syari‟at. Bahwa membatasi kehamilan tidak dibolehkan secara mutlak jika tanpa adanya alasan yang dapat diterima oleh syari‟at agama. Karena syariat agama ini memerintahkan untuk memperbanyak keturunan karena menjadi suatu kebanggaan yang akan Rasulullah saw perlihatkan kepada nabi-nabi sebelum beliau pada hari kiamat kelak. Dan juga dengan banyaknya keturunan yang shaleh dan shalehah akan menampakkan syiar-syiar Islam kepada kaum kafir dalam ketaatan kepada Allah swt dan menunjukkan kekuatan kaum muslimin kepada mereka. Namun terkadang dalam mewujudkan hal tersebut, kaum muslimin memiliki kendala dalam memperbanyak keturunan di ataranya karena faktor ketidakmampuan membiayai dan mengurus anak-anak yang banyak serta juga dalam tahap penyelesaian pendidikan atau sedang menuntut ilmu dan juga faktor kesehatan yang dapat membahayakan istri apabila rutin melahirkan. Oleh karena itu, banyak dianatara kaum muslimin yang membatasi kehamilan dengan cara meminum obat atau memasang alat-alat medis yang dapat mencegah kehamilan sperti KB steril (tubektomi untuk wanita dan vasektomi untuk pria).
Berdasarkan hasil pengkajian dari beberapa dalil-dalil dan Perkataan ulama diatas, maka peneliti berkesimpulan bahwa membatasi kehamilan (tahdidil nasl) tidak dibolehkan secara mutlak yang berarti itu telah memutus lahirnya keturunan dan bertambahnya ummat karena tidak menginginkan lagi adanya anak. Tetapi, dibolehkan jika ada alasan yang dibenarkan oleh syariat dan dalam keadaan darurat atau untuk mempersiapkan lahirnya generasi yang baik dari kaum muslimin. Sebagaimana firman Allah swt dalam Q.S. an-Nisa/4: 9
إُنُٕمَْٛن َٔ َ َّاللَّ إُمَّزَْٛهَف ْىَِْٓٛهَع إُفبَخ بًفبَع ِظ ًخَّٚ ِّسُر ْىِِٓفْهَخ ٍِْي إُك َشَر َْٕن ٍَِٚزَّنا َشْخَْٛن َٔ
ًلَ َْٕل
اًذِٚذَع
Terjemahnya:
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”68
Agar tidak bertentangan dengan syariat dengan pembatasan kehamilan ini maka peneliti berpendapat lebih memilih melakukan pengaturan kehamilan atau kelahiran (tanzimil nasl) sehingga bisa mengatur jarak kelahiran antara anak yang satu dengan anak yang lainnya. Pengaturan ini akan memberikan maslahat yang diharapkan seperti akan menghasilkan keturunan yang baik karena terpenuhinya sandang pangan dan pendidikan agama yang baik. Hal ini juga memberikan kemudahan kepada para penuntut ilmu sehingga dapat memanfaatkan waktu dengan baik tanpa terbebani mengurus anak yang banyak. Juga bagi para istri yang memiliki riwayat penyakit yang membahayakan jiwanya dengan adanya kelahiran, maka ini bisa memberikan solusi menyelamatkan jiwa dan anaknya.